Anda di halaman 1dari 13

12/7/2017 laporan hasil observasi wawancara dengan PP Anjal (Pengemis, Pemulung, Anak Jalanan) oleh neng yoyoh – nengyoyoh

nengyoyoh

mugiselalusehat

DECEMBER 31, 2013 BY NENGYOYOH

laporan hasil observasi wawancara dengan PP
Anjal (Pengemis, Pemulung, Anak Jalanan) oleh
neng yoyoh

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Sampai saat ini, Indonesia masih tergolong Negara yang sedang maju  dan belum mampu
menyelesaikan masalah kemiskinan. Dari beberapa banyak masalah sosial yang ada sampai saat ini, PP
Anjal adalah masalah yang perlu dan harus di perhatikan lebih oleh pemerintah, karena saat ini masalah
tersebut sudah menjadi bagian dari kehidupan di Indonesia. Penyebab dari semua itu antara lain adalah
jumlah pertumbuhan penduduk yang tidak diimbangi dengan lapangan pekerjaan yang memadai dan
kesempatan kerja yang tidak selalu sama. Disamping itu menyempitnya lahan pertanian di desa karena
banyak digunakan untuk pembangunan pemukiman dan perusahaan atau pabrik. Keadaan ini
mendorong penduduk desa untuk berurbanisasi dengan maksud untuk merubah nasib, tapi sayangnya,
mereka tidak membekali diri dengan pendidikan dan keterampilan yang memadai. Sehingga keadaan
ini akan menambah tenaga yang tidak produktif. Akibatnya, untuk memenuhi kebutuhan hidup,
mereka bekerja apa saja asalkan mendapatkan uang atau teristilahkan menjadi pelaku PP Anjal. Demi
untuk menekan biaya pengeluaran, mereka memanfaatkan kolong jembatan, stasiun kereta api,
emperan toko, pemukiman kumuh dan lain sebagainya untuk beristirahat, mereka tinggal tanpa
memperdulikan norma sosial.

Hidup bergelandangan tidak memungkinkan orang hidup berkeluarga, tidak memiliki kebebasan
pribadi, tidak memberi perlindungan terhadap hawa panas ataupun hujan dan hawa dingin, hidup
bergelandangan akan dianggap hidup yang paling hina. Keberadaan PP Anjal sangat meresahkan
masyarakat, selain mengganggu aktifitas masyarakat di jalan raya, mereka juga merusak keindahan
kota. Dan tidak sedikit kasus kriminal yang dilakukan oleh mereka, seperti mencopet bahkan mencuri
dan lain‑lain.

Oleh sebab itulah, apabila masalah gelandangan dan pengemis tidak segera mendapatkan penanganan,
maka dampaknya akan merugikan diri sendiri, keluarga, masyarakat serta lingkungan sekitarnya.

Maka melihat dari latar belakang tersebut, kami Mahasiswi Semester 1D melakukan observasi secara
https://nengyoyoh.wordpress.com/2013/12/31/laporan­hasil­observasi­wawancara­dengan­pp­anjal­pengemis­pemulung­anak­jalanan­oleh­neng­yoyoh/ 1/13
12/7/2017 laporan hasil observasi wawancara dengan PP Anjal (Pengemis, Pemulung, Anak Jalanan) oleh neng yoyoh – nengyoyoh

Maka melihat dari latar belakang tersebut, kami Mahasiswi Semester 1D melakukan observasi secara
langsung mewawancarai dan mencari solusi untuk masalah PP Anjal ini.

1. Rumusan Masalah

Dari yang saya ceritakan diatas, maka saya membuat beberapa rumusan masalah yang menjadi obyek
pembahasan dalam tugas ini, yaitu :

1. Apa yang menjadi faktor utama PP Anjal melakukan pekerjaan tersebut?
2. Apakah ada harapan dan cita‑cita lain selain menggeluti pekerjaan mereka tersebut?
3. Bagaimana mereka hidup selama ini?
4. Apa yang harus dilakukan untuk menanggulangi dan membantu mereka?

1. Tujuan Penelitian

Sejalan dengan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan sebagai berikut :

1. Mengetahui secara langsung faktor yang menyebabkan PP Anjal melakukan pekerjaannya.
2. Mengetahui harapan dan cita‑cita lain dari mereka.
3. Mengetahui kehidupan mereka selama ini.
4. Mencari dan mendapatkan solusi untuk mereka.
1. Metode Penelitian
1. Obyek Penelitian

Pengemis, Pemulung, Anak Jalanan

1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah diluar Jawa Barat karena sekaligus saya  melakukan perjalanan ke Daerah
Luar Jawa Barat, yaitu Kabupaten Kudus, Provinsi Jawa Tengah. Dan sebagian saya ambil di daerah
Jatiluhur, Purwakarta, Jawa Barat.

1. Teknik Pengumpulan Data
1. Interview (wawancara)

Wawancara sebenarnya merupakan angket secara lisan, karena penulis mengemukakan informasinya
secara lisan dalam hubungan tatap muka untuk memperoleh jawaban (tanya‑jawab).

1. Observasi

Dalam metode ini pengamatan merupakan teknik yang paling penting sebelum melakukan penelitian
untuk memperoleh data, dengan metode observasi hasil yang diperoleh peneliti lebih jelas dan terarah
sesuai dengan apa adanya agar diperoleh pengamatan yang jelas untuk menghindari kesalahpahaman
dengan obyek, maka peneliti mengamati secara langsung.

1. Dokumentasi

Dokumentasi mencakup arsip‑arsip berupa tulisan, photo, gambar‑gambar serta hal‑hal yang
memungkinkan untuk digali sebagai data dalam proses penelitian.

 
https://nengyoyoh.wordpress.com/2013/12/31/laporan­hasil­observasi­wawancara­dengan­pp­anjal­pengemis­pemulung­anak­jalanan­oleh­neng­yoyoh/ 2/13
12/7/2017 laporan hasil observasi wawancara dengan PP Anjal (Pengemis, Pemulung, Anak Jalanan) oleh neng yoyoh – nengyoyoh

PEMBAHASAN

1. PENGEMIS

Istilah “Ngemis” bermula dari santri . Dalam sebuah artikel di Tijdscrift voor Indische Taal‑, Land‑ en
Volkenkunde(1882), L. van den Berg  menjelaskan bahwa kata ini berawal dari kebiasan  sebagian santri
yang meminta‑minta pada hari kamis  (dalam bahasa Jawa, Kemis) , sehingga aktivitas itu disebut
ngemis. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991 dan 2001),  berasal dari “emis” dan
punya dua pengertian:

1. “meminta‑minta sedekah,”
2. “meminta dengan merendah‑rendah dan dengan penuh harapan.”

Dalam Practish Javaansch‑Nederlandsch Woordenboek (1913) yang ditulis oleh P. Jansz disebut bahwa
kata “ngemis” berasal dari “Kemis” yang punya dua arti, yakni “meminta‑minta pada Kamis petang
yang dilakukan oleh santri,” dan “meminta‑minta dalam pengertian umum.” Sedang “pengemis”
adalah orang yang meminta‑minta. Sepanjang sejarahnya, terutama dalam masa penjajahan,  pesantren
sebagai tempat belajar para santri adalah satu‑satunya lembaga pendidikan yang terjangkau oleh semua
orang karena sifatnya yang gratis. Santri tidak dikenakan biaya untuk belajar di pesantren dan kiyai
tidak menerima gaji untuk mengajar. Santri hanya perlu mengurus keperluan dirinya sendiri, mulai dari
makanan, pakaian, peralatan belajar, bahkan terkadang tempat tinggal. Bagi santri yang datang dari
kelurga yang cukup,  mungkin mereka tidak mendapatkan kesulitan untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Tapi bagi mereka yang dari keluarga biasa dan miskin, yang merupakan mayoritas santri
pada saat itu, tidak jarang harus bekerja untuk dapat menyambung hidup. Ada yang kerja dengan para
petani, menggarap sawahnya, ataupun  membantu pedagang berjualan. Selain itu, ada pula yang
menyambung hidup dengan cara meminta sedekah dari masyarakat sekitar. Tampaknya mereka yang
meminta sedekah ini lebih suka melakukannya pada hari Kamis sore/petang karena itu berarti sudah
hari Jum’at dan Jum’at adalah hari yang mulia dalam Islam. Aktivitas di hari Kemis inilah yang
kemudian dikenal dengan “ngemis”.

Dalam perkembangannya, kata ngemis mengalami perluasan  yakni untuk semua kegiatan minta‑minta,
oleh siapapun dan kapanpun.  Sedang “pengemis” adalah orang yang meminta‑minta. Keberadaan
 pengemis sekarang masih dalam posisi kontroversial. Dimana sebagian orang melarang mereka untuk
melakukan akitfitasnya bahkan MUI mengharamkan adanya profesi  mengemis. Disisi lain, pengemis
mendapat dukungan dari sebagian orang yang merasa berjiwa sosial.

Di berbagai daerah, terutama kota besar,  pengemis mendapat respons yang kurang baik, sehingga
terbitlah beberapa Perda yang menyatakan akan memberi denda bagi siapa saja yang memberikan
recehan kepada pengemis dikarenakan keberadaan pengemis dapat mengganggu keindahan kota.
Selain itu, beberapa orang mengatakan bahwa mengemis berarti menghinakan dirinya sendiri. Akan tetapi,
di satu sisi  para pengemis membutuhkan tangan‑tangan para dermawan untuk membantu kebutuhan
hidup. Ada dua persepsi tentang pengemis. Ada yang mengatakan, sebagian para pengemis sebenarnya
mempunyai kehidupan yang mapan, dan mengemis sudah menjadi profesi. Padahal tidak semua
pengemis seperti itu. Ada yang benar‑benar mengemis karena memang terhimpit kesulitan hidup.
Terutama bagi mereka‑mereka yang mengalami cacat fisik. Pemerintah sebenarnya sudah menyediakan

tempat untuk mereka dengan adanya dinas sosial sebagai wadah yang memberikan keterampilan untuk
https://nengyoyoh.wordpress.com/2013/12/31/laporan­hasil­observasi­wawancara­dengan­pp­anjal­pengemis­pemulung­anak­jalanan­oleh­neng­yoyoh/ 3/13
12/7/2017 laporan hasil observasi wawancara dengan PP Anjal (Pengemis, Pemulung, Anak Jalanan) oleh neng yoyoh – nengyoyoh

tempat untuk mereka dengan adanya dinas sosial sebagai wadah yang memberikan keterampilan untuk
mereka. Tapi para pengemis banyak juga yang bandel. Mereka lebih suka mengemis daripada bekerja.
Sehingga ketika dilepas mereka akan kembali beraksi walau fisik mereka nampak sehat.

Berikut  ini adalah beberapa faktor yang  menyebabkan seseorang mengemis :

1. Faktor Ekonomi dan pendidikan

Dikarenakan tidak mempunyai pendidikan layak sehingga tidak bisa mempunyai pekerjaan  yang  layak
pula, atau dikarenakan  sangat sulitnya mendapatkan pekerjaan pada saat ini disebabkan  persaingan
yang ketat sedangkan kebutuhan dasar untuk hidup seperti makanan dan pakaian harus terpenuhi  (
teori hierarchy kebutuhan  maslow).

1. Faktor Lingkungan 

Lingkungan tempat tinggal juga sangat berpengaruh dikarenakan sebagian besar mereka tinggal di
suatu lingkungan yang profesinya mengemis.

1. Sifat Malas

Sifat malas ini timbul dikarenakan tidak maunya mereka berusaha untuk mendapatkan pekerjaan yang
lebih layak. Mereka lebih senang mengemis dikarenakan mengemis lebih mudah untuk mendapatkan
uang tanpa harus berusaha .

Perilaku pengemis sendiri bermacam‑macam. Ada yg membawa atau menggendong anak kecil, ada
yang anggota tubuhnya luka‑luka. Ada pula yg anggota tubuhnya cacat. Ada juga yg ‘mengancam’
dengan  menyatakan lebih baik mengemis (minta uang) daripada menjambret, dan masih banyak
perilaku‑perilaku lainnya.

Berikut profil pengemis yang  Kami Observasi di daerah Kudus, Jawa Tengah:

1. Namanya Ibu Purwanti, usia 40 tahun berasal dari  Jawa Timur. Ibu Purwanti  adalah  seorang Tuna
Wicara. Dia tinggal bersama suaminya yang hanya seorang pengangguran. Walaupun sudah berusia   40
tahun, dia  masih sanggup berjalan kiloan meter. Badannya kecil dan kurus. Ibu Purwanti tidak
mempunyai anak. Dia hanya hidup bersama suaminya saja. Dia sudah lama menjadi seorang pengemis,
karena ketidak mampuan bekerja dikarenakan dia seorang tuna wicara. Dia mengemis dari pukul 10
pagi sampai pukul  5 sore. Besarnya penghasilan yang dia dapatkan dari hasil mengemis setiap harinya
adalah Rp. 50.000,‑. Penghasilan itu dia gunakan untuk  memenuhi kebutuhan sehari – hari.  Dia
mengemis dikarenakan  tidak mempunyai pekerjaan yang lebih baik untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Hal itu disebabkan karena pendidikan yang rendah dan kecacatan.

Inilah Cuplikan pembicaraan kami walaupun saya banyak tidak mengerti isyarat Ibu Purwanti

Ibu Purwanti          : (menyodorkan tangan minta uang)

Yoyoh                                : Ibu, sebelum saya kasih uang, mau kah ibu saya ajak bicara dan ngobrol
sebentar?

Ibu Purwanti          : (mengangguk)

Yoyoh                                : Mari bu, kita bicara sambil duduk saja ya, tidak apa‑apa kan bu?

Ibu Purwanti          : (mengangguk)
https://nengyoyoh.wordpress.com/2013/12/31/laporan­hasil­observasi­wawancara­dengan­pp­anjal­pengemis­pemulung­anak­jalanan­oleh­neng­yoyoh/ 4/13
12/7/2017 laporan hasil observasi wawancara dengan PP Anjal (Pengemis, Pemulung, Anak Jalanan) oleh neng yoyoh – nengyoyoh

Ibu Purwanti          : (mengangguk)

Yoyoh                    : Ibu, apakah ibu tidak bisa berbicara?

Ibu Purwanti          : heuh. (hanya suara itu yang dapat saya dengar)

Yoyoh                    : Ibu, bolehkah saya tahu nama ibu?

Ibu Purwanti          :Huhahi. (?)                         

Yoyoh                    : Siapa bu?Suwati?

Ibu Purwanti          : (geleng‑geleng kepala)

Yoyoh                    : Suwarsih?

Ibu Purwanti          : (masih geleng‑geleng kepala)

Yoyoh                    : mmmmmmmmm purwanti?

Ibu Purwanti          : ha……heuh.

Yoyoh                                : ooooohhhhhhh. Ok kalo begitu bu, mm.. kalau boleh tahu, ibu punya suami?

Ibu Purwanti          : (mengangguk)

Yoyoh                    : Anak?

Ibu Purwanti          : (geleng‑geleng kepala)

Yoyoh                    : oh,,,suami ibu kerja dimana?

Ibu Purwanti          : (geleng‑geleng kepala)

Yoyoh                    : menganggur?

Ibu Purwanti          : heuh…

Yoyoh                    : Ibu tinggal dimana?

Ibu Purwanti          : Hawa Hiwu..

Yoyoh                    : jawa Timur?

Ibu Purwanti          : Heuh…                                

Yoyoh                    : Kenapa ibu mengemis?

Ibu Purwanti          : (sambil menunjuk mulutnya menandakan ia mau bilang bahwa ia tidak bisa bicara)

Yoyoh                    : Tapi kan ibu bisa kuli nyuci baju tetangga atau kuli cuci piring?

Ibu Purwanti          : (menolak dengan geleng‑geleng kepala dan merentangkan jari tangannya kedepan)

Yoyoh                    : Apakah ibu ingin jadi pengemis terus?
https://nengyoyoh.wordpress.com/2013/12/31/laporan­hasil­observasi­wawancara­dengan­pp­anjal­pengemis­pemulung­anak­jalanan­oleh­neng­yoyoh/ 5/13
12/7/2017 laporan hasil observasi wawancara dengan PP Anjal (Pengemis, Pemulung, Anak Jalanan) oleh neng yoyoh – nengyoyoh

Yoyoh                    : Apakah ibu ingin jadi pengemis terus?

Ibu Purwanti          : ha…(sambil geleng‑geleng)

Yoyoh                     : baiklah, semoga keikhlasan ibu untuk saya wawancara mendapat pahala dari Allah
ya bu, ini sedikit uang untuk ibu (menyodorkan uang selembar 10.000 rupiah)

Ibu Purwanti          : (mengangguk tanda terima kasih).

1. PEMULUNG

Pemulung dipandang sebagai strata kasta paling bawah di dalam masyarakat kita. Mungkin karena
pekerjaan mereka yang bersinggungan langsung dengan sampah. Bahwasanya hanya beberapa orang
saja dari masyarakat kita yang menyadari sesungguhnya betapa besar peran pemulung dalam
pengelolaan sampah. Apa yang dilakukan olehnya merupakan salah satu bentuk nyata dalam
pengelolaan lingkungan hidup, karena sampah‑sampah yang diambil oleh pemulung adalah rata‑rata
merupakan sampah organik seperti botol/gelas plastik air mineral, kardus‑kardus bekas, besi
rongsokan, kaca dsb. Dan ternyata kesemuanya itu masih memiliki nilai jual. Yang disisakan oleh
pemulung adalah sampah‑sampah organik yang bagian pengelolaannya adalah tugas dari Pemerintah
Daerah dalam hal ini adalah tugas dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota. Masyarakat harus
dapat menepis pandangan masyarakat tentang pemukiman pemulung yang dianggap kumuh dan
kotor. Dan untuk lebih jauh mengetahui tentang pemukiman pemulung dan kehidupan para pemulung.

Pemulung adalah seseorang yang memiliki pekerjaan sebagai pencari barang yang sudah tidak layak
pakai, maka orang yang bekerja sebagai pemulung adalah orang yang bekerja sebagai pengais sampah,
dimana antara pemulung dan sampah sebagai dua sisi mata uang, dimana ada sampah pasti ada
pemulung dan dimana ada pemulung disitu pasti ada sampah. Dalam menjalani pekerjaannya,
pemulung dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pemulung yang menetap dan pemulung yang tidak
menetap.

1. Pemulung menetap adalah pemulung yang bermukim di gubuk‑gubuk kardus, tripleks, terpal atau
lainnya di sekitar tempat pembuangan akhir sampah.
2. Sedangkan kelompok pemulung tidak menetap adalah pemulung yang mencari sampah dari gang
ke gang, jalanan, tong sampah warga, pinggir sungai dan lainnya.

Tidak semua dari mereka yang berprofesi sebagai pemulung seratus persen menggantungkan
penghasilannya dari memulung, tetapi ada juga yang hanya menjadikan memulung sebagai pekerjaan
sampingan atau untuk mencari uang tambahan. Berikut ini adalah beberapa alasan mengenai seseorang
menggeluti profesi sebagai pemulung yang kami dapatkan dari hasil wawancara dengan pemulung di
daerah Jatiluhur Purwakarta dan Terminal Semarang :

Faktor ekonomi
Sulitnya mencari pekerjaan
Tingkat pendidikan yang rendah dan tidak memiliki keterampilan
Tidak ada modal untuk membuka suatu usaha

Pendidikan merupakan dasar dari pengembangan produktivitas kerja. Tingkat pendidikan yang rendah,
https://nengyoyoh.wordpress.com/2013/12/31/laporan­hasil­observasi­wawancara­dengan­pp­anjal­pengemis­pemulung­anak­jalanan­oleh­neng­yoyoh/ 6/13
12/7/2017 laporan hasil observasi wawancara dengan PP Anjal (Pengemis, Pemulung, Anak Jalanan) oleh neng yoyoh – nengyoyoh

Pendidikan merupakan dasar dari pengembangan produktivitas kerja. Tingkat pendidikan yang rendah,
membuat pola pikir yang relatif sempit. Sebagian besar pemulung hanya tamat pendidikan sekolah
dasar. Kemudian didukung oleh faktor ekonomi keluarga yang tidak berkecukupan. Faktor yang lain
adalah modal yang dimiliki sangat terbatas, sehingga sarana yang digunakan oleh pemulung sangat
sederhana. Yaitu, karung plastik dan gancu untuk mengungkit sampah atau barang bekas.

Berikut ini adalah cuplikan wawancara saya dengan pemulung didaerah Jatiluhur dan Terminal
semarang.

Yoyoh        : Assalamu’alaikum pak…

Pemulung   : Wa’alaikumsalam

Yoyoh        : Pak, bolehkah saya ngobrol sama bapak sebentar?

Pemulung   : Oh, boleh neng, kenapa?tugas ya neng?

Yoyoh        : kok bapak tahu?

Pemulung   : nah itu kan neng bawa buku.

Yoyoh        : hehehe. Iya pak, tidak apa‑apa kan pak?

Pemulung   : iya ga apa‑apa neng. Mau Tanya apa?

Yoyoh        : M…nama bapak siapa?

Pemulung   : Nama saya Jajang

Yoyoh        : Bapak tinggal dimana?

Pemulung   : Saya asli orang ciganea dan tinggal disana.

Yoyoh        : Usia bapak berapa? Apa bapak punya istri? anak?

Pemulung   : 53 tahun, punya istri dan anak 5. Dua laki‑laki 3 perempuan

Yoyoh        : Apakah bapak punya pekerjaan lain selain jadi pemulung?

Pemulung   :  punya. Saya petani, tukang becak juga

Yoyoh        : oh, hebat banget pak. Terus apakah anak‑anak bapak sekolah?

Pemulung   : iya, semuanya sekolah sudah tamat SMA tinggal sibungsu satu lagi masih sekolah di
SMANJA.

Yoyoh        : Subhanalloh, bapak adalah tipe orangtua yang bertanggungjawab.

Pemulung   : iya neng, Alhamdulillah

Yoyoh        : bapak sendiri lulusan apa?

Pemulung   : saya hanya tamatan SD saja neng.

Yoyoh        : Apakah bapak tidak merasa malu jadi pemulung?
https://nengyoyoh.wordpress.com/2013/12/31/laporan­hasil­observasi­wawancara­dengan­pp­anjal­pengemis­pemulung­anak­jalanan­oleh­neng­yoyoh/ 7/13
12/7/2017 laporan hasil observasi wawancara dengan PP Anjal (Pengemis, Pemulung, Anak Jalanan) oleh neng yoyoh – nengyoyoh

Yoyoh        : Apakah bapak tidak merasa malu jadi pemulung?

Pemulung   : Ah tidak neng, saya sudah terbiasa dan tidak malu.

Yoyoh        : BAgaimana dengan istri dan anak‑anak bapak? Apakah mereka juga tidak protes dengan
pekerjaan bapak ini?

Pemulung   : Awalnya sih mereka protes, tapi mau bagaimana lagi, kan lumayan nambah penghasilan.

Yoyoh        : Kenapa bapak milih jadi pemulung?

Pemulung   : pertama, saya sudah tua, tenaga nya sudah lemah, jadi tidak mampu narik becak lagi,
kalau mulung kan tidak terlalu capek, hanya jalan‑jalan saja bawa karung.

Yoyoh        : Berapa penghasilan dari mulung ini perharinya pak?

Pemulung   : ya,,,kecil sih, tapi lumayan. Antara15‑20 ribuan lah neng.

Yoyoh        : Baiklah, bapak terimakasih banyak ya sudah mau saya wawancara, ini ada sedikit uang
rokok buat bapak (sambil menyodorkan uang 20.000)

Pemulung   : Terimakasih banyak ya neng, semoga sekolahnya lancar. Amin.

Yoyoh        : Aamiin. Terimakasih pak. Assalamu’alaikum

Pemulung   : Wa’alaikumsalam.

Wawancara di daerah Semarang Jawa Tengah:

Yoyoh        : Pak pak tunggu!!!

Pemulung   : ada apa?

Yoyoh        : (ngos‑ngos an) Pak, bolehkah saya ngobrol sebentar?

Pemulung   : Ano opo yo?

Yoyoh        : Begini pak, saya ada tugas dari kampus harus wawancara terhadap pemulung, apakah
bapak bersedia saya wawancara? Hanya sebentar saja kok pak, nanti ada uang wawancara nya pak,
boleh ya…!

Pemulung   : Nggih.

                                                   

Yoyoh        : Oke pak terimakasih. Nama bapak siapa?

Pemulung   : Hardi

Yoyoh        : Bapak asli orang semarang?

Pemulung   : Nggih, ning kano, Karang Anyar, Kudus.
https://nengyoyoh.wordpress.com/2013/12/31/laporan­hasil­observasi­wawancara­dengan­pp­anjal­pengemis­pemulung­anak­jalanan­oleh­neng­yoyoh/ 8/13
12/7/2017 laporan hasil observasi wawancara dengan PP Anjal (Pengemis, Pemulung, Anak Jalanan) oleh neng yoyoh – nengyoyoh

Pemulung   : Nggih, ning kano, Karang Anyar, Kudus.

Yoyoh        : Apakah bapak punya istri san anak?

Pemulung   : Nggih, duwe rabi siji, anak loro, wadon kabeh.

Yoyoh        : Pak, kenapa bapak jadi pemulung?

Pemulung   : Lah, wis akeh kang gawe parkir, langko gawean maning, dagang kudu duwe modal gede,
yo mulung bae lah.

Yoyoh        : Apa bapak malu jadi pemulung?

Pemulung   : (geleng‑geleng kepala). Saya sudah terbiasa. Saya senang melakukan hal ini. Saya sudah
nyaman bekerja jadi pemulung.

Yoyoh        : Berapa penghasilan bapak perhari?

Pemulung   : 15‑20 ribu bae.

Yoyoh        : Baiklah pak, cukup. Terimakasih ya pak. Ini ada sedikit uang untuk bapak sesuai
penghasilan bapak perhari (menyodorkan uang 20 ribu)

Pemulung   : (mengangguk).

1. ANAK JALANAN

     Masalah‑masalah sosial yang dihadapi oleh setiap masyarakat tidaklah sama antara yang satu dengan
lainnya. Perbedaan‑perbedaan itu disebabkan oleh perbedaan tingkat perkembangan kebudayaan dan
masyarakatnya, dan keadaan lingkungan dimana masyarakat itu hidup. Masalah‑masalah tersebut
dapat terwujud sebagai: Masalah sosial, masalah moral, masalah politik, masalah ekonomi, masalah
agama, ataupun masalah‑masalah lainnya. Salah satu permasalahan sosial yang ada di Indonesia yaitu
semakin meningkatnya jumlah masyarakat miskin di negara ini. Hal ini dapat dilihat dengan semakin
banyaknya jumlah pengemis atau pengamen jalanan.

     Anak adalah harapan masa depan suatu bangsa, tunas yang berpotensi membawa bangsa ini ke arah
yang lebih baik atau bisa juga lebih buruk. Maka dari itu, amat miris rasanya melihat anak‑anak yang
hidup mengamen di jalanan, bukannya bersekolah. Rasanya lebih menyedihkan daripada melihat orang
dewasa yang melakukan pekerjaan serupa. Negara Indonesia dikenal sebagai Negara yang kaya akan
sumber dayanya, tetapi pada kenyataannya masih banyak masyarakat yang hidup dibawah garis
kemiskinan. Anak‑anak yang seharusnya duduk di bangku sekolah, banyak berkeliaran di jalanan untuk
berjuang mencari uang untuk menyambung hidup mereka dan keluarga mereka. Selain itu, mereka pun
harus mengalami berbagai tindak kekerasan yang dilakukan oleh para preman jalanan.  Kebanyakan
dari pengamen cilik itu adalah anak‑anak yang putus sekolah dengan alasan kekurangan biaya untuk
melanjutkan pendidikan mereka. Akibat hal tersebut diatas, mereka terpaksa menjalani kehidupan
dengan menjadi pengamen. Keadaan ini cukup memprihatinkan, karena pada kenyataannya
pemerintah sudah membuat berbagai macam program pendidikan untuk mengatasi masalah ini,
https://nengyoyoh.wordpress.com/2013/12/31/laporan­hasil­observasi­wawancara­dengan­pp­anjal­pengemis­pemulung­anak­jalanan­oleh­neng­yoyoh/ 9/13
12/7/2017 laporan hasil observasi wawancara dengan PP Anjal (Pengemis, Pemulung, Anak Jalanan) oleh neng yoyoh – nengyoyoh

pemerintah sudah membuat berbagai macam program pendidikan untuk mengatasi masalah ini,
misalnya saja Program Wajib Belajar Sembilan tahun, tetapi tetap saja masih banyak di negara ini anak‑
anak yang putus sekolah. Menjadi pengamen mengharuskan mereka menjalani kehidupan di jalanan.
Semakin hari semakin banyak pengamen di jalanan dan juga beroperasi di setiap terminal, di setiap bus
dan angkot, di setiap rumah makan dan kaki lima, di setiap perumahan mulai dari anak balita sampai
yang sudah tua, dari yang di lengkapi dengan alat musik seadanya sampai yang lengkap seperti pemain
band, dari yang berpenampilan kotor sampai yang rapi, dari yang suaranya fals sampai yang bagus.
Mereka tidak bisa mengenyam kehidupan yang menyenangkan seperti remaja lain. Padahal di sekeliling
kita begitu banyak remaja yang orang tuanya tak mampu, bahkan tidak punya sama sekali. Dengan
membantu mereka dalam bimbingan belajar, dan memberikan kesempatan mereka untuk sekolah lagi
dengan beasiswa, atau meringankan bebannya dalam membayar uang sekolah dan bila perlu diadakan
sekolah gratis bagi mereka yang tidak mampu dengan membebaskan uang SPP. Dengan latar belakang
pendidikan yang rendah serta lingkungan yang tidak sehat mengakibatkan mereka rentan dengan
penyakit. Pada kondisi sekarang mereka bukanlah tidak memiliki uang untuk berobat namun kesadaran
akan mahalnya kesehatan sangat rendah dalam lingkungan mereka.

Berikut ini adalah wawancara dengan anak jalanan di daerah Kudus, Jawa Tengah:

Anak‑anak              : (narik‑narik baju) minta sewu mbak,,,

Yoyoh                    : Oh,,adik‑adik ini mau uang ya?mau berapa?seribu?

Anak‑anak              : nggih…                            

Yoyoh                                : ya udah sini atuh, mbak mau kasih uang tapi mbak mau Tanya dulu boleh
ya                                

                                                        .

Anak‑anak              : nggih…

Yoyoh                    : sini dek,,nama adek siapa?

Anak 1                    : Aku Fitri Umiarti

Anak 2                    : Aku Meta Oktaviani

Anak 3                    : Aku Diana

Yoyoh                                : Wah,,bagus‑bagus ya namanya. Hmm tinggal dimana dek?                   

                                       

Fitri                         : Saya tinggal sama nenek, gak punya ayah gak punya ibu.

Yoyoh                    : oh, terus tinggal nya dimana?

Fitri                         : Aslinya di Surabaya, tapi nenek tinggal di kudus.

Yoyoh                    : Adek yang dua ini tinggal dimana?

Fitri                         : kami saudaraan mbak

Yoyoh                    : oh,,gitu, terus kalian masih pada sekolah gak?
https://nengyoyoh.wordpress.com/2013/12/31/laporan­hasil­observasi­wawancara­dengan­pp­anjal­pengemis­pemulung­anak­jalanan­oleh­neng­yoyoh/ 10/13
12/7/2017 laporan hasil observasi wawancara dengan PP Anjal (Pengemis, Pemulung, Anak Jalanan) oleh neng yoyoh – nengyoyoh

Yoyoh                    : oh,,gitu, terus kalian masih pada sekolah gak?

Anak‑anak              : masih mbak

Fitri                         : aku sekolah di MI kelas V

Meta                       : aku sekolah di MI kelas III

Diana                      : aku masih TK

Yoyoh                    : oh gitu, kalau sekolah, kenapa sekarang minta minta di jalanan?                           

                         

Fitri                         : kalau udah pulang sekolah, kami langsung ke jalan minta‑ minta mbak, ngamen

Yoyoh                    : kenapa sih adek harus minta‑minta?

Fitri                         : Disuruh sama orangtua, itu Mbok nya juga disana minta‑minta.

Yoyoh                    : (menengok ke jalan raya) oh iya, itu nenek kalian?       

              

Fitri                         : iya,,

Yoyoh                    : Astagfirulloh…(bergumam dalam hati)

(tiba‑tiba mbok nya nyamperin)

Mbok                      : Ono opo mbak?mau nyulik ya?

Yoyoh                                : oh bukan bu, mohon maaf, saya sedang melakukan tugas kuliah bu,
wawancara anak‑anak ibu saja kok bu.

Mbok                                  : Ya sudah, anak‑anak saya jangan diajak ngobrol, jadi gak dapet duit.

Yoyoh                    : Oh, iya bu, silahkan. Terimakasih bu.

Yoyoh                                : Adik‑adik, ini ada uang jajan dari mbak sedikit. (menyodorkan uang 5000 an
tiga lembar). Makasih ya…

Anak‑anak              : Maturnuwun mbak.

KESIMPULAN

Setelah Observasi dan wawancara dilakukan, dapat disimpulkan bahwa faktor‑faktor yang membuat 11/13
https://nengyoyoh.wordpress.com/2013/12/31/laporan­hasil­observasi­wawancara­dengan­pp­anjal­pengemis­pemulung­anak­jalanan­oleh­neng­yoyoh/
12/7/2017 laporan hasil observasi wawancara dengan PP Anjal (Pengemis, Pemulung, Anak Jalanan) oleh neng yoyoh – nengyoyoh

Setelah Observasi dan wawancara dilakukan, dapat disimpulkan bahwa faktor‑faktor yang membuat
mereka menjadi pelaku PP Anjal adalah :

1. Kemiskinan
2. Latar belakang kehidupan keluarga
3. Labil Ekonomi
4. Pendidikan yang rendah
5. Kurangnya Keterampilan
6. Cacat Fisik
7. Malas bekerja
8. Tenaga yang sudah rapuh
9. Tidak mempunyai orang tua

Dan perlu digaris bawahi, bahwasanya pemulung itu telah berjasa secara tidak langsung, oleh karena
itu, jangan menganggap pemulung itu rendah. Jadikanlah pemulung itu partner kita dalam mengelola
sampah yang selalu kita abaikan.

Maraknya pengemis harus jadi cermin untuk kita sebagai masyarakat umumnya, bahwasanya kita harus
memperhatikan mereka dengan sedikit demi sedikit mengangkat dan membantu mereka keluar dari
lingkar kemiskinan dan meminta‑minta.

Banyaknya anak jalanan juga adalah tanggung jawab kita bersama. Bantu mereka dengan memberikan
pencerahan‑pencerahan terhadap mereka agar mereka kembali ke bangku sekolah dan tidak berkeliaran
di jalanan. Biarkanlah orang tua yang bekerja bukan anak‑anak..

Sebagai mahasiswa, kita harus bisa menyikapi persoalan ini, dengan mulai dari diri kita dahulu sedikit‑
sedikit dan kontinu dimanapun kita melihat pengemis dan anakl jalanan, maka janganlah memberi
uang, tapi berilah mereka pencerahan agar mereka sadar betapa yang mereka lakukan itu tidak benar.

Atau bahkan kita sebagai mahasiswa bisa membuat lapangan pekerjaan untuk mereka para pengemis
dengan sebuah karya kreatif, misalkan menciptakan mainan dari barang‑barang bekas yang
dikumpulkan oleh para pemulung, lalu diolah oleh para pengemis dan bisa dijual. Atau kita bisa
menciptakan pendidikan gratis untuk anak‑anak jalanan.

Demikian karya tulis ini saya buat, mohon maaf jika banyak kekurangan dan kesalahan. Akhirul Kalam
Wassalamu’alaikum. Wr. Wb.

https://nengyoyoh.wordpress.com/2013/12/31/laporan­hasil­observasi­wawancara­dengan­pp­anjal­pengemis­pemulung­anak­jalanan­oleh­neng­yoyoh/ 12/13
12/7/2017 laporan hasil observasi wawancara dengan PP Anjal (Pengemis, Pemulung, Anak Jalanan) oleh neng yoyoh – nengyoyoh

Advertisements

Bookmark the permalink.

Blog at WordPress.com.

https://nengyoyoh.wordpress.com/2013/12/31/laporan­hasil­observasi­wawancara­dengan­pp­anjal­pengemis­pemulung­anak­jalanan­oleh­neng­yoyoh/ 13/13

Anda mungkin juga menyukai