Anda di halaman 1dari 29

Hukum Ohm

Bunyi Hukum Ohm


Bunyi hukum Ohm adalah “Kuat arus dalam suatu rangkaian berbanding lurus dengan
tegangan pada ujung-ujung rangkaian dan berbanding terbalik dengan hambatan
rangkaian”. Hukum Ohm dinamai dari ahli fisika Jerman, Georg Simon Ohm (1787-1854).
Hukum Ohm digunakan untuk menghitung tegangan listrik, hambatan listrik, atau kuat
arus dalam rangkaian listrik. Hukum Ohm digunakan secara luas dalam rangkaian
elektronika dan merupakan hukum dasar pada rangkaian listrik. Dengan menggunakan
hukum Ohm, kita tidak hanya dapat menghitung, tapi juga dapat memperkecil arus
listrik, memperkecil tegangan pada rangkaian dan juga untuk memperoleh nilai
resistansi atau hambatan yang diperlukan.

Rumus Hukum Ohm


Simbol yang digunakan pada hukum Ohm adalah V untuk voltase atau tegangan listrik
yang diukur dalam satuan volt, R untuk resistansi atau hambatan yang diukur dalam
satuan ohm (Ω), dan I untuk arus listrik yang diukur dalam satuan ampere.
Sesuai dengan bunyi hukum Ohm, secara matematis untuk menghitung besar voltase
listrik menggunakan rumus:

Dan untuk menghitung kuat arus listrik, rumus diatas dipakai kembali sehingga:

Rumus diatas dapat dituliskan kembali untuk mendapatkan hambatan:

Untuk memudahkan mengingat, dapat dilihat pada gambar dibawah

Dari gambar diatas, kita dapat mengingat rumus dengan mudah dengan cara menutup
salah satu huruf untuk mencari rumusnya. Contoh jika kita ingin mencari nilai tegangan
listrik, tutup huruf V pada segitiga diatas, maka didapat rumusnya adalah IR, dan
begitu pula untuk mencari rumus lainnya caranya sama.
Rangkaian adalah lintasan listrik yang dilalui dari sumber daya dan kembali lagi.
Semua bagian dari rangkaian sederhana harus menghantarkan listrik dan dan
terhubung satu sama lain. Ada dua jenis rangkaian,: seri dan paralel. Senter adalah
contoh rangkaian seri; semua komponen terhubung satu sama lain. Rangkaian paralel
memiliki baterai aatu komponen lain yang terhubung saling menyilang. Pada rangkaian
listrik, tegangan, resistansi, atau arus yang lewat dapat dihitung dengan rumus hukum
Ohm. Komponen dalam rangkaian listrik masing-masing digambarkan dengan simbol
khusus dan berbeda satu sama-lain. Ini dimaksudkan agar komponen dan koneksi
dapat digambarkan dengan jelas. Pada diagram komponen sederhana dibawah
ini, dapat dilhat berbagai simbol yang dipakai pada komponen listrik. Gambar diagram
rangkaian dibuat untuk memudahkan dan menyederhanakan komponen listrik
sesungguhnya.

Makin besar resistansi atau hambatan dalam rangkaian, makin kecil arus yang
mengalir. Begitu pula sebaliknya, jika sumber daya yang diberikan terlalu besar, maka
beban juga harus mampu menerima daya yang besar. Jika beban menerima daya
diatas kemampuannya, maka dapat terjadi kerusakan komponen pada alat tersebut
(overload). Jika arus yang mengalir pada rangkaian terlalu besar untuk dapat diterima
beban, maka dipakai satu komponen listrik yang bernama resistor. Resistor
merupakan salah satu komponen listrik yang menyebabkan tegangan listrik turun.
Contoh Soal Hukum Ohm
Contoh Soal 1
Pada suatu rangkaian listrik sederhanan terdapat penyuplai daya dengan tegangan 10
volt dan beban dengan hambatan 10 ohm. Berapakah besarnya kuat arus pada
rangkaian tersebut?

Pembahasan:

Dengan menggunakan hukum Ohm, kita dapat langsung mencari nilai kuat arus pada
rangkaian sederhana dengan memakai rumus:

Jadi, kuat arus yang mengalir pada rangkaian tersebut sebesar 1 Ampere.
RANGKAIAN SERI PARALEL

Rangkaian seri

Rangkaian seri adalah rangkaian hambatan (resistor) yang disambungkan secara berturut-
turut.

Untuk mengetahui hubungan antara besarnya masing-masing hambatan dengan hambatan


penggantinya dalam rangkaian tersebut dapat menggunakan alat ukur voltmeter. Dinyatakan
dengan rumus sebagai berikut :

VAD = VAB + VBC + VCD………………………… (2.8)

I.RAD = I.R1 + I.R2 + I.R3………………………… (2.9)

Rs = R1 + R2 + R3 ………….……………… (2.10)

Dengan :Rs = hambatan pengganti untuk susunan seri

R = resistor

1.1 Rangkaian Listrik Seri

Rangkaian listrik yang komponen di dalamnya akan disusun secara seri atau memiliki bentuk
yang sejajar. Contoh dalam kehidupan sehari-hari yang menggunakan rangkaian seri adalah lampu
senter yang biasanya akan memiliki rangkaian seri di dalamnya. Biasanya pada bagian baterai dari
lampu tersebut yang akan disusun secara seri. Sementara pengertian lain dari rangkaian listri seri
adalah input dari suatu komponen di dalam rangkaian tersebut akan berasal dari output komponen
lainnya di dalam rangkaian tersebut. Oleh sebab itu rangkaian listrik yang dirangkai secara seri ini
tentu bisa menghemat biaya dengan menggunakan sedikit kabel penghubung. Namun rangkaian
listrik seri ini juga memiliki kelemahan selain kelebihan di penghematan biaya yang sudah
disebutkan.
Gambar 1.1.1 Rangkaian seri

Kelemahannya adalah ketika salah satu komponen dari rangkaian tersebut dicabut atau
mengalami kerusakan seperti habis atau mungkin tidak berfungsi, maka komponen lain yang
terdapat di dalam rangkaian tersebut tidak akan berjalan dan juga berfungsi dengan baik bahkan
dapat menyebabkan mati total. Seperti contoh pada tiga buah bola lampu yang dirangkai atau
disusun secara seri. Maka input dari lampu tersebut akan dihasilkan dari output lampu yang lain yang
terdapat di rangkaian tersebut. Dan seandainya salah satu lampu tersebut di cabut dan juga putus
atau rusak, tentu lampu yang ada di rangkaian tersebut bisa ikut padam.

Komponen listrik di atas bisa disebut atau di rangkai secara seri tentunya memiliki karakteristik
tersendiri yaitu :

 Arus listrik di dalam rangkaian tersebut hanya memiliki satu jalur saja.
 Hambatan total dari arus listrik pada rangkaian seri adalah jumlah total dari tiap hambatan
di dalam rangkaian listrik tersebut.
 Energi listrik akan disipasi pada tiap hambatan yang terdapat dalam rangkaian tersebut.
tentu saja jumlah tegangan di setiap komponen listrik akan memiliki besaran yang sama dengan
sumber tegangan.
 Disebabkan hambatan total padarangkaian listrik seri ini adalah jumlah dari hambatan pada
rangkaian tersebut, maka rangkaian seri biasanya difungsikan untuk memperbesar hambatan.
1.2 Rangkaian Seri Resistor
Adalah sebuah rangkaian yang terdiri dari 2 buah atau lebih Resistor yang disusun secara
sejajar atau berbentuk Seri. Dengan Rangkaian Seri ini kita bisa mendapatkan nilai Resistor
Pengganti yang kita inginkan.

Rumus dari Rangkaian Seri Resistor adalah :

Rtotal = R1 + R2 + R3 + ….. + Rn

Dimana :
Rtotal = Total Nilai Resistor
R1 = Resistor ke-1
R2 = Resistor ke-2
R3 = Resistor ke-3
Rn = Resistor ke-n

Berikut ini adalah gambar bentuk Rangkaian Seri :


Contoh Kasus untuk menghitung Rangkaian Seri Resistor

Seorang Engineer ingin membuat sebuah peralatan Elektronik, Salah satu nilai resistor
yang diperlukannya adalah 4 Mega Ohm, tetapi Engineer tidak dapat menemukan Resistor
dengan nilai 4 Mega Ohm di pasaran sehingga dia harus menggunakan rangkaian seri
Resistor untuk mendapatkan penggantinya.

Penyelesaian :

Ada beberapa kombinasi Nilai Resistor yang dapat dipergunakannya, antara lain :

1 buah Resistor dengan nilai 3,9 Mega Ohm


1 buah Resistor dengan nilai 100 Kilo Ohm
Rtotal = R1 + R2
3,900,000 + 100,000 = 4,000,000 atau sama dengan 4 Mega Ohm.

Atau

3 buah Resistor dengan nilai 1 Mega Ohm


Rtotal = R1 + R2 + R3 + R4
1 MOhm + 1 MOhm + 1 MOhm + 1 MOhm = 4 Mega Ohm

2. Rangkaian Paralel

Rangkaian Paralel adalah salah satu rangkaian listrik yang disusun secara berderet (paralel).
Lampu yang dipasang di rumah umumnya merupakan rangkaian paralel.

2.1 Rangakain listrik paralel

Suatu rangkaian listrik, di mana semua input komponen berasal dari sumber yang sama.
Semua komponen satu sama lain tersusun paralel. Hal inilah yang menyebabkan susunan paralel
dalam rangkaian listrik menghabiskan biaya yang lebih banyak (kabel penghubung yang diperlukan
lebih banyak). Selain kelemahan tersebut, susunan paralel memiliki kelebihan tertentu dibandingkan
susunan seri. Adapun kelebihannya adalah jika salah satu komponen dicabut atau rusak, maka
komponen yang lain tetap berfungsi sebagaimana mestinya Berikut contoh gambar rangkaian
paralel : Contoh pengaplikasian rangkaian paralel pada 3 buah lampu : Pada umumnya hambatan(R)
yang dirangkaia paralel akan menghasilkan hambatan tota(RT) yang semakin kecil . Untuk
mengetahui hambatan total dari hambatan(RT) yang dipasang paralel dapat menggunakan
perhitungan di bawah:
1/RT = 1/R1 + 1/R2 + 1/ R3 ... + 1/Rn RT = 1/(1/R1 + 1/ R2 + 1/R3 ... + 1/Rn) B.

Hubungan Antara Tegangan (V), Arus (I) Dan Hambatan (R) Dan Hukum Ohm Hukum Ohm
adalah hukum yang mengatakan bahwa apabila arus listrik mengalir ke dalam sebuah penghantar,
intensitas arusnya sama dengan tegangan yang mendorongnya dibagi dengan tahanan penghantar.
Hukum Ohm digunakan untuk melihat besarnya arus (I), tegangan (V) dan hambatan (R). Rumus: V
= I . R bunyi Hukum Ohm “Besarnya kuat arus (I) yang melalui konduktor antara dua titik berbanding
lurus dengan beda potensial atau tegangan (V) di dua titik tersebut, dan berbanding terbalik dengan
hambatan atau resistansi (R) di antara mereka”. Arus adalah elektron yang mengalir dari satu atom
ke atom lainnya melalui penghantar dan diukur dalam ampere. Satu ampere adalah aliran arus listrik
dari 6,28 x 10 pangkat 28 elektron / detik pada sebuah penghantar. Jadi, arus adalah jangkauan aliran
listrik yang diukur dalam ampere atau elektron / detik. Arus dapat digolongkan atas dua macam,
yaitu arus searah (DC) dan arus bolak-balik (AC).

a. Arus Searah (DC)

Arus searah (DC) yaitu arus yang mengalir ke satu arah saja dengan harga konstanta.
Salah satu sumber arus searah adalah batere. Di samping itu arus searah dapat
diperoleh dengan menggunakan komponen elektronik yang disebut Dioda pada
pembangkit listrik arus bolak-balik (AC).

b. Arus Bolak-balik (AC)

Arus bolak-balik (AC) adalah arus yang mengalir dengan arah bolak-balik. Arus ini bisa juga
disebut arus tukar sebab polaritasnya selalu bertukar-tukar. Juga dapat disebut dengan arus AC
sebagai istilah singkatan asing (Inggris) yaitu Alternating Current. Sumber arus listrik bolak-balik
adalah pembangkit tegangan tinggi seperti PLN (Perusahaan Listrik Negara) dan generator.

Tegangan adalah suatu tekanan yang menyebabkan terjadinya aliran arus listrik pada
sebuah penghantar. Biasanya tegangan tergantung pada ujung-ujung kawat penghantar. Apabila
ujung-ujung penghantar tersebut dihubungkan dengan batere atau generator, maka akan terjadi
tegangan. Jadi, tegangan adalah daya potensial yang tetap ada walaupun tidak ada arus. Walaupun
tidak ada hubungan terhadap peralatan lain tegangan tetap ada. Tegangan tetap ada walaupun
tanpa arus, tetapi arus tidak akan ada tanpa ada tekanan dari tegangan-tegangan yang

2.2 Rangkaian Paralel Resistor


Adalah sebuah rangkaian yang terdiri dari 2 buah atau lebih Resistor yang disusun secara
berderet atau berbentuk Paralel. Sama seperti dengan Rangkaian Seri, Rangkaian Paralel juga
dapat digunakan untuk mendapatkan nilai hambatan pengganti. Perhitungan Rangkaian Paralel
sedikit lebih rumit dari Rangkaian Seri.

Rumus dari Rangkaian Seri Resistor adalah :

1/Rtotal = 1/R1 + 1/R2 + 1/R3 + ….. + 1/Rn

Dimana :
Rtotal = Total Nilai Resistor
R1 = Resistor ke-1
R2 = Resistor ke-2
R3 = Resistor ke-3
Rn = Resistor ke-n

Berikut ini adalah gambar bentuk Rangkaian Paralel :

Contoh Kasus untuk Menghitung Rangkaian Paralel Resistor

Terdapat 3 Resistor dengan nilai-nilai Resistornya adalah sebagai berikut :


R1 = 100 Ohm
R2 = 200 Ohm
R3 = 47 Ohm

Berapakah nilai hambatan yang didapatkan jika memakai Rangkaian Paralel Resistor?

Penyelesaiannya :

1/Rtotal = 1/R1 + 1/R2 + 1/R3


1/Rtotal = 1/100 + 1/200 + 1/47
1/Rtotal = 94/9400 + 47/9400 + 200/9400
1/Rtotal = 341 x Rtotal = 1 x 9400 (→ Hasil kali silang)
Rtotal = 9400/341
Rtotal = 27,56

Jadi Nilai Hambatan Resistor pengganti untuk ketiga Resistor tersebut adalah 27,56 Ohm.

Hal yang perlu diingat bahwa Nilai Hambatan Resistor (Ohm) akan bertambah jika menggunakan
Rangkaian Seri Resistor sedangkan Nilai Hambatan Resistor (Ohm) akan berkurang jika
menggunakan Rangkaian Paralel Resistor.

Pada Kondisi tertentu, kita juga dapat menggunakan Rangkaian Gabungan antara Rangkaian Seri
dan Rangkaian Paralel Resist
PERENCANAAN DAN ANALISA PENGUAT BERTINGKAT DENGAN KOPLING
GALVANIS

ABSTRAK

Penguat bertingkat dengan kopling lansung adalah model penguat bertingkat dengan
hubungan langsung antara masing-masing tingkat. Hal ini berakibat akan mengganggu titik
kerja masing-masing tingkat. Untuk mengatasi hal tersebut, maka harus dilakukan
perencanaan berupa penetapan seting tegangan dan arus DC yang dimulai dari sisi output
dengan terlebih dahulu menetapkan optimalisasi tegangan searah output sebesar separuh
dari regangan sumber (Uo = UB). Akhirnya harus dilakukan perhitungan untuk mendapatkan
nilai-nilai semua resistor yang dipasang pada rangkaian tersebut.

Kata kunci: penguat bertingkat, kopling galvanis

1. Pendahuluan
Penguat bertingkat merupakan deretan dua atau lebih penguat tunggal untuk mendapatkan
penguatan tanpa cacat, bila penguat satu tingkat tidak mencapai harga yang dikehendaki.

Besarnya penguatan dari penguatan bertingkat adalah penguatan keseluruhan dari masing-
masing penguat tunggal. Dengan demikian besar penguatan penguat bertingkat:
V total = V1 x V2 x V3 x ….. Vn.
Penghubung antar penguat disebut dengan kopling yang berfungsi
mentransformasikan sinyal dari satu tingkat ke tingkat yang lainnya tanpa cacat.
Ada tiga macam kopling:

 Kopling galvanis atau kopling searah.

 Kopling kapasitif.

 Kopling induktif.

2. Perencanaan Penguat Bertingkat dengan Kopling Galvanis


Pada kopling galvanis, tegangan searah dan tegangan bolak-balik ditransformasikan dari
tingkat satu ke tingkat yang lainnya, sehingga penguatan memiliki respons yang lebar (bisa
mencapai frekuensi bawah 0 Hz dan frekuensi batas atas yang sangat tinggi, tergantung
dari jenis transistornya).

Namun muncul permasalahan pada seting tegangan searah pada titik kerja transistor. Untuk
itu perlu direncanakan titik kerja transistor dengan menetapkan nilai tahanan-tahanan
biasnya. Penentuan nilai tahanan-tahanan bias menacu pada optimalisasi output Uo = ½
UB. Kemudian ditenukan dimensi tegangan bias DC pada titik-tik penting dimulai dari arah
output ke input. Dengan menerapkan hokum Ohm, maka bisa dihitung nilai tahanan-tahanan
bias yang diperlukan dengan mengingat bahwa transistor-transistor TR1 dan TR2 bekerja
pada daerah kelas A. (gambar 3).
Kopling langsung akan mengakibatkan keterkaitan tegangan bias pada stu titik ke
titik berikutnya karena tersambung langsung. Seperti gambar 3, mengakibatkan UCE1
hanya sebesar 1,4Vdc. Sedangkan UCE2 tercukupu tegangan UCE = 5Vdc.

Untuk mempertahankan agar UCE1 tetap pada kondisi kelas A sekitar 5Vdc, pada tegangan
sumber terpasang UB = 12Vdc, maka perlu dipasang pembagi tegangan sebagai kopling
galvanis (gabar.4), sehingga rangkaiannya menjadi seperti gambar.5.
Bentuk lain dari penguat bertingkat dengan kolping galvanis bisa dirancang seperti gambar
6 berupa penguat bertingkat yang terdiri dari hubungan transistor NPN dan PNP.
3. Analisa penetapan tahanan bias pada penguat bertingkat dengan kopling langsung.
Untuk menganalisa rangkaian penguat bertingkat secara DC, maka dilakukan seting
tegangan DC dimulai dari tingkat output. Sebagai contoh sebuah penguat bertingkat
dengan tegangan sumber UB sebesar 12 Volt. Transistor yang digunakan adalah Q1 = Q2
=BC549. Dari datasheet, arus emitor untuk transistor kedua adalah IC = 2mA, UCE = 5Volt.
Seandainya penguatan arus B = 250, maka nilai resistor-resistor bisa dihitung sebagai
berikut :
Tegangan output Uo didekatkan dengan nilai tegangan setengah dari tegangan sumber.
Uo = ½ xUB = ½ x 12V = 6V
Uo = URE2 + UCE2
Bila dianjurkan dalam datasheet UCE = 5 Volt, maka
URE2 = Uo – UCE2
URE2 = 6 Volt – 5 Volt = 1 Volt
Arus kolector Ic = dianjurkan dalam datasheet 2 mA, maka
Karena tegangan pada kolektor transistor Q1 terhadap ground UC1 = 1,7 V, maka
ditentikan UCE1=1V. Sehingga besarnya tahanan RE1 bisa dicari sebagai berikut:

Hasil penetapan tegangan DC pada penguat bertingkat tersebut di atas menhasilkan


tegangan kolektor-emitor transistor UCE1 yang relatif sangat kecil sebesar 1 Volt. Agar bisa
didapatkan tegangan UCE1 sesuai dengan tegangan yang disarankan yaitu sebesar UCE1 =
5 Volt, maka dipasang tahanan sebagai kopling arus searah R3 seperti gambar 1.5 di bawah
ini:
Maka analisa penetapan tahanan-tahanan biasnya bisa dihitung sebagai berikut:
Tegangan output Uo didekatkan dengan nilai tegangan setengah dari tegangan sumber.
Uo = ½ xUB = ½ x 12V = 6V
Uo = URE2 + UCE2
Bila dianjurkan dalam datasheet UCE = 5 Volt, maka
URE2 = Uo – UCE2
URE2 = 6 Volt – 5 Volt = 1 Volt
Arus kolector Ic = dianjurkan dalam datasheet 2 mA, maka
Bila ditetapkan tegangan kolektor terhadap ground pada transistor Q1, UCE1 sebesar
setengah dari tegangan sumber (agar sinyal output optimal),maka
Agar didapatkan penguatan sinyal yang lebih besar, maka ditambahkan kapasitor bypass
pada RE2sebagai berikut :
Bentuk lain konfigurasi penguat bertingkat Common Emitor-Common Collector bisa
dianalisa seperti di bawah ini:

Gambar 10 Kopling arus searah dengan tahanan pembagi tegangan

Kesimpulan:
1. Penguat bertingkat dengan kopling lansung adalah model penguat bertingkat
dengan hubungan langsung antara masing-masing tingkat.
2. Gangguan titik kerja masing-masing tingkat diatasi dengan melakukan perencanaan
berupa penetapan seting tegangan dan arus DC yang dimulai dari sisi output
dengan terlebih dahulu menetapkan optimalisasi tegangan searah output sebesar
separuh dari regangan sumber (Uo = UB).
3. Perhitungan untuk mendapatkan nilai-nilai semua resistor yang dipasang pada
rangkaian tersebut dengan menerapkan hukum Ohm..

Daftar Pustaka
1. Allen Mottershead; Electronic Device and Circuits; Prentice - Hall of India; New
Delhi, 1982

2. Electronicc Circuits Experimental Manual With ED 2100, ED Laboratory


3. Lehrer Mappe ; Analogtechnik ; 1984.
4. Malvino Hanafi Gunawan ; Prinsip - prinsip Elektronika ; Edisi kedua ; Erlangga ;
Jakarta ; 1984.
Rangkaian Dasar

Pembagi tegangan (Voltage Divider) secara sederhana dibentuk


oleh rangkaian seri dari dua buah hambatan, dengan sebuah suplai
tegangan. Diantara kedua hambatan tersebut, diambil sebuah jalur
yang akan digunakan sesuai keperluan kita, misalnya sebagai
inputan ke mikrokontroler. Amatilah Gambar 1berikut:
vd-1.png

Gambar 1. Rangkaian dasar pembagi tegangan

Persamaan Matematis

Asumsi terdapat arus tunggal yang mengalir pada rangkaian tersebut


(I1= I2= I), dan dua buah resistor (R1dan R2) yang terhubung secara
seri kita jadikan sebagai sebuah hambatan pengganti. Maka
rangkaiannya dapat disederhanakan seperti pada Gambar 2.

vd-2.png

Gambar 2. Rangkaian penyederhanaan


Seperti yang telah kita ketahui bahwa R = R1+R2, maka arus yang
mengalir pada rangkaian adalah:
Karena I ekuivalen dengan I2, maka Vout dapat dicari sebagai
berikut:

vd-4.png

Dengan mengubah susunan persamaan di atas, maka rumus


pembagi tegangan yang HARUS diingat dan dipahami adalah
sebagai berikut:

vd-5.png

Dalam penerapannya, hanya dengan mengatur-atur besar R1 dan R2,


kita dapat memperoleh variasi tegangan output Vout.
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Pengertian Saklar Wye-Delta dan MCB
Saklar wye-delta digunakan untuk menyalakan motor induksi yang besar.
Sehingga umumnya digunakan untuk starting motor induksi 3 fasa. Starter wye delta
digunakan untuk mengurangi tegangan saat start. Terdapat 2 metode yang dapat
digunakan untuk mengurangi tegangan saat start yaitu star delta starting dan auto
transformer starting.
Gambar 2.1 Star-delta panel
(Sumber :electrical-engineering-portal.com/star-delta-motor-starter)
Starter Wye-Delta merupakan salah satu jenis starter motor dengan prinsip
menurunkan arus serta torsi pada saat start. Starter jenis ini tersusun atas 3 buah
contactor yaitu main contactor, start contactor, dan delta contactor, serta timer untuk
pengalihan dari start ke delta. Gulungan stator hanya akan menerima tegangan sekitar
.
Main Circuit Breaker (MCB), pemutus hubungan listrik secara otomatis
bilamana daya/tegangan melampaui standar yang ditentukan. Gunanya untuk
mencegah terjadinya korsleting/hubungan pendek ataupun kerusakan peralatan listrik
akibat melonjaknya tegangan listrik. Pada rumah model lama, pemutus arus listrik ini
berupa fuse (sekering) yang sudah tidak praktis lagi, karena bilamana putus, harus
mengganti sekering tersebut. Dengan adanya MCB maka setiap kali arus listrik over
sehingga circuit terputus, sesudah instalasi normal kembali maka untuk
menghidupkan listrik cukup dengan menekan tuas/saklar pada mcb.
Gambar 2.2 MCB
( Sumber : http://akirajunto.wordpress.com/2011/08/02/the-ee-handblog-circuit-
breaker-dan-
tripping-curve/ )
2.2 Pengertian Hubungan wye (Bintang)
Dianggap hubungan lilitan generator 3 fase terdapat pada gambar 1.a), ketiga
fase dinamai a-b-c. Hubungan tersebut disebut dengan hubungan wye. Output
tegangan digambarkan dalam fasor seperti gambar 1.b). yaitu E
an
(fase a ke netral),
E
bn
, dan E
cn
.
Gambar 2.1. Hubungan wye
Berdasarkan hukum kirchoff tegangan, dapat ditulis persamaan:
Ketiga persamaan diatas merupakan representasi dari gambar 2.a). kemudian
kita ambil satu persamaan Eab. Pada gambar 2.b) terlihat berbentuk seperti segitiga
sama kaki. Dari rumusan dasar segitiga, kita dapat menentukan besarnya E
ab
(fasa a ke
fasa b):
Gambar 2.4 tegangan pada hubungan wye
Dalam keadaan seimbang dan ideal, ketiga fasa berbeda 120
o
, magnitude
E
ab
=E
bc
=E
ca
sama, magnitude E
an
=E
bn
=E
cn
sama. Sehingga E
ab
dapat mencerminkan E
L
(line to line) dan E
an
mencerminkan E
ln
(line to neutral) sistem. Persamaan sebelumnya
(untuk E
ab
) dapat ditulis kembali:
2.3 Pengertian Hubungan Delta
Dianggap hubungan lilitan beban 3 fase berupa terdapat pada gambar 3.a), ketiga fase
dinamai a-b-c. Arus I
a
,I
b
, dan I
c
mengalir masuk ke beban, dan di beban mengalir arus
I
1
,I
2
, dan I
3
.

prev
next

Anda mungkin juga menyukai