Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

SYOK CARDIOGENIC + IABP

DI RUANG 5 RSU dr. SAIFUL ANWAR MALANG

Oleh :

Hanifan Fauzi

2014.03.036

PROGRAM PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

KEPANJEN - MALANG

2014
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pendahuluan dengan judul Syok Cardiogenic + IABP di ruang 5 RSUD dr.
Saiful Anwar Malang, telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing.

Mengetahui

Pembimbing Institusi Pembimbing Lahan

( ) ( )
Syok kardiogenik

A. Definisi
Syok kardiogenik didefinisikan sebagai adanya tanda-tanda hipoperfusi jaringan yang
diakibatkan oleh gagal jantung rendah preload dikoreksi. Tidak ada definisi yang jelas dari
parameter hemodinamik, akan tetapi syok kardiogenik biasanya ditandai dengan
penurunan tekanan darah (sistolik kurang dari 90 mmHg, atau berkurangnya tekanan arteri
rata-rata lebih dari 30 mmHg) dan atau penurunan pengeluaran urin (kurang dari 0,5
ml/kg/jam) dengan laju nadi lebih dari 60 kali per menit dengan atau tanpa adanya
kongesti organ. Tidak ada batas yang jelas antara sindrom curah jantung rendah dengan
syok kerdiogenik. ( www.fkuii.org)
Syok kardiogenik merupakan stadium akhir disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung
kongestif, terjadi bila ventrikel kiri mengalami kerusakan yang luas. Otot jantung
kehilangan kekuatan kontraktilitasnya,menimbulkan penurunan curah jantung dengan
perfusi jaringan yang tidak adekuat ke organ vital (jantung,otak, ginjal). Derajat syok
sebanding dengan disfungsi ventrikel kiri. Meskipun syok kardiogenik biasanya sering
terjadi sebagai komplikasi MI, namun bisa juga terajdi pada temponade jantung, emboli
paru, kardiomiopati dan disritmia. (Brunner & Suddarth, 2001)
Syok kardiogenik adalah dyok yang disebabkan karena fungsi jantung yang tidak
adekua, seperti pada infark miokard atau obstruksi mekanik jantung; manifestasinya
meliputi hipovolemia, hipotensi, kulit dingin, nadi yang lemah, kekacauan mental, dan
kegelisahan. (Kamus Kedokteran Dorland, 1998).

B. Etiologi
Syok kardiogenik biasanya disebabkan oleh karena gangguan mendadak fungsi
jantung atau akibat penurunan fungsi kontraktil jantung kronik. Secara praktis syok
kardiogenik timbul karena gangguan mekanik atau miopatik, bukan akibat gangguan
elektrik primer.
Syok kardiogenik diakibatkan oleh kerusakan bermakna pada miokardium ventrikel
kiri yang ditandai oleh gangguan fungsi ventrikel kiri, yang mengakibatkan gangguan
berat pada perfusi jaringan dan penghantaran oksigen ke jaringan. Penyebab dari syok
kardiogenik dibagi dalam :
1. Gangguan ventrikular ejection
a. Infark miokard akut
b. Miokarditis akut
c. Komplikasi mekanik :
o Regurgitasi mitral akut akibat ruptur atau disfungsi otot papilaris
o Ruptur septum interventrikulorum
o Ruptur free wall
o Aneurisma ventrikel kiri
o Stenosis aorta yang berat
o Kardiomiopati
o Kontusio miokard
2. Gangguan ventrikular filling
a. Tamponade jantung
b. Stenosis mitral
c. Miksoma pada atrium kiri
d. Trombus ball valve pada atrium
e. Infark ventrikel kanan

C. Manifestasi Klinis
Syok kardiogenik ditandai oleh gangguan fungsi ventrikel kiri yang mengakibatkan
gangguan mengakibatkan gangguan fungsi ventrikel kiri yaitu mengakibatkan gangguan
berat pada perfusi jaringan dan penghantaran oksigen ke jaringan yang khas pada syok
kardiogenik yang disebabkan oleh infark miokardium akut adalah hilangnya 40% atau
lebih jaringan otot pada ventrikel kiri dan nekrosis vocal di seluruh ventrikel karena
ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen miokardium. Gmbaran klinis
gagal jantung kiri :
1. Sesak napas dyspnea on effert, paroxymal nocturnal dyspnea
2. Pernapasan cheyne stokes
3. Batuk-batuk
4. Sianosis
5. Suara serak
6. Ronchi basah, halus tidak nyaring di daerah basal paru hydrothorax
7. Kelainan jantung seperti pembesaran jantung, irama gallop, tachycardia
8. BMR mungkin naik
9. Kelainan pada foto rontgen
D. Faktor predisposisi
Dari berbagai penelitian dilaporkan adanya faktor-faktor predisposisi timbulnya syok
kardiogenik yaitu :
1. Umur yang relative lebih tua pada syok kardiogenik : umumnya lebih dari 60 tahun
2. Telah terjadi payah jantung sebelumnya
3. Adanya infark lama dan baru
4. Lokasi pada dinding anterior lebih sering menimbulkan syok
5. IMA yang meluas secara progresif
6. Komplikasi mekanik IMA : septum sobek, insufisiensi mitral, disenergi ventrikel
7. Gangguan irama dan nyeri hebat
8. Faktor ekstramiokardial : obat-obatan penyebab hipotensi atau hipovolemia

E. Patofisiologi
Tanda dan gejala syok kardiogenik mencerminkan sifat sirkulasi patofisiologi gagal jantung.
Kerusakan jantung mengakibatkan penurunan curah jantung, yang pada gilirannya
menurunkan tekanan darah arteria ke organ-organ vital. Aliran darah ke arteri koroner
berkurang, sehingga asupan oksigen ke jantung menurun, yang pada gilirannya meningkatkan
iskemia dan penurunan lebih lanjut kemampuan jantung untuk memompa, akhirnya terjadilah
lingkaran setan. Tanda klasik syok kardiogenik adalah tekanan darah rendah, nadi cepat dan
lemah, hipoksia otak yang termanifestasi dengan adanya konfusi dan agitasi, penurunan
haluaran urin, serta kulit yang dingin dan lembab. Disritmia sering terjadi akibat penurunan
oksigen ke jantung.seperti pada gagal jantung, penggunaan kateter arteri pulmonal untuk
mengukur tekanan ventrikel kiri dan curah jantung sangat penting untuk mengkaji beratnya
masalah dan mengevaluasi penatalaksanaan yang telah dilakukan. Peningkatan tekananakhir
diastolik ventrikel kiri yang berkelanjutan (LVEDP = Left Ventrikel End Diastolik Pressure)
menunjukkan bahwa jantung gagal untuk berfungsi sebagai pompa yang efektifPATHWAY

Gangguan Bedah pintas IMA Payah


mekanisme akut kardiopulmon jantung
a

Necrosis miokard

Kerusakan otot jantung

Gangguan kontraktilitas
miokardium

Disfungsi ventrikel kiri

Syok kardiogenik

Penurunan curah jantung

Aliran darah arteri coroner

Asupan oksigen ke jantung

Hipoksia myokardium

Mekanisme anaerob

Nyeri dada
F. Pemeriksaan Diagnostik
Electrocardiography (elektrokardiografi) Hasil/pembacaan electrocardiogram menurut
Fauci AS, et.al. (2008): Pada pasien karena infark miokard akut dengan gagal ventrikel kiri
(LV failure), gelombang Q (Q waves) dan/atau >2-mm ST elevation pada multiple leads
atau left bundle branch block biasanya tampak. Lebih dari setengah (> 50%) dari semua
infark yang berhubungan dengan syok adalah anterior. Global ischemia karena severe left
main stenosis biasanya disertai dengan depresi ST berat (>3 mm) pada multiple leads.
Radiografi dada (chest roentgenogram) dapat terlihat normal pada mulanya atau
menunjukkan tandatanda gagal jantung kongestif akut (acute congestive heart failure),
yaitu: a.Cephalization karena dilatasi pembuluh darah-pembuluh darah pulmoner. b.Saat
tekanan diastolik akhir ventrikel kiri (left ventricular end-diastolic pressures) meningkat,
akumulasi cairan interstitial ditunjukkan secara radiografis dengan adanya gambaran fluffy
margins to vessels, peribronchial cuffing, serta garis Curley A dan B. Dengan tekanan
hidrostatik yang sangat tinggi, cairan dilepaskan (exuded) ke alveoli, menyebabkan diffuse
Nutrisi dan O2 Disfungsi ventrikel kiri
fluffy alveolar infiltrates.
ke jaringan
Gambaran foto/rontgen dada (chest x-ray) lainnya yang mungkin tampak pada
Gangguan
penderita syok kardiogenik: difusi gas
a. Kardiomegali ringan
b. Metabolisme
Edema paru (pulmonary edema)
basal terganggu
c. Efusi pleura
d. Pulmonary vascular congestion
Energi
e. Ukuran jantung biasanya normal jika hasil syok kardiogenik berasal dari infark
miokard.
Kelelahan dan
kelemahan
Ekokardiografi Ini berguna untuk menunjukkan:
a. Fungsi ventrikel kiri yang buruk (poor left ventricular function).
b. Menilai keutuhan katub (assessing valvular integrity).
c. Menyingkirkan penyebab lain syok, seperti: cardiac tamponade.
Selain itu penting untuk menilai hipokinesis berat ventrikel difus atau segemental (bila
berasal dari infark miokard), efusi pericardial, katup mitral dan aorta, rupture septum dan
pintasan intrakardiak.
Kateterisasi jantung.
Umumnya tidak perlu kecuali pada kasus tertentu untuk mengetahui anatomi
pembuluh darah koroner dan fungsi ventrikel kiri untuk persiapan bedah pintas koroner
atau angioplasty koroner transluminasi perkutan. Untuk menunjukkan defek mekanik pada
septum ventrikel atau regurgitasi mitral akibat disfungsi atauy rupture otot papilaris.
Laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit darah tetap diperlukan untuk evaluasi secara
keseluruhan meskipun tidak berguna di dalam membuat diagnosis awal (initial
diagnosis).
b. Pemeriksaan enzim jantung.
c. CBC and serum electrolyte panel.
d. Kadar kreatinin dan blood urea nitrogen (BUN).
e. Gas darah arteri.
f. Studi koagulasi.
Penemuan laboratorium (Laboratory findings) menurut Fauci AS, et.al. (2008):
a. Hitung leukosit secara khas meningkat disertai dengan left shift.
b. Tidak adanya prior renal insufficiency, fungsi ginjal pada mulanya normal, namun
blood urea nitrogen (BUN) dan creatinine meningkat secara cepat (rise progressively).
c. Hepatic transaminases jelas meningkat karena hipoperfusi hati (liver hypoperfusion).
d. Perfusi jaringan yang buruk (poor tissue perfusion) dapat menyebabkan anion gap
acidosis dan peningkatan (elevation) kadar asam laktat (lactic acid level).
e. Gas darah arteri (arterial blood gases) biasanya menunjukkan hypoxemia dan
metabolic acidosis, dimana dapat dikompensasi oleh respiratory alkalosis.
f. Petanda jantung (cardiac markers), creatine phosphokinase dan MB fraction-nya, jelas
meningkat, begitu juga troponins I dan T.
Faktor-faktor pencetus test diagnostik antara lain :
1. Electrocardiogram (ECG)
2. Sonogram
3. Scan jantung
4. Kateterisasi jantung
5. Roentgen dada
6. Enzim hepar
7. Elektrolit oksimetri nadi
8. AGD
9. Kreatinin
10. Albumin / transforin serum
11. HSD

G. Penatalaksanaan
Ada berbagai pendekatan pada penatalaksanaan syok kardiogenik. Setiap disritmia
mayor harus dikoreksi karena mungkin dapat menyebabkan atau berperan pada terjadinya
syok. Bila dari hasil pengukuran tekanan diduga atau terdeteksi terjadi hipovolemia atau
volume intravaskuler rendah. Pasien harus diberi infus IV untuk menambah jumlah cairan
dalam sistem sirkulasi. Bila terjadi hipoksia, berikan oksigen, kadang dengan tekanan
positif bila aliran biasa tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan jaringan.
Farmakoterapi. Terapi medis dipilih dan diarahkan sesuai dengan curah jantung dan
tekanan darah arteri rerata. Salah satu kelompok obat yang biasa digunakan adalah
katekolamin yang dapat meningkatkan tekanan darah dan curah jantung. Namun demikian
mereka cenderung meningkatkan beban kerja jantung dengan meningkatkan kebutuhan
oksigen.
Bahan vasoaktif seperti natrium nitroprusida dan nitrogliserin adalah obat yang efektif
untuk menurunkan tekanan darah sehingga kerja jantung menurun. Bahan-bahan ini
menyebabkan arteri dan vena mengalami dilatasi, sehingga menimbulkan lebih banyak
pintasan volume intravaskuler keperifer dan menyebabkan penurunan preload dan
afterload. Bahan vasoaktif ini biasanya diberikan bersama dopamin, suatu vasopresor yang
membantu memelihara tekanan darah yang adekuat.
Pompa Balon Intra Aorta. Terapi lain yang digunakan untuk menangani syok
kardiogenik meliputi penggunaan alat bantu sirkulasi. Sistem bantuan mekanis yang paling
sering digunakan adalah Pompa Balon Intra Aorta (IABP = Intra Aorta Baloon Pump).
IABP menggunakan counterpulsation internal untuk menguatkan kerja pemompaan
jantung dengan cara pengembangan dan pengempisan balon secara teratur yang diletakkan
di aorta descendens. Alat ini dihubungkan dengan kotak pengontrol yang seirama dengan
aktivitas elektrokardiogram. Pemantauan hemodinamika juga sangat penting untuk
menentukan position sirkulasi pasien selama penggunaan IABP.
Balon dikembangkan selam diastole ventrikel dan dikempiskan selama sistole dengan
kecepatan yang sama dengan frekuensi jantung. IABP akan menguatkan diastole,yang
mengakibatkan peningkatan perfusi arteria koronaria jantung. IABP dikempiskan selama
sistole, yang akan mengurangi beban kerja ventrikel.

Penatalaksanaan yang lain :


1. Istirahat
2. Diit, diit jantung, makanan lunak, rendah garam
3. Pemberian digitalis, membantu kontraksi jantung dan memperlambat frekuensi
jantung. Hasil yang diharapkan peningkatan curah jantung, penurunan tekanan vena,
dan volume darah dan peningkatan diuresis akan mengurangi edema. Pada saat
pemberian ini pasien harus dipantau terhadap hilangnya dispnea, ortopnea,
berkurangnya krekel, dan edema perifer. Apabila terjadi keracunan ditandai dengan
anoreksia, mual dan muntah namun itu gejala awal selanjutnya akan terjadi perubahan
irama, bradikardi kontrak ventrikel premature, bigemini (denyut normal dan premature
saling bergantian), dan takikardia atria proksimal.
4. Pemberian diuretik, yaitu untuk memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal. Bila
sudah diresepkan harus diberikan pada siang hari agar tidak menganggu istirahat pada
malam hari, intake dan output pasien harus dicatat mungkin pasien dapat mengalami
kehilangan cairan setelah pemberian diuretik. Pasien juga harus menimbang badannya
setiap hari turgor kulit untuk menghindari terjadinya tanda-tanda dehidrasi.
5. Morfin, diberikan untuk mengurangi sesak napas pada asma cardial, hati-hati depresi
pernapasan.
6. Pemberian oksigen
7. Terapi vasodilator dan natrium nitropurisida, obat-obatan vasoaktif merupakan
pengobatan utama untuk mengurangi impedansi (tekanan) terhadap penyemburan
darah oleh ventrikel.

H. Komplikasi Syok Kardiogenik


1. Cardiopulmonary arrest
2. Disritmi
3. Gagal multisistem organ
4. Stroke
5. Tromboemboli

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Data dasar pengkajian pasien dengan syok kardiogenik , dengan data fokus pada :
1. Aktivitas
Gejala : kelemahan, kelelahan
Tanda :takikardia, dispnea pada istirahat atau aktivitas, perubahan warna kulit
kelembaban, kelemahan umum
2. Sirkulasi
Gejala : riwayat AMI sebelumnya, penyakit arteri koroner, GJK, masalah TD,
diabetes mellitus
Tanda :tekanan darah turun <90 mmhg atau dibawah, perubahan postural dicatat
dari tidur sampai duduk berdiri, nadi cepat tidak kuat atau lemah, tidak
teratur, BJ ekstra S3 atau S4 mungkin menunjukan gagal jantung atau
penurun an kontraktilitas ventrikel, Gejala hipoperfusi jaringan kulit ;
dioforesis ( Kulit Lembab ), pucat, akral dingin, sianosis, vena vena pada
punggung tangan dan kaki kolaps
3. Eliminasi
Gejala : Produksi urine < 30 ml/ jam
Tanda : oliguri
4. Nyeri atau ketidaknyamanan
Gejala : nyeri dada yang timbulnya mendadak dan sangat hebat, tidak hilang
dengan istirahat atau nitrogliserin, lokasi tipikal pada dada anterio
substernal, prekordial, dapat menyebar ketangan, rahang, wajah, Tidak
tentu lokasinya seperti epigastrium, siku, rahang,abdomen,punggung,
leher, dengan kualitas chorusing, menyempit, berat,tertekan , dengan skala
biasanya 10 pada skala 1- 10, mungkin dirasakan pengalaman nyeri paling
buruk yang pernah dialami.
Tanda : wajah meringis, perubahan postur tubuh, meregang mengeliat, menarik
diri, kehilangan kontak mata, perubahan frekuensi atau irama jantung,
TD,pernafasan, warna kulit/ kelembaban ,bahkan penurunan kesadaran.

5. Pernafasan
Gejala : dyspnea dengan atau tanpa kerja, dispnea nocturnal, batuk dengan atau
tanpa produksi sputum,penggunaan bantuan pernafasan oksigen atau
medikasi,riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis
Tanda : takipnea, nafas dangkal, pernafasan laboret ; penggunaan otot aksesori
pernafasan, nasal flaring, batuk ; kering/ nyaring/nonprodoktik/ batuk terus
menerus,dengan / tanpa pembentukan sputum: mungkin bersemu darah,
merah muda/ berbuih ( edema pulmonal ). Bunyi nafas; mungkin tidak
terdengar dengan crakles dari basilar dan mengi peningkatan frekuensi
nafas, nafas sesak atau kuat, warna kulit; pucat atau sianosis, akral dingin.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung b/d perubahan kontraktilitas miokardial/ perubahan inotropik
2. Kerusakan Pertukaran gas b/d perubahan membran kapiler-alveolar
3. Perubahan perfusi jaringan b/d penurunan / penghentian aliran darah.
4. Nyeri ( akut ) b/d iskemik jaringan sekunder akibat sumbatan atau penyempitan arteri
koroner.
5. Intoleransi aktifitas b/d Ketidak seimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan,
adanya iskemik/ nekrotik jaringan miokard.

C. Rencana Tindakan
1. Penurunan curah jantung b/d perubahan kontraktilitas miokardial/ perubahan
inotropik, Ditandai dengan :
Tekanan arterial sistolik < 90 mmHG (hipotensi absolute) atau paling tidak 60 mmHg
dibawah tekan basal ( hipotensi relative ), perubahan postural dicatat dari tidur sampai
duduk berdiri, nadi cepat tidak kuat atau lemah, tidak teratur, BJ ekstra S3 atau S4
mungkin menunjukan gagal jantung atau penurun an kontraktilitas ventrikel, Gejala
hipoperfusi jaringan kulit ; dioforesis ( Kulit Lembab ), pucat, akral dingin, sianosis,
vena vena pada punggung tangan dan kaki kolaps, Gangguan fungsi mental, gelisah,
berontak,apatis, bingung.penurunan kesadaran hingga koma, Produksi urine < 30 ml/
jam( oliguri).

Intervensi :
a. Auskutasi TD . Bandingkan kedua tangan dan ukur dengan tidur, duduk, berdiri jika
memngkinkan .
Rasional:
Hipotensi dapat terjadi sehubungan dengan difungsi ventrikel, hipoperfusi miokardia dan
rangsanng vagal. Namun hipertensi juga fenomena umum, kemungkinan berhubungan
dengan nyeri , cemas, pengeluaran katekolmin, dan atau masalah vakuler
sebelumnya.Hipotensi ortistatik (postural)mungkin berhubungan dengan komplikasi
infark.
b. Evaluasi kualitas dan keamaan nadi sesuai indikasi.
Rasional :
Penurunan curah jantung menyebabkan menurunnya kelemahan /kekuatan
nadi.Ketidakteraturan diduga disritmia , yang memerlukan evaluasi lanjut.
c. Catat terjadinya suara S3, S4
Rasional:
S3 terjadi pada GJK tetapi juga terlihat pada gagal mitral(regugitasi)dan kelebihan kerja
ventrikel kiri yang disertai infark berat. S4 mungkin berhubungan dengan iskemik
miokard , kekakuan ventrikel, dan hipertensi pulmonal atau sistemik.
d. Catat adanya suara murmur/gesekan .
Rasional:
Menunjukan gangguan aliran darah normal dalam jantung, contoh katup tak baik ,
kerusakan septum, atau vibrasi otot papilar/korda tendenia.Adanya gesekan dengan infark
juga berhubungan dengan inflamasi , contoh efusi pericardial dan perikarditis.
e. Pantau frekuensi jantung dan irama. Catat disritmia melalui telemetri.
Rasional :
Frekuensi dan irama jaantung yang berspon terhadap obat dan ativitas sesuai dengan
terjadinya komplikasi /disritmia( Khususnya kontraksi ventrikel premature atau blok
jantung) , yang mempengaruhi fungsi jantung atau meningkatan kerusakan iskemik.
Denyutan /fibrilasi akut atau kronis mungkin terlihat pada arteri koroner atau keterlibatan
katup dan mungkin merupakan kondisi patologi.
f. Sediakan alat dan obat darurat.
Rasional:
Sumbaatan koroner tiba tiba , disritmia letal, perluasan infark maupun kondisi syok
yang memburuk merupakan kondisi yang mencetuskan henti jantung, yang memerlukan
terapi penyelamat hidup segera.
g. Kolaborasi dalam pemberian oksigen tambahan , sesuai indikasi.
Rasional:
Meningkatan jumlah sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard.
h. Kolaborasi untuk mempertahankan cara masuk IV/ hevarin lok sesuai indikasi.
Rasional:
Jalur yang paten penting untuk pemberian obat darurat pada adanya disritmia dan nyeri
dada.
i. Kolaborasi pada pemeriksaan ulang EKG , foto dada, pemeriksaan data
laboratorium(enzim jantung,GDA,elektrolit).
Rasional:
EKG dapat memberikan informasi sehubungan dengan kemajuan / perbaikan kondisi
syok kardiogenik, status fungsi ventrikel , keseimbangan elektrolit dan efek obat.
Foto dada dapat menunjukan edema paru sehubungan dengan disfungsi ventrikel.
Enzim jantung dapat memantau perkembangan kodisi pasien, adanya hipoksia
menunjukan kebutuhan tambahan oksigen,keseimbangan elektrolit cotoh
hipo/hiperkalemia sangat besar berpengaruh terhadap irama jantung dan kontraksinya.
j. Kolaborasi dalam pemberian obat antidiritmia sesuai indikasi, dan bila digunakan
bantu pemasangan /mempertahankan pacu jantung.
Rasional:
Disritmia biasanya pada secara simtomatis kecuali untuk PCV, dimana sering mengancam
secara profilaksis.
Pemacu merupakan tindakan dukungan sementara selama fase akut/diperlukan secara
permanen pada kondisi yang berat merusak system konduksi ( Seperti :Syok
Kardiogenik)

2. Kerusakan pertukaran gas b/d perubahan membran kapiler-alveolar


Ditandai dengan :takipnea, nafas dangkal, pernafasan laboret ; penggunaan otot
aksesori pernafasan, nasal flaring, batuk ; kering/ nyaring/nonprodoktik/ batuk terus
menerus,dengan / tanpa pembentukan sputum: mungkin bersemu darah, merah muda/
berbuih ( edema pulmonal ). Bunyi nafas; mungkin tidak terdengar dengan crakles dari
basilar dan mengi peningkatan frekuensi nafas, nafas sesak atau kuat, warna kulit;
pucat atau sianosis, akral dingin.
Intervensi
a. Auskultsi bunyi nafas, catat krekels,suara mengi.
Rasional:
Menyatakan adanya kongesti paru / pengumpulan secret menunjukan kebutuhan untuk
intervensi lanjut.
b. Berikan posisi fowler/ semi fowler atau disesuaikan dengan kondisi pasien.
Rasional:
Dengan posisi fowler / semi fowler dapat membantu pengembangan/ekspansi paru
sehingga mempermudah pertukan gas pada alveolar .
c. Kolaborasi dalam pemantauan gambaran seri GDA, nadi oksimetri.
Rasional:
Hipoksemia dapat menjadi berat selama edema paru, hal ini terjadi pada GJK kronis
maupun syok kardiogenik.
d. Kolaborasi dalam pemberian oksigen tambahaan sesuai indikasi .
Rasional:
Diharapkan dapat meningkatkan oksigen alveolar, yang dapat memperbaiki/ menurunkan
hipoksemia jaringan .
e. Kolaborasi dalam pemberian obat sesuai indikasi : Diuretik contoh furosemide ( lasix);
brokodilator contoh amonofilin.
Rasional:
Diuretik diberikan untuk membantu menurunkan kongesti alveolar, meningkatkan
pertukaraan gas.
Brokodilator meningkatkan aliran oksigen dengan mendilatasi jalan napas kecil dan
mengeluarkan efek diuretic ringan untuk menurunkan kongesti paru.

3. Perubahan perfusi jaringan b/d penurunan / penghentian aliran darah.


Ditandai dengan :Tekanan arterial sistolik < 90 mmHG (hipotensi absolute) atau
paling tidak 60 mmHg dibawah tekan basal ( hipotensi relative ), nadi cepat tidak kuat
atau lemah, tidak teratur, Gejala hipoperfusi jaringan kulit ; dioforesis ( Kulit Lembab
), pucat, akral dingin, sianosis, vena vena pada punggung tangan dan kaki kolaps,
Gangguan fungsi mental, gelisah, berontak,apatis, bingung.penurunan kesadaran
hingga koma.
Intervensi:
a. Selidiki perubahan tiba-tiba atau gangguan mental kontinyu seperti cemas, bingung,
letargi, pingsan.
Rasional:
Perfusi cerebral secara langsung b.d curah jantung dan dipengaruhi oleh elektrolit,
Hypoxia , ataupun enboli sistemik.
b. Lihat pucat, cyanosis, kulit dingin atau lembab dan catat kekuatan nadi perifer.
Rasional:
Vasokonstriksi sistemik diakibatkan oleh penurunan curah jantung mungkin dibuktikan
oleh penurunan perfusi kulit atau perubahan denyut nadi.
c. Kaji tanda homan (nyeri pada betis dengan posisi dorsofleksi)eritema, edema.
Rasional:
Indicator trombosis vena.
d. Berikan latihan kaki pasif, hindari latihan isometric.
Rasional:
Menurunkan statis vena, meningkatkan aliran balik vena dan menurunkan resiko
tromboflebitis.Latihan isometric dapat sangat mempengaruhi curah jantung dengan
meningkatkan kerja miokardia dan konsumsi oksigen.
e. Pantau pernafasan, catat kerja pernafasan.
Rasional:
Pompa jantung gagal dapat mencetuskan distress pernafasan.
f. Kaji fungsi gastrointestinal, catat anorexia penurunan atau tidak ada bising usus, mual
atau muntah, distensi abdomen, konstipasi.
Rasional:
Penurunan aliran darah ke mesenterikus dapat mengakibatkan disfungsi gastrointestinal,
contoh : kehilangan peristaltic.
g. Pemantauan pemasukan dan catat perubahan haluaran urin. Catat berat jenis sesuai
indikasi.
Rasional:
Penurunan pemasukan oleh kerena mual terus menerus dapat dapat mengakibatkan
penurunan volume sirkulasi, yang berdampak negative pada perfusi jaringan dan fungsi
dari organ .Berat jenis mengukur status hidrasi dan fungsi ginjal.
h. Kolaborasi dengan dokter dan laboratorium dalam pemeriksaan data laboratorium
seperti GDA, BUN, Kreatinin, Elektrolit.
Rasional:
Sebagai indicator fungsi / perfusi organ .
i. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat sesuai indikasi . Misalnya : Heparin/
natrium warfarin( caumadin ); Simetidine( tagamet); Ranitidine(Zantac) ; antasida.
Rasional:
Pemberian Heparine dosis rendah mungkin diberikan secara profilaksis pada pasien
resiko tinggi( Fibrilasi atrial, kegemukan , aneurisma ventrikel, atau riwayat troboflebitis)
dapat untuk menurunkan resiko tromboflebitis atau pembentukan trombus mural.
Simetidine( tagamet); Ranitidine(Zantac) ; antasida diberikan untuk menurunkan atau
menetralkan asam lambung , mencegah ketidaknyamanan dan iritasi gaster, khususnya
adanya penurunan sirkulasi mukosa.

4. Nyeri (Akut) b/d iskemik jaringan sekunder akibat sumbatan atau penyempitan arteri
koroner.
Ditandai dengan : Wajah meringis, perubahan postur tubuh, meregang, mengeliat,
kehilangan kontak mata, perubahan frekuensi atau irama jantung, TD,pernafasan,
warna kulit/ kelembaban ,bahkan penurunan kesadaran. skala biasanya 10 pada skala 1
10, mungkin dirasakan pengalaman nyeri paling buruk yang pernah dialami.
Intervensi :
a. Pantau atau catat karakteristik nyeri, catat laporan verbal, petunjuk nonverbal dan
respon hemodinamik.
Rasional:
Variasi penampilan dan perilaku pasien area nyeri terjadi sebagai temuan pengkajian.
Pernafasan mungkin meningkat sebagai akibat nyeri dan b.d cemas.
b. Ambil gambaran lengkap terhadap nyeri termasuk lokasi intensitas, lamanya kualitas
dan penyebaran.
Rasional:
Nyeri sebagai pengalaman subyektif dan harus digambarkan oleh pasien. Bila
memungkinkan bantu pasien untuk menilai nyeri dengan membandingkan dengan
penganlaman yang lain.
c. Kaji ulang riwayat angina sebelumnya, nyeri menyerupai angina atau AMI.
Rasional:
Dapat membandingkan nyeri yang ada dari pola sebelumnya, sesuai dengan identifikasi
komplikasi seperti meluasnya infark, emboli paru, atau perikarrditis.
d. Bila memungkinkan anjurkan klien untuk melaporkan nyeri dengan segera.
Rasional:
Penundaan pelaporan nyeri menghambat peredaran nyeri atau memerlukan peningkatan
dosis. Dan untuk mengidentifikasi kiondisi pasien dengan segera pada kondisi syok,
sehingga kerusakan lanjut dapat dicegah.
e. Berikan lingkungan yang tenang, dan tindakan nyaman ( contoh ; sprai yang kering /
tak terlipat, gosokan punggung)
Rasional:
Rangsangan eksternal dimana ansietas dan regangan jantung serta keterbatasan
kemampuan koping dan keputusan terhadap situasi saat ini.
f. Observasi tanda vital sebelum dan sesudah pemberian obat narkotik.
Rasional:
Pemberian obat narkotika dapat semakin menurunnya tekanan darah/depresan
pernafasan . kondisi ini dapat memperberat kondisi syok.
g. Kolaborasi dalam pemberian oksigen tambahan dengan kandungan nasal atau masker
sesuai indikasi.
Rasional:
Meningkatkan jumlah oksigen yang ada untuk pemakaian miokardia dan juga
mengurangi ketidak nyamanan sehubungan dengan iskemik jaringan.
h. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat sesuai indikasi dan kondisi pasien.
Rasional:
Anti angina contoh nitrogliserin ( nitri-bid, nitrostat, nitro-dur ) nitrat berguna untuk
control nyeri dengan efek fasodilatasi koroner yang meningaktkan aliran darah koroner
dan ferfusi miokardia. Efek fasodilatasi ferifer menurunkan folume darah kembali ke
jantung (freload), sehingga menurunkan kerja otot jantung dan kebutuhan oksigen.

5. Intoleransi aktifitas b/d Ketidak seimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan,
adanya iskemik/ nekrotik jaringan miokard.
Ditandai dengan :Takikardia, dispnea pada istirahat atau aktivitas, perubahan warna
kulit / kelembaban, kelemahan umum pada fisik.
Intervensi.
a. Tingkatkan istirahat ,batasi kunjungan pada kondisi nyeri/ respon hemodinamika.
Rasional:
Menurunkan kerja miokardium/ konsumsi oksigen, menurunkan resiko komplikasi yang
lebih berat pada kondisi syok.
b. Bantu pasien dalam pemenuhan ADL .
Rasional:
Meminimalkan aktivitas pasien pada kondisi yang memerlukan istirahat maksimal dan
membantu pasien untuk memenuhi kebutuhannya.
c. Hindari peningkatan tekanan abdomen, contoh mengejan pada saat defekasi.
Rasional:
Aktivitas yang memerlukan ,menahan nafas dan menunduk(Manuver valsavah)dapat
menyebabkan bradikardi, juga menurunkan curah jantung, dan takikardi dengan
peningkatan TD.
d. Kaji ulang tanda / gejala yang menunjukan tidak toleran terhadap aktivitas atau
memerlukan pelaporan pada perawat / dokter.
Rasional:
Palpitasi , nadi tak teratur, adanya neyri dada yang meningkat atau dispnea dapat
mengindikasikan kebutuhan perubahan kondisi pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Rackley CE. Penuntun Praktis Penyakit Kardiovaskular. Edisi 3. EGC. Jakarta. 1995. Hal.
243-249
Trisnohadi HB. Penatalaksanaan Kedaruratan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Pusat
Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedoteran
Universitas Indonesia. 2000. Hal: 11-16
Purwadianto A, Sampurna B. Kedaruratan Medik Pedoman Penatalaksanaan Praktis.
Binarupa Aksara. Jakarta. 2000. Hal: 47-57
Kaligis RWM. Buku Ajar Kardiologi. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia. Jakarta.
2002. Hal: 90-93
Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 4. EGC.
Jakarta. 1995. Hal: 593-606
Scwartz, Shires, Spencer. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Edisi 6. EGC. Jakarta. 2000.
Hal: 37-45
Braunwald, Fauci, Isseibacher, Martin, Petersdorf, Wilson. Harrisons
Principles of Internal Medicine vol.1. 13thed. EGC. Jakarta. 1999. Hal. 218-223
Mansjoer A, Savitri K, Setiowulan W, Wardhani WI. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3.
Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 1999. Hal:
613-618
Braunwald, Fauci, Isseibacher, Martin, Kasper, Wilson. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu
Penyakit Dalam vol 3. edisi 13. EGC Jakarta. 2000. Hal: 1208-1213
Cheitlin MD, Mclory MB, Sokolow M. Clinical Crdiology. 6 th ed. California: Prentise Hall
International Inc. 1993. Hal. 210-215
Guyton AC. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 7. EGC. Jakarta. 389-391 12. Dudley
HAF. Hamilton Bailey Ilmu Bedah Gawat Darurat. Edisi 11. Gadjah Mada University
Press. 1992. Hal: 14-29
Mark AH. Shock Cardiogenic. http://www.emedicine.com/ articlel/ darurat.

Anda mungkin juga menyukai