Anda di halaman 1dari 11

1|PUSAT REHABILITASI NARKOBA DI PALANGKA RAYA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Korban dari penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat


Adiktif lainnya (Napza) atau yang biasa dikenal sebagai Narkoba
(Narkotika dan Obat berbahaya) di Indonesia dari tahun ke tahun terus
bertambah. Hal ini membuktikan bahwa Indonesia masih belum dapat
terlepas dari jeratan Narkoba.
Permasalahan penyalahgunaan Narkoba merupakan permasalahan
yang sangat kompleks, yang memerlukan penanggulangan yang benar baik
dari segi medis maupun dari segi psikologis.Narkoba adalah zat psikoaktif
yang dapat mengubah keadaan psikologis seseorang seperti perasaan,
pikiran, suasana hati serta perilaku seseorang ketika masuk ke dalam tubuh
baik dengan cara dimakan, diminum, dihirup, suntik, intravena, dan lain
sebagainya1.
Menurut Subagyo Partodiharjo dalam bukunya mengatakan bahwa
pemerintah dan rakyat sudah memberikan stempel negative kepada kata
narkoba. Stempel negative tersebut dapat kita lihat pada spanduk dan slogan
yang sering kita dengar, seperti “basmi narkoba”, “ say no to drug” . Padahal
narkoba memiliki sisi positif yang berguna bagi bidang kesehatan, seperti
untuk operasi.
Narkoba dilarang jika disalahgunakan kegunaannya, seperti untuk
menambah stamina kerja, menghilangkan stress, dan menahan rasa lapar.2
Di dalam dunia kedokteran sebagian besar golongan Narkotika,
Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya ini masih bermanfaat bagi
pengobatan, namun apabila disalahgunakan atau digunakan tidak menurut
indikasi dan standar pengobatan, akan berakibat sangat merugikan bagi
individu maupun masyarakat luas khususnya generasi muda.

1 Menurut Kementrian Kesehatan RI Tahun 2010.


2 Subagyo Partodiharjo, Kenali Narkoba dan Musuhi Penyalahgunaannya, Jakarta :
Erlangga,2010, hlm. 10.
2|PUSAT REHABILITASI NARKOBA DI PALANGKA RAYA

Maraknya penyalahgunaan Narkoba kini tidak hanya di kota-kota


besar, tetapi sudah sampai ke kota-kota kecil di Indonesia. Berdasarkan data
hasil estimasi yang dilakukan oleh Badan Narkotika Nasional dalam
Republika Online mengatakan bahwa, korban penyalahgunaan Narkoba di
Indonesia pada tahun 2016 mencapai 5,9 juta orang. Hal tersebut juga
didukung dengan hasil penelitian Pusat Data dan Informasi Kementerian RI
Tahun 2014 yang menyebutkan bahwa terjadi peningkatan jumlah kasus
penyalahgunaan Narkoba pada beberapa tahun terakhir.

*Sumber : Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI


Dari gambar di atas diketahui bahwa, jumlah kasus yang masuk ke
dalam golongan narkotika mengalami peningkatan dalam 5 tahun terakhir.
Peredaran dan penyalahgunaan Narkoba ini kini sudah menyentuh berbagai
kelompok umur dan jenis kelamin masyarakat. Kondisi ini juga diperburuk
dengan gaya hidup saat ini yang individual sehingga kurangnya kepedulian
satu sama lain.
Menurut ketua BNN Kalteng, Dwi Swasono Kalimantan Tengah
masuk dalam kategori berbahaya karena pengguna narkoba yang terus
meningkat. Data BNN menunjukkan akhir 2011 jumlah pengguna narkoba
di kalteng mencapai 34.543 orang. Dari jumlah ini, 8.000 diantaranya
masuk dalam tahap kecanduan yang parah.
Selanjutnya 15.000 diantaranya pengguna narkoba rutin namun
belum candu. Sedang sisanya adalah pengguna baru yang sifatnya masih
3|PUSAT REHABILITASI NARKOBA DI PALANGKA RAYA

coba-coba. Akhir 2011, BNN memproyeksi angka peningkatan pengguna


narkoba di kalteng sebesar 1,47 persen.3 Tumbuhnya ekonomi Kalteng
dalam sembilan tahun terakhir ini menjadikan pendapatan masyarakat
meningkat, sehingga mengundang para sindikat dan bandar narkoba
beroperasi di Kalimantan Tengah hingga pelosok pedalaman.
Selain itu tumbuhnya tempat hiburan juga memicu peredaran
narkoba semakin pesat. Sementara di sisi lain masyarakat belum mendapat
edukasi secara benar mengenai narkoba. Daerah Kalteng yang menjadi
rawan peningkatan pengguna narkoba antara lain Kabupaten Kotawaringin
Timur dan Kabupaten Kotawaringin Barat yang setiap tahunnya terjadi
peningkatan, sehingga perlu upaya rehabilitasi bagi pengguna narkoba dan
peningkatan.
Berdasarkan UU No. 22 Tahun 1997 tentang psikotropika pasal 48,
50, dan 51 serta Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 07 Tahun 2009
Tentang Menempatkan Pemakai Narkoba Ke Dalam Panti Terapi dan
Rehabilitasi, yang mewajibkan bagi korban penyalahgunaan narkoba untuk
mengikuti terapi dan rehabilitasi dan tidak boleh dipenjara, untuk itu
dibutuhkan tempat terapi dan rehabilitasi yang secara profesional dapat
dipertanggungjawabkan.
UU No. 22 Tahun 1997 dan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor
07 tahun 2009, menunjukkan bahwa pemerintah berniat serius manangani
bahaya penyalahgunaan narkoba dan komitmennya untuk membedakan
perlakuan antara korban penyalahgunaan narkoba (residen/pengguna)
dengan pengedar, Bandar atau produsen narkoba secara ilegal.
Upaya rehabilitasi pecandu Narkoba di Kalimantan tengah belum
bisa dilakukan secara optimal, karena belum adanya tempat yang menjadi
pusat rehabilitasi penanggulangan pecandu nabza tersebut. Jikapun ada
hanyalah merupakan tempat rehabilitasi biasa yang dilakukan oleh pihak

3
kalteng.tribunnews.com : “Setiap Tahun Jumlah Pengguna Narkoba di Palangkaraya
Meningkat” Akses : 23 September 2017, 21.13 WIB.
4|PUSAT REHABILITASI NARKOBA DI PALANGKA RAYA

swasta atau organisasi peduli terhadap penderita narkoba yang belum


representative4 yang artinya belum sesuai dengan fungsinya.5
Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah, melalui Dinas Sosial
Kalimantan Tengah sudah ada rencana untuk membangun Pusat
Rehabilitasi bagi pecandu narkoba tersebut namun belum bisa dilakukan,
karena yang bisa membangun hanya instansi terkait di pusat. Sebanyak
35.800 pecandu narkoba di Kalimantan Tengah membutuhkan rehabilitasi.
Data tersebut sesuai dengan yang dilansir Badan Narkotika Nasional
Provinsi (BNNP) Kalimantan Tengah yang terdiri dari 14 kabupaten dan
kota. Dari total tersebut yg bisa direhabilitasi sebanyak 350 dikarenakan
tempat rehabilitasi yang sangat minim. Berdasarkan uraian tersebut diatas,
diperlukan perencanaan dan perancangan tentang Pusat Rehabilitasi Korban
Pecandu Narkoba Provinsi Kalimantan Tengah.
1.2. Identifikasi Masalah
Rehabilitasi ialah suatu kegiatan multidisipliner yang
memfungsikan kembali aspek-aspek fisik, emosi, kognisi, dan sosial
sepanjang kehidupan individu sehingga mampu melakukan mobilitas,
komunikasi, aktivitas harian, pekerjaan, hubungan sosial, dan kegiatan di
waktu luang (Menurut Renwick & Friefeld).

Didalam Pusat Rehabilitasi Narkoba terdapat 2 jenis Terapi yaitu


Terapi medis dan Terapi Sosial (non medis).6 Kedua hal tersebut memiliki
cara pengobatan yang berbeda tetapi memiliki tujuan yang sama. Sehingga
dalam perancangannya dibutuhkan dengan cara berkolaborasi ataupun
saling menggabungkan antara dua jenis terapi tersebut dengan menerapkan
ruang dalam sebagai Terapi Medis sedangkan ruang luar sebagai Terapi

4
Pusat Bahasa Depdiknas. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi Ketiga). Jakarta:
Balai Pustaka.
5banjarmasin.tribunnews.com : “Kalteng Belum Miliki Pusat Rehabilitasi Pecandu Narkoba”

Akses : 23 September 2017 , 21.30 WIB.


6 Undang-Undang RI nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika BAB II pasal 4
5|PUSAT REHABILITASI NARKOBA DI PALANGKA RAYA

Sosial (non-medis) yang nantinya menghadirkan sistem Healing


Environment7 kedalam kedua terapi tersebut.

Seperti yang diketahui bahwa seorang pecandu narkoba mengalami


sakit baik secara fisik maupun psikis (Ghoodse : 2002). Dan dalam masalah
ketergantungan Narkoba yang paling menonjol adalah gejala-gejala
patologi dari unsur psikologis. Hal ini terlihat dari adanya perubahan
perilaku yang cenderung antisosial, apatis, kepercayaan/keimanan rendah,
cenderung introvert, emosi labil, maladatif, depresi, frustasi, sensitive dan
mudah bosan (Sumiati:2009). Maka dari itu untuk menyembuhkan kondisi
pasien penderita ketergantungan Narkoba dan dapat menjalani proses
rehabilitasi dengan optimal, di lingkungannya (ruang dalam-ruang luar)
dengan menerapkan Healing Environment8 dengan konsep penyembuhan
yang mengarah pada unsur alam, indra dan psiko-logis (Murphy : 2008 )
Dalam buku Health and Human Behaviour, terungkap bahwa justru
faktor lingkunganlah yang berperan besar dalam proses penyembuhan
manusia, yaitu sebesar 40%, sedangkan faktor medis hanya 10%, faktor
genetis 20% dan faktor lain 30%.
Menurut Lao Tzu dalam Ven (1987) ”Ruang adalah “kekosongan”
yang ada disekitar kita maupun disekitar obyek atau benda, ruang yang
terkandung didalam adalah lebih hakiki ketimbang materialnya, yakni
massa. Kekosongan yang terbingkaikan oleh elemen pembatas pintu dan
jendela, boleh dianggap sebagai ruang transisi yang membatasi bentuk
arsitektur yang fundamental tersebut”. Ruang tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan manusia baik secara psikologi emosional (persepsi), maupun
dimensional (Rustam Hakim 1987).

7
Menurut Fouts dan Gaby (2008) dalam Bloemberg dkk (2009), Dampak penerapan
Healing Environment bagi Kesehatan : Mengurangi stress dan kegelisahan pada pasien,
Mengurangi rasa sakit, Mengurangi terjadinya infeksi, Meningkatkan tidur dan pemulihan,
Meningkatkan kegembiraan pasien, Mengurangi stress pada pengelola, Meningkatkan
kepuasan kerja, Meningkatkan produktivitas pengelola, Meningkatkan kemampuan untuk
memelihara kualitas sebagai pemerhati kesehatan, Penghematan biaya keseluruhan
melalui peningkatan efisiensi operasional dan meningkatkan penghasilan medis
8Waworudeng, 2015: healing environment ialah penyembuhan atau terapi yang

memanfaatkan suasana ruang yang memulihkan baik pada ruang dalam dan ruang luar
6|PUSAT REHABILITASI NARKOBA DI PALANGKA RAYA

Ruang transisi berfungsi sebagai penghubung antara ruang dalam


dan ruang luar. Sehingga fungsi dari masing-masing ruang dapat
berkolaborasi satu sama lain melalui aktivitas rehabilitan atau pasien.
Hubungan antara ruang dalam dan ruang luar yang dihasilkan membentuk
suatu pola sirkulasi bagi pasien, Jalur pergerakan yang dapat dianggap
sebagai elemen penyambung yang menghubungkan kedua ruang tersebut.
Sirkulasi9 yang mampu mengarahkan dengan jelas, karena aktivitas
pasien yang menggunakan ruang luar dan ruang dalam sebagai proses terapi.
Sehingga permasalahan sirkulasi dianggap penting agar nantinya pasien
mampu mengidentifikasi setiap ruang yang ada. Tidak hanya sirkulasi
permasalahan privasi10 juga berpengaruh bagi pasien dan bangunan.
Sebagai control terhadap lingkungan yang mampu mengendalikan
interaksi dengan orang lain baik secara visual, audial maupun olfaktori
(Amos :1997). Pada ruang dalam untuk mewujudkan Healing Environment
menggunakan kriteria komposisi ruang yang terdiri dari Garis ( jalan,
sirkulasi ), Bentuk ( tampilan / bentukan ruang), Bidang (bidang plafond,
dinding, lantai), Ruang ( hubungan antar ruang-ruang dalam), Pencahayaan
( alami dan buatan), Warna (warna yang lembut dan mendekati unsur alam),
Pola ( susunan ruang yang memperhatikan pemandangan alam kedalam
ruangan), Tekstur ( perabot dan material : kaca sebagai cahaya alami
kedalam ruangan).
Elemen-elemen lingkungan yang harus dipertimbangkan dalam
perancangan ruang luar atau desain lansekap, diantaranya adalah pembatas

9
Ching, Francis. D.K, Bentuk Ruang dan Susunannya, Terjemahan Airlangga, Jakarta
1985,hal 246 menjelaskan bahwa “ Ruang sirkulasi diartikan sebagai tali pergerakan yang
terlihat menghubungkan ruang-ruang suatu bangunan atau bagian yang satu dengan yang
lain di dalam maupun diluar bangunan”.
10 Altman 1975 " Menjabarkan beberapa fungsi privasi fungsi pertama privasi adalah

pengatur dan pengontrol interaksi interpersonal yang berarti sejauh mana hubungan
dengan orang lain diinginkan, kapan waktunya menyendiri dan kapan waktunya bersama-
sama dengan orang lain. privasi dibagi menjadi 2 macam, yaitu privasi rendah (terjadi bila
hubungan dengan orang lain dikehendaki), dan privasi tinggi (terjadi bila ingin menyendiri
dan hubungan dengan orang lain dikurangi), fungsi kedua privasi adalah merencanakan
dan membuat strategi untuk berhubungan dengan orang lain, yang meliputi keintiman /
jarak dalam berhubungan dengan orang lain,fungsi ketiga privasi adalah memperjelas
identitas diri.
7|PUSAT REHABILITASI NARKOBA DI PALANGKA RAYA

ruang, sirkulasi, tata hijau (Hakim, 1987). Untuk mendukung aktivitas terapi
non-medis pasien adalah dengan menghadirkan ruang terbuka untuk
kesehatan melalui taman penyembuh atau Healing Garden.
Keberadaan taman ini juga sebagai sarana terapi alam bagi pasien
karena taman dapat menghadirkan elemen-elemen alam sehingga
memungkinkan manusia untuk berinteraksi langsung dengan alam. Untuk
mewujudkan Taman Penyembuh dengan menerapkan kriteria Taman
Penyembuh oleh Marcus (2007) : Mendorong pergerakan dan kegiatan
pelatihan (sirkulasi), Memberikan Kesempatan Mencari Privasi, Dan
Memegang Control (Privasi), Ruang untuk bersosialisasi, Interaksi dengan
alam, Visibilitas dan Aksesbilitas, Ketenangan dan kenyamanan, Ruang
yang positif. Serta adanya fasilitas penunjang seperti kolam renang,
restorant, untuk mendukung terapi di Pusat Rehabiitasi Narkoba tersebut.
Berdasarkan permasalahan yang di telusuri, Pusat Rehabilitasi
Narkoba di Palangka Raya menuntut proses penggabungan ruang dalam dan
ruang luar sebagai proses terapi kesembuhan bagi pasien pecandu narkoba.
Dan sebuah transisi yang menghubungkan antara kedua ruang tersebut
untuk saling mendukung.
1.3. Rumusan Masalah
Bagaimana konsep Pusat Rehabilitasi Narkoba yang mampu
mengoptimalkan proses penyembuhan berdasarkan sistem setting
lingkungan (ruang dalam-ruang luar) yang diwujudkan melalui Healing
Environment?

1.4. Tujuan Dan Sasaran


1.4.1. Tujuan
Menghasilkan konsep Pusat Rehabilitasi Narkoba yang mampu
mengoptimalkan proses penyembuhan berdasarkan sistem setting
lingkungan (ruang dalam-ruang luar) yang diwujudkan melalui Healing
Environment.
8|PUSAT REHABILITASI NARKOBA DI PALANGKA RAYA

1.4.2. Sasaran

 Mengidentifikasi permasalahan mengenai Pusat Rehabilitasi


Penyalahgunaan Narkoba.
 Mempelajari data literatur yang berkaitan tentang pusat rehabilitasi
dan psikologis seseorang yang kecanduan narkoba.
 Mengidentifikasi literatur teori-teori tentang Healing Environment.
 Melakukan pengumpulan data melalui observasi.
 Melakukan studi banding terhadap objek sejenis.
 Melakukan analisis preseden yang terkait dengan objek sejenis
 Merumuskan konsep serta ide Pusat Rehablitasi Penyalahgunaan
Narkoba.
 Menghasilkan konsep Pusat Rehabilitasi Narkoba sesuai dengan
teori Healing Environment

1.5. Ruang Lingkup Permasalahan

 Ruang lingkup yang harus diperhatikan, karena hal ini berkaitan erat dalam
perancangan Pusat rehabilitasi penyalahgunaan narkoba. Ruang lingkup
pembahasan ini difokuskan pada desain dan pelaku yang ada didalamnya
serta pada ruang-ruang (ruang dalam-ruang luar) yang mendukung di Pusat
rehabilitasi penyalahgunaan narkoba.
 Teori arsitektur yang menjadi dasar adalah teori yang berkaitan dengan
Healing Environment.

1.6. Metodologi

Proses metodologi akan dilakukan dengan tiga tahap, yaitu:


1.6.1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data-data yang berkaitan dengan Pusat Rehabilitasi
Penyalahgunaan Narkoba akan dilakukan dengan mengumpulkan data
berupa:
1. Data Primer
Data primer diperoleh langsung dari sumber asli di sekitar
lingkungan (tidak melalui media perantara). Berupa opini
9|PUSAT REHABILITASI NARKOBA DI PALANGKA RAYA

subjek (orang) secara individual atau kelompok, atau hasil


observasi terhadap suatu lingkungan. Data Primer antara
lain diperoleh dengan cara:
1. Survey
Metode survey dilakukan dengan cara:
o Observasi Lapangan
Observasi yang dilakukan dengan melihat langsung ke
lapangan dan memperhatikan kondisi lingkungan sekitar
dengan seksama.
2. Data Sekunder
Sumber data sekunder didapatkan dari penelitian yang diperoleh secara
tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak
lain). Data sekunder bisa berupa bukti, catatan atau laporan historis atau
teori yang telah tersusun dalam arsip (data dokumenter) yang
dipublikasikan dan yang tidak dipublikasikan. Data sekunder
diperoleh antara lain dengan cara:
o Data Kawasan
Mempelajari data kawasan untuk menemukan kondisi
lingkungan sekitar.
o Studi Pustaka
Mempelajari catatan atau teori yang telah ada melalui media
buku maupun web tentang materi yang berkaitan dengan
teori mengenai Healing Environment.
1. Studi Banding
Membuat sebuah objek studi banding yang berkaitan
dan sesuai dengan pembahasan.
1.6.2. Analisis
Analisis dilakukan melalui data preseden yang berkaitan dengan objek
sejenis, kemudian data sekunder dan primer yang telah didapatkan
sebelumnya untuk mendapatkan variabel dan kriteria desain.
10 | P U S A T R E H A B I L I T A S I N A R K O B A D I P A L A N G K A R A Y A

1.6.3. Sintesa
Sintesa dalam penelitian ini berisi rangkuman berbagai pengertian
atau pendapat dari sumber rujukan serta analisis sehingga menjadi suatu
tulisan baru yang mengandung kesatuan yang selaras.
1.7. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Membahas tentang latar belakang, identifikasi permasalahan,
rumusan masalah, tujuan dan sasaran, ruang lingkup permasalahan,
metodologi, sistematika penulisan dan kerangka berpikir.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Mengkaji studi pustaka yang diperoleh dari berbagai sumber untuk
menemukan teori yang sesuai dan dapat membantu dalam menyelesaikan
masalah. Teori ini mengenai teori tentang karakteristik pusat rehabilitasi
pecandu narkoba secara umum, karakteristik perilaku rehabilitan, dan
karakteristik Healing Environment.
BAB III STUDI BANDING
Berisi hasil studi banding dengan objek terkait dan hasil dari
observasi pusat rehabilitasi pecandu narkoba yang dapat dijadikan
acuan dalam merumuskan konsep desain serta lokasi yang akan
digunakan.
BAB IV ANALISIS PRESEDEN
Berisikan Analisis Preseden, Variabel dan Kriteria Desain, Program
Perancangan dan Skematik Desain.
BAB V KESIMPULAN
Berisikan Konsep Desain, Detail Desain dan Hasil Desain.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
11 | P U S A T R E H A B I L I T A S I N A R K O B A D I P A L A N G K A R A Y A

1.8. Kerangka Berpikir

‘’ Pusat Rehabilitasi Narkoba Di Palangka Raya “

Latar Belakang :
 Jumlah pecandu yang semakin meningkat tahun 2011 sebanyak 8.000
pecandu parah, dan 15.000 pengguna rutin tapi tidak kecanduan.
 Fasilitas rehabilitasi yang hampir tidak ada

Identifikasi Masalah :

Tujuan dan Sasaran :


Konsep Desain Pusat Rehabilitasi Narkoba yang mampu
mengoptimalkan proses penyembuhan berdasarkan sistem setting
lingkungan (ruang dalam-ruang luar)

Pengumpulan Data

Study Banding Study Pustaka

Analisa Pusat Rehabilitasi


Narkoba :
Ruang Luar : Teori Healing Ruang Dalam :
- Analisa kegiatan
- Pembatas Environment - Sirkulasi
- Analisa fasilitas
ruang - Analisa ruang
- Analisa material
- Sirkulasi - Material
- Analisa tata ruang
- Tata hijau - Pencahayaan
Analisis
- Warna
Preseden - Tekstur

Sintesa Sintesa

Konsep Desain Pusat Rehabilitasi Narkoba

Anda mungkin juga menyukai