Anda di halaman 1dari 35

PERSPEKTIF KRITIS

TERHADAP AKUNTANSI
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Teori Akuntansi

Dosen Pengampu:

1. Bpk. Sudarno, Ph.D, Ak, CA


2. Bpk. Puji Harto, Ph.D, Ak, CA

Disusun oleh:

1. Bayu Pramono (12030117410041)


2. Rizki Ridhasyah (12030117410017)
3. Yonimah Nurul Husna (12030117410012)

MAGISTER AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS

UNIVERSITAS DIPONEGORO

2017
KATA PENGATAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Puji Syukur saya panjatkan ke hadirat Allah Yang Maha Esa yang senantiasa
memberikan rahmat serta karunian-Nya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini. Makalah yang berjudul “Perspektif Kritis Terhadap Akuntansi”
ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Teori Akuntansi yang diampu
oleh Bpk. Sudarno, Ph.D, Ak, CA. dan Bpk. Puji Harto, Ph.D, Ak, CA.

Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca pada umumnya. Penulis
juga menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari sempurna,
untuk itu penulis menerima saran dan kritik yang bersifat membangun demi
perbaikan kearah kesempurnaan. Akhir kata, penulis mengucapkan banyak-
banyak terima kasih kepada semua pihak yang turut membantu dan
menyelesaikan makalah ini.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Semarang, 6 Desember 2017

Tim Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGATAR ............................................................................................ ii


DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
A. Latar Belakang .............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah......................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan .......................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................... 3
A. Definisi Perspektif Kritis .............................................................................. 3
1. Wawasan Tentang Sifat Pendukung Akuntansi ....................................... 4
2. Kritik Marxist Terhadap Akuntansi ......................................................... 5
B. Riset Akuntansi Kritis Versus Riset Sosial dan Lingkungan Akuntansi ...... 7
C. Kemungkinan Timbulnya Dampak dari Riset Akuntansi Kritis Terhadap
Praktik Sosial ................................................................................................ 9
D. Peran Negara dalam Mendukung Struktur Sosial yang Ada ...................... 13
E. Peran Penelitian (Riset) Akuntansi dalam Mendukung Struktur Sosial yang
Ada.............................................................................................................. 15
1. Riset Akuntansi dan Dukungan Terhadap Deregulasi Akuntansi .......... 15
2. Penafsiran Akuntansi Kritis Terhadap Regulasi Akuntansi yang
Meningkat (Pasca Kasus-Enron) ............................................................ 18
3. Pandangan Akuntansi Kritis Tentang Wacana Peran Aktif Akademik dan
Non-Akedimik dalam Melindungi Kapitalisme ..................................... 20
F. Peran Praktisi Akuntansi dalam Mendukung Struktur Sosial yang Ada .... 21
1. Peran Laporan Keuangan dalam Menciptakan “Realitas” yang Selektif 22
2. Power Akuntan Mengenai Citra Netralitas yang Palsu .......................... 24
3. Perspektif Akuntansi Kritis dalam Akuntansi dan Legitimasi ............... 25
4. Peran Akuntansi dalam Melegitimasi Sistem Kapitalisme .................... 26
BAB III KESIMPULAN .................................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... iv

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pertimbangan suatu praktik akuntansi bisa saja digunakan dalam aspek sosial
dan lingkungan pada operasi organisasi, begitu juga pertimbangan bagaimana
pengungkapan akuntansi yang mungkin berdampak pada harga saham suatu
perusahaan. Penerapan praktik akuntansi hingga saat ini dapatdipandang
menggunakan perspektif yang berbeda-beda (pandangan perspektif alternatif
terhadap peran akuntansi). Perspektif inilah, yang secara terbuka
mempertimbangkan bagaimana praktik akuntansi lebih mendukung ekonomi dan
struktur sosial tertentu.
Pandangan ini dilakukan oleh beberapa peneliti dari kritikal perspektif dimana
dalam akuntansi, jauh dari praktik yang mendukung suatu kenetralan atau
hilangnya ketidakbiasan penyajian yang didasari oleh fakta ekonomi, yang dalam
kenyataannya mendukung pemeliharaan posisi kekuasaan dalam beberapa sektor
komunitas tertentu. Teori ini menantang pandangan bahwa ada beberapa hak
termasuk hak khusus yang tersebar di masyarakat daripada berpendapat mengenai
siapa yang paling berhak, berkesempatan, dan berasosiasi dengan kekuasaan yang
diartikan sebagai kaum elit.
Topik ini mengangkat beberapa argumen mengenai peran suatu pemerintahan,
peran dari penelitian akuntansi, dan peran dari praktik akuntansi, dalam
keberlangsungan sosial tertentu. Peneliti yang mengadopsi kritikal perspektif
sering tidak memberikan solusi nyata dari ketidakseimbangan yang berlangsung.
Tapi lebih menyoroti ketidakseimbangan pada sosial dan peran akuntansi dalam
keberlangsungan dan legitimasi dari pemahaman legitimasi.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang sudah disampaikan dalam poin A.,
maka rumusan masalah yang disusun adalah sebagai berikut:
1. Apa definisi perspektif kritis?
2. Bagaimanaperan riset kritis terhadap akuntansi dalam praktik sosial?

1
3. Bagaimanaperan negara dalam mendukung struktur sosial yang ada?
4. Bagaimana peran praktisi akuntansi dalam struktur sosial?

C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah yang sudah disusun, maka tujuan penulisan
makalah ini adalah untuk:
1. Memahami definisi perspektif kritis.
2. Memahami peran riset kritis terhadap akuntansi dalam praktik sosial.
3. Memahamiperan negara dalam mendukung struktur sosial yang ada.
4. Memahami peran praktisi akuntansi dalam struktur sosial.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Perspektif Kritis


Merujuk kepada Kamus Besar Bahasa Indonsia (KBBI), perspektif memiliki
makna “sudut pandang” atau sebuah “pandangan”, sedangkan kritis memiliki
makna “bersifat tidak lekas percaya” atau “bersifat selalu berusaha menemukan
kesalahan atau kekeliruan”. Sehingga jika diartikan secara lugas, makna perspektif
kritis terhadap akuntansi adalah suatu pandangan yang dilandasi dengan sifat tidak
mudah percaya akan suatu perihal tertentu yang mengatur secara implisit maupun
ekspilisit peran-peran dan regulasi yang ada dalam ilmu akuntansi.
Dalam Craig Deegan (2014) disebutkan bahwa terdapat makna yang sangat
beragam untuk critical perspective dan tergolong sulit untuk diartikan. Perspektif
ini dibangun berdasarkan penelitian para ahli mengenai hal-hal yang secara
normatif seharusnya masih bisa diterapkan dalam akuntansi. Fokus pendekatan
pada riset ini adalah tentang metode akuntansi tertentu yang seharusnya diterapkan
daripada fokus terhadap peran akuntansi yang cenderung mengkontrol sumber
daya modal. Para peneliti yang disebut para kritikus teori akuntansi, kemudian
mencari sesuatu hal yang disoroti, melalui analisis secara kritis, yang merupakan
kunci berperannya akuntansi dalam masyarakat. Perspektif tersebut kemudian
merekonstruksi dan berusaha kuat membangun pandangan bahwa akuntansi dapat
dibangun menjadi sesuatu yang objektif dan netral, dan para peneliti sering
mencari bukti untuk mendukung pandangan ini.
Tony Tinker (2005) dalam Craig Deegan (2007), seorang yang merupakan
salah satu pendiri gerakan akuntansi kritis, telah memberikan salah satu definisi
penelitian akuntansi kritis, yaitu:
“.......adalah semua bentuk praksis sosial yang evaluatif, dan bertujuan untuk
menghasilkan perubahan progresif di dalam wilayah konseptual, institusional,
praktis, dan wilayah politik akuntansi.”
Berlandaskan akuntansi adalah kegiatan praktis yang selalu berkembang
selaras dengan perkembangan suatu bisnis, dapat dipahami bahwa unsur kunci dari
definisi perspektif kritis akuntansi adalah gagasan tentang praktik sosial. Praktik

3
dalam penelitian akuntansi kritis umumnya dipahami untuk merujuk pada asumsi
bahwa terdapat dua arah hubungan antara teori dan praktek, namun pada
kenyataannya teori mempengaruhi praktik sosial, sementara praktik-praktik sosial
mempengaruhi teori. Salah satu implikasi dari hubungan antara teori dan praktik
adalah ketika kondisi sosial (praktik) mengalami perubahan maka teori perlu
dilakukan perubahan. Hal ini seharusnya tidak menjadi konsep baru. Implikasi
lainnya adalah perkembangan teori perspektif yang berbeda dapat membawa
perubahan dalam praktik-praktik sosial dan struktur masyarakat (seperti
penyebaran kekayaan dan kekuasaan).
Perbedaan hubungan antara teori dan praktik adalah gagasan yang tidak tersirat
dalam hubungan dua arah indikator tersebut. Sebelumnya cenderung
mengandalkan hubungan satu arah dimana baik teori menentukan praktik atau
praktik menentukan teori. Perbedaan selanjutnya adalah pada perubahan praktik.
Ketika teori normatif berusaha untuk mengembangkan dan menerapkan praktik
akuntansi tertentu (what should to do), fokus perubahan praktik kemudian
diwujudkan di masyarakat luas. Dapat disimpulkan bahwa peran teori dalam
mengubah praktik-praktik sosial lebih penting daripada peran praktik-praktik
sosial yang mengubah teori. Tinker (2005) berpendapat bahwa pendekatan
terhadap akuntansi kritis ini menjanjikan suatu perpaduan yang selaras yang kaya
akan bentuk praksis baru dan mengharuskan ilmuwan akuntansi kritis ikut
berpartisipasi (dalam penelitian akuntansi penting harus melakukannya dari posisi
yang berkomitmen, partisan, memiliki passion, dan kadang-kadang berposisi
sebagai seorang yang militan)

1. Wawasan Tentang Sifat Pendukung Akuntansi


Pada dasarnya semua penelitian dalam ilmu-ilmu sosial bergantung pada
subjektivitas dari interpretasi para peneliti yang terlibat di dalamnya. Dalam
penelitian akuntansi kritis, para peneliti dalam bidang akuntansi kritis (ahli
teori akuntansi) berusaha untuk melihat hal yang pokok, melalui analisis kritis,
yang berperan utama dalam akuntansi perspektif sosial. Seperti yang
dinyatakan oleh Hopper at al. (1995) bahwa dalam mengkomunikasikan suatu
realita, akuntan akan secara keberlanjutan (secara simultan) membangunnya

4
(Hines, 1988) dan akuntansi adalah praktik sosial yang didukung oleh
indikatorpolitik dan praktik pasar, yang dikendalikan oleh keseimbangan pasar
yang efisien.
Pandangan ini juga didukung oleh Baker dan Bettner (1997), menyatakan
bahwa penelitian kritis telah meyakinkan dan berulang kali berpendapat bahwa
akuntansi tidak menghasilkan representasi objektif dari "realitas" ekonomi,
melainkan memberikan representasi yang sangat diperebutkan dan partisan dari
dunia ekonomi dan sosial. Esensi akuntansi dapat ditangkap dengan baik
melalui pemahaman dampaknya terhadap individu, organisasi dan masyarakat.
Oleh karena itu sangat penting bagi penelitian akuntansi untuk mengadopsi
perspektif kritis. Dalam ranah hal “kritis”, tidak ada satu pun teori atau
pendekatan yang ideal dan sedikit konsensus mengenai bagaimana menerapkan
suatu hal

2. Kritik Marxist Terhadap Akuntansi


Salah satu pendiri atau bahkan mungkin pendiri utama dari teori kritis
terhadap akuntansi melaksanakan risetnya didasarkan pada kritik yang
disampaikan oleh Marxis mengenai kapitalisme. Dalam kritik Marxis ini (yang
merupakan cikal bakal terbentuknya teori kapitalisme dan sosialisme), pemilik
modal (kaum borjuis) dianggap memiliki akumulasi kekayaan melalui
eksploitasi sejarah dan pengambilalihan dari nilai yang diciptakan oleh pekerja
atau buruh. Kehidupan pekerja sebagian besar dikendalikan oleh pasar
eksternal dan pasar umum. Kapitalisme juga dianggap sebagai kecacatan
struktural yang mendasar.
Kecacatan struktural ini menurut Marxis kemudian dapat dimanfaatkan
menjadi salah satu cara yang efektif untuk usaha perorangan meningkatkan
keuntungan dalam jangka panjang yang dalam sejarah telah meningkatkan
mekanisasi faktor perusahaan dengan cara mengganti kapasitas produktif
beberapa pekerja dengan kapasitas produktif mesin tambahan. Biaya
penggunaan mesin ini (seperti penyusutan, perbaikan dan biaya kesempatan
modal yang diinvestasikan dalam mesin) jauh lebih rendah dibandingkan biaya
tenaga kerja dan mesin bisa bekerja untuk waktu yang lama.

5
Teori Marxist berpendapat bahwa terdapat dorongan yang semakin besar
dari semua pemilik bisnis untuk meningkatkan pengembalian modal melalui
mekanisasi. Cacat mendasar ini dalam struktur sistem kapitalis adalah untuk
modal kembali, tidak hanya biaya harus diminimalkan, tetapi juga usaha untuk
mendapatkan pendapatan perlu dimaksimalkan. Sementara tindakan satu atau
dua pemilik pabrik dalam menggantikan beberapa tenaga kerja (buruh), modal,
mereka mungkin tidak mempengaruhi pasar untuk barang-barang mereka, dan
karena itu ekonomi bagi pemilik usaha bersifat individualis.
Berdasarkan sejarah yang ada, Teori Marxis berpendapat bahwa sistem
kapitalisme beroperasi dengan cara mengasingkan pekerja dan penuh dengan
kontradiksi struktural yang melekat. Pemerintah dan swasta melakukan
tindakan untuk mengatasi gejala negatif dari ketidakstabilan kapitalisme
tersebut. Marxist menganggap tindakan pemerintah dan swasta tersebut
sebagai gejala mengobati daripada mengatasi penyebab umum dari semua
gejala ketidakstabilan struktural sistem kapitalisme itu sendiri. Selain itu,
'keberhasilan' mengobati gejala negatif saat ini dari ketidakstabilan
kapitalisme, dapat mencegah gejala terhadap sesuatu hal yang tidak dapat
dielakkan di masa mendatang.
Bagi para peneliti, paham Marxisme dapat melemahkan kekuasaan dan
kekayaan modal (mengutip Marxis bahwa kapitalisme menggali kuburnya
sendiri (Marx dan Engels, 1967, seperti dikutip dalam Tinker, 2005). Oleh
karena itu, hak-hak istimewa, kekuasaan dan kekayaan modal dianggap oleh
kaum Marxis sebagai sesuatu yang tidak stabil, dan pemilik modal akan
mengambil tindakan untuk membela hak-hak, kekuasaan dan kekayaan
mereka.
Menurut pendapat Tinker (2005) bahwa banyak peneliti akuntansi kritis
cenderung menentang sistem kapitalis dan akuntansi, mereka berusaha untuk
mengekspos peran akuntansi dalam mendukung distribusi kekuasaan yang
tidak seimbang dan kekayaan di masyarakat dan berusaha untuk
menumbangkan peran akuntansi. Hal ini juga cenderung digunakan oleh
beberapa peneliti akuntansi yang tidak mengadopsi perspektif Marxis murni.
Banyak dari peneliti kritis memandang akuntansi sebagai perintah legitimasi

6
kapitalis. Mereka menekankan bahwa sistem akuntansi dibangun dan
dikelilingi oleh perintah sosial yang terselubung. Penggambaran peran dari
akuntansi dalam masyarakat kapitalis, Tinker, Merino, dan Neimark (1982,
p.178) menjelaskan bahwa teori ini adalah hubungan sosial dari kapitalisme
yang membedakannya dengan sistem sosial yang lain.
Gray, Owen dan Adams (1996) menyatakan, perhatian yang besar dari
kritikal atau paham radikal (menentang) teori ini adalah distribusi dari
kekayaan, kekuatan (power) dari suatu perusahaan, bahasa ekonomi bisnis, dan
lainnya adalah secara fundamental cacat dan tidak lebih dari struktur radikal
yang berubah dari harapan kehidupan manusia dan lainnya. Sosial, ekonomi,
dan sistem politik dianggap mempersulit secara fundamental.

B. Riset Akuntansi Kritis Versus Riset Sosial dan Lingkungan Akuntansi


Kritikal perspektif yang diadopsi oleh banyak peneliti akuntansi kritis yang
didasarkan pada Teori Ekonomi Politik. Penelitian akuntansi kritis cenderung
didasarkan pada Teori Ekonomi Politik Klasik yang sangat kental landasan
normatif. Ekonomi politik yang didefinisikan oleh Gray, Owen dan Adams (1996)
sebagai sosial, politik, dan kerangka ekonomi di mana kehidupan manusia berada.
Pada pandangan ini, sosial, politik, dan ekonomi adalah sesuatu yang tidak dapat
dipisahkan.
Guthrie dan Paker (1990) yang menyatakan bahwa perspektif ekonomi politik
dapat dipahami dalam laporan akuntansi sebagai dokumen sosial, politik, dan
ekonomi. Laporan keuangan akuntansi berfungsi sebagai alat untuk membangun,
mempertahankan dan melegitimasi pengaturan ekonomi dan politik, serta
lembaga-lembaga dan ideologi yang dapat berkontribusi terhadap kepentingan
organisasi itu sendiri.
Gray, Owen dan Adams (1996) dan lain-lain membagi Teori Ekonomi Politik
menjadi dua yaitu klasik dan borjuis. Perspektif ekonomi politik borjuis tidak
mengeksplorasi ketidakadilan struktural, kepentingan pihak tertentu, perjuangan
golongan tertentu. Banyak teori kritis menganggap bahwa penelitian hanya
menerima sifat yang ada dan struktur tertentu dalam masyarakat tanpa adanya
usaha secara efektif yang mendukung masyarakat (Hopper dan Powell, 1985),

7
dengan menerima berbagai konsep pada masyarakat sehingga mengabaikan
perjuangan dan ketidakadilan dalam masyarakat (Puxty, 1991).
Peneliti kritis terkemuka seperti Tinker, Puxty, Lehman, Hopper dan Cooper
merasa perlu untuk menantang karya peneliti aliran ekonomi politik, seperti Gray,
Owen, Maunders, Mathews dan Parker. Seseorang yang telah mempromosikan
kebutuhan organisasi menjadi lebih bertanggung jawab atas kinerja sosial dan
lingkungannya. Berdasarakan Gray, Owen dan Adams (1996) menyatakan, teori
kritis percaya bahwa:
“Pelaporan Corporate Social Rensponsibility/CSR) akan dikendalikan oleh
perusahaan pelapor dan suatu negara yang memiliki kepentingan dalam menjaga
hal-hal yang kurang lebih harus ada, CSR memiliki sedikit kandungan radikal.
Selanjutnya, CSR dapat mencerminkan lebih banyak kerugian daripada kebaikan
karena memberi kesan kepedulian dan perubahan, namun kenyataannya tidak lebih
dari memungkinkan sistem untuk 'menangkap' elemen radikal, seperti sosialisme,
environmentalisme atau feminisme dan dengan demikian melemahkan mereka”
Kebanyakan dari kita, bahkan menganggap semakin besar pengungkapan dari
informasi CSR akan tampak suatu langkah yang tepat, dan teori kritikal beragumen
bahwa usaha tersebut sia-sia kecuali hal tersebut didasari dengan perubahan
struktur masyarakat. Mereka beragumen bahwa pengungkapan CSR hanya
dilakukan karena diatur, dan bukan suatu hal yang menantang bagi penyedia
informasi. Tanpa pertimbangan dari keberadaan lingkungan sosial politik yang
mengatur hal tersebut, hasil yang diberikan akan tidak sempurna dan tidak
lengkap.
Berkaca pada beberapa pandangan teori kritis tentang kekurangan riset
akuntansi sosial dan lingkungan, Owen, Gray dan Bebbington (1997) menyatakan
bahwa pada awal kritik terhadap gerakan akuntansi sosial berasal dari seorang
sosialis yang mengadopsi perspektif Marxis. Tinker et al. (1991) dan Puxty (1986,
1991) menyatakan bahwa masyarakat ditandai dengan konflik sosial. Tinker et
al.(1991) menyatakan bahwa gerakan akuntansi sosial gagal untuk memeriksa
kontradiksi dasar dan antinomy (kenyataan yang kontroversial) dari sistem sosial
dalam penyelidikan dan tidak relevan serta secara implisit mengadopsi sikap
'Quietisme Politic' yang hanya menguntungkan golongan kapitalis. Puxty (1986)

8
menyampaikan suatu ketidakrelevanan akuntansi sosial, mencatat bahwa kritik
yang lebih radikal dari masyarakat kapitalis telah lebih peduli dengan isu-isu yang
lebih luas dari akuntansi dan akuntan.
Akuntansi dianggap mempertahankan struktur sosial tertentu. Pengenalan
bentuk baru akuntansi (misalnya, metode hasil eskperimen yang berkaitan dengan
akuntansi untuk biaya sosial) hanya akan membantu mempertahankan sistem
sosial. Berkaca pada persepsi teori kritis dari penelitian yang sedang berlangsung
yang dilakukan untuk meneliti bagaimana memperhitungkan implikasi sosial dan
lingkungan bisnis, Gray, Owen dan Adams (1996) menyatakan bahwa beberapa
teori kritis menganggap bahwa penelitian tersebut bertujuan untuk memecahkan
masalah krisis lingkungan.
Meskipun pembahasan tersebut menunjukkan perbedaan pendapat yang cukup
besar dari beberapa peneliti akuntansi kritis terhadap penelitian akuntansi sosial
dan lingkungan, dalam beberapa tahun terakhir, beberapa peneliti akuntansi sosial
dan lingkungan telah melakukan upaya-upaya untuk mengatasi masalah yang
diungkapkan oleh para peneliti akuntansi kritis. Teori kritikal memberikan
argumen yang mengarahkan untuk penciptaan iklim perubahan di struktur sosial.
Namun, teori kritikal tidak memberikan solusi terhadap masalah yang mereka
utarakan. Teori Kritikal tidak memberikan arahan bagaimana memahami suatu
permasalahan agar dapat terpecahkan.

C. Kemungkinan Timbulnya Dampak dari Riset Akuntansi Kritis Terhadap


Praktik Sosial
Perspektif kritis didasarkan pada perspektif ekonomi politik klasik dan secara
eksplisit menganggap adanya konflik struktural, ketidakadilan dan peran negara di
pusat analisis. Dengan mengadopsi penelitian perspektif yang didasarkan pada
Teori Ekonomi Politik Klasik, peneliti akuntansi kritis dapat menyoroti isu-isu
tertentu yang mungkin tidak ditangani. Menurut Cooper dan Sherer (1984):
“Kesejahteraan sosial kemungkinan akan meningkat jika praktik akuntansi
diakui secara konsisten; bahwa hasil strategis praktik akuntansi secara konsisten
(walaupun tidak selalu) mendukung kepentingan spesifik dalam masyarakat dan
tidak merugikan orang lain. Karena itu, kami berargumen bahwa sudah secara

9
tersirat telah ada hal yang memadai terkait erangka konseptual untuk praktik
akuntansi. Ekonomi politik akuntansi menekankan infrastruktur, dan hubungan
mendasar antara kelas di dalam masyarakat. Ini mengakui lingkungan
kelembagaan yang mendukung sistem pelaporan perusahaan dan subjek yang ada
untuk meneliti secara kritis isu-isu tersebut (seperti kepentingan pemegang saham
dan pasar modal) yang sering dianggap biasa dalam penelitian akuntansi saat
ini.”
Sejumlah besar penelitian yang bersifat kritis tersebut dipengaruhi oleh karya
filsuf seperti Karl Marx, sebagian penelitian akuntansi kritis didasarkan pada kritik
Marxis murni kapitalisme. Sebagai contoh, referensi yang dibuat oleh Owen, Gray
dan Bebbington (1997) yang menyatakan bahwa para peneliti kritis diidentifikasi
sebagai 'ekologi yang mendalam' dan 'feminis radikal'. Menurut Gray, Owen dan
Adams (1996) bahwa inti dari pandangan ini adalah bahwa hal yang mendasar
mengenai keberadaan sistem ekonomi (dan sosial) adalah sebuah kutukan.
Paham mengenai feminis radikal, percaya bahwa akuntansi mempertahankan
dan memperkuat sifat-sifat maskulin seperti keberhasilan kebutuhan dan
kompetisi, dan akuntansi bertindak mengurangi relevansi isu-isu seperti kerjasama,
rasa hormat, kasih sayang dan sebagainya. Maskulin mempertimbangkan berbagai
nilai-nilai sosial dalam konteks akuntansi internasional, dan bagaimana peringkat
suatu negara dalam hal 'maskulinitas' atau 'feminitas' mempengaruhi praktik
akuntansi nasional yang diadopsi.Maskulinitas merupakan preferensi dalam
masyarakat untuk berprestasi, kepahlawanan, ketegasan, dan keberhasilan material.
Sedangkan feminitas merupakan preferensi untuk hubungan, kesederhanaan,
merawat yang lemah, dan kualitas hidup (Hofstede, 1984). Pada akhir 1980-an
sarjana akuntansi mulai mendalami gagasan bahwa teori feminis dapat digunakan
untuk kritik akuntansi. Teori ekonomi cenderung menghargai karakteristik yang
terkait dengan kaidah maskulin seperti abstraksi, pikiran, efisiensi, keseimbangan,
rasionalitas, mengejar keuntungan sendiri, dan otonomi.
Ketika menjelaskan bagaimana penggabungan nilai feminis dalam teori
ekonomi berpotensi menyebabkan teori yang lebih menjanjikan, Reiter (1995)
menyatakan bahwa Folbre dan Hartmann (1988) menjelaskan bahwa suatu
pertumbuhan badan penelitian feminis interdisipliner melengkapi upaya banyak

10
ekonom untuk mengembangkan teori yang lebih lengkap terhadap kepentingan
ekonomi, yang dapat mencakup konsep-konsep seperti kerjasama, loyalitas dan
timbal balik. Nelson (1992) menunjukkan bahwa penggabungan kualitas feminin
positif seperti fleksibilitas, intuisi, humanisme dan keterhubungan individu dan
konsep bahwa pilihan individu dipengaruhi oleh faktor sosial dan budaya akan
menyebabkan peningkatan kekayaan dan penerapan teori ekonomi.Pandangan
mengenai perilaku ekonomi yang tergabung dalam teori ekonomi keuangan seperti
teori keagenan berkonsentrasi pada konflik dan disiplin daripada pada kegiatan
produktif dan mutualitas kepentingan.
Pada saat mengadopsi posisi untuk mengejar ideologi yang didominasi
kapitalis, teori kritis memberikan argumen untuk menciptakan iklim perubahan
dalam struktur sosial. Sikka dan Willmott (2005) Menyatakan bahwa tradisi
Marxis harus terus diperbaharui melalui pengalaman hidup dan dukungan terhadap
lembaga penindasan dan eksploitasi agar manusia tidak hidup lebih brutal dan
merusak. Cooper dan Sherer (1984) menyatakan bahwa pendekatan penting
akuntansi harus dianalisa secara kritis. Jadi, jika masalah utama dalam akuntansi
diidentifikasi, maka kritikal perspektif akan menyarankan refleksi dari orientasi
masyarakat untuk mengubah praktik akuntansi yang membutuhkan kesadaran
sosial dan perubahan sosial.
Dalam praktiknya, teori kritis diterapkan untuk penelitian akuntansi tergantung
pada apakah peneliti dapat membebaskan diri dari sikap dan orientasi yang
mengakibatkan status sosial dan pendidikan mereka dipengrahui oleh keyakinan
profesi akuntansi dan komunitas bisnis. Untuk proses sosialisasi ini telah
dihasilkan oleh para peneliti akuntansi dengan menunjukkan definisi yang bias
terhadap serangkaian masalah akuntansi dan pilihan teori untuk menganalisis dan
memecahkan masalah ini. Teori kritis sering mengkritik akuntan, dan memberikan
dasar untuk beberapa marjinalisasi (usaha untuk membatasi beberapa kelompok
tertentu).
Peneliti seperti Sikka dan Willmott (2005) menjelaskan bahwa beberapa studi
akuntansi kritis memiliki petunjuk bahwa beberapa asosiasi profesional akuntansi
memiliki sejarah panjang menentang reformasi dalam memajukan akuntabilitas
perusahaan besar. Menurut Puxty, et al. (1994) bahwa sebagian besar teknologi

11
akuntansi berperan dalam eksploitasi pekerja, dan menurut Sikka, et al. (1999)
bahwa industri akuntansi terlibat dalam eksploitasi warga secara kejam (Cousins,
et al.). Kami juga berusaha untuk menggerakkan opini dengan memegang cermin
untuk asosiasi perdagangan akuntansi dan berpendapat bahwa klaim etika,
integritas dll sedikit lebih dari hiasan retorika, kebijakan maupun tindakan
(Cousins, et al., 2000, Mitchell, et al., 1994, Puxty, et al. 1994, Willmott, 1990).
Penyelidikan terhadap pemerintah Australia dilakukan oleh Parliament of
Australia Joint Committee on Corporations and Financial Services dalam CSR
dilaksanakan pada tahun 2005/2006. Dalam kerangka acuan penyelidikan,
pemerintah diminta pandangan tentang apakah tanggung jawab sosial perusahaan
dan pelaporannya harus diatur. Badan-badan profesional di Australia (Institute of
Chartered Accountants di Australia, National Institute Accountan, dan CPA
Australia) menyatakan bahwa mereka menentang mandat perusahaan dalam
pengungkapan tanggung jawab sosialnya. Mereka menyebut bahwa faktor-faktor
seperti efektivitas diri regulasi dan mekanisme pendisiplinan dari pasar modal
sebagai dasar untuk memastikan bahwa perusahaan bergerak ke arah yang benar.
Mengacu pada penelitian yang dilakukan CPA Australia 2005, menyatakan bahwa
meskipun ada publik yang kuat (88%) dan pemegang saham (86%) mendukung
pemerintah untuk mandat pelaporan pelaporan sosial dan lingkungan perusahaan,
ini tidak tercermin dalam pandangan para pemimpin bisnis (53%). CPA Australia
percaya ini mencerminkan keprihatinan bisnis yang sah bahwa pelaporan wajib
tidak akan meningkatkan nilai informasi. Untuk seorang ahli teori kritis, komentar
seperti itu sama dengan pandangan mereka bahwa praktik akuntansi dan profesi
akuntansi sangat mendukung pandangan tentang bisnis. CPA Australia
menyatakan bahwa pendekatan proaktif terhadap kesukarelaan dari bisnis
menghilangkan risiko menarik diri dari peraturan yang berlebihan dan bersikap
tidak fleksibel.
Sikka dan Willmott kemudian menyatakan bahwa sebagai akuntan memiliki
sikap yang terlibat dalam antagonisme sosial, berupa eksploitasi pekerja atau
eksploitasi kejam terhadap warga. Meskipun kita memilih untuk tidak setuju
dengan sejumlah teori kritis yang diberitahu kepada kita, teori kritis tetap berguna,
untuk menempatkan diri di bawah pengawasan dari perspektif sosial yang lebih

12
luas. Para ahli teori kritis (baik Marxis dan non-Marxis) mendorong pengawasan
tersebut.Sebuah tinjauan literatur akademik akan menunjukkan bahwa sejumlah
teori kritis telah dikritik dan telah diadopsi sebagai dasar teoritis Teori Akuntansi
Positif. Teori Akuntansi Positif fokus pada konflik antar kelompok kuat dalam
masyarakat (misalnya, pemilik, manajer, debtholders) dan tidak menganggap
konflik antara kelompok-kelompok yang kuat dan pihak-pihak yang kurang
memiliki kemampuan. Banyak teori kritis juga telah sangat kritis terhadap sikap
anti-regulasi yang dianjurkan oleh Teori Akuntansi Positif karena sikap tersebut
lebih memajukan kepentingan mereka yang memiliki kekuasaan atau kekayaan
(misalnya, pemilik perusahaan). Karena kurangnya regulasi memungkinkan
dimilikinya kekuatan dan kekayaan modal tanpa hambatan oleh apa pun (kecuali
kekuatan pasar beroperasi untuk kepentingan bisnis yang kuat saja) sementara
merusak kepentingan mereka yang mungkin membutuhkan beberapa bentuk
perlindungan peraturan, teori kritis juga berpendapat bahwa dalam menilai
kegunaan informasi akuntansi, kita perlu melihat reaksi pasar modal (harga
saham), respon pasar modal yang didorong oleh orang-orang bermodal.

D. Peran Negara dalam Mendukung Struktur Sosial yang Ada


Peneliti yang bekerja dengan perspektif kritis biasanya melihat Negara
(pemerintah) sebagai sarana pendukung bagi pemegang modal (misalnya
pemegang saham), dan juga untuk sistem kapitalis secara keseluruhan. Di bawah
perspektif ini, pemerintah akan melakukan berbagai tindakan dari waktu ke waktu
untuk meningkatkan legitimasi sistem sosial, dan melindungi dan memajukan
kekuasaan dan kekayaan orang-orang yang memiliki modal, meskipun hal itu
mungkin tampak (kurang pada pandangan mata yang sederhana) bahwa
pemerintah bertindak demi kepentingan kelompok-kelompok yang kurang
beruntung. Misalnya, pemerintah mungkin memberlakukan persyaratan
pengungkapan wajib untuk perbandingan pengungkapan informasi tentang
bagaimana perusahaan memperhatikan kebutuhan kelompok minoritas tertentu
atau penyandang cacat. Arnold (1990) berpendapat, bagaimanapun, bahwa
pengungkapan semacam itu (yang rata-rata benar-benar tidak menyebabkan
ketidaknyamanan yang berlebihan bagi perusahaan) benar-benar dilaksanakan

13
untuk mengamankan tantangan, misalnya oleh dan atau atas nama minoritas
tertentu, yang mungkin dibuat untuk melawan sistem kapitalis di mana perusahaan
diberi banyak hak dan kekuasaan. Mengaitkan perspektif ini dengan
pengembangan berbagai tindakan sekuritas di seluruh dunia, Merino dan Neimark
(1982, hal.19) berpendapat bahwa tindakan sekuritas dirancang untuk
mempertahankan status quo ideologis, sosial, dan ekonomi sambil memulihkan
kepercayaan pada sistem yang ada dan institusinya. Dalam konteks Australia,
menarik untuk dicatat bahwa seorang CEO dari salah satu perusahaan terbesar di
Australia mengakui bahwa peraturan perusahaan sangat mendukung kepentingan
pemilik modal (pemegang saham) daripada pemangku kepentingan umumnya
Frank Cicutto, yang saat itu adalah Chief Executive Officer of National Bank
Australia, menyatakan:
“Dalam beberapa dekade terakhir, penggunaan dana pemegang saham secara
efisien telah dilindungi dengan hati-hati oleh pembentukan Australian Securities
and Investment Commission (ASIC) dan berlanjutnya peraturan pencatatan saham
Australian Stock Exchange (ASX). Dalam konteks peraturan, fokus perubahan
legislatif adalah seputar akuntabilitas investor daripada masyarakat”
Secara umum untuk membuat keputusan yang tepat, individu atau kelompok
individu harus memiliki akses terhadap informasi. Keterbatasan arus informasi
atau ketersediaan jenis informasi tertentu, dapat membatasi kemampuan pihak lain
untuk membuat pilihan berdasarkan informasi. Oleh karena itu, membatasi
informasi yang tersedia merupakan salah satu strategi yang dapat digunakan untuk
membantu pemeliharaan organisasi dan struktur sosial tertentu. Puxty (1986, hal
87) mempromosikan pandangan ini dengan mengatakan bahwa:
“.... informasi keuangan diatur oleh badan pemerintahan masyarakat (negara
bagian) yang terkait erat dengan kepentingan kelompok dominan di masyarakat
(Miliband, 1969, 1983, Offe dan Ronge, 1978) dan diatur oleh lembaga negara
atau institusi yang ada di dalam masyarakat seperti Inggris Raya, Amerika
Serikat, dan Australia yang terkait dengan kebutuhan kelompok dominan dalam
kemitraan dengan aparat negara (walaupun kemitraan yang berpotensi penuh
dengan konflik)”

14
Oleh karena itu, kita berpandangan bahwa pemerintah tidak beroperasi dalam
kepentingan Publik, namun untuk kepentingan kelompok-kelompok yang sudah
kaya dan berkuasa. Terlepas dari negara dan profesi akuntansi, peneliti dan
lembaga penelitian juga telah terlibat dalam membantu mempromosikan struktur
sosial tertentu (tidak adil). Kami sekarang mempertimbangkan beberapa argumen
yang telah diajukan untuk mendukung pandangan ini.

E. Peran Penelitian (Riset) Akuntansi dalam Mendukung Struktur Sosial yang


Ada
Alih-alih memikirkan peneliti akuntansi sebagai orang yang relatif inert (punya
efek kecil) sehubungan dengan dampaknya terhadap pihak-pihak di luar disiplin
mereka, para ahli teori melihat banyak peneliti akuntansi yang menyediakan hasil
penelitian dan perspektif yang membantu melegitimasi dan mempertahankan
ideologi politik tertentu. Sekali lagi, ini adalah perspektif yang berbeda dari apa
yang kebanyakan ada.

1. Riset Akuntansi dan Dukungan Terhadap Deregulasi Akuntansi


Sebagai contoh, pada akhir 1970-an dan di tahun 1980-an ada gerakan oleh
pemerintah tertentu di seluruh dunia menuju deregulasi. Hal ini terutama
terjadi pada Amerika Serikat dan Inggris. Sekitar waktu ini, para peneliti
bekerja dalam rerangka Akuntansi Positif, dan peneliti yang menganut
Hipotesis Pasar Efisien, menjadi terkenal. Peneliti ini biasanya mengambil
sikap anti regulasi, sebuah sikap yang sesuai dengan pandangan pemerintah
saat itu. Secara kebetulan, penelitian semacam itu, yang mendukung desakan
deregulasi, cenderung menarik dana penelitian yang bersumber dari
pemerintah. Seperti Hopper dkk (1995. hal 518) menyatakan:
“Perdebatan akademis tidak ada dalam ruang hampa. Tidaklah cukup bagi
sebuah paradigma untuk meyakinkan secara intelektual atas penerimaannya,
namun hal itu harus sesuai dengan kepercayaan kuat yang ada di masyarakat
secara lebih umum. Sejarah gagasan ini dikotori dengan penelitian yang
diejek, namun kemudian menjadi paradigma dominan ketika masalah sosial,
ideologi dan kepercayaan lainnya menjadi lazim. Kisah PAT bisa diceritakan

15
dengan istilah seperti itu. Kenaikannya bukan hanya karena penyampaian
suguhan akademis dan keprihatinannya pada saat dimulainya namun juga
bersamaan dengan dan terhubung dengan ideologi politik sayap kanan yang
dominan di tahun 1980an”
Mouck (1992) juga mengambil posisi bahwa kenaikan PAT dimungkinkan
karena konsisten dengan pandangan politik mereka yang berkuasa (yaitu
negara). Dia berpendapat bahwa:
“...kredibilitas retorika Watt dan Zimmerman tentang pemberantasan
peraturan pemerintah bahwa pertanggungjawaban perusahaan dapat
dikondisikan, untuk sebagian besar, oleh gerakan ultra-konservatif yang
meluas yang pernah terjadi dalam masyarakat secara luas .... saya akan
berpendapat bahwa akuntan telah bersedia untuk menerima perkembangan
PAT, yang dibangun di atas versi Chicago dari ekonomi laissez faire, karena
retorika ceritanya sangat selaras dengan pemberontakan era Reagan terhadap
campur tangan pemerintah dalam urusan ekonomi”
Sesuai dengan perkembangan PAT, pada akhir tahun 1970an, banyak
penelitian akuntansi berusaha mengurangi konsekuensi ekonomi dari peraturan
akuntansi yang baru. perspektif ini (yang kita bahas di Bab 2 dan 3)
berpendapat bahwa penerapan peraturan akuntansi baru dapat memiliki banyak
implikasi ekonomi yang tidak diinginkan, dan karenanya sebelum persyaratan
baru, seperti standar akuntansi, diperlukan pertimbangan cermat. Analisis
konsekuensi ekonomi sering kali memberikan alasan untuk tidak menerapkan
peraturan akuntansi. Peneliti kritis berpendapat bahwa ini adalah implikasi
ekonomi bagi pemegang saham (misalnya, melalui perubahan harga saham)
dan manajer (misalnya, melalui pengurangan gaji atau kehilangan pekerjaan)
yang menjadi fokus perhatian oleh mereka yang meneliti konsekuensi ekonomi
dari peraturan akuntansi seperti Cooper dan Sherer (1984, hlm. 215, 217),
berpendapat:
Namun, sangat disayangkan bahwa 'bangkitnya konsekuensi ekonomi'
(Zeff, 1978) tampaknya telah termotivasi (setidaknya di Amerika Serikat) oleh
keinginan perusahaan besar untuk melawan upaya untuk mengubah sistem
pelaporan yang ada pada tingkat pengungkapan. Sampai saat ini, nampaknya

16
penelitian akuntansi pada umumnya mengulangi keluhan investor dan
pengusaha tentang konsekuensi perubahan dalam praktik akuntansi yang
disyaratkan. Studi yang menggunakan ECA (Analisis Konsekuensi Ekonomi)
hampir selalu mengevaluasi konsekuensi dari laporan akuntansi semata-mata
berdasarkan perilaku dan minat pemegang saham dan/atau kelas manajer
perusahaan (Selto dan Nauman, 1981).
Secara lebih mendasar, studi yang mengadopsi pendekatan ECA telah
memusatkan perhatian mereka pada subset yang sangat terbatas dari total
ekonomi, yaitu dampak pada pemegang saham atau kelas manajer. Dampak
laporan akuntansi secara langsung pada pengguna lain, misalnya, pemerintah
dan serikat pekerja, dan secara tidak langsung pada 'pengguna non-pengguna',
mis. konsumen, karyawan, dan wajib pajak, telah diabaikan. Dasar dari
keputusan semacam itu, yang terbaik, apakah efek semacam itu bersifat
sekunder dan / atau kurang signifikan secara ekonomi. Dengan demikian,
penelitian ini telah membuat pernyataan nilai implisit bahwa kebutuhan kelas
pemegang saham dan manajer sangat penting dan konsentrasi pada kebutuhan
tersebut cukup memadai untuk pemahaman tentang peran laporan akuntansi
pada masyarakat. Kecuali jika tidak ada efeknya pada pengguna lain dan 'non-
pengguna' ditunjukkan, daripada hanya diasumsikan, kesimpulan dari
penelitian ini tidak dapat digeneralisasikan untuk ekonomi secara keseluruhan
dan penelitian ini tidak mencukupi untuk membuat keputusan akuntansi yang
dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial secara keseluruhan. .
Selain menunjukkan bahwa konsekuensi ekonomi yang digali terutama
pada penerapan bagi manajer dan pemegang saham, Cooper dan Sherer (1984)
juga mencatat bahwa studi utama yang menerapkan paradigma ini didanai oleh
Komisi Sekuritas AS dan Dewan Standar Akuntansi Keuangan AS. Dianggap
bahwa kepentingan badan-badan ini selaras dengan pemegang saham dan kelas
manajer, bukan masyarakat secara keseluruhan.
Dalam hal serupa, Thompson (1978) dan Burcell dkk (1980)
mengemukakan bahwa upaya penelitian dalam akuntansi inflasi pada tahun
1960an dan 1970an sebenarnya tidak dimotivasi oleh tingkat inflasi yang
terjadi. Sebaliknya, mereka berpendapat bahwa penelitian tersebut didorong

17
oleh keinginan untuk meringankan pergeseran dari nilai tawar sebenarnya dari
pemilik (dalam bentuk keuntungan dan dividen riil yang lebih rendah) dan
menuju upah yang lebih tinggi.
Jika penelitian yang menonjol karena mendukung keyakinan politik
tertentu tentang mereka yang berkuasa, maka kita mungkin beranggapan
bahwa pandangan orang-orang yang "dalam kekuasaan" berubah, maka akan
menjadi fokus penelitian. Selama tahun 1990an banyak pemerintah di seluruh
dunia cenderung menjauh dari deregulasi. Mencerminkan hal ini. Hopper et all
(1995, p 540) mencatat:
“Lingkungan yang terus-menerus disusun kembali dalam perubahan
kondisi ekonomi dan poltik. Dengan demikian, kemampuan PAT untuk
menyesuaikan diri dengan iklim diskursif yang berlaku mungkin menjadi
tantangan tersendiri. ... Setelah pengangkatan pemerintah Republik di AS,
periode dan bentuk reformasi konservatif ini mungkin telah berakhir. Di
Amerika Serikat, Presiden Clinton telah mengadopsi strategi yang lebih
intervensionis dan di Inggris, rezim besar mengklaim (mengklaim) untuk
mendukung sebuah 'masyarakat peduli' alternatif, walaupun dengan kekuatan
pasar, berbeda dengan reputasi Thatcherisme. Pada tahun 1990an,
serangkaian nilai baru mungkin tidak terlalu menekankan efisiensi dan
efektivitas dari pasar yang tidak diatur, misalnya ekologi, perawatan
kesehatan di Amerika Serikat, isu gender. PAT yang harus mengikuti
perkembangan dengan lingkungan yang berubah ini dapat dipertanyakan,
misalnya, kegagalan berturut-turut beberapa perusahaan bisnis dan jatuhnya
pasar saham pada tahun 1987 menambah dukungan untuk lebih banyak
peraturan”

2. Penafsiran Akuntansi Kritis Terhadap Regulasi Akuntansi yang


Meningkat (Pasca Kasus-Enron)
Terlepas dari pemilihan apa yang banyak dianggap sebagai Presiden
Republik Demokratik yang sangat pro-bisnis dan anti-regulasi (George W
Bush) dan pemerintah di Amerika Serikat pada awal abad kedua puluh satu dan
pemilihan kembali Presiden dan pemerintah ini di akhir tahun 2004. Beberapa

18
pemerintah (termasuk pemerintah AS) telah membalikkan tren 1990-an ini
melawan deregulasi akuntansi. Meskipun pada awalnya pemerintahan Bush
bergerak menuju deregulasi akuntansi yang lebih besar, arah kebijakan ini
dibalik pemberitahuan publik tentang kegagalan akuntansi (atau pelanggaran
hukum skala besar) di Enron, WorldCom dan beberapa perusahaan besar AS
lainnya 2001 dan 2002, dan keterlibatan yang nyata dari auditor Enron
(Andersen) dalam beberapa praktik akuntansi yang gagal dan merusak.
Meskipun ada keinginan pemerintah yang ada untuk memberdayakan
perusahaan besar dengan mendelegulasi praktik akuntansi, Unerman dan
O'Dwyer (2004) berpendapat bahwa kegagalan akuntansi yang dipublikasikan
ini menyebabkan pertimbangan kepercayaan yang diberikan oleh banyak
investor dan pekerja baik dalam praktik akuntansi dan , yang lebih penting,
dalam keandalan pasar modal sebagai media investasi. Salah satu reaksi dari
banyak pemerintah di seluruh dunia terhadap kegagalan perusahaan dan
akuntansi ini adalah untuk menerapkan peraturan akuntansi dan tata kelola
perusahaan, dalam upaya membangun kembali kepercayaan terhadap
keandalan kedua informasi akuntansi dan di pasar modal, yang seharusnya
bergantung pada klaim keandalan informasi akuntansi ini. Dari perspektif
kritis, peningkatan peraturan ini akan dianggap melayani kebutuhan
perusahaan besar (daripada melindungi investor) karena bertujuan untuk
mempertahankan kepercayaan investor terhadap pasar modal yang bergantung
pada perusahaan-perusahaan besar.
Dampak kerusakan kegagalan akuntansi di Enron, diikuti oleh kegagalan
akuntansi yang dipublikasikan pada waktu yang relatif singkat di beberapa
perusahaan besar lainnya - di Nort America, Australia, dan Eropa (misalnya,
Parmalat di Italia, Ahold di Belanda, Addeo di Swiss dan One Tel dan HlH di
Australia) - dapat dianggap oleh ilmuwan Akuntansi kritis hanya sebagai gejala
lain dari ketidakstabilan inheren sistem kapitalis (seperti yang telah dibahas
sebelumnya di babnya). Dunia peneliti ini cenderung berpendapat bahwa setiap
tindakan yang diambil untuk mencegah terulangnya gejala konflik struktural
terbaru yang melekat pada kapitalisme (kegagalan akuntansi) ini menunjukan
bahwa sistem kapitalis itu sendiri yang cacat, dan satu-satunya cara untuk

19
mencegah kegagalan yang lain (berbeda) yang muncul di masa depan adalah
mengganti sistem kapitalis dengan sistem yang berbeda, dengan kelemahan
(karyawan, lingkungan, banyak bagian masyarakat) yang tidak dieksploitasi
oleh perusahaan besar dan pemerintah yang mereka andalkan. Beberapa
peneliti memang telah memeriksa kegagalan akuntansi dua abad pertama
Enron (dan perusahaan besar lainnya), dan / atau reaksi peraturan terhadap
kegagalan ini, dari berbagai perspektif kritis (lihat, misalnya, Arnold dan de
Lange, 2004; Baker , 2003, Briloff, 2004; Craig dan Americ, 2004; Froud et al,
2004; Fuerman, 2004; O'Connell, 2004; Williams, 2004).

3. Pandangan Akuntansi Kritis Tentang Wacana Peran Aktif Akademik dan


Non-Akedimik dalam Melindungi Kapitalisme
Di bidang lain beberapa teoretikus kritis telah menerapkan editor jurnal
akuntansi untuk memastikan bahwa penelitian akuntansi tidak menantang
kepentingan kelompok dominan di masyarakat, dengan alasan bahwa editor ini
akan menolak penelitian yang tidak memiliki komplementeritas dengan tema
yang berlaku di lingkungan sosial '( Mouck, 1992): Sehubungan dengan peran
jurnal akuntansi, Tinker, Lehman dan Neimark (1991. hal 44) menyatakan:
Literatur akuntansi mewakili dunia dengan cara yang kondusif bagi
perubahan kebutuhan dari akumulasi modal. Jurnal seperti Accountng Review,
mengadili konflik sekunder dengan memfilter penelitian, pengetahuan (dan
pengetahuan yang tidak dilatih) dengan cara yang kondusif untuk tujuan utama
ini. Permusuhan jurnal ini bahkan sampai penyimpangan lemah yang begitu
dikenal.
Penelitian lain dalam akuntansi kritis menunjukkan bahwa bukan hanya
wacana akademis yang bias dengan cara yang dirancang untuk mendukung
kepentingan kapitalisme. Misalnya, Collison (2003) mencirikan sebagai
propaganda, banyak pembenaran yang diberikan oleh organisasi yang
beroperasi di sektor korporasi untuk mendukung praktik bisnis dan akuntansi
yang ada, di mana nilai subyektif (bias ke arah memajukan kekuasaan dan
kekayaan modal) digambarkan sebagai fakta objektif. Dia berpendapat (hal
853):

20
“Efek dari propaganda ini adalah untuk mendukung hegemoni wacana
dimana nilai-nilai yang dapat dipertanggungjawabkan yang sering disiratkan
dalam praktik dan terminologi akuntansi dan keuangan diperlakukan seolah-
olah merupakan tanah yang tidak mengenakkan sehingga propaganda adalah
alat yang dapat digunakan oleh kepentingan yang kuat, sering terselubung,
untuk mendukung dan menganut ideologi yang berlaku”
Mengembangkan tema akuntansi ini digunakan sebagai alat untuk
'memilah-milah' pandangan subyektif, sekarang kita memindahkan analisis kita
terhadap persepsi para teoretikus kritis tentang peran praktik akuntansi dalam
mendukung struktur sosial yang ada.

F. Peran Praktisi Akuntansi dalam Mendukung Struktur Sosial yang Ada


Seperti kita ketahui, atribut dari karakteristik kualitatif yaitu objektivitas,
netralitas dan representational faithfulness (penyajian yang jujur) adalah ketiga
elemen yang menjadi syarat yang ada didalam rerangka konseptual dan telah
dipandang dan diakui dunia sebagai pelaporan keuangan yang “ideal”, dimana hal
tersebut menjadi pedoman bagi akuntan dalam menyusun laporan keuangan.
Beberap dari teori kritis berpandangan bahwa didalam akuntansi, jauh dari praktik
yang mendukung dan memberikan karakteristik kenetralan atau ketidakbiasan
penyajian berdasarkan fakta ekonomi yang ada. Teori kritis tersebut melihat
adanya peran berbeda dalam rerangka konseptual, yaitu peran yang melegitimasi
profesi akuntansi serta laporan keuangan yang dibuat oleh entitas pelaporan. Hines
(1991, P. 328) menyatakan:
“CF menganggap, legitimasi dan memproduksi asumsi dari dunia objektif
akan berperan dalam membentuk dunia sosial ... CF memberikan legitimasi sosial
terhadap profesi akuntansi. Karena asumsi objektivitas adalah pemikiran sentral
masyarakat kita ... bentuk fundamental dari kekuatan sosial timbul bagi mereka
yang berada dalam jalur yang sama dengan asumsi objektivitas. Legitimasi
dicapai dengan memanfaatkan proposisi sentral ini karena akun yang dihasilkan
di sekitar proposisi ini dianggap "normal". Mungkin tidak mengherankan atau
anomali sehingga proyek CF terus dilakukan yang bergantung pada kualitas
informasi seperti "penyajian yang jujur, netralitas, reabilitas, dll ..., yang

21
menganggap dunia yang nyata dan obyektif, meskipun CF masa lalu tidak berhasil
dalam menghasilkan Standar Akuntansi yang mencapai kualitas ini. Didasarkan
pada asumsi yang obyektif dimana akuntan memiliki akses istimewa melalui
"keahlian pengukuran" mereka, berfungsi untuk membangun legitimasi yang
dirasakan untuk kekuatan profesi dan otonomi”

1. Peran Laporan Keuangan dalam Menciptakan “Realitas” yang Selektif


Hines (1988) berpendapat bahwa akuntan menerapkan pandangan mereka
sendiri tentang karakteristik kinerja mana yang penting dan karenanya
memerlukan pengamatan ekstra (misalnya, "laba"). Akuntan juga menentukan
manakah atribut kinerja organisasi yang tidak penting, dan oleh karena itu
tidak layak diukur atau diungkapkan. Melalui praktik akuntansi, pengamatan
akan diarahkan pada pengukuran tertentu oleh akuntan (tampaknya objektif)
dan sebagai gantinya pengukuran tersebut akan menjadi definisi yang
membedakan organisasi yang "baik" dan organisasi yang "buruk". Hines juga
berpendapat bahwa dalam mengkomunikasikan kebenaran, akuntan sekaligus
membangun realitas/kenyataan. Akuntansi memberikan visibilitas selektif
untuk isu-isu tertentu dalam sebuah organisasi yang menentukan masalah
keuangan mana yang "signifikan" (Carpenter dan Feroz, 1992). Cooper, Hayes
and Wolf (1981. hal 182) juga mengadopsi perspektif ini yang menyatakan:
“Sistem akuntansi mendorong untuk meniru dan menggunakan dengan
mendefinisikan masalah (dengan memilih variabel mana yang diukur dan
dilaporkan) dan mereka membantu menciptakan solusi (dengan memilih
variabel mana yang harus diperlakukan dapat dikontrol). Tentu saja, metode
sistem akuntansi sangat penting digunakan, namun demikian struktur dan
elemen sistem akuntansi membantu menciptakan cara bertindak, mengatur dan
berbicara tentang isu-isu dalam organisasi yang sesuai dan dapat diterima.
Sistem akuntansi merupakan komponen penting dari sistem kekuasaan dalam
organisasi”
Dalam mengeksplorasi peran laporan akuntansi dalam "membangun"
realitas "tertentu", Macintosh dan Baker (2002) dan Macintosh (2001)
mengacu pada perkembangan teori sastra, dan berpendapat bahwa laporan

22
akuntansi dapat dipandang sebagai bentuk teks / dokumen sastra . Mereka
menunjukkan bahwa dalam teori sastra, gagasan "ekspresif realisme" bahwa
sebuah teks adalah cerminan objektif dari kenyataan yang mendasarinya
(bahwa sebuah novel, misalnya, "fakta seperti cermin untuk mencerminkan
realitas" (Macintosh and Baker, 2002, hal 189 )) telah lama dianggap sangat
bermasalah, dan mereka memanfaatkan kritik ini dari teori sastra untuk
menunjukkan bagaimana asumsi yang sama dari laporan akuntansi yang secara
obyektif mencerminkan realitas ekonomi eksternal yang sama-sama
bermasalah (halaman 192).
Pandangan akuntansi secara sehat beranggapan bahwa kenyataan finansial
suatu perusahaan adalah “bias" sebelum didapat dalam laporan akuntansi. Cara
yang tepat untuk memastikan kenyataan ini dianggap sebagai proses
pengukuran yang obyektif dan dapat diverifikasi. Pandangan realistis
koresponden tentang akuntansi mengasumsikan realitas keuangan perusahaan
ada secara independen dari akuntan, auditor, dan laporan akuntansi. Namun,
akuntansi berjalan kembali dengan masalah yang sama yang meremehkan
kemampuan untuk menghadapi masalah (dalam teori sastra). Akuntan
profesional berkualifikasi tinggi sama-sama menghasilkan laporan keuangan
yang berbeda untuk transaksi dan kejadian yang sama.
Macintosh (2001) dan Macintosh dan Baker (2002) kemudian
menggunakan paradigma yang berbeda dalam teori sastra untuk menganalisis
dan menjelaskan subjektivitas laporan akuntansi, dan pandangan parsial
tentang realitas yang dibangun oleh laporan ini. Mereka berpendapat bahwa
setiap laporan akuntansi akan cenderung menyajikan informasi yang selektif
dan bias dengan cara yang dirancang untuk mengarahkan suatu pandangan
tentang kenyataan yang mendasarinya, dengan pandangan ini menjadi salah
satu keuntungan bagi managemen dan pemilik modal. Para akademisi ini
kemudian berdebat, berdasarkan teori sastra poststrukturalis, agar laporan
akuntansi dapat berubah sehingga mengandung beragam informasi yang
memadai untuk memungkinkan pengguna akun yang berbeda melihat beragam
pandangan kontradiktif tentang realitas yang mendasari bisnis, daripada

23
informasi akuntansi yang secara selektif disajikan dalam cara yang objektif
untuk "memaksakan" tidak terdapat masalah pada sudut pandang bisnis.

2. Power Akuntan Mengenai Citra Netralitas yang Palsu


Bagi orang-orang yang sebelumnya tidak menganggap akuntan dalam hal
yang sama seperti para teoritikus kritis, mungkin ada beberapa bentuk
kebingungan. Bagaimana para akuntan memiliki banyak kekuatan? Sebagian,
beberapa argumen untuk masalah ini telah diberikan dalam pembahasan di
atas. Profesi akuntansi digambarkan (melalui kendaraan seperti rerangka
konseptual) sebagai objektif dan netral - yaitu bebas dari segala bentuk bias.
Karakteristik semacam itu (jika benar) tampaknya tidak salah. Sebenarnya,
akuntan dianggap begitu objektif dan netral sehingga mereka memiliki reputasi
yang pudar. Tetapi jika kita mempercayai teoretikus kritis, “kepudaran” ini
adalah pelindung yang mungkin menyembunyikan banyak kekuatan sosial
seperti Carpenter dan Feroz nyatakan:
“Akuntansi dapat dipandang sebagai alat untuk melegitimasi struktur
organisasi sosial dan politik saat ini. Hopwood lebih jauh menunjukkan bahwa
legitimasi kekuasaan sebagian berasal dari prosedur prosedur akuntansi yang
tampaknya membosankan, tidak mencolok, dan rutin, yang menghasilkan aura
objektivitas dan legitimasi di mata pengguna laporan keuangan”
Tinker, Merino and Niemark berpendapat:
“Citra akuntan ini - yang sering dianggap tidak menarik, tidak berbahaya
'ahli sejarah' - berasal dari keinginan untuk menolak tanggung jawab yang
dimiliki akuntan untuk membentuk harapan subjektif yang, pada gilirannya,
mempengaruhi keputusan tentang alokasi sumber daya dan distribusi
pendapatan diantara dan di dalam kelas sosial. Keterikatan pada fakta sejarah
memberikan lapisan semu objektivitas yang memungkinkan akuntan
mengklaim bahwa mereka hanya merekam-tidak mengambil bagian dalam
konflik sosial”
Begitu sebuah profesi mulai mempertimbangkan konsekuensi ekonomi dari
standar akuntansi tertentu, sulit untuk dipahami bahwa standar akuntansi, dan

24
karena itu akuntansi, dapat benar-benar dianggap benar-benar objektif dan
netral.

3. Perspektif Akuntansi Kritis dalam Akuntansi dan Legitimasi


Berpindah ke aspek lain tentang bagaimana peneliti akuntansi kritis
percaya bahwa praktik akuntansi 'diam-diam' dan 'sembunyi-sembunyi'
memperkuat kekuatan kapitalis, di antara perspektif teoritis lainnya yang kami
anggap lebih awal dalam buku ini adalah Legitimasi Teori (yang telah kita
bahas di Bab 8). Kami menjelaskan bagaimana organisasi sering menggunakan
dokumen, seperti laporan tahunan, untuk melegitimasi keberadaan entitas yang
sedang berlangsung. Sementara pengungkapan ini dijelaskan dalam kaitannya
dengan keinginan korporasi untuk bertindak sebagai "kontrak sosial" (yang
mungkin atau tidak mungkin terjadi), beberapa ahli teori kritis melihat motif
legitimasi berpotensi membahayakan, terutama jika melegitimasi kegiatan
yang tidak sesuai dengan kepentingan kelas tertentu di masyarakat. Seperti
Puxty nyatakan:
“Saya tidak menerima bahwa saya melihat legitimasi sebagai hal yang
tidak berbahaya. Menurut saya, legitimasi itu bisa sangat berbahaya, sejauh ia
bertindak sebagai penghalang menuju pencerahan dan kemajuan”
Dalam mempertimbangkan penggunaan pengungkapan sosial dan
lingkungan untuk melegitimasi perilaku perusahaan, Deegan, Rankin dan
Tobin (2002, hal 334) menyatakan:
“Pengungkapan legitimasi berarti bahwa organisasi merespon masalah
tertentu yang timbul sehubungan dengan operasi mereka. Implikasinya adalah
jika adanya masalah yang menimbulkan kekhawatira (dan yang terpenting,
para manajer merasakan adanya kekhawatiran semacam itu) maka
pengungkapan yang tidak diatur bisa sangat minim. Keputusan pengungkapan
yang didorong oleh keinginan untuk disahkan tidak sama dengan kebijakan
pengungkapan yang didorong oleh manajemen bahwa masyarakat memiliki
hak untuk mengetahui aspek-aspek tertentu dari operasi organisasi. Suatu
motivasi berhubungan dengan kelangsungan hidup, sedangkan motivasi
lainnya berhubungan dengan tanggung jawab”

25
Deegan, Rankin dan Tobin (2002, hal 335) lebih lanjut menyatakan:
“Pengungkapan legitimasi terkait dengan kelangsungan hidup perusahaan.
Dalam yurisdiksi dimana ada persyaratan peraturan yang terbatas untuk
memberikan informasi sosial dan lingkungan, manajemen tampaknya
memberikan informasi saat mereka dipaksa melakukan hal tersebut.
Sebaliknya, bila ada kekhawatiran terbatas, akan ada pengungkapan terbatas.
Bukti menunjukkan bahwa tingkat pengungkapan yang lebih tinggi hanya akan
terjadi bila kekhawatiran masyarakat terpicu, atau alternatifnya, sampai saat
peraturan tertentu diperkenalkan untuk menghilangkan kebijaksanaan
pengungkapan manajemen. Namun, jika perusahaan melegitimasi kegiatan
yang berhasil maka mungkin tekanan publik bagi pemerintah untuk
memperkenalkan undang-undang pengungkapan akan rendah dan para
manajer akan dapat mempertahankan kontrol terhadap praktik pelaporan
sosial dan lingkungan mereka”
Sesuai dengan pembahasan di atas, menurut Guthrie dan Parker (1990, hal
166), perspektif ekonomi politik yang dianut oleh para teoretikus kritis
menekankan peran laporan akuntansi dalam mempertahankan (atau
melegitimasi) pengaturan sosial tertentu. Saat mereka menyatakan:
“Perspektif ekonomi memandang laporan akuntansi sebagai dokumen
sosial, politik, dan ekonomi. Mereka berfungsi sebagai alat untuk membangun,
mempertahankan, dan melegitimasi pengaturan ekonomi, politik, institusi, dan
tema ideologis yang berkontribusi terhadap kepentingan pribadi perusahaan”

4. Peran Akuntansi dalam Melegitimasi Sistem Kapitalisme


Mengingat peran laporan akuntansi dalam "membangun, mempertahankan,
dan melegitimasi pengaturan ekonomi, politik, institusi, dan tema ideologis
yang berkontribusi pada kepentingan pribadi perusahaan '(Guthrie dan Parker,
1990, hal 166), perspektif ekonomi politik klasik mempunyai satu peran utama
dalam laporan akuntansi adalah untuk melegitimasi sistem kapitalis secara
keseluruhan, dan melindungi sistem ini dari ancaman yang timbul sebagai
akibat dari hasil konflik struktural yang melekat dalam sistem kapitalis.(seperti
yang telah dibahas sebelumnya di babnya). Hal ini adalah bagian dari alasan

26
mengapa banyak ilmuwan akuntansi kritis ditunjuk untuk banyak meneliti
praktik pelaporan sosial perusahaan.
Sebuah studi empiris akuntansi kritis utama, memeriksa peran yang
diungkapkan dalam laporan tahunan yang berperan dalam melindungi (dan
melegitimasi) sistem kapitalis secara keseluruhan dari hasil konflik sosial,
menganalisis laporan tahunan mobil multinasional General Motors yang
berbasis di AS mengenai periode 1917 sampai 1976. Bahan empiris ini
dianalisis dalam serangkaian makalah (Neimark, 1983; Neimark dan Tinker,
1986; Tinker et al., 1991; Tinker dan Neimark, 1987; Tinker dan Neimark,
1988) yang menunjukkan bahwa fokus materi sukarela dan diskursif dalam
laporan tahunan cenderung berubah untuk mengatasi tantangan yang berubah
terhadap kapitalisme yang timbul dari ketidakstabilan struktural kapitalisme.
Misalnya, pada saat gejala (diklaim) dari ketidakstabilan struktural ini adalah
kelemahan dalam permintaan konsumen secara keseluruhan, laporan tahunan
berfokus pada memberi kesan bahwa peningkatan konsumsi - seperti membeli
mobil baru secara rutin - adalah norma sosial yang ideal. Di lain waktu, ketika
gejala ketidakstabilan struktural kapitalisme adalah militansi buruh, fokus
pesan inti dalam laporan tahunan beralih ke demonstrasi bahwa pekerja lebih
baik jika bertindak sscara kerjasama daripada bertentangan dengan manajer.
Argumen dalam penelitian ini adalah bahwa sementara artikulasi sukses
dari sudut pandang manajemen ini dapat menguntungkan General Motors
secara ekonomi, dengan mempertahankan dukungan dari pemangku
kepentingan yang secara ekonomi kuat, mereka juga menguntungkan sistem
kapitalis secara keseluruhan karena, misalnya, mengembangkan norma
konsumsi Pada saat melemahnya permintaan ekonomi secara keseluruhan akan
menghasilkan permintaan yang lebih besar untuk produk dari banyak bisnis.
Jika banyak bisnis lain juga menggunakan laporan tahunan mereka, bersamaan
dengan pesan di banyak media lainnya seperti artikel periklanan dan surat
kabar pada saat ini dalam sejarah untuk membantu memperkuat pesan yang
konsisten tentang keinginan konsumen akan konsumsi, ini akan membantu
melindungi dan memajukan kekuatan dan kekayaan banyak bisnis dengan

27
meningkatkan permintaan konsumen secara keseluruhan. Seperti Tinker;
Lehman dan Neimark (1991, hal 39) menyatakan:
“Studi General Motors (Neimark, 1983, Neimark dan Tinker, 1986, Tinker
dan Neimark, 1987, Tinker dan Neimark, 1988) berfokus pada berbagai cara
perusahaan menggunakan laporan tahunannya sebagai senjata idealogis, dan
keadaan sosial yang mengatur suatu penggunakan daripada yang lain ...
(mereka mengungkap) situasi konflik dan antagonis yang melibatkan GM
selama periode itu, dan bagaimana laporan perusahaan digunakan untuk
memodifikasi dan memperbaiki konflik ini ... Ini bukan untuk memperdebatkan
bahwa laporan tahunan memiliki dampak dramatis pada pengambilan
keputusan bisnis dan politik. Sebaliknya, seperti bahan ideologis lainnya
(pernyataan politik partai, periklanan, hubungan masyarakat "kesalahan",
doktrin agama), ini adalah pengulangan hal-hal duniawi dan terutama
penyensoran sudut pandang lain yang membuat laporan ini paling efektif”

28
BAB III
KESIMPULAN

Perspektif kritis terhadap akuntansi memberikan gambaran tentang penelitian yang


telah dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kemampuan dan telah berkerja
khusus dalam ranah perspektif kritis terhadap akuntansi. Para peneliti ini sangat kritis
terhadap praktik akuntansi yang berlaku. Mereka berpendapat bahwa praktik akuntansi
keuangan yang ada mendukung ekonomi dan struktur sosial, yang mana praktik
akuntansi keuangan tersebut hanya menguntungkan beberapa orang dan
mengorbankan orang lain. Selanjutnya peneliti tersebut ingin membuktikan apakah
pandangan dalam praktik akuntansi keuangan dapat benar-benar netral dan obyektif.
Perspektif terhadap akuntansi ini mencakup berbagai perspektif spesifik yang
berbeda. Namun, pada tingkat yang luas, banyak penelitian akuntansi kritis didasarkan
pada Teori Ekonomi Politik Klasik di mana konflik, ketidakadilan dan peran negara
sangat penting untuk dianalisis. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh banyak
sarjana akuntansi diinformasikan oleh kritik Marxis kapitalisme, ada banyak peneliti
akuntansi penting lainnya yang mengkritik peran akuntansi dalam mempertahankan
ketidakadilan dalam masyarakat tidak didasarkan pada filsafat Marxis. Sebuah tema
umum yang dikemukakan Marxis (dan beberapa non-Marxis) bahwa akuntansi kritis
adalah panggilan untuk perubahan mendasar dalam bagaimana masyarakat ini disusun
tanpa restrukturisasi, mereka percaya bahwa perubahan atau modifikasi praktik
akuntansi tidak akan berpengaruh dalam membuat masyarakat yang lebih adil bagi
semua. Teori kritis juga berpendapat bahwa pemerintah (Negara) cenderung
menempatkan mekanisme dan peraturan untuk mendukung struktur sosial yang ada.
Banyak peneliti akuntansi juga diyakini sebagai pendukung ideologi politik tertentu.
Riset ini juga memberikan wawasan ke dalam sudut pandang yang secara
tradisional belum menerima banyak perhatian oleh pendidikan akuntansi atau dalam
jurnal akuntansi. Menurut Baker dan Bettner (1997, P: 293) bahwa kapasitas akuntansi
untuk membuat dan mengendalikan realitas sosial diterjemahkan ke dalam
pemberdayaan bagi mereka yang menggunakannya. Kekuasaan tersebut berada dalam
organisasi dan lembaga, di mana hal itu digunakan untuk menanamkan nilai-nilai,
mempertahankan legitimasi, menentang konflik dan mempromosikan tatanan sosial

29
dalam hal mengabadikan diri. Dalam masyarakat, pengaruh akuntansi meresapi
masalah mendasar tentang distribusi kekayaan, keadilan sosial, ideologi politik dan
degradasi lingkungan. Bertentangan dengan opini publik, akuntansi bukan merupakan
cerminan statis realitas ekonomi, melainkan merupakan kegiatan yang sangat
berkaitan dengan berbagai pihak.

30
DAFTAR PUSTAKA

Deegan, Craig. 2014. Financial Accounting Theory. Jakarta: Salemba Empat.

iv

Anda mungkin juga menyukai