Anda di halaman 1dari 82

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. SISTEM
Istilah sistem berasal dari bahasa YUNANI, yaitu : “SYSTEMA”, yang
mengandung arti keseluruhan yang tersusun dari sekian banyak bagian yang berarti pula
hubungan yang berlangsung diantara satuan-satuan atau komponen-komponen secara
teratur.
Sistem didefinisikan sebagai sekumpulan bagian yang mempunyai kaitan satu
sama lain yang bersama-sama beraksi menurut pola tertentu terhadap suatu INPUT atau
masukan dengan tujuan menghasilkan output atau keluaran.
Istilah sistem dipergunakan antara lain untuk menunjukkan suatu himpunan
bagian, ide-ide, prinsip, hipotesis, teori, metode, tata cara (prosedur) atau skema dan
lain-lain.
Secara garis besar istilah sistem mengandung dua makna, yaitu : sebagai suatu
wujud benda dan sebagai metode.
Sebagai METODE : sistem dikenal dengan pendekatan sistem yang pada dasarnya
merupakan penerapan metode ilmiah dalam pemecahan masalah.
Sebagai WUJUD BENDA : sistem dapat didefinisikan sebagai suatu sistem tertentu
yang menunjukkan unsur-unsur sistem, tujuan sistem, kegiatan yang dilakukan sistem
untuk mencapai tujuan dan apa yang diproses oleh sistem itu serta apa hasilnya beserta
ukuran keberhasilan pemrosesan tersebut.

1.2. CIRI-CIRI SISTEM


Dari berbagai rumusan, ciri-ciri pokok sistem itu dengan ditambah dari berbagai
sumber lain, maka dapat diasumsikan ciri-ciri pokok sistem tersebut sebagai berikut :
 Bahwa setiap sistem mempunyai tujuan.
 Setiap sistem mempunyai batas yang memisahkan dari lingkungannya, tetapi
sistem itu bersifat terbuka dalam arti berinteraksi juga dengan lingkungannya.
 Suatu sistem terdiri dari beberapa sub sistim yang biasa pula disebut : bagian, unsur
atau komponen.
 Terdapat saling berhubungan dan saling ketergantungan baik dalam sistem maupun
antara sistem dengan lingkungannya.

Teknik Elektro D3 dan S1 Sistem Kendali -1


 Setiap sistem melakukan kegiatan atau proses transformasi atau proses mengubah
masukan menjadi keluaran.
 Didalam setiap sistem terdapat mekanisme kontrol dengan memanfaatkan
tersedianya umpan balik, maka sistem mempunyai kemampuan mengatur diri
sendiri dan menye-suaikan diri dengan lingkungannya atau keadaan secara
automatik.
 Jadi sistem adalah suatu susunan komponen-komponen fisik dan sebagainya yang
dihubungkan sedemikian rupa sehingga membentuk dan atau bertindak sebagai
suatu satuan keseluruhan atau sebagai sekumpulan bagian yang mempunyai kaitan
satu sama lain yang bersama-sama beraksi menurut pola tertentu terhadap suatu
INPUT atau MASUKAN dengan tujuan menghasilkan OUTPUT atau
KELUARAN.
RESUME :
 Sesuatu dapat disebut SISTEM apabila memenuhi 3 syarat, yaitu :
1. Terdapat elemen atau komponen (riel/abstrak)
2. Terdapat kerja sama antar elemen/komponen
3. Mempunyai tujuan tertentu
 Pengendalian umumnya diambil untuk maksud mengatur, mengarahkan atau
memerintah
 Sistem pengendalian adalah susunan komponen-komponen fisika, matematika,
biologis, kimia, fisis dan sebagainya yang dihubungkan sedemikian rupa sehingga
memerintah, mengarahkan atau mengatur diri sendiri atau sistem lainnya secara
aktif atau dinamis.

Contoh Sistem :
1) Pesawat Penerima Radio (Sistem Elektrik)
 Komponen : resistor, kondensator, transistor, induktor dan lain-lain
 Kerja-sama : dalam bentuk rangkaian listrik
 Tujuan : menerima sinyal dari pemancar radio
2) Sistem Peredam Getaran Untuk Mobil (Sistem Mekanis)
 Komponen : pegas, viscous damper dan lain-lain
 Kerja-sama : dalam bentuk rangkaian mekanis
 Tujuan : meredam getaran pada mobil

Teknik Elektro D3 dan S1 Sistem Kendali -2


3). Sistem Pendidikan (ITN)
 Komponen : mahasiswa, dosen, gedung, peraturan, pegawai, lab dan lain-lain
 Kerja-sama : mahasiswa mengikuti kuliah yang diberikan dosen dan lain-lain
 Tujuan : mendidik mahasiswa menjadi ……………
4). Perdagangan (Sistem Ekonomi)
 Komponen : produsen, konsumen, barang, aturan main dan lain-lain
 Kerja-sama : produsen memproduksi barang untuk konsumen dan lain-lain
 Tujuan : saling memenuhi kebutuhan antara produsen-konsumen

1.3. PERISTILAHAN DAN KONFIGURASI SISTEM KONTROL

BLOK
BLOK
INPUT ATAU
ATAU OUTPUT
INPUT OUTPUT
PLANT
PLANT

 DIAGRAM BLOK
Definisi : yaitu suatu pernyataan gambar yang ringkas dari hubungan sebab dan
akibat antara masukan dan keluaran dari suatu sistem fisis.
 Bagian dalam dari segi empat menyatakan blok tersebut dan biasanya berisi uaraian
atau nama elemen atau simbol untuk operasi matematis yang harus dilakukan pada
masukan untuk menghasilkan keluaran atau obyek fisik yang harus diatur
 Tanda panah menyatakan arah informasi unilateral atau aliran isyarat.

Ada 2 macam diagram blok yang biasanya digunakan, yaitu :


1. Diagram kotak simbolis, dimana setiap kotak dibubuhi nama atau simbol-simbol
2. Diagram kotak matematis, dimana setiap kotak dibubuhi fungsi matematik yang
merupakan hubungna input dan output elemen.

Contoh :

CALON
CALON LULUSAN
LULUSAN
SEKOLAH
SEKOLAH
SISWA
SISWA

Teknik Elektro D3 dan S1 Sistem Kendali -3


Administratif
Administratif

Prasarana
Kurikulum

Prasarana
Kurikulum

Sarana
Pengajar

Sarana
Pengajar
Tenaga
Tenaga
Tenaga
Tenaga
CALON
CALON PROSES
PROSES PENDIDIKAN
PENDIDIKAN LULUSAN
LULUSAN
SISWA
SISWA

dx
y
d
dt
X
X
dt
X  XY


X  X  YZ

Teknik Elektro D3 dan S1 Sistem Kendali -4


1.4. PENGGOLONGAN SISTEM PENGENDALIAN
Sistem pengendalian digolongkan kedalam dua kategori umum, yaitu :
1. Sistem Untaian Terbuka (Open Loop), adalah suatu sistem yang tindakan
pengendaliannya tidak tergantung pada keluarannya.
Jadi setiap masukan (input) terdapat kondisi atau harga yang tetap dan keluarannya
(output) tidak berpengaruh pada pengontrolan dan sudah diketahui harganya.

Input
SISTEM Output

2. Sistem Untaian Tertutup (Closed Loop), adalah suatu sistem yang tindakan
pengendaliannya tergantung pada keluarannya.

Input SISTEM Output

UMPAN
BALIK

Jadi setiap keluaran (output) mempengaruhi aksi pengontrolan pada sistem


dimana keluaran tersebut diumpan balikkan (feedback) kepada masukan (input) untuk
dibandingkan agar didapat harga yang tepat.
Didalam teknik pengendalian sebenarnya yang diatur, dikontrol atau
dikendalikan adalah suatu sistem.
Ada beberapa istilah yang lain dalam sistem pengendalian yaitu : manual dan
otomatik. Sistem pengendalian manual adalah pengontrolan yang dilakukan oleh
manusia yang bertindak sebagai operator, sedangkan sistem pengendalian automatik
adalah sistem pengontrolan jaringan tertutup dan cara pengontrolannya dilakukan oleh
peralatan- peralatan automatik.
Sistem closed loop atau dapat disebut sebagai sistem kontrol automatik
mempunyai ciri umpan balik (feedback) dimana keluarannya selalu diumpan balikkan
kepada masukan, dimana bertujuan untuk membandingkan harga-harga keluaran dengan
masukan agar didapat suatu optimasi pada sistem. Jadi elemen-elemen umpan balik
adalah pengukuran yang mampu membandingkan suatu harga keluaran dengan masukan
agar didapat nilai tertentu yang diinginkan.

Teknik Elektro D3 dan S1 Sistem Kendali -5


1.5. PRINSIP-PRINSIP PENGENDALIAN PROSES

Set Level
Poin
t
Pompa Tangki

Pabrik

Gambar 1.1 Pengendalian Level Tangki Oleh Manusia

Gambar 1.1 menunujukkan bagaimana seorang operator mengendalikan level


(permukaan zat cair) disebuah tangki. Air yang masuk ke dalam tangki dipompa dari
sebuah sumur dan air yang keluar dari tangki digunakan untuk keperluan pabrik.
Pengendalian seperti diatas disebut : pengendalian oleh manusia (manual control).
Pertama operator mengamati ketinggian level, kemudian mengevaluasi apakah
level yang ada sudah seperti yang dikehendakinya, kalau level tidak sama dengan yang
dikehendakinya, operator harus memperkirakan seberapa banyak valve perlu lebih
dibuka atau ditutup. Selanjutnya operator harus mengubah bakaan valve sesuai dengan
yang diperkirakan tadi. Kalau dikaji lebih jauh, dalam mengendalikan proses, operator
mengerjakan 4 (empat) langkah, yaitu :

MENGUKUR – MEMBANDINGKAN – MENGHITUNG – MENGOREKSI

Pada waktu operator mengamati ketinggian level, yang dikerjakan adalah


langkah mengukur proses variable (besaran parameter prose yang dikendalikan),
dimana proses variablenya adalah level. Kemudian operator membandingkan apakah
hasil pengukuran sesuai dengan apa yang dikehendaki. Dalam hal ini bila level di tangki
dikehendaki selalu 60%, set point dalam pengendalian ini besarnya 60%, sedangkan
perbedaan proses variable dan set point disebut : error.

ERROR = SET POINT – PROSES

 Bila Proses Variable > set point, hasil error negatif, operator mengurangi flow.
 Bila Proses Variable < set point, hasil error positif, operator menambah flow.

Teknik Elektro D3 dan S1 Sistem Kendali -6


Disamping itu operator juga akan memperkirakan seberapa besar valve perlu
lebih dibuka atau lebih ditutup, pada tahapan ini operator sebenarnya sedang melakukan
menghitung.
Langkah berikutnya adalah mengubah bukaan valve sesuai dengan hasil
pembandingan dan perhitungan tersebut, langkah terakhir ini disebut mengoreksi.
Keempat langkah tersebut dapat dikerjakan oleh instrumentasi, dimana faktor
manusia tidak menentukan keempat langkah tadi. Operator hanya perlu menentukan
besarnya set point dan semuanya akan dikerjakan secara otomatis oleh instrumen,
sistem pengendalian semacam ini disebut : Sistem Pengendalian Otomatis (automatic
control system). Mata rantai pengendaliannya kemudian disebut : mata rantai tertutup
dan sistemnya disebut : sistem pengendalian tertutup atau closed loop.

Pemakaian air
(di pabrik)

Pemakaian air
LOAD
Posisi bukaan
(opening) (di pabrik)

Level
Valve Tangki

Gambar 1.2. Diagram Kotak dari Gambar 1.1

Pada gambar 1.2, kotak valve mempunyai input posisi bukaan valve, sedang
kotak tangki dengan input berupa flow air yang masuk ke tangki dan outputnya berupa
level. Kotak yang lain adalah kotak yang mewakili beban (LOAD). Kotak ini
menunjukkan bahwa load juga mempengaruhi besarnya proses variable. Pada contoh ini
load adalah banyaknya pemakaian air oleh pabrik. Bila pemakaian air bertambah,
permukaan air dalam tangki akan turun demikian sebaliknya. Tanda positif menyatakan
bahwa level akan bertambah bila aliran air yang masuk ke tangki bertambah dan level
akan turun bila pemakaian air bertambah.
Diagram kotak seperti pada gambar 1.2 disebut : diagram kotak simbolis. Bila
diagram kotak atau blok ini digambar secara matematis, masing-masing kotak akan
berisi matematik yang menyatakan hubungan antara input dan output. Fungsi
matematik tersebut disebut : Transfer Function. Y
A

X B
Teknik Elektro D3 dan S1 Sistem Kendali -7

X A Y
B
Gambar 1.3. Transfer Function dari Pengungkit

Sebagai contoh, sebuah tongkat yang digunakan sebagai pengungkit dengan


input berupa gaya X dan output gaya Y. Dapat dilihat pada gambar 3, hubungan antara

input dan output atau transfer function adalah A . Jadi gaya Y akan selalu sama
B

dengan A
B kali X.

ELEMEN-ELEMEN SISTEM PENGENDALIAN OTOMATIS

Hampir semua analisa pengendalian selalu dimulai dengan menampilkan


diagram blok sistem, yang secara umum dapat dilihat pada gambar 4. Didalam diagram
blok sistem pengendalian otomatis selalu ada komponen-komponen pokok seperti
elemen proses, elemen pengukuran (sensing elemen dan transmitter), elemen
controller/control unit dan final control element. Dalam bentuk matematis semua
kotak elemen itu akan diisi persamaan-persamaan matematik yang merupakan transfer
function elemen-elemen tersebut.

LOAD

v r e m
Masukan Control Proses
Unit Controlled
variable
Measured
CONTROLLER variable

Transmitter
Sensing
atau
Element
Transducer

Teknik Elektro D3 dan S1 Sistem Kendali -8


Secara simbolik gambar diatas dapat digambarkan sebagai berikut :

v r+ e m C
GV G1 G2

Measured
CONTROLLER Variable (b)

H1 H

Keterangan :
1) SET POINT (v)
Adalah harga yang diinginkan bagi variable yang dikontrol selama pengontrolan.
Harga ini tidak tergantung dari keluaran.
2) MASUKAN (Referensi Input Elemen / GV)
Elemen ini berfungsi untuk mengubah besaran yang dikontrol menjadi sinyal
masukan acuan (r) bagi sistem kontrol.
3) MASUKAN ACUAN (r)
Sinyal aktual yang masuk ke dalam sistem kontrol. Sinyal ini diperoleh dengan
menyeting harga v melalui GV, Controller akan selalu berusaha menyamakan
controlled variable dengan set point.
4) KESALAHAN (Error actuating signal / e)
Adalah selisih antara r dan sinyal b. Sinyal ini adalah sinyal yang dimasukkan ke
elemen pengontrol (G1) dan harga yang diinginkan sekecil mungkin. Sinyal e ini
menggerakkan unit pengontrol untuk menghasilkan keluaran pad suatu harga yang
diinginkan.
5) PENGONTROL (Control Unit, G1)

Teknik Elektro D3 dan S1 Sistem Kendali -9


Berfungsi untuk memproses kesalahan (error, e) yang terjadi dan setelah kesalahan
tersebut dilewatkan (dimasukkan) melalui elemen pengontrol akan dihasilkan sinyal
yang berfungsi sebagai pengontrol proses.
6) VARIABEL YANG DIMANIPULASI (Manipulated variable / m)
Sinyal yang keluar dari elemen pengontrol dan berfungsi sebagai sinyal pengontrol
tanpa adanya gangguan U.
7) PROSES (G2)
Tatanan peralatan yang mempunyai suatu fungsi tertentu, yang dapat berupa proses
makanis elektris, hidrolis, pneumatis maupun kombinasinya.
8) SINYAL GANGGUAN (Disturbance / U)
Merupakan sinyal-sinyal tambahan yang tidak diinginkan. Gangguan ini cenderung
meng-akibatkan harga c berbeda dengan harga yang disetting melalui masukan r.
9) CONTROLLE VARIABLE (kontrol output / c)
Merupakan besaran atau variable yang dikendalikan dan dipertahankan. Besaran ini
pada kotak diagram juga dapat disebut : output proses atau proses variabel dan
merupakan harga yang ditunjukkan oleh alat pencatat.
10) SENSING ELEMENT (H)
adalah bagian paling ujung suatu sistem pengukuran, bagian ini juga dapat disebut :
sensor atau primary element.
11) TRANSMITTER ATAU TRANSDUCER (H1)
Adalah alat yang berfungsi untuk membaca sinyal sensing element dan
mengubahnya menjadi sinyal yang dapat dimengerti oleh controller. Transducer atau
transmitter keduanya mempunyai fungsi yang sama. Transducer lebih bersifat umum
sedang transmitter lebih khusus pada pemakaian dalam sistem pengukuran.
12) MEASURED VARIABLE (b)
Adalah sinyal yang keluar dari transmitter. Besaran ini merupakan cermin besarnya
sinyal sistem pengukuran yang akan dibandingkan dengan nilai referensi.

Teknik Elektro D3 dan S1 Sistem Kendali -10


Contoh Aplikasi Sistem Open Loop dan Closed Loop
1. Pemanas Ruangan (Open Loop)

T
EP  ElemenPemanas
B  Baterai

R  Ruangan
T  Temperatur e
B EP

Diagram Blok
Ruangan
Ruangan
++ Suhu
Suhu Ruang
Ruang
Arus
Arus Listrik
Listrik Elemen
Elemen Yang Terjadi
Yang Terjadi
Pemanas
Pemanas

2. Pemanas Ruangan (Closed Loop)

T
EP  ElemenPemanas
B  Baterai
S
R  Ruangan

T  Temperatur e
B EP S  Switch

Diagram Blok

Operator
Suhu yang Dan Switch Controller Suhu yang
Ruanga
Diinginkan Error Detector Arus n Terjadi
Rangk.
INPUT listrik + OUTPUT
Listrik
 Elemen

Sinyal feedback

Teknik Elektro D3 dan S1 Sistem Kendali -11


OPERATOR

Keterangan :
Operator sebagai suatu cara untuk mengembalikan hasil keluaran ke operator itu
sendiri agar dapat memberikan perbandingan terhadap harga yang diinginkan sehingga
output mempengaruhi input.

3. Sistem Penyalaan Lampu Ruangan (Open Loop)

Ruang

Lampu

Photocell

Kontak

Diagram Blok
r2

+ Plant

r1 ON + m c
e = r1 – r2 Photocel Lamp Ruang
OFF
l

On-off dari lampu tergantung pada intensitas cahaya ruangan akibat sinar matahari.
Terdapat 2 (dua) input :
a. r1 = intensitas cahaya kamar referensi minimum
b. r2 = intensitas cahaya kamar akibat sinar matahari
Terdapat 1(satu) output :
C = intensitas cahaya ruang yang terjadi

4. Sistem Pengontrolan Kecepatan Kendaraan (Closed Loop)

Pedal  Kecepatan
Gas Kendaraan

Speedometer

Teknik Elektro D3 dan S1 Sistem Kendali -12


Secara manual pengendara mobil akan memacu kecepatan kendaraannya sesuai
keinginannya. Pengendara mengatur dan mengendalikan kendaraan pada kecepatan
yang diinginkan dengan mengamati speedometer, jika kecepatan yang terukur belum
sesuai, maka pengendara akan terus menginjak pedal gas sampai didapat harga
kecepatan yang diinginkan. Dari contoh ini keluarannya berupa kecepatan kendaraan
aktual yang dapat diukur melalui speedometer yang merupakan elemen umpan balik dan
pedal gas merupakan masukan, dimana setiap keluaran mempengaruhi masukan sampai
didapat kecepatan yang tepat sesuai keinginan.

5. Pengaturan Level Air Dalam Tangki (tanpa operator)

Katup Pneumatik
Kontroler

Aliran
masuk

Aliran ke
luar

Diagram blok
Tinggi muka yang Tinggi muka yang
diinginkan Katub Tangki sebenarnya
Kontroler
Pneumatik air

Pelampung

Disini kontroller automatik menjaga tinggi muka cairan dengan membandingkan


tinggi muka yang sebenarnya dengan tinggi muka yang diinginkan dan melakukan
koreksi setiap kesalahan dengan mengatur bukaan katub pneumatik.

6. Pengaturan Level Air Dalam Tangki (dengan operator)


Apabila sistem pengaturan level air dalam tangki menggunakan tenaga operator,
maka fungsi pelampung, controller dan katub pneumatik digantikan oleh operator,
dimana :
 Pelampung digantikan oleh mata

Teknik Elektro D3 dan S1 Sistem Kendali -13


 Controller digantikan oleh otak
 Katub pneumatik digantikan oleh otot dan katub
Tinggi muka yang Tinggi muka yang
diinginkan Otot dan Tangki sebenarnya
Otak air
Katub

Mata

7. Gambarlah diagram blok untuk setiap persamaan berikut ini :


 dx  d 2 x 2 dx1
a. x 2  a1  1  b. x3  2   x1 c. x4   x3 dt
 dt  dt dt
Penyelesaian :
a.
dx1
x1 d dt x2 maka :
a1 Benar
dt

x1 a1 x1 d x 2 maka :
a1 Salah
dt
b.
dx1
x1 d dt
dt
+
_ x3 maka :

d 2 x2 +
x2 d2 dt 2
dt 2
c.
x3 x4
 dt
Teknik Elektro D3 dan S1 Sistem Kendali -14
DIAGRAM ALIR ANALISA SISTEM PENGENDALIAN
PADA SUATU PROSES /PLANT

MULAI

SISTEM/PROSES/
PLANT

DIAGRAM BLOK DAN


MODEL MATEMATIK

ANALISA MATEMATIK

SOLUSI/
PENYELESAIAN
MATEMATIS

TESTING
PERFORMANCE
PERFORMANCE

APAKAH TIDAK
MEMUASKAN

YA

SELESAI

Teknik Elektro D3 dan S1 Sistem Kendali -15


KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN OPEN LOOP DAN CLOSED LOOP
1) Sistem kontrol OPEN LOOP
a. Aksi kontrolnya tidak tergantung dari output sistem
b. Tidak dapat memberikan kompensasi/koreksi jika ada gangguan
c. Ketepatan hasil bergantung pada kalibrasi.
d. Sederhana dan murah.
Contoh : mesin cuci, oven, AC, dll.

2) Sistem kontrol CLOSE LOOP


a. Aksi kontrolnya bergantung pada output sistem (melalui feedback).
b. Mengatasi kelemahan sistem open loop karena bisa memberikan koreksi saat
ada gangguan.
c. Mungkin terjadi “overkoreksi”, sehingga sistem justru menjadi tidak stabil.
d. Kompleks dan mahal, karena komponen lebih banyak
e. Ketelitian lebih baik.
f. Mengurangi efek nonlinieritas dan distorsi/gangguan
g. Sensitivitas yang lebih rendah dari ratio output/input terhadap variasi-variasi
dalam karakteristik sistem.
Contoh : pengaturan kecepatan motor, pendingin-pemanas ruangan

1.6. MODEL MATEMATIK DARI SISTEM FISIK


Banyak kelakuan sistem dinamik digambarkan oleh persamaan differensial.
Tanggapan (respons) suatu sistem dinamik terhadap suatu input dapat diperoleh dengan
menyelesaikan persamaan differensialnya. P.D sistem dapat diperoleh dengan
menggunakan hukum atau teori yang ada (mis : hukum Newton, kirchoff dll).
Model matematik adalak diskripsi secara matematis mengenai karakteristik
dinamis suatu sistem. Perumusan model adalah langkah pertama dalam analisa dinamis.
Suatu SISTEM dapat digambarkan dalam banyak model.
Suatu MODEL dapat menggambarkan kelakuan banyak sistem.
Dalam membuat model diambil kompromi antara kesederhanaan dan ketelitian
demi efisiensi, dimana kesederhaan mempunyai arti kompleksitas matematik rendah
sedangkan ketelitian mempunyai komleksitas tinggi.

Teknik Elektro D3 dan S1 Sistem Kendali -16


SISTEM LINIER

Sistem linier mempunyai model matematik yang berbentuk persamaan diferensil


yang linier. Pada sistem linier berlaku prinsip superposisi dan sebab akibat.
Kondisi suatu sistem pada umumnya dapat dibagi dalam 2 jenis, yaitu :
1. Stedy State (mantap), yaitu kondisi dengan variabel-variabel yang tidak
tergantung pada waktu.
2. Transient (dinamis), yaitu kondisi dengan variabel-variabel yang berubah
terhadap waktu
Pada kondisi mantap, nilai variabel sistem ditetapkan oleh parameter-parameter
sistem dan sekali telah ditetapkan harganya tidak akan berubah selama parameter
tersebut tidak diubah.
Sebuah sistem adalah linier jika hubungan antara suatu variabel terhadap lainnya
antara keluaran dan masukan adalah linier dalam suatu daerah terbatas.
Misalnya : tahanan dan pegas

X1(t) Y1(t)
SISTEM
LINIER
X2(t) Y2(t)

Y1(t) + Y2(t) adalah keluaran dari X (t) + X (t)


1 2

Hubungan linier ini berlaku secara terbatas, karena tahanan listrik maupun pegas
akan memiliki sifat linier yang terbatas. Dari contoh keadaan-keadaan ini dapat
disimpulkan bahwa linieritas suatu sistem terjadi pada daerah yang terbatas pula.
Dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa semua sistem adalah tak linier,
tetapi karena kesulitan dalam analisa matematisnya, maka biasanya dibuat model sistem
linier yang ekivalen dengan aslinya (tak linier) dengan cara linierisasi (matematis dan
grafis).
Langkah pertama dalam menganalisi sistem kontrol adalah menurunkan model
matematik sistem. Setelah model diperoleh, maka kita dapat menggunakan berbagai
metode untuk menganalisis performansi sistem.
Dalam praktek, sinyal masukan sistem kontrol tidak dapt diketahui sebelumnya,
tetapi mempunyai sifat acak sehingga masukan sesaat tidak dapat dinyatakan secara

Teknik Elektro D3 dan S1 Sistem Kendali -17


analitis, hanya pada beberapa kasus khusus sinyal masukan dapat diketahui terlebih
dahulu sehingga dapat dinyatakan secara analitis atau dengan kurva.
Dalam menganalisis dan mendisain sistem kontrol, kita harus mempunyai suatu
dasar perbandingan performansi berbagai sistem kontrol. Dasar ini dapat disusun
dengan menetapkan sinyal-sinyal uji tertentu dan membandingkan respon berbagai
sistem terhadap sinyal-sinyal masukan ini.
Penggunaan sinyal uji ini dapat dibenarkan karena ada suatu korelasi antara
karakteristik sistem terhadap sinyal masukan uji tertentu dan kemampuan sistem untuk
mengikuti sinyal masukan yang sebenarnya.
Sinyal masukan uji (test input signals) yang biasa digunakan adalah fungsi tangga,
fungsi ramp, fungsi percepatan, fungsi impuls, fungsi sinusioda dan sebagainya, sedang
manfaat sinyal masukan uji ini diberikan terhadap sebuah sistem adalah untuk
mengevaluasi performansi dinamis dari pada sistem tersebut.
Dari keterangan diatas dapat dihasilkan hal yang menguntungkan sebagai berikut :
1. Dengan mengetahui model matematis untuk sebuah sistem, maka keluaran
sistem tersebut dapat dianalisis secara matematis.
2. Fungsi-fungsi masukan ( sinyal uji) ini dapat digunakan sebagai dasar untuk
meramalkan hasil-hasil eksperimen secara teoritis.
3. Dengan sinyal uji ini dapat dilakukan analisis matematik dan eksperimental
sistem kontrol secara mudah, karena sinyal-sinyal ini merupakan fungsi waktu
yang sederhana
1.7. FUNGSI MASUKAN STANDARD WAKTU t
Beberapa jenis fungsi masukan standar yang digunakan untuk memeriksa respon
sebuah sistem, adalah :

a) FUNGSI TANGGA (Step Function) Secara matematis Step Function dapat


r dituliskan sebagai berikut :
r  0 untuk t  0

A r  A untuk t  0
Jika A = 1, maka bentuk fungsi tersebut
menjadi :
r  0 untuk t  0
0 t
r  1 untuk t  0

Teknik Elektro D3 dan S1 Sistem Kendali -18


b) FUNGSI PERSEGI (Rectangular Pulse Function)
Pulsa ini merupakan perluasan dari fungsi tangga dan secara matematis Step
Function dapat dituliskan sebagai berikut :
r
r  0 untuk t  0
A r  A untuk 0  t  t1

r  0 untuk t  t1

0 t1 t

c) FUNGSI TANJAK (Ramp Function)

r
r  0 untuk t  0 r  Kt untuk t  0

Arah dari k
0 t

Jika K = 1, fungsi tersebut disebut “Unit Ramp Function”

d) FUNGSI SEGITIGA
Fungsi ini sering digunakan untuk pendekatan terhadap fungsi tanjak (ramp),
sebab dengan fungsi ini amplitudo sinyal dapat dibatasi pada suatu harga A. Periode
gelombang dipilih sedemikian rupa sehingga setiap peralihan (transient) akan hilang
sebelum fungsi tanjak berubah arah.

r
A

0 t

Teknik Elektro D3 dan S1 Sistem Kendali -19


e) FUNGSI SINUS
r Dinyatakan oleh persamaan :
r  A sin  t
dimana :
A A  Amplitudo

  frekwensi sudut dalam rad


sec

0 t

f) FUNGSI PARABOLA

r
r  0 untuk t  0
r  at 2 untuk t  0

A A

0 t

Teknik Elektro D3 dan S1

Teknik Elektro D3 dan S1 Sistem Kendali -20


BAB II
PERSAMAAN DIFERENSIAL DAN PERSAMAAN GERAK
SISTEM

2.1. PERSAMAAN DIFFERENSIAL

Pernyataan lain secara metematis untuk sebuah sistem adalah : Persamaan


Differensial. Persamaan differensial dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1) P.D PARSIEL (jarang ditemui dalam sistem kontrol).
2) P.D BIASA, terbagi atas :
a. P.D biasa tidak linier
b. P.D biasa linier dengan koefisien variabel dan koefisien konstan
dan terbagi atas :
 Homogen
 Non Homogen
Pada P.D Parsiel bila dalam persamaan tersebut terdapat lebih dari satu buah variabel
bebas, sedang jika hanya terdapat satu variabel bebas disebut : P.D Biasa
Contoh :
d2y d2y dy
a.  xy  t 2 b.  10  3  0
dt 2 dt 2
dt

 Pada contoh (a) disebut : P.D Parsiel karena mempunyai dua buah variabel bebas (x
dan t) dan y adalah variabel tak bebas.
 Pada contoh (b) disebut : P.D Biasa karena mempunyai satu buah variabel bebas (t)
dan y adalah variabel tak bebas.

 ORDO dan DERAJAT


Ordo (tingkat) sebuah P.D adalah tingkat dari turunan (derivates) tertinggi yang
terdapat dalam persamaan tersebut.
Derajat sebuah P.D, adalah eksponen kepada mana turunan tertinggi tersebut
dinaikkan.

Teknik Elektro D3 dan S1 Sistem Kendali -21


2 3
d3y  dy 
 3   4   10 y  0 , mempunyai ORDO ke-3 dan DERAJAT ke-2, karena
 dx   dx 

d3y d
turunan tertinggi adalah :  D 3 y , dimana D  , sedangkan eksponen pada
dx 3
dx

mana D 3 ditimbulkan adalah dua (2).


 Jika semua suku dalam persamaan tersebut adalah derajat pertama, maka
persamaan differensial tersebut disebut : LINIER
d2y dy
2
 5  8y  0
dt dt
D 2 y  4 Dy  7 y  0

 Jika setiap suku dalam persamaan lebih dari derajat pertama, maka persamaan
differensial tersebut disebut : TIDAK LINIER
3 3
 d3y  dy 
 3   4   10 y  0
 dt   dt 
2
d 2 y  dy 
    3y  0
dt 2  dt 

 D y 3 2
 6 Dy   12 y  0
3

 Jika dimana suku sebelah kanan “tanda sama dengan” adalah NOL, maka
persamaan differensial tersebut disebut : P.D HOMOGEN.
dy
4  15 y  0
dt

 Jika dimana suku sebelah kanan “tanda sama dengan” adalah tidak NOL, maka
persamaan differensial tersebut disebut : P.D NON HOMOGEN.
dy
4  15 y  sin t
dt
Suatu penyelesaian atau solusi P.D sangat membantu dalam analisa model teknik
pengaturan didalam aplikasinya dimana akan didapat performan dari suatu sistem atau
proses yang sedang dikendalikan. Tujuan dari penganalisaan dari suatu sistem/proses
aktual yang dikendalikan adalah untuk mendapatkan dan mengetahui :

Teknik Elektro D3 dan S1 Sistem Kendali -22


1. Performansi keadaan mantapnya (steady-state), yaitu tentang bagaimana
perilaku suatu proses/sistem dalam jangka panjang tanpa ada gangguan yang
biasanya varibel-variabel harganya telah diset/ditentukan.
2. Stabilitasnya, yaitu tentang apakah suatu proses/sistem kembali ke suatu
keadaan stabil atau terjadi osilasi (gerakan penyimpangan/perubahan) yang tak
terkendali saat mengalami gangguan.
3. Respon dinamiknya (transient), yaitu bagaimana proses/sistem itu merespon
terhadap perubahan-perubahan pada set-point (harga yang ditetapkan) dan
melewati gangguan-gangguan yang terjadi padanya.
Jadi jelas bahwa penangkapan suatu sistem yang dimodel matematis dengan
menggunakan penyelesaian persamaan differensial akan dapat diramalkan dan diketahui
performan respon dan stabilitasnya. Masalah stabilitas dan respon suatu proses disebut :
dinamika proses.
Dinamika proses adalah sifat-sifat proses atau sistem yang dikendalikan dimana
selalu ada perubahan proses yang cepat atau lambat mengalami perubahan dengan
berubahnya variabel dimanipulasi (sinyal m) dari suatu jenis alat kontrol. Dinamika
proses juga memberi-kan sifat proses stabil dan tidak stabil yang dapat menyatakan
secara kualitatif (kapasitas) maupun kuantitatif (dengan fungsi alih).
Secara kualitatif dinamika proses menyatakan jika sumber energi kecil dan
kapasitas prosesnya besar, maka proses akan berjalan lambat, demikian sebaliknya.
Secara kuantitatif, proses dinyatakan dengan fungsi alih. Fungsi alih selalu
dijelaskan dengan persamaan matematik fungsi waktu (persamaan differensial).
Dengan persamaan differensial, semakin banyak pangkat persamaan differensial
semakin lambat dinamika prosesnya.
Secara umum persamaan gerak hubungan antara input r(t) dan output c(t) dapat
ditulis-kan dalam bentuk persamaan differensial linier yang tidak homogen ke orde n,
sebagai berikut :
dny d n1 y dy d2y
an (t )  a n 1 (t )  .....  a0 (t )  a1  a 2  .....  a1  ydt  x(t )
dt n dt n1 dt dt 2
d i y (t )n
atau dapat ditulis lebih ringkas lagi sebagai :  ai  x (t ) ……….………….
t 0 dt i
(2.1)
dimana :

Teknik Elektro D3 dan S1 Sistem Kendali -23


ai, i = merupakan tetapan-tetapan
t = variabel bebas
x(t) = fungsi eksitasi (fungsi masukan)
y(t) = fungsi keluaran
n = orde/tingkat
Pada umumnya an ……a0, selain konstan juga merupakan bilangan nyata.
1. Jika x(t) = 0 merupakan persamaan differensial HOMOGEN
2. Jika x(t)  0 merupakan persamaan differensial NON HOMOGEN
3. Jika an(t) = konstan merupakan persamaan differensial KOEF. TETAP

2.2. PERSAMAAN DIFFERENSIAL ORDE SATU


Dari persamaan (2.1), untuk n = 1 dan an(t) = konstan, maka bentuk persamaannya
menjadi :

SOLUSI HOMOGEN
dy
 ay  f (t )
dt

SOLUSI KHUSUS
 Solusi Homogen
Untuk solusi homogen, maka nilai sebelah kanan sama dengan adalah 0 (nol), maka

dy dt
f (t )  0   ay  0 kalikan dengan y , maka didapatkan :
dt
dy dy
 a dt  0 atau   a dt
y y

setelah dientegrasikan akan menghasilkan : ln y   at atau :


y0  C .e  at FUNGSI KOMPLEMENTER …………………...
(2.2)

 Solusi Khusus
Fungsi masukan adalah Step Function, dimana f (t )  A untuk t  0 , sehingga :
dy
 ay  A ..……………….………………………………. (2.3)
y

Teknik Elektro D3 dan S1 Sistem Kendali -24


dyk
dimana : yk  ak (kons tan) , sehingga didapatkan :  0 yang akan memenuhi
dt
persamaan (3), yaitu :
dyk A
 a yk  A atau 0  a ak  A ak 
dt a
A
maka solusi khususnya adalah : yk  ………..……………………. (2.4)
a
Dari persamaan (2) dan (3), maka solusi umum untuk P.D adalah :
A
y  y0  yk  C .e  at 
a

2.3. PERSAMAAN DIFFERENSIAL ORDE DUA


d2y dy
Bentuk umumnya adalah : 2
a  by  f (t ) ……………….….. (2.5)
dt dt
Dimana a dan b konstan, sehingga fungsi komplementer dapat ditentukan sebagai
berikut :
dy
Mis : D  (operator ) , maka dari persamaan (5) menjadi :
dt
( D 2  aD  b) y  0 ( D 2  aD  b)  0 dis : PERS. KARAKTERISTIK
sehingga :
a 1
D1    a 2  4b   12 (a  1) a 2  4b
2 2
a 1
D2    a 2  4b   12 (a  1) a 2  4b
2 2
Maka solusi-solusi pada persamaan (2) adalah :
y1  C1.e  D1t
…………………………………………………….……. (2.6)
y2  C2 .e  D2t

sehingga fungsi komplementer untuk persamaan (2.55) adalah :


y0  y1  y2  C1 .e  D1 t  C 2 .e  D2 t

Contoh soal :
d2y d
1.  y  f (t ) mis : D
dt 2 dt

maka : D2 y  y  0

Teknik Elektro D3 dan S1 Sistem Kendali -25


y (D 2  1)  0
( D  1)( D  1) y  0

D1  1 ; D2  1

sehingga fungsi komplementernya adalah : y0  C1 .e  t  C 2 .e  t

d2y dy d
2.  3  2y  0 mis : D
dt 2
dt dt

maka : D 2 y  3Dy  2 y  0

y ( D 2  3 D  2)  0
( D  2)( D  1) y  0

D1  2 ; D 2  1

sehingga fungsi komplementernya adalah : y0  C1 .e  2 t  C 2 .e  t

Bila nilai dibawah akar adalah negatif, maka akar-akar dari persamaan karakteristik
akan merupakan bilangan kompleks, sehingga fungsi komplementernya menjadi :

y  e t (C1 cos bt  C 2 sin bt

d2y dy d
3. 4  13 y  0 mis : D
dt 2
dt dt

maka : D 2 y  4 Dy  13 y  0

y (D 2  4 D  13)  0

 4  16  52  4   36  4  6i
D1, 2     2  3i
2 2 2

 F . K  y0  e 2 t (C1 sin 3t  C 2 cos 3t )

BAB III
TRANSFORMASI LAPLACE

3.1. Definisi
Pada umumnya Transformasi Laplace digunakan untuk pemecahan antara lain :
persamaan differensial, kalkulus operasional, integral khusus, fungsi komplementer dll.

Teknik Elektro D3 dan S1 Sistem Kendali -26


Untuk membentuk transformasi laplace sebuah fungsi waktu yang diberikan adalah :
f (t ) .
Bentuk umumnya adalah :


 f ( t )  F ( s )  
£ £ 0
f ( t )e  st dt

dimana :
F(s) = £  f (t ) menyatakan transformasi Laplace dari sebuah fungsi f (t ) .
Dalam proses transformasi ini fungsi t berubah menjadi S, yaitu F(s). Batas
Integral adalah 0 (nol), yaitu permulaan respons sistem sampai tak berhingga (
 ).
f (t ) = fungsi waktu t, sehingga f (t ) = 0 untuk t  0 .
S = variabel kompleks =   j .

£ = simbol operasional yang menunjukkan bahwa besaran yg didahuluinya


ditransformasi dengan integral Laplace  e  st dt
0

F(s) = Transformasi Laplace dari f (t )


Fungsi waktu f (t ) dan transformnya F(s) disebut dengan : PASANGAN
TRANSFORM

3.2. FUNGSI-FUNGSI MASUKAN STANDART


Bentuk-bentuk sebagian fungsi input yang ditransformasi laplacekan, yaitu sebagai
berikut :
1) FUNGSI TANGGA (Unit Step Function)
Fungsi tangga yang tingginya satu disebut : Fungsi Tangga Satuan.
Fungsi tangga satuan yang terjadi pada t = to
Fungsi tangganya adalah : f ( t )  1 , dimana t  0  
Maka bentuk Transformasi Laplacenya adalah :

Teknik Elektro D3 dan S1 Sistem Kendali -27



F ( s )   f (t ).e  st dt
0

 
1
  1.e  st dt  
s 0
dt.e  st
0


1 st  1 1
 .e  0    
s 0  s s

2) FUNGSI EKSPONENSIAL (Fungsi Pangkat)


f ( t )  e  at , dimana : a = konstanta

 f (t ).e
 st
F (s)  dt
0

 
1
 e .e dt   e
 at  st ( s  a ) t
 .  ( s  a ) dt
0
sa 0


1  1 
 .e ( s  a )  (0  1)
sa 0 sa
1

sa

3) FUNGSI TANJAK (Unit Ramp Function)


f ( t )  t .u( t )
  

 f (t ).e  st dt   t.u (t ).e  t.e


 st  st
F (s)  dt  dt
0 0 0

 u.dv   u.v   v.dv


misalkan : u  t dan dv  e st dt

e  st
du  dt ; v 
s
maka :
  
 t .e  st  e  st .e  st
 t.e  
 st
dt  .dt
0 0
s 0
s

e st 1
 0  2
0
s2 s

TABEL 3.1

Teknik Elektro D3 dan S1 Sistem Kendali -28


PASANGAN TRANSFORMASI LAPLACE

ALIH
FUNGSI WAKTU BENTUK
NO NAMA
f(t) LAPLACE
F(s)
1 Unit Implus / Denyut satuan  (t ) 1
1
2 Tangga satuan / Unit Step 1(t) s
1
3 Fungsi Tanjak / Ramp Function t s2
1
4 Fungsi Pangkat / Eksponensial e  at sa
n!
5 Fungsi Parabolik / Polinom t n (n = 1, 2, 3…) s n 1

6 Gelombang Sinus sin t 


s 2  2

cos  t
s
7 Gelombang Cosinus s 2  2

e  at sin  t

8 Gelombang Sinus Teredam  s a  2  2

e  at cos  t
sa
9 Gelombang Cosinus Teredam  s  a  2  2

BAB IV
DIAGRAM BLOK

4.1. UMUM
Suatu sistem kontrol dapat terdiri dari beberapa komponen. Untuk menunjukkan
fungsi yang dilakukan oleh tiap komponen, dalam teknik kontrol kita menggunakan
suatu diagram yang disebut : “DIAGRAM BLOK”.
Diagram blok sustu sistem adalah suatu penyajian bergambar dari fungsi yang
dilakukan oleh tiap komponen dan aliran sinyalnya. Diagram semacam ini melukiskan
hubungan timbal balik yang ada antara berbagai komponen. Berbeda dengan penyajian
matematik yang abstrak, diagram blok mempunyai keunggulan dalam menunjukkan
aliran sinyal yang lebih nyata pada sistem yang sebenarnya. Satu dari komponen yang
paling penting dalam sistem kendali adalah alat sensor yang beraksi sebagai titik
penghubung untuk perbandingan sinyal. Pada umumnya peralatan sensor membentuk
operasi matematis sederhana seperti penjumlahan dan pengurangan dan kombinasinya
tau perkalian.

Teknik Elektro D3 dan S1 Sistem Kendali -29


Dalam suatu diagram blok, semua variabel sistem saling dihubungkan dengan
menggunakan blok fungsional atau biasa disebut “blok” adalah suatu simbol operasi
matematik pada sinyal masukan blok yang menghasilkan keluaran.

4.2. DETEKTOR KESALAHAN


Detektor kesalahan menghasilkan suatu sinyal yang merupakan selisih antara
sinyal masukan acuan dengan sinyal umpan balik dari sistem kontrol. Dalam disain
pemilihan detektor kesalahan adalah cukup penting dan harus diputuskan dengan hati-
hati. Hal ini disebabkan oleh setiap adanya ketidak sempurnaan detektor kesalahan yang
tanpa dapat dihindari akan mempengaruhi performansi sistem keseluruhan. Penyajian
diagram blok dari detektor kesalahan ditunjukkan pada gambar 4.1.

GAMBAR 4-1. DIAGRAM BLOK SUATU DETEKTOR KESALAHAN


4.3. DIAGRAM BLOK SISTEM LUP TERTUTUP
Pada umumnya sebuah diagram blok terdiri dari suatu konfigurasi 4 jenis elemen
yang khusus, yaitu :
1. Blok
2. Titik Penjumlah / Detektor Kesalahan
3. Titik lepas landas (titik cabang)
4. Panah yang menyatakan aliran syarat satu arah
Gambar 4.2. menunjukkan suatu contoh diagram blok sistem lup tertutup. Keluaran C(s)
diumpan-balikkan ke titik penjumlahan untuk dibandingkan dengan masukan acuan
R(s).

Teknik Elektro D3 dan S1 Sistem Kendali -30


GAMBAR 4-2. DIAGRAM BLOK SISTEM LUP TERTUTUP

Tanda positif atau negatif pada setiap anak panah menunjukkan operasi yang harus
dikenakan pada sinyal tersebut, ditambahkan atau dikurangkan. Perlu diperhatikan
bahwa besaran-besaran yang dikurangkan atau ditambahkan harus mempunyai dimensi
atau satuan yang sama. Pengubahan ini dilakukan oleh elemen umpan balikyang
mempunyai fungsi alih H(s) seperti pada gambar 4.3.

GAMBAR 4-3. SISTEM LUP TERTUTUP

Pada contoh ini sinyal umpan balik yang diumpan-balikkan ke titik penjumlah
untuk dibandingkan dengan sinyal masukan adalah : B(s) = H(s) . C(s).
Perbandingan antara sinyal umpan balik (B(s) dengan sinyal kesalahan penggerak
E(s) disebut : Fungsi Alih Lup Tertutup, sehingga :
B(s) H(s).C(s)
Fungsi Alih Lup Terbuka    H(s).G(s)
E(s) C(s)
G(s)
Perbandingan antara keluaran C(s) dengan sinyal kesalahan penggerak E(s)
disebut : Fungsi Alih Umpan Maju, sehingga :
C( s) G( s).E(s)
Fungsi Alih Umpan Maju    G( s)
E(s) E( s)

Teknik Elektro D3 dan S1 Sistem Kendali -31


Untuk sistem yang ditunjukkan pada gambar 4.3, keluaran C(s) dan masukan R(s)
direlasikan sebagai berikut :
C(s)  G(s).E(s)
E(s)  R(s)  B(s)
 R(s)  H(s).C(s)

Eliminasi E(s) dari persamaan-persamaan ini memberikan :


C( s)  G( s).R( s)  H( s).C(s)

Atau :

C( s) G( s) RUMUS FUNGSI ALIH LUP



R( s) 1  G( s).H( s) TERTUTUP

4.4. PROSEDUR PENGGAMBARAN DIGRAM BLOK


Untuk menggambar diagram blok suatu sistem, ada beberapa tahap yang harus
dilakukan, yaitu :
a) Tulis persamaan yang menggambarkan perilaku dinamik tiap komponen.
b) Ubahlah persamaan ke dalam transformasi Laplace dengan menganggap semua
syarat awal sama dengan nol.
c) Sajikan masing-masing persamaan dalam bentuk transformasi Laplace ini
dalam suatu blok.
d) Akhirnya rakitan elemen-elemen ini menjadi suatu diagram blok lengkap.

Contoh :
1. Tinjaulah rangkaian RC yang ditunjukkan pada gambar 4.4a, gambarlah blok
diagramnya !.

GAMBAR 4-4. RANGKAIAN R-C

Teknik Elektro D3 dan S1 Sistem Kendali -32


Jawab :
e i  eo
i
R
i
eo 
 C dt
Transformasi Laplace dari persamaan diatas adalah sebagai berikut :

Ei ( s)  Eo ( s)
I ( s) 
R
I ( s)
Eo ( s) 
Cs

Sedangkan untuk penggambaran diagram bloknya adalah sebagai berikut :

Sehingga secara keseluruhan bentuk diagram bloknya adalah :

TABEL 4.1
TEOREMA-TEOREMA PENGALIHAN BENTUK DIAGRAM BLOK

NO DIAGRAM BLOK ASAL DIAGRAM BLOK PENGGANTI

Teknik Elektro D3 dan S1 Sistem Kendali -33


3

10

BAB V
GRAFIK ALIRAN SINYAL (G.A.S)

5.1. U M U M
Suatu pendekatan lain untuk mencari hubungan antar variabel sistem kontrol yang
kompleks adalah pendekatan Grafik Aliran Sinyal (G.A.S) yang dikembangkan oleh S.J
MASON.

Teknik Elektro D3 dan S1 Sistem Kendali -34


GAS adalah sebuah network (rangkaian) yang terdiri dari simpul-simpul yang
dihubungkan oleh cabang-cabang. Simpul-simpul menggambarkan variabel dari
persamaan dan cabang-cabang menunjukkan arah mengalirnya sinyal dan besarnya
penguatan sinyal dari suatu simpul ke simpul lainnya, sehingga GAS ini merupakan
diagram yang menggambarkan suatu kumpulan persamaan aljabar atau seperangkat
persamaan diferensial linier simultan. Untuk menggunakan metode GAS pada sistem
kontrol, pertama kali harus mentransformasi persamaan diferensial menjadi persamaan
aljabar dalam bentuk s.

5.2. GRAFIK ALIRAN SINYAL


Dari persamaan yang sederhana, seperti : X i  Aij .X j , dapat digambarkan sebagai
berikut :
Aij
Xi X j
Dimana :
X i dan X j adalah simpul yang menyatakan sebuah variabel.
Aij adalah cabang yang merupakan fungsi transmisi / proses yang menghu-

bungkan 2 buah variabel.


Tanda panah merupakan arah aliran proses.
Sebuah simpul berfungsi untuk melakukan 2 hal, yaitu :
Sebagai titik penjumlah.
Sebagai titik permulaan/titik tujuan.

Contoh :

1. X X2 X3
1 a b
 a,b,c adalah percabangan
 X 1 , X 2 , X 3 , X 4 adalah simpul
c
X4

X 3  aX 1  bX 2

X 4  cX 2

2. Persamaan sebuah garis : Y = mx + b

Teknik Elektro D3 dan S1 Sistem Kendali -35


X X

m m

ATAU Y
Y

1 b

b 1

3. Sebuah persamaan garis : Y = 3x dan Z = -5x


Y
3

-5
Z

5.3. G.A.S DAN PENYEDERHANAANNYA


Untuk menentukan hubungan masukan dan keluaran, dapat menggunakan rumus
MASON atau menyederhanakan GAS menjadi suatu grafik yang hanya terdiri dari
simpul masukan dan keluaran.

 Ada beberapa macam aturan penyederhanaan, yaitu :

X Y Z X Z
(a)
a b ab

Y  aX Z  abX
Z  by  abX
a
X a+b Y
(b) X Y
b

Teknik Elektro D3 dan S1


Y  aX  bX Y  X (a  b)
Sistem Kendali -36
 X ( a  b)
X X
ac
a
c Z
(c) Z

b
bc
Y Y

Z  acX  bcY Z  acX  bcY

ab
X Y b Z ab Z 1  bc
(d)
a
X X Z
c

bc

ab
Z  bY , Y  aX  cZ Z  abX  bcZ Z .X
1  bc
GAMBAR 5.1
G.A.S dan ATURAN PENYEDERHANAAN

5.4. DEFINISI - DEFINISI G.A.S

A24

A33

A12 A23 A43

X1 X2 X3 X4

A32

Teknik Elektro D3 dan S1 Sistem Kendali -37


GAMBAR 5.2
G.A.S DAN DEFINISI-DEFINISINYA

I. Lintasan
Sebuah urutan cabang-cabang berarah satu yang kontinyu disepanjang yang mana
tidak ada lintasan yang dilalui lebih dari sekali
X1  X 2  X 3  X 4  X 2  X 3 dan X1  X 2  X 4

II. Simpul Masukan / Sumber

Sebuah simpul dengan cabang-cabang yang hanya keluar saja. X 1

III. Simpul Keluaran /Penerima

Sebuah simpul dengan cabang-cabang yang hanya masuk saja. X 4

IV. Lintasan Maju


Sebuah lintasan dari simpul masukan ke simpul kaluaran
X1  X 2  X 3  X 4 dan X1  X 2  X 4

V. Lintasan Umpan Balik


Sebuah lintasan yang berasal dan berakhir di simpul yang sama
X2  X3  X2

VI. Untaian Diri

Sebuah untaian umpan balik yang terdiri dari sebuah cabang tunggal. A 33

VII. Gain Lintasan


Hasil kali gain-gain cabang yang dilewati ketika menyusuri sebuah lintasan
X 1  X 2  X 3  X 4 adalah A 12 , A 23 , A 34 .

VIII.Gain Untaian
Hasil kali gain-gain cabang dari untaiannya.
X 2  X 3  X 2 adalah A 23 , A 32

5.5. DALIL MASON


Untuk menghitung closed-loop gain secara keseluruhan sebuah signal flow-graph,
harus menggunakan dalil MASON yang diberikan oleh :
1
P
 P 
k
k k dimana :

Teknik Elektro D3 dan S1 Sistem Kendali -38


Pk = penguatan atau trnsmitansi lintasan maju ke k.
  determinan grafik.
= 1- (jumlah semua penguatan gain lintasan) + (jumlah hasil kali penguatan dari
semua kombinasi yang mungkin dari dua lup yang tidak bersentuhan) –
(jumlah hasil kali penguatan dari semua kombinasi yang mungkin dari tiga lup
yang tidak bersentuhan) + ………………..

= 1 
a
L a   L bL c   L dL eL f  .......
b ,c d, e , f

L
a
a = jumlah dari semua penguatan lup yang berbeda.

 k  kofaktor dari determinan lintasan maju ke k dengan menghilangkan lup-

lup yang menyentuh lintasan maju ke k.

GAMBAR 5.3
DIAGRAM BLOK DAN DIAGRAM ALIRAN SINYAL

Teknik Elektro D3 dan S1 Sistem Kendali -39


5.6. CONTOH SOAL
1. Tinjau sistem yang ditunjukkan pada gambar 1.4. Grafik Aliran Sinyal untuk sistem
ini ditunjukkan pada gambar 1.5. Carilah fungsi alih lup tertutup dengan rumus
penguatan Mason.
GAMBAR 5.4
SISTEM MULTI LUP

H2

R(s) _ C(s)
+ + G1 + G2 G3
_ +

H1

GAMBAR 5.5
GRAFIK ALIRAN SINYAL UNTUK GAMBAR 4.4
-H2

1 1 G1 G2 G3 1
R(s) C(s)

H1

-1
Jawab:

Terdapat satu lintasan maju, yaitu :


P1  G1 G2 G3   1  1

Terdapat tiga buah lup tertutup / umpan balik, yaitu :


L1  G1 G2 H 1

L2  G2 G3 H 2

L3  G1 G2 G3

sehingga :

  1   L1  L2  L3 

 1  G1G2 H 1  G2 G3 H 2  G1G2 G3

Teknik Elektro D3 dan S1 Sistem Kendali -40


sehingga fungsi alih lup tertutup, dapat diberikan sebagai berikut :

C ( s ) P1 .1 G1G2 G3
 
R( s )  1  G1G2 H 1  G2 G3 H 2  G1G2 G3

2. Tinjau sistem yang ditunjukkan pada gambar 4.6. Carilah fungsi alih lup tertutup

dengan menggunakan rumus penguatan MASON.

GAMBAR 5.6
GRAFIK ALIRAN SINYAL SUATU SISTEM
G7
G6

G1 G2 G3 G4 G5
R(s) C(s)

-H1

-H2
Jawab:

Terdapat tiga lintasan maju, yaitu :

P1  G1 G 2 G3 G 4 G5  1  1

P2  G1 G6 G 4 G5  2  1

P3  G1 G 2 G7   3  1  L1

Terdapat empat buah lup tertutup / umpan balik, yaitu :

L1  G 4 H 1

L 2  G 2 G 7 H 2

L3  G6 G 4 G5 H 2

L 4  G 2 G 3 G 4 G5 H 2

maka :   1   L1  L2  L3  L4   L1 L2

C( s ) P11  P2  2  P3  3

R( s ) 
P11  P2  2  P3  3

1   L1  L2  L3  L4   L1 L2

Teknik Elektro D3 dan S1 Sistem Kendali -41


3. Sebuah rangkaian (gb.4.7) yang terdiri dari beberapa resistor yang terhubung seri

paralel, gambarlah menggunakan GAS dan hitung transfer functionnya dengan

rumus penguatan MASON.

GAMBAR 5.7
RANGKAIAN SERI PARALEL RESISTOR
R11 R2
+
+
v1 i1 R3 i2 R4

Jawab:

Terdapat 4 buah variabel yang harus dicari besarannya, yaitu :

 1   1 
i1   v1   v 2
 R1   R1 
 1   1 
i 2   v 2   v3
 R2   R2 
v 2  R3i1  R3 i2

v3  R 4 i 2

GAMBAR 5.8
GRAFIK ALIRAN SINYAL RANGKAIAN SERI PARALEL RESISTOR

1

R1
1
L1 L2 L3
R1 1

v1 i1 R3 v2 1 i2 R4 v3
R2
Terdapat satu lintasan maju, yaitu :
1 1
P1  R3 R4  1  1
R1 R2

Terdapat 3 lintasan umpan balik, yaitu :

Teknik Elektro D3 dan S1 Sistem Kendali -42


1
L1   R3
R1

1
L2   R3
R2

1
L3  R4
R2

dan,
dua (2) lintasan umpan balik yang
  1   L1  L2  L3   L1 L3 saling tidak bersentuhan

sehingga transfer functionnya adalah :

C( s ) P11

R( s ) 
P11

1   L1  L2  L3   L1 L3

BAB VI
AKSI DASAR KONTROL AUTOMATIK INDUSTRI

6.1. PENDAHULUAN
Kontrol Automatik membandingkan harga yang sebenarnya dari keluaran “plant”
dengan harga yang diinginkan, menentukan deviasi dan menghasilkan suatu sinyal
kontrol yang akan memperkecil deviasi sampai nol atau sampai suatu harga yang kecil.
Cara kontroler automatik menghasilkan sinyal kontrol disebut : Aksi Pengontrolan.
Dalam bab ini, penyusun akan membahas aksi dasar pengontrolan yang umum
digunakan dalam kontroler outomatik di Industri, antara lain PI, PD, PID.

6.2. KLASIFIKASI KONTROLER AUTOMATIK DI INDUSTRI

Teknik Elektro D3 dan S1 Sistem Kendali -43


Kontroler automatik di Industri dapat diklasifikasikan sesuai dengan aksi
pengontrolannya sebagai berikut :
1. Kontroler dua posisi atau on-off.
2. Kontroler Proporsional (P).
3. Kontroler Integral (I).
4. Kontroler Proporsional dan Diferensial (P+D).
5. Kontroler Proporsional dan Integral plus Diferensial (P+I+D).

6.3. ELEMEN-ELEMEN KONTROLER AUTOMATIK DI INDUSTRI


Alat-alat kontrol menghasilkan konfigurasi bertingkat, yakni dengan menyisip-
kannya pada lup yang sudah ada, sehingga merupakan bagian dari penguatan dalam
arah maju.
GAMBAR 6.1
DIAGRAM BLOK KONTROLER AUTOMATIK

r(t) e(t) m(t) c(t)


Alat Kontrol G(t)

+
+

Kontroler automatik harus dapat H(t)


mendeteksi sinyal kesalahan penggerak e(t) yang
pada umumnya mempunyai tingkat daya yang sangat kecil, sehingga kontroler
memerlukan suatu penguat, dimana alat kontrol tersebut bisa terdiri dari PI, PD, PID
atau alat kontrol lainnya (Fuzzy dll). Penguat memperkuat daya sinyal e(t) yang
selanjutnya akan menggerakkan actuator atau m(t). Aktuator atau sinyal penggerak
(actuating sinyal) ini merupakan masukan untuk G(t) atau plant. Dengan mengatur alat
kontrol maka m(t) dapat dimodifikasi sehingga menghasilkan respon sistem yang
diinginkan.

A. Aksi Kontrol PROPORSIONAL


Untuk kontroler dengan aksi kontrol Proporsional, hubungan antara keluaran
kontroller m(t) dan sinyal kesalahan penggerak e(t) adalah :
m(t )  K P e(t ) , dimana :

K adalah konstanta kesebandingan, sedangkan K P adalah kepekaan Proporsional atau


penguatan.

Teknik Elektro D3 dan S1 Sistem Kendali -44


Pertambahan harga K akan menaikkan penguatan sistem, sehingga dapat digu-
nakan untuk memperbesar kecepatan respons dan mengurangi e SS (penyimpangan
dalam keadaan mantap). Pemakaian alat kontrol jenis ini tidak memuaskan, karena
semakin besar K selain akan membuat sistem lebih sensitive, juga akan cenderung
mengakibatkan ke tidakstabilan, disamping itu penambahan K terbatas dan tidak cukup
untuk mencapai respon sampai suatu harga yang diingini. Dalam besaran Transformasi
Laplace, adalah :
M (s)
 KP M ( s)  K P E ( s)
E (s)

GAMBAR 6.2
DIAGRAM BLOK KONTROLER PROPORSIONAL
e(t) m(t)
KP

R(s) E(s) M(s)


+ KP

GAMBAR 6.3
GRAFIK OUTPUT INPUT UNTUK KONTROLER PROPORSIONAL

e(t) m(t)

t t

Apapun bentuk wujud mekanisme yang sebenarnya dan apapun bentuk daya
penggeraknya, kontroler proporsional pada dasarnya merupakan penguat dengan
penguatan yang dapat diatur.

B. Aksi Kontrol INTEGRAL


Pada kontroler dengan aksi kontrol Integral, harga keluaran kontroler m(t) diubah
dengan laju yang sebanding dengan sinyal kesalahan penggerak e(t), sehingga :
dm( t )
 K i e( t )
dt

Teknik Elektro D3 dan S1 Sistem Kendali -45


t
atau m(t )  K i 0 e(t ) dt , dimana K i adalah konstanta yang dapat diatur. Fungsi alih

kontroler integral adalah :


M ( s) K i 1
 M ( s)  K i E ( s)
E ( s) S S

GAMBAR 6.4
DIAGRAM BLOK KONTROLER INTEGRAL

e(t) m(t)
Ki

R(s) E(s) Ki M(s)


+
s

GAMBAR 6.5
GRAFIK OUTPUT INPUT UNTUK KONTROLER INTEGRAL

e(t) m(t)

e( t )  t
t
m(t )  K i  e(t ) dt
0

t t

Jika harga e(t) diduakalikan, maka harga m(t) berubah dengan laju perubahan
menjadi dua kali semula. Jika kesalahan penggerak nol, maka harga m(t) tetap stationer.
Aksi kontrol Integral seringkali disebut kontrol “reset”.

C. Aksi Kontrol PROPORSIONAL + INTEGRAL


Aksi kontrol dari kontroler proporsional plus Integral didefinisikan dengan
persamaan sebagai berikut :
KP t
m(t )  K P e(t ) +
Ti 0 e(t ) dt

Teknik Elektro D3 dan S1 Sistem Kendali -46


M (s)  1 
atau fungsi alih kontroler adalah :  K p 1  
E (s)  Ti s 

dimana : K P menyatakan kepekaan proporsional atau penguatan.


Ti menyatakan waktu integral.

K P dan Ti dapat diatur. Waktu Integral mengatur aksi kontrol integral, sedangkan

K P mempengaruhi baik bagian proporsional maupun bagian integral dari aksi kontrol.

Kebalikan dari waktu Integral Ti disebut “laju reset”. Laju reset adalah banyaknya
pengulangan bagian proporsional dari aksi pengontrolan per menit.

GAMBAR 6.6
DIAGRAM BLOK KONTROLER PROPORSIONAL + INTEGRAL

R(s) E(s) K P (1  Ti s ) M(s)


+
Ti s

GAMBAR 6.7
DIAGRAM P.I
(a)Diagram Masukan Tangga Satuan
(b)Diagram Keluaran Kontroler
m(t)
e(t)

2K P Aksi kontrol PI
Tangga satuan
1
KP Proporsional

0 t 0 Ti t
(a) (b)

D. Aksi Kontrol PROPORSIONAL PLUS DIFERENSIAL


Aksi kontrol dari kontroler Proporsional plus Diferensial didefinisikan dengan
persamaan sebagai berikut :
de(t )
m(t )  K P e(t ) + K P Td
dt
M (s)
atau fungsi alihnya adalah :  K p 1  Td s 
E ( s)

dimana : K P menyatakan kepekaan proporsional atau penguatan


Td menyatakan waktu turunan

Teknik Elektro D3 dan S1 Sistem Kendali -47


K P dan Td dapat diatur. Aksi kontrol turunan sering disebut “kontrol laju”, karena

besar keluaran kontroler sebanding dengan laju perubahan sinyal kesalahan penggerak.
Waktu turunan Td adalah selang waktu bertambah majunya respon aksi kontrol
proporsional yang disebabkan oleh aksi laju.

GAMBAR 6.8
DIAGRAM BLOK KONTROLER PROPORSIONAL + DIFERENSIAL

R(s) E(s) M(s)


+ K P (1  Td s)

GAMBAR 6.9
DIAGRAM P.D
(a)Diagram Masukan Ramp Satuan
(b)Diagram Keluaran Kontroler

e(t) m(t)
Aksi kontrol
Td PD

Ramp Satuan Proporsional

0 (a) t 0 (b) t

Pada aksi kontrol ini mempunyai karakter untuk mendahului, meskipun


demikian aksi kontrol ini tidak pernah dapat mendahului setiap aksi yang belum terjadi.
Disamping mempunyai keunggulan dalam mendahului, aksi kontrol diferensial ini
mempunyai kelemahan dalam hal memperkuat noise, sehingga dapat menimbulkan
pengaruh saturasi pada actuator. Perlu diperhatikan bahwa aksi kontrol diferensial ini
tidak pernah dapat digunakan sendirian karena aksi kontrol ini hanya efektif selama
periode transient.

E. Aksi Kontrol PROPORSIONAL + DIFERENSIAL + INTEGRAL

Teknik Elektro D3 dan S1 Sistem Kendali -48


Gabungan aksi kontrol P + I + D mempunyai keunggulan dibandingkan dengan
masing-masing dari tiga aksi kontrol tersebut. Persamaan kontroler dengan aksi
gabungan ini adalah :
de(t ) K t
m(t )  K P e(t ) + K P Td
dt
 P
Ti 0 e(t ) dt
KP
M ( s )  K P .E ( s )  E ( s )  K P Td S .E ( s )
Ti S

atau fungsi alihnya adalah :


M ( s)  1 
 K P 1  Td s  
E ( s)  Ti s 

dimana :
K P menyatakan kepekaan proporsional
Td menyatakan waktu turunan

Ti menyatakan waktu integral

GAMBAR 6.10
DIAGRAM BLOK KONTROLER PROPORSIONAL + INTEGRAL +
DIFERENSIAL (P.I.D)

R(s) E(s) K P (1  Ti s  Ti .Td s 2 ) M(s)


+
Ti s

GAMBAR 6.11
DIAGRAM P.I.D
(a)Diagram Masukan Ramp Satuan
(b)Diagram Keluaran Kontroler

e(t) 0 t m(t) 0 t
Aksi kontrol PID

F. Pengaruh Elemen Ukur Pada Sistem Aksi kontrol PD

Ramp Satuan Proporsional

(a) (b)

Teknik Elektro D3 dan S1 Sistem Kendali -49


Karena karakteristik dinamik dan static dari elemen ukur mempengaruhi
penunjukan harga sebenarnya dari variable keluaran, maka elemen ukur memegang
peranan yang penting dalam menentukan performansi keseluruhan sistem kontrol.
Elemen ukur biasanya menentukan fungsi alih pada lintasan umpan balik. Jika
konstanta waktu elemen ukur jauh lebih kecil dari konstanta waktu yang lain dalam
sistem kontrol, maka fungsi alih elemen ukur dapat disederhanakan menjadi suatu
konstanta.

BAB VII

ANALISIS RESPON TRANSIEN

7.1. PENDAHULUAN
Dalam praktek, sinyal masukan pada sistem kontrol tidak dapat diketahui
sebelumnya, tetapi mempunyai sifat acak, sehingga masukan sesaat tidak dapat
dinyatakan secara analitis, hanya pada beberapa kasus tertentu yang dapat dinyatakan
secara analitis.
Dalam menganalisis dan mendisain sistem kontrol, harus mempunyai suatu dasar
perbandingan performansi berbagai sistem kontrol. Dasar ini dapat disusun dengan
menetapkan sinyal-sinyal uji tertentu dan membandingkan respon dari berbagai sistem
terhadap sinyal-sinyal masukan ini. Penggunaan sinyal uji dapat dibenarkan karena ada
suatu korelasi antara karakteristik sistem terhadap sinyal masukan uji tertentu dan
kemampuan sistem untuk mengikuti sinyal masukan yang sebenarnya.
Sinyal-sinyal masukan uji yang biasa digunakan adalah, fungsi tangga, fungsi
ramp, fungsi percepatan, fungsi impuls, fungsi sinusioda dan sebagainya.

Teknik Elektro D3 dan S1 Sistem Kendali -50


Jenis sinyal uji masukan yang sering digunakan untuk menganalisa karakteristik
sistem antara lain :
1. Fungsi waktu “Ramp”, jika masukan sistem kontrol merupakan fungsi
waktu yang berangsur-angsur berubah.
2. Fungsi waktu “Tangga”, jika sistem dikenai gangguan secara tiba- tiba.
3. Fungsi waktu “Impuls”, jika sistem dikenai masukan-masukan kejut.
Penggunaan sinyal uji ini memungkinkan untuk membandingkan performansi
semua sistem dengan basis yang sama dengan hasil yang cukup memuaskan.
Respon waktu sistem kontrol terdiri dari dua bagian, yaitu :
1. RESPON TRANSIEN, adalah respon sistem yang berlangsung dari kea-
daan awal sampai keadaan terakhir.
2. RESPON KEADAAN TUNAK, adalah sebagai perilaku keluaran sistem
jika t mendekati tak terhingga.
Karakteristik perilaku dinamik sistem kontrol yang paling penting adalah
kestabilan mutlak yang mencirikan bahwa sistem stabil atau tidak stabil.
Perilaku sistem yang penting (selain kestabilan mutlak) yang harus diperhati-
kan dengan seksama adalah mencakup kestabilan relatif dan kesalahan keadaan tunak
Sistem kontrol berada dalam kesetimbangan jika, tanpa adanya suatu gangguan atau
masukan, keluaran berada dalam keadaan yang tetap. Karena sistem kontrol fisik
melibatkan penyimpanan energi, maka keluaran sistem ketika dikenai suatu masukan
tidak dapat mengikuti masukan secara serentak, tetapi menunjukkan respon transien,
sebelum mencapai keadaan tunak. Respon transien sistem kontrol praktis sering
menunjukkan osilasi teredam sebelum mencapai suatu keadaan tunak. Jika keluaran
keadaan tunak sistem tidak tepat benar dengan masukan, maka dikatakan sistem
mempunyai kesalahan keadaan tunak. Kesalahan ini merupakan tolok ukur ketelitian
sistem.

7.2. SISTEM ORDE PERTAMA


Tinjaulah sistem orde pertama pada gambar 7.1a. Secara fisis sistem ini dapat
berupa rangkaian RC, sistem thermal dsb. Suatu diagram blok yang disederhanakan
ditunjukkan pada gambar 7.1b

GAMBAR 7.1
DIAGRAM BLOK ORDE PERTAMA

R(s) E(s) 1 C(s) R(s) 1 C(s)


+
TS TS  1
Teknik Elektro D3 dan S1 Sistem Kendali -51
(a) (b)

C (s) 1 1
 atau C ( s )  .R ( s ) ………… (7.1)
R ( s ) Ts  1 Ts  1

7.2.1. Respon Tangga Satuan Orde Pertama


1
Dalam Transformasi Laplace masukan tangga satuan adalah , oleh karena itu
S

1
R( s)  , dengan memasukkan kedalam persamaan 7.1, diperoleh hasil :
S
1 1
C (s)  .
Ts  1 s
dengan menggunakan pecahan parsial didapatkan :
1 1 1 1 1 C C2
C ( s)  . .  .  1
T  1 S T  1 S 1
S   S S   S
 T  T T

dimana :

1 1 1
C1  S.   1
 1 S 0  1 S 0  1
T .S  S   T . S   T 0  
 T  T  T
1  1 1 1
C2  . S   1    1
 1   T  S   T TS S   T T . - 1
1
T .S  S  
 T T
1 1
C (s)  
S 1 ………… (7.2)
S
T
Dengan melakukan Transformasi Laplace Balik (lihat tabel) pada persamaan (7.2),
diperoleh :

Teknik Elektro D3 dan S1 Sistem Kendali -52


t
(t  0) ………… (7.3)
c (t )  1  eT

Persamaan (7.3) menyatakan bahwa keluaran c(t) mula-mula nol kemudian


akhirnya menjadi satu. Substitusikan harga t  T ke c(t ) pada persamaan (7.3), maka
c (T )  1  e 1  1  0,368
 0,632

c ( 2T )  1  e 2  1  0,135
 0,865

c ( )  1  e   1  0
1

Hal ini dapat diartikan bahwa respon c(t ) telah mencapai 63,2% perubahan
totalnya dst, dan telah diketahui bahwa T adalah konstanta waktu sistem. Makin kecil
konstanta waktu, respon sistem menjadi semakin cepat. Kemiringan garis singgung

pada t  0 sama dengan 1 , karena :


T

dc 1 Tt 1
 e  ………… (7.4)
dt T t 0 T
oleh karena itu sesuai dengan persamaan (7.4), bahwa kemiringan kurva respon c(t )

turun monoton dari 1 t .


T pada t  0 menjadi nol pada
C(t)
Kemiringan

Kurva respon 1eksponensial yang diberikan oleh persamaan (7.3) ditunjukkan pada
t)  1 e
gambarc(7.2.
T

GAMBAR 7.2
B KURVA RESPON EKSPONENSIAL
0,632
A
63,2%

86,5%

95,0%

98,2%

99,3%

0 1T 2T 3T 4T 5T t

Teknik Elektro D3 dan S1 Sistem Kendali -53


Dalam satu konstanta waktu (1T) mencapai 63,2% dari harga akhir, demikian
seterusnya. Pada t  3T ,4T ,5T , respon mencapai masing-masing 95; 98,2 dan 99,3%
harga akhir. Sehingga untuk t  4T , respon telah berada pada daerah 2% dibawah
harga akhir. Seperti pada persamaan (7.3), keadaan tunak/stabil secara matematis hanya
dapat dicapai pada harga t tak terhingga.
Didalam praktek estimasi yang layak dari waktu respon adalah lama waktu yang
diperlukan kurva respon untuk mencapai garis 2% dibawah harga akhir atau 4 konstanta
waktu.

7.2.2. Respon Ramp Satuan Orde Pertama


1
Dalam Transformasi Laplace masukan satuan RAMP adalah , oleh karena itu
S2

1
R( s)  , dengan memasukkan kedalam persamaan 7.1, diperoleh hasil :
S2
1 1
C (s)  . 2
Ts  1 s
dengan menggunakan pecahan parsial didapatkan :
1 T T2
C ( s)    ………… (7.5)
s 2 s Ts  1
Dengan melakukan Transformasi Laplace Balik pada persamaan (7.5), diperoleh :
t
 (t  0)
c (t )  t  T  Te T

Sehingga untuksinyal kesalahan e(t ) adalah :


t

e( t )  r( t )  c( t )  1  t  T  Te T

t

 1  t  T (1  e T )
t

 1  1  T (1  e T )
t

e( t )  T ( 1  e T ) utk t  0

 , maka
t

Jika t mendekati e T mendekati nol, sehingga e(t ) mendekati T atau

dapat ditulis : e()  T . Masukan Ramp satuan dan keluaran sistem dapat dilihat pada
gambar 7.3.

Teknik Elektro D3 dan S1 Sistem Kendali -54


GAMBAR 7.3
RESPON RAMP SATUAN DARI GAMBAR 7.1

r(t)

6T

4T T
r(t)=t

c(t)
2T

Kesalahan dalam mengikuti masukan ramp satuan mendekati T untuk t yang


0 2T 4T
cukup besar. Makin kecil konstanta waktu T, makin kecil pula kesalahan keadaan tunak
dalam mengikuti masukan ramp.

7.2.3. Respon Impuls Satuan Orde Pertama


Dalam Transformasi Laplace masukan IMPULS satuan adalah 1, oleh karena itu
R ( s )  1 , dengan memasukkan kedalam persamaan 7.1, maka diperoleh hasil :

1
C (s)  dengan menggunakan pecahan parsial didapatkan :
Ts  1
1 1
C ( s)  .
T  1 ………… (7.6)
S  
 T

Dengan melakukan Transformasi Laplace Balik pada persamaan (7.6), diperoleh :


1  tT
c (t )  .e (t  0) ………… (7.7)
T
Kurva respon dari persamaan (7.7) dapat dilihat pada gambar 7.4.

GAMBAR 7.4
c(t)
RESPON IMPULS SATUAN DARI GAMBAR 7.1

1
T
1  tT
c(t )  e
T
Teknik Elektro D3 dan S1 Sistem Kendali -55

0 2T 4T t
7.3. SISTEM ORDE DUA
Pada sistem orde kedua ini kita tinjau sistem suatu servomekanisme yang
mengontrol posisi beban mekanik sesuai dengan posisi acuannya, yang digambarkan
dalam diagram blok seperti dibawah ini :
GAMBAR 7.5
DIAGRAM BLOK SERVOMEKANISME

R(s) K C(s)
+
S ( JS  F )

mempunyai fungsi alih sebagai berikut :


C ( s) K
 2 ………… (7.8)
R ( s ) JS  FS  K
dimana :
K = konstanta GGL
J = momen inersia pada poros
F = koefisien geser viskos pada poros
Dengan menggunakan rumus a,b,c pada persamaan JS 2  FS  K , maka
didapatkan hasil :
2 2
F  F  K F  F  K
X1       dan X2      
2J  2J  J 2J  2J  J

dengan memasukkan hasil X 1 dan X 2 ke dalam persamaan (7.8) diperoleh hasil :


K
C ( s) J

R( s)  2  2 
 S  F   F   K   S  F   F   K  ………… (7.9)
    
2J  2J  J  2J  2J  J 
  
Di dalam analisa respon transient dapat ditulis sebagai :

Teknik Elektro D3 dan S1 Sistem Kendali -56


K F F
  n2 dan  2 n  2 atau   n  2
J J 2J
dimana :
  atenuasi
 n  frek alamiah tak teredam
  rasio redaman sistem

dengan notasi ini, sistem yang ditunjukkan pada gambar (7.5) dapat dimodifikasi
menjadi seperti pada gambar (7.6), sehingga fungsi alih lup tertutup yang diberikan
oleh persamaan (7.9) dapat ditulis menjadi :

C( s )  n2
 T.F sistem ORDE DUA
R( s ) S 2  2 n S   n2

GAMBAR 7.6
DIAGRAM BLOK SISTEM ORDE DUA

R(s)
+
 n2 C(s)

S ( S  2 n )

c(t) Sifat-sifat dari steady state terutama ditentukan oleh gejala peralihan, yaitu oleh dua
parameter, yaitu damping ratio (  ) dan frekwensi natural ( n ) .
  gambar
0 Pada 1 7.7 memperlihatkan diagram output dari suatu sistem dan penge-
lompokkan dari damping ratio.

1
GAMBAR 7.7
DIAGRAM OUTPUT SUATU SISTEM

 1
 1
 nt

Teknik Elektro D3 dan S1 Sistem Kendali -57


 Jika 0    1 , maka pole-pole lup tertutup tersebut merupakan konjugasi kompleks
dan terletak di sebelah kiri sumbu khayal bidang s. Sistem semacam ini
disebut :“Redaman Kurang”, dan respon transientnya berisolasi.
 Jika   1 , maka sistem tidak berisolasi, disebut :“Redaman Kritis”.
 Jika   1 , maka sistem tidak berisolasi, disebur :”Redaman Lebih”.
 Jika   0 , maka sistem akan berisolasi terus-menerus tanpa redaman
Selanjutnya akan dibahas respon sistem yang ditunjukkan pada gambar 7.6
terhadap masukan tangga satuan, yang ditinjau dari tiga kasus berbeda, yaitu : kasus
redaman kurang, redaman kritis dan redaman lebih.

 Untuk Kasus Redaman Kurang ( 0    1 )


Pada kasus ini C ( s ) R ( s ) dapat dinyatakan sebagai berikut :

C ( s)  n2

R( s)  s   n  j d  s   n  j d 

dimana :  d   n 1   2 ;  d = frekwensi alamiah teredam

Untuk masukan tangga satuan, C (s ) dapat ditulis sebagai berikut :


 n2
C( s )  ……… (7.10)
( S 2  2 n   n S )S
Transformasi Laplace balik dari persamaan (7.10) dapat diperoleh secara mudah jika
C (s ) ditulis lebih dahulu dalam bentuk sebagai berikut :

1 S  2 n
C( s )   2
S S  2 n S   n2

1 S   n  n
  
S ( S   n )   d ( S   n ) 2   d2
2 2

sehingga Transformasi Laplace balik dari persamaan (7.10) dapat diperoleh sebagai

berikut :

Teknik Elektro D3 dan S1 Sistem Kendali -58


ℒ -1 C ( s)  c(t )
  
 1  e nt  cos  d t  sin  d t 
 1 2 
………… (7.11)
e nt 1 1 2
 1 sin  d t  tan
1 2 
Dari persamaan (7.11) dapat dilihat bahwa frekwensi osilasi transien adalah
frekwensi alamiah teredam  d ,sehingga harganya dipengaruhi oleh rasio redaman  .
Sinyal kesalahan dari sistem ini adalah selisih antara masukan dan keluaran,
yaitu:
e(t )  r (t )  c(t )
  
 1  1  e nt  cos  d t  sin  d t  (t  0)
 1 2 

Jika rasio redaman   0 , maka respon akan menjadi tak teredam, sehingga
berosilasi terus.
Respon c(t ) untuk kasus redaman nol dapat diperoleh dengan menstubtitusi-
kan   0 kedalam persamaan (7.10), yang menghasilkan :
 
 0 
0
c (t )  1  e cos  n 1 t 2
sin  n 1  0 t  2
  1 0        ………… (7.12)
 
 0 
 1  cos  n t untuk t  0

Dari persamaan (7.12) menyatakan bahwa  n adalah frekwensi alamiah tak


teredam dari sistem, jadi  n adalah frekwensi sistem yang berisolasi pada redaman nol.
Jika sistem linier mempunyai suatu redaman, maka frekwensi alamiah tak teredam tidak
dapat diamati secara eksperimental. Frekwensi yang dapat diamati adalah frekwensi

alamiah teredam, yaitu :  d   n 1   2 , maka :  d   n , jika  , maka  d 


 Untuk Kasus Redaman Kritis (   1 )

Untuk masukan tangga satuan R ( s )  1 , maka C (s ) dapat ditulis sebagai


S
berikut :
 n2
C ( s)  ………… (7.13)
S (S   n ) 2

dari persamaan (7.13) dengan menggunakan Transformasi Balik dapat diperoleh :


c(t )  1  e  nt (1   n t ) (t  0)

Teknik Elektro D3 dan S1 Sistem Kendali -59


ini dapat diperoleh dengan memasukkan harga  mendekati satu kedalam persamaan
(7.12) dan dengan menggunakan limit berikut :
Untuk Kasus Redaman Lebih (   1 )

sin  d t sin  n 1   2 t
 lim  lim   nt
 1  1
1 2 1 2

Untuk masukan tangga satuan R ( s )  1 , maka C (s ) dapat ditulis sebagai


S
berikut :
 n2
C ( s)  ………… (7.14)
( S   n   n  2  1)( S   n   n  2  1) S

dari persamaan (7.14) dengan menggunakan Transformasi Balik dapat diperoleh hasil
sebagai berikut :
n  e  s1t e  s2t 
c(t )  1     (t  0) ………… (7.15)
 
2  2  1  s1 s2 

dimana : s1  
   2  1  n dan s2  
   2  1  n
   

Jadi respon c(t ) mencakup dua bentuk penurunan eksponensial.


Jika  jauh lebih besar dari satu, maka salah satu dari dua bentuk penurunan
eksponensial tersebut akan mengecil jauh lebih cepat dapat diabaikan. Jadi jika  s 2
terletak jauh lebih dekat ke sumbu j dari pada  s1 (yang berarti bahwa s 2  s1 ),
maka untuk mendapatkan jawab pendekatan, kita dapat mengabai-kan  s1 . Ini diper-
bolehkan karena pengaruh  s1 pada respon jauh lebih kecil dari  s 2 , karena bentuk
yang melibatkan s1 pada persamaan (7.15) mengecil jauh lebih cepat daripada bentuk
yang melibatkan s 2 . Setelah bentuk penurunan eksponensial yang lebih cepat tidak
tampak, respon ini menyerupai respon sistem orde pertama sehingga C( s ) R( s ) dapat
didekati dengan :

C( s )  n   n  2  1 s2
 
R( s ) s       1 s  s 2
2
n n

Bentuk pendekatan ini adalah suatu konsekuensi langsung dari kenyataan bahwa
harga awal dan harga akhir dari C( s ) R( s ) asli dan pendekatannya adalah sama.
Dengan fungsi alih pendekatan C( s ) R( s ) , respon tangga satuan dapat diperoleh
sebagai :

Teknik Elektro D3 dan S1 Sistem Kendali -60


C( s )  n   n  2  1

R( s ) ( s      2  1 )s
n n

Respon waktu c( t ) kemudian diperoleh sebagai : c( t )  1  e (    2 1 ) nt ( t  0 ) , ini

merupakan respon tangga satuan pendekatan jika salah satu pole dari C( s ) R( s ) dapat
diabaikan. Suatu contoh fungsi respon waktu pendekatan c( t ) dengan   2 ,  n  1
ditunjukkan pada gambar 7.8, bersama-sama dengan jawab eksak dari c( t ) . Jawab
pendekatan tersebut adalah : c( t )  1  e 0 ,27 t (t  0) dan jawab eksak untuk

kasus ini adalah : c( t )  1  0,077e 3 ,73 t  1,077e 0 ,27t

GAMBAR 7.8
KURVA RESPON TANGGA SATUAN DARI SISTEM ORDE DUA
UNTUK REDAMAN LEBIH
1,0

0,8

0,6
Jawab pendekatan
c(t) =1- e-0,27t

0,4

Penyelesaian yang tepat


0,2 - -
c(t) =1+0,07e 3,73t- 1,077e 0,27t

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

Suatu rumpun kurva c(t ) dengan berbagai harga  ditunjukkan pada gambar
7.9, dimana absisnya adalah variable tak berdimensi  n t . Kurva tersebut hanya
merupakan fungsi dari  .
Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa sistem redaman kurang dengan 
anatar 0,5 dan 0,8 mencapai harga akhir lebih cepat dari sistem redaman kritis atau

Teknik Elektro D3 dan S1 Sistem Kendali -61


redaman lebih. Diantara sistem-sistem yang responnya tidak berisolasi, sistem redaman
kritis menunjukkan respon yang tercepat. Sistem redaman lebih selalu lamban dalam
memberikan respon terhadap setiap masukan.

GAMBAR 7.9
KURVA RESPON TANGGA SATUAN DARI SISTEM ORDE DUA

C(t)

nt
7.4. DEFINISI SPESIFIKASI RESPON TRANSIEN
Karakteristik performansi sistem kontrol yang diinginkan dinyatakan dalam bentuk
besaran wawasan waktu. Sistem yang mempunyai elemen penyimpan energi tidak dapat
merespon secara seketika dan akan menunjukkan respon transien jika dikenai masukan
atau gangguan.
Pada umumnya karakteristik performansi sistem kontrol dinyatakan dalam bentuk
respon transien terhadap masukan tangga satuan karena mudah dibangkitkan dan cukup
radikal.
Respon transien suatu sistem terhadap masukan tangga satuan bergantung pada
syarat awal. Untuk memudahkan pembandingan respon transien berbagai macam
sistem, hal yang biasa dilakukan adalah menggunakan syarat awal standar,
bahwa sistem mula-mula dalam keadaan diam, sehingga keluaran dan semua turunan
waktunya pada awal respon sama dengan nol.

Teknik Elektro D3 dan S1 Sistem Kendali -62


Respon transien sistem kontrol praktis sering menunjukkan osilasi teredam
sebelum mencapai keadaan tunak. Dalam menentukan karakteristik respon transien
sistem kontrol terhadap masukan tangga satuan, biasanya dicari parameter-parameter
sebagai berikut :
1. Waktu tunda (delay time), t d : adalah waktu yang diperlukan respon untuk
mencapai setengah harga akhir yang pertamakali
2. Waktu naik (rise time), t r : adalah waktu yang diperlukan respon untuk naik
dari 10 sampai 90%, 5 sampai 95% atau 0 sampai 100% dari harga akhirnya.
Untuk sistem orde dua redaman kurang biasanya digunakan waktu naik 0-
100%. Untuk sistem redaman lebih biasanya digunakan waktu naik 10-90%
3. Waktu puncak (peak time), t p : adalah waktu yang diperlukan respon untuk
mencapai puncak lewatan yang pertama kali
4. Lewatan maksimum (maximum overshoot), M p : adalah harga puncak
maksimum dari kurva respon yang diukur dari satu. Jika harga keadaan tunak
respon tidak sama dengan satu, maka biasanya digunakan persen lewatan
maksimum yang besarnya adalah :
c( t p )  c(  )
Persen lewatan maksimum  x100 %
c(  )

Besarnya persen lewatan maksimum secara langsung menunjukkan kestabilan


relatif sistem.
5. Waktu penetapan (settling time), t s : adalah waktu yang diperlukan kurva
respon untuk mencapai dan menetap dalam daerah disekitar harga akhir yang
ukurannya ditentukan dengan presentase mutlak dari harga akhir (biasanya
2% atau 5%)
Spesifikasi ini didefinisikan sebagai berikut dan ditunjukkan secara grafis pada
gambar 7.10.
GAMBAR 7.10
c( t KURVA
) RESPON TANGGA SATUAN YANG MENUNJUKKAN
Toleransi yang diizinkan
HARGA t d , t r , M p , t s

td

Teknik Elektro D3tdan S1


r
t
Sistem Kendali -63
tp
ts
7.4.1. Waktu Naik (t r )
Dari gambar (7.6) dapat dibuat persamaan karakteristi model sistem orde dua
didapat dengan membuat penyebut = 0, sehingga :
( s )  S 2  2 n S   n2  0 ………… (7.16)
dari persamaan (7.16) dapat dicari akar-akar persamaannya, adalah :
S1, 2   n  j n 1   2

dari persamaan (7.11) dengan menyatakan bahwa c(t r )  1 , maka :


 n tr   
c( t r )  1  1  e   cos  t  sin  d t r 
 d r
2
 1 

karena e  n tr  0 , maka:



cos  d t r  sin  d t r  0
1 2

atau :
1 2 d
tg d tr   
 

n 1   2

 n

sehingga didapatkan bahwa :


1 1   d      
tr  tg   tr 
d    d d

dimana  didefinisikan seperti pada gambar 7.11. Dari gambar tersebut dapat dilihat

 1   2  
bahwa harga tg 1  
   terletak antara dan  . Jika   0 , maka
  2

  1 2      1 2 
tg 1  
dan jika   1  , maka tg 1    
   2   
   

Teknik Elektro D3 dan S1 Sistem Kendali -64


GAMBAR 7.11
DEFINISI SUDUT 
j

j d

n 1 2
n


 0 
 n

7.4.2. Waktu Puncak ( t p )


Dengan melakukan penurunan dari persamaan (7.11) terhadap t dan membuat
hasilnya sama dengan nol, maka :
 
d c (t )  n e nt 
    
 sin  d t    1   cos  d t   
2
2                
dt 1
 sin  d t 

dengan  d   n 1   2 dan   cos , maka :


d c (t ) n
 e  nt sin  n 1   2 t t0
dt 1 2

dc ( t )
Dengan membuat 0 ; t
dt
dan
 n 1   2 t  n untuk n  0, 1, 2, .........
maka didapatkan hasil :
n
t untuk n  0, 1, 2, ......... ………… (7.17)
n 1  2

Teknik Elektro D3 dan S1 Sistem Kendali -65


GAMBAR 7.12
WAKTU PUNCAK SETIAP SETENGAH PERIODA

y(t)

0  1

 3 6
Sehingga
1 2 1waktu
 2 1overshoot
 2
 n: t
maksimum muncul adalah

t maks 
n 1 2

atau :

tp 
d

7.4.3. Lewatan Maksimum ( M p )


 
Lewatan maksimum terjadi pada waktu puncak atau pada atau (lihat
1 2 d

gambar 7.12). Dari persamaan (7.17) substitusikan pada persamaan (7.11), sehingga
didapatkan hasil :
n

1 2
e untuk n  0, 1, 2, .........
M p  1 . sin( n   )
1 2

atau :
1 2
M p  1  (1) n 1 e  n untuk n  0, 1, 2, .........

dengan n = 1, maka didapatkan :

Teknik Elektro D3 dan S1 Sistem Kendali -66


 
 
M p  1 e 1 2 dan %M p  e 1 2
.100%

7.4.4. Waktu Penetapan ( t s )


Kecepatan pengecilan respon transien tergantung pada harga konstanta waktu
1  n . Untuk suatu harga  n , waktu penetapan t s merupakan fungsi rasio redaman

 . Dari gambar 3.9 dapat dilihat bahwa untuk harga  n yang sama dan untuk harga

 yang berkisar dari 0 sampai 1, waktu penetapan t s untuk sistem dengan redaman

yang sangat kurang adalah lebih besar dari sistem dengan redaman cukup. Untuk sistem
redaman lebih, waktu penetapan t s menjadi besar karena kelambanan dalam awal
respon.

GAMBAR 7.13
KURVA WAKTU PENETAPAN ts TERHADAP Z
Waktu Penetapan ts

Waktu penetapan untuk pita toleransi  2% dan  5% dapat diukur dalam bentuk
T  1  n dari kurva yang ditunjukkan pada gambar 7.13.

Untuk 0    0,9 , jika digunakan kriteria 2%, maka t s mendekati 4 kali konstanta
waktu sistem atau :

Teknik Elektro D3 dan S1 Sistem Kendali -67


4 4
t s  4T   untuk 2%
  n

jika digunakan kriteria 5%, maka t s mendekati 3 kali konstanta waktu atau :

3 3
t s  3T   untuk 5%
  n

7.5. KESALAHAN KEADAAN TUNAK PD SISTEM LINIER


Tinjaulah sistem yang ditunjukkan pada gambar 7.14

GAMBAR 7.14
SISTEM KONTROL

r(t) e(t) c(t)


R(s)
+
E(s)
G (s) C(s)

e(t )  r (t )  c (t )
E ( s)  R( s)  C ( s)

Kesalahan sistem keadaan tunak adalah nilai keadaan tunak dari e(t ) , maka
notasi kesalahan keadaan tunak adalah e( t )ss , sehingga dapat ditulis :
e( t )ss  lim S .E( s )
s 0

sedangkan dari gambar 7.13, fungsi alihnya adalah :


C ( s) G ( s)

R( s) 1  G ( s )
R ( s ).G ( s )
R ( s ).G ( s )  C ( s )1  G ( s ) C ( s) 
1  G(s)
R ( s ).G ( s )
E ( s )  R ( s )  C ( s )  R( s)   E (s)
1  G(s)
R ( s )  R ( s ).G ( s )  R ( s )G ( s )
E (s) 
1  G ( s)
R(s)

1  G( s)

maka :

Teknik Elektro D3 dan S1 Sistem Kendali -68


S .R( s )
e( t )ss  lim
s 0 1  G( s ) ………… (7.18)

7.5.1. Koefisien Kesalahan Posisi Statik (Kp)


Koefisien kesalahan static disini merupakan ukuran kebaikan (figure of merit)
sistem kontrol. Semakin tinggi koefisien ini, kesalahan keadaan tunaknya semakin kecil.
Sinyal masukan untuk mencari kesalahan posisi adalah Step function,
sedangkan definisi dari Kp adalah :
nilai steady state dari output c(t ) ss
Kp 
nilai steady state error e(t ) ss

1
S .R ( s ) S . S .G ( s ) G ( s)
c(t ) ss  lim S .C ( s)  lim  
s 0 s 0 1  G ( s ) 1  G ( s) 1  G (s)
dari persamaan (3.18) didapatkan :
S 1 1
e(t ) ss  lim . 
s 0 1  G (s) S 1  G (s)

sehingga :

G(s) 1  G(s)
K p  lim .  lim G ( s ) K p  lim G ( s )
s 0 1  G(s) 1 s 0 s 0

Jadi kesalahan penggerak keadaan tunak dalam bentuk koefisien kesalahan posisi
statik Kp dinyatakan sebagai :
1
e ss 
1 K p

7.5.2. Koefisien Kesalahan Kecepatan Statik (Kv)


Kesalahan penggerak keadaan tunak sistem dengan sinyal masukan Ramp
satuan dapat dinyatakan sebagai :
 dc(t ) 
 
nilai steady state dari derivative pertama dari output  dt  ss
Kv  
nilai steady state error e(t ) ss e(t ) ss

 dc(t ) 
ℒ  dt 
  SC ( s )

Teknik Elektro D3 dan S1 Sistem Kendali -69


 dc(t )  G 1
  lim S  S .C ( s )  lim S C ( s )  lim S .
2 2
 . 2
 dt  ss s 0 s 0 s0 1 G S

G
 lim
s 0 1 G

dari persamaan (7.18) didapatkan :


S
e(t ) ss  lim .R ( s )
s 0 1  G ( s )

S 1
 lim .
s 0 1  G ( s ) S 2

1
 lim
s 0 S  (1  G ( s )

sehingga :

G ( s ) S 1  G ( s )
K v  lim .
s 0 1  G ( s) 1
 lim S .G ( s )
K v  lim S .G ( s)
s 0
s 0

Jadi kesalahan penggerak keadaan tunak dalam bentuk koefisien kesalahan


kecepatan statik Kv dinyatakan sebagai :
1
e ss 
Kv

Kesalahan kecepatan bukan merupakan kesalahan dalam kecepatan, tetapi


merupakan kesalahan posisi yang ditimbulkan oleh masukan “ramp”.

7.5.3. Koefisien Kesalahan Percepatan Statik (Ka)


Kesalahan penggerak keadaan tunak sistem dengan sinyal masukan Parabolik
satuan dapat dinyatakan sebagai :
 d 2c 
 
 dt 
nilai steady state dari derivative kedua dari output   ss
Kv  
nilai steady state error e(t ) ss e(t ) ss


 d 2 c (t ) 

ℒ 
 dt
  SC ( s )

 

Teknik Elektro D3 dan S1 Sistem Kendali -70


 d 2 c (t ) 

 dt  s 0
 
  lim S S 2 .C ( s )  lim S 3C ( s )  lim S 3 . G . 2
s 0 s 0 1 G S3
  ss
2G
 lim
s 0 1 G
dari persamaan (7.18) didapatkan :
S
e(t ) ss  lim .R ( s )
s 0 1  G ( s)
S 2
 lim .
s 0 1  G ( s) S 3
2
 lim
s 0 S 2  (1  G ( s )

sehingga :

2 G ( s ) S 2 1  G ( s )
K a  lim .
s 0 1  G( s) 2
K a  lim S 2G ( s )
2 s 0
 lim S .G ( s )
s 0

Jadi kesalahan penggerak keadaan tunak dalam bentuk koefisien kesalahan kecepatan
statik Ka dinyatakan sebagai :
1
e ss 
Ka

Catatan
Koefisien kesalahan dari K p , K v , K a menggambarkan kemampuan sistem untuk
memperkecil atau menghilangkan kesalahan keadaan tunak, oleh karena itu koefisien-
koefisien tersebut merupakan indikasi performansi kesalahan keadaan tunak. Biasanya
diinginkan untuk memperbesar koefisien kesalahan dengan menjaga respon transien
dalam daerah yang masih dapat diterima.

7.6. KEPEKAAN (Sensitivity)


Kepekaan suatu sistem dapat didefinisikan sebagai ukuran berapa penyimpa-
ngan transfer function sistem tersebut dari harga normalnya bila paramater-
parameternya berubah harganya dari harga normalnya.
C (s)
Bila diketahui closed-loop transfer function sistem T .F  sebagai fungsi
R( s)
T
dari parameter K, maka kepekaan T terhadap K, dapat ditulis sebagai : S K adalah :

Teknik Elektro D3 dan S1 Sistem Kendali -71


T dT
S KT  T  T  d ln T
K dK d ln K
K K
K dT
S KT 
T dK

7.6.1. Kepekaan Sistem Open Loop


Blok diagram sistem pengukuran open loop diperlihatkan dalam gambar 7.15
sebagai :

GAMBAR 7.15
BLOK DIAGRAM SISTEM PENGATURAN OPEN LOOP

R(s) C(s)
G(s)

C (s)
T   G (s)
R(s)

T G dT G dG
SG  .  . 1 ………… (7.19)
T dG G dG

7.6.2. Kepekaan Sistem Closed Loop


Blok diagram sistem pengukuran closed loop diperlihatkan dalam gambar 7.16
sebagai :
GAMBAR 7.16
SISTEM KONTROL CLOSED LOOP

R(s) E(s) C(s)


+ G (s)

H(s )
Untuk unity feedback, H = 1
C( s ) G
T  
R( s ) 1  G

Teknik Elektro D3 dan S1 Sistem Kendali -72


G dT G d  G 
S GT  .  .
T dG G dG 1  G 
1 G
1 G d  G  ………… (7.20)
 G. . U
G dG 1  G 
V
1

1 G

Dari persamaan (7.19) dan (7.20) terlihat bahwa pada sistem closed loop dengan H
= 1, maka perubahan output direduksi dengan faktor 1 1 G dibandingkan dengan
sistem open loop. Jadi kepekaan sistem menjadi lebih baik.

7.6.3. Kepekaan Sistem Terhadap Forward Elemen G

C( s ) G
T  
R( s ) 1  GH

T G dT G d  G 
SG  .  .
T dG G dG 1  GH 
1  GH ………… (7.21)
1

1  GH
Pada persamaan (7.20) dan (7.21) terlihat bahwa untuk ( 1  GH )  ( 1  G ) . Jadi
kepekaan sistem terhadap forward elemen G pada non unity feedback lebih baik dari
pada unity feedback.

7.6.4. Kepekaan Sistem Terhadap Forward Elemen H


C( s ) G
T  
R( s ) 1  GH

T H dT H d  G 
SH  .  .
T dH G dH 1  GH 
1  GH ………… (7.22)
GH

1  GH

Bila GH  1 , maka S H
T
 1 ………… (7.23)

7.7. CONTOH SOAL


1. Tinjau sistem yang ditunjukkan pada gambar dibawah ini :

R(s)
+
 n2 C(s)

S ( S  2 n )

Teknik Elektro D3 dan S1 Sistem Kendali -73


dimana   0,6 dan  n  5 rad/det.
Hitung : t r ,t p , M p ,t s jika sistem dikenai masukan tangga satuan.
Jawab :
 d   n 1   2  5. 1  0 ,6 2  4

   . n  0 ,6.5  3 , maka :

   3,14   d 4
tr   dimana,   tg 1  tg 1  0 ,93 rad
d 4  3
maka :
   3,14  0 ,93
tr    0,55 det
d 4

 3,14
tp    0 ,785 det
d 4

M p  e (   d )
 0,095

Jadi persen lewatan maksimumnya adalah 9,5%


t s untuk kriteria 2%, waktu penetapannya adalah :

4 4
ts    1,33 det
 3
t s untuk kriteria 5%, waktu penetapannya adalah :

3 3
ts    1 det
 3

2. Untuk sistem yang ditunjukkan pada gambar dibawah ini, diinginkan untuk
menentukan harga penguatan K dan konstanta umpan balik kecepatan K h
sedemikian rupa sehingga lewatan maksimum berharga 0,2 dan waktu puncak 1
detik. Dengan harga-harga K dan K h ini diinginkan untuk memperoleh waktu naik
dan waktu penetapan.

R(s) K C(s)
+
S( S  1 )

1 KhS

Jawab :


1 2
M p e

Teknik Elektro D3 dan S1 Sistem Kendali -74


harus sama dengan 0,2. Maka :


1 2
0 ,2  e


ln 0 ,2 
1 2

 .3,14
1,61  maka didapatkan   0,456
1 2

Waktu pincak t p ditentukan berharga 1 detik, sehingga :



tp  1
d
 d  3,14

Karena   0,456 , maka  n mempunyai harga :


d
n   3,53
1 2

K
C( s ) S( S  1 ) K
  2
K
.( 1  K h S ) S  ( 1  KK h )S  K
R( s )
1
S( S  1 )

Persamaan orde dua adalah :

C( s )  n2
 2
R( s ) S  2 n S   n2

maka diperoleh hasilnya adalah : K   n2  12,5

2 n  1  KK h

2 . 0,456 . 3,53  1  12 ,5 K h

K h  0 ,178

 
tr 
d

dimana :
d 3,14 3,14
  tg 1  tg 1  tg 1
  n 0 ,456 . 3,53

 1,1 rad

maka :
3,14  1,1
tr 
3,14
 0 ,65 det

Teknik Elektro D3 dan S1 Sistem Kendali -75


t s untuk kriteria 2%, waktu penetapannya adalah :

4 4
ts    2 ,48 det
 3
t s untuk kriteria 5%, waktu penetapannya adalah :

3 3
ts    1,86 det
 3

BAB VIII
KESTABILAN SISTEM

8.1. PENDAHULUAN
Persoalan yang paling penting dalam sistem kontrol linier adalah mengenai
kestabilan, dimana kestabilan sebuah sistem ditentukan oleh tanggapannya terhadap
masukan atau gangguan. Secara garis besar sistem stabil adalah sistem yang tetap dalam
keadaan diam bila tidak dirangsang / dieksitasi oleh sumber luar dan akan kembali diam
jika semua rangsangan dihilangkan. Kestabilan dapat didefinisikan secara tepat dalam
pengertian tanggapan denyut suatu sistem sebagai berikut :
(a) Sistem STABIL, jika tanggapan denyutnya mendekati nol ketika waktu
mendekati , serta jika setiap masukan yang terbatas menghasilkan
keluaran yang terbatas.
(b) Sistem TIDAK STABIL, jika respon terhadap suatu masukan meng-
hasilkan osilasi yang keras pada suatu amplitudo / harga tertentu dan masing-
masing mempunyai sekurang-kurangnya 1 akar dengan bagian nyata positif.
(c) Sistem STABIL TERBATAS, jika sistem tersebut mempunyai akar-akar
dengan bagian nyata yang sama dengan nol, tapi tidak ada yang dengan
bagian nyata positif (nol / negatif), tanggapan denyutnya tidak akan susut
meskipun terbatas.
Respon suatu sistem stabil dapat dikenali dengan adanya peralihan (transient)
yang menurun menuju nol terhadap pertambahan waktu, ini berarti bahwa untuk
mendapatkan sebuah sistem yang stabil, koefisien dari suku eksponensial yang

Teknik Elektro D3 dan S1 Sistem Kendali -76


terdapat dalam respons transient tersebut harus merupakan bilangan-bilangan nyata
yang negatif atau bilangan kompleks (gabungan bilangan nyata dan khayal) dimana
bagian nyata adalah negatif.
Contoh :
Tentukan apakah akar-akar persamaan dibawah ini termasuk stabil, tidak stabil atau

stabil terbatas.

a. –1, -2 f. 2, –1, –3

b. –3, + 4 g. –6, –4, 7

c. –5, 0, -4 h. –2+3j, –2–3j, –2

d. –1+j, –1–j i. –j, j, –1, 1

e. –2+j, –2–j, 2j, –2j

Jawab :
 Point (a), (d), (h) adalah stabil
 Point (c), (e) adalah stabil marginal / terbatas
 Point (f), (g), (i), (b) adalah tidak stabil

Telah disebutkan bahwa suatu sistem kontrol adalah stabil jika dan hanya jika
semua pole lup tertutup / akar-akarnya terletak disebelah kiri sumbu khayal bidang s.
Karena sebagian besar sistem lup tertutup linier mempunyai fungsi alih lup
tertutup dalam bentuk :
C (s ) b0 s m  b 1 s m1  ..........  b m1 s  b m B( s )
 
R( s ) a 0 s n  a 1 s n1  ..........  a n1 s  a n A(s )

dimana a dan b adalah konstanta dan m  n , maka harus menguraikan bentuk


polinomial A(s) atas faktor-faktornya untuk mencari pole-pole lup tertutup. Salah satu
cara untuk menentukan sistem stabil dan tidak stabil adalah dengan menggunakan :
KESTABILAN ROUTH.

8.2. KRITERIA KESTABILAN ROUTH

Teknik Elektro D3 dan S1 Sistem Kendali -77


Seperti telah disebut diatas bahwa kestabilan ROUTH merupakan sebuah cara
untuk menentukan kestabilan sistem yang memungkinkan kita untuk menentukan
banyaknya pole lup tertutup yang terletak disebelah kanan sumbu khayal bidang s atau
menunjukkan adanya akar-akar yang tidak stabil beserta jumlahnya, tetapi tidak
menentukan nilai atau kemungkinan cara untuk mencegah ketidakstabilan tersebut.
Suatu persamaan karakteristik dalam bentuk Polinomial adalah sebagai berikut :
a 0 S n  a 1 S n1  ..........  a n1 S  a n  0

dimana koefisien-koefisien tersebut adalah besaran nyata yang dianggap bahwa a n  0 ,


sehingga tidak ada akar nol.

Sn a0 a2 a4 a6 . . . .
n 1
S a1 a3 a5 a7 . . . .
n2
S b1 b2 b3 b4 . . . .
n3
S c1 c2 c3 c4 . . . .
n4
S d1 d2 d3 d4 . . . .
 
 
0
S z1

Koefisien-koefisien b 1 , b 2 , b 3 dan seterusnya dapat dihitung sebagai berikut :


a1 a2  a0 a1 a 1 a 4  a0 a 5 a 1 a 6  a 0 a7
b1  ; b2  ; b3 
a1 a1 a1
sehingga akan diperoleh suatu susunan barisan yang lengkap berbentuk  ,
dimana jumlah baris adalah sebanyak pangkat tertinggi dari S ditambah dengan satu

Kasus Khusus
 Bila salah satu koefisien pada kolom pertama = 0
Q( s )  s 5  s 4  2 s 3  2 s 2  3s  15  0

s5 1 2 3
4
s 1 2 15
3
s 0 - 12
2
s 
koefisien dari s 2 tak terhingga
1
oleh karena itu substitusikan s  pada persamaan karateristiknya :
X

Teknik Elektro D3 dan S1 Sistem Kendali -78


5 4 3 2
1 1 1 1 1
      2   2   3   15  0
X X X X X
kalikan dg X 5
maka persamaan karakteristiknya menjadi :
15x 5  3x 4  2 x 3  2 x 2  x  1  0

maka :

x5 15 2 1

x4 3 2 1
3
x -8 -4
2
x 0,5 1
1
x 3 0
0
x 1

Sistem tidak stabil karena terjadi pergantian tanda pada kolom I (yang terkotak)

 Bila sebuah baris mempunyai koefisien nol semuanya


Q(s )  s 5  2 s 4  24s 3  48s 2  25s  50  0

s5 1 24 - 25
4
s 2 48 - 50 Polinomial pembantu Q(s)
3
s 0 0

Buat polinomial pembantu dari koefisien baris s 4 , yakni :


Q( s )  2 s 4  48s 2  50

selanjutnya turunkan Q(s) terhadap s satu kali, sebagai berikut :


dQ(s )
 8s 2  96s
ds
kemudian suku-suku pada baris s 3 diganti dengan koefisien-koefisien persamaan yang
terakhir ini yaitu, 8 dan 96. Selanjutnya susunan koefisien menjadi :

s5 1 24 - 25
4
s 2 48 - 50
3
s 8 96
dQ( s )
s 2
24 - 50 Koefisien-koefisien dari
ds
s1 112,7 0
0
s - 50

Teknik Elektro D3 dan S1 Sistem Kendali -79


8.3. CONTOH SOAL

1. Q( s )  s 3  3s 2  3s  (1  K)  0

s3 1 3

s2 3 (1  K)
Agar akar-akar tidak terletak disebelah kanan
s 1 8-K sumbu khayal, maka tiap koefisien pada kolom
3 pertama  0
s0 (1  K)

8 K 
 0 8 K  0  K  8 
3  1  K  8
1 K  0  K  1

Garis Bilangannya adalah :

0 8

-1

2. Tinjau sistem yang ditunjukkan pada gambar dibawah ini. Tentukan daerah harga K

agar sistem tetap stabil

R(s) K C(s)
+ 2
S(S  S  1)(S  2 )

Fungsi alih lup tertutup sistem ini adalah :

C (s ) K
 2
R(s ) S(S  S  1)(S  2 )

Persamaan karakteristiknya adalah :


s 4  3s 3  3s 2  2s  K  0

Teknik Elektro D3 dan S1 Sistem Kendali -80


Tabel Routh Testnya adalah :
s4 1 3 K
s3 3 2 0
7
s2 K
3
14 - 9K
s1
3
s0 K

14  9K
 0  14  9K  0
3

14 
K  14
9  K stabil pada saat  0  K 
 9
K0

Garis Bilangannya adalah :

14
9

0
3. Tinjau sistem yang ditunjukkan pada gambar dibawah ini. Tentukan daerah harga K
agar sistem tetap stabil

R(s) K 1 C(s)
+
S 2  S  2) S

JAWAB :
Persamaan karakteristiknya adalah : 1 + GH = 0, maka :
K
1 0 S 3  S 2  2S  K  0
S  S 2  2S
3

s3 1 2
2
s 1 K
Teknik Elektro
1 D3 dan S1 Sistem Kendali -81
s 2-K
0
s K
2  K  0  K  2
 0K2
K0 

Teknik Elektro D3 dan S1 Sistem Kendali -82

Anda mungkin juga menyukai