Anda di halaman 1dari 20

Bunyi Hukum Ohm

Pada dasarnya, bunyi dari Hukum Ohm adalah :


“Besar arus listrik (I) yang mengalir melalui sebuah penghantar atau Konduktor akan berbanding
lurus dengan beda potensial / tegangan (V) yang diterapkan kepadanya dan berbanding terbalik
dengan hambatannya (R)”.
Secara Matematis, Hukum Ohm dapat dirumuskan menjadi persamaan seperti dibawah ini :
V=IxR
I=V/R
R=V/I
Dimana :
V = Voltage (Beda Potensial atau Tegangan yang satuan unitnya adalah Volt (V))
I = Current (Arus Listrik yang satuan unitnya adalah Ampere (A))
R = Resistance (Hambatan atau Resistansi yang satuan unitnya adalah Ohm (Ω))
Dalam aplikasinya, Kita dapat menggunakan Teori Hukum Ohm dalam Rangkaian Elektronika
untuk memperkecilkan Arus listrik, Memperkecil Tegangan dan juga dapat memperoleh Nilai
Hambatan (Resistansi) yang kita inginkan.
Hal yang perlu diingat dalam perhitungan rumus Hukum Ohm, satuan unit yang dipakai adalah
Volt, Ampere dan Ohm. Jika kita menggunakan unit lainnya seperti milivolt, kilovolt,
miliampere, megaohm ataupun kiloohm, maka kita perlu melakukan konversi ke unit Volt,
Ampere dan Ohm terlebih dahulu untuk mempermudahkan perhitungan dan juga untuk
mendapatkan hasil yang benar.
Contoh Kasus dalam Praktikum Hukum Ohm
Untuk lebih jelas mengenai Hukum Ohm, kita dapat melakukan Praktikum dengan sebuah
Rangkaian Elektronika Sederhana seperti dibawah ini :
Kita memerlukan sebuah DC Generator (Power Supply), Voltmeter, Amperemeter, dan sebuah
Potensiometer sesuai dengan nilai yang dibutuhkan.
Dari Rangkaian Elektronika yang sederhana diatas kita dapat membandingkan Teori Hukum
Ohm dengan hasil yang didapatkan dari Praktikum dalam hal menghitung Arus Listrik (I),
Tegangan (V) dan Resistansi/Hambatan (R).

Menghitung Arus Listrik (I)


Rumus yang dapat kita gunakan untuk menghitung Arus Listrik adalah I = V / R
Contoh Kasus 1 :
Setting DC Generator atau Power Supply untuk menghasilkan Output Tegangan 10V, kemudian
atur Nilai Potensiometer ke 10 Ohm. Berapakah nilai Arus Listrik (I) ?
Masukan nilai Tegangan yaitu 10V dan Nilai Resistansi dari Potensiometer yaitu 10 Ohm ke
dalam Rumus Hukum Ohm seperti dibawah ini :
I=V/R
I = 10 / 10
I = 1 Ampere
Maka hasilnya adalah 1 Ampere.
Contoh Kasus 2 :
Setting DC Generator atau Power Supply untuk menghasilkan Output Tegangan 10V, kemudian
atur nilai Potensiometer ke 1 kiloOhm. Berapakah nilai Arus Listrik (I)?
Konversi dulu nilai resistansi 1 kiloOhm ke satuan unit Ohm. 1 kiloOhm = 1000 Ohm. Masukan
nilai Tegangan 10V dan nilai Resistansi dari Potensiometer 1000 Ohm ke dalam Rumus Hukum
Ohm seperti dibawah ini :
I=V/R
I = 10 / 1000
I = 0.01 Ampere atau 10 miliAmpere
Maka hasilnya adalah 10mA

Menghitung Tegangan (V)


Rumus yang akan kita gunakan untuk menghitung Tegangan atau Beda Potensial adalah V = I x
R.
Contoh Kasus :
Atur nilai resistansi atau hambatan (R) Potensiometer ke 500 Ohm, kemudian atur DC Generator
(Power supply) hingga mendapatkan Arus Listrik (I) 10mA. Berapakah Tegangannya (V) ?
Konversikan dulu unit Arus Listrik (I) yang masih satu miliAmpere menjadi satuan unit Ampere
yaitu : 10mA = 0.01 Ampere. Masukan nilai Resistansi Potensiometer 500 Ohm dan nilai Arus
Listrik 0.01 Ampere ke Rumus Hukum Ohm seperti dibawah ini :
V=IxR
V = 0.01 x 500
V = 5 Volt
Maka nilainya adalah 5Volt.

Menghitung Resistansi / Hambatan (R)


Rumus yang akan kita gunakan untuk menghitung Nilai Resistansi adalah R = V / I
Contoh Kasus :
Jika di nilai Tegangan di Voltmeter (V) adalah 12V dan nilai Arus Listrik (I) di Amperemeter
adalah 0.5A. Berapakah nilai Resistansi pada Potensiometer ?
Masukan nilai Tegangan 12V dan Arus Listrik 0.5A kedalam Rumus Ohm seperti dibawah ini :
R=V/I
R = 12 /0.5
R = 24 Ohm
Maka nilai Resistansinya adalah 24 Ohm

Table of resistance values of Ohm

Name symbol conversion example

milli-ohm mΩ 1mΩ = 10-3Ω R0 = 10mΩ

Ohm Ω - R1 = 10Ω

kilo-ohm kΩ 1kΩ = 103Ω R2 = 2kΩ

mega-ohm MΩ 1MΩ = 106Ω R3 = 5MΩ

Rangkaian Seri Resistor


Rangkaian Seri Resistor adalah sebuah rangkaian yang terdiri dari 2 buah atau lebih Resistor
yang disusun secara sejajar atau berbentuk Seri. Dengan Rangkaian Seri ini kita bisa
mendapatkan nilai Resistor Pengganti yang kita inginkan.
Rumus dari Rangkaian Seri Resistor adalah :
Rtotal = R1 + R2 + R3 + ….. + Rn
Dimana :
Rtotal = Total Nilai Resistor
R1 = Resistor ke-1
R2 = Resistor ke-2
R3 = Resistor ke-3
Rn = Resistor ke-n
Berikut ini adalah gambar bentuk Rangkaian Seri :

Contoh Kasus untuk menghitung Rangkaian Seri Resistor


Seorang Engineer ingin membuat sebuah peralatan Elektronik, Salah satu nilai resistor yang
diperlukannya adalah 4 Mega Ohm, tetapi Engineer tidak dapat menemukan Resistor dengan
nilai 4 Mega Ohm di pasaran sehingga dia harus menggunakan rangkaian seri Resistor untuk
mendapatkan penggantinya.
Penyelesaian :
Ada beberapa kombinasi Nilai Resistor yang dapat dipergunakannya, antara lain :
1 buah Resistor dengan nilai 3,9 Mega Ohm
1 buah Resistor dengan nilai 100 Kilo Ohm
Rtotal = R1 + R2
3,900,000 + 100,000 = 4,000,000 atau sama dengan 4 Mega Ohm.
Atau
4 buah Resistor dengan nilai 1 Mega Ohm
Rtotal = R1 + R2 + R3 + R4
1 MOhm + 1 MOhm + 1 MOhm + 1 MOhm = 4 Mega Ohm
Rangkaian Paralel Resistor
Rangkaian Paralel Resistor adalah sebuah rangkaian yang terdiri dari 2 buah atau lebih Resistor
yang disusun secara berderet atau berbentuk Paralel. Sama seperti dengan Rangkaian Seri,
Rangkaian Paralel juga dapat digunakan untuk mendapatkan nilai hambatan pengganti.
Perhitungan Rangkaian Paralel sedikit lebih rumit dari Rangkaian Seri.
Rumus dari Rangkaian Seri Resistor adalah :
1/Rtotal = 1/R1 + 1/R2 + 1/R3 + ….. + 1/Rn
Dimana :
Rtotal = Total Nilai Resistor
R1 = Resistor ke-1
R2 = Resistor ke-2
R3 = Resistor ke-3
Rn = Resistor ke-n
Berikut ini adalah gambar bentuk Rangkaian Paralel :

Contoh Kasus untuk Menghitung Rangkaian Paralel Resistor


Terdapat 3 Resistor dengan nilai-nilai Resistornya adalah sebagai berikut :
R1 = 100 Ohm
R2 = 200 Ohm
R3 = 47 Ohm
Berapakah nilai hambatan yang didapatkan jika memakai Rangkaian Paralel Resistor?
Penyelesaiannya :
1/Rtotal = 1/R1 + 1/R2 + 1/R3
1/Rtotal = 1/100 + 1/200 + 1/47
1/Rtotal = 94/9400 + 47/9400 + 200/9400
1/Rtotal = 341 x Rtotal = 1 x 9400 (→ Hasil kali silang)
Rtotal = 9400/341
Rtotal = 27,56
Jadi Nilai Hambatan Resistor pengganti untuk ketiga Resistor tersebut adalah 27,56 Ohm.
Hal yang perlu diingat bahwa Nilai Hambatan Resistor (Ohm) akan bertambah jika
menggunakan Rangkaian Seri Resistor sedangkan Nilai Hambatan Resistor (Ohm) akan
berkurang jika menggunakan Rangkaian Paralel Resistor.
Pada Kondisi tertentu, kita juga dapat menggunakan Rangkaian Gabungan antara Rangkaian Seri
dan Rangkaian Paralel Resistor.
Hukum Kirchhoff
Pengertian dan Bunyi Hukum Kirchhoff – Hukum Kirchhoff merupakan salah satu hukum
dalam ilmu Elektronika yang berfungsi untuk menganalisis arus dan tegangan dalam rangkaian.
Hukum Kirchoff pertama kali diperkenalkan oleh seorang ahli fisika Jerman yang bernama
Gustav Robert Kirchhoff (1824-1887) pada tahun 1845. Hukum Kirchhoff terdiri dari 2 bagian
yaitu Hukum Kirchhoff 1 dan Hukum Kirchhoft 2.

Pengertian dan Bunyi Hukum Kirchhoff 1


Hukum Kirchhoff 1 merupakan Hukum Kirchhoff yang berkaitan dengan dengan arah arus
dalam menghadapi titik percabangan. Hukum Kirchhoff 1 ini sering disebut juga dengan Hukum
Arus Kirchhoff atau Kirchhoff’s Current Law (KCL).
Bunyi Hukum Kirchhoff 1 adalah sebagai berikut :
“Arus Total yang masuk melalui suatu titik percabangan dalam suatu rangkaian listrik sama
dengan arus total yang keluar dari titik percabangan tersebut.”
Untuk lebih jelas mengenai Bunyi Hukum Kicrhhoff 1, silakan lihat rumus dan rangkaian

sederhana dibawah ini :


Berdasarkan Rangkaian diatas, dapat dirumuskan bahwa :
I1 + I2 + I3 = I4 + I5 + I6

Contoh Soal Hukum Kirchhoff 1


Dari rangkaian diatas, diketahui bahwa
I1 = 5A
I2 = 1A
I3 = 2A
Berapakah I4 (arus yang mengalir pada AB) ?
Penyelesaian :
Dari gambar rangkaian yang diberikan diatas, belum diketahui apakah arus I4 adalah arus masuk
atau keluar. Oleh karena itu, kita perlu membuat asumsi awal, misalnya kita mengasumsikan arus
pada I4 adalah arus keluar.
Jadi arus yang masuk adalah :
I2 + I3 = 1 + 2 = 3A
Arus yang keluar adalah :
I1 + I4 = 5 + I4
3 = 5 + I4
I4 = 3 – 5
I4 = -2
Karena nilai yang didapatkan adalah nilai negatif, ini berbeda dengan asumsi kita sebelumnya,
berarti arus I4 yang sebenarnya adalah arus masuk.

Pengertian dan Bunyi Hukum Kirchhoff 2


Hukum Kirchhoff 2 merupakan Hukum Kirchhoff yang digunakan untuk menganalisis tegangan
(beda potensial) komponen-komponen elektronika pada suatu rangkaian tertutup. Hukum
Kirchhoff 2 ini juga dikenal dengan sebutan Hukum Tegangan Kirchhoff atau Kirchhoff’s
Voltage Law (KVL).
Bunyi Hukum Kirchhoff 2 adalah sebagai berikut :
“Total Tegangan (beda potensial) pada suatu rangkaian tertutup adalah nol”

Untuk lebih jelas mengenai Bunyi Hukum Kirchhoff 2, silakan lihat rumus dan rangkaian
sederhana dibawah ini :
Berdasarkan Rangkaian diatas, dapat dirumuskan bahwa :
Vab + Vbc + Vcd + Vda = 0
Contoh Soal Hukum Kirchhoff

Perhatikan rangkaian diatas, nilai-nilai Resistor yang terdapat di rangkaian adalah sebagai
berikut :
R1 = 10Ω
R2 = 20Ω
R3 = 40Ω
V1 = 10V
V2 = 20V
Berakah arus yang melewati resistor R3 ?
Penyelesaian :
Di dalam rangkaian tersebut, terdapat 3 percabangan, 2 titik, dan 2 loop bebas (independent).
Gunakan Hukum Kirchhoff I (Hukum Arus Kirchhoff) untuk persamaan pada titik A dan titik B
Titik A : I1 + I2 = I3
Titik B : I3 = I1 + I2
Gunakan Hukum Kirchhoff II (Hukum Tegangan Kirchhoff) untuk Loop 1, Loop 2 dan Loop 3.
Loop 1 : 10 = R1 x I1 + R3 x I3 = 10I1 + 40I3
Loop 2 : 20 = R2 x I2 + R3 x I3 = 20I2 + 40I3
Loop 3 : 10 – 20 = 10I1 – 20I2
Seperti yang dikatakan sebelumnya bahwa I3 adalah hasil dari penjumlahan I1 dan I2, maka
persamaannya dapat kita buat seperti dibawah ini :
Persamaan 1 : 10 = 10I1 + 40(I1 + I2) = 50I1 + 40I2
Persamaan 2 : 20 = 20I2 + 40(I1 + I2) = 40I1 + 60I2
Jadi saat ini kita memiliki 2 persamaan, dari persamaan tersebut kita mendapatkan nilai I1 dan I2
sebagai berikut :
I1 = -0.143 Ampere
I2 = +0.429 Ampere
Seperti yang diketahui bahwa I3 = I1 + I2
Maka arus listrik yang mengalir pada R3 adalah -0.143 + 0.429 = 0.286 Ampere
Sedangkan Tegangan yang melewati R3 adalah 0.286 x 40 = 11.44 Volt
Tanda Negatif (-) pada arus I1 menandakan arah alir arus listrik yang diasumsikan dalam
rangkaian diatas adalah salah. Jadi arah alir arus listrik seharusnya menuju ke V1, sehingga
V2 (20V) melakukan pengisian arus (charging) terhadap V1.

Besaran dan Satuan Listrik / Elektronika

Besaran dan Satuan Listrik / Elektronika – Dalam mempelajari ilmu kelistrikan dan
Elektronika, salah satu pengetahuan dasar yang penting untuk dikuasai adalah mengetahui
besaran-besaran maupun satuan-satuan unit yang terdapat dalam ilmu listrik dan Elektronika ini.
Pengetahuan tentang Besaran maupun Satuan Listrik dan Elektronika ini dapat membantu kita
dalam merancang, merakit serta menganalisa sebuah rangkaian Listrik/Elektronika. Tanpa
pengetahuan dasar ini, kita tidak akan dapat mengetahui secara pasti nilai-nilai komponen
listrik/elektronika, nilai-nilai hasil pengukuran tegangan dan arus listrik serta tidak dapat
melakukan perhitungan dalam rangkaian seperti menghitung jumlah daya listrik yang
dipergunakan, menyusun rangkaian seri/paralel resistor dan lain sebagainya.

Pengertian Besaran dan Satuan


Besaran adalah segala sesuatu yang dapat diukur atau dihitung, dinyatakan dengan Angka atau
nilai dan setiap Besaran pasti memiliki satuan. Contoh-contoh besaran dalam Ilmu kelistrikan
dan Elektronika seperti Tegangan, Arus listrik, Hambatan, Frekuensi dan Daya Listrik.
Sedangkan yang dimaksud dengan satuan adalah acuan yang digunakan untuk memastikan
kebenaran pengukuran atau sebagai pembanding dalam suatu pengukuran besaran. Satuan ini
dalam bahasa Inggris sering disebut dengan Unit. Contoh-contoh satuan dalam ilmu kelistrikan
dan Elektronika seperti Ampere, Volt, Ohm, Joule, Watt, Farad dan Henry.

Standar Besaran dan Satuan Listrik / Elektronika


Berikut ini adalah Besaran-besaran Listrik dan Elektronika serta Satuan-satuan Listrik dan
Elektronika yang sering digunakan dalam ilmu kelistrikan dan Elektronika. Standar yang
digunakan pada umumnya adalah SI yaitu Standard Internasional.

Besaran Satuan Simbol

Tegangan Volt V

Arus Listrik Ampere A

Hambatan/Resistansi Ohm Ω

Konduktansi Siemens G

Kapasitansi Farad F

Muatan Listrik Coulomb C

Induktansi Henry H

Daya Listrik Watt W

Impedansi Ohm Ω

Frekuensi Hertz Hz
Energi Joule J

Prefix/Awalan Satuan SI
Yang dimaksud dengan Prefix Satuan SI adalah awalan yang digunakan dalam satuan SI untuk
membentuk sebuah satuan yang menandakan kelipatan dari satuan tersebut. Dibawah ini adalah
Prefix satuan SI yang pada umumnya digunakan dalam ilmu kelistrikan dan Elektronika.

Prefix Simbol Desimal 10n

Terra T 1.000.000.000.000 1012

Giga G 1.000.000.000 109

Mega M 1.000.000 106

kilo k 1.000 103

(Tidak ada) (Tidak ada) 1 100

centi c 1/100 10-2

mili M 1/1.000 10-3

micro µ 1/1.000.000 10-6

nano N 1/1.000.000.000 10-9

pico p 1.000.000.000.000 10-12

Contoh-contoh Penulisan Satuan SI


Contoh-contoh penulisan satuan-satuan tersebut diantaranya seperti berikut ini :
 1kV = 1 kilo Volt = 1.000 Volt
 1mA = 1 mili Ampere = 1/1000 Ampere atau 0,001 Ampere
 1MΩ = 1 Mega Ohm = 1.000.000 Ohm
 1µF = 1 micro Farad = 1/1.000.000 Farad

Jenis-jenis Komponen Elektronika beserta Fungsi dan Simbolnya


Dickson Kho Komponen Elektronika
Jenis-jenis Komponen Elektronika beserta Fungsi dan Simbolnya – Peralatan Elektronika
adalah sebuah peralatan yang terbentuk dari beberapa Jenis Komponen Elektronika dan masing-
masing Komponen Elektronika tersebut memiliki fungsi-fungsinya tersendiri di dalam sebuah
Rangkaian Elektronika. Seiring dengan perkembangan Teknologi, komponen-komponen
Elektronika makin bervariasi dan jenisnya pun bertambah banyak. Tetapi komponen-komponen
dasar pembentuk sebuah peralatan Elektronika seperti Resistor, Kapasitor, Transistor, Dioda,
Induktor dan IC masih tetap digunakan hingga saat ini.
Jenis-jenis Komponen Elektronika
Berikut ini merupakan Fungsi dan Jenis-jenis Komponen Elektronika dasar yang sering
digunakan dalam Peralatan Elektronika beserta simbolnya.
A. Resistor
Resistor atau disebut juga dengan Hambatan adalah Komponen Elektronika Pasif yang berfungsi
untuk menghambat dan mengatur arus listrik dalam suatu rangkaian Elektronika. Satuan Nilai
Resistor atau Hambatan adalah Ohm (Ω). Nilai Resistor biasanya diwakili dengan Kode angka
ataupun Gelang Warna yang terdapat di badan Resistor. Hambatan Resistor sering disebut juga
dengan Resistansi atau Resistance.
Baca juga : Pengertian Resistor dan Jenis-jenisnya.
Jenis-jenis Resistor diantaranya adalah :
1. Resistor yang Nilainya Tetap
2. Resistor yang Nilainya dapat diatur, Resistor Jenis ini sering disebut juga dengan
Variable Resistor ataupun Potensiometer.
3. Resistor yang Nilainya dapat berubah sesuai dengan intensitas cahaya, Resistor jenis ini
disebut dengan LDR atau Light Dependent Resistor
4. Resistor yang Nilainya dapat berubah sesuai dengan perubahan suhu, Resistor jenis ini
disebut dengan PTC (Positive Temperature Coefficient) dan NTC (Negative Temperature
Coefficient)
Gambar dan Simbol Resistor :

B. Kapasitor (Capacitor)
Kapasitor atau disebut juga dengan Kondensator adalah Komponen Elektronika Pasif yang dapat
menyimpan energi atau muatan listrik dalam sementara waktu. Fungsi-fungsi Kapasitor
(Kondensator) diantaranya adalah dapat memilih gelombang radio pada rangkaian Tuner,
sebagai perata arus pada rectifier dan juga sebagai Filter di dalam Rangkaian Power Supply
(Catu Daya). Satuan nilai untuk Kapasitor (Kondensator) adalah Farad (F)
Jenis-jenis Kapasitor diantaranya adalah :
1. Kapasitor yang nilainya Tetap dan tidak ber-polaritas. Jika didasarkan pada bahan
pembuatannya maka Kapasitor yang nilainya tetap terdiri dari Kapasitor Kertas,
Kapasitor Mika, Kapasitor Polyster dan Kapasitor Keramik.
2. Kapasitor yang nilainya Tetap tetapi memiliki Polaritas Positif dan Negatif, Kapasitor
tersebut adalah Kapasitor Elektrolit atau Electrolyte Condensator (ELCO) dan Kapasitor
Tantalum
3. Kapasitor yang nilainya dapat diatur, Kapasitor jenis ini sering disebut dengan Variable
Capasitor.
Gambar dan Simbol Kapasitor :

C. Induktor (Inductor)
Induktor atau disebut juga dengan Coil (Kumparan) adalah Komponen Elektronika Pasif yang
berfungsi sebagai Pengatur Frekuensi, Filter dan juga sebagai alat kopel (Penyambung). Induktor
atau Coil banyak ditemukan pada Peralatan atau Rangkaian Elektronika yang berkaitan dengan
Frekuensi seperti Tuner untuk pesawat Radio. Satuan Induktansi untuk Induktor adalah Henry
(H).
Jenis-jenis Induktor diantaranya adalah :
1. Induktor yang nilainya tetap
2. Induktor yang nilainya dapat diatur atau sering disebut dengan Coil Variable.
Gambar dan Simbol Induktor :

D. Dioda (Diode)
Diode adalah Komponen Elektronika Aktif yang berfungsi untuk menghantarkan arus listrik ke
satu arah dan menghambat arus listrik dari arah sebaliknya. Diode terdiri dari 2 Elektroda yaitu
Anoda dan Katoda.
Berdasarkan Fungsi Dioda terdiri dari :
1. Dioda Biasa atau Dioda Penyearah yang umumnya terbuat dari Silikon dan berfungsi
sebagai penyearah arus bolak balik (AC) ke arus searah (DC).
2. Dioda Zener (Zener Diode) yang berfungsi sebagai pengamanan rangkaian setelah
tegangan yang ditentukan oleh Dioda Zener yang bersangkutan. Tegangan tersebut sering
disebut dengan Tegangan Zener.
3. LED (Light Emitting Diode) atau Diode Emisi Cahaya yaitu Dioda yang dapat
memancarkan cahaya monokromatik.
4. Dioda Foto (Photo Diode) yaitu Dioda yang peka dengan cahaya sehingga sering
digunakan sebagai Sensor.
5. Dioda Schottky (SCR atau Silicon Control Rectifier) adalah Dioda yang berfungsi
sebagai pengendali .
6. Dioda Laser (Laser Diode) yaitu Dioda yang dapat memancar cahaya Laser. Dioda Laser
sering disingkat dengan LD.
Gambar dan Simbol Dioda:

E. Transistor
Transistor merupakan Komponen Elektronika Aktif yang memiliki banyak fungsi dan
merupakan Komponen yang memegang peranan yang sangat penting dalam dunia Elektronik
modern ini. Beberapa fungsi Transistor diantaranya adalah sebagai Penguat arus, sebagai Switch
(Pemutus dan penghubung), Stabilitasi Tegangan, Modulasi Sinyal, Penyearah dan lain
sebagainya. Transistor terdiri dari 3 Terminal (kaki) yaitu Base/Basis (B), Emitor (E) dan
Collector/Kolektor (K). Berdasarkan strukturnya, Transistor terdiri dari 2 Tipe Struktur yaitu
PNP dan NPN. UJT (Uni Junction Transistor), FET (Field Effect Transistor) dan MOSFET
(Metal Oxide Semiconductor FET) juga merupakan keluarga dari Transistor.
Gambar dan Simbol Transistor :

F. IC (Integrated Circuit)
IC (Integrated Circuit) adalah Komponen Elektronika Aktif yang terdiri dari gabungan ratusan
bahkan jutaan Transistor, Resistor dan komponen lainnya yang diintegrasi menjadi sebuah
Rangkaian Elektronika dalam sebuah kemasan kecil. Bentuk IC (Integrated Circuit) juga
bermacam-macam, mulai dari yang berkaki 3 (tiga) hingga ratusan kaki (terminal). Fungsi IC
juga beraneka ragam, mulai dari penguat, Switching, pengontrol hingga media penyimpanan.
Pada umumnya, IC adalah Komponen Elektronika dipergunakan sebagai Otak dalam sebuah
Peralatan Elektronika. IC merupakan komponen Semi konduktor yang sangat sensitif terhadap
ESD (Electro Static Discharge).
Sebagai Contoh, IC yang berfungsi sebagai Otak pada sebuah Komputer yang disebut sebagai
Microprocessor terdiri dari 16 juta Transistor dan jumlah tersebut belum lagi termasuk
komponen-komponen Elektronika lainnya.
Gambar dan Simbol IC (Integrated Circuit) :

G. Saklar (Switch)
Saklar adalah Komponen yang digunakan untuk menghubungkan dan memutuskan aliran listrik.
Dalam Rangkaian Elektronika, Saklar sering digunakan sebagai ON/OFF dalam peralatan
Elektronika.
Gambar dan Simbol Saklar (Switch) :

Anda mungkin juga menyukai