Makalah Akad Salam
Makalah Akad Salam
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Akad Salam” ini dengan lancar. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu
tugas Mata Kuliah Akuntansi Syariah.
Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data sekunder yang penulis peroleh
dari buku panduan yang berkaitan dengan fiqh muamalah,literatur hukum islam, dan dari
hasil observasi wawancara pada bank syariah serta infomasi dari media massa yang
berhubungan dengan transaksi jual beli salam.
Penulis berharap, dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita
semua, Memang makalah ini masih jauh dari sempurna, maka penulis mengharapkan kritik
dan saran dari pembaca demi perbaikan menuju arah yang lebih baik.
Penulis
Dengan demikian selama belum jatuh tempo, penjual dapat menggunakan uang
pembayaran tersebut untuk menjalankan usahanya dan mencari keuntungan sebanyak-
banyaknya tanpa ada kewajiban apapun.Penjual memiliki keleluasaan dalam memenuhi
permintaan pembeli, karena biasanya tenggang waktu antara transaksi dan penyerahan barang
pesanan berjarak cukup lama.
Jual-beli dengan cara salam merupakan solusi tepat yang ditawarkan oleh Islam guna
menghindari riba. Dan mungkin ini merupakan salah satu hikmah disebutkannya syari'at jual-
beli salam sesuai larangan memakan riba.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1. Apa yang dimaksud dengan bai’ as-Salam dan bagaimana konsep aplikasinya dalam
kehidupan bermuamalat.
2. Apa yang dimaksud dengan salam paraleldan bagaimana konsep aplikasinya dalam
kehidupan bermuamalat.
Sedangkan secara istilah syariah, akad salam sering didefinisikan oleh para fuqaha
secara umumnya menjadi: ()بيع موصوف في الذمة ببدل يعطى عاجال. Jual-beli barang yang
disebutkan sifatnya dalam tanggungan dengan imbalan (pembayaran) yang dilakukan saat
itu juga.
Jual beli salam adalah suatu benda yang disebutkan sifatnya dalam tanggungan atau
memberi uang didepan secara tunai, barangnya diserahkan kemudian/ untuk waktu yang
ditentukan. Menurut ulama syafi’iyyah akad salam boleh ditangguhkan hingga waktu tertentu
dan juga boleh diserahkan secara tunai.
Secara lebih rinci salam didefenisikan dengan bentuk jual beli dengan pembayaran
dimuka dan penyerahan barang di kemudian hari (advanced payment atauforward
buying atau future sale) dengan harga, spesifikasi, jumlah, kualitas, tanggal dan tempat
penyerahan yang jelas, serta disepakati sebelumnya dalam perjanjian.
Fuqaha menamakan jual beli ini dengan “penjualan Butuh” (Bai’ Al-Muhawij). Sebab
ini adalah penjualan yang barangnya tidak ada, dan didorong oleh adanya kebutuhan
mendesak pada masing-masing penjual dan pembeli. Pemilik modal membutuhkan untuk
membeli barang, sedangkan pemilik barang butuh kepada uang dari harga barang.
Berdasarkan ketentuan-ketentuannya, penjual bisa mendapatkan pembiayaan terhadap
penjualan produk sebelum produk tersebut benar-benar tersedia.
a. Al-Quran
282. Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai
untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.
Dan utang secara umum meliputi utang-piutang dalam jual beli salam,dan utang-piutang
dalam jual beli lainnya. Ibnu Abbas telah menafsirkan tentang utang-piutang dalam jual beli
salam.
Dalam kaitan ayat di atas Ibnu Abbas menjelaskan keterkaitan ayat tersebut dengan
transaksi bai’ as-Salam, hal ini tampak jelas dari ungkapan beliau: “Saya bersaksi bahwa
salam (salaf) yang dijamin untuk jangka waktu tertentu telah dihalalkan oleh Allah pada
kitab-Nya dan diizinkan-Nya.” Ia lalu membaca ayat tersebut.
b. Al-Hadist
سنَ َة
َّ س ِلفهونَ فِي اَلثِ َم ِار اَل ْ َو هه ْم يه,َ َق ِد َم اَلنَّبِ ُّي صلى هللا عليه وسلم اَ ْل َمدِينَة:َ قَال-ع ْن هه َما َّ َ َر ِض َي- اس
َ للَاه ٍ َّعب َ ع َِن اِب ِْن
:ِ َو ِل ْلبه َخ ِاري.علَ ْي ِه ٌ َوم ) همتَّف
َ ق ٍ إِلَى أ َ َج ٍل َم ْعله,وم
ٍ َو َو ْز ٍن َم ْعله,وم
ٍ ف فِي َك ْي ٍل َم ْعله ْ ف فِي ت َ ْم ٍر فَ ْليه
ْ س ِل َ َسل ْ َ ( َم ْن أ:َ فَ َقال,سنَتَي ِْن
َّ َوال
ْ َ َم ْن أ
َ َسل
ٍف فِي ش َْيء
Ibnu Abbas berkata: Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam datang ke Madinah dan
penduduknya biasa meminjamkan buahnya untuk masa setahun dan dua tahun. Lalu beliau
bersabda: "Barangsiapa meminjamkan buah maka hendaknya ia meminjamkannya dalam
takaran, timbangan, dan masa tertentu." Muttafaq Alaihi. Menurut riwayat Bukhari:
"Barangsiapa meminjamkan sesuatu."
للَاِ صلى هللا َّ َ سو ِل ( هكنَّا نه ِصي ه: َق َاَل-ع ْن هه َما
ب اَ ْل َمغَا ِن َم َم َع َر ه َّ َ َر ِض َي- للَاِ ب ِْن أَ ِبي أَ ْو َفى
َ للَاه َ َو،لرحْ َم ِن ب ِْن أَب َْزى
َّ َ ع ْب ِد َّ َ ع ْب ِد ا
َ َوع َْن
إِلَى أَ َج ٍل- ت َّ َو:ٍ َوفِي ِر َوايَة- ب
ِ الز ْي َّ ير َو
ِ الزبِي ِ ش ِع ِ َط ِم ْن أ َ ْنب
ْ َفنه,اط اَلش َِّام
َّ س ِلفه هه ْم فِي ا َ ْل ِح ْن َط ِة َوال ٌ عليه وسلم َوكَانَ َيأْتِينَا أ َ ْن َبا
Abdurrahman Ibnu Abza dan Abdullah Ibnu Aufa Radliyallaahu 'anhu berkata: Kami
menerima harta rampasan bersama Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam Dan
datanglah beberapa petani dari Syam, lalu kami beri pinjaman kepada mereka berupa
gandum, sya'ir, dan anggur kering -dalam suatu riwayat- dan minyak untuk suatu masa
tertentu. Ada orang bertanya: Apakah mereka mempunyai tanaman? Kedua perawi
menjawab: Kami tidak menanyakan hal itu kepada mereka. (HR. Bukhari).
Para imam mazhab telah bersepakat bahwasanya jual beli salam adalah benar dengan
enam syarat yaitu jenis barangnya diketahui, sifat barangnya diketahui, banyaknya barang
diketahui, waktunya diketahui oleh kedua belah pihak, mengetahui kadar uangnya, jelas
tempat penyerahannya.
1. Syarat-syarat In’iqad
a. Pertama, menyatakan shigat ijab dan qabul, dengan sighat yang telah disebutkan.
b. Kedua, pihak yang mengadakan akad cakap dalam membelanjakan harta. Artinya
dia telah baligh dan berakal karena jual beli salam merupakan transaksi harta
benda, yang hanya sah dilakukan oleh orang yang cakap membelanjakan harta,
sepertihalnya akad jual beli.
b) Ketentuan Barang:
i. Harus jelas ciri-cirinya/spesifikasi dan dapat diakui sebagai utang;
ii. Penyerahan dilakukan kemudian;
iii. Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan ber- dasarkan kesepakatan;
iv. Pembeli tidak boleh menjual barang sebelum barang tersebut diterimanya (qabadh).
Ini prinsip dasar jual beli; dan
v. Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis sesuai kesepakatan.
Jika semua/sebagian barang tidak tersedia tepat pada waktu penyerahan atau
kualitasnya lebih rendah dan pembeli tidak rela menerimanya, maka pembeli memiliki dua
pilihan:
1. Membatalkan kontrak dan meminta kembali uang.
2. Menunggu sampai barang tersedia.
Pembatalan kontrak boleh dilakukan selama tidak merugikan kedua belah pihak, dan
jika terjadi di antara kedua belah pihak, maka persoalannya diselesaikan melalui pengadilan
agama sesuai dengan UU No. 3/2006 setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
Para pihak dapat juga memilih BASYARNAS (Badan Arbitrase Syariah Nasional) dalam
penyelesaian sengketa.Tetapi jika lembaga ini yang dipilih dan disepakati sejak awal, maka
tertutuplah peranan pengadilan agama.
1. Pengertian
Salam paralel yaitu melaksanakan dua transaksi bai’ as-Salam antara bank dengan
nasabah, dan antara bank dengan pemasok (supplier) atau pihak ketiga lainnya secara
simultan.
Dewan Pengawas Syariah Rajhi Banking & Investment Corporation telah menetapkan
fatwa yang membolehkan praktek salam paralel dengan syarat pelaksanaan transaksi salam
kedua tidak tergantung pelaksanaan akad salam yang pertama.
2. Ketentuan Umum
a. Pembatalan kontrak
Pembatalan kontrak dengan pengembalian uang pembelian, menurut jumhur ulama,
dimungkinkan dalam kontrak salam. Pembatalan penuh pengiriman muslam fihi dapat
dilakukan sebagai ganti pembayaran kembali seluruh modal salam yang telah dibayarkan.
Demikian juga pembatalan sebagian penyerahan barang dapat dilakukan dengan
mengembalikan sebagian modal.
Jika muslam ilaih mengantar muslam fihi dengan kualitas lebih rendah, pembeli
mempunyai pilihan untuk menolak atau menerimanya.Para ulama berbeda pendapat tentang
boleh tidaknyamuslam ilaih menyerahkan muslam fihi yang berbeda dari yang telah
disepakati.
Muslam ilaih dapat menyerahkan muslam fihi lebih cepat dari yang telah disepakati,
dengan beberapa syarat:
a) Kualitas dan kuantitas muslam fihi telah disepakati.
b) Kualitas dan kuantitas muslam fihi tidak lebih tinggi dari kesepakatan.
c) Kualitas dan kuantitas muslam fihi tidak lebih rendah dari kesepakatan.
a. Pengukuran dan spesifikasi barang yang jelas. Hal ini tercermin dari hadits Rasulullah
yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas. "Barangsiapa melakukan transaksi salaf (salam),
maka hendaklah ia melakukan dengan takaran yang jelas, timbangan yang jelas, untuk
jangka waktu yang jelas pula."
b. Adanya keridhaan yang utuh antara kedua belah pihak. Hal ini terutama dalam
penyepakati harga. Allah berfirman: "Kecuali denganjalanperniagaanyang berlaku
dengan suka sama suka di antara kalian." (Q.S. An Nisa: 29).
Untuk memastikan adanya harga yang “fair” ini pemerintah diwajibkan melakukan
pengawasan dan pembinaan.
Contoh Ijon:
Pembeli membeli beras yang saat itu masih belum dipanen sebanyak satu hektar, dan diantar
pada saat panen.
Pada contoh ijon terdapat spekulasi yang akan merugikan salah satu pihak. Jika
pembeli memperkirakan hasil panen sebanyak lima ton dan membayar seharga itu, sedangkan
kenyataannya menghasilkan tujuh ton, maka petani merugi. Ia tidak bisa menikmati duaton
kelebihannya. Tetapi sebaliknya, jika hasilnya hanya tiga ton maka pembeli yang merugi
karena telah membayar seharga lima ton.
Pada contoh bai' as salam, petani hanya menjual sebagian dari produknya. Kalau terjadi
gagal panen, ia hanya wajib menyediakan padi sebanyak yang dapat dipenuhinya.
Bai ’ as salam juga dapat diaplikasikan pada pembiayaan barang industri, misalnya
produk garmen (pakaian jadi) yang ukuran barang tersebut sudah dikenal umum. Caranya,
saat nasabah mengajukan pembiayaan untuk pembuatan garmen, bank mereferensikan
penggunaan produk tersebut.Hal itu berarti bahwa bank memesan dari pembuat garmen
tersebut dan membayamya pada waktu pengikatan kontrak.Bank kemudian mencari pembeli
kedua.Pembeli tersebut bisa saja rekanan yang telah direkomendasikan oleh produsen garmen
tersebut Bila garmen itu telah selesai diproduksi, produk tersebut diantarkan kepada rekanan
tersebut.Rekanan kemudian membayar kepada bank, baik secara mengangsur maupun tunai.
Manfaat bai’as salam adalah selisih harga yang didapat dari nasabah dengan harga jual
kepada pembeli.
1. Bank syariah membeli 10 ton mangga harum manis dari koperasi petani buah mangga
harum manis dengan harga Rp. 50.000,- per kilogram menggunakan akad jual beli salam
untuk 1 tahun kedepan.
2. Bank syariah membayar tunai kepada koperasi tersebut sebesar: Rp.50.000,- x 1000 x 10
= Rp. 500.000.000,- .
3. Bank syariah menjual kepada pemborong buah mangga harum manis dengan harga
Rp.55.000,- per kilogram menggunakan akad jual beli salam untuk 1 tahun kedepan.
4. Pemborong membayar tunai kepada bank syariah sebesar: Rp.55.000,- x 1000 x 10 =
Rp.550.000.000,-.
5. Setelah satu tahun berlalu, koperasi petani mengirimkan mangga harum manis dengan
jumlah dan kualitas sesuai pesanan kepada bank syariah.
6. Bank syariah kemudian mengirimkan buah-buah tersebut kepada pemborong.
7. Pemborong menjual mangga harum manis di pasar buah dengan harga Rp.100.000,- per
kilogram.
8. Pemborong mendapatkan keuntungan dari penjualan mangga di pasar buah.
Dari penjelasan dalam skema di atas, terlihat bahwa semua yang terlibat dalam jual beli
salam mendapatkan keuntungan mereka masing-masing. Para petani mendapatkan
keuntungan berupa panen yang baik dengan hasil yang memuaskan disebabkan keperluan-
keperluan mereka dalam mengelola perkebunan tersebut dapat terpenuhi dengan uang tunai
yang dibayarkan di muka oleh pihak bank syariah. Sedangkan pihak bank syariah
mendapatkan keuntungan sebesar lima puluh juta rupiah yang merupakan selisih harga jual
kepada pemborong dengan harga beli dari petani mangga. Dan pihak pemborong
mendapatkan keuntungan dari selisih harga beli dari bank syariah dengan harga jual di pasar
buah.
Memang resiko yang ditanggung oleh pihak bank dan pemborong cukup besar,
utamanya ketika prospek harga barang tersebut ke depannya tidak terlalu positif.Oleh karena
Kesimpulan
Bai'as-salam artinya pembelian barang yang diserahkan kemudian hari, sedangkan
pembayaran dilakukan di muka.Prinsip yang harus dianut adalah harus diketahui terlebih dulu
jenis, kualitas dan jumlah barang, dan hukum awal pembayaran harus dalam bentuk uang.
Dalam transaksi Bai’ as Salam harus memenuhi 5 (lima) rukun yang mensyaratkan
harus ada pembeli, penjual, modal (uang), barang, dan ucapan (sighat).
Sebagaimana dapat dipahami dari namanya, yaitu as salam yang berarti penyerahan,
atau as salaf, yang artinya mendahulukan, maka para ulama' telah menyepakati bahwa
pembayaran pada akad as-salam harus dilakukan di muka atau kontan, tanpa ada sedikitpun
yang terhutang atau ditunda.
Telah diketahui bahwa akad salam ialah akad penjualan barang dengan kriteria tertentu
dan pembayaran di muka. Maka menjadi suatu keharusan apabila barang yang dipesan adalah
barang yang dapat ditentukan melalui penyebutan kriteria.Penyebutan kriteria ini bertujuan
untuk menentukan barang yang diinginkan oleh kedua belah pihak, seakan-akan barang yang
dimaksud ada dihadapan mereka berdua.Dengan demikian, ketika jatuh tempo, diharapkan
tidak terjadi percekcokan kedua belah pihak seputar barang yang dimaksud.
Hassan,‘Abdullah Alwi Haji, 2006. Sales And Contracts Early Islamic Commercial
Law, New Delhi: Kitab Bhavan.
Rivai, Veithzal. dkk, 2012. Islamic Bussiness and Economic Ethics: Mengacu pada Al-
Qur’an dan Mengikuti Jejak Rasulullah SAW dalam Bisnis, Keuangan, dan Ekonomi, Jakarta:
Bumi Aksara.