Anda di halaman 1dari 11

TUGAS MATA KULIAH

PENDIDIKAN ANAK USIA DINI


Studi Kasus Hiperaktif pada Anak Usia Dini

Kelompok :

1.Sri Wahyuni 15610047 6.M. Ulil Bahrul H. 15610001


2.Ahmad Karim A.B 15610043 7.Yusi Prawoko 15610008
3.Nurlia Puspitasari 15610038 8.Retno Wulansari 15610014
4.Raden Nursatrio 15610031 9.Rofa Dwi Aafini 15610017
5.Katharina Titrin 15610018

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN BUDAYA
UNIVERSITAS GAJAYANA
2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masa anak usia dini merupakan masa emas, banyaknya pengalaman yang diperoleh anak
melalui panca indera akan membuat otaknya menjadi subur dan berkembang. Kualitas otak anak
dipengaruhi oleh faktor kesehatan, gizi, dan stimulasi/ rangsangan yang diterima anak setiap hari
melalui panca inderanya. Rangsangan-rangsangan yang diterima dan dipelajari anak usia dini
dalam program PAUD membuat mereka siap mengikuti pendidikan selanjutnya. PAUD adalah
pendidikan yang cukup penting dalam mengembangkan bakat anak dan bahkan menjadi landasan
kuat untuk mewujudkan generasi yang cerdas dan kuat.
Perilaku anak usia dini (siswa siswi PAUD atau TK) saat ini tentunya sangat beragam, Salah
satu perilakunya adalah anak-anak yang sangat sulit di atur, tidak bisa diam dan seolah-olah tidak
memperhatikan pelajaran di kelas. Anak-anak tersebut biasanya mengalami gangguan dalam
perkembangannya yaitu gangguan hiperkinetik yang secara luas di masyarakat disebut sebagai
anak hiperaktif. Terhadap kondisi siswa yang demikian,biasanya para guru pada susah mengatur
dan mendidiknya. Disamping karena keadaan dirinya yang sangat sulit untuk tenang, juga karena
anak hiperaktif suka mengganggu orang lain, suka memotong pembicaraan guru atau teman, dan
mengalami kesulitan dalam memahami sesuatu yang di ajarkan guru kepadanya.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis memiliki ketertarikan untuk menganalisis kasus
hiperaktif pada anak usia dini yang terjadi pada salah satu anak didik di TPA-KB-TK Madani.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut, dapat dijelaskan beberapa rumusan masalah, diantaranya
adalah :

1. Bagaimanakah hasil analisis anak usia dini yang mengalami hiperaktif?


2. Bagaimanakah upaya yang dilakukan untuk menangani anak usia dini yang
hiperaktif ?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai oleh penulis adalah:
1. Mengetahui hasil analisis anak usia dini yang mengalami hiperaktif
2. Mengetahui upaya untuk menangani anak usia dini yang hiperaktif
BAB II
DASAR TEORI

2.1 Pengertian Hiperaktif


Anak hiperaktif adalah anak yang mengalami gangguan pemusatan perhatian dengan
hiperaktivitas (GPPH) atau attention deficit and hyperactivity disorder (ADHD). Kondisi ini
juga disebut sebagai gangguan hiperaktif. Dahulu kondisi ini sering disebut minimal brain
dysfunction syndrome. Terhadap kondisi siswa yang demikian ,biasanya para guru sangat
susah mengatur dan mendidiknya.
Menurut Taylor (1992) hiperaktif digunakan untuk menyatakan suatu pola perilaku
pada seorang yang menunjukan sikap tidak mau diam, tidak menaruh perhatian dan implusif.
Anak anak yang hiperaktif sesalu bergerak. Mereka tidak mau diam bukan dalam situasi-
situasi yang menuntut agar mereka selalu tenang. Mereka tidak pernah merasakan asyiknya
permainan atau mainan yang umumnya disukai oleh anak anak lain seusia mereka. Sebentar
sebentar mereka tergerak untuk beralih dari permainan atau mainan yang satu ke yang lain.
Kegiatan kegiatan yang di lakukannya cenderung tidak memperoleh kepuasan sebanyak yang
mereka kehendaki.
2.2 Karakteristik Hiperaktif
Anak hiperaktif adalah anak yang mengalami masalah tidak dapat memilah dan
memusatkan pikiran pada satu hal pada satu saja. Mereka cenderung terus-menerus bergerak
baik secara mental maupun fisik. Karena anak hiperaktif tidak dapat duduk diam, tidak dapat
mendengarkan, atau bahkan tidak dapat mengerjakan suatu pekerjaan dalam jangka waktu
yang lama, maka mereka mengalihkan perhatian dari satu hal ke hal yang lain dan seringkali
mengganggu anak-anak lain pada saat yang sama. Menurut Sani Budiantini Hermawan, Psi.
Secara psikologi hiperaktif merupakan gangguan tingkah laku yang tidak normal, yang
disebabkan oleh neurologist dengan gejala utama tidak mampu memusatkan perhatian.
Sedangkan menurut Susan B. Campbell dan John S. Werry bahwa hiperaktif adalah
gangguan yang mempunyai ciri-ciri aktifan yang berlebih-lebihan, biasanya mengalami
kesukaran dalam memusatkan latihan dan fikirannya, tidak mampu mengontrol diri untuk
bersikap tenang. Mereka tidak bisa duduk diam dan berkonsentrasi, sehingga menganggu
kelas karena tiba-tiba meledakkan kemarahan yang hebat, menimbulkan kekacauan. Panca
indera pada anak-anak yang hiperaktif umumnya lebih peka. Akibatnya mereka mudah
terangsang. Dengan sekali pandang mereka dapat melihat dan merasakan segalanya. Dalam
waktu sekejap mereka mampu menangkap situasi. Mereka itu memang sulit, sebab kelelahan
justru merupakan rangsangan bagi mereka untuk bertambah aktif.
Anak hiperaktif memiliki karakteristik / ciri-ciri sebagai berikut :
1. Aktivitas motorik dengan intensitas frekuensi yang tinggi
Dimana dalam hal ini anak memperlihatkan aktivitas-aktivitas motorik yang
berlebihan, misalnya tangannya tidak bisa diam, bergerak kesana-
kemari,melompat, berlari-lari, memanjat, berguling, naik turun meja belajar dalam ruangna
kelas. Dengan memiliki aktivitas motorik yang berlebihan tersebut anak hiperaktif
seringkali tidak menunjukkan sikap lelah, terlihat kesnanya tidak pernah letih karena selalu
bergerak terus.
2. Destruktif
Anak hiperaktif cenderung destruktif yaitu cenderung menunjukkan perilaku
merusak, karena anak hiperaktif memiliki sikap suka lekas bosan dengan sesuatu, misalnya
ketika anak diberi tugas menyusun suatu benda, anak normal seusianya dapat
menyelesaikan tugas dengan baik tetapi sebaliknya anak yang hiperaktif cenderung
merusak benda-benda tersebut.
3. Mudah terangsang oleh stimulus/kejadian sekitarnya sehingga selalu berpindah-pindah.
Anak yang hiperaktif cenderung tidak bisa berkonsentrasi lebih lama, perhatiannya
mudah beralih terhadap stimulus / kejadian yang ada disekitarnya sehingga anak
hiperaktif selalu berpindah-pindah. Misalnya ketika anak sedang bermain puzzle
kemudian melihat ada anak lain sedang bermain bola, maka perhatiannya akan beralih
terhadap bola tersebut dan melupakan puzzle yang sedang dikerjakannya. Jadi anak
hiperaktif jelas mudah sekali beralih perhatiannya karena terangsang oleh stimulus/
kejadian disekitarnya sehingga anak tersebut suka berpindah-pindah.
4. Suka mengabaikan perintah
Anak hiperaktif juga cenderung suka mengabaikan perintah, misalnya ketika anak
dilarang untuk tidak mengganggu temannyayang sedang belajar akan tetapi anak tersebut
malah mengabaikan perintah larangan itu, penolakan terhadap perintah itu ditunjukkan
dengan sikap acuh tak acuh.
5. Menentang
Anak yang mengalami gangguan hiperaktif umumnya memiliki sifat penentang /
pembangkang, sikap menentangnya itu ditunjukkan dengan tidak mau mendengarkan
nasihat orang lain baik itu guru di sekolah maupunorang tua di rumah, misalnya anak
tersebut akan marah bila dilarang melakukan sesuatu yang menganggu oranglain.
6. Tindakannya tidak bertujuan
Aktivitas yang dilakukan anak hiperaktif cenderung tidak mempunyai tujuan yang
jelas, misalnya naik turun kursi/ meja tanpa tujuan yang jelas, anak berjalan mengelilingi
kelas tanpa tujuan sehingga dapat menganggu keadaan pembelajaran.
7. Tidak Mampu Mengontrol diri untuk bersikap tenang
Anak hiperaktif tampak gelisah dan tidak dapat bersikap tenang. Perhatiannya
terfokus pada stimulus yang ada disekitarnya, anak tidak mampu bersikap tenang misalnya
tidak mampu duduk dalam waktu yang agak lama.
2.3 Faktor Penyebab Hiperaktif
Ada beberapa faktor yang menyebabkan anak menjadi hiperaktif antara lain:
1. Pemanjaan
Pemanjaan dapat juga disamakan dengan memperlakukan anak terlalu manis,
membujuk-bujuk makan, membiarkan saja, dan sebagainya. Anak yang terlalu dimanja itu
sering memilih caranya sendiri agar terpenuhi kebutuhannya. Ia akan memperdaya
orangtuanya untuk memperoleh apa yang diinginkannya. Serta kurangnya disiplin yang
diberikan oleh orangtua kepada anak tersebut. Cara seperti itulah yang akan membuat anak
untuk berbuat sekehendak hatinya.
Anak yang dimanja biasanya pengarahan yang diberikan kepadanya berkurang,
kalau disekolahkan ia akan memilih berjalan-jalan dan berdiri dari pada mendengarkan
pelajaran yang diberikan oleh guru. Memanjakan membujuk makan, membiarkan
tindakannya sendiri, memnuhi semua keinginannya dan kebutuhannya itu harus dihindari.
2. Kurang disiplin dan pengawasan
Anak yang kurang disiplin atau pengawasan ini akan berbuat sesuka hatinya, sebab
perilakunya kurang dibatasi. Dan apa yang dilakukan oleh anak tersebut dibiarkan begitu
saja tanpa ada perhatian dari orang tua. Jika anak dibiarkan begitu saja tanpa ada perhatian
untuk berbuat sesuka hatinya dalam rumah, maka anak tersebut akan berbuat sesuka
hatinya ditempat lain baik itu di sekolah. Dan orang lain juga akan sulit untuk
mengendalikannya di tempat lain baik di sekolah.
3. Orientasi kesenangan
Anak yang memiliki kepribadian yang berorientasi kesenangan umumnya akan
memiliki ciri-ciri hiperaktif secara sosio-psikologis dan harus dididik agak berbeda agar
mau mendengarkan dan menyesuaikan diri. Anak yang mempunyai orientasi kesenangan
ingin memuaskan kebutuhan atau keinginan sendiri. Ia lebih memperhatikan kesenangan
yang berasal dari perilakunya dari pada menggubris hukumannya. Misalnya anak itu
mungkin tahu bahwa ia melanggar dan menerima hukuman, namun jika itu
menyenangkannya, ia akan melakukan juga walaupun ia mencemaskan hukumannya nanti.
Ia akan melakukan apa yang menjadi kesenangannya dan tidak perduli dengan aturan yang
sudah ada ditentukan oleh orang lain.
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Kasus
DW adalah anak tunggal dari PJ dan RH, anak ini berindikasi menunjukkan ciri-ciri
hiperaktif seperti suka bergerak di sekitarnya, sering mengganggu temannya dengn cara memukul
, menggigit teman-temannya, dan gerakan itu tanpa tujuan dan tidak pernah duduk diam sewaktu
di kelas maupun di luar kelas. Sewaktu di dalam kelas dalam keadaan dudukpun tangan dan
kakipun tidak pernah diam. Adakalanya di saat dudukpun dia duduk sambil meloncat-loncat,
berjingkak-jingkak sehingga membuat temannya merasa terganggu dan bahkan temannya sering
nangis karena efek keusilannya dan bahkan ada temannya yang ikut pula bersamanya sehingga
proses pembelajarannya menjadi terganggu.
Pada kesehariannya di sekolah, di gerbang sekolah ketika DW di sambut para ibu-ibu guru
DW ini bersalaman dengan cara menjilati tangan guru. Dan ketika diingatkan oleh sang guru dia
sambil tersenyum sambil memegang erat tangan guru yang mengingatkan dan mengayun-ayunkan
tangan guru yang mengingatkan. Setelah dia naik tangga pun untuk menuju kekelasnya ia naik
tangga dengan meloncat-loncat dan sering jatuh. Dari awal sampai pembelajaran selesai pun ia
tidak pernah bias diam, aktifitasnya sangat berlebihan selalu bergerak seakan-akan tubuhnya di
gerakkan oleh mesin bahkan tidak mempunyai rasa capek. Dan setiap haripun teman-temannya
ada yang nangis karena dampak dari keaktifan dan keusilannya.
3.2 Analisis Kasus
DW merupakan siswa yang sulit dalam memusatkan perhatiannya, dia cepat merasa bosan
dan kurang konsentrasi. DW tdak pernah capek dan sangat sulit untuk diminta untuk melakukan
aktifitas yang menuntut ketenangan. DW terlihat selalu semangat dalam setiap aktifitas tetapi cepat
metasa bosan sehingga sering berpindah-pindah dari aktifitas satu ke aktifitas yang lain sehingga
dia memerlukan stimulasi lebih kuat lagi.
Dengan keusilan dan keaktifannya itu sehingga mempengaruhi pencapaian perkembangan
akademiknya, karena setiap densitas atau kegiatan proses belajar mengajarnya sering tidak tuntas
atau tidak selesai.
Faktor yang menyebabkan DW hiperaktif antara lain :
a. Pemanjaan : Setelah sepeninggal anak pertamanya maka tinggalah Dw yang
sekarang menjadi anak tunggal yang sangat di sayangi oleh orang tuanya, maka ia
sangat di manjakan oleh orang tuanya, ibunya selalu meng-iyakan apa yang ia
lakukan dan menuruti yang ia minta
b. Kurang disiplin dan pengawasan : Ketika anak tersebut menjaili temannya dan
membuatnya menangis orang tua DW malah menertawakan dan menganggap
bahwa itu hanya suatu gurauan padahal seharusnya orangtua harus menekankan
batasan gurauan meskipun itu anak usia dini.
c. Orientasi kesenangan : DW akan melakukan apa yang menjadi kesenangannya dan
tidak perduli dengan aturan yang sudah ada ditentukan oleh orang lain, misalnya
ketika di kelas sering mengabaikan instruksi guru dan berfokus pada hal yang
disukainya
3.3 Penanganan
1. Di lingkungan sekolah
a. Metode bermain, metode ini sangat baik diberikan kepada anak hiperaktif karena
anak akan belajar mengendalikan diri sendiri dan memahami dunianya. Dengan
menggunakan metode bermain kepada anak seperti ini diperlukan guru-guru yang
harus menemaninya. Melalui kegiatan bermain anak dapat mengembangkan
kreatifitasnya, yaitu melakukan kegiatan yang dapat menyalurkan bakat si anak.
Bagi anak seperti ini, metode ini dapat diberikan dan anak akan merasa sangat
senang. Karena anak itu dapat dengan bebas melakukan kegiatannya yang
dirasakan cukup baik bagi dirinya. Melalui kegiatan bermain ini anak dapat
menggunakan fisik-motorik. Bermacam-macam cara dan teknik dapat
dipergunakan dalam kegiatan tersebut seperti merayap, berlari, merangkak,
berjalan, melompat, menendang dan melempar. Guru atau pembimbing anak dapat
melakukan metode bermain ini sehingga anak tersebut tidak cepat bosan dengan
cara yang diberikan oleh guru. Seperti mengajak anak untuk bernyanyi yang
menggunakan aturan main, anak seperti ini akan tertarik untuk
melakukannya.
Kegiatan bermain dapat membantu penyaluran kelebihan tenaga. Setelah
melakukan kegiatan bermain anak memperoleh keseimbangan antara kegiatan
dengan menggunakan kekuatan tenaga dan kegiatan yang memerlukan ketenangan.
Anak dapat menyalurkan rasa ingin tahunya dengan menggunakan metode bermain
ini seperti bagaimana caranya memasak, mengapa pohon layu bila tidak diberi air,
dan sebagainya. Kegiatan menggambar dapat juga diberikan kepada anak hiperaktif
termasuk didalam kegiatan bermain. Anak dalam menggambar dapat menggunakan
pensil warna dan kertas gambar. Cara seperti ini merupakan salah satu kegiatan
yang dapat menyalurkan tenaga pada dirinya.
b. Tutuplah benda-benda yang menarik perhatian anak.
c. Gunakan warna cat yang lembut untuk kelas dan peralatan yang ada serta hindari
warna-warna yang terlalu menyolok.
d. Selalu menjelaskan kepada anak hiperaktif mengenai kegiatan yang akan
dilakukan, meliputi jenis kegiatannya, hasil yang diharapkan, dan lama waktu yang
dibutuhkan agar anak tersebut senantiasa mengingat tugasnya.
e. Berilah label pada setiap tempat penyimpanan benda karena anak yang hiperaktif
suka mengambil benda dan lupa mengembalikannya.
f. Menjauhkan benda-benda tajam
g. Sekolah mengfasilitasi guru pendamping untuk anak yang berkebutuhan khusus
terutama anak yang hiperaktif.
2. Penanganan di lingkungan keluarga
Berikut ini adalah beberapa cara yang bisa dilakukan oleh orang tua untuk mendidik dan
membimbing anak-anak mereka yang tergolong hiperaktif :
a. Orang tua perlu menambah pengetahuan tentang gangguan hiperaktifitas
b. Kenali kelebihan dan bakat anak
c. Membantu anak dalam bersosialisasi
d. Menggunakan teknik-teknik pengelolaan perilaku, seperti menggunakan penguat
positif (misalnya memberikan pujian bila anak makan dengan tertib), memberikan
disiplin yang konsisten, dan selalu memonitor perilaku anak.
e. Memberikan ruang gerak yang cukup bagi aktivitas anak untuk menyalurkan
kelebihan energinya
f. Menerima keterbatasan anak
g. Membangkitkan rasa percaya diri anak
h. Bekerja sama dengan guru di sekolah agar guru memahami kondisi anak yang
sebenarnya.
i. Latih anak-anak dapat medisiplin diri sendiri dengan sistematis, konsisten, jelas dan
konsekuen.
j. Jangan menghukum anak hiperaktif karena itu bukan sepenuhnya kesalahan dia
k. Jangan menjuluki anak hiperaktif dengan julukan yang buruk, seperti nakal, bodoh,
dan lain sebagainya, karena mereka akan menjadi seperti apa yang kita katakan.
Dan menjadi anak yang tidak percaya diri.
l. Penanganan sebaiknya diberikan mulai dari keluarga terdekat (ibu).
m. Memberikan kasih sayang kepada anak namun tidak memanjakannya.
n. Ketika menasehati anak sebaiknya jelas dan spesifik serta diulang-ulang agar anak
mudah memahami dan tidak menggunakan kekerasan.
o. Menjalin komunikasi yang baik dengan anak, selalu katakan ia anak baik dan
berikan apresiasi bila ia melakukan hal yang baik
p. Hindari tayangan TV, video dan games yang bersifat kekerasan
q. Praktekan pola hidup sehat dengan menu makanan alamiah yang sesuai kebutuhan
anak
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Anak hiperaktif adalah anak yang mengalami gangguan pemusatan perhatian dengan
hiperaktivitas (GPPH) atau attention deficit and hyperactivity disorder (ADHD). Kondisi ini
juga disebut sebagai gangguan hiperaktif. Terhadap kondisi siswa yang demikian ,biasanya
para guru sangat susah mengatur dan mendidiknya.
Dalam proses belajar di dalam kelas, ia merasa sulit untuk duduk dengan diam di
kursinya dan memusatkan perhatiannya itu singkat sekali, sehingga ia menjadi nakal dan
mengganggu teman-temannya di kelas waktu guru sedang mengajar. Rentang perhatian anak
hiperaktif ini sangat sempit sehingga untuk konsentrasi dalam memusatkan perhatiannya cepat
hilang. Akibatnya kalau anak ini ditanyai oleh guru di dalam kelas tidak cepat menjawab.
Guru kelasnya akan menganggap anak itu bingung.
4.2 Saran
a. Kepada guru
Guru harus mampu memberikan perhatian khususnya anak usia dini untuk sedini
mungkin melakukan upaya deteksi dini terhadap gangguang gangguan perkembangan
yang mungkin muncul dalam diri anak sehingga sedini pula gangguan tersebut dapat
ditangani secara khusus. Guru seharusnya menjadi mitra untuk memberikan bantuan
pengarahan berkaitan dengan perkembangan dan pertumbuhan peserta didiknya.
b. Kepada orang tua
Orang tua hendaknya terus memperhatikan perkembangan dan perkemabangan
anak karena peran orang tua sangat besar bagi perkembangan anak dirumah. Selain itu juga
orang tua hendaknya menjalin kerja sama dengan pihak sekolah sehingga mengetahui
perkembangan anak disekolah.

Anda mungkin juga menyukai