Anda di halaman 1dari 21

PRESENTASI KASUS

SUBKONJUNGTIVA BLEEDING

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Mengikuti Ujian


Stase Ilmu Kesehatan Mata Di RSUD Tidar Magelang

Diajukan Kepada :
dr. Sri Yunihartati, Sp. M

Disusun Oleh :
Siti Fatkhiyyatur Rohmah
NIM : 20090310066

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMDIYAH YOGYAKARTA
2015
I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. S
Usia : 54 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku/bangsa : Jawa / Indonesia
Alamat : Malanggaten, kec. magelang tengah, kota
Magelang

II. ANAMNESIS
 Keluhan Utama
OS merah.
 Keluhan Tambahan
OS kadang terasa cekot-cekot.
 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poliklinik Kesehatan Mata RSUD Tidar Magelang
dengan keluhan mata kiri merah, sudah 5 hari yang lalu, kadang terasa
cekot-cekot (+), keluhan ini dirasakan tiba-tiba ketika pasien bangun
tidur. Keluhan lain pandangan kabur (-), mata berair (-), kotoran mata
berlebih (-), gatal (-), fotofobia (-). Riwayat trauma atau kemasukan
sesuatu (-), konsumsi obat jantung (-).
 Riwayat Penyakit Dahulu
Keluhan serupa : disangkal
Penyakit mata : disangkal
Trauma mata : disangkal
Diabetes Mellitus : disangkal
Hipertensi : sejak 10 tahun yang lalu, minum obat tensi
rutin dari puskesmas.
 Riwayat Penyakit Keluarga
Keluhan serupa : disangkal
Hipertensi, Alergi, DM : disangkal

III. KESAN
Kesadaran : Compos Mentis
Keadaan Umum : Baik
Vital Sign : TD : 165/100
HR : 84x/menit
RR : 18x/menit
Suhu : Afebris
OD : Tampak mata tenang
OS : Tampak konjungtiva hiperemis

IV. PEMERIKSAAN SUBJEKTIF

PEMERIKSAAN OD OS
Visus Jauh 20/50 20/50
Refraksi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Koreksi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Visus Dekat Baik Baik
Proyeksi Sinar Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Persepsi Warna Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

V. PEMERIKSAAN OBJEKTIF

PEMERIKSAAN OD OS PENILAIAN
1. Sekitar mata
- Alis N N Kedudukan alis baik,
jaringan parut (-),
simetris
- Silia N N Trikiasis (-),
diskriasis (-),
madarosis (-)
2. Kelopak mata
- Pasangan N N Simetris, ptosis (-)
- Gerakan N N Gangguan gerak
membuka dan
menutup (-),
blefarospasme (-)
- Lebar rima 10 mm 10 mm Normal 9-14 mm
- Kulit N N Hiperemi (-), edema
(-), benjolan (-).
- Tepi kelopak N N Trichiasis (-),
ektropion (-),
entropion (-)
- Margo N N Tanda radang (-)
intermarginalis
3. Apparatus Lakrimalis
- Sekitar glandula N N Dakrioadenitis (-)
lakrimalis
- Sekitar sakus N N Dakriosistitis (-)
lakrimalis
- Uji flurosensi Tidak Tidak Tidak dilakukan
dilakukan dilakukan
- Uji regurgitasi Tidak Tidak Tidak dilakukan
dilakukan dilakukan
- Tes Anel Tidak Tidak Tidak dilakukan
dilakukan dilakukan
4.Bola mata
- Pasangan N N Simetris
(orthophoria)
- Gerakan N N Tidak ada gangguan
+ + + + gerak (syaraf dan
+ + + + otot penggerak bola
+ + + + mata normal)
- Ukuran N N Normal,
Makroftalmos (-),
Mikroftalmos (-)
5. TIO N N Palpasi kenyal (tidak
ada peningkatan dan
penurunan TIO)
6. Konjungtiva
- Palpebra superior N Hiperemis Tenang, mengkilap,
(+) hiperemis (+), papil
(-), folikel (-)
- Forniks N N
- Palpebra inferior N Hiperemis Tenang, mengkilap,
(+) hiperemis (+), papil
(-), folikel (-)
- Bulbi N Hiperemis Injeksi konjungtiva
(+) (-), injeksi
perikornea (-), pucat
(-), corpal (-),
hiperemis (+).
7. Sclera Putih Putih Tidak ikterik
8. Kornea
- Ukuran 12mm 12mm N: 11-12mm

- Kecembungan N N Lebih cembung dari


sclera
- Limbus N N Arcus senilis
(-), Injeksi
perikornea (-)
- Permukaan Licin Licin Licin, mengkilap,
edem (-), corpal (-),
infiltrat (-)
- Medium Jernih Jernih Jernih
- Uji flurosensi Tidak Tidak Tidak dilakukan
dilakukan dilakukan
- Placido Reguler Reguler Konsentris Reguler
9. Kamera Okuli anterior
- Ukuran Dalam Dalam Dalam

- Isi Jernih Jernih Jernih, flare (-),


hifema (-), hipopion
(-)
10. Iris
- Warna Cokelat Cokelat
- Pasangan Tidak Tidak Simetris
simetris simetris
- Gambaran Bulat Bulat Kripte baik, sinekia
(-)
11. Pupil
- Ukuran 4 mm 4 mm Normal ( 3-6 mm)
pada ruangan dengan
cahaya cukup
- Bentuk Bulat Bulat Isokor
- Tempat Di tengah Di tengah Di tengah
- Tepi Reguler Reguler Reguler
- Refleks direct (+) (+) Positif
- Refleks indrect (+) (+) Positif
12. Lensa

- Ada/tidak N N Ada
- Kejernihan Jernih Jernih Jernih
- Letak N N Di tengah, belakang
iris
- Warna Jernih Jernih
Kekeruhan
13.Korpus Vitreum Tidak dapat Tidak dapat Jernih
dinilai dinilai
14.Refleks fundus Warna Warna Warna orange
orange orange cemerlang
cemerlang cemerlang

VI. KESIMPULAN PEMERIKSAAN


OD OS
Visus = 20/50 Visus = 20/50
Tampak mata tenang. Tampak konjungtiva palpebra
hiperemis, konjungtiva bulbi
terdapat perdarahan
subkonjungtiva.

VII. DIAGNOSIS
OS Subkonjungtiva Bleeding

VIII. TERAPI
- Neurodex 1x1
- Tria Xitrol 6x1 OS
- Vitamin C tab 3x1
IX. PROGNOSIS
Visum (Ad Visam) : dubia ad bonam
Kesembuhan (Ad Sanam) : dubia ad bonam
Jiwa ( Ad Vitam) : dubia ad bonam
Kosmetika (Ad Kosmeticam) : dubia ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Konjungtiva
Mata adalah sebuah organ yang kompleks yang memiliki lebih dari
satu sistem anatomi yang mendukung fungsi mata itu sendiri. Konjungtiva
merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak bagian belakang.
Bermacam – macam obat mata dapat diserap melalui konjungtiva ini.
Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel Goblet.
Musin bersifat membasahi bola mata terutama kornea.
Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu :
 Konjungitva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar
digerakkan dari tarsus.
 Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sklera
di bawahnya.
 Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang merupakan
tempat peralihan konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi.
Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan dengan sangat longgar dengan
jaringan di bawahnya sehingga bola mata mudah bergerak.

B. Fisiologi Konjungtiva

Konjungtiva merupakan membran mukus yang transparan yang


membentang di permukaan dalam kelopak mata dan permukaan bola mata
sejauh dari limbus. Ini memiliki suplay limfatik yang tebal dan sel
imunokompeten yang berlimpah. Mukus dari sel goblet dan sekresi dari
kelenjar aksesoris lakrimal merupakan komponen penting pada air mata.
Konjungtiva merupakan barier pertahanan dari adanya infeksi. Aliran limfatik
berasal dari nodus preaurikuler dan submandibula, yang berkoresponden
dengan aliran di kelopak mata.
Konjungtiva terdiri atas 3 bagian, yaitu :
 Konjungtiva palpebra dimulai dari hubungan mukokutaneus pada tepi
kelopak dan bergabung ke lapis tarsal posterior (Ilyas, 2008).
Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan posterior kelopak mata dan
melekat erat ke tarsus. Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva
melipat ke posterior (pada forniks superior dan inferior) dan
membungkus jaringan episklera dan menjadi konjungtiva bulbaris
(Vaughan, 2000).
 Konjungtiva forniks merupakan konjungtiva peralihan konjungtiva
palpebra dan bulbi
 Konjungtiva bulbi yang menutupi sklera anterior dan bersambung
dengan epitel kornea pada limbus. Punggungan limbus yang melingkar
membentuk palisade Vogt. Stroma beralih menjadi kapsula Tenon
kecuali pada limbus dimana dua lapisan menyatu (Ilyas, 2008).
Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbitale di forniks dan
melipat berkali – kali. Pelipatan ini memungkinkan bola mata bergerak
dan memperbesar permukaan konjungtiva sekretorik. Lipatan
konjungtiva bulbaris tebal, mudah bergerak dan lunak (plika
semilunaris) terletak di kanthus internus dan membentuk kelopak mata
ketiga pada beberapa binatang. Struktur epidermoid kecil semacam
daging (karunkula) menempel superfisial ke bagian dalam plika
semilunaris dan merupakan zona transisi yang mengandung elemen kulit
dan membran mukosa (Vaughan, 2000).
Gambar 2. Anatomi Konjungtiva 5
Gambar 2. Anatomi konjungtiva mata

Gambar 1. Anatomi konjungtiva mata

C. Pasokan darah, limfe dan persarafan


Arteri – arteri konjungtiva berasal dari arteri siliaris anterior dan arteri
palpebralis. Kedua arteri ini beranastomosis bebas dan bersama dengan
banyak vena konjungtiva yang umumnya mengikuti pola arterinya
membentuk jaring – jaring vaskuler konjungtiva yang banyak sekali.
Pembuluh limfe konjungtiva terusun dalam lapisan superfisial dan
lapisan profundus dan bersambung dengan pembuluh limfe kelopak mata
hingga membentuk pleksus limfatikus yang kaya. Konjungtiva menerima
persarafan dari percabangan (oftalmik) pertama nervus V. Saraf ini hanya
relatif sedikit mempunyai serat nyeri (Vaughan, 2000).
Histologi konjungtiva :
 Epitel konjungtiva merupakan jenis yang non-keratinisasi dan
tebalnya sekitar 5 sel. Sel basal kuboid menyusun sel polihedral yang
mendatar sebelum sel tersebut terlepas dari permukaan. Sel goblet
terdapat di dalam sel epitelnya. Sel goblet kebanyakan terdapat di
inferoir dari nasal dan di konjungtiva forniks, dimana jumlahnya
sekitar 5 – 10% jumlah sel basal (Ilyas, 2008). Lapisan epitel
konjungtiva terdiri dari dua hingga lima lapisan sel epitel silinder
bertingkat, superfisial dan basal. Lapisan epitel konjungtiva di dekat
limbus, di atas karunkula, dan di dekat persambungan mukokutan
pada tepi kelopak mata terdiri dari sel – sel epitel skuamosa. Sel – sel
epitel basal berwarna lebih pekat daripada sel – sel superfisial dan di
dekat limbus dapat mengandung pigmen (Vaughan, 2000).
 Stroma (substansia propria) terdiri atas jaringan ikat yang banyak
kehilangan pembuluh darah. Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu
lapisan adenoid (superfisial) dan satu lapisan fibrosa (profundus).
Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan di beberapa
tempat dapat mengandung struktur semacam folikel tanpa sentrum
germinativum. Lapisan adenoid tidak berkembang sampai setelah
bayi berumur 2 atau 3 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa
konjungtivitis inklusi pada neonatus bersifat papiler bukan folikuler
dan mengapa kemudian menjadi folikuler.

D. Perdarahan Subkonjungtiva
1. Definisi
Perdarahan subkonjungtiva adalah perdarahan akibat rapuhnya
pembuluh darah konjungtiva (ilyas, 20008). Darah terdapat di antara
konjungtiva dan sklera. Sehingga mata akan mendadak terlihat merah dan
biasanya mengkhawatirkan bagi pasien (Vaughan, 2000).

Gambar 2. Perdarahan subkonjungtiva


2. Sinonim (Graham, 2009)
Beberapa istilah lain untuk perdarahan subkonjungtiva adalah:
1. bleeding in the eye
2. eye injury
3. ruptured blood vessels
4. blood in the eye
5. bleeding under the conjunctiva
6. bloodshot eye
7. pink eye

3. Epidemiologi
Dari segi usia, perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi di semua
kelompok umur, namun hal ini dapat meningkat kejadiannya sesuai
dengan pertambahan umur (Graham, 2009). Penelitian epidemiologi di
Kongo rata – rata usia yang mengalami perdarahan subkonjungtiva adalah
usia 30.7 tahun (Kaimbo, 2008). Perdarahan subkonjungtiva sebagian
besar terjadi unilateral (90%).
Pada perdarahan subkonjungtiva tipe spontan tidak ditemukan
hubungan yang jelas dengan suatu kondisi keadaan tertentu (64.3%).
Kondisi hipertensi memiliki hubungan yang cukup tinggi dengan angka
terjadinya perdarahan subkonjungtiva (14.3%). Kondisi lainnya namun
jarang adalah muntah, bersin, malaria, penyakit sickle cell dan melahirkan.
Pada kasus melahirkan, telah dilakukan penelitian oleh oleh Stolp W
dkk pada 354 pasien postpartum dengan perdarahan subkonjungtiva.
Bahwa kehamilan dan proses persalinan dapat mengakibatkan perdarahan
subkonjungtiva (Stolp, 2013).

4. Manifestasi klinis perdarahan subkonjungtiva


Sebagian besar tidak ada gejala simptomatis yang berhubungan dengan
perdarahan subkonjungtiva selain terlihat darah pada bagian sklera.
 Sangat jarang mengalami nyeri ketika terjadi perdarahan
subkonjungtiva pada permulaan. Ketika perdarahan terjadi pertama
kali, akan terasa tidak nyaman, terasa ada yang mengganjal dan penuh
di mata.
 Tampak adanya perdarahan di sklera dengan warna merah terang
(tipis) atau merah tua (tebal).
 Tidak ada tanda peradangan, kalaupun adanya biasanya peradangan
yang ringan.
 Perdarahan akan terlihat meluas dalam 24 jam pertama setelah itu
kemudian akan berkurang perlahan ukurannya karena diabsorpsi
(American Academy, 2009).

5. Patofisiologi
Konjungtiva adalah selaput tipis transparan yang melapisi bagian
putih dari bola mata (sklera) dan bagian dalam kelopak mata. Konjungtiva
merupakan lapisan pelindung terluar dari bola mata. Konjungtiva
mengandung serabut saraf dan sejumlah besar pembuluh darah yang halus.
Pembuluh-pembuluh darah ini umumnya tidak terlihat secara kasat
mata kecuali bila mata mengalami peradangan. Pembuluh-pembuluh darah
di konjungtiva cukup rapuh dan dindingnya mudah pecah sehingga
mengakibatkan terjadinya perdarahan subkonjungtiva.
Perdarahan subkonjungtiva tampak berupa bercak berwarna merah terang
di sklera.
Karena struktur konjungtiva yang halus, sedikit darah dapat
menyebar secara difus di jaringan ikat subkonjungtiva dan menyebabkan
eritema difus, yang biasanya memiliki intensitas yang sama dan
menyembunyikan pembuluh darah. Konjungtiva yang lebih rendah lebih
sering terkena daripada bagian atas. Pendarahan berkembang secara akut,
dan biasanya menyebabkan kekhawatiran, meskipun sebenarnya tidak
berbahaya. Apabila tidak ada kondisi trauma mata terkait, ketajaman
visual tidak berubah karena perdarahan terjadi murni secara ekstraokulaer,
dan tidak disertai rasa sakit (graham, 2009).
Secara klinis, perdarahan subkonjungtiva tampak sebagai
perdarahan yang datar, berwarna merah, di bawah konjungtiva dan dapat
menjadi cukup berat sehingga menyebabkan kemotik kantung darah yang
berat dan menonjol di atas tepi kelopak mata.
Perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi secara spontan, akibat
trauma, ataupun infeksi. Perdarahan dapat berasal dari pembuluh darah
konjungtiva atau episclera yang bermuara ke ruang subkonjungtiva.
Berdasarkan mekanismenya, perdarahan subkonjungtiva dibagi menjadi
dua, yaitu :
a. Perdarahan subkonjungtiva tipe spontan
Sesuai namanya perdarahan subkonjungtiva ini adalah terjadi secara
tiba – tiba (spontan). Perdarahan tipe ini diakibatkan oleh menurunnya
fungsi endotel sehingga pembuluh darah rapuh dan mudah pecah.
Keadaan yang dapat menyebabkan pembuluh darah menjadi rapuh
adalah umur, hipertensi, arterisklerosis, konjungtivitis hemoragik,
anemia, pemakaian antikoagulan dan batuk rejan (Ilyas, 2008).
Perdarahan subkonjungtiva tipe spontan ini biasanya terjadi unilateral.
Namun pada keadaan tertentu dapat menjadi bilateral atau kambuh
kembali; untuk kasus seperti ini kemungkinan diskrasia darah
(gangguan hemolitik) harus disingkirkan terlebih dahulu (Vaughan,
2000).
b. Perdarahan subkonjungtiva tipe traumatik
Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien sebelumnya mengalami
trauma di mata langsung atau tidak langsung yang mengenai kepala
daerah orbita. Perdarahan yang terjadi kadang – kadang menutupi
perforasi jaringan bola mata yang terjadi.
6. Etiologi
a. Idiopatik, suatu penelitian oleh Parmeggiani F dkk di Universitas
Ferara Itali mengenai kaitan genetik polimorfisme faktor XIII
Val34Leu dengan terjadinya perdarahan subkonjungtiva didapatkan
kesimpulan baik homozigot maupun heterozigot faktor XIII Val34Leu
merupakan faktor predisposisi dari perdarahan subkonjungtiva
spontan, alel Leu34 diturunkan secara genetik sebagai faktor resiko
perdarahan subkonjungtiva terutama pada kasus yang sering
mengalami kekambuhan (Parmeggiani, 2013). Mutasi pada faktor
XIII Val34Leu mungkin sangat berhubungan dengan peningkatan
resiko terjadinya episode perdarahan subkonjungtiva (Incovaia, 2013).
b. Manuver Valsalva (seperti batuk, tegang, muntah – muntah, bersin)
c. Traumatik (terpisah atau berhubungan dengan perdarahan retrobulbar
atau ruptur bola mata)
d. Hipertensi (Pitts, 2013).
e. Gangguan perdarahan (jika terjadi berulang pada pasien usia muda
tanpa adanya riwayat trauma atau infeksi), termasuk penyakit hati atau
hematologik, diabetes, SLE, parasit dan defisisensi vitamin C.
f. Berbagai antibiotik, obat NSAID, steroid, kontrasepsi dan vitamin A
dan D yang telah mempunyai hubungan dengan terjadinya perdarahan
subkonjungtiva, penggunaan warfarin (Leiker, 2013).
g. Sequele normal pada operasi mata sekalipun tidak terdapat insisi pada
konjungtiva.
h. Beberapa infeksi sistemik febril dapat menyebabkan perdarahan
subkonjungtiva, termasuk septikemia meningokok, demam scarlet,
demam tifoid, kolera, riketsia, malaria, dan virus (influenza, smallpox,
measles, yellow fever, sandfly fever).
i. Perdarahan subkonjungtiva telah dilaporkan merupakan akibat emboli
dari patahan tulang panjang, kompresi dada, angiografi jantung,
operasi bedah jantung.
j. Penggunaan lensa kontak, faktor resiko mayor perdarahan
subkonjungtiva yang diinduksi oleh penggunaan lensa kontak adalah
konjungtivakhalasis dan pinguecula (Mimura, 2013).
k. Konjungtivokhalasis merupakan salah satu faktor resiko yang
memainkan peranan penting pada patomekanisme terjadinya
perdarahan subkonjungtiva.

7. Diagnosis dan pemeriksaan


Diagnosis dibuat secara klinis dan anamnesis tentang riwayat dapat
membantu penegakan diagnosis dan terapi lebih lanjut. Ketika ditemukan
adanya trauma, trauma dari bola mata atau orbita harus disingkirkan.
Apabila perdarahan subkonjungtiva idiopatik terjadi untuk pertama
kalinya, langkah-langkah diagnostik lebih lanjut biasanya tidak
diperlukan. Dalam kejadian kekambuhan, hipertensi arteri dan kelainan
koagulasi harus disingkirkan.
Pemeriksaan fisik bisa dilakukan dengan memberi tetes mata
proparacaine (topikal anestesi) jika pasien tidak dapat membuka mata
karena sakit; dan curiga etiologi lain jika nyeri terasa berat atau terdapat
fotofobia (Chern, 2002).
Memeriksa ketajaman visual juga diperlukan, terutama pada
perdarahan subkonjungtiva traumatik. Salah satu studi mengenai
perdarahan subkonjungtiva traumatik dan hubungannya dengan luka /
injuri lainnya oleh Lima dan Morales di rumah sakit Juarez Meksiko tahun
1996 – 2000 menyimpulkan bahwa sejumlah pasien dengan perdarahan
subkonjungtiva disertai dengan trauma lainnya (selain pada konjungtiva),
ketajaman visus < 6/6 meningkat dengan adanya kerusakan pada selain
konjungtiva. Maka dari itu pemeriksaan ketajaman visus merupakan hal
yang wajib pada setiap trauma di mata sekalipun hanya didapat perdarahan
subkonjungtiva tanpa ada trauma organ mata lainnya (Graham, 2009).
Selanjutnya, periksa reaktivitas pupil dan mencari apakah ada
defek pupil, bila perlu, lakukan pemeriksaan dengan slit lamp. Curigai
ruptur bola mata jika perdarahan subkonjungtiva terjadi penuh pada 360°.
Jika pasien memiliki riwayat perdarahan subkonjungtiva berulang,
pertimbangkan untuk memeriksa waktu pendarahan, waktu prothrombin,
parsial tromboplastin, dan hitung darah lengkap dengan jumlah trombosit
(Chern, 2002).

8. Diagnosis banding (Graham, 2009)


1. Konjungtivitis, hal ini dikarenakan memiliki kesamaan pada klinisnya
yaitu mata merah.
2. Konjungtivitis hemoragik akut
3. Sarcoma kaposi

9. Penatalaksanaan
Perdarahan subkonjungtiva biasanya tidak memerlukan
pengobatan. Pengobatan dini pada perdarahan subkonjungtiva ialah
dengan kompres dingin. Perdarahan subkonjungtiva akan hilang atau
diabsorpsi dalam 1- 2 minggu tanpa diobati (Ilyas, 2008).
Pada bentuk-bentuk berat yang menyebabkan kelainan dari kornea,
dapat dilakukan sayatan dari konjungtiva untuk drainase dari perdarahan.
Pemberian air mata buatan juga dapat membantu pada pasien yang
simtomatis. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, dicari penyebab
utamanya, kemudian terapi dilakukan sesuai dengan penyebabnya. Tetapi
untuk mencegah perdarahan yang semakin meluas beberapa dokter
memberikan vasacon (vasokonstriktor) dan multivitamin. Air mata buatan
untuk iritasi ringan dan mengobati faktor risikonya untuk mencegah risiko
perdarahan berulang (Rifki, 2010).
Perdarahan subkonjungtiva harus segera dirujuk ke spesialis mata
jika ditemukan kondisi berikut ini :
1. Nyeri yang berhubungan dengan perdarahan.
2. Terdapat perubahan penglihatan (pandangan kabur, ganda atau
kesulitan untuk melihat)
3. Terdapat riwayat gangguan perdarahan
4. Riwayat hipertensi
5. Riwayat trauma pada mata.

10. Komplikasi
Perdarahan subkonjungtiva akan diabsorpsi sendiri oleh tubuh
dalam waktu 1 – 2 minggu, sehingga tidak ada komplikasi serius yang
terjadi. Namun adanya perdarahan subkonjungtiva harus segera dirujuk ke
dokter spesialis mata jika ditemui berbagai hal seperti yang telah
disebutkan diatas (Ilyas, 2008)
Pada perdarahan subkonjungtiva yang sifatnya menetap atau
berulang (kambuhan) harus dipikirkan keadaan lain. Penelitian yang
dilakukan oleh Hicks D dan Mick A mengenai perdarahan subkonjungtiva
yang menetap atau mengalami kekambuhan didapatkan kesimpulan bahwa
perdarahan subkonjungtiva yang menetap merupakan gejala awal dari
limfoma adneksa okuler (Graham, 2009).

11. Prognosis
Secara umum prognosis dari perdarahan subkonjungtiva adalah
baik. Karena sifatnya yang dapat diabsorpsi sendiri oleh tubuh. Namun
untuk keadaan tertentu seperti sering mengalami kekambuhan, persisten
atau disertai gangguan pandangan maka dianjurkan untuk dievaluasi lebih
lanjut lagi (Ilyas, 2008).
DAFTAR PUSTAKA

American Academy. 2009. Subconjunctival Haemorrhages. Amerika

Chern, K. C. Emergency Ophthalmology: A Rapid Treatment Guide. 1st ed. 2002.


McGraw-Hill, Massachusetts.

Graham, R. K. Subconjuntival Hemorrhage. 1st Edition. 2009. Medscape’s


Continually Updated Clinical Reference. Diakses tanggal 27 Agustus
2013, dari http://emedicine.medscape.com/article/1192122-overview

Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. 2008. FK UI. Jakarta

Incorvaia C et all. Recurrent episodes of spontaneous subconjunctival


hemorrhage in patients with factor XIII Val34Leu mutation. Ferrara, Itali.
Diakses pada tanggal 27 Agustus 2013, dari http//pubmed.com/ac12/
Recurrent episodes of spontaneous subconjunctival hemorrhage in
patients with factor XIII Val34Leu mutation/9372

Kaimbo D, Kaimbo Wa. Epidemiology of traumatic and spontaneous


subconjunctival haemorrhages in Congo. Congo. 2008. Diakses pada
tanggal 27 Agustus 2013, dari http//pubmed.com/ Epidemiology of
traumatic and spontaneous subconjunctival haemorrhages in
Congo/943iure

Leiker LL, Mehta BH, Pruchnicki MC, Rodis JL. Risk factors and complications
of subconjunctival hemorrhages in patients taking warfarin. Kansan. USA.
Diakses pada tanggal 27 Agustus 2013, dari http//pubmed.com/ Risk
factors and complications of subconjunctival hemorrhages in patients
taking warfarin/3i2r43

Mimura T, Yamagami S et all. Contanc lens-Induced Subconjuntival


Hemorrhage. 2010. Tokyo, japan. Diakses pada tanggal 27 Agustus 2013,
dari http//pubmed.com

Parmeggiani F et all. Prevalence of factor XIII Val34Leu polymorphism in


patients affected by spontaneous subconjunctival hemorrhage. Ferrara,
Itali. Diakses pada tanggal 27 Agustus 2013, dari
http//pubmed.com/Prevalence of factor XIII Val34Leu polymorphism in
patients affected by spontaneous subconjunctival hemorrhage/42u3-upr2
Pitts JF, Jardine AG, Murray SB, Barker NH. Spontaneous subconjunctival
haemorrhage--a sign of hypertension?. Western Infirmary, Glasgow.
Diakses pada tanggal 27 Agustus 2013, dari http//pubmed.com/aihds.
Spontaneous subconjunctival haemorrhage--a sign of hypertension?.id

Rifki, M. 2010. Perdarahan Subkonjungtiva. Jakarta Diakses pada tanggal 27


Agustus 2013/www.medicastore/ Perdarahan Subkonjungtiva.3ii04308azs

Stolp W, Kamin W, Liedtke M, Borgmann H. [Eye diseases and control of labor.


Studies of changes in the eye in labor exemplified by subconjunctival
hemorrhage (hyposphagmas)] . Johanniter-Krankenhauses Bonn. Jerman.
Diakses pada tanggal 27 Agustus 2013

Vaughan, Daniel G. Oftalmologi Umum,2000. Widia Meka. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai