Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

Hepatitis adalah suatu proses peradangan difus pada jaringan hati yang memberikan
gejala klinis yang khas yaitu badan lemah, kencing berwarna seperti teh pekat, mata dan
seluruh badan menjadi kuning.1

Penyakit ini dikenal sejak lebih dari 2000 tahun yang lalu oleh hipocrates, dan semula
dianggap sebagai suatu kesatuan klinik tersendiri pada akhir abad ke 18 dan 19 yaitu jauh
sebelum perang Franco – Prussia. Pada waktu itu hanya dikenal dua macam hepatitis yaitu
yang dapat menimbulkan epidemic yaitu hepatitis infeksiosa (HI) dan hepatitis serum (HS).
Dalam perkembangannya kemudian dikenal macam hepatitis berdasarkan etiologinya, yaitu:
hepatitis akibat virus, akibat bakteri dan obat-obatan. Selain berdasarkan etiologi, hepatitis juga
dibagi berdasarkan perjalanan penyakitnya, yaitu: hepatitis akut dan hepatitis kronis.1,2

Hepatitis B merupakan penyakit nekroinflamasi hepar yang disebabkan infeksi virus


hepatitis B. Virus hepatitis B menyerang hati, masuk melalui darah ataupun cairan tubuh dari
seseorang yang terinfeksi seperti halnya virus HIV. Virus hepatitis B adalah virus nonsitopatik,
yang berarti virus tersebut tidak menyebabkan kerusakan langsung pada sel hepar. Sebaliknya,
adalah reaksi yang bersifat menyerang sistem kekebalan tubuh yang biasanya menyebabkan
radang dan kerusakan pada hepar.3-5

1
BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Nn. DM
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 24 tahun
Tanggal Lahir : 13 Oktober 1993
Status : Belum menikah
Tanggal Masuk : 26 Desember 2017 pukul 22.02 ED

2.2 ANAMNESA
Keluhan Utama mata kuning, mual.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan kedua mata dan seluruh badan kuning sejak 4 hari yang lalu.
BAK kecoklatan seperti teh sejak lebih dari 1 minggu yang lalu disertai rasa tidak nyaman
di perut kanan atas. Selain itu pasien juga merasakan mual dan kembung hilang timbul.
Terkadang dirasakan demam tidak terlalu tinggi dan hilang timbul sejak 1 minggu terakhir.
Sebelumnya sudah dirawat di RS Pondok Kopi untuk keluhan yang sama, 1 hari SMRS dan
sudah dilakukan cek darah. Namun pasien meminta pulang untuk dirawat di RS yang dekat
dengan tempat tinggalnya.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat gangguan lambung (-), hipertensi (-), Diabetes Melitus (-), Asma (-), jantung (-),
ginjal (-), Stroke (-), kanker (-), Kejang (-). Riwayat sakit kuning sebelumnya disangkal.
Alergi obat dan makanan (-), riwayat transfusi (-).

Riwayat Penyakit Keluarga


Hipertensi (-), Diabetes Melitus (-), Asma (-), jantung (-), ginjal (-), Stroke (-), kanker (-),
Kejang (-), Hepatitis (-).

2
Riwayat Penggunaan Obat
Pasien tidak dalam pengobatan suatu penyakit dan tidak ada obat – obatan rutin yang
sedang diminum.

Riwayat Operasi
Pasien belum pernah menjalani operasi sebelumnya.

2.3 PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan Umum
1. Keadaan umum : tampak sakit sedang
2. Kesadaran : compos mentis
3. Tekanan darah : 111/59 mmHg
4. Nadi : 79 kali/menit
5. Pernafasan : 19 kali/menit
6. Suhu : 36,8 ºC
7. Status gizi : Baik

Status Generalis
1. Kepala : normocephal, rambut hitam, rambut mudah rontok (-), deformitas (-), wajah
tampak ikterik.
2. Mata : konjunctiva anemis -/-, sklera ikterik +/+, pupil isokor, reflek cahaya (+)
3. Hidung: Bagian luar hidung tidak ada kelainan, septum dan tulang-tulang dalam
perabaan baik, epistaksis (-)
4. Telinga: kedua meatus acusticus eksternus normal, pendengaran baik, nyeri tekan
processus mastoideus (-)
5. Leher : kelenjar getah bening di submandibula, leher, aksila, inguinal tidak teraba,
pembesaran kelenjar thyroid (-)
6. Dada : bentuk normal, retraksi (-), nyeri ketok (-), krepitasi (-), spider nevi (-)
7. Jantung:
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis tidak teraba, thrill tidak teraba
Perkusi : batas jantung normal
Auskultasi : BJ I – II reguler, murmur (-), gallop (-)

3
8. Paru :
Inspeksi : simetris kanan = kiri
Palpasi : stem fremitus kanan sama dengan kiri
Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru.
Auskultasi : vesikuler normal, ronki (-/-), wheezing (-/-)
9. Abdomen:
Inspeksi : distensi (-), massa (-), sikatrik (-)
Palpasi : supel (+), nyeri tekan epigastrium (+), hepatomegali (+), lien
tidak teraba.
Perkusi : timpani (+)
Auskultasi : bising usus dalam batas normal
10. Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-), tampak ikterik.

2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Laboratorium
Lab tanggal 25 Desember 2017
DARAH RUTIN
Hemoglobin 14.2 mg/dL 12.5 – 15.5
Leukosit 8.3 10^3 / uL 5.0 – 10.0
Hematokrit 42 % 37 – 47
Trombosit 269 10^3 / uL 150 - 400
KIMIA DARAH
SGOT 1117.00 u/L 10.00 – 35.00
SGPT 1197.00 u/L 10.00 – 45.00
Glukosa Sewaktu 95 mg/dL 70 – 200
IMUNOLOGI
HbsAg Titer 3104.00 < 1.000
Reactive

Lab tanggal 26 Desember 2017


KIMIA DARAH
Protein
Total 6.6 g/dL 6.4 – 8.3

4
Albumin 3.5 g/dL 3.5 – 5.0
Globulin 3.1 g/dL 2.0 – 3.5
Rasio Alb/Glob 1.1 >=1
Bilirubin
Total 13.88 mg/dL 0.20 – 1.20
Direk 10.85 mg/dL 0.0 – 0.5
Indirek 3.03 mg/dL 0.00 – 0.70
Fosfatase alkali 101 U/L 40 – 150
SGOT - SGPT
SGOT 968 U/L 5 – 34
SGPT 1126 U/L < 55

Gamma GT 63 U/L 9 – 36
Kolesterol Total 84 mg/dL <200
Glukosa Sewaktu 107 mg/dL 60 – 180
Kreatinin Darah 0.80 mg/dL 0.60 – 1.10
eGFR 103.52 ml/min/1.73m2 94.00 – 142.00
PAKET ELEKTROLIT
Natrium Darah 137 mmol/L 135 – 145
Kalium Darah 3.5 mmol/L 3.5 – 5.1
Klorida Darah 106 mmol/L 97 – 111
SEROLOGI
HbsAg Kualitatif Reaktif < 1.00
Anjuran pemeriksaan HbeAg dan HBV-DNA
Anti HCV 0.08 S/CO Non Reaktif < 0.99
Non Reaktif Reaktif > = 1.0
KOAGULASI
PT
Kontrol 11.0 detik
Pasien 12.6 detik 9.3 – 11.4
INR 1.16
APTT
Kontrol 31.5 detik

5
Pasien 38.7 detik 26.7 – 43.1
SEROLOGI
HBV – DNA (Real Time PCR) Pending

2.5 DIAGNOSIS
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang telah
dilakukan, maka pasien didiagnosa dengan hepatitis B akut.

2.6 PENATALAKSANAAN
1. Medikamentosa
 IVFD D5% : Asering = 2:1
 Liver prime 3 x 1 cap PO
 Ursodeoxycholic acid 2 x 250 mg PO
 Natrium Rabeprazol 20 mg 0-0-1 PO
 Enzyplex 2 x 1 tab PO
2. Pro Rawat Inap
3. Diet rendah lemak, diet hati 3
4. USG abdomen

2.7 PROGNOSIS
 Ad Vitam : dubia ad bonam
 Ad Functionam : dubia ad bonam
 Ad Sanationam : dubia ad bonam

6
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Hepatitis B merupakan penyakit nekroinflamasi hepar yang disebabkan infeksi
virus hepatitis B. Virus hepatitis B menyerang hati, masuk melalui darah ataupun cairan
tubuh dari seseorang yang terinfeksi seperti halnya virus HIV. Virus hepatitis B adalah
virus nonsitopatik, yang berarti virus tersebut tidak menyebabkan kerusakan langsung pada
sel hepar. Sebaliknya, adalah reaksi yang bersifat menyerang sistem kekebalan tubuh yang
biasanya menyebabkan radang dan kerusakan pada hepar.3-5

3.2 Epidemiologi
Hepatitis B merupakan penyakit endemis di seluruh dunia, tetapi distribusi carier
virus hepatitis B sangat bervariasi dari satu negara ke negara lainnya.. Di area dengan
prevalensi tinggi seperti Asia Tenggara, Cina, dan Afrika, lebih dari setengah populasi
pernah terinfeksi oleh virus hepatitis B pada satu saat dalam kehidupan mereka, dan lebih
dari 8% populasi merupakan pengidap kronik virus ini. Setiap tahun satu juta orang mati
karena infeksi virus hepatiis B yang menjadi sirosis dan karsinoma hepatoseluler. Keadaan
ini merupakan akibat infeksi VHB yang terjadi pada usia dini.3,4,6,7
Prevalensi HBsAg di berbagai daerah di Indonesia berkisar antara 3-20%, dengan
frekuensi terbanyak antara 5-10%. Pada umumnya di luar Jawa angka ini lebih tinggi. Di
Jakarta prevalens HBsAg pada suatu populasi umum adalah 4,1%. Cara lain yang dapat
digunakan adalah dengan imunisasi hepatitis B secara universal. Berdasarkan data di atas,
menurut klasifikasi WHO, Indonesia tergolong dalam Negara dengan prevalensi infeksi
VHB sedang sampai tinggi, sehingga strategi yang dianjurkan adalah dengan pemberian
vaksin pada bayi sedini mungkin.3,4,8
Tingginya angka prevalensi hepatitis B di Indonesia terkait dengan terjadinya
infeksi HBV pada masa dini kehidupan. Sebagian besar pengidap VHB ini diduga
mendapatkan infeksi HBV melalui transmisi vertical, sedangkan sebagian lainnya
mendapatkan melalui transmisi horizontal karena kontak erat pada usia dini. Tingginya
angka transmisi vertical dapat diperkirakan dari tingginya angka pengidap VHB pada ibu
hamil pada beberapa rumah sakit di Indonesia. Oleh sebab itu perlu dilakukan usaha untuk

7
memutuskan rantai penularan sedini mungkin, dengan cara vaksinasi bahkan bila
memungkinkan diberikan juga imunisasi pasif (HBIg).3,4,9

3.3 Etiologi
Hepatitis B disebabkan oleh virus hepatitis B (VHB). Virus ini pertama kali
ditemukan oleh Blumberg pacta tahun 1965 dan di kenal dengan nama antigen Australia.
Virus ini termasuk DNA virus.
Virus hepatitis B merupakan kelompok virus DNA dan tergolong dalam family
Hepadnaviridae. Nama family Hepadnaviridae ini disebut demikian karena virus bersifat
hepatotropis dan merupakan virus dengan genom DNA. Virus hepatitis B tidak bersifat
sitopatik. Yang menyebabkan sel hepatosit mengalami inflamasi adalah reaksi antigen
antibodi dan tergantung bagaimana imunitas hospes saat itu.
Virus hepatitis B berupa partikel dua lapis berukuran 42 nm yang disebut "Partikel
Dane". Lapisan luar terdiri atas antigen HBsAg yang membungkus partikel inti (core).
Pada inti terdapat DNA VHB Polimerase. Pada partikel inti terdapat Hepatitis B core
antigen (HBcAg) dan Hepatitis B e antigen (HBeAg). Antigen permukaan (HBsAg) terdiri
atas lipo protein dan menurut sifat imunologik proteinnya virus Hepatitis B dibagi menjadi
4 subtipe yaitu adw, adr, ayw dan ayr. Subtipe ini secara epidemiologis penting, karena
menyebabkan perbedaan geomorfik dan rasial dalam penyebarannya. Virus hepatitis B
mempunyai masa inkubasi 45-80 hari, rata-rata 80-90 hari.2

3.4 Patofisiologi
Pada manusia hati merupakan target organ bagi virus hepatitis B. Virus Hepatitis
B (VHB) mula-mula melekat pada reseptor spesifik di membran sel hepar kemudian
mengalami penetrasi ke dalam sitoplasma sel hepar. Dalam sitoplasma VHB melepaskan
mantelnya, sehingga melepaskan nukleokapsid. Selanjutnya nukleokapsid akan menembus

8
dinding sel hati. Di dalam inti asam nukleat VHB akan keluar dari nukleokapsid dan akan
menempel pada DNA hospes dan berintegrasi; pada DNA tersebut.
Selanjutnya DNA VHB memerintahkan sel hati untuk membentuk protein bagi
virus baru dan kemudian terjadi pembentukan virus baru. Virus ini dilepaskan ke peredaran
darah, mekanisme terjadinya kerusakan hati yang kronik disebabkan karena respon
imunologik penderita terhadap infeksi. Apabila reaksi imunologik tidak ada atau minimal
maka terjadi keadaan karier sehat.

Virus hepatitis B (VHB) masuk ke dalam tubuh secara parenteral. Dari peredaran
darah partikel Dane masuk ke dalam hati dan terjadi proses replikasi virus. Selanjutnya sel
–sel hati akan memproduksi dan mensekresi partikel Dane utuh, partikel HBsAg bentuk
bulat dan tubuler, dan HBeAg yang tidak ikut membentuk partikel virus. VHB merangsang
respon imun tubuh, yang pertama kali dirangsang adalah respon imun nonspesifik (innate
immune response) karena dapat terangsang dalam waktu pendek, dalam beberapa menit
sampai beberapa jam. Proses eliminasi nonspesifik ini terjadi tanpa restriksi HLA, yaitu
dengan memanfaatkan sel – sel NK dan NK –T.
Untuk proses eradikasi VHB lebih lanjut diperlukan respon imun spesifik, yaitu
dengan mengaktifasi sel limfosit T dan sel limfosit B. Aktivasi sel T CD8+ terjadi setelah
kontak reseptor sel T tersebut dengan kompleks peptida VHB – MHC kelas I yang ada
pada permukaan dinding sel hati dan pada permukaan dinding Antigen Precenting Cell

9
(APC) dan dibantu rangsangan sel T CD4+ yang sebelumnya sudah mengalami kontak
dengan kompleks peptida VHB – MHC kelas II pada dinding APC.
Peptida VHB yang ditampilkan pada permukaan dinding sel hati dan menjadi
antigen sasaran respon imun adalah peptida kapsid yaitu HbcAg atau HbeAg. Sel CD8+
selanjutnya akan mengeliminasi virus yang ada di dalam sel hati yang terinfeksi. Proses
eliminasi tersebut bisa terjadi dalam bentuk nekrosis hati yang akan menyebabkan
meningkatnya ALT atau mekanisme sitolitik. Disamping itu dapat juga terjadi eliminasi
virus intrasel tanpa kerusakan sel hati yang terinfeksi melalui aktivitas Interferon gamma
dan Tissue Necrotic Factor (TNF) alfa yang dihasilkan oleh sel T CD8+ (mekanisme
nonsitolitik).
Aktivasi sel limfosit B dengan bantuan sel T CD 4+ akan menyebabkan produksi
antibodi antara lain anti – HBs, anti – HBc dan anti –HBe. Fungsi anti –HBs adalah
netralisasi partikel VHB bebas dan mencegah masuknya virus ke dalam sel. Dengan
demikian anti – HBs akan mencegah penyebaran virus dari sel ke sel. Infeksi kronik VHB
bukan disebabkan gangguan produksi anti –HBs. bersembunyi dalam kompleks dengan
HbsAg.
Bila proses eliminasi virus berlangsung efisien maka infeksi VHB dapat diakhiri,
sedangkan bila proses tersebut kurang efisien maka terjadi infeksi VHB yang menetap.
Proses eliminasi VHB oleh respon imun yang tidak efisien dapat disebabkan oleh faktor
virus ataupun faktor pejamu. Faktor virus antara lain: terjadinya imunotoleransi terhadap
produk VHB, hambatan terhadap CTL yang berfungsi melakukan lisis sel –sel terinfeksi,
terjadinya mutan VHB yang tidak memproduksi HBeAg, integrasi genom VHB dalam
genom sel hati. Faktor pejamu antara lain: faktor genetik, kurangnya produksi IFN, adanya
antibodi terhadap antigen nukleokapsid, kelainan fungsi limfosit, respon antiidiotipe,
faktor kelamin atau hormonal.1,8
Masa inkubasi:
 Masa inkubasi 15-180 hari (rata-rata 60-90 hari)
 Viremia berlangsung selama beberapa minggu sampai bulan setelah infeksi akut
 Sebanyak 1-5% dewasa, 90% neonatus dan 50% bayi akan berkembang menjadi
hepatitis kronik dan viremia yang persisten
 Infeksi persisten dihubungkan dengan hepatitis kronik, sirosis, dan kanker hati.
 HBV ditemukan di darah, semen, sekret serviko vaginal, saliva, cairan tubuh lain.1

10
3.5 Faktor Predisposisi
Faktor Host (Penjamu)
Adalah semua faktor yang terdapat pada diri manusia yang dapat mempengaruhi timbulnya
penyakit hepatitis B. Faktor penjamu meliputi:
a. Umur
Hepatitis B dapat menyerang semua golongan umur. Paling sering pada bayi dan anak
(25 - 45,9 %) resiko untuk menjadi kronis, menurun dengan bertambahnya umur
dimana pada anak bayi 90 % akan menjadi kronis, pada anak usia sekolah 23 -46 %
dan pada orang dewasa 3-10%.8 Hal ini berkaitan dengan terbentuk antibodi dalam
jumlah cukup untuk menjamin terhindar dari hepatitis kronis.
b. Jenis kelamin
Berdasarkan sex ratio, wanita 3x lebih sering terinfeksi hepatitis B dibanding pria.
c. Mekanisme pertahanan tubuh
Bayi baru lahir atau bayi 2 bulan pertama setelah lahir lebih sering terinfeksi hepatitis
B, terutama pada bayi yang sering terinfeksi hepatitis B, terutama pada bayi yang belum
mendapat imunisasi hepatitis B. Hal ini karena sistem imun belum berkembang
sempurna.
d. Kebiasaan hidup
Sebagian besar penularan pada masa remaja disebabkan karena aktivitas seksual dan
gaya hidup seperti homoseksual, pecandu obat narkotika suntikan, pemakaian tatto,
pemakaian akupuntur.
e. Pekerjaan
Kelompok resiko tinggi untuk mendapat infeksi hepatitis B adalah dokter, dokter
bedah, dokter gigi, perawat, bidan, petugas kamar operasi, petugas laboratorium
dimana mereka dalam pekerjaan sehari-hari kontak dengan penderita dan material
manusia (darah, tinja, air kemih).
Faktor Agent
Penyebab Hepatitis B adalah virus hepatitis B termasuk DNA virus. Virus Hepatitis B
terdiri atas 3 jenis antigen yakni HBsAg, HBcAg, dan HBeAg. Berdasarkan sifat
imunologik protein pada HBsAg, virus dibagi atas 4 subtipe yaitu adw, adr, ayw, dan ayr
yang menyebabkan perbedaan geografi dalam penyebarannya.Subtype adw terjadi di
Eropa, Amerika dan Australia. Subtype ayw terjadi di Afrika Utara dan Selatan. Subtype
adw dan adr terjadi di Malaysia, Thailand, Indonesia. Sedangkan subtype adr terjadi di
Jepang dan China.

11
Faktor Lingkungan
Merupakan keseluruhan kondisi dan pengaruh luar yang mempengaruhi perkembangan
hepatitis B.
Yang termasuk faktor lingkungan adalah:
a. Lingkungan dengan sanitasi jelek
b. Daerah dengan angka prevalensi VHB nya tinggi
c. Daerah unit pembedahan: Ginekologi, gigi, mata.
d. Daerah unit laboratorium
e. Daerah unit bank darah
f. Daerah tempat pembersihan
g. Daerah dialisa dan transplantasi
h. Daerah unit perawatan penyakit dalam2

3.6 Sumber dan Cara Penularan


Dalam kepustakaan disebutkan sumber penularan virus Hepatitis B berupa:
a. Darah
b. Saliva
c. Kontak dengan mukosa penderita virus hepatitis B
d. Feces dan urine
e. Lain-lain: Sisir, pisau cukur, selimut, alat makan, alat kedokteran yang terkontaminasi
virus hepatitis B. Selain itu dicurigai penularan melalui nyamuk atau serangga
penghisap darah.
Cara penularan infeksi virus hepatitis B melalui berbagai cara yaitu :
a. Parenteral : dimana terjadi penembusan kulit atau mukosa misalnya melalui tusuk
jarum atau benda yang sudah tercemar virus hepatitis B dan pembuatan tattoo
b. Non Parenteral : karena persentuhan yang erat dengan benda yang tercemar virus
hepatitis B.
Secara epidemiologik penularan infeksi virus hepatitis B dibagi 2 cara penting yaitu:
a. Penularan vertikal; yaitu penularan infeksi virus hepatitis B dari ibu yang HBsAg
positif kepada anak yang dilahirkan yang terjadi selama masa perinatal. Resiko
terinfeksi pada bayi mencapai 50-60 % dan bervariasi antar negara satu dan lain
berkaitan dengan kelompok etnik.
b. Penularan horizontal; yaitu penularan infeksi virus hepatitis B dari seorang pengidap
virus hepatitis B kepada orang lain disekitarnya, misalnya: melalui hubungan seksual.2

12
3.7 Manifestasi Klinis
Berdasarkan gejala klinis dan petunjuk serologis, manifestasi klinis hepatitis B dibagi 2
yaitu :
1. Hepatitis B akut yaitu manifestasi infeksi virus hepatitis B terhadap individu yang
sistem imunologinya matur sehingga berakhir dengan hilangnya virus hepatitis B dari
tubuh kropes. Hepatitis B akut terdiri atas:
a. Hepatitis B akut yang khas
Bentuk hepatitis ini meliputi 95 % penderita dengan gambaran ikterus yang jelas.
Gejala klinis terdiri atas 3 fase yaitu:
1) Fase Praikterik (prodromal)
Gejala non spesifik, permulaan penyakit tidak jelas, demam tinggi, anoreksia,
mual, nyeri didaerah hati disertai perubahan warna air kemih menjadi gelap.
Pemeriksaan laboratorium mulai tampak kelainan hati (kadar bilirubin serum,
SGOT dan SGPT, Fosfatose alkali, meningkat).
2) Fase lkterik
Gejala demam dan gastrointestinal tambah hebat disertai hepatomegali dan
splenomegali. timbulnya ikterus makin hebat dengan puncak pada minggu
kedua. setelah timbul ikterus, gejala menurun dan pemeriksaan laboratorium tes
fungsi hati abnormal.
3) Fase Penyembuhan
Fase ini ditandai dengan menurunnya kadar enzim aminotransferase.
pembesaran hati masih ada tetapi tidak terasa nyeri, pemeriksaan laboratorium
menjadi normal.
b. Hepatitis Fulminan
Bentuk ini sekitar 1 % dengan gambaran sakit berat dan sebagian besar mempunyai
prognosa buruk dalam 7-10 hari, lima puluh persen akan berakhir dengan kematian.
Adakalanya penderita belum menunjukkan gejala ikterus yang berat, tetapi
pemeriksaan SGOT memberikan hasil yang tinggi pada pemeriksaan fisik, hati
menjadi lebih kecil, kesadaran cepat menurun hingga koma, mual dan muntah yang
hebat disertai gelisah, dapat terjadi gagal ginjal akut dengan anuria dan uremia.

13
2. Hepatitis B kronis yaitu manifestasi infeksi virus hepatitis B terhadap individu dengan
sistem imunologi kurang sempurna sehingga mekanisme, untuk menghilangkan VHB
tidak efektif dan terjadi koeksistensi dengan VHB. Kira-kira 5-10% penderita hepatitis
B akut akan mengalami Hepatitis B kronik. Hepatitis ini terjadi jika setelah 6 bulan
tidak menunjukkan perbaikan yang mantap.2

Gambaran Serologi dari Hepatitis B

Teori lainnya
Gejala hepatitis virus akut terbagi dalam 4 tahap:
I. Fase Inkubasi
Merupakan waktu antara masuknya virus dan timbulnya gejala atau ikterus. Fase ini
berbeda - beda lamanya untuk tiap virus hepatitis. Panjang fase ini tergantung pada
dosis inokulum yang ditularkan dan jalur penularan, makin besar dosis inokulum,
makin pendek fase inkubasi ini.
II. Fase Prodormal (pra ikterik)
Fase diantara timbulnya keluhan keluhan pertama dan timbulnya gejala ikterus.
Awitannya dapat singkat atau insidious, ditandai dengan malaise umum, mialgia,
atralgia, mudah lelah, gejala saluran napas atas dan anoreksia. Mual, muntah dan
anoreksia berhubungan dengan perubahan penghidu dan rasa kecap. Diare atau
konstipasi dapat terjadi. Serum sicknessdapat muncul pada hepatitis B akut pada awal
infeksi. Nyeri abdomen biasanya ringan dan menetap di kuadran kanan atas atau
epigatrium, kadang diperberat dengan aktivitas akan tetapi jarang menimbulkan
kolesistisis.

14
III. Fase Ikterus
Fase ini muncul setelah 5 –10 hari, tetapi dapat juga muncul bersamaan dengan
munculnya gejala. Pada banyak kasus fase ini tidak terdeteksi. Setelah timbul ikterus
jarang terjadi perburukan gejala prodormal, tetapi justru akan terjadi perbaikan klinis
yang nyata.
IV. Fase konvalesen
Diawali dengan menghilangnya ikterus dan keluhan lain, tetapi hepatomegali dna
abnormalitas fungsi hati tetap ada. Muncul persaaan sudah lebih sehat dan
kembalinya nafsu makan.keadaan akt biasanya akan membaik dalam 2 –3 minggu.
Pada B perbaikan klinis dan laboratorium lengkap terjadi dalam 16 minggu .Pada 5 –
10 % kasus perjalanan klinisnya mungkin lebih sulit ditangani, hanya < 1 % yang
menjadi fulminan.1,3

3.8 Diagnosis
Oleh karena penderita hepatitis B seringkali tanpa gejala maka diagnosis seringkali hanya
bisa ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium. Kadangkala baru dapat diketahui pada
waktu menjalani pemeriksaan rutin atau untuk pemeriksaan dengan penyakit-penyakit
yang lain.
Tes laboratorium yang dipakai untuk menegakkan diagnosis adalah:
1. Tes antigen-antibodi virus Hepatitis B:
a. HbsAg (antigen permukaan virus hepatatitis B)
Merupakan material permukaan/kulit VHB. HBsAg mengandung protein yang
dibuat oleh sel-sel hati yang terinfesksi VHB. Jika hasil tes HBsAg positif, artinya
individu tersebut terinfeksi VHB, karier VHB, menderita hepatatitis B akut ataupun
kronis. HBsAg bernilai positif setelah 6 minggu infeksi VHB dan menghilang
dalam 3 bulan. Bila hasil tetap setelah lebih dari 6 bulan berarti hepatitis telah
berkembang menjadi kronis atau pasien menjadi karier VHB. HbsAg positif
makapasien dapat menularkan VHB.
b. Anti-HBs (antibodi terhadap HBsAg)
Merupakan antibodi terhadap HbsAg. Keberadaan anti-HBsAg menunjukan
adanya antibodi terhadap VHB. Antibodi ini memberikan perlindungan terhadap
penyakit hepatitis B. Jika tes anti-HbsAg bernilai positif berarti seseorang pernah
mendapat vaksin VHB ataupun immunoglobulin. Hal ini juga dapat terjadi pada

15
bayi yang mendapat kekebalan dari ibunya. Anti-HbsAg posistif pada individu
yang tidak pernah mendapat imunisasi hepatitis B menunjukkan bahwa individu
tersebut pernah terinfeksi VHB.
c. HbeAg
Yaitu antigen envelope VHB yang berada di dalam darah. HbeAg bernilai positif
menunjukkan virus VHB sedang aktif bereplikasi atau membelah/memperbayak
diri. Dalam keadaan ini infeksi terus berlanjut. Apabila hasil positif dialami hingga
10 minggu maka akan berlanjut menjadi hepatitis B kronis. Individu yang memiliki
HbeAg positif dalam keadaan infeksius atau dapat menularkan penyakitnya baik
kepada orang lain maupun janinnya.
d. Anti-Hbe
Merupakan antibodi terhadap antigen HbeAg yang diproduksi oleh tubuh. Anti-
HbeAg yang bernilai positif berati VHB dalam keadaan fase non-replikatif.
e. HbcAg (antigen core VHB)
Merupakan antigen core (inti) VHB, yaitu protein yang dibuat di dalam inti sel hati
yang terinfeksi VHB. HbcAg positif menunjukkan keberadaan protein dari inti
VHB.
f. Anti-Hbc (antibodi terhadap antigen inti hepatitis B)
Merupakan antibodi terhadap HbcAg. Antibodi ini terdiri dari dua tipe yaitu IgM
anti HBc dan IgG anti-HBc. IgM anti HBc tinggi menunjukkan infeksi akut. IgG
anti-HBc positif dengan IgM anti-HBc negatif menunjukkan infeksi kronis pada
seseorang atau orang tersebut penah terinfeksi VHB.
2. Viral load HBV-DNA. Apabila positif menandakan bahwa penyakitnya aktif dan
terjadi replikasi virus. Makin tinggi titer HBV-DNA kemungkinan perburukan
penyakit semakin besar.
3. Faal hati. SGOT dan SGPT dapat merupakan tanda bahwa penyakit hepatitis B-nya
aktif dan memerlukan pengobatan anti virus.
4. Alfa-fetoprotein (AFP), adalah tes untuk mengukur tingkat AFP,yaitu sebuah protein
yang dibuat oleh sel hati yang kanker.
5. USG (ultrasonografi), untuk mengetahui timbulnya kanker hati.
6. CT (computed tomography) scan ataupun MRI (magnetic resonance imaging), untuk
mengetahui timbulnya kanker hati.
7. Biopsi hati dapat dilakukan pada penderita untuk memonitor apakah pasien calon yang
baik untuk diterapi antivirus dan untuk menilai keberhasilan terapi.

16
Perjalanan alami penyakit HBV sangat kompleks, dengan adanya kemajuan dalam
pemeriksaan HBV DNA, siklus HBV, respon imun dan pemahaman mengenai genom
HBV yang lebih baik, maka perjalanan alami penyakit HBV dibagi menjadi 4 fase, yaitu:
1. Immune tolerance
Ditandai dengan keberadaan HBeAg positif, kadar HBV DNA yang tinggi, kadar ALT
yang normal dan gambaran histology hati yang normal atau perubahan yang minimal.
Fase ini dapat berlangsung 1-4 dekade. Fase ini biasanya berlangsung lama pada
penderita yang terinfeksi perinatal, dan biasanya serokonversi spontan jarang terjadi,
dan terapi untuk menginduksi serokonversi HBeAg biasanya tidak efektif. Fase ini
biasanya tidak memberikan gejala klinis.
2. Immune clearance
Ditandai dengan keberadaan HBeAg positif, kadar HBV DNA yang tinggi atau
berfluktuasi, kadar ALT yang meningkat dan gambaran histology hati menunjukkan
keradangan yang aktif, hal ini merupakan kelanjutan dari fase immune clearance. Pada
beberapa kasus, sirosis hati sering terjadi pada fase ini. Pada fase ini biasanya saat yang
tepat untuk diterapi.
3. Inactive HBsAg carrier state
Fase ini biasanya bersifat jinak (70-80%), ditandai dengan HBeAg negative, antiHBe
positif (serokonversi HBeAg), kadar HBV DNA yang rendah atau tidak terdeteksi,
gambara histologi hati menunjukkan fibrosis hati yang minimal atau hepatitis yang
ringan. Lama fase ini tidak dapat dipastikan, dan biasanya menunjukkan prognosis
yang baik bila cepat dicapai oleh seorang penderita.
4. Reactivation
Fase ini dapat terjadi pada sebagian penderita secara spontan dimana kembalinya
replikasi virus HBV DNA, ditandai dengan HBeAg negative, Anti HBe positif, kadar
HBV DNA yang positif atau dapat terdeteksi, ALT yang meningkat serta gambaran
histology hati menunjukkan proses nekroinflamasi yang aktif.4

17
Gambar Natural history of HBV infection

18
Tabel Interpretasi tes-tes darah (serologi) virus hepatitis B

Tabel Evaluasi pasien hepatitis B kronis

19
3.9 Diagnosis Banding
Diagnosis banding hepatitis B kronis adalah hepatitis C, defisiensi α1-
antitrypsin,tyrosinemia, cystic fibrosis, gangguan metabolisme asam amino atau gangguan
metabolism karbohidrat atau gangguan oksidasi asam lemak. Penyebab lain dari hepatitis
kronis pada anak termasuk penyakit Wilson’s, hepatitis autoimun, dan pengobatan yang
hepatotoksik.1,4,5,10

3.10 Penatalaksanaan
Tidak ada penatalaksanaan khusus untuk hepatitis virus B akut.
Penatalaksanaan Hepatitis Akut B adalah sebagai berikut :
1. Rawat jalan, kecuali pasien dengan mual atau anoreksia berat yang akan menyebabkan
dehidrasi.
2. Mempertahankan asupan kalori dan cairan yang adekuat
 Tidak ada rekomendasi diet khusus
 Makan pagi dengan porsi yang cukup besar merupakan makanan yang paling baik
ditoleransi
 Menghindari konsumsi alkohol selama fase akut
3. Aktifitas fisik yang berlebihan dan berkepanjangan harus dihindari.
4. Pembatasan aktivitas sehari –hari tergantung dari derjat kelelahan dan malaise
5. Peran lamivudine atau adenovir pada hepatitis B akut masih belum jelas.
Kortikosteroid tidak bermanfaat. Kortikosteroid digunakan pada pasien hepatitis b
kronik aktif yang menunjukan gejala klinis, HbsAg negative dan pada biopsi hati
menunjukan lesi berat.
6. Obat –obat yang tidak perlu harus dihentikan.

20
Penatalaksanaan Hepatitis B kronik
Pada saat ini dikenal 2 kelompok terapi untuk hepatitis B Kronik yaitu :
a) Kelompok Imunomodulasi
 Interferon
 Timosin alfa 1
 Vaksinasi terapi

21
b) Kelompok terapi antivirus
 Lamivudin
 Adifoir dipivoksil
Tujuan pengobatan hepatitis B kronik adalah mencegah atau menghentikan progresi jejas
hati (liver injury) dengan cara menekan replikasi virus atau menghilngkan injeksi. Dalam
pengobatan hepatitis B kronik, titik akhir yang sering dipakai adalah menghilangnya
petanda replikasi virus yang aktif seara menetap (HbeAg dan DNA VHB). Pada umumnya
serokonversi HbeAg menjadi anti –Hbe disertai hilangnya DNA VHB dalam serum dan
meredanya penyakit hati.

Terapi dengan Imunomodulator


Interferon (IFN) alfa adalah kelompok protein intraseluler yang normal ada did ala tubuh
dan diproduksi oleh berbagai macam sel. Beberapa khasiat IFN adalah khasiat antivirus,
imunomodulator, anti proliferative dan anti fibrotic. IFN tidak memiliki khasiat antivirus
langsung tapi merangsang terbentuknya berbagai macam protein efektor yang mempunyai
khasiat antivirus. Dalam proses terjadinya aktifitas antivirus, IFN mengadakan interaksi
dengan reseptor IFN yang terdapat pada membran sitoplasma sel hati yang diikuti dengan
diproduksinya protein efektor.
IFN adalah salah satu pilihan untuk pengobatan pasien hepatitis B kronik dengan HBeAg
positif, dengan aktifitas penyakit ringan-sedang, yang belum mengalami sirosis.
Beberapa faktor yang dapat meramalkan keberhasilan IFN:
a. Konsentrasi ALT yang tinggi
 Konsentrasi DNA VHB yang rendah
 Timbulnya flare-up selama terapi
 IgM anti-HBc yang positif
b. Efek samping IFN
 Flu like syndrome
 Tanda-tanda supresi sum-sum tulang
 Flare-up
 Depresi
 Rambut rontok
 Berat badan turun
 Gangguan fungsi tiroid

22
Kontra indikasi :
 Sirosis dekompensata
 Depresi
 Penyakit jantung berat
Dosis IFN yang dianjurkan untuk hepatitis B kronik dengan HBeAg positif adalah 5-10
MU 3x seminggu selama 16-24 minggu. Untuk hepatitis B dengan HBeAg negative
diberikan selama 12 bulan.

Terapi Antivirus
1. Lamivudin
Lamivudin adalah analog nucleoside, dimana nukleosid berfungsi sebagai bahan
pembentuk pregenom, sehingga analog nukleosid bersaing dengan nukleosid asli.
Lamivudin berkhasiat menghambat enzim reverse transcriptase yang berfungsi dalam
transkripsi balik dari RNA menjadi DNA yang terjadi dalam replikasi VHB. Lamivudin
menghambat produksi VHB baru dan mencegah terjadinya infeksi hepaosit sehat yang
belum terinfeksi. setelah obat dihentikan , titer DNA VHB akan kembali seperti semula
karena sel-sel yang terinfeksi akhirnya memproduksi virus baru lagi. Karena itu strategi
pengobatan yang tepat adalah dengan melakukan pengobatan jangka panjang.
Sayangnya strategi terapi berkepanjangan ini terhambat oleh munculnya virus yang
kebal terhadap lamivudin, yang biasa disebut mutan YMDD.
Kekebalan terhadap lamivudin
Mutan VHB yang kebal terhadap lamivudin biasanya muncul setelah terapi selama 6
bulan dan terdapat kecendrungan peningkatan dengan berjalannya waktu. Mutan
YMDD mengalami replikasi yang lebih lambat dibandingkan dengan VHB tipe liar,
dan karena itu konsentrasi DNA VHB pada pasien dengan infeksi mutan masih lebih
rendah dibandingkan dengan konsentrasi sebelum terapi.
Kekambuhan akut (flare up ) setelah penghentian terapi lamivudin.
Sekitar 16% pasien hepatitis B yang mendapatkan pengobatan lamivudin dalam jangka
lama mengalami kenaikan konsentrasi ALT 8-24 minggu setelah lamivudin dihentikan.
Pada umumnya reaktivasi VHB tersebut tidak disertai dengan ikterus dan kebanyakan
akan hilang sendiri. Karena itu pada semua pasien hepatitis b kronik yang mendapat
terapi lamivudin perlu dilakukan monitoring seksama setelah pengobatan dihentikan.

23
2. Adefoir Dipivoksil
Adalah suatu nekleosid oral yang menghambat enzim reverse transcriptase. Mekanisme
khasiat adefoir hamper sama dengan lamivudin. Pada saat ini adefoir baru dipakai pada
kasus-kasus yang kebal terhadap lamivudin karena memperhatikan segi keuntungan
dan kerugian dari adefoir. Dimana keuntungannya adalah adefoir jarang sekali
mengalami kekebalan serta merupakan terapi yang ideal untuk terapi hepatitis B kronik
dengan penyakit hati yang parah. Kerugiannya adalah harga yang lebih mahal dan
masih kurangnya data mengenai khasiat dan keamanan dalam penggunaan jangka
panjang.
3. Analog Nukleosid yang lain
 Fanciclovir
 emtericitabine (FTC)
Indikasi terapi antivirus
Terapi antivirus dianjurkan untuk pasien hepatitis B kronik dengan ALT> 2X normal
dengan VHB DNA positif . Untuk ALT < 2x nilai normal tidak perlu diterapi dengan
antivirus.
Lama terapi antivirus
Dalam keadaan biasa IFN diberikan sampai 6 bulan sedangkan lamivudin sampai 3 bulan
setelah serokonversi HbeAg
Kriteria respon terhadap terapi antivirus
Respon antivirus yang biasa dipakai adalah hilangnya DNA VHB dalam serum (non PCR),
hilangnya HBeAg dengan atau tanpa munculnya anti-HBe. Normalnya ALT, serta
turunnya nekroinflamasi dan tidak adanya progresi fibrosis pada biopsy hati yang
dilakukan secara seri.
Standarisasi respon terapi :
 Respon Biokimiawi (BR) adalah penurunan konsentrasi ALT/ SGPT menjadi normal
 Respon virologik (VR) , negatifnya DNA VHB dengan metode nonamplifikasi (<105
kopi/ml) dan hilangnya HBeAg pada pasien yang sebelum terapi HBeAg positif
 Respon histologik (HR) menurunnya indeks aktivitas histologik sedikitnya 2 poin
dibandingkan biopsy hati sebelum terapi
 Respon komplit (CR) adanya respon biokimiawi dan virologik yang disertai negatifnya
HbsAg

24
Waktu pengukuran respon antivirus
Selama terapi, ALT, HBeAg dan DNA VHB (non PCR) diperiksa setiap 1-3 bulan. Setelah
terapi selesai ALT,HBeAg dan DNA VHB (non PRC) diperiksa tiap 3-6 bulan.

Analog Nukleosid dan Transplantasi hati


Pada pasien infeksi VHB yang perlu dilakukan transplantasi hati sangat sulit melakukan
eradikasi VHB sebelum transplantasi. Bila pasien tersebut dilakukan transplantasi maka
angka kekambuhan infeksi infeksi VHB pasca transplantasi sangat tinggi karena pasca
transplantasi semua pasien mendapat terapi imunosupresif yang kuat. Karena itu dengan
adanya terapi antivirus spesifik yang dapat menghambat progresi penyakit hati setelah
transplantasi, maka kini transplantasi tetap diberikan pada pasien dengan infeksi VHB.
Penelitian menunjukan dengan menggunakan gabungan Hepatitis B immune globulin
(HBG) dengan lamivudin kekambuhan infeksi VHB pasca transplantasi dapat ditekan
sampai kurang dari 10%.1,3,4,6,7

Monitoring Pengobatan Hepatitis B kronik dengan menggunakan konsep roadmap

3.11 Pencegahan
Upaya pencegahan merupakan hal terpenting karena merupakan upaya yang paling cost –
effective. Secara garis besar, upaya preventif dibagi dua yaitu upaya yang bersifat umum
dan upaya yang lebih spesifik (imunisasi VHB).

25
Kebijakan preventif umum
1. Uji tapis donor darah dengan uji diagnostik yang sensitif.
2. Sterilisasi instrumen secara adekuat– akurat. Alat dialisis digunakan secara individual.
Untuk pasien dengan VHB disediakan mesin tersendiri. Jarum disposable dibuang ke
tempat khusus yang tidak tembus jarum.
3. Tenaga medis senantiasa mempergunakan sarung tangan.
4. Perilaku seksual yang aman.
5. Penyuluhan agar para penyalah-gunaan obat tidak memakai jarum secara bergantian.
6. Mencegah kontak mikrolesi, menghindar dari pemakaian alat yang dapat menularkan
VHB (sikat gigi, sisir), berhati - hati dalam menangani luka terbuka.
7. Skrining ibu hamil pada awal dan pada trimester ke –3 kehamilan, terutama ibu yang
berisiko terinfeksi VHB. Ibu hamil dengan VHB (+) ditangani terpadu. Segera setelah
lahir bayi diimunisasi aktif dan pasif terhadap VHB.
8. Skrining populasi resiko tinggi tertular VHB (lahir di daerah hiperendemis,
homoseksual, heteroseksual, pasangan seks berganti– ganti, tenaga medis, pasien
dialisis, keluarga dari penderita VHB kronis, kontak seksual dengan penderita VHB).
Kebijakan Preventif Khusus
 Imunisasi Pasif
Hepatitis B immune globuline (HBIg) dibuat dari plasma yang mengandung anti HBs
titer tinggi (> 100.000 IU/ml) sehingga dapat memberikan proteksi secara tepat
meskipun hanya utnuk jangka waktu yang terbatas (3 – 6 bulan). Pada orang dewasa,
HBIg diberikan dalam waktu 48 jam pasca paparan VHB. Pada bayi dari ibu pengidap
VHB, HBIg diberikan bersamaan dengan vaksin VHB di sisi tubuh berbeda dalam
waktu 12 jam setelah lahir. Kebijakan ini terbukti efektif (85 – 95%) dalam mencegah
infeksi VHB dan mencegah kronisitas (19 – 20 %) sedangkan dengan vaksin VHB saja
memiliki tingkat efektivitas 75 %. Bila HbsAg ibu baru diketahui beberapa hari
kemudian, HBIg dapat diberikan bila usia bayi ≤ 7 hari.
HBIg tidak dianjurkan untuk diberikan sebagai upaya pencegahan pra – paparan. HBIg
hanya diberikan pada kondisi pasca paparan (profilaksis pasca paparan) pada mereka
yang terpapar VHB melalui jarum/ penyuntikan, tertelan atau terciprat darah ke mukosa
atau ke mata, atau kontak dengan penderita VHB kronis. Namun demikian,
efektivitasnya akan menurun bila diberikan 3 hari setelah paparan. Umumnya, HBIg
diberikan bersama vaksin HBV sehingga selain memberikan proteksi secara cepat,
kombinasi ini juga memberikan proteksi jangka panjang.
26
 Imunisasi Aktif
Tujuannya adalah memotong jalur transmisi melalui program imunisasi bayi baru lahir
dan kelompok tinggi resiko tertular VHB. Tujuan akhirnya adalah:
1. Menyelamatkan nyawa pasien.
2. Menurunkan resiko karsinoma hepatoseluler akibat VHB.
3. Eradikasi virus.
Pada negara dengan prevalensi tinggi, immunisasi diberikan pada bayi yang lahir dari
ibu HBsAg positif, sedang pada negara yang prevalensi rendah immunisasi diberikan
pada orang yang mempunyai resiko besar tertular. Vaksin hepatitis diberikan secara
intra muskular sebanyak 3 kali dan memberikan perlindungan selama 2 tahun.
Indikasi vaksin :
 Imunisasi universal untuk bayi baru lahir
 Vaksinasi catchup untuk anak sampai umur 19 tahun (bila belum divaksin).
 Grup resiko tinggi :
1. Pasangan dan anggota keluarga yang kontak dengan karier hepatitis B.
2. Pekerja kesehatan dan pekerja yang terpapar darah
3. IVDU
4. Homoseksual dan biseksual
5. Individu dengan banyak pasangan seksual
6. Resipien transfuse darah
7. Pasien hemodialisis
8. Sesama narapidana
9. Individu dengan riwayat penyakit hati sebelumnya
Program pemberian sebagai berikut:
Dewasa:
Setiap kali diberikan 20 μg IM yang diberikan sebagai dosis awal, kemudian diulangi
setelah 1 bulan dan berikutnya setelah 6 bulan.
Anak :
Diberikan dengan dosis 10 μg IM sebagai dosis awal , kemudian diulangi setelah 1 bulan
dan berikutnya setelah 6 bulan.
Vaksin Kombinasi
Digunakan kepada orang yang mempunyai kemungkinan akan terpapar kedua infeksi virus
hepatitis A dan B.

27
Twinrix untuk hepatitis A dan B.
Usia 2-15 tahun hanya membutuhkan 2 kali vaksinasi dengan interval bulan ke 0 dan ke
6.Orang dewasa diatas usia 15 tahun membutuhkan 3 dosis penyuntikan vaksin ini dengan
interval waktu penyuntikan 0 bulan, 1 bulan dan 6 bulan kemudian.1,8,9

3.12 Prognosis
Dengan penanggulangan yang cepat dan tepat, prognosisnya baik dan tidak perlu
menyebabkan kematian. Pada sebagian kasus penyakit berjalan ringan dengan perbaikan
biokimiawi terjadi secara spontan dalam 1 – 3 tahun. Pada sebagian kasus lainnya, hepatitis
kronik persisten dan kronk aktif berubah menjadi keadaan yang lebih serius, bahkan
berlanjut menjadi sirosis. Secara keseluruhan, walaupun terdapat kelainan biokimiawi,
pasien tetap asimtomatik dan jarang terjadi kegagalan hati. Infeksi Hepatitis B dikatakan
mempunyai mortalitas tinggi. Pada suatu survey dari 1.675 kasus dalam satu kelompok,
ternyata satu dari delapan pasien yang menderita hepatitis karena tranfusi (B dan C)
meninggal. Di seluruh dunia ada satu diantara tiga yang menderita penyakit hepatitis B
meninggal dunia.1,3

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Aru W. Sudoyo. Hepatitis Virus Akut dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FKUI Jilid
I.2007. Jakarta: FKUI.
2. Lauralee Sherwood. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC; 2006.
3. Dienstag, Jules L. Viral Hepatitis. Kasper, Braunwald, Fauci, et all. In Harrison’s
:Principles of Internal Medicine : 1822-37. McGraw-Hill, Medical PublishingDivision,
2005.
4. I s s e l b a c h e r , K u r t . H e p a t o l o g y. T h o m a s D B o ye r M D , T e r e s a L W r i g h t
MD,Michael P Manns MD A Te xtbook of Liver Disease. Fifth Edition.
S a u n d e r s Elsevier. Canada. 2006.
5. Sastroasmoro,Sudigdo. 2007. Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Penyakit Dalam
RSCM. Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSCM.
6. Elgouhari HM, Abu-Rajab Tamimi T, Carey WD. Hepatitis B virus infection:
understanding its epidemiology, course, and diagnosis. Cleve Clin J Med 2008; 75:881–9.
7. Jules L. Dienstag, M.D. 2008. Drug Therapy Hepatitis B Virus Infection. The new england
journal of medicine , No. 359:1486-500.
8. World Health Organization. Hepatitis B.
www.who.int/csr/disease/hepatitis/whocdscsrlyo20022/en/.
9. Lesley Tilson. 2007. Cost effectiveness of hepatitis B vaccination strategies in Ireland: an
economic evaluation. European Journal of Public Health, Vol. 18, No. 3, 275–82.
10. J u l f i n a B i s a n t o . H e p a t i t i s v i r u s – D i a g n o s i s d a n T a t a l a k s a n a
P e n y a k i t A n a k dengan Gejala Kuning. Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-
RSCM. Jakarta.2007.

29

Anda mungkin juga menyukai