Anda di halaman 1dari 21

PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO

PROSES PENGOLAHAN KARET ALAM MENJADI


ASPAL

OLEH KELOMPOK II :

DUTA PRIMA PUTRA (061540421938)

DWI AYU PRATIWI (061540421939)

ISMA ULY MARANGGI (061540421944)

JURUSAN TEKNIK KIMIA


PROGRAM STUDI TEKNOLOGI KIMIA INDUSTRI (D-IV)
POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA
2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah “Proses
Pengolahan Karet Alam Menjadi Aspal” dapat diselesaikan dengan tepat waktu. Tidak lupa,
penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini, terutama dosen pengajar mata kuliah Pengembangan Industri Agro,
Ibu Erwana Dewi M.Eng. dalam membimbing penulis untuk membuat makalah yang lebih
baik lagi.
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk mengenalkan proses
pengolahan karet alam mentah menjadi karet berdaya guna dalam skala industri yang sesuai
dengan SNI-nya, maupun berguna dalam segala aktivitas manusia yang ada kaitannya dengan
teknik kimia dalam bidang ilmu kimia. Dengan adanya makalah ini diharapkan baik penulis
maupun pembaca dapat memiliki pengetahuan yang lebih luas mengenai proses pengolahan
karet alam.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapat
kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis
harapkan dari para pembaca.

Palembang, 28 September 2017

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN DEPAN………………………………………………………………………………….1
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………...…2
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………………..3
BAB I. Pendahuluan………………………………………………………………………………...4
a. Pendahuluan……………………………………………………………………….....4
b. Rumusan Masalah……………………………………………………………………5
c. Tujuan Makalah…………………………………………………………………...….5
BAB II. Pembahasan………………………………………………………………………………..2
a. Defenisi Mentega Putih……………………………………………………………2
b. Sifat Fisik Mentega Putih…………………………………………………………...8
c. Jenis – Jenis Mentega Putih………………………………………………………...9
d. Kandungan Gizi Mentega Putih…………………………………………………12
e. Fungsi Peralatan……………………………………………………………………...13
f. Kegunaan Trikloroetilen…………………………………………………………...…14
BAB III. Penutup…………………………………………………………………………………..34
a. Kesimpulan………………………………………………………………………………...34
b. Saran………………………………………………………………………………………...34
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………..……….35
BAB I
PENDAHULUAN

a. Pendahuluan
Sektor perkebunan adalah salah satu penyumbang devisa yang besar bagi
Indonesia. Hal ini wajar apabila dilihat dari keunggulan perekonomian Indonesia yang
lebih banyak terdapat pada kegiatan produksi yang berbasis sumber daya alam
dibandingkan dengan kegiatan produksi yang berbasis teknologi maupun modal
(Dumairy, 1996).
Komoditi karet alam adalah salah satu komoditi unggulan yang menjadi
primadona ekspor Indonesia. Tanaman karet dapat berproduksi sepanjang tahun di
Indonesia dan hampir semua daerah di Indonesia cocok untuk ditanami karet. Hal
tersebut yang menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara produsen karet di
dunia.
Indonesia merupakan negara penghasil utama karet alam dunia bersama
dengan Thailand dan Malaysia. Indonesia menghasilkan 2,55 juta ton karet alam pada
tahun 2007 setelah Thailand dengan produksi karet alam sebesar 2,97 juta ton. Hal ini
membuat Indonesia menjadi negara pengeskpor kedua karet alam terbesar di dunia,
tapi kondisi ini tidak membuat ekspor karet alam Indonesia bebas dari masalah.
Karet mentah dapat dilakukan pengolahan agar menjadi suatu barang berdaya
nilai guna. Bahan – bahan dari karet ialah sol pada sepatu, ban kendaraan, teether
(dot/empeng) pada bayi, selang silicon, dll. Selain hal tersebut terdapat suatu inovasi
terbaru yaitu pembuatan aspal berbahan karet.
Sebagai produsen karet alam Indonesia perlu membuka potensi penggunaan
karet alam baru, seperti lateks alam sebagai bahan tambah pada bahan pengikat aspal.
Untuk maksud tersebut pada makalah ini akan disampaikan hasil penelitian mengenai
pengaruh penambahan lateks alam terhadap sifat reologi aspal. Walaupun berdasarkan
kajian sebelumnya ditemui bahwa kualitas aspal yang dimodifikasi lateks alam
memiliki mutu yang lebih rendah daripada aspal yang dimodifikasi elastomer sintetis,
penelitian ini penting sebagai langkah awal untuk mengidentifikasi perbaikan atau
rekayasa yang diperlukan agar kualitas lateks alam dapat menyamai kualitas
elastomer sintetis yang sudah biasa digunakan (Tuntiworawit et al., 2005)
Aspal modifikasi adalah aspal minyak standar, yang dibuat dari residu
destilasi minyak bumi, yang dimodifikasi, baik dengan bahan tambah tertentu atau
dengan melakukan proses tambahan tertentu agar memiliki sifat yang lebih baik
sesuai dengan yang dibutuhkan. Contoh aspal modifikasi dengan menambahkan
bahan tertentu pada aspal minyak standar adalah aspal dengan bahan tambah polimer,
aspal dengan bahan tambah aspal alam, aspal dengan bahan tambah anti-stripping,
aspal dengan bahan tambah WMA (Warm Mix Asphalt additive), dan aspal dengan
bahan tambah kimia (anti oksidan, anti ozon, sulfur, polyposphoric acid, dan
chemcrete). Sedangkan contoh aspal modifikasi dengan proses tertentu adalah aspal
blowing (Shell Bitumen, 2003).

b. Rumusan Masalah
1. Menjelaskan proses pengolahan karet alam
2. Menjelaskan proses pembuatan karet mentah menjadi aspal
3. Menjelaskan komposisi optimum pembuatan aspal dari karet
4. Menjelaskan rancangan alat yang dapat digunakan dalam proses ini

c. Tujuan Makalah
1. Mengetahui sifat kimia dan sifat fisika dari bahan
2. Mengetahui proses dalam pengolahan karet mentah
3. Mampu merancang alat yang digunakan dalam proses pengolahan karet alam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

a. Pengenalan
Proses pengolahan karet mentah atau karet alam telah mengalami berbagai
pengembangan teknis.Getah pohon karet atau biasa disebut dengan lateks merupakan
bahan baku karet yang dipergunakan untuk pembuatan berbagai macam alat untuk
keperluan dalam rumah ataupun pemakaian di luar rumah seperti sol sepatu, ban
mobil dan berbagai produk lainnya yang semuanya terbuat dari bahan karet.Berikut
beberapa tahapan dari proses pengolahan karet mentah tersebut:
Getah pohon karet atau lateks biasanya dipisahkan dengan kandungan karet di
dalamnya dengan cara tertentu yang menghasilkan suatu produk yang biasa disebut
dengan koagulan. Koagulan tersebut selanjutnya diproses menjadi karet
alam setengah jadi dengan melakukan beberapa cara atau tehnik tertentu. Secara
tradisional karet alam telah dibuat menjadi lembaran yang kualitasnya bisa
dikategorikan secara visual atau mudah untuk dibedakan. Selain dalam bentuk
lembaran karet alam juga diperdagangkan dalam bentuk crepes, yang mana dalam
bentuk crepes ini juga mudah untuk dibedakan dalam mutunya hanya dilihat dari
penampilannya.
Metode pengolahan menjadi lembaran dan bentuk crepes ini masih banyak
dipergunakan oleh para petani pada saat ini. Dan sejak pertengahan tahun 1960-an
Negara Malaysia telah mengembangkan proses pengolahan menjadi bentuk
karet blok, dan metode untuk penilaian mutu atau kualitas karet alam ini lebih detail
dan lebih bersifat teknis sehingga memerlukan alat atau mesin laboratorium untuk
mendapatkan hasil yang lebih detail.
Hingga saat ini pengembangan teknis terus dilanjutkan dan termasuk tehnik
pengolahan baru untuk lateks terus dikembangkan.

b. Jenis – Jenis Karet


Karet adalah polimer dari satuan isoprena (politerpena) yang tersusun dari
5000 hingga 10.000 satuan dalam rantai tanpa cabang. Diduga kuat, tiga ikatan
pertama bersifat trans dan selanjutnya cis. Senyawa ini terkandung pada lateks pohon
penghasilnya. Pada suhu normal, karet tidak berbentuk (amorf). Pada suhu rendah ia
akan mengkristal. Dengan meningkatnya suhu, karet akan mengembang, searah
dengan sumbu panjangnya. Penurunan suhu akan mengembalikan keadaan
mengembang inilah alasan mengapa karet bersifat elastis.
Struktur dasar karet alam adalah rantai linear unit isoprene (C5H8) yang berat
molekul rata-ratanya tersebar antara 10.000 - 400.000.
Ada beberapa macam karet alam yang dikenal, diantaranya merupakan
bahan olahan. Bahan olahan ada yang setengah jadi atau sudah jadi. Ada juga
karet yang diolah kembali berdasarkan bahan karet yang sudah jadi. Jenis-jenis
karet alam yang dikenal luas adalah:

1. Bahan olah karet ( lateks kebun, sheet angin, slab tipis, dan lump segar )
Bahan olah karet adalah lateks kebun serta gumpalan lateks kebun
yang diperoleh dari pohon karet Hevea brasiliensis. Beberapa kalangan
menyebut bahan olah karet bukan produksi perkebunan besar, melainkan
merupakan bokar ( bahan olah karet rakyar ) karena biasanya diperoleh
dari petani yang mengusahakan kebun karet.

2. Karet konvensional ( ribbed smoked sheet, white crepes dan pale crepe,
estate brown crepe, compo crepes

3. Lateks pekat,
Lateks pekat adalah jenis karet yang berbentuk cairan pekat, tidak
berbentuk lembaran atau padatan lainnya. Lateks pekat yang dijual di
pasaran ada yang di buat melalui proses pendadihan atau creamed lateks
dan melalui proses pemusingan atau centrifuged lateks. Biasanya lateks
pekat banyak digunakan untuk pembuatan bahan-bahan karet yang tipis
dan bermutu tinggi.

4. Karet bongkah atau block rubber

Karet bongkah adalah karet remah yang telah dikeringkan dan


dikilang menjadi bandela-bandela dengan ukuran yang telah ditentukan.
Karet bongkah ada yang berwarna muda dan setiap kelasnya mempunyai
kode warna tersendiri.

5. Karet spesifikasi teknis atau crumb rubber


Karet spesifikasi teknis adalah karet alam yang dibuat khusus
sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu juga didasarkan oleh
sifat-sifat teknis.

6. Karet siap olah atau tyre rubber


Tyre rubber adalah bentuk lain dari karet alam yang dihasilkan sebagai
barang setengah jadi sehingga bisa langsung dipakai oleh konsumen, baik
untuk pembuatan ban atau barang yang menggunakan bahan baku karet
alam lainnya. Dibandingan dengan karet konvensional, tyre rubber lebih
baik untuk pembuatan ban atau produk karet lain. Tyre rubber juga
memiliki kelebihan, yaitu daya campur yang baik sehingga mudah
digabungkan dengan karet sintetis.

7. Karet reklim atau reclaimed rubber.


Karet reklim adalah karet yang diolah kembali dari barang-barang
karet bekas, terutama ban-ban mobil bekas dan bekas ban-ban berjalan.
yang sudah divulkanisir.

Biasanya karet reklim banyak digunakan sebagai bahan campuran


sebab bersifat mudah mengambil bentuk dalam acuan serta daya lekat yang
dimilikinya juga baik. Produk yang dihasilkan juga lebih kukuh dan tahan
lama dipakai, boleh dibilang karet reklim adalah suatu hasil pengolahan
scrap

c. Sifat – Sifat Karet Alam

Karet Alam maupun Karet sintetis sering juga disebut dengan Elastomer.
Elastomer adalah zat yang apabila ditarik/diberi tegangan akan dengan cepat
kembali ke bentuk semula bila tarikan atau tegangan dilepaskan/dibebaskan. Karet
alam merupakan salah satu jenis Elastomer yang terdapat di alam.

Elastomer merupakan salah satu jenis dari Polymer yang terdiri dari
monomer-monomer. Monomer-monomer ini disebut dengan isoprene. Karet
alam merupakan linear polymer atau cis-1,4-polyisoprene dari hidrokarbon tidak
jenuh yang disebut (2-methyl-1,3butadiene).
Ada sekitar 11.000 sampai 20.000 unit isoprene yang terdapat pada rantai
polymer karet alam , rantai pajang ini disebut polyisoprene polymer. Berat
molekul berbeda-beda tergantung dari klon biji karet Hevea brasiliensis yaitu
antara 100.000 s/d 1.000.000 .

Karet alam memiliki sifat-sifat unggul dan sifat-sifat yang lemah sbb :

 Karet alam bersifat keras dan elastis, tetapi akan melunak dan lengket bila
berada pada suhu yang tinggi dan mengeras dan padat pada suhu rendah.
 Spesifik gravity nya 0.915.
 Memiliki daya elastisitas tinggi.
 Memiliki ketahanan terhadap daya gesek dan kekuatan tensil rendah.

d. Varietas Karet Alam


Jenis varietas yang dikembangkan
a. Klon IRR 5
Potensi keunggulan:
1) Pertumbuhan cepat dan berpotensi sebagai penghasil lateks dan kayu.
2) Rata‐rata produksi 1,8 ton/ha/tahun.
3) Lilit batang 51,7 cm pada umur 5 tahun.
4) Kadar karet kering (KKK) 34,5%.
5) Lateks sangat sesuai diolah menjadi SIR 3 WF, SIR 5 dan SIR 10.
6) Resisten terhadap gangguan penyakit gugur daun Colletotrichum dan
Corynespora.
7) Pada daerah beriklim basah, klon IRR 5 digolongkan moderat terhadap gangguan
penyakit cabang (jamur upas) dan mouldirot.
b. Klon IRR 42
Potensi keunggulan:
1) Pertumbuhan cepat dan berpotensi sebagai penghasil lateks dan kayu.
2) Rata‐rata produksi 5,68 kg/pohon/tahun.
3) Lilit batang 51,4 cm pada umur 5 tahun.
4) Resisten terhadap penyakit gugur daun Colletotrichum, Corynespora dan Oidium.
5) Kadar karet kering (KKK) 36,5%.
6) Lateks dapat diproses menjadi SIR‐5.
c. Klon IRR 118
Potensi keunggulan:
1) Pertumbuhannya cepat dan berpotensi sebagai penghasil lateks dan kayu.
2) Rata‐rata produksi 2,1 ton/ha/tahun.
3) Lilit batang 48,9 cm pada umur 5 tahun.
4) Lateks dapat digunakan untuk produksi SIR 3 CV dan produk RSS, serta SIR3L,
SIR 5 dan SIR 10/20.
5) Cukup tahan terhadap penyakit Corynespora dan Colletotrichum.
d. Karet Busa Alam
Potensi keunggulan:
1) Karet busa sintetis umumnya dibuat dari karet EVA/poliuretan karena ringan dan
murah. Konsumsi busa sintetis di dalam negeri setiap tahun berkisar 19 juta
lembar (Rp47 miliar), busa plastik 722.000 m2 (Rp665 juta), dan busa jok mobil
4.500 unit (Rp186 juta).
2) Proses produksi busa sintetis berisiko tinggi karena bahan bakunya(isosianat)
beracun dan bersifat karsinogenik. Kondisi ini menyebabkan permintaan terhadap
busa alam meningkat.
Busa alam lebih unggul dibanding busa sintetis dalam hal kenyamanan dan umur
pakai. Untuk memberikan nilai kepegasan yang sama, busa alam hanya
memerlukan ketebalan sepertiga dari busa sintetis.

e. Industri Karet

Karet merupakan hasil bumi yang bila diolah dapat menghasilkan berbagai macam
produk yang amat dibutuhkan dalam kehidupan. Teknologi karet sendiri semakin
berkembang dan akan terus berkembang seiring berjalannya waktu dan akan semakin banyak
produk yang dihasilkan dari industri ini. Ada dua jenis karet yang biasa digunakan dalam
industri yaitu karet alam dan karet sintesis. Karet alam (natural rubber) merupakan air getah
dari tumbuhan Hevea brasiliensis, yang merupakan polimer alam dengan monomer isoprena,
sedangkan karet sintetis sebagian besar dibuat dengan mengandalkan bahan baku minyak
bumi.
Pada dasarnya karet berasal dari alam yaitu dari getah pohon karet
(atau dikenal dengan istilah lateks), maupun produksi manusia (sintetis). Saat pohon karet
dilukai, maka getah yang dihasilkan akan jauh lebih banyak. Saat ini Asia menjadi sumber
karet alami. Karet telah digunakan sejak lama untuk berbagai macam keperluan antara lain
bola karet, penghapus pensil, baju tahan air, dll. Untuk menjaga kualitas dan kontinuitas
bahan baku, maka dilakukan pengawasan pada tiap penyadap. Dari hasil penyadapan, dapat
ditentukan:
1. Bobot atau isi lateks: Penyadap menuangkan lateks dari ember-ember pengumpul ke
dalam ember-ember takaran melalui sebuah saringan kasar dengan ukuran lubang 2
mm, maksudnya untuk menahan lump yang terjadi karena prakoagulasi.
2. Kadar Karet Kering (KKK): Penentuan kadar karet kering (KKK) sangat penting
dalam usaha mencegah terjadinya kecurangan para penyadap.
Lateks sebagai bahan baku berbagai hasil karet, harus memiliki kualitas yang baik. Ada
beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas lateks, sebagai berikut:
1. Faktor dari kebun (jenis klon, sistem sadap, kebersihan pohon, dan lain-lain).
2. Iklim (musim hujan mendorong terjadinya prakoagulasi, musim kemaraukeadaan
lateks tidak stabil).
3. Alat-alat yang digunakan dalam pengumpulan dan pengangkutan (yang baik terbuat
dari aluminium atau baja tahan karat).
4. Pengangkutan (goncangan, keadaan tangki, jarak, jangka waktu).
5. Kualitas air dalam pengolahan.
6. Bahan-bahan kimia yang digunakan.
7. Komposisi lateks.
Pada saat mulai keluar dari pohon hingga beberapa jam lateks masih berupa cairan,tetapi
setelah kira kira 8 jam lateks mulai mengental dan selanjutnya membentuk gumpalan karet
atau yang lebih dikenal dengan istilah prakoagulasi. Penyebab terjadinya prakoagulasi antara
lain sebagai berikut:
1. Penambahan asam
Penambahan asam organik ataupun anorganik mengakibatkan turunnya pHlateks sehingga
lateks kebun membeku.
2. Mikroorganisme
Lateks segar merupakan media yang baik bagi pertumbuhan
mikroorganisme,mikroorganisme banyak terdapat dilingkungan perkebunan karet,
mikroorganisme ini menghasilkan asam yang menurunkan pH, serta menimbulkan bau
karena terbentuknya asam yang mudah menguap. Bila banyak organisme maka senyawa
asam yang dihasilkan akanbanyak pula. Suhu udara yang tinggi akan lebih mengaktifkan
kegiatan bakteri sehingga dalam penyadapan ataupun pengangkutan diusahakan pada suhu
rendah atau pagi.
3. Iklim
Air hujan akan membawa zat kotoran dan garam yang larut dari kulit batang. Zat-zat ini akan
mengkatalisis terjadinya prakoagulasi. Lateks yang baru disadap juga mudah menggumpal
jika terkena sinar matahari yang terik karena kestabilan koloidnya rusak oleh panas yang
terjadi.
4. Pengangkutan
Pengangkutan yang terlambat ataupun jarak yang jauh menyebabkan lateks baru tiba
ditempat pengolahan pada siang hari dan sempat terkena matahari sehinggamengganggu
kestabilan lateks. Jalan yang buruk atau angkutan yang terguncang-guncang mengakibatkan
lateks yang terangkut terkocok-kocok secara kuat sehingga merusak kestabilan koloid.
5. Kotoran atau bahan bahan lain yang ikut tercampur
Lateks akan mengalami prakoagulasi bila dicampur dengan air kotor, terutamaair yang
mengandung logam atau elektrolit. Prakoagulasi juga sering terjadi karena tercampurnya
kotoran atau bahan lain yang mengandung kapur atau asam.
Beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya prakoagulasi
antara lain sebagai berikut:
1) Menjaga kebersihan alat alat yang digunakan dalam penyadapan, penampungan,
maupun pengangkutan. Selama pengangkutan dari kebun ke pabrik pengolahan, lateks
dijaga agar tidak mengalami banyak guncangan.
2) Mencegah pengenceran lateks dari kebun dengan air kotor, misalnya air sungai, air
saluran atau got.
3) Memulai penyadapan pada pagi hari sebelum matahari terbit untuk membantuagar
lateks dapat sampai ke pabrik atau tempat pengolahan sebelum udaramenjadi
panas.Apabila langkah langkah pencegahan diatas sudah dilakukan tetapi hasilnya
belum seperti yang diinginkan, maka zat antikoagulan dapat digunakan. Zat
antikoagulan ada beberapa macam,tetapi harus dipilih yang paling tepat. Pilihan
disesuaikan dengan kondisi lokasi, harga, dankadar bahaya zat tersebut dan yang
terpenting adalah kemampuan zat tersebutdalam mencegah prakoagulasi.
Dalam pemakaiannya zat antikoagulan biasa digabung untuk menambah daya
antikoagulasinya, bisa 2 macam menjadi satu atau tiga macam campuran sekaligus. Berikut
ini contoh beberapa antikoagulan yang banyak dipakai di perusahaan atau tempat tempat
pengolahan karet diantaranya:
 Soda atau natrium karbonat (Na2CO3)
 Amonia (NH3)
 Formaldehid
 Natrium sulfit (Na2SO3) (Syamsulbahri, 1996).

f. Proses Pembuatan Lembaran Karet


Adapun tahapan dalam proses pembentukan lembaran karet, yaitu sebagai berikut:
Pengangkutan Penerimaan Latex Pembersihan
Penyadapan
Latex Segar

Sortasi Pengasapan Penggilingan Penampungan

Pengepakan

1. Penyadapan
Proses penyadapan ini dilakukan pada pagi hari sekitar pukul 04.00 sampai
pada pukul 08.00. Hasil sadapan ini berupa lateks yang di tampung dalam sebuah
wadah besar.
2. Pengangkutan Lateks Segar
Pihak pabrik telah menyediakan beberapa truk untuk mengangkut hasil
penyadapan karet yang diambil dari kebun karet yang jauh dari pabrik tersebut yang
telah dilengkapi dengan tangki besar untuk menampung lateks segar yang ada pada
kebun karet tersebut.
3. Penerimaan Lateks
Dipabrik karet telah disediakan tempat atau bak penampungan untuk
menampung semua hasil penyadapan yang berbentuk lateks. Sebelum di masukan ke
dalam bak penampungan, lateks sebelumnya ditambahkan Amonia. Proses
penambahan ammonia tersebut ditambahkan untuk mencegah terjadinya proses
penggumpalan oleh latex itu sendiri.
Lateks yang sudah di tambahkan Amonia kemudian di tuangkan ke bak penampungan
untuk di saring terlebih dahulu. Proses penyaringan ini di lakukan untuk menyaring
adanya bahan bahan campuran seperti plastik, daun-daun, karet yang menggumpal
dan masih banyak lagi kandungan yang lainnya. Lateks hasil saringan ini kemudian di
tampung lagi dalam sebuah wadah atau bak yang berbentuk sumur.
Pada wadah yang berbentuk sumur ini semua karet hasil penyaringan ditampung
untuk diaduk agar supaya busa dari lateks tersebut dapat diambil dan dibuang. Pabrik
menyediakan tiga buah wadah berbentuk sumur untuk menampung hasil dari lateks
yang di kumpulkan dari kebun karet.
4. Ketersediaan Air Bersih
Tersedianya air bersih adalah salah satu bagian terpenting dari proses
pengolahan lateks menjadi lembaran karet. Ketersediaan air ini sangat berpengaruh
terhadap hasil yang di dapatkan. Pada proses pengolahan lateks, air yang di perlukan
harus mengalir setiap saat, karena semuah kebersihan tempat pengolahan akan di
bersihkan dengan menggunakan air, sehingga karet tidak mudah lengket pada wadah
atau pada bak penampungan cairan lateks.
Pihak pabrik menyediakan air bersih sesuai prosedur yang ada. Air bersih ini selain
digunakan untuk proses pembersihan tempat pengolahan, air bersih ini juga
digunakan untuk merendam lateks yang ditampung dalam wadah atau bak yang diberi
sekat sekat, dan juga digunakan untuk mengalirkan lateks yang telah digumpalkan
ketempat penggilingan.
5. Pengaliran Cairan Lateks
Pada pengolahan cairan lateks, cairan lateks yang sudah disaring dan diberi
amonia dialirkan melalui wadah panjang terbuka, dengan lebar kurang lebih 20 cm.
Cairan lateks tersebut di alirkan dan kemudian di tampung dalam 40 wadah atau bak
yang diberi 26 sekat yang telah di bersikan sebelumnya.
Wadah atau bak pengaliran cairan lateks ini di beri lubang setiap satu meter, untuk
memudahkan menampung cairan lateks tersebut pada wadah tempat untuk
menggumpalkan karet, dapat menggunakan potongan-potongan pengalir cairan ini
untuk menampungnya di wadah berikutnya. Panjang dari potongan potongan tersebut
kurang lebih dua meter.
6. Proses Penggumpalan
Proses penggumpalan adalah proses untuk menggumpalkan cairan lateks yang
akan membentuk persegi panjang dengan panjang kurang lebih 1 – 1,5 meter.
Sebelum digumpalkan, cairan lateks sebelumnya di alirkan dan di tampung kedalam
wadah atau bak yang memiliki panjang 2 -2,5 meter dan lebar 1 – 1,5 yang kemudian
di beri 26 sekat untuk membentuk 26 lembaran gumpalan lateks.
Lateks yang di tampung pada bak tersebut mempunyai ukuran banyaknya cairan
lateks yang akan di tampung pada wadah tersebut. Wadah atau bak penampung
tersebut memiliki tinggi 75 cm, sedangkan setiap wadah hanya dapat di isi kurang
lebih 24 cm cairan lateks untuk di gumpalkan. Setelah wadah atau bak tersebut di isi
dengan ukuran tersebut, maka 1 centi meternya di isi dengan asam semut. Berarti
semua cairan dalam wadah tersebut memiliki tinggi 25 cm yang berisi lateks dan
asam semut itu sendiri, kemudian cairan dalam wadah tersebut diaduk sebanyak
empat kali adukan secara bertahap.
Proses pengadukan ini bertujuan untuk mengambil busa busa cairan lateks
yang kemudian di buang pada tempat pembuangan yang tersalur pada penampungan
limbah. Kemudian sekat sekat tesebut di pasang dengan antara setiap sekatnya kurang
lebih 20 cm.
Proses penambahan asam semut disini, bertujuan untuk mempercepat
penggumpalan lateks. Setelah proses pemasangan sekat selesai, wadah tersebut di
tutup dengan menggunakan terpal untuk mencegah terjadinya oksidasi oleh udara.
Dengan menunggu sekitar satu jam, lateks tersebut dengan sendirinya akan
menggumpal. Kemudian lateks yang telah menggumpal pada wadah tesebut di isi air,
dengan tujuan lateks tersebut tidak melekat pada wadah tersebut sehingga mudah
untuk di angkat dan di keluarkan. Dengan menunggu sekitar satu jam, barulah karet di
angkat kemudian di alirkan dengan air pada tempat penggilingan.
7. Proses Penggilingan
Proses penggilingan di lakukan setelah menunggu satu jam gumpalan karet
yang di diamkan pada pengaliran menuju alat penggilingan. Setelah menunggu
kurang lebih satu jam, barulah gumpalan lateks tersebut di giling sehingga
membentuk lembaran lembaran karet dengan ketebalan pada setiap lembaran karet
tersebut setebal tiga centi meter.Lembaran lembaran karet hasil penggilingan tersebut
kemudian di keringkan dahulu sebelum diangkut ke proses pengasapan. Lembaran
lateks yang di giling tersebut harus berbentuk lembaran panjang dan di usahakan
supaya tidak terbentuk lembaran pendek. Lembaran karet tersebut tudak membentuk
lembaran rata, akan tetapi lembaran terbentuk dengan lembaran berbintik bintik yang
telah di buat pada alat penggilingan. Proses pembuatan bintik bintik ini supaya karet
tidak mudah rusak oleh jamur dan pengaruh lainya. Setelah kering, kemudian
lembaran karet di angkut ke ruang pengasapan.
8. Proses Pengasapan
Proses pengasapan adalah proses yang di lakukan untuk merubah warna
lembaran karet dari warna putih menjadi warna cokelat. Pada proses pengasapan ini
juga di lakukan untuk mengeringkan lembaran karet. Proses pengasapan di lakukan
pada sebuah ruangan yang di sebut kamar asap. Proses pengasapan di lakukan
sebanyak lima hari dengan bahan bakar yang di gunakan adalah kayu karet 2,5 sampai
dengan 3 M3/ton setiap harinya.
Setiap harinya proses pengasapan di lakukan dengan kemar asap yang mempunyai
suhu yang berbeda beda. Suhu kamar sesuai hari lembaran karet dalam kamar asap
sebagai berikut:
 Hari pertama suhu yang digunakan adalah 40 derajat celcius
 Hari kedua suhu yang digunakan adalah 45 derajat celcius
 Hari ketiga suhu yang digunakan adalah 50 derajat celcius
 Hari keempat suhu yang digunakan adalah 55 derajat celcius
 Hari kelima atau hari terakhir suhu yang digunakan adalah 60 derajat celcius
Setiap kamar asap, suhu tidak boleh kurang atau lebih. Jika suhu kurang atau
melebihi suhu yang di tentukan, maka akan sangat berpengaruh pada hasil yang
didapatkan. Setelah lima hari berada di dalam kamar asap, kemudian lembaran
lembaran karet di angkut keruang sortasi dengan warna lembaran karet yang sudah
ditentukan dan layak masuk kedalam ruang sortasi.
9. Sortasi
Sortasi adalah proses pengumpulan lembaran lembaran karet sebelum
pengepakan. Pada ruang sortasi ini lembaran lembaran karet akan di pisahkan sesuai
warna dari karet yang di sebut Riber Smoked sheat dan di singkat dengan RSS. Dalam
proses sortasi, lembaran karet di bedakan dengan empat RSS yaitu RSS 1, RSS 2,
RSS 3, dan RSS 4. Setiap RSS di bedakan dengan warna dari lembaran karet tersebut.
RSS 1,2,3, dan 4 mempunyai warna sama yaitu warna cokelat tetapi ada perbedaan di
setiap RSS seperti contoh RSS1 lebih cokelat di bandingkan RSS4 yang mempunyai
warna cokelat kehitaman, begitu juga pada RSS2 dan RSS3 dimana keempatnya
mempunyai warna mirip namun berbeda. Setelah proses pembedaan di setiap RSSnya,
di lakukan proses selanjutnya yang dinamakan cutting atau proses pengguntingan.
Proses cutting juga dilakukan di dalam ruang sortasi. Proses cutting, dilakukan
pemeriksaan terhadap karet karet yang rusak. Kerusakan pada karet dapat di lihat
dengan adanya warna putih pada lembaran lembaran karet dengan menggunakan
lampu neon warana putih, kemudian lembaran karet yang mempunyai warna bintik
bintik putih di dalamnya akan di gunting. Lembaran karet yang bersih dari bintik
bintik berwarna putih di simpan sesuai warna RSS masing masing dan lembaran karet
yang memiliki warna bintik bintik putih di simpan untuk di daur ulang.
10. Pengepakan
Proses pengepakan dilakukan di dalam ruang sortasi. Pengepakan di lakukan
dengan melakukan penimbangan terlebih dahulu. Untuk RSS yang utuh berat yang
harus ditimbang untuk pengepakan adalah 113/ball, sedangkan untuk cutting 116/ball.
Namun setiap pengepakan tidak semuanya mempunyai berat seperti yang di tentukan
di atas. Berat dari pengepakan dapat di sesuaikan dengan pesanan pemasok. Sebelum
di lakukan pengepakan, lembaran karet tersebut di pres terlebih dahulu dan kemudian
dilakukan pengepakan setelah itu lembaran karet tersebut dibungkus yang dinamakan
pembungkusan ball dan di beri merk.

g. Proses Pembuatan Aspal


Polimer yang umum digunakan untuk modifikasi aspal dapat dibedakan
menjadi 2 jenis, yaitu plastomer and elastomer. Ethene-Vinyl-Acetate (EVA) dan
Polyethylene (PE) adalah contoh bahan tambah polimer jenis plastomer, sedangkan
Styrene-Butadien-Styrene (SBS), Styrene-Butadien-Rubbers (SBR), dan karet alam
adalah contoh polimer jenis elastomer.
Pada prinsipnya plastomer digunakan untuk memodifikasi aspal agar menjadi
lebih kaku sedangkan elastomer digunakan, selain agar aspal menjadi lebih kaku, juga
agar aspal menjadi elastis. Karena itu penggunaan plastomer dan elastomer sama-
sama dapat dimaksudkan agar aspal memiliki ketahanan yang lebih tinggi terhadap
deformasi atau rutting, namun khusus untuk elastomer juga dapat meningkatkan
kelenturan sehingga aspal lebih tahan terhadap retak pada temperatur rendah.
Modifikasi aspal dengan plastomer dilakukan apabila aspal yang akan
dimodifikasi terlalu lunak untuk suatu kondisi perkerasan tertentu sehingga perlu
ditingkatkan kekerasannya. Peningkatan kekerasan ini biasanya akan berkontradiksi
dengan kegetasan, yaitu ketahanan aspal terhadap retak. Oleh karena itu, penambahan
plastomer dibatasi oleh batasan ketahanan retak aspal, baik retak lelah, retak pada
temperatur rendah, atau pun retak penuaan.
Berbeda dengan plastomer, modifikasi aspal dengan elastomer umumnya tidak
dibatasi oleh batasan ketahanan terhadap retak karena elastomer sekaligus
meningkatkan ketahanan aspal terhadap deformasi dan juga terhadap retak. Yang
menjadi batasan jumlah penggunaan elastomer pada modifikasi aspal lebih banyak
pada kemudahan penanganannya dan harga. Aspal dengan kandungan elastomer yang
lebih tinggi memang memiliki kualitas yang lebih tinggi namun akan lebih mahal juga
saat pelaksanaan karena memerlukan temperatur pencampuran dan pemadatan yang
lebih tinggi.
Lateks alam belum banyak digunakan sebagai bahan modifikasi aspal. Namun
pengkajian terhadap aspal yang dimodifikasi lateks alam sudah dilakukan, misalnya
oleh Robinson (2004). Hasil kajian Robinson tersebut menunjukkan bahwa
penambahan lateks alam dapat meningkatkan sifat mekanik dan struktural aspal,
yaitu: 1) meningkatkan kekerasan aspal sehingga lebih tahan terhadap rutting, 2)
menurunkan kekakuan sehingga lebih tahan terhadap retak, dan 3) mengurangi
kerentanan terhadap temperatur tinggi ataupun temperatur rendah di lapangan.
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, Lateks Alam yang digunakan pada
studi ini adalah KKK 60 (Kadar Karet Kering 60) dengan jumlah optimum yang
ditambahkan ke dalam aspal sekitar 3 % sampai dengan 4 %. Pada penelitian ini
dibuat 4 variasi aspal, yaitu dengan Lateks Alam KKK 60 yang ditambahkan ke
dalam aspal sebanyak 0 %, 1 %, 3 %, dan 5 % terhadap berat total. Penambahan
dilakukan dengan cara memanaskan aspal sampai temperatur sekitar 110o C
kemudian Lateks Alam KKK 60 ditambahkan ke aspal tersebut sedikit demi sedikit
sambil diaduk sampai sebanyak yang diinginkan. Kemudian pengadukan dilanjutkan
sampai terbentuk aspal karet yang homogen.
Sifat reologi masing-masing jenis aspal karet tersebut kemudian diuji pada tiga
kondisi penuaan, yaitu fresh, setelah penuaan jangka pendek, dan setelah penuaan
jangka panjang. Penuaan jangka pendek dilakukan dengan simulai pengkondisian
masing-masing aspal karet di laboratorum dengan menggunakan Rolling Thin Film
Oven Test (RTFOT) sesuai ASTM D2872-12e1. Sedangkan penuaan jangka panjang
dilakukan dengan simulasi pengkondisian terhadap masing-masing aspal karet di
laboratorium dengan menggunakan Pressure Aging Vesel (PAV), sesuai ASTM
ASTM D6521-13. Sifat reologi aspal karet diuji dengan menggunakan alat Dinamyc
Shear Rheometer (DSR) sesuai ASTM D7175-08. Dari pengujian tersebut diperoleh
hasil beberapa sifat reologi aspal karet sebagai varian, yaitu modulus kompleks (G*),
sudut fasa (δ), modulus elastisitas (G’), modulus viskositas (G”), faktor rutting
(G*/sin[δ]), and faktor retak penuaan (G*sin[δ]). Pengujian sifat reologi dilakukan
pada berbagai temperatur, yaitu temperatur pengujian reologi aspal karet kondisi fresh
dan penuaan jangka pendek adalah 46º C, 52º C, 58º C, 64º C, 70º C, dan 76º C.
Sedangkan temperatur untuk kondisi penuaan jangka panjang adalah 25º C, 28º C,
dan 31º C.
Evaluasi dilakukan dengan asumsi data yang diperoleh normal dan homogen
karena eksperimen dilakukan di laboratorium yang kondisi lingkungannya homogen
dan tingkatan variabel bebas terkontrol. Selanjutnya hubungan antara variabel bebas
(kadar lateks alam KKK 60, temperatur, dan kondisi penuaan) dengan varian atau
variabel terikat (G*, δ, G’, G”, G*/sin[δ], dan G*sin[δ]) dianalisis secara statistika
dengan menggunakan analisis varian (ANOVA), analisis kelinieran, dan analisis
regresi.
Analisis varian dilakukan untuk mengevaluasi ada tidaknya pengaruh yang
signifikan antara variabel bebas dan variabel terikat. Analisis kelinieran dilakukan
untuk mengetahui bentuk hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat apakah
linier atau tidak. Sedangkan analisis regresi dilakukan untuk mengetahui nilai
koefisien regresi.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran
Demikian makalah yang dapat kami buat , semoga dapat bermanfaat bagi
pembaca .Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata
yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun
demi perbaikan di masa depan.
Daftar Pustaka

http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/15460 , diakses 28 September 2017


http://www.industrikaret.com/proses-pengolahan-karet-mentah.html, diakses 28 September
2017
https://sites.google.com/site/gapoktanpetanikaretrakyat/classroom-news/proses-pengolahan-
karet-crumb-rubber, diakses 29 September 2017
https://www.academia.edu/6498072/Makalah_Karet, diakses 29 September 2017
https://www.academia.edu/9071405/Karet_Alam_fungsi_dan_pengaplikasiannya_, diakses 29
September 2017
http://www.puslitkaret.co.id/berita/pembuatan-pengaplikasian-aspal-karet/, diakses 29
September 2017
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/61935/F10dya.pdf?sequence=8&isAllo
wed=y, diakses 29 September 2017

Anda mungkin juga menyukai