Anda di halaman 1dari 38

BAB IV

ANALISA KUALITAS BATUBARA

4.1 Pengertian Analisa Kualitas Batubara


Analisa Kualitas batubara bertujuan untuk mengetahui kandungan
yang terdapat di
dalamnya. Dalam pemanfaatannya, batubara harus diketahui terlebih dahulu
kualitasnya.
Hal ini dimaksudkan agar spesifikasi mesin atau peralatan yang memanfaatkan
batubara
sebagai bahan bakarnya sesuai dengan mutu batubara yang akan digunakan, sehingga
mesin-mesin tersebut dapat berfungsi optimal dan tahan lama.
4.2 Kualitas Batubara
Kualitas batubara adalah sifat fisika dan kimia dari batubara yang mempengaruhi
potensi
kegunaannya. Kualitas batubara dipengaruhi oleh komponen-komponen
yang terdapat
dalam batubara tersebut, yaitu air (moisture), organic matter dan
mineral matter
penyusunnya.
4.2.1 Air (moisture)
Air yang terkandung dalam batubara terdiri dari :
Air bebas (free moisture) adalah air yang terikat secara mekanik dengan batubara
pada
permukaan, dalam retakan atau kapiler dan mempunyai tekanan uap normal. Kadarnya
dipengaruhi oleh bermacam macam kondisi, seperti pengeringan dan pembasahan selama
penambangan, transportasi, penyimpanan dan lain-lain.

Air lembab (inherent moisture/moisture in air dried sample) adalah air yang terikat
secara
fisik dalam batubara pada struktur pori-pori sebelah dalam, dan mempunyai tekanan
uap
lebih rendah daripada tekanan normal. Kadar air lembab dipakai sebagai
karakteristik dasar
daripada batubara, kadar air lembab bertambah besar dengan turun naiknya rank
batubara.

Air kristal adalah air yang terikat secara kimia dengan mineral yang terdapat dalam
batubara.
Bentuk ini menguap pada suhu yang cukup tinggi, tergantung dari jenis mineral yang
0
mengikatnya. Penguapan umumnya mulai terjadi pada suhu di atas 450 C. Beberapa
badan
standarisasi international membuat metode untuk menetapkian air kristal ini, namun
jarang
dipergunakan. Para ahli Amerika menetapkan air kristal ini sebesar 8% dari kadar
abu
batubaranya, sedangkan negara Eropa menetapkan sebesar 9% dari kadar abu
batubaranya.

4.2.2 Organic Matter (Zat Organik)


Organik matter adalah satu-satunya komponen batubara yang menghasilkan kalori pada
proses pembakaran. Penguraian komponen ini dapat dilihat dari dua sisi berbeda.
Pertama
dilihat dari sisi bagian dan jenis tanaman awal yang membentuknya, sedangkan sisi
kedua
dilihat dari unsur kimia yang membentuknya.

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal


Dilihat dari sisi pertama, yaitu bagian dan jenis tanaman awal yang membentuknya,
komponen batubara ini diuraikan menjadi beberapa elemen yang disebut dengan
maceral.
Lihat tabel di bawah ini!
Tabel 1. Mean Maceral Group
Maceral Group Maceral Bagian/jenis tanaman

Vitrinite Collinite

Telinit Wood and cortical


tissues

Exinite Sporinite Spore exines

Resinite Resine and waxes

Cutinite Leaf cuticles

Alginite Algae

Inertinite Fusinite Wood and corticle


tissues

Semi Fusinite Wood and corticle


tissues

Micrinite Uncertain

Scleronite Resin or fungae

Jika dilihat dari sisi kedua, yaitu unsur kimia yang membentuknya, komponen ini
terdiri dari
unsur carbon, hydrogen, nitrogen, sulfur, oxygen, serta terdapat juga sedikit unsur
zat
organik bawaan, seperti natrium, kalium, dan sebagainya.
Walaupun zat organik batubara merupakan satu-satunya komponen yang menghasilkan
kalori, namun di dalamnya terdapat beberapa unsur yang dianggap pengotor, karena
pada
proses pembakaran unsur ini dapat menimbulkan polusi. Unsur kimia tersebut antara
lain
nitrogen dan sulfur.Dalam proses pembakaran, nitrogen akan membentuk NOx, sedangkan
sulfur akan membentuk SO2.
4.2.3 Inorganic Matter (Zat Anorganik)
Elemen dari zat anorganik disebut mineral atau disebut juga dengan mineral matter.
Satu hal
yang perlu diingat, bahwa batubara tidak mengandung abu tetapi mengandung mineral.
Abu
hanyalah residu sisa pembakaran batubara, namun dalam pengujian disebut sebagai
kadar
abu. Kadar mineral matter dalam batubara bisa didapat lewat pengujian di
laboratorium,
tetapi hal tersebut jarang dilakukan. Pada umumnya untuk mendapatkan data ini
melaui
Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal
perhitungan. Banyak formula yang dapat digunakan untuk menghitung kandungan mineral
matter, Parr formula adalah salah satunya,
MM = 1.08A + 0.55S
MM = mineral matter, %
A = ash, %
S = sulfur, %
Mineral yang terdapat dalam batubara terbagi dalam dua bentuk, yaitu : inherent
mineral dan
extraneous mineral matter.
Inherent Mineral
Material ini terdapat dalam batubara dalam bentuk partikel halus yang tersebar ke
seluruh
bagian batubara. Pada dasarnya, sebagian material ini ialah unsur anorganik berasal
dari
tanaman yang membentuk batubara tersebut, dan sebagian lainnya berasal dari
material
sampingan yang terbawa ke dalam batubara selama terjadinya proses pembentukan
batubara. Oleh karena itu jumlah serta sifat mineral dalam batubara bisa berbeda
dari satu
lapisan ke lapisan lainnya.
Berdasarkan bentuk ikatan mineral ini dengan batubara maka hampir dapat dipastikan
bahwa mineral ini tidak dapat dipisahkan dari batubara dengan cara mekanis
(penggilingan
dan pencucian).
Extraneous mineral
Material ini berasal dari tanah penutup atau lapisan-lapisan yang terdapat di
antara lapisan
batubara yang terbawa ke dalam batubara saat berlangsungnya proses penambangan.
Pada umumnya tingkat kandungan extraneous mineral dalam batubara bervariasi
mengikuti
ukuran partikelnya, dimana partikel yang lebih halus akan mempunyai
kandungan
extraneous mineral yang lebih tinggi, sehingga proses liberasi dengan penggilingan
ke
ukuran yang lebih kecil dapat dimanfaatkan.
Komponen-komponen batubara dapat digambarkan sebagai berikut :
Batubara

moisture Organic matter Inorganic matter

Komponen pengotor sumber energi komponen pengotor


sumber karbon

Kalori merupakan hasil Pembakaran (oksidasi) komponen ini

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal


4.3 Basis Dalam Perhitungan Analisa Batubara

Basis dalam perhitungan hasil analisa batubara adalah dasar yang


dipakai untuk
menyatakan nilai dari suatu parameter dan menginterpretasikan nilai tersebut pada
kondisi
tertentu. Interpretasi dari basis tersebut sesuai dengan istilah basis tersebut,
misalkan
seperti basis basis di bawah ini :
As received/as sampled basis (ar) = nilai parameter atau kualitas batubara pada
saat
batubara tersebut diterima / disampling.

Air dried basis (adb) = nilai kualitas pada kondisi batubara setelah dikeringkan
dalam udara.

Dry basis (db) = nilai kualitas pada kondisi batubara kering atau tidak memiliki
nilai moisture
(moisture free)

Dry ash free basis (daf) = nilai kualitas batubara pada kondisi batubara tersebut
kering dan
bebas dari ash.

Dry mineral matter free basis (dmmf) = menginterpretasikan nilai kualitas pada
kondisi
batubara tidak mengandung air dan mineral matter.

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal


Moist, mineral matter free basis (mmmf) menginterpretasikan nilai kualitas batubara
pada
kondisi batubara tersebut masih didalam tanah (in-situ coal) dan tidak mengandung
mineral
matter.

Basis-basis di atas merupakan basis-basis yang umum atau biasanya dipakai dalam
menyatakan nilai dari suatu parameter kualitas dari suatu batubara. Selain basis-
basis
tersebut di atas masih ada beberapa basis lainnya yang hanya untuk keperluan
tertentu saja
digunakan seperti misalnya ; Sulfat free, SO3 free, Ash free, dan lain-lain.
Dari interpretasi–interpretasi basis di atas, maka dibuatlah suatu persamaan
matematis
untuk menyatakannya ke dalam bentuk angka.

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal


4.3.1 Rumus Untuk Menghitung Hasil Pengujian ke Basis yang Berbeda
(ISO 1170-1997 E)

4.4 PARAMETER-PARAMETER KUALITAS BATUBARA

Parameter-parameter kualitas yang dilakukan pengujian di Laboratorium terdiri


dari :
Total Moisture
Proksimate : air (moisture), abu (ash content), zat terbang (volatile matter) dan
karbon padat
(fixed carbon)
Ultimate : carbon, hydrogen, nitrogen, sulfur dan oksigen
Calorific value (nilai kalor)
Ash Analysis (komposisi abu)
Ash Fusion Temperature (titik leleh abu)
Hardgrove Grindability Index (index ketergerusan)
Size Analysis (ukuran partikel)
Slagging dan Fouling Index
4.4.1 Total Moisture
Total moisture (TM) adalah air (moisture) yang terkandung dalam
batubara, yang
menggambarkan kandungan keseluruhan moisture yang terdapat dalam batubara. Total
moisture dalam analisa terdiri dari Free Moisture dan Residual Moisture. Tinggi
rendahnya
total moisture tergantung pada :
Peringkat Batubara (Rank)
Size Distribusi
Kondisi pada saat sampling (pengambilan sample)

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal


Peringkat Batubara
Semakin tinggi peringkat suatu batubara semakin kecil porositas batubara tersebut
atau
semakin padat batubara tersebut. Dengan demikian akan semakin kecil juga moisture
yang
dapat diserap atau ditampung dalam pori-pori batubara tesrsebut. Hal ini
menyebabkan
semakin kecil kandungan moisturenya terutama inherent moisturenya.

Size Distibusi
Semakin kecil ukuran partikel batubara, maka semakin besar luas permukaannya. Hal
ini
menyebabkan semakin tinggi surface moisturenya. Pada nilai inherent moisture tetap,
maka
total moisture-nya akan naik karena naiknya surface moisture.

Kondisi Sampling
Total moisture dapat dipengaruhi oleh kondisi pada saat batubara tersebut di
sampling. Yang
termasuk kondisi sampling adalah :
Kondisi batubara pada saat di sampling
Size distribusi sample batubara yang diambil terlalu besar atau terlalu
kecil
Cuaca pada saat pengambilan sample

4.4.2 Proksimate
Pada proses pembakaran batubara pada suhu tertentu terjadi beberapa perubahan fisik
pada komponen batubara. Moisture akan menguap. Mineral akan terbakar menghasilkan
residu yang disebut dengan ash dan menguapkan sedikit zat terbang yang kemudian
terukur
sebagai sebagian kecil dari volatile matter. Organic matter akan menghasilkan
residu karbon
Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal
yang disebut dengan fixed carbon serta gas hidrokarbon ringan yang menguap sebagai
volatile matter. Jadi proksimate adalah rangkaian pengujian untuk mengukur unsur
moisture,
abu, volatile matter dan fixed carbon.
Moisture
Moisture dalam standar ASTM disebut Moisture in the Analysis Sample adalah moisture
yang terkandung dalam batubara dikeringkan dalam udara.
Besar kecilnya dipengaruhi oleh peringkat batubara, makin tinggi peringkatnya maka
semakin rendah moisturenya.
Nilainya tergantung pada humiditas (kelembaban) dan temperatur ruangan di mana
moisture
tersebut dianalisa.
Nilainya tergantung juga pada preparasi sample sebelum moisture dianalisa (standar
preparasi)

Gambar 4.1. Diagram Alir Standar Preparasi sample untuk moisture


Abu (Ash Content)
Batubara sebenarnya tidak mengandung abu, melainkan mengandung mineral matter.
Namun sebagian mineral matter dianalisa dan dinyatakan sebagai kadar Abu atau Ash
Content. Mineral Matter atau ash dalam batubara terdiri dari inherent dan
extarneous.
Inherent Ash ada dalam batubara sejak pada masa pembentukan batubara dan keberadaan
dalam batubara terikat secara kimia dalam struktur molekul batubara.
Sedangkan
Extraneous Ash, berasal dari dilusi atau sumber abu lainnya yang berasal dari luar
batubara.

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal


Zat terbang (Volatile Matter)
Volatile matter/ zat terbang, adalah bagian organik batubara yang menguap ketika
dipanaskan pada temperature tertentu. Volatile matter biasanya berasal dari gugus
hidrokarbon dengan rantai alifatik atau rantai lurus, yang mudah putus dengan
pemanasan
tanpa udara menjadi hidrokarbon yang lebih sederhana seperti methana atau ethana.
Kadar Volatile Matter dalam batubara ditentukan oleh peringkat batubara. Semakin
tinggi
peringkat suatu batubara akan semakin rendah kadar volatile matternya. Volatile
matter
dalam batubara dapat dijadikan sebagai indikasi reaktifitas batubara pada saat
dibakar.

Karbon Padat/Tertambat (Fixed carbon)


Fixed carbon ialah kadar karbon tetap yang terdapat dalam batubara setelah volatile
matter
dipisahkan dari batubara.
Kadar fixed carbon diperoleh dari hasil perhitungan sebagai berikut :
Persentase fixed carbon = 100% - %(moisture + ash content + volatile matter)

4.4.3 Ultimate
Ultimate adalah rangkaian pengujian untuk mengukur unsur yang terkandung dalam
organic
matter, yaitu carbon, hydrogen, nitrogen, sulfur, oxygen dan unsur lainnya yang
jumlahnya
tidak terlalu besar seperti chlorine dan flourine. Pada saat pembakaran, komponen
organic
matter inilah yang menghasilkan kalori.

4.4.4 Calorific Value (Nilai Kalor)


Salah satu parameter penentu kualitas batubara ialah nilai kalornya, yaitu seberapa
banyak
energi yang dihasilkan per satuan massanya. Nilai kalor batubara diukur menggunakan
alat
yang disebut Bomb Kalorimeter. Nilai kalori batubara dapat dinyatakan dalam satuan
MJ/Kg,
Kcal/Kg atau Btu/Lb. Nilai kalori tesebut dinyatakan dalam Gross dan Net.
Nilai kalori batubara bergantung pada peringkat batubara. Semakin tinggi peringkat
batubara, semakin tinggi nilai kalorinya. Nilai kalori juga dipengaruhi oleh
moisture dan abu.
Semakin tinggi moisture dan abu, semakin rendah nilai kalorinya.
4.4.5 Ash Analysis
Ash analysis adalah pengujian untuk menentukan komposisi kimia residu sisa
pembakaran
(abu).
Parameter yang dianalisa adalah silika (SiO2), alumina (Al2O3), besi (Fe2O3),
kalsium (CaO),
Kalium (K2O), Natrium (Na2O), Magnesium (MgO), Titanium (Ti2O), posfor (P2O5),
Mangan
(Mn3O4), dan sulfur (SO3). Data ash analysis ini dapat dipakai untuk menghitung
potensi
slagging dan fouling yang akan terjadi di ruang bakar.
4.4.6 Ash Fusion Temperature
Ash Fusion Temperature adalah pengujian untuk melihat perilaku abu ketika
dipanaskan
pada suhu tertentu. Abu tersebut meleleh atau tidak. Parameter yang dilaporkan
adalah
suhu pada saat contoh abu (yang dibentuk seperti piramid) berubah bentuk sesuai
dengan

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal


profil-profil yang tersedia dalam metode standar. Profil-profil tersebut, yaitu
deformation,
spherical, hemispherical dan flow.
4.4.7 Hardgrove Grindability Index (Index Ketergerusan)
Hardgrove Grindability Index (HGI) atau nilai ketergerusan hardgrove adalah angka
yang
menunjukkan kemudahan batubara untuk digerus oleh alat penggerus (pulverizer) di
PLTU.
Nilai HGI yang tinggi menyatakan batubara tersebut mudah digerus dan sebaliknya.
4.4.8 Size Analysis ( Analisa Ukuran Partikel)
Size analysis ialah pengujian yang mengukur distribusi/penyebaran ukuran patikel
batubara.
Pengujian ini penting artinya dalam perancangan preparation plant, mengukur kinerja
crushing plant dan terutama dalam PLTU adalah perancangan peralatan Pulverizer.
4.4.9 Slagging dan Fouling Index
Slagging adalah masalah yang timbul pada proses pembakaran dimana abu batubara
meleleh dan membentuk kerak yang menempel di dinding ruang bakar pada daerah
radiasi
seperti di wall tube boiler. Slagging Index adalah indeks yang dihitung dari data
ash analysis
maupun data ash fusion temperature (titik leleh abu), yang dapat memberikan
indikasi
kecenderungan suatu batubara menimbulkan masalah slagging selama pembakaran.
Fouling adalah masalah yang timbul pada proses pembakaran dimana abu batubara halus
yang mengandung sodium menguap bersama sama sulfur dan bereaksi membentuk
endapan dan menempel di pipa boiler pada daerah konveksi seperti di
superheater dan
reheter. Fouling Index adalah indeks yang dihitung dari data ash analysis, yang
dapat
memberikan indikasi kecenderungan suatu batubara menimbulkan masalah fouling selama
pembakaran.

4.5 PRINSIP KERJA DAN ANALISA KUALITAS BATUBARA

Analisa/pengujian kualitas batubara merupakan tahapan yang sangat


penting untuk
menentukan kualitas batubara sesuai kontak atau design boiler.Pengujian kualitas
batubara
dilakukan di laaboratorium setelah melaui tahapan pengambilan sample (sampling) dan
penyiapan sample (preparasi). Prosedure pelaksanaan pengujian
kualitas batubara
menggunakan standar nasional (SNI/Standard National Indonesia)
maupun standar
internasional (ASTM/American Society Testing and Materials, ISO/International
Standard
Organization, BS/British Standard, AS/Australian Standard), dan lain-lain yang
diakui secara
international. Pada materi diklat ini hanya dibahas standar ASTM (umum dipakai oleh
laboratorium di PLTU).
Pengujian kualitas batubara meliputi pengujian sifat kimia dan fisika batubara, di
antaranya :
proksimate (moisture, kadar abu, zat terbang dan fixed carbon), ultimate (carbon,
hydrogen,
nitrogen, sulfur dan oxygen), nilai kalori, ash analysis, ash fusion
temperature,Hardgrove
grindability index (HGI), size analysis dan slagging/fouling index.
Untuk memperoleh hasil analisa yang valid (dapat dipercaya), perlu diperhatikan
hal-hal
berikut:
Peralatan analisa dan pendukungnya harus terkalibrasi dan tertelusur ke satuan
international

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal


Quality control dilakukan secara konsisten agar penyimpangan hasil analisa dapat
diketahui
sedini mungkin dan dilakukan tindak lanjut perbaikannya.

4.5.1 Analisa Total Moisture (ASTM D-3302)


Pengujian total moisture dilakukan dalam dua tahap sehingga pengujiannya disebut
two-
stage determination.
Tahap pertama dilakukan di ruang preparasi contoh dengan menimbang contoh, kemudian
dikeringkan pada suhu ruangan sampai diperoleh berat konstan
(perbedaan berat
penimbangan terakhir dengan berat penimbangan sebelumnya harus <0.1%). Kehilangan
berat dihitung persentasinya dan disebut dengan air dry loss (ASTM) atau free
moisture
(ISO/BS/AS).
Tujuan pencapaian berat konstan adalah agar contoh tidak mengalami perubahan lagi
(menyerap atau menguapkan moisture) pada saat dilakukan proses preparasi berikutnya
seperti pengggilingan dan pembagian, sehingga hasil pengujian total moisture
menjadi lebih
benar.
Setelah dicapai berat konstan, contoh digiling ke partikel tertentu, diambil
sebagian dan
dikirimkan ke laboratorium untuk dianalisa residual moisture-nya, dengan cara
memanaskan
0
contoh tersebut dalam oven pada suhu 105-110 C selama 3 jam sambil dialiri gas
nitrogen.

Gambar 4.2. Diagram Alir Penentuan Total Moisture

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal


Total moisture kemudian dihitung dengan rumus :
TM = ADL + RM x (1-ADL/100)
Di mana :
TM = total moisture dalam % (as-received basis – ar)
ADL = air-dry loss dalam % (as-received basis – ar)
RM = residual moisture dalam % (air-dried basis – ad)

4.5.2 Analisa Proksimate (ASTM D-3173, D-3174, D-3175 dan D-7582)


a. Analisa Moisture in the Analysis Sample (ASTM D-3173)
Penetapan Moisture in the Analysis Sample ditentukan dengan cara memanaskan 1 gram
contoh batubara berukuran -60 mesh dalam oven pada suhu 105-107 selama 3 jam atau
sampai berat konstan. Kehilangan berat selama pemanasan adalah berat air lembab
dari
batubara tersebut.
Berat asal = M1
Berat cawan + sample setelah dipanaskan = M3
Berat cawan + sample setelah dipanaskan = M3
Persentase moisture = (M2 – M3)/ M3 x 100%

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal


Gambar 4.3. Tahap-tahap analisa moisture

b. Analisa Abu (Ash Content)- (ASTM D-3174)

Cawan ditimbang dan kemudian dimasukkan sampel ke dalam cawan sebanyak 1


gram.
0
Sampel dimasukkan ke dalam furnace, yaitu memulai dari suhu rendah 250 C selama 30
0 0
menit kemudian suhu 250-500 C selama 30 menit dan 500-815 C selama 60 menit. Cawan
diambil dari dalam furnace dan diletakkan pada lempengan logam kemudian didinginkan
dalam desikator. Setelah dingin kemudian sampel ditimbang. Cara ini diulangi untuk
sampel
yang sama, sampai didapat hasil yang hampir sama.

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal


Gambar 4.4. Tahap-tahap analisa abu

c. Analisa Zat Terbang (Volatile Matter) - (ASTM D-3175)


Volatile matter ditentukan dengan cara menghitung kehilangan berat dari contoh
batubara
0 0
yang dipanaskan tanpa oksigen pada suhu 900 C ± 10 C selama 7 menit, selanjutnya
hasilnya dikoreksi terhadap kadar air lembab. Tujuan dipanaskan tanpa oksige agar
tidak
terjadi oksidasi terhadap organic matter-nya dan volatile matter yang diukur adalah
murni
sebagai volatile matter saja.

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal


d. Analisa Karbon Padat (Fixed carbon)

Kadar fixed carbon diperoleh dari hasil perhitungan sebagai berikut :


Persentase fixed carbon = 100% - %(moisture + ash content + volatile matter)

e. Analisa Proksimate metode instrumental (ASTM D-7582)


Metode pengujian secara instrumental ini meliputi penentuan moisture, abu,volatile
matter
dan perhitungan fixed carbon secara gravimetri dalam suatu alat yang diprogram dan
dikendalikan oleh sistem komputer. Penimbangan, pemanasan dan perhitungan terhadap
parameter tersebut langsung dapat dilihat di layar komputer.

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal


Gambar 4.5. Peralatan analisa Proksimate secara Instrumental (LECO-TGA-601)

4.5.3 Analisa Ultimate (ASTM D-3177, D-3178, D-3179, D-4239 dan D-5373)

a. Analisa Carbon dan Hydrogen (ASTM D-3178)


Kadar karbon dan hydrogen ditentukan secara bersamaan dengan cara mengoksidasi
contoh dengan oksigen murni dalam alat “Micro Combustion Furnace”, sehingga seluruh
karbon berubah menjadi karbon dioksida (CO2) dan hydrogen berubah menjadi air (H2).
Gas
hasil oksidasi ini dialirkan melalui penyerap air dan karbon dioksida, kemudian
ditetapkan
secfara gravimetri. Total karbon dan hydrogen dihitung dari penambahan berat
penyerap
gas-gas tersebut.

b. Analisa Nitrogen (ASTM D-3179)


Untuk penentuan nitrogen dilakukan dengan cara Kyeldahl. Contoh batubara
didestruksi
dengan asam sulfat pekat sehingga terbentuk garam amonium sulfat (NH4)2SO4 dan
selanjutnya dilakukan proses destilasi. Pada saat larutan mendidih tambahkan
larutan kalium
hidroksida, maka NH3 akan dibebaskan dan ditampung ke dalam larutan asam borat.
Kadar
nitrogen dapat dihitung dengan cara meniter (titrasi) larutan tersebut.
Batubara + H2SO4 ------> (NH4)2SO4
(NH4)2SO4 + KOH -------> NH4OH -----> NH3 + H2O

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal


c. Analisa Sulfur (ASTM D-3177, D-4239)
Analisa total sufur dapat dilakukan dengan 3 metode yaitu metode Esckha, metode
pembakaran suhu tinggi dan metode Infra Red (isntrumental).
Analisa dengan metode Esckha (ASTM D-3177)
Contoh batubara dicampur dengan pereaksi Esckha (MgO + Na2CO3) dan dipanaskan dalam
0
furnace sampai suhu 825 C, selanjutnya leburan dilarutkan dalam air panas. Sulfat
yang
terbentuk kemudian diendapkan dengan penambahan larutan BaCl2 membentuk endapan
BaSO4 dan selanjutnya ditetapkan secara gravimetri.
% S = [(A-B) x 13,738]/C
Di mana :
A = berat BaSO4 yang diendapkan
B = berat BaSO4 koreksi
C = berat sample yang dianalisa
Analisa dengan metode pembakaran suhu tinggi (ASTM D-4239)
0
Contoh batubara dibakar dalam furnace pada suhu 1350 C dengan dialiri oksigen. Gas
SO2
dan Cl2 yang terbentuk diserap oleh larutan hydrogen peroksida dan selanjutnya
kadar sulfur
ditentukan dengan cara titrasi. Koreksi dilakukan untuk menghitung jumlah chlor
yang
terbentuk.
oksigen
Batubara ------------> SO2 + H2O2 -------> H2SO4 ------> titrasi
0
1350 C
Analisa dengan metode Infra Red/instrumental (ASTM D-4239)

Penetapan ini menggunakan sebuah peralatan instrumen yang dikendalikan oleh sistem
komputer. Salah satu peralatan yang digunakan adalah LECO S-144DR. Pengujian
dimulai
dengan menimbang sample. Sample dibakar di dalam sebuah “Combustion Chamber” pada
0
suhu 1350 C, di mana dengan adanya oksigen yang dialirkan ke dalam ruang bakar akan
mengakibatkan sample terbakar. Proses pembakaran akan merubah elemen sulfur menjadi
SO2. Gas-gas tersebut selanjutnya dilewatkan ke cell infra red untuk mengukur kadar
sulfur
dalam batubara tersebut.

oksigen
Batubara ------------> SO2 -------> cell infra red
0
1350 C

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal


Gambar 4.6. Peralatan analisa sulfur dengan metode infra red
(instrumental)

d. Analisa Oksigen (by diference)


Kadar oksigen dalam batubara adalah kandungan oksigen yang terdapat dalam batubara,
baik yang terikat dalam material batubara, mineral maupun dalam air.
Kadar oksigen ditentukan dengan cara perhitungan, menggunakan persamaan berikut :
Kadar total oksigen + 100% - %(abu + C + H + N + S)
Kadar oksigen terkoreksi = 100% - % (abu + air + H terkoreksi + C + N + S)
Di mana :
Oksigen terkorekasi adalah kadar oksigen tidak termasuk oksigen
dalam air.
Hidrogen terkoreksi adalah kadar hidrogen tidak termasuk hidrogen dalam air, dapat
dihitung
dengan menggunakan rumus :
H terkoreksi = H total – (0.1119 x moisture)

4.5.4 Analisa Nilai kalor (ASTM D-5865)


Nilai kalor adalah panas yang dihasilkan oleh pembakaran setiap satuan berat
batubara
pada kondisi satandar, satuannya adalah cal/g, kcal/kg, MJ/kg atau Btu/lb. Nilai
kalori dari
batubara dapat dihitung dari kenaikan suhu setelah pembakaran dengan mengadakan
beberapa koreksi.
(ta – t0) x C – f koreksi
Nilai Kalor, kcal/kg =
M
Di mana ;

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal


Ta = suhu awal
Tb = suhu akhir
C = kapasitas panas efektif (energi ekuivalent)
M = berat contoh
Faktor koreksi, f adalah :
1. Panas akibat pembakaran kawat
2. Panas pembentukan asam sulfat, dan
3. Panas pembentukan asam nitrat

Selama proses pembakaran yang sebenarnya di boiler, nilai gross calorific value ini
tidak
pernah tercapai karena beberapa komponen batubara, terutama air, menguap dan
menghilang bersama-sama denga panas penguapannya. Nilai pendekatan maksimum kalori
yang dapat dicapai selama proses ini adalah nilai net calorific value, nilai ini
didapat dengan
perhitungan

Gambar 4.7. Peralatan analisa Nilai Kalor

4.5.5 Analisa Komposisi Abu/Ash Analysis (ASTM D-3682)


Abu batubara dikomposisikan dari senyawa-senyawa Si, Al, Fe, Ca dan sedikit Ti, K,
Na, Mg,
Mn dalam bentuk silikat, oksida, sulfat dan phospat. Pengujian komposisi abu dapat
dikerjakan dengan cara melarutkan contoh abu batubara tersebut dengan cara
peleburan
menggunakan asam kuat, selanjutnya oksida-oksida logam dalam abu batubara tersebut
dapat ditentukan dengan cara :
Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS)
X-ray Fflourescense
Dan lain-lain

Gambar 4.8. Peralatan analisa komposisi abu (AAS)

4.5.6 Analisa Ash Fusion Temperature/Titik Leleh Abu (ASTM D-1857)


Abu batubara merupakan sisa pembakaran yang tinggal setelah semua material yang
dapat
terbakar habis. Abu batubara akan meleleh dan menempel pada pipa boiler bila
tercapai titik
lelehnya.Pengujian titik leleh abu di laboratorium untuk melihat perubahan
karakteristik dari
abu batubara apabila dipanaskan pada kondisi standar.
Prinsip kerja :
Abu batubara dicetak menjadi bentuk piramida, kemudian dipanaskan pada kenaikan
suhu
tertentu pada suasana reduksi atau oksidasi dan diamati secara kontinu. Suhu saat
terjadinya perubahan karakteristik dari bentuk uji tersebut diamati sebagai :

Suhu deformasi awal (initial deformation temperature) IT, adalah suhu saat
terjadinya
perubahan pertama pada bentuk piramida dari contoh uji.
Suhu spherical/softening (spherical/softening temperature) ST, adalah suhu pada
saat
piramida dari contoh uji berubah menjadi spherical, yaitu bila diamati secara
visual, tingginya
sama dengan lebar dari dasar piramida.
Suhu hemispherical (hemispherical temperature) HT, adalah suhu saat bentuk piramida
dari
contoh uji berubah menjadi hemispherical, yaitu bila diamati secara visual,
tingginya sama
dengan setengah dari lebar dasar piramida.
Suhu alir (flow/fluid temperature) ST, adalah suhu pada saat abu batubara mulai
meleleh
pada dudukannya, sehingga tingginya menjadi 1/3 bagian dari lebar dasar piramida.

IT ST HT FT

Gambar 4.9. Perubahan titik leleh abu

4.5.7 Analisa Hardgrove Grindability Index/HGI (ASTM D-409)


Hardgrove grindability index atau nilai ketergerusan hardgrove adalah anagka yang
menunjukkan kemudahan batubara untuk digerus. Nilai HGI yang tinggi menyatakan
batubara tersebut mudah digerus dan sebaliknya.
Cara pengujiannya sebagai berikut :
Contoh batubara yang berukuran -20 + 28 mesh digerus dalam alat Hardgrove
Grindability
Machine sampai 60 putaran.Hasil penggerusan diayak dengan saringan 200 mesh
menggunakan alat “sieve shaker” selama 10 menit.
HGI dapat dihitung dari hasil penimbangan berat contoh batubara yang lolos saringan
200
mesh, dengan mengkonversikan ke dalam kurva kalibrasi dari contoh standar.
HGI

Berat contoh lolos saringan

200 mesh, gr

Gambar 4.10. Kurva kalibrasi HGI

Gambar 4.11. Peralatan analisa HGI


4.5.8 Size Analysis/Analisa ukuran partikel (ASTM D-4749)
Size analysis ialah pengujian yang bertujuan mengukur distribusi partikel batubara.
Sejumlah
contoh setelah dikeringkan dalam udara, diayak dengan ayakan ukuran 70 mm, 50 mm,
32
mm dan 2.38 mm. Contoh yang tertahan pada masing-masing ayakan selanjutnya
ditimbang
dan dihitung prosentasenya ukuran partikel batubara.

4.5.9 Slagging dan Fouling Index


Slagging dan Fouling Index ditentukan dengan perhitungan berdasarkan data ash
analysis
dan ash fusion temperature. Untuk perhitungannya perlu ditetapkan dulu
karakteristik dari
abu yaitu abu bituminous atau abu lignitic.
Abu bitumunous, bila Fe2O3 > CaO + MgO
Abu lignitic, bila Fe2O3 < CaO + MgO
Slagging index- abu bituminous (Rs)
Rs = (B/A) x S
Di mana : B = CaO + MgO + Fe2O3 + Na2O + K2O
A = SiO2 + Al2O3 + TiO2
S = % sulfur, dry basis
Klasifikasi slagging index menggunakan Rs sebagai berikut :
Rs <0.6 = low
0.6 < Rs <2.0 = medium
2.0 < Rs <2.6 = high
2.6 < Rs = severe

Slagging index- abu lignitic (Rs*)

(max HT + 4 (min IT)


Rs * =
5
Di mana :
max HT = temperature hemispherical tertinggi
min IT = temperature initial deformation terendah

Fouling index- abu bituminous (Rf)


Rs = (B/A) x Na2O
Di mana : Na2O = % dari ash analysis
Klasifikasi fouling index menggunakan Rf sebagai berikut :
Rf <0.2 = low
0.2 < Rf < 0.5 = medium
0.5 < Rf < 1.0 = high
1.0 < Rf = severe
Fouling index- abu lignitic (Rf*), berdasarkan kandungan sodium (Na2O) dalam abu :
Bila CaO + MgO + Fe2O3 > 20%

Na2O < 3 = low to medium


3 < Na2O < 6 = high
Na2O > 6 = severe

Bila CaO + MgO + Fe2O3 < 20%

Na2O < 1.2 = low to medium


1.2 < Na2O< 3 = high
Na2O > 3 = severe
4.6 Pelaporan Data

Parameter Satuan Hasil pengujian

As Received Air Dried Basis


Dry Basis
Basis

Proximate Analysis:

Total Moisture % wt 27.29 - -

Moisture in the analysis % wt - 13.28 -


sample
% wt 2.45 2.92
3.37
Ash Content
% wt 35.92 42.84
49.40
Volatile Matter
% wt 34.34 40.96
47.23
Fixed Carbon

Kcal/kg 4928 5878


6778
Gross Calorific Value

Ultimate Analysis:
% wt 46.60 55.58
64.09
Carbon
% wt 3.29 3.92
4.52
Hydrogen
% wt 0.13 0.16
0.18
Sulfur
% wt 0.55 0.66
0.76
Nitrogen
% wt 19.69 23.48
27.08
Oxygen
Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal
HGI Index 52

Size distribution:

+ 70 mm % wt 0.35

+ 50 – 70 mm % wt 3.05

+ 32 – 50 mm % wt 13.16

+ 2.38 – 32 mm % wt 64.99

2.38 mm % wt 18.45

Ash Analysis:

SiO2 % wt 51.43

Al2O3 % wt 14.92

Fe2O3 % wt 10.24

TiO2 % wt 2.03

CaO % wt 3.76

MgO % wt 4.20

K2 O % wt 0.63

Na2O % wt 0.54

P2O5 % wt 0.52

SO3 % wt 11.12

MnO2 % wt 0.10

Undetermined % wt 0.51

Slagging Index 0.05 low

Fouling Index 0.15 low


Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal
Ash Fusion Reducing
Oxidicing
Temperature
0
Initial deformation C 1190 1260

Spherical 0
C 1210 1270

Hemispherical 0 1220 1280


C
Flow 1240 1290
0
C

4.7 Macam pengujian serta fungsinya

Parameter Unit Basis Catatan

Total moisture % ar Diperlukan untuk menghitung


parameter ke as
received basis

Proximate adb Analisis dasar

Moisture %

Ash %

Volatile matter %

Fixed carbon %

Calorific value Cal/g adb Parameter penting

Total sulphur % adb

Ultimate daf Hasil analisis dalam adb,


tetapi pelaporan
dalam daf
Carbon %

Hidrogen %

Nitrogen %

Sulphur %

Oxygen %

Ash fusion Diperlukan untuk


memprediksi perilaku abu
temperature batubara saat proses
pembakaran
0
C
Deformation
0
Spherical C

0
C
Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal
0
Hemispherical C

Flow

Ash analysis Ignited at Diperlukan untuk memprediksi perilaku abu


0
815 C batubara saat proses pembakaran
SiO2 %

Al2O3 %

Fe2O3 %

TiO2 %

Mn3O4 %

CaO %

MgO %

Na2O %

K2 O %

P 2O 5 %

SO3 %

Hardgrove Untuk memperkirakan index gerus


grindability index
Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal

Anda mungkin juga menyukai