PENDAHULUAN
1.1. SISTEM
Istilah sistem berasal dari bahasa YUNANI, yaitu : “SYSTEMA”, yang
mengandung arti keseluruhan yang tersusun dari sekian banyak bagian yang berarti pula
hubungan yang berlangsung diantara satuan-satuan atau komponen-komponen secara
teratur.
Sistem didefinisikan sebagai sekumpulan bagian yang mempunyai kaitan satu
sama lain yang bersama-sama beraksi menurut pola tertentu terhadap suatu INPUT atau
masukan dengan tujuan menghasilkan output atau keluaran.
Istilah sistem dipergunakan antara lain untuk menunjukkan suatu himpunan
bagian, ide-ide, prinsip, hipotesis, teori, metode, tata cara (prosedur) atau skema dan
lain-lain.
Secara garis besar istilah sistem mengandung dua makna, yaitu : sebagai suatu
wujud benda dan sebagai metode.
Sebagai METODE : sistem dikenal dengan pendekatan sistem yang pada dasarnya
merupakan penerapan metode ilmiah dalam pemecahan masalah.
Sebagai WUJUD BENDA : sistem dapat didefinisikan sebagai suatu sistem tertentu
yang menunjukkan unsur-unsur sistem, tujuan sistem, kegiatan yang dilakukan sistem
untuk mencapai tujuan dan apa yang diproses oleh sistem itu serta apa hasilnya beserta
ukuran keberhasilan pemrosesan tersebut.
Contoh Sistem :
1) Pesawat Penerima Radio (Sistem Elektrik)
Komponen : resistor, kondensator, transistor, induktor dan lain-lain
Kerja-sama : dalam bentuk rangkaian listrik
Tujuan : menerima sinyal dari pemancar radio
2) Sistem Peredam Getaran Untuk Mobil (Sistem Mekanis)
Komponen : pegas, viscous damper dan lain-lain
Kerja-sama : dalam bentuk rangkaian mekanis
Tujuan : meredam getaran pada mobil
BLOK
BLOK
INPUT ATAU
ATAU OUTPUT
INPUT OUTPUT
PLANT
PLANT
DIAGRAM BLOK
Definisi : yaitu suatu pernyataan gambar yang ringkas dari hubungan sebab dan
akibat antara masukan dan keluaran dari suatu sistem fisis.
Bagian dalam dari segi empat menyatakan blok tersebut dan biasanya berisi uaraian
atau nama elemen atau simbol untuk operasi matematis yang harus dilakukan pada
masukan untuk menghasilkan keluaran atau obyek fisik yang harus diatur
Tanda panah menyatakan arah informasi unilateral atau aliran isyarat.
Contoh :
CALON
CALON LULUSAN
LULUSAN
SEKOLAH
SEKOLAH
SISWA
SISWA
Prasarana
Kurikulum
Prasarana
Kurikulum
Sarana
Pengajar
Sarana
Pengajar
Tenaga
Tenaga
Tenaga
Tenaga
CALON
CALON PROSES
PROSES PENDIDIKAN
PENDIDIKAN LULUSAN
LULUSAN
SISWA
SISWA
dx
y
d
dt
X
X
dt
X XY
X X YZ
Input
SISTEM Output
2. Sistem Untaian Tertutup (Closed Loop), adalah suatu sistem yang tindakan
pengendaliannya tergantung pada keluarannya.
UMPAN
BALIK
Set Level
Poin
t
Pompa Tangki
Pabrik
Bila Proses Variable > set point, hasil error negatif, operator mengurangi flow.
Bila Proses Variable < set point, hasil error positif, operator menambah flow.
Pemakaian air
(di pabrik)
Pemakaian air
LOAD
Posisi bukaan
(opening) (di pabrik)
Level
Valve Tangki
Gambar 1.2. Diagram Kotak dari Gambar 1.1
Pada gambar 1.2, kotak valve mempunyai input posisi bukaan valve, sedang
kotak tangki dengan input berupa flow air yang masuk ke tangki dan outputnya berupa
level. Kotak yang lain adalah kotak yang mewakili beban (LOAD). Kotak ini
menunjukkan bahwa load juga mempengaruhi besarnya proses variable. Pada contoh ini
load adalah banyaknya pemakaian air oleh pabrik. Bila pemakaian air bertambah,
permukaan air dalam tangki akan turun demikian sebaliknya. Tanda positif menyatakan
bahwa level akan bertambah bila aliran air yang masuk ke tangki bertambah dan level
akan turun bila pemakaian air bertambah.
Diagram kotak seperti pada gambar 1.2 disebut : diagram kotak simbolis. Bila
diagram kotak atau blok ini digambar secara matematis, masing-masing kotak akan
berisi matematik yang menyatakan hubungan antara input dan output. Fungsi
matematik tersebut disebut : Transfer Function. Y
A
X B
Teknik Elektro D3 dan S1 Sistem Kendali -7
X A Y
B
Gambar 1.3. Transfer Function dari Pengungkit
input dan output atau transfer function adalah A . Jadi gaya Y akan selalu sama
B
dengan A
B kali X.
LOAD
v r e m
Masukan Control Proses
Unit Controlled
variable
Measured
CONTROLLER variable
Transmitter
Sensing
atau
Element
Transducer
v r+ e m C
GV G1 G2
Measured
CONTROLLER Variable (b)
H1 H
Keterangan :
1) SET POINT (v)
Adalah harga yang diinginkan bagi variable yang dikontrol selama pengontrolan.
Harga ini tidak tergantung dari keluaran.
2) MASUKAN (Referensi Input Elemen / GV)
Elemen ini berfungsi untuk mengubah besaran yang dikontrol menjadi sinyal
masukan acuan (r) bagi sistem kontrol.
3) MASUKAN ACUAN (r)
Sinyal aktual yang masuk ke dalam sistem kontrol. Sinyal ini diperoleh dengan
menyeting harga v melalui GV, Controller akan selalu berusaha menyamakan
controlled variable dengan set point.
4) KESALAHAN (Error actuating signal / e)
Adalah selisih antara r dan sinyal b. Sinyal ini adalah sinyal yang dimasukkan ke
elemen pengontrol (G1) dan harga yang diinginkan sekecil mungkin. Sinyal e ini
menggerakkan unit pengontrol untuk menghasilkan keluaran pad suatu harga yang
diinginkan.
5) PENGONTROL (Control Unit, G1)
T
EP ElemenPemanas
B Baterai
R Ruangan
T Temperatur e
B EP
Diagram Blok
Ruangan
Ruangan
++ Suhu
Suhu Ruang
Ruang
Arus
Arus Listrik
Listrik Elemen
Elemen Yang Terjadi
Yang Terjadi
Pemanas
Pemanas
T
EP ElemenPemanas
B Baterai
S
R Ruangan
T Temperatur e
B EP S Switch
Diagram Blok
Operator
Suhu yang Dan Switch Controller Suhu yang
Ruanga
Diinginkan Error Detector Arus n Terjadi
Rangk.
INPUT listrik + OUTPUT
Listrik
Elemen
Sinyal feedback
Keterangan :
Operator sebagai suatu cara untuk mengembalikan hasil keluaran ke operator itu
sendiri agar dapat memberikan perbandingan terhadap harga yang diinginkan sehingga
output mempengaruhi input.
Ruang
Lampu
Photocell
Kontak
Diagram Blok
r2
+ Plant
–
r1 ON + m c
e = r1 – r2 Photocel Lamp Ruang
OFF
l
On-off dari lampu tergantung pada intensitas cahaya ruangan akibat sinar matahari.
Terdapat 2 (dua) input :
a. r1 = intensitas cahaya kamar referensi minimum
b. r2 = intensitas cahaya kamar akibat sinar matahari
Terdapat 1(satu) output :
C = intensitas cahaya ruang yang terjadi
Pedal Kecepatan
Gas Kendaraan
Speedometer
Katup Pneumatik
Kontroler
Aliran
masuk
Aliran ke
luar
Diagram blok
Tinggi muka yang Tinggi muka yang
diinginkan Katub Tangki sebenarnya
Kontroler
Pneumatik air
Pelampung
Mata
x1 a1 x1 d x 2 maka :
a1 Salah
dt
b.
dx1
x1 d dt
dt
+
_ x3 maka :
d 2 x2 +
x2 d2 dt 2
dt 2
c.
x3 x4
dt
Teknik Elektro D3 dan S1 Sistem Kendali -14
DIAGRAM ALIR ANALISA SISTEM PENGENDALIAN
PADA SUATU PROSES /PLANT
MULAI
SISTEM/PROSES/
PLANT
ANALISA MATEMATIK
SOLUSI/
PENYELESAIAN
MATEMATIS
TESTING
PERFORMANCE
PERFORMANCE
APAKAH TIDAK
MEMUASKAN
YA
SELESAI
X1(t) Y1(t)
SISTEM
LINIER
X2(t) Y2(t)
Hubungan linier ini berlaku secara terbatas, karena tahanan listrik maupun pegas
akan memiliki sifat linier yang terbatas. Dari contoh keadaan-keadaan ini dapat
disimpulkan bahwa linieritas suatu sistem terjadi pada daerah yang terbatas pula.
Dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa semua sistem adalah tak linier,
tetapi karena kesulitan dalam analisa matematisnya, maka biasanya dibuat model sistem
linier yang ekivalen dengan aslinya (tak linier) dengan cara linierisasi (matematis dan
grafis).
Langkah pertama dalam menganalisi sistem kontrol adalah menurunkan model
matematik sistem. Setelah model diperoleh, maka kita dapat menggunakan berbagai
metode untuk menganalisis performansi sistem.
Dalam praktek, sinyal masukan sistem kontrol tidak dapt diketahui sebelumnya,
tetapi mempunyai sifat acak sehingga masukan sesaat tidak dapat dinyatakan secara
A r A untuk t 0
Jika A = 1, maka bentuk fungsi tersebut
menjadi :
r 0 untuk t 0
0 t
r 1 untuk t 0
r 0 untuk t t1
0 t1 t
r
r 0 untuk t 0 r Kt untuk t 0
Arah dari k
0 t
d) FUNGSI SEGITIGA
Fungsi ini sering digunakan untuk pendekatan terhadap fungsi tanjak (ramp),
sebab dengan fungsi ini amplitudo sinyal dapat dibatasi pada suatu harga A. Periode
gelombang dipilih sedemikian rupa sehingga setiap peralihan (transient) akan hilang
sebelum fungsi tanjak berubah arah.
r
A
0 t
0 t
f) FUNGSI PARABOLA
r
r 0 untuk t 0
r at 2 untuk t 0
A A
0 t
Pada contoh (a) disebut : P.D Parsiel karena mempunyai dua buah variabel bebas (x
dan t) dan y adalah variabel tak bebas.
Pada contoh (b) disebut : P.D Biasa karena mempunyai satu buah variabel bebas (t)
dan y adalah variabel tak bebas.
d3y d
turunan tertinggi adalah : D 3 y , dimana D , sedangkan eksponen pada
dx 3
dx
Jika setiap suku dalam persamaan lebih dari derajat pertama, maka persamaan
differensial tersebut disebut : TIDAK LINIER
3 3
d3y dy
3 4 10 y 0
dt dt
2
d 2 y dy
3y 0
dt 2 dt
D y 3 2
6 Dy 12 y 0
3
Jika dimana suku sebelah kanan “tanda sama dengan” adalah NOL, maka
persamaan differensial tersebut disebut : P.D HOMOGEN.
dy
4 15 y 0
dt
Jika dimana suku sebelah kanan “tanda sama dengan” adalah tidak NOL, maka
persamaan differensial tersebut disebut : P.D NON HOMOGEN.
dy
4 15 y sin t
dt
Suatu penyelesaian atau solusi P.D sangat membantu dalam analisa model teknik
pengaturan didalam aplikasinya dimana akan didapat performan dari suatu sistem atau
proses yang sedang dikendalikan. Tujuan dari penganalisaan dari suatu sistem/proses
aktual yang dikendalikan adalah untuk mendapatkan dan mengetahui :
SOLUSI HOMOGEN
dy
ay f (t )
dt
SOLUSI KHUSUS
Solusi Homogen
Untuk solusi homogen, maka nilai sebelah kanan sama dengan adalah 0 (nol), maka
dy dt
f (t ) 0 ay 0 kalikan dengan y , maka didapatkan :
dt
dy dy
a dt 0 atau a dt
y y
Solusi Khusus
Fungsi masukan adalah Step Function, dimana f (t ) A untuk t 0 , sehingga :
dy
ay A ..……………….………………………………. (2.3)
y
Contoh soal :
d2y d
1. y f (t ) mis : D
dt 2 dt
maka : D2 y y 0
D1 1 ; D2 1
d2y dy d
2. 3 2y 0 mis : D
dt 2
dt dt
maka : D 2 y 3Dy 2 y 0
y ( D 2 3 D 2) 0
( D 2)( D 1) y 0
D1 2 ; D 2 1
Bila nilai dibawah akar adalah negatif, maka akar-akar dari persamaan karakteristik
akan merupakan bilangan kompleks, sehingga fungsi komplementernya menjadi :
d2y dy d
3. 4 13 y 0 mis : D
dt 2
dt dt
maka : D 2 y 4 Dy 13 y 0
y (D 2 4 D 13) 0
4 16 52 4 36 4 6i
D1, 2 2 3i
2 2 2
BAB III
TRANSFORMASI LAPLACE
3.1. Definisi
Pada umumnya Transformasi Laplace digunakan untuk pemecahan antara lain :
persamaan differensial, kalkulus operasional, integral khusus, fungsi komplementer dll.
f ( t ) F ( s )
£ £ 0
f ( t )e st dt
dimana :
F(s) = £ f (t ) menyatakan transformasi Laplace dari sebuah fungsi f (t ) .
Dalam proses transformasi ini fungsi t berubah menjadi S, yaitu F(s). Batas
Integral adalah 0 (nol), yaitu permulaan respons sistem sampai tak berhingga (
).
f (t ) = fungsi waktu t, sehingga f (t ) = 0 untuk t 0 .
S = variabel kompleks = j .
ditransformasi dengan integral Laplace e st dt
0
1
1.e st dt
s 0
dt.e st
0
1 st 1 1
.e 0
s 0 s s
f (t ).e
st
F (s) dt
0
1
e .e dt e
at st ( s a ) t
. ( s a ) dt
0
sa 0
1 1
.e ( s a ) (0 1)
sa 0 sa
1
sa
e st
du dt ; v
s
maka :
t .e st e st .e st
t.e
st
dt .dt
0 0
s 0
s
e st 1
0 2
0
s2 s
TABEL 3.1
ALIH
FUNGSI WAKTU BENTUK
NO NAMA
f(t) LAPLACE
F(s)
1 Unit Implus / Denyut satuan (t ) 1
1
2 Tangga satuan / Unit Step 1(t) s
1
3 Fungsi Tanjak / Ramp Function t s2
1
4 Fungsi Pangkat / Eksponensial e at sa
n!
5 Fungsi Parabolik / Polinom t n (n = 1, 2, 3…) s n 1
cos t
s
7 Gelombang Cosinus s 2 2
e at sin t
8 Gelombang Sinus Teredam s a 2 2
e at cos t
sa
9 Gelombang Cosinus Teredam s a 2 2
BAB IV
DIAGRAM BLOK
4.1. UMUM
Suatu sistem kontrol dapat terdiri dari beberapa komponen. Untuk menunjukkan
fungsi yang dilakukan oleh tiap komponen, dalam teknik kontrol kita menggunakan
suatu diagram yang disebut : “DIAGRAM BLOK”.
Diagram blok sustu sistem adalah suatu penyajian bergambar dari fungsi yang
dilakukan oleh tiap komponen dan aliran sinyalnya. Diagram semacam ini melukiskan
hubungan timbal balik yang ada antara berbagai komponen. Berbeda dengan penyajian
matematik yang abstrak, diagram blok mempunyai keunggulan dalam menunjukkan
aliran sinyal yang lebih nyata pada sistem yang sebenarnya. Satu dari komponen yang
paling penting dalam sistem kendali adalah alat sensor yang beraksi sebagai titik
penghubung untuk perbandingan sinyal. Pada umumnya peralatan sensor membentuk
operasi matematis sederhana seperti penjumlahan dan pengurangan dan kombinasinya
tau perkalian.
Tanda positif atau negatif pada setiap anak panah menunjukkan operasi yang harus
dikenakan pada sinyal tersebut, ditambahkan atau dikurangkan. Perlu diperhatikan
bahwa besaran-besaran yang dikurangkan atau ditambahkan harus mempunyai dimensi
atau satuan yang sama. Pengubahan ini dilakukan oleh elemen umpan balikyang
mempunyai fungsi alih H(s) seperti pada gambar 4.3.
Pada contoh ini sinyal umpan balik yang diumpan-balikkan ke titik penjumlah
untuk dibandingkan dengan sinyal masukan adalah : B(s) = H(s) . C(s).
Perbandingan antara sinyal umpan balik (B(s) dengan sinyal kesalahan penggerak
E(s) disebut : Fungsi Alih Lup Tertutup, sehingga :
B(s) H(s).C(s)
Fungsi Alih Lup Terbuka H(s).G(s)
E(s) C(s)
G(s)
Perbandingan antara keluaran C(s) dengan sinyal kesalahan penggerak E(s)
disebut : Fungsi Alih Umpan Maju, sehingga :
C( s) G( s).E(s)
Fungsi Alih Umpan Maju G( s)
E(s) E( s)
Atau :
Contoh :
1. Tinjaulah rangkaian RC yang ditunjukkan pada gambar 4.4a, gambarlah blok
diagramnya !.
Ei ( s) Eo ( s)
I ( s)
R
I ( s)
Eo ( s)
Cs
TABEL 4.1
TEOREMA-TEOREMA PENGALIHAN BENTUK DIAGRAM BLOK
10
BAB V
GRAFIK ALIRAN SINYAL (G.A.S)
5.1. U M U M
Suatu pendekatan lain untuk mencari hubungan antar variabel sistem kontrol yang
kompleks adalah pendekatan Grafik Aliran Sinyal (G.A.S) yang dikembangkan oleh S.J
MASON.
Contoh :
1. X X2 X3
1 a b
a,b,c adalah percabangan
X 1 , X 2 , X 3 , X 4 adalah simpul
c
X4
X 3 aX 1 bX 2
X 4 cX 2
m m
ATAU Y
Y
1 b
b 1
-5
Z
X Y Z X Z
(a)
a b ab
Y aX Z abX
Z by abX
a
X a+b Y
(b) X Y
b
b
bc
Y Y
ab
X Y b Z ab Z 1 bc
(d)
a
X X Z
c
bc
ab
Z bY , Y aX cZ Z abX bcZ Z .X
1 bc
GAMBAR 5.1
G.A.S dan ATURAN PENYEDERHANAAN
A24
A33
X1 X2 X3 X4
A32
I. Lintasan
Sebuah urutan cabang-cabang berarah satu yang kontinyu disepanjang yang mana
tidak ada lintasan yang dilalui lebih dari sekali
X1 X 2 X 3 X 4 X 2 X 3 dan X1 X 2 X 4
Sebuah untaian umpan balik yang terdiri dari sebuah cabang tunggal. A 33
VIII.Gain Untaian
Hasil kali gain-gain cabang dari untaiannya.
X 2 X 3 X 2 adalah A 23 , A 32
= 1
a
L a L bL c L dL eL f .......
b ,c d, e , f
L
a
a = jumlah dari semua penguatan lup yang berbeda.
GAMBAR 5.3
DIAGRAM BLOK DAN DIAGRAM ALIRAN SINYAL
H2
R(s) _ C(s)
+ + G1 + G2 G3
_ +
H1
GAMBAR 5.5
GRAFIK ALIRAN SINYAL UNTUK GAMBAR 4.4
-H2
1 1 G1 G2 G3 1
R(s) C(s)
H1
-1
Jawab:
L2 G2 G3 H 2
L3 G1 G2 G3
sehingga :
1 L1 L2 L3
1 G1G2 H 1 G2 G3 H 2 G1G2 G3
C ( s ) P1 .1 G1G2 G3
R( s ) 1 G1G2 H 1 G2 G3 H 2 G1G2 G3
2. Tinjau sistem yang ditunjukkan pada gambar 4.6. Carilah fungsi alih lup tertutup
GAMBAR 5.6
GRAFIK ALIRAN SINYAL SUATU SISTEM
G7
G6
G1 G2 G3 G4 G5
R(s) C(s)
-H1
-H2
Jawab:
P1 G1 G 2 G3 G 4 G5 1 1
P2 G1 G6 G 4 G5 2 1
P3 G1 G 2 G7 3 1 L1
L1 G 4 H 1
L 2 G 2 G 7 H 2
L3 G6 G 4 G5 H 2
L 4 G 2 G 3 G 4 G5 H 2
maka : 1 L1 L2 L3 L4 L1 L2
C( s ) P11 P2 2 P3 3
R( s )
P11 P2 2 P3 3
1 L1 L2 L3 L4 L1 L2
GAMBAR 5.7
RANGKAIAN SERI PARALEL RESISTOR
R11 R2
+
+
v1 i1 R3 i2 R4
Jawab:
1 1
i1 v1 v 2
R1 R1
1 1
i 2 v 2 v3
R2 R2
v 2 R3i1 R3 i2
v3 R 4 i 2
GAMBAR 5.8
GRAFIK ALIRAN SINYAL RANGKAIAN SERI PARALEL RESISTOR
1
R1
1
L1 L2 L3
R1 1
v1 i1 R3 v2 1 i2 R4 v3
R2
Terdapat satu lintasan maju, yaitu :
1 1
P1 R3 R4 1 1
R1 R2
1
L2 R3
R2
1
L3 R4
R2
dan,
dua (2) lintasan umpan balik yang
1 L1 L2 L3 L1 L3 saling tidak bersentuhan
C( s ) P11
R( s )
P11
1 L1 L2 L3 L1 L3
BAB VI
AKSI DASAR KONTROL AUTOMATIK INDUSTRI
6.1. PENDAHULUAN
Kontrol Automatik membandingkan harga yang sebenarnya dari keluaran “plant”
dengan harga yang diinginkan, menentukan deviasi dan menghasilkan suatu sinyal
kontrol yang akan memperkecil deviasi sampai nol atau sampai suatu harga yang kecil.
Cara kontroler automatik menghasilkan sinyal kontrol disebut : Aksi Pengontrolan.
Dalam bab ini, penyusun akan membahas aksi dasar pengontrolan yang umum
digunakan dalam kontroler outomatik di Industri, antara lain PI, PD, PID.
GAMBAR 6.2
DIAGRAM BLOK KONTROLER PROPORSIONAL
e(t) m(t)
KP
GAMBAR 6.3
GRAFIK OUTPUT INPUT UNTUK KONTROLER PROPORSIONAL
e(t) m(t)
t t
Apapun bentuk wujud mekanisme yang sebenarnya dan apapun bentuk daya
penggeraknya, kontroler proporsional pada dasarnya merupakan penguat dengan
penguatan yang dapat diatur.
GAMBAR 6.4
DIAGRAM BLOK KONTROLER INTEGRAL
e(t) m(t)
Ki
GAMBAR 6.5
GRAFIK OUTPUT INPUT UNTUK KONTROLER INTEGRAL
e(t) m(t)
e( t ) t
t
m(t ) K i e(t ) dt
0
t t
Jika harga e(t) diduakalikan, maka harga m(t) berubah dengan laju perubahan
menjadi dua kali semula. Jika kesalahan penggerak nol, maka harga m(t) tetap stationer.
Aksi kontrol Integral seringkali disebut kontrol “reset”.
K P dan Ti dapat diatur. Waktu Integral mengatur aksi kontrol integral, sedangkan
K P mempengaruhi baik bagian proporsional maupun bagian integral dari aksi kontrol.
Kebalikan dari waktu Integral Ti disebut “laju reset”. Laju reset adalah banyaknya
pengulangan bagian proporsional dari aksi pengontrolan per menit.
GAMBAR 6.6
DIAGRAM BLOK KONTROLER PROPORSIONAL + INTEGRAL
GAMBAR 6.7
DIAGRAM P.I
(a)Diagram Masukan Tangga Satuan
(b)Diagram Keluaran Kontroler
m(t)
e(t)
2K P Aksi kontrol PI
Tangga satuan
1
KP Proporsional
0 t 0 Ti t
(a) (b)
besar keluaran kontroler sebanding dengan laju perubahan sinyal kesalahan penggerak.
Waktu turunan Td adalah selang waktu bertambah majunya respon aksi kontrol
proporsional yang disebabkan oleh aksi laju.
GAMBAR 6.8
DIAGRAM BLOK KONTROLER PROPORSIONAL + DIFERENSIAL
GAMBAR 6.9
DIAGRAM P.D
(a)Diagram Masukan Ramp Satuan
(b)Diagram Keluaran Kontroler
e(t) m(t)
Aksi kontrol
Td PD
0 (a) t 0 (b) t
dimana :
K P menyatakan kepekaan proporsional
Td menyatakan waktu turunan
GAMBAR 6.10
DIAGRAM BLOK KONTROLER PROPORSIONAL + INTEGRAL +
DIFERENSIAL (P.I.D)
GAMBAR 6.11
DIAGRAM P.I.D
(a)Diagram Masukan Ramp Satuan
(b)Diagram Keluaran Kontroler
e(t) 0 t m(t) 0 t
Aksi kontrol PID
(a) (b)
BAB VII
7.1. PENDAHULUAN
Dalam praktek, sinyal masukan pada sistem kontrol tidak dapat diketahui
sebelumnya, tetapi mempunyai sifat acak, sehingga masukan sesaat tidak dapat
dinyatakan secara analitis, hanya pada beberapa kasus tertentu yang dapat dinyatakan
secara analitis.
Dalam menganalisis dan mendisain sistem kontrol, harus mempunyai suatu dasar
perbandingan performansi berbagai sistem kontrol. Dasar ini dapat disusun dengan
menetapkan sinyal-sinyal uji tertentu dan membandingkan respon dari berbagai sistem
terhadap sinyal-sinyal masukan ini. Penggunaan sinyal uji dapat dibenarkan karena ada
suatu korelasi antara karakteristik sistem terhadap sinyal masukan uji tertentu dan
kemampuan sistem untuk mengikuti sinyal masukan yang sebenarnya.
Sinyal-sinyal masukan uji yang biasa digunakan adalah, fungsi tangga, fungsi
ramp, fungsi percepatan, fungsi impuls, fungsi sinusioda dan sebagainya.
GAMBAR 7.1
DIAGRAM BLOK ORDE PERTAMA
C (s) 1 1
atau C ( s ) .R ( s ) ………… (7.1)
R ( s ) Ts 1 Ts 1
1
R( s) , dengan memasukkan kedalam persamaan 7.1, diperoleh hasil :
S
1 1
C (s) .
Ts 1 s
dengan menggunakan pecahan parsial didapatkan :
1 1 1 1 1 C C2
C ( s) . . . 1
T 1 S T 1 S 1
S S S S
T T T
dimana :
1 1 1
C1 S. 1
1 S 0 1 S 0 1
T .S S T . S T 0
T T T
1 1 1 1
C2 . S 1 1
1 T S T TS S T T . - 1
1
T .S S
T T
1 1
C (s)
S 1 ………… (7.2)
S
T
Dengan melakukan Transformasi Laplace Balik (lihat tabel) pada persamaan (7.2),
diperoleh :
c ( 2T ) 1 e 2 1 0,135
0,865
c ( ) 1 e 1 0
1
Hal ini dapat diartikan bahwa respon c(t ) telah mencapai 63,2% perubahan
totalnya dst, dan telah diketahui bahwa T adalah konstanta waktu sistem. Makin kecil
konstanta waktu, respon sistem menjadi semakin cepat. Kemiringan garis singgung
dc 1 Tt 1
e ………… (7.4)
dt T t 0 T
oleh karena itu sesuai dengan persamaan (7.4), bahwa kemiringan kurva respon c(t )
Kurva respon 1eksponensial yang diberikan oleh persamaan (7.3) ditunjukkan pada
t) 1 e
gambarc(7.2.
T
GAMBAR 7.2
B KURVA RESPON EKSPONENSIAL
0,632
A
63,2%
86,5%
95,0%
98,2%
99,3%
0 1T 2T 3T 4T 5T t
1
R( s) , dengan memasukkan kedalam persamaan 7.1, diperoleh hasil :
S2
1 1
C (s) . 2
Ts 1 s
dengan menggunakan pecahan parsial didapatkan :
1 T T2
C ( s) ………… (7.5)
s 2 s Ts 1
Dengan melakukan Transformasi Laplace Balik pada persamaan (7.5), diperoleh :
t
(t 0)
c (t ) t T Te T
t
1 t T (1 e T )
t
1 1 T (1 e T )
t
e( t ) T ( 1 e T ) utk t 0
, maka
t
Jika t mendekati e T mendekati nol, sehingga e(t ) mendekati T atau
dapat ditulis : e() T . Masukan Ramp satuan dan keluaran sistem dapat dilihat pada
gambar 7.3.
r(t)
6T
4T T
r(t)=t
c(t)
2T
1
C (s) dengan menggunakan pecahan parsial didapatkan :
Ts 1
1 1
C ( s) .
T 1 ………… (7.6)
S
T
GAMBAR 7.4
c(t)
RESPON IMPULS SATUAN DARI GAMBAR 7.1
1
T
1 tT
c(t ) e
T
Teknik Elektro D3 dan S1 Sistem Kendali -55
0 2T 4T t
7.3. SISTEM ORDE DUA
Pada sistem orde kedua ini kita tinjau sistem suatu servomekanisme yang
mengontrol posisi beban mekanik sesuai dengan posisi acuannya, yang digambarkan
dalam diagram blok seperti dibawah ini :
GAMBAR 7.5
DIAGRAM BLOK SERVOMEKANISME
R(s) K C(s)
+
S ( JS F )
dengan notasi ini, sistem yang ditunjukkan pada gambar (7.5) dapat dimodifikasi
menjadi seperti pada gambar (7.6), sehingga fungsi alih lup tertutup yang diberikan
oleh persamaan (7.9) dapat ditulis menjadi :
C( s ) n2
T.F sistem ORDE DUA
R( s ) S 2 2 n S n2
GAMBAR 7.6
DIAGRAM BLOK SISTEM ORDE DUA
R(s)
+
n2 C(s)
S ( S 2 n )
c(t) Sifat-sifat dari steady state terutama ditentukan oleh gejala peralihan, yaitu oleh dua
parameter, yaitu damping ratio ( ) dan frekwensi natural ( n ) .
gambar
0 Pada 1 7.7 memperlihatkan diagram output dari suatu sistem dan penge-
lompokkan dari damping ratio.
1
GAMBAR 7.7
DIAGRAM OUTPUT SUATU SISTEM
1
1
nt
C ( s) n2
R( s) s n j d s n j d
1 S 2 n
C( s ) 2
S S 2 n S n2
1 S n n
S ( S n ) d ( S n ) 2 d2
2 2
sehingga Transformasi Laplace balik dari persamaan (7.10) dapat diperoleh sebagai
berikut :
Jika rasio redaman 0 , maka respon akan menjadi tak teredam, sehingga
berosilasi terus.
Respon c(t ) untuk kasus redaman nol dapat diperoleh dengan menstubtitusi-
kan 0 kedalam persamaan (7.10), yang menghasilkan :
0
0
c (t ) 1 e cos n 1 t 2
sin n 1 0 t 2
1 0 ………… (7.12)
0
1 cos n t untuk t 0
sin d t sin n 1 2 t
lim lim nt
1 1
1 2 1 2
dari persamaan (7.14) dengan menggunakan Transformasi Balik dapat diperoleh hasil
sebagai berikut :
n e s1t e s2t
c(t ) 1 (t 0) ………… (7.15)
2 2 1 s1 s2
dimana : s1
2 1 n dan s2
2 1 n
C( s ) n n 2 1 s2
R( s ) s 1 s s 2
2
n n
Bentuk pendekatan ini adalah suatu konsekuensi langsung dari kenyataan bahwa
harga awal dan harga akhir dari C( s ) R( s ) asli dan pendekatannya adalah sama.
Dengan fungsi alih pendekatan C( s ) R( s ) , respon tangga satuan dapat diperoleh
sebagai :
merupakan respon tangga satuan pendekatan jika salah satu pole dari C( s ) R( s ) dapat
diabaikan. Suatu contoh fungsi respon waktu pendekatan c( t ) dengan 2 , n 1
ditunjukkan pada gambar 7.8, bersama-sama dengan jawab eksak dari c( t ) . Jawab
pendekatan tersebut adalah : c( t ) 1 e 0 ,27 t (t 0) dan jawab eksak untuk
GAMBAR 7.8
KURVA RESPON TANGGA SATUAN DARI SISTEM ORDE DUA
UNTUK REDAMAN LEBIH
1,0
0,8
0,6
Jawab pendekatan
c(t) =1- e-0,27t
0,4
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
Suatu rumpun kurva c(t ) dengan berbagai harga ditunjukkan pada gambar
7.9, dimana absisnya adalah variable tak berdimensi n t . Kurva tersebut hanya
merupakan fungsi dari .
Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa sistem redaman kurang dengan
anatar 0,5 dan 0,8 mencapai harga akhir lebih cepat dari sistem redaman kritis atau
GAMBAR 7.9
KURVA RESPON TANGGA SATUAN DARI SISTEM ORDE DUA
C(t)
nt
7.4. DEFINISI SPESIFIKASI RESPON TRANSIEN
Karakteristik performansi sistem kontrol yang diinginkan dinyatakan dalam bentuk
besaran wawasan waktu. Sistem yang mempunyai elemen penyimpan energi tidak dapat
merespon secara seketika dan akan menunjukkan respon transien jika dikenai masukan
atau gangguan.
Pada umumnya karakteristik performansi sistem kontrol dinyatakan dalam bentuk
respon transien terhadap masukan tangga satuan karena mudah dibangkitkan dan cukup
radikal.
Respon transien suatu sistem terhadap masukan tangga satuan bergantung pada
syarat awal. Untuk memudahkan pembandingan respon transien berbagai macam
sistem, hal yang biasa dilakukan adalah menggunakan syarat awal standar,
bahwa sistem mula-mula dalam keadaan diam, sehingga keluaran dan semua turunan
waktunya pada awal respon sama dengan nol.
td
atau :
1 2 d
tg d tr
n 1 2
n
dimana didefinisikan seperti pada gambar 7.11. Dari gambar tersebut dapat dilihat
1 2
bahwa harga tg 1
terletak antara dan . Jika 0 , maka
2
1 2 1 2
tg 1
dan jika 1 , maka tg 1
2
j d
n 1 2
n
0
n
dc ( t )
Dengan membuat 0 ; t
dt
dan
n 1 2 t n untuk n 0, 1, 2, .........
maka didapatkan hasil :
n
t untuk n 0, 1, 2, ......... ………… (7.17)
n 1 2
y(t)
0 1
3 6
Sehingga
1 2 1waktu
2 1overshoot
2
n: t
maksimum muncul adalah
t maks
n 1 2
atau :
tp
d
gambar 7.12). Dari persamaan (7.17) substitusikan pada persamaan (7.11), sehingga
didapatkan hasil :
n
1 2
e untuk n 0, 1, 2, .........
M p 1 . sin( n )
1 2
atau :
1 2
M p 1 (1) n 1 e n untuk n 0, 1, 2, .........
. Dari gambar 3.9 dapat dilihat bahwa untuk harga n yang sama dan untuk harga
yang berkisar dari 0 sampai 1, waktu penetapan t s untuk sistem dengan redaman
yang sangat kurang adalah lebih besar dari sistem dengan redaman cukup. Untuk sistem
redaman lebih, waktu penetapan t s menjadi besar karena kelambanan dalam awal
respon.
GAMBAR 7.13
KURVA WAKTU PENETAPAN ts TERHADAP Z
Waktu Penetapan ts
Waktu penetapan untuk pita toleransi 2% dan 5% dapat diukur dalam bentuk
T 1 n dari kurva yang ditunjukkan pada gambar 7.13.
Untuk 0 0,9 , jika digunakan kriteria 2%, maka t s mendekati 4 kali konstanta
waktu sistem atau :
jika digunakan kriteria 5%, maka t s mendekati 3 kali konstanta waktu atau :
3 3
t s 3T untuk 5%
n
GAMBAR 7.14
SISTEM KONTROL
e(t ) r (t ) c (t )
E ( s) R( s) C ( s)
Kesalahan sistem keadaan tunak adalah nilai keadaan tunak dari e(t ) , maka
notasi kesalahan keadaan tunak adalah e( t )ss , sehingga dapat ditulis :
e( t )ss lim S .E( s )
s 0
maka :
1
S .R ( s ) S . S .G ( s ) G ( s)
c(t ) ss lim S .C ( s) lim
s 0 s 0 1 G ( s ) 1 G ( s) 1 G (s)
dari persamaan (3.18) didapatkan :
S 1 1
e(t ) ss lim .
s 0 1 G (s) S 1 G (s)
sehingga :
G(s) 1 G(s)
K p lim . lim G ( s ) K p lim G ( s )
s 0 1 G(s) 1 s 0 s 0
Jadi kesalahan penggerak keadaan tunak dalam bentuk koefisien kesalahan posisi
statik Kp dinyatakan sebagai :
1
e ss
1 K p
dc(t )
ℒ dt
SC ( s )
G
lim
s 0 1 G
S 1
lim .
s 0 1 G ( s ) S 2
1
lim
s 0 S (1 G ( s )
sehingga :
G ( s ) S 1 G ( s )
K v lim .
s 0 1 G ( s) 1
lim S .G ( s )
K v lim S .G ( s)
s 0
s 0
d 2 c (t )
ℒ
dt
SC ( s )
sehingga :
2 G ( s ) S 2 1 G ( s )
K a lim .
s 0 1 G( s) 2
K a lim S 2G ( s )
2 s 0
lim S .G ( s )
s 0
Jadi kesalahan penggerak keadaan tunak dalam bentuk koefisien kesalahan kecepatan
statik Ka dinyatakan sebagai :
1
e ss
Ka
Catatan
Koefisien kesalahan dari K p , K v , K a menggambarkan kemampuan sistem untuk
memperkecil atau menghilangkan kesalahan keadaan tunak, oleh karena itu koefisien-
koefisien tersebut merupakan indikasi performansi kesalahan keadaan tunak. Biasanya
diinginkan untuk memperbesar koefisien kesalahan dengan menjaga respon transien
dalam daerah yang masih dapat diterima.
GAMBAR 7.15
BLOK DIAGRAM SISTEM PENGATURAN OPEN LOOP
R(s) C(s)
G(s)
C (s)
T G (s)
R(s)
T G dT G dG
SG . . 1 ………… (7.19)
T dG G dG
H(s )
Untuk unity feedback, H = 1
C( s ) G
T
R( s ) 1 G
Dari persamaan (7.19) dan (7.20) terlihat bahwa pada sistem closed loop dengan H
= 1, maka perubahan output direduksi dengan faktor 1 1 G dibandingkan dengan
sistem open loop. Jadi kepekaan sistem menjadi lebih baik.
C( s ) G
T
R( s ) 1 GH
T G dT G d G
SG . .
T dG G dG 1 GH
1 GH ………… (7.21)
1
1 GH
Pada persamaan (7.20) dan (7.21) terlihat bahwa untuk ( 1 GH ) ( 1 G ) . Jadi
kepekaan sistem terhadap forward elemen G pada non unity feedback lebih baik dari
pada unity feedback.
T H dT H d G
SH . .
T dH G dH 1 GH
1 GH ………… (7.22)
GH
1 GH
Bila GH 1 , maka S H
T
1 ………… (7.23)
R(s)
+
n2 C(s)
S ( S 2 n )
. n 0 ,6.5 3 , maka :
3,14 d 4
tr dimana, tg 1 tg 1 0 ,93 rad
d 4 3
maka :
3,14 0 ,93
tr 0,55 det
d 4
3,14
tp 0 ,785 det
d 4
M p e ( d )
0,095
4 4
ts 1,33 det
3
t s untuk kriteria 5%, waktu penetapannya adalah :
3 3
ts 1 det
3
2. Untuk sistem yang ditunjukkan pada gambar dibawah ini, diinginkan untuk
menentukan harga penguatan K dan konstanta umpan balik kecepatan K h
sedemikian rupa sehingga lewatan maksimum berharga 0,2 dan waktu puncak 1
detik. Dengan harga-harga K dan K h ini diinginkan untuk memperoleh waktu naik
dan waktu penetapan.
R(s) K C(s)
+
S( S 1 )
1 KhS
Jawab :
1 2
M p e
ln 0 ,2
1 2
.3,14
1,61 maka didapatkan 0,456
1 2
K
C( s ) S( S 1 ) K
2
K
.( 1 K h S ) S ( 1 KK h )S K
R( s )
1
S( S 1 )
C( s ) n2
2
R( s ) S 2 n S n2
2 n 1 KK h
2 . 0,456 . 3,53 1 12 ,5 K h
K h 0 ,178
tr
d
dimana :
d 3,14 3,14
tg 1 tg 1 tg 1
n 0 ,456 . 3,53
1,1 rad
maka :
3,14 1,1
tr
3,14
0 ,65 det
4 4
ts 2 ,48 det
3
t s untuk kriteria 5%, waktu penetapannya adalah :
3 3
ts 1,86 det
3
BAB VIII
KESTABILAN SISTEM
8.1. PENDAHULUAN
Persoalan yang paling penting dalam sistem kontrol linier adalah mengenai
kestabilan, dimana kestabilan sebuah sistem ditentukan oleh tanggapannya terhadap
masukan atau gangguan. Secara garis besar sistem stabil adalah sistem yang tetap dalam
keadaan diam bila tidak dirangsang / dieksitasi oleh sumber luar dan akan kembali diam
jika semua rangsangan dihilangkan. Kestabilan dapat didefinisikan secara tepat dalam
pengertian tanggapan denyut suatu sistem sebagai berikut :
(a) Sistem STABIL, jika tanggapan denyutnya mendekati nol ketika waktu
mendekati , serta jika setiap masukan yang terbatas menghasilkan
keluaran yang terbatas.
(b) Sistem TIDAK STABIL, jika respon terhadap suatu masukan meng-
hasilkan osilasi yang keras pada suatu amplitudo / harga tertentu dan masing-
masing mempunyai sekurang-kurangnya 1 akar dengan bagian nyata positif.
(c) Sistem STABIL TERBATAS, jika sistem tersebut mempunyai akar-akar
dengan bagian nyata yang sama dengan nol, tapi tidak ada yang dengan
bagian nyata positif (nol / negatif), tanggapan denyutnya tidak akan susut
meskipun terbatas.
Respon suatu sistem stabil dapat dikenali dengan adanya peralihan (transient)
yang menurun menuju nol terhadap pertambahan waktu, ini berarti bahwa untuk
mendapatkan sebuah sistem yang stabil, koefisien dari suku eksponensial yang
stabil terbatas.
a. –1, -2 f. 2, –1, –3
Jawab :
Point (a), (d), (h) adalah stabil
Point (c), (e) adalah stabil marginal / terbatas
Point (f), (g), (i), (b) adalah tidak stabil
Telah disebutkan bahwa suatu sistem kontrol adalah stabil jika dan hanya jika
semua pole lup tertutup / akar-akarnya terletak disebelah kiri sumbu khayal bidang s.
Karena sebagian besar sistem lup tertutup linier mempunyai fungsi alih lup
tertutup dalam bentuk :
C (s ) b0 s m b 1 s m1 .......... b m1 s b m B( s )
R( s ) a 0 s n a 1 s n1 .......... a n1 s a n A(s )
Sn a0 a2 a4 a6 . . . .
n 1
S a1 a3 a5 a7 . . . .
n2
S b1 b2 b3 b4 . . . .
n3
S c1 c2 c3 c4 . . . .
n4
S d1 d2 d3 d4 . . . .
0
S z1
Kasus Khusus
Bila salah satu koefisien pada kolom pertama = 0
Q( s ) s 5 s 4 2 s 3 2 s 2 3s 15 0
s5 1 2 3
4
s 1 2 15
3
s 0 - 12
2
s
koefisien dari s 2 tak terhingga
1
oleh karena itu substitusikan s pada persamaan karateristiknya :
X
maka :
x5 15 2 1
x4 3 2 1
3
x -8 -4
2
x 0,5 1
1
x 3 0
0
x 1
Sistem tidak stabil karena terjadi pergantian tanda pada kolom I (yang terkotak)
s5 1 24 - 25
4
s 2 48 - 50 Polinomial pembantu Q(s)
3
s 0 0
s5 1 24 - 25
4
s 2 48 - 50
3
s 8 96
dQ( s )
s 2
24 - 50 Koefisien-koefisien dari
ds
s1 112,7 0
0
s - 50
1. Q( s ) s 3 3s 2 3s (1 K) 0
s3 1 3
s2 3 (1 K)
Agar akar-akar tidak terletak disebelah kanan
s 1 8-K sumbu khayal, maka tiap koefisien pada kolom
3 pertama 0
s0 (1 K)
8 K
0 8 K 0 K 8
3 1 K 8
1 K 0 K 1
0 8
-1
2. Tinjau sistem yang ditunjukkan pada gambar dibawah ini. Tentukan daerah harga K
R(s) K C(s)
+ 2
S(S S 1)(S 2 )
C (s ) K
2
R(s ) S(S S 1)(S 2 )
14 9K
0 14 9K 0
3
14
K 14
9 K stabil pada saat 0 K
9
K0
14
9
0
3. Tinjau sistem yang ditunjukkan pada gambar dibawah ini. Tentukan daerah harga K
agar sistem tetap stabil
R(s) K 1 C(s)
+
S 2 S 2) S
JAWAB :
Persamaan karakteristiknya adalah : 1 + GH = 0, maka :
K
1 0 S 3 S 2 2S K 0
S S 2 2S
3
s3 1 2
2
s 1 K
Teknik Elektro
1 D3 dan S1 Sistem Kendali -81
s 2-K
0
s K
2 K 0 K 2
0K2
K0