discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/299570146
CITATIONS READS
0 1,612
1 author:
Zuansah Rachmat
Universitas Mercu Buana
4 PUBLICATIONS 0 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Zuansah Rachmat on 02 April 2016.
SKRIPSI
Disusun Oleh :
ZUANSAH RACHMAT MUNGGARAN
3111101006
Cimahi, 2015
Menyetujui,
Cimahi, 15 Maret
2015
Zuansah Rachmat M
3111101006
ABSTRAK
Permasalahan yang sering terjadi di kubikel saat ini adalah korona, yaitu
suatu fenomena yang terjadi pada saat udara di sekitar konduktor atau penghantar
terionisasi. Dari proses tersebut terjadilah pelepasan muatan yang dapat
mengakibatkan kegagalan isolasi pada udara. Akibatnya sangat fatal karena bisa
merusak peralatan di dalam kubikel dan menyebabkan rugi – rugi daya.
The author hoped that the tools created in this research will solve the
problem of the appearance of the corona due to the influence of moisture as
expected.
Penulis menyadari bahwa karya tulis yang sederhana ini masih jauh dari
sempurna, bahkan terdapat kekurangan serta keterbatasan. Oleh karena itu, penulis
akan menerima dengan sangat lapang dada, kritik dan saran yang bersifat
membangun untuk perbaikan di masa yang akan datang. Penulis berharap agar
karya ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi mereka yang membaca
dan mempergunakannya.
Pada saat yang baik ini, penulis tidak lupa mengucapkan banyak terima kasih
dan penghargaan yang setinggi – tingginya pada semua pihak yang telah ikut
membantu baik secara moril maupun materi, langsung ataupun tidak langsung dari
berbagai pihak, sehingga tugas akhir ini dapat diselesaikan dengan baik.
1. Bapak Abdi Wadud Syafi’I, S.Si., M.Si., selaku Pembimbing serta Ketua
Jurusan Fisika Instrumentasi, Yang senantiasa memberikan semangat dan
dukungan kepada penulis, serta memberikan bimbingan dan masukan sehingga
penulisan Tugas Akhir ini dapat terselesaikan.
2. Kedua orang tua yang kusayangi Ayahanda Akhmad Supriatna S.T dan Ibunda
Iik Kartika Antadipura S.Pd.
3. Rekan – rekan pegawai PT.PLN (Persero) Area Garut
4. Rekan – rekan mahasiswa Fisika Instrumentasi angkatan 2010 dan 2011 terima
kasih atas bantuannya dan semangat yang diberikan kepada penulis.
5. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan Tugas akhir
ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
i
Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh
pihak yang membantu penulis untuk menyelesaikan Tugas akhir ini semoga
Allah SWT memberikan limpahan rahmat dan balasan yang berlipat atas segala
bantuan dan bimbingan yang telah diberikan kepada penulis.
Wassalamu’alaikum WR.WB.
Zuansah Rachmat M
ii
DAFTAR ISI
iii
2.6.5 LCD .......................................................................................................35
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ......................................................... 36
3.1 Sistematika Penelitian ..................................................................................36
3.1.1 Pengujian Tegangan Tembus ................................................................36
3.2 Perakitan Alat ...............................................................................................38
3.3 Penelitian alat ...............................................................................................41
3.4 Pemasangan Alat pada kubikel .....................................................................42
BAB IV HASIL DAN ANALISA UJI ALAT ................................................... 43
4.1 Pengolahan Data ...........................................................................................43
4.2 Hasil Uji Dan Perhitungan Sebelum Pemasangan Alat ................................44
4.3 Hasil Uji Dan Perhitungan Setelah Pemasangan Alat ..................................47
4.4 Analisa hasil penelitian.................................................................................49
BAB V KESIMPULAN ...................................................................................... 52
5.1 Kesimpulan ...................................................................................................52
5.2 Saran .............................................................................................................52
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 53
LAMPIRAN ......................................................................................................... 54
iv
DAFTAR GAMBAR
v
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vii
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Permasalahan
Permasalahan yang akan dibahas dalam Tugas Akhir ini adalah :
1. Heater berpotensi menyebabkan terjadinya uap air jenuh pada perangkat
pendukung di dalam kubikel yang disebabkan oleh kondisi sirkulasi udara
yang buruk .
2. Uap air jenuh menyebabkan kelembaban yang dapat menyebabkan
meningkatkan nilai kerapatan udara sehingga mempermudah proses ionisasi
1
pada udara yang dapat mengakibatan kegagalan isolasi udara dan korona yang
mengakibatkan udara yang berfungsi sebagai isolasi murni menjadi konduktor
yang dapat mengalirkan arus listrik dan menyebabkan rugi – rugi daya dan
kerusakan pada peralalat di dalam kubikel.
3. Apakah alat pengatur suhu dan kelembaban udara yang dibuat dapat
menjadi solusi yang tepat untuk keandalan kinerja kubikel?
1.3 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian pada Tugas Akhir ini adalah
sebagai berikut :
1. Meneliti pengaruh kondisi udara terhadap tegangan tembus dan tegangan
pemunculam korona.
2. Meneliti pengaruh alat yang dibuat terhadap kondisi udara dan tegangan
pemunculan korona.
3. Menyediakan sistem baru yang bisa dimanfaatkan oleh perusahaan-
perusahaan penyedia jasa tenaga listrik dalam hal pendistribusian.
4. Meningkatkan keandalan kubikel dan efisiensi penggunaan heater
2
1.5 Metodologi
Untuk mencapai tujuan Tugas Akhir, maka dilakukan langkah-langkah sebagai
berikut :
1. Studi Literatur
Mengumpulkan buku serta referensi yang berhubungan dengan kelembaban,
kondisi udara pengaruh kondisi udara terhadap kemampuan dielektrik udara,
kemampuan isolasi udara, korona dan pengaruh kondisi udara terhadap sistem
ketenaga listrikan.
2. Pemodelan dan Simulasi Konvensional
Simulasi pertama yang akan dilakukan adalah pengujian tegangan tembus,
kelembaban, dan suhu dalam kubikel, setelah itu dilakukan perakitan rancang
bangun sistem yang coba di aplikasikan pada salah satu kubikel yang terpasang
di lapangan dan dilakukan pengujian ulang.
3. Analisa data
Dari simulasi yang dilakukan akan didapatkan suatu hasil yang akan dianalisis.
Data yang akan dianalisis adalah kondisi udara, kemapuan dielektrik udara,
tegangan tembus dan pemunculan korona.
4. Kesimpulan
Kesimpulan tersebut merupakan jawaban dari permasalahan yang dianalisis.
Selain itu juga akan diberikan saran sebagai masukan berkaitan dengan apa
yang telah dilakukan. Berdasarkan analisa data, maka penulis dapat mengambil
kesimpulan tentang kemampuan alat yang dibuat.
1.4 Relevansi
Hasil yang diperoleh dari Tugas Akhir ini diharapkan dapat memberikan
manfaat sebagai berikut :
a. Dapat menjadi referensi bagi PLN untuk merancang sistem kontrol yang dapat
menjadi solusi alternatif pada permasalahan kubikel sehingga dapat menjadi
handal, dan efisien
b. Dapat menjadi referensi bagi mahasiswa lain yang hendak mengambil masalah
yang serupa untuk Tugas Akhirnya.
3
1.6 Sistematika
Dalam penulisan buku Tugas Akhir ini sistematika penulisan yang digunakan
adalah sebagai berikut :
BAB 1 Pendahuluan
Bab ini berisi tentang penjelasan latar belakang, permasalahan, batasan
masalah, tujuan, metode penelitian, sistematika penulisan, dan relevansi dari
penelitian yang dilakukan untuk Tugas Akhir ini.
BAB 2 Tinjauan Pustaka
Bab ini berisi tentang dasar teori mengenai kubikel sebagai objek yang akan
dipasang alat ini, pengaruh suhu dan kelembaban dan faktor faktor yang menjadi
parameter dan acuan untuk dibuatnya alat ini.
BAB 3 Metodologi
Bab ini berisi tentang uraian langkah-langkah yang digunakan dalam
menganalisis data penelitian mulai dari membuat alat dan sistem yang digunakan,
menjelaskan karakteristik dan prinsip kerja serta perhitungan matematis parameter
dan pemodelan sistem yang akan di di pergunakan untuk mebuat alat ini.
BAB 4 Analisis dan Hasil Simulasi
Bab ini berisi tentang hasil simulasi sistem dengan prototype yang dibuat dan
dapat dilihat bagaimana hasil dari simulasi sistem yang dirancang.
BAB 5 Penutup
Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran mengenai hasil penulisan laporan
Tugas Akhir yang telah diselesaikan.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
2.1.2. Ionisasi Karena Tumbukan
Ionisasi adalah proses pelepasan elektron dari molekul gas yang bersamaan
dengan itu menghasilkan ion positif. Dalam proses ionisasi karena tumbukan,
elektron bebas bertumbukan dengan molekul netral dari gas dan akan menyebabkan
terbentuknya electron dan ion positif baru. Jika pada medan listrik yang melintas
antara bidang elektroda paralel seperti yang ditunjukan pada gambar 2.1 dibawah
ini terdapat gas bertekanan rendah, maka setiap elektron akan semakin dipercepat
karena tumbukan antar molekul gas dalam perjalanannya dari katoda menuju ke
anoda. Apabila energy (𝑈) meningkat sepanjang lintasan karena tumbukan dan
telah melampaui potensial ionisasi (Vi) yaitu energi yang diperlukan untuk melepas
elektron dari kulit atom, maka akan terjadi ionisasi. Proses tersebut ditunjukan
dalam persamaan :
𝑈>𝑉𝑖
𝑒− + 𝐴 → = 𝑒 − + 𝐴+ + 𝑒 − ……………………………………....……………..(2.2)
Dimana,
e- = elektron bebas
A = Atom gas
A+ = Ion Positif
Katoda Anoda
𝐼0
- +
Resistor
pembatas
R arus
- + A
𝑉𝐵 I
6
ionisasi karena tumbukan dan proses itu berlangsung terus menerus. Hal ini juga
berarti menyebabkan meningkatnya arus elektron, karena jumlah elektron yang
sampai ke anoda lebih banyak dari yang dibebaskan pada katoda. Elektron-elektron
yang terus menerus bertumbukan akan menuju anoda dan terus berlipat ganda
sehingga akan menimbulkan banjiran elektron. Peristiwa pelipatgandaan elektron
tersebut dapat digambarkan seperti gambar di bawah ini.
7
Koefisien towsend adalah perbandingan dari Tegangan pemunculan korona
(Ev)terhadap tekanan parsial udara (ea) sehingga,
α = Ev / ea (2.4)
Banyaknya jumlah elektron bebas dn yang dihasilkan dalam proses ionisasi
sama jumlahnya dengan ion positif dne baru yang dihasilkan. Sehingga persamaan
diatas sapat ditulis menjadi :
dne = dn+= α . ne (t). vd. dt…………………….……….…………………...........…(2.5)
Pada medan seragam dengan syarat keadaaan awal 𝑛𝑒 = 𝑛0 , x = 0, dan dengan
kondisi α konstan maka jumlah elektron yang terjadi adalah menjadi sebagai
berikut :
ne=n0 eα x ……...........………………………………………………….……….......…(2.6)
jumlah elektron yang menumbuk anoda dengan jarak d dari katoda sama dengan
jumlah dari ion positif yang dinyatakan dalam persamaan :
n+=nd αd ……………………………………………………………………............…(2.7)
Jumlah elektron baru yang dihasilkan oleh tiap elektron dalam rata-rata :
𝑛𝑑 − 𝑛0
𝑒 αd − 1 = …………………………..…………………………………….....…(2.8)
𝑛0
Oleh karena itu, arus rata-rata dalam celah, yang sama dengan jumlah elektron
yang melintas tiap detik adalah :
I = 𝐼0 𝑒 α𝑑 ………………..…………………………………………………….…........(2.9)
Dimana 𝐼0 arus awal pada katoda.1
Proses banjiran elektron yang dijelaskan di atas akan selesai ketika kumpulan
elektron awal mencapai anoda. Akan tetapi, karena penguatan elektron 𝑒 𝑎𝑑 yang
terjadi dalam medan, kemungkinan dibebaskannya elektron tambahan baru dalam
celah yang disebabkam oleh mekanisme lain akan meningkat, dan elektron baru ini
akan menyebabkan proses banjiran berikutnya. Mekanisme lain itu adalah seperti
berikut :
Ion positif yang dibebaskan mungkin masih memiliki cukup energy untuk
melepaskan elektron dari katoda ketika ion positif tersebut mengenai katoda.
Atom atau molekul yang mengalami peluruhan mungkin memancarkan
photon, dan hal ini akan menyebabkan emisi elektron karena photon.
8
Partikel metastabil yang disebarkan kembali yang menyebabkan emisi
elektron.
Elekton yang dihasilkan pada proses banjiran elektron sekunder ini disebut
elektron sekunder. Koefisien dari proses ionisasi sekunder 𝛾 didefinisikan sebagai
jumlah elektron sekunder yang dihasilkan tiap insiden ion positif, photon,
peluruhan partikel, atau partikel metastabil, nilai total dari 𝛾 adalah jumlah tiap
koefisien dari tiga proses yang berbeda, seperti 𝛾 = 𝛾1 + 𝛾2 + 𝛾3 .
Koefisien 𝛾 disebut sebagai koefisien ke-2 ionisasi Towsend. Sehingga persamaan
jumlah elektron yang meninggalkan katoda dan mencapai anoda di atas menjadi :
𝑛 𝑒 α𝑑
𝑛𝑒 = 1− 𝛾 (0 𝑒 α𝑑 −1)…………………………………………………………….….......(2.10)
9
c) 𝛾𝑒 α𝑑 >1, ionisasi yang disebabkan banjiran berturut-turut akan bertumpuk,
sehingga hal ini akan menyebabkan pelepasan percikan tumbuh dengan cepat
sebanding dengan kelebihan 𝛾𝑒 α𝑑 dari 1.
Persamaan dan kriteria arus yang terbentuk di atas dapat dijelaskan melalui gambar
grafik di bawah ini.
Breakdown
Self sustaining discharge
𝑇0 𝑇1 𝑇2
V 𝑉𝑠
10
Pelepasan pada kegagalan mekanisme Streamer diawali dengan banjiran
tunggal, kemudian dari banjiran tersebut tersebut akan terjadi muatan ruang dimana
muatan ruang tersebut akan mengubah banjiran menjadi streamer plasma (celah
aliran/kanal) kemudian konduktivitas akan mengalami kenaikan dengan ceapt, dan
akan terjadi kegagalan dalam streamer tersebut. Ada dua jenis mekanisme
Streamer, yaitu streamaer yang mengarah ke katoda yang disebut streamer positif
dan streamer yang mnuju ke anoda yang disebut streamer negatif.
Dalam streamer positif untuk geometri medan deragam, pada waktu banjiran
telah melewati celah, maka elektron akan tertarik ke arah anoda, dan ion-ion dalam
anoda akan membentuk kerucut. Medan muatan ruang yang tinggi terjadi di dekat
anoda dan d tempat lain kerapatan ionnya rendah. Oleh karena itu, kehadiran ion-
ion positif tidak akan menimbulkan kegagalan dalam celah.1
Gas yang terionisasi pada tangkai banjiran akan mengeluarkan foton, dan hal
ini akan menimbulkan fotoelektron-fotoelektron yang menyebabkan terjadinya
proses banjiran sekunder. Apabila medan muatan yang disebabkan banjiran primer
besarnya sama dengan medn luar, peralihan dari banjiran elektron ke streamer akan
terjadi apabila medan 𝐸𝑟 yang dihasilkan oleh ion-ion positif pada kepala banjiran
sama dengan medan E yang diterapkan agar terjadi peningkatan ionisasi.1
Pelipatgandaan paling besar terjadi sepanjang sumbu banjiran promer. Ion-
ion positif yang ada di belakang banjiran akan memanjang dan memperkuat muatan
ruang banjiran primer ke arah katoda. Kemudian akan terbentuk plasma dan hal ini
tentu saja akan memperpendek jarak anoda dengan katoda. Streame akan terus
memanjang hingga merintangi celah dan membentuk saluran penhantar yang
berupa gas terionisasi di antar elektroda.1
Pada streamer negatif atau streamer yang menuju ke anoda, diawali dengan
mekanisme banjiran primer akan menghasilkan jumlah elektron (𝜀 𝑎𝑑 )yang cukup
untuk menimbulkan medan ruang yang sebanding dengan medan yang diterapkan.
Jumlah medan karena muatan ruang dan medan yang diterapkan akan
meningkatkan banjiran elektron sekunder yang menuju anoda mendahului streamer
negative yang terbentuk. Banjiran elektron terjadi disebabkan karena fotoionisasi
dalam celah di depan streamer.1
11
Persamaan empiris yang menyatakan criteria spark streamer adalah sebegai
berikut :
𝐸
𝑎𝑥𝑐 = 17.7 + ln 𝑥𝑐 + ln( 𝐸𝑟 ) …………………………………………….….........(2.14)
Dimana 𝐸𝑟 adalah medan yang dihasilkan di kepala banjiran, E adalah medan yang
diterapkan, dan 𝑥𝑐 adalah panjang banjiran dimana dihasilkannya elektron sekunder
akibat fotoionisasi.
Peralihan dari banjiran elektron ke streamer terjadu pada saat medan 𝐸𝑟 kira-
kira sama dengan medan E yang diterapkan sehingga persamaan di atas menjadi :
𝑎𝑥𝑐 = 17.7 + 𝑙𝑛 𝑥𝑐 …………………………………….…………………….…....(2.15)
Nilai breakdown minimun untuk celah medan seragam pada mekanisme streamer
yaitu pada saat terjadi peralihan dari banjiran ke streamer terjadi pada saat 𝑥𝑐 = 𝑑.
Medan yang dihasilkan di kepala banjiran pada radius r adalah :
𝛼𝜀 𝑎𝑥
𝐸𝑟 = 5.27 𝑋 10−7 (𝑥/𝑝)1/2 (2.16)
Dimana 𝛼 adalah koefisien pertama ionisasi Towsend, p adalah tekanan gas dalam
torr, dan x adalah jarak dimana streamer telah muncul dalam celah. Karena
tegangan minimum breakdown terjadi pada saat 𝐸𝑟 = 𝐸 dan x=d, maka persamaan
tersebut menjadi :
𝛼 𝐸 1 𝑑
𝛼𝑑 + 𝑙𝑛 (𝑝) = 14.5 + 1𝑛 (𝑝) + 2 𝑙𝑛 …………………………………….....(2.17)
𝑝
12
nitrogen (nitrous acid), yang menyebabkan elektroda berkarat bila kehilangan daya
cukup besar. Apabila tegangan yang digunakan adalah tegangan searah, maka pada
elektroda positif korona akan menampakan diri dalam bentuk cahaya yang seragam
(uniform) pada permukaan elektroda, sedangkan pada elektroda negatifnya hanya
pada tempat-tempat tertentu saja.2
Korona terjadi disebabkan karena medan listrik di sekitar penghantar cukup
kuat sehingga elektron di udara saling bertabrakan (collision) dan mengionisasi
udara, Karena terjadi ionisasi molekul dalam udara dan energi saat terionisasi cukup
kuat atom melepaskan elektron lebih yang selanjutnya mengionisasi atom yang lain.
Saat gradien potensial udara cukup besar pada suatu titik, maka udara yang
terionisasi tersebut akan bersifat konduktif.1
Karena adanya medan listrik yang berada di sekitar elektroda penghantar
yang mempercepat gerak elektron hasil ionisasi tersebut, maka elektron tersebut
akan menumbuk molekul-molekul gas atau udara di sekitarnya. Karena hal ini
terjadi secara terus-menerus maka jumlah ion dan elektron bebas menjadi berlipat
ganda. Apabila terjadinya eksitasi elektron atom gas, yaitu berubahnya kedudukan
elektron gradien tegangan menjadi cukup besar maka akan timbul fenomena korona.
Selain menyebabkan terjadinya ionisasi molekul, tumbukan elektron juga
menyebabkan dari orbital awalnya ke tingkat orbital yang lebih tinggi. Pada saat
elektron berpindah kembali ke tingkat orbital yang lebih rendah, maka akan terjadi
pelepasan energi berupa cahaya radiasi dan suara bising. 2
1. Sebuah molekul atau atom netralnya medium, di dalam sebuah wilayah medan
listrik yang kuat (seperti gradien potensial yang tinggi di dekat elektrode
melengkung) diionisasikan oleh peristiwa tumbukan, dan menciptakan sebuah
ion positif dan elektron bebas.
13
Gambar 2. 4 Mekanisme awal terjadinya pelepasan muatan
14
4. Dalam berbagai proses yang membedakan korona positif dengan negatif,
proses energi plasma ini diubah menjadi disosiasi elektron tahap awal untuk
menyebabkan longsoran lebih jauh lagi.
5. Banyak ion terbentuk di dalam rangkaian longsoran ini (yang berlainan antara
korona positif dengan negatif) ditarik ke elektrode tak melengkung,
melengkapi sirkuit, dan mempertahankan aliran arus.
15
tekanan, dan berbanding terbalik terhadap temperatur, dimana kekuatan dielektrik
dalam kondisi tersebut adalah g0δ. Gradien memiliki nilai yang konstan pada semua
titik dalam suatu medan dielektrik seragam seperti terdapat di antara piringan
paralel. Apabila tegangan bertambah secara perlahan-lahan secepat dicapainya
gradien kegagalan 30kV/cm, maka kegagalan udara dan flashover akan menjadikan
hubungan singkat kedua piringan. Untuk mencari tegangan tembus udara bisa
didapatkan dari alat uji tegangan tembus dan untuk melihat pengaruh kondisi udara
dapat digunakan persamaan dari Hukum Peek.2
Pengaruh udara terhadap korona di jabarkan secara matematis oleh Peek
pada jurnalnya, hukum peek menjelaskan bagaimana tegangan listrik yang
dibutuhkan untuk memancing munculnya pelepasan muatan korona diantara dua
penampang baik kawat fasa terhadap kawat fasa lainnya maupun kawat fasa ke
netral atau pembumian pada body suatu sistem.2
Persamaannya tersebut dijelaskan sebagai berikut :
𝑆
Ev = mo . gv . r . ln ( 𝑟 )....................................................................................(2.18)
Dimana,
Ev = tegangan pemunculan korona (kV)
mo = Tetapan kekasaran penghantar/elektroda (0,8 untuk kabel)
r = Jari – jari (cm)
S = Jarak antara kawat penghatar (cm)
gv = Medan listrik visual kritis (kV/cm), gradien pada medan listrik untuk
mempengaruhi collision pada molekul bebas disekitar penghantar
gv bisa didapatkan dengan persamaan berikut :
𝑐
gv = g0 𝛿 ( 1 + ) ...........................................................................................(2.19)
√𝛿 𝑟
dimana,
g0 = medan listrik pengrusak ( kV/cm)
δ = faktor densitas
c = konstanta dimensi empiris dimana untuk udara adalah 0,301 [2]
r = jari-jari penghantar (cm)
Untuk rugi – rugi daya yang didapat dari korona bisa menggunakan
persamaan sebagai berikut,
16
𝑟
Ploss = 241 . (f + 25) . √𝑠 . (En – Ev )2 .10-5 .........................................................(2.20)
dimana,
Ploss = Rugi daya akibat korona (kW)
En = Tegangan kerja pada penghantar fasa ke netral (kV)
Ev = Tegangan pemunculan korona (kV)
f = frekuensi kerja pada penghantar ( f )
17
• Cubicle PT / LA:: sebagai sarana pengukuran dan proteksi pengaman
tegangan surja.
• Cubicle Bus Riser / Bus Tie (Interface): sebagai penghubung antar sel. 3
18
Kompartemen ini didisain untuk memperkecil resiko propagasi saat terjadi
kegagalan. Auxiliary disambung ke PMT oleh susunan multi pin connector.
2.5. Kelembaban
19
Beberapa cara untuk menyatakan jumlah uap air yaitu :
1. Tekanan uap adalah tekanan parsial dari uap air. Dalam fase gas maka uap air di
dalam atmosfer seperti gas sempurna (ideal).
2. Kelembaban mutlak yaitu massa air yang terkandung dalam satu satuan volume
udara lengas.
3. Kelembaban spesifik didefinisikan sebagai massa uap air persatuan massa udara
basah.
4. Kelembaban nisbi (RH) ialah perbandingan nisbah percampuran dengan nilai
jenuhnya dan dinyatakan dalam %.
Besaran yang sering dipakai untuk menyatakan kelembaban udara adalah
kelembaban nisbi yang diukur dengan psikrometer atau higrometer. Kelembaban
nisbi berubah sesuai tempat dan waktu. Pada siang hari kelembaban nisbi berangsur
– angsur turun kemudian pada sore hari sampai menjelang pagi bertambah besar.
Kelembaban nisbi membandingkan antara kandungan tekanan uap air aktual
dengan keadaan jenuhnya atau pada kapasitas udara untuk menampung uap
air. Kapasitas udara untuk menampung uap air (pada keadaan jenuh) tergantung
pada suhu udara Defisit tekanan uap air adalah selisih antara tekanan uap air jenuh
dengan tekanan uap aktual. Pengembunan terjadi bila kelembaban nisbi mencapai
100 %.4
20
T = suhu mutlak (K)
V = volume udara (m3)
𝑚
dan, n =
𝑀
𝑝. 𝑀
ρ= ...........................................................................................................(2.23)
𝑅 .𝑇
Berdasarkan persamaan di atas, kerapatan uap air (ρ) ditentukan oleh tekanan
(p) suhu udara (T). (2)
dimana :
ea = kelembaban aktual atau tekanan uap air parsial
es = kapasitas udara untuk menampung uap air/tekanan uap jenuh diambil dari tabel
Bila kelembaban Relatif ( RH )100% maka, ea = es, untuk tekanan saturasi (es)
tergantung pada suhu udara (T) Makin tinggi suhu, kapasitas untuk menampung
uap air atau tekanan satuari (es) meningkat pada tekanan aktual (ea) yang tetap, RH
akan lebih kecil bila suhu udara meningkat, sebaliknya RH makin tinggi bila suhu
udara rendah.
Tekana aktual uap air jenuh (ea) yang tetap antara siang dan malam,
menyebabkan RH akan lebih rendah pada siang hari tetapi lebih tinggi pada malam
hari, RH lebih tinggi pada malam hari dam mencapai maksimum pada pagi hari
sebelum matahari terbit. Hal tersebut menyebabkan proses pengembunan bila udara
bersentuhan dengan bidang/permukaan yang suhunya lebih rendah dari suhu titik
embun. Embun terbentuk pada tempat-tempat yang terbuka atau tidak ternaungi
seperti bagian terluar dari tajuk pohon dan di rumput (tidak terlindungi benda
lain). Tempat tersebut memiliki suhu terendah karena paling banyak kehilangan
energi melalui pancaran radiasi gelombang panjang.
21
2.6 Perhitungan Tekanan Parsial Udara
tekanan parsial uap air jenuh (ea) adalah hasil akhir perhitungan yang
didapat dari kelembaban, untuk mencari ea sendiri bisa didapat dari persamaan 2.24
untuk tekanan saturasi es bisa didapatkan dari tabel tekanan uap air jenuh dibawah
ini
Dari tabel di atas kita bisa dapatkan tekanan uap air jenuh (es), lalu dari es kita bisa
mendapatkan tekanan air parsial uap air dengan memasukan ke persamaan (2.24).
Untuk kerapatan partikel udara relatif bisa didapatkan dari perbandingan massa
jenis udara pada kondisi standar per masa jenis uap jenuh.
Karena tekanan parsial (ea) adalah tekanan udara (p) maka kita pergunakan
persamaan (2.23) untuk mencari kerapatan uap air jenuh di udara
𝑒𝑎 . 𝑀
ρ(uap air jenuh) = dari persamaan (2.23)
𝑅. 𝑇
22
Massa jenis udara relatif adalah perbandingan antara massa jenis udara standar
dan massa jenis udara jenuh sehingga,
ρ(udara relatif) = ρ(udara standar)/ ρ(uap air jenuh).....................................(2.25)
untuk mencari faktor densitas atau faktor kerapat partikel udara maka bisa
menggunakan persamaan sebagai berikut,
𝛿 = ρ(udara) / ρ(SATP) ..................................................................................(2.26)
dimana,
𝛿 = rapat partikel udara relatif pada saat pengukuran
ρ(uap air jenuh) = masa jenis uap air jenuh dalam udara (kg/cm3)
ρ(udara standar)= masa jenis udara standar (1,2 kg/cm3 pada 760 mmhg 27 0C)
ρ(udara relatif) = masa jenis relati udara saat pengukuran (kg/cm3)
ρ(SATP) = 1 (faktor densitas pada SATP)
23
Arduino Uno adalah board mikrokontroler berbasis ATmega328. Uno
memiliki 14 pin digital input / output (dimana 6 dapat digunakan sebagai output
PWM), 6 input analog, resonator keramik 16 MHz, koneksi USB, jack listrik,
header ICSP, dan tombol reset. Uno dibangun berdasarkan apa yang diperlukan
untuk mendukung mikrokontroler, sumber daya bisa menggunakan power USB
(jika terhubung ke komputer dengan kabel USB) dan juga dengan adaptor atau
baterai.
Arduino Uno berbeda dari semua papan sebelumnya dalam hal tidak
menggunakan FTDI chip driver USB-to-serial. Sebaliknya, fitur Atmega16U2
(Atmega8U2 sampai versi R2) diprogram sebagai konverter USB-to-serial. Revisi
2 dari Uno memiliki resistor pulling 8U2 HWB yang terhubung ke tanah, sehingga
lebih mudah untuk menggunakan mode DFU.
Sumber Daya / Power
Arduino Uno dapat diaktifkan melalui koneksi USB atau dengan catu daya
eksternal. Sumber daya dipilih secara otomatis. Untuk sumber daya Eksternal (non-
USB) dapat berasal baik dari adaptor AC-DC atau baterai. Adaptor ini dapat
dihubungkan dengan memasukkan 2.1mm jack DC ke colokan listrik board. Baterai
dapat dimasukkan pada pin header Gnd dan Vin dari konektor DAYA.
Board dapat beroperasi pada pasokan eksternal dari 6 sampai 20 volt. Jika Anda
menggunakan tegangan kurang dari 6 volt mungkin tidak akan stabil. Jika
menggunakan lebih dari 12V, regulator tegangan bisa panas dan merusak papan.
Rentang yang dianjurkan adalah 7 sampai 12 volt.
Pin listrik yang tersedia adalah sebagai berikut:
1. VIN. Input tegangan ke board Arduino ketika menggunakan sumber daya
eksternal. Anda dapat menyediakan tegangan melalui pin ini, atau, jika Anda
ingin memasok tegangan melalui colokan listrik, gunakan pin ini. Pin ini
merupakan output 5V yang telah diatur oleh regulator papan Arduino. Board
dapat diaktifkan dengan daya, baik dari colokan listrik DC (7 - 12V), konektor
USB (5V), atau pin VIN board (7-12V). Jika Anda memasukan tegangan
melalui pin 5V atau 3.3V secara langsung (tanpa melewati regulator) dapat
merusak papan Arduino. Penulis tidak menyarankan itu. Tegangan pada pin
24
3V3. 3.3Volt dihasilkan oleh regulator on-board. Menyediakan arus
maksimum 50 mA.
2. GND. Pin Ground.
3. IOREF. Pin ini di papan Arduino memberikan tegangan referensi ketika
mikrokontroler beroperasi. Sebuah shield yang dikonfigurasi dengan benar
dapat membaca pin tegangan IOREF sehingga dapat memilih sumber daya
yang tepat agar dapat bekerja dengan 5V atau 3.3V.
Memori
ATmega328 memiliki 32 KB (dengan 0,5 KB digunakan untuk bootloader).
ATmega328 juga memiliki 2 KB dari SRAM dan 1 KB EEPROM (yang dapat
dibaca dan ditulis dengan perpustakaan / library EEPROM).
Input dan Output
Masing-masing dari 14 pin digital Uno dapat digunakan sebagai input atau output,
menggunakan fungsi pinMode(), digitalWrite(), dan digitalRead(). Mereka
beroperasi pada tegangan 5 volt. Setiap pin dapat memberikan atau menerima
maksimum 40 mA dan memiliki resistor pull-up internal (terputus secara default)
dari 20-50 kOhms. Selain itu, beberapa pin memiliki fungsi spesial:
1. Serial: pin 0 (RX) dan 1 (TX) Digunakan untuk menerima (RX) dan
mengirimkan (TX) data serial TTL. Pin ini terhubung dengan pin
ATmega8U2 USB-to-Serial TTL.
2. Eksternal Interupsi: Pin 2 dan 3 dapat dikonfigurasi untuk memicu interrupt
pada nilai yang rendah (low value), rising atau falling edge, atau perubahan
nilai. Lihat fungsi attachInterrupt() untuk rinciannya.
3. PWM: Pin 3, 5, 6, 9, 10, dan 11 Menyediakan 8-bit PWM dengan fungsi
analogWrite()
4. SPI: pin 10 (SS), 11 (MOSI), 12 (MISO), 13 (SCK) mendukung komunikasi
SPI dengan menggunakan perpustakaan SPI
5. LED: pin 13. Built-in LED terhubung ke pin digital 13. LED akan menyala
ketika diberi nilai HIGH
Arduino Uno memiliki 6 input analog, berlabel A0 sampai A5, yang masing-
masing menyediakan resolusi 10 bit (yaitu 1024 nilai yang berbeda). Secara default
mereka mengukur dari ground sampai 5 volt, perubahan tegangan maksimal
25
menggunakan pin AREF dan fungsi analogReference(). Selain itu, beberapa pin
tersebut memiliki spesialisasi fungsi, yaitu TWI: pin A4 atau SDA dan A5 atau SCL
mendukung komunikasi TWI menggunakan perpustakaan Wire.
Ada beberapa pin lainnya yang tertulis di board:
1. AREF. Tegangan referensi untuk input analog. Dapat digunakan dengan
fungsi analogReference().
2. Reset. Gunakan LOW untuk me-reset mikrokontroler. Biasanya digunakan
untuk menambahkan tombol reset.
Komunikasi
Arduino Uno memiliki sejumlah fasilitas untuk berkomunikasi dengan
komputer, Arduino lain, atau mikrokontroler lainnya. ATmega328 menyediakan
UART TTL (5V) komunikasi serial, yang tersedia pada pin digital 0 (RX) dan 1
(TX). Pada ATmega16U2 saluran komunikasi serial melalui USB dan muncul
sebagai com port virtual untuk perangkat lunak pada komputer. Firmware 16U2
menggunakan standar driver USB COM, dan tidak ada driver eksternal diperlukan.
Namun, pada Windows, diperlukan file .inf. Perangkat lunak Arduino termasuk
monitor serial yang memungkinkan data tekstual sederhana akan dikirim ke dan
dari papan Arduino. RX dan TX LED di papan akan berkedip ketika data sedang
dikirim melalui chip USB-to-serial dan koneksi USB komputer (tetapi tidak untuk
komunikasi serial pada pin 0 dan 1). ATmega328 juga mendukung I2C (TWI) dan
komunikasi SPI. Perangkat lunak Arduino termasuk perpustakaan Wire berfungsi
menyederhanakan penggunaan bus I2C. Untuk komunikasi SPI, menggunakan
perpustakaan SPI.
Pemrograman
Arduino Uno dapat diprogram dengan software Arduino
Karakteristik Fisik
Panjang maksimum dan lebar PCB Uno masing-masing adalah 2,7 dan 2,1
inci, dengan konektor USB dan colokan listrik yang melampaui dimensi tersebut.
Empat lubang sekrup memungkinkan board harus terpasang ke permukaan.
Perhatikan bahwa jarak antara pin digital 7 dan 8 adalah 0,16", tidak seperti pin
lainnya.
Adapun data teknis board Arduino UNO R3 adalah sebagai berikut :
26
Mikrokontroler : ATMEGA328
Tegangan Operasi : 5V
Tegangan Input (recommended) : 7 - 12 V
Tegangan Input (limit) : 6-20 V
Pin digital I/O : 14 (6 diantaranya pin PWM)
Pin Analog input : 6
Arus DC per pin I/O : 40 mA
Arus DC untuk pin 3.3 V : 150 mA
Flash Memory : 32 KB dengan 0.5KB digunakan untuk bootloader
SRAM : 2 KB
EEPROM : 1 KB
Kecepatan Pewaktuan : 16 Mhz
2.6.2. DHT112
DHT11 adalah sensor lokal yang biasa dipergunakan sebagai bahan
percobaan karena harga yang murah dan akurasi pembacaan yang cukup baik.
DHT11 memanfaatkan kemampuan kapasitif dari suatu bahan yang akan
berubah apabila terjadi perubahan kelembaban dan suhu disekitar nya.
27
Bahan dan material DHT11 terdiri dari :
Spesifikasi :
Supply Voltage: +5 V
Temperature range : 0-60 °C error of ± 2 °C
Humidity : 15-90% RH ± 5% RH error
Interface : Digital
28
dari elektroda aluminium hampa udara/vacuum yang ditempatkan pada permukaan
sensor. Suatu lapisan oksida yang dibentuk pada bagian atas lapisan aluminium
konduktiv, dan pada bagian atas itu, alektroda lainnya dibentuk. Lapisan aluminium
tersebut dianodized dalam suatu cara untuk membentuk permukaan oksida berpori.
Elektroda bagian paling atas/diatasnya terbuat dari suatu bentuk emas berpori yang
dapat ditembus gas, dan diwaktu yang sama dapat menyediakan kontakelektric.
Oksida aluminium (Al2O3), seperti banyak material-material lainnya, yang dengan
siap mengabsorbsi air ketika terkontak/terhubung dengan campuran gas yang
mengandung air dalam keadaan beruap air.
Cara kerja sensor sesuai dengan prinsip kapasitansi, ketika ada bahan dielektrik
diantara dua bahan konduktor maka ada faktor kapasitif. Dalam kondisi sensor
DHT 11 bahan dieletriknya adalah udara, ketika kelembaban (RH) dari sensor
berubah maka nilai konstanta permitivitas dari udara tersebut berubah sehingga
mempengaruhi nilai kapasitansi (C) sesuai dengan persamaan:
𝐴
C= (𝑆 ) . 8,84.1014 . k (2.27)
C = kapasitansi (Farad)
A = Luas penampang bahan konduktor (cm2)
S = Jarak antar konduktor (cm)
T = Suhu (Kelvin)
ea = Tekanan Parsial (bar)
29
es = Tekanan Saturasi Uap air jenuh (bar)
RH = Kelembaban (%)
𝐼𝑡
C= (2.29)
𝑉
C = Kapasitansi (Farad)
I = Arus (Ampere)
V = Tegangan (Volt)
t = waktu sampai tegangan maksimal tercapai (s)
Arus dan tegangan tetap, tetapi waktu pengisian muatan sampai tegangan
maksimal pada nilai kapasitif yang berubah.
Karakteristik sensor
Perubahan kapasitansi 0,2-0,5 pF untuk RH 1%
Kapasitansi antara 100 dan 500 pF sebesar 50% RH pada 25 ° C.
Rentang waktu respon antara 30 hingga 60 s untuk perubahan RH 63%.
2.6.3. Relay
Relay maupun kontaktor magnet memiliki kumparan (coil) yang apabila di
aliri arus listrik DC maka besi sebagai inti dari kumparan akan menjadi magnet,
sehingga batang bergerak yang sama sama terbuat dari besi akan di tarik sehingga
lengket pada inti besi. Hal ini mengakibatkan kontak NC ( Normaly close ) akan
berubah menjadi kontak NO ( Normally Open ).
Di sebuah Relay sederhana terdiri dari 4 komponen dasar yaitu :
1. Electromagnet (Coil)
2. Armature
4. Spring
30
Berikut ini merupakan gambar dari bagian-bagian Relay (Struktur Sederhana
sebuah relay)
31
Karena Relay merupakan salah satu jenis dari Saklar, maka istilah Pole dan
Throw yang dipakai dalam Saklar juga berlaku pada Relay. Berikut ini adalah
penjelasan singkat mengenai Istilah Pole and Throw :
Single Pole Single Throw (SPST) : Relay golongan ini memiliki 4 Terminal,
2 Terminal untuk Saklar dan 2 Terminalnya lagi untuk Coil.
Single Pole Double Throw (SPDT) : Relay golongan ini memiliki 5 Terminal,
3 Terminal untuk Saklar dan 2 Terminalnya lagi untuk Coil.
Double Pole Single Throw (DPST) : Relay golongan ini memiliki 6 Terminal,
diantaranya 4 Terminal yang terdiri dari 2 Pasang Terminal Saklar sedangkan
2 Terminal lainnya untuk Coil. Relay DPST dapat dijadikan 2 Saklar yang
dikendalikan oleh 1 Coil.
Double Pole Double Throw (DPDT) : Relay golongan ini memiliki Terminal
sebanyak 8 Terminal, diantaranya 6 Terminal yang merupakan 2 pasang
Relay SPDT yang dikendalikan oleh 1 (single) Coil. Sedangkan 2 Terminal
lainnya untuk Coil.
Selain Golongan Relay diatas, terdapat juga Relay-relay yang Pole dan
Throw-nya melebihi dari 2 (dua). Misalnya 3PDT (Triple Pole Double Throw)
ataupun 4PDT (Four Pole Double Throw) dan lain sebagainya. Untuk lebih jelas
mengenai Penggolongan Relay berdasarkan Jumlah Pole dan Throw, silakan lihat
gambar dibawah ini :
32
Gambar 2. 12 Konstruksi Rangakaian Relay
Spesifikasi modul relay yang digunakan dalam pembuatan alat ini adalah
bertipe SPDT (Single Pole Double Throw) berukuran mini dengan 5 pin ini dengan
dimensi 14 x 9 x 10 mm (di luar pin setinggi 3,5 mm). Tegangan untuk aktivasi
membutuhkan 3 Volt DC, dengan batas arus maksimum pada terminal kontak
sebesar 1 Ampere pada 24 Volt DC atau 500 mA pada 125 Volt AC (catatan: jangan
digunakan untuk switching peralatan dengan listrik PLN yang bertegangan 220
VAC, maksimum tegangan kontak untuk relay ini adalah 60 VDC / 125 VAC).
Tipikal resistansi pada koil sebesar 60Ω (dibutuhkan arus sebesar 50 mA untuk
mengaktivasi relay ini).
33
2.6.4. Fan
Sebelum Daya dari blower/ fan dapat dihitung, sejumlah parameter operasi
harus diukur, termasuk kecepatan udara, head tekanan, suhu aliran udara pada fan.
Dalam rangka mendapatkan gambaran operasi yang benar harus diyakinkan bahwa:
1. Fan dan komponennya beroperasi dengan benar pada kecepatannya
2. Operasi berada pada kondisi stabil; suhu, berat jenis, resistansi sistim yang
stabil
Disini akan dihitung daya dari blower dan Perhitungan efisiensi blower/fan,
perhitungan dibagai beberapa tahap agar dapat mudah dimengerti.
34
Hitung volum udara atau gas dalam saluran dengan hubungan sebagai berikut:
Q = v x A..........................................................................................................(2.31)
Q = debit gas (m3/s)
v= laju gas (m/s)
A= Diameter saluran (m2)
Untuk laju efektif gas ideal adalah :
v= √3𝑝/ρ..........................................................................................................(2.32)
p = tekanan udara (N/m2)
ρ = Massa Jenis udara (kg/m3)
Tahap 4:Menghitung Daya Blower
Daya blower yang dibutuhkan adalah hubungan berat jenis (γ), tekanan yang
akan di kendalikan oleh fan dan aliran volumetrik udara dimana,
Daya blower = γ. pfan . Q
Dimana
γ = berat jenis udara
pfan = tekanan fan (N/m2)
Q = aliran volumetrik udara (m3/s)
Fan yang digunakan dalam tugas akhir ini adalah exhaust fan dengan daya 40 watt
untuk perhitungan dapat dilihat pada lampiran.
2.6.5 LCD
LCD adalah user interface untuk melihat hasil ukur dari sensor, layar LCD
yang digunakan berupa LCD 12x2 dimana kemampuan dari layar nya dapat
menampilkan 2 baris kolom, dan setiap barisnya bisa menampilkan 12 huruf dan
angka.
35
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Tujuan dari dibuatnya rancang bangun sistem kendali kelembaban ini adalah
untuk membuat kondisi suhu dan kelembaban di dalam kubikel stabil dan sesuai set
point yang diharapkan.
Tujuan dari penelitian dan pengujian dalam proses pembuatan skripsi ini
adalah untuk menganalisa pengaruh dari kondisi udara terhadap, tingkat tegangan
tembus, tegangan pemunculan korona, kegagalan isolasi dan rugi-rugi yang
dihasillkan oleh korona, dengan meneliti kondisi real di lapangan.
Hasil akhir dari penelitian dan pengujian ini adalah melihat sampai sejauh
mana pengarunh dari alat yang dibuat oleh penulis dan dampak postitif yang
didapatkan apabila sitem ini di implementasikan.
36
Ada tiga jenis pengujian:
1. Pengujian ketahanan (withstand test)
2. Pengujian pelepasan (discharge test)
3. Pengujian kegagalan (breakdown test)
Penulis menggunakan Pengujian ketiga yaitu pngujian breakdown testuntuk
mendapatkan nilai tegangan tembus, Standarisasi tingkat internasional dikerjakan
oleh komisi teknik IEC. Pada tingkat nasional di Indonesia standarisasi dibuat dan
diterbitkan oleh PLN yaitu SPLN yang mengacu pada IEC.
Elektroda yang digunakan dalam pengujian terbuat dari kuningan, perunggu atau
stainless stell. Panjang celah antara kedua elektroda adalah 2,5 mm. Tegangan uji
dinaikkan dari nol dengan laju 2,0 kV/s +/- 0,2 kV/s hingga terjadi tembus.
Jika suatu tegangan yang diterapkan telah melampaui tegangan tembus statis, maka
dalam waktu beberapa µs, sela percik akan tembus. Selama selang waktu tersebut
puncak tegangan jaringan dapat dianggap konstan. Oleh karena itu tembus dalam
gas selalu terjadi pada puncak tegangan bolak-balik frekuensi rendah. Dalam
gambar 3.1 ditunjukkan dua susunan sela bola untuk pengukuran. Susunan
horisontal digunakan untuk diameter D < 50 cm dengan rentang tegangan yang
lebih rendah sedangkan untuk diameter yang lebih besar digunakan susunan
vertikal yang mengukur besar tegangan terhadap bumi. Sejumlah baku (VDE 0433-
2; IEC- Publ.52; BS 358 ) telah menyatakan jarak bebas yang minimum serta nilai
tegangan tembus pada kondisi baku ( b = 1013 mbar, v = 20oC ) untuk berbagai
diameter bola D sebagai fungsi besar sela (s).
Rangkaian pembangkitan tegangan AC adalah rangkaian yang digunakan
untuk mengetahui tegangan tembus pada pengujian media isolasi.Tegangan jala-
37
jala 220 V frekuensi 50 Hz dihubungkan ke regulator tegangan. Tegangan diatur
melalui regulator tersebut. Tegangan disisi sekunder dinaikan dengan perbandingan
sisi primer dan sisi sekunder.Sehingga jika pada sisi primer trafo uji dinaikan maka
pada sisi sekunder akan mengalami peningkatan tegangan. Tegangan tembus
diperoleh dengan menaikan tegangan pada regulator sampai tepat terjadi tegangan
tembus.
1. Hubungkan alat ke sumber daya dari instalasi, sumber daya dari PLN
dengan 220 Volt dan arus AC
2. PMT Kubikel di buka dan ground kubikel dimasukan
3. Pintu Rak Kubikel di buka
4. Elektroda dipersiapkan dan di simpan di dalam kubikel
5. Rak kubikel ditutup kembali
6. Alat dinyalakan dan dilakukan pengujian dengan menekan tombol test dan
settingan pengujian nya IEC.
7. Mencatat hasil dari pengujian yang tampil pada display Alat uji.
38
Berdasar Gambar 3.2, Set value (SV) merupakan output yang diinginkan dari
sistem kendali, sedangkan present value (PV) merupakan output yang dihasilkan
saat itu. Nilai present value dibaca oleh sensor dan dibandingkan dengan set
value oleh pengendali (controller). Selanjutnya controller menggerakkan aktuator
agar nilai present value mendekati set value. Proses ini berlangsung secara terus
menerus.
LCD
Sensor
DHT 11
Relay Heater Lampu 45 W
39
5. Heater 1300 Watt 220 Volt AC
6. Sumber Tegangan rendah F-N 220 V 50 Hz
7. Set Wiring dan Terminal
8. Mur baut elektronik
untuk perakitan alat dapat dilihat pada Single line jelaskan dengan gambar dibawah
ini.
DHT11
ground
Relay
Heater
G r ound
Fan
5v
LCD
Beard
Power Board
SUppla 5v
40
6. Garis hijau adalah kabel analog LCD yang dihubngkan dengan dudukan
wiring analog no A4
Proses Pembuatan Alat adalah sebagai berikut :
41
1. Pengujian tegangan tembus tanpa alat sistem terpasang kubikel
2. Pengujian tegangan tembus dengan alat sistem terpasang kubikel
3. Analisa dan perhitungan hasil pengujian
4. Melihat perbandingan dan hasil Analisa
Pengujian dilaksankan di gardu SVJK, Kubikel yang duji ber merk ABB
UNISWITCH 306 pada tanggal 22-28 Februari 2015, Pengujian dilakukan dengan
menguji tegang tembus dan memasang alat yang dibuat, dan kondisi yang bekerja
adalah kondisi real pada alat tersebut, penelitian dilaksanakan di kantor PT.PLN
Rayon Garut Kota, di Jl. Otista no 140 Kab. Garut, dengan kondisi geologis berada
di 717 mdpl dan tekanan udara 922,8 mdb dan kelembaban nisbi 78 persen.
42
BAB IV
HASIL DAN ANALISA UJI ALAT
43
𝑆
Ev = mo . gv . r . ln ( 𝑟 ) dari persamaan 2.18
Dengan m0 = 0,8, luas penampang kabel terminasi kubikel jenis XLPE 240 mm2,
dengan jari – jari 8,74 dan d adalah jarak antara fasa nya sepanjang 20 cm. Untuk
gv dapat dicari menggunakan persamaan berikut,
𝑐
gv = g0 𝛿 ( 1 + ) dari persamaan 2.19
√𝛿 𝑟
Untuk mencari 𝛿 bisa kita dapatkan dari persamaan gas ideal, mengacu dari
nilai yang didapat dari sensor kelembaban dan suhu. Dan nilai untuk es sebagai
tekanan uap jenuh udara dapat di ambil dari tabel, sehingga harga ea adalah :
ea = RH . es / 100
setelah tekanan parsial uap air jenuh ditemukan kita cari ρ dengan persamaan
𝑒𝑎 . 𝑀
ρ(uap air jenuh) = dari persamaan 2.25
𝑅. 𝑇
setelah didapatkan ρ dari parsial uap air jenuh maka kita cari ρ untuk udara relatif
ρ(udara relatif) = ρ(udara standar)/ ρ(uap air jenuh)
setelah ρ relatif didapat maka kita bisa dapat kan faktor densitas udara di dalam
kubikel nya
𝛿 = ρ(udara) / ρ(SATP) dari persamaan 2.26
Untuk simulasi perhitungan dapat dilihat pada lampiran
44
Tabel 4. 1 Hasil Pengujian Hari Pertama Tanpa Alat
Dari hasil pengujian pada kubikel tanpa alat kontrol kelembaban dan suhu di hari
pertama dapat dilihat kelembaban tertinggi adalah 86 %, dan kelembaban terendah
79 %.
Kelembaban relatif stabil dengan tegangan tembus yang juga relatif stabil, tegangan
pemunculan korona berada diangka 3,75 kV dimana tegangan kerja PLN distribusi
satu fasa nya adalah 11,56 kV sehingga korona dipastikan muncul karena udara
tidak dapat menahan tegangan kerja PLN.
45
15.00 79 32 10,6 0,884 3,86 3,969
17.00 80 33 10,6 0,841 3,67 4,163
19.00 80 32 10,4 0,859 3,75 4,082
21.00 82 30 10,4 0,915 3,99 3,831
Pada hari ketiga didapatkan hasil yang tidak jauh berbeda dengan hari kesatu
dan kedua, nilai RH tertinggi ada pada angka 84% dan suhu tertinggi 40 C,
sedangkan RH terendah ada pada 83% dan suhu terenda 35 C, untuk rata-rata
tegangan pemunculan korona di angka 4,1 kV .
Dari data yang didapatkan bisa dilihat hasil pengukuran sesuai dengan kondisi
di kubikel yang telah terindikasi adanya korona dan membuktikan bahwa semakin
tinggi kelembaban maka semakin rendah tegangan pemunculan korona dimana
kemampuan udara menahan gradien potensial listrik semakin berkurang dan
menimbulkan fenomena korona.
46
4.3 Hasil Uji Dan Perhitungan Setelah Pemasangan Alat
Setelah dipasang alat kontrol kelembaban dan suhu di kubikel maka diperlukan
pengujian ulang untuk melihat perbedaaan antara kondisi sebelum dan sesudah
dipasang sehingga kinerja rancang bangun sistem yang dibut bisa diukur
kemampuannya.
Pengujian dilakukan sama dengan pengujian pada saat sebelum dipasangnya
alat pada kubikel dan hasil yang didapat adalah sebagai berikut :
Di hari pertama terlihat kelembaban sudah mulai rendah suhu terjaga heater
dengan daya 1300 watt terus menyala dikarenakan suhu yang selalu dibawah set
point yaitu 40o celcius, suhu tidak dapat mencapai set point tapi tingkat kelemababn
dapat dikurangi tegangan pemunculan korona pun terbilang tinggi dengan angka
rata-rata 18 kV sehingga udara mampu menahan tegangan kerja sistem.
47
03.00 47 36 38,6 4,096 17,87 0
05.00 47 37 42 4,104 17,9 0
07.00 45 37 40,4 4,246 18,52 0
09.00 45 38 40,4 4,084 17,82 0
13.00 45 39 40,4 4,095 17,86 0
15.00 47 39 38,6 3,775 16,47 0
17.00 49 37 38,8 3,487 15,21 0
19.00 46 37 40,2 3,67 16,01 0
21.00 45 39 40,4 3,995 17,42 0
Dihari kedua tidak jauh berbeda dengan hari kesatu kelembaban realtif stabil
dengan kelembaban terendah pada angka 45% dan tertinggai pada 49% suhu pun
terkendali pada angka 36 sampai 39 oC tegangan pemunculan korona tidak jauh
berbeda dengan hari pertama yaitu pada angka rata-rata 17,4 kV, kondisi sama
dengan hari pertama menunjukan tidak ada gejala korona dibuktikan dengan kondis
kubikel yang aman tanpa ada gejala-gejala munculnya korona.
Dari hasil perhitungan berdasarkan data hasil pengujian, terlihat tidak ada
rugi daya dikarenakan udara mampu menahan gejala pemunculan korona sesuai
dengan yang dijelaskan pada bab landasan teori dan hukum peek terbukti
kelembaban dapat mempengaruhi kemampuan elektrifitas udara.
.
48
4.4 Analisa hasil penelitian
Berdasarkan data yang didapat terlihat penurunan untuk tegangan
pemunculan dan tegangan kritis pengrusak setelah dipasang alat pada kubikel dapat
dilihat grafik untuk peurunan tegangan kritis :
90 83,8 % 82 % 82,7 %
80
70
RELATIVE HUMIDTY (%)
60
45,4 % 46,5 % 46,4 %
50
30
20
18 kV 17,4 kV 17 kV
10 10,3 kV/cm 10,4 kV/cm 10,2 kV/cm
4,09 kW3,75 kV 3,73 kW4,1 kV 3,73 kW4,1 kV
0 0 kW 0 kW 0 kW
22 23 24 26 27 28
TEGANGAN PEMUNCULAN KORONA (KV)
Dari Grafik pada gambar 4.1 dapat dlihat perubahan pada tegangan
pemunculan korona (Ev), Kelembaban relatif (RH), Rugi daya (Ploss), dan
Tegangan tembus (Vb) pada kubikel yang menjadi objek penelitian, terjadi
perubahan signifikan pada tanggal 26 dikarenakan tanggal 26 sudah dipasang alat
yang dibuat meununjukan bahwa alat memberikan pengaruh yang cukup besar pada
kondisi di dalam kubikel.
Dari grafik 4.1 bisa terlihat semakin kecil nilai kelembaban maka tegangan
tembus makin besar, sama hal nya dengan tegangan pemunculan korona dimana
tegangan pemunculan korona semakin besar apabila nilai kelembaban semakin
kecil, berbeda dengan rugi daya pada tanggal 26 rugi daya menjadi tidak ada karena
49
setelah dipasang alat korona tidak muncul sehubungan tegangan pemunculan
korona lebih besar dari tegangan kerja fasa-netral penghantar.
Grafik Perbandingan Ev
30
Tegangan pemunculan korona (kV)
20,53 kV
25 18,4 kV 18,89 kV 19,6 kV
17,61 kV 18,08 kV 17,86 kV
16,14 kV
20 15,04 kV
15
10
0
01.00 03.00 05.00 07.00 09.00 13.00 15.00 17.00 19.00
jam pengukuran
Tanpa Alat tanggal 22 Februari 2015 Dengan Alat pada tanggal 26 Februari 2015
Dari Grafik pada gambar 4.2 bisa dilihat setelah terpasang alat kontrol suhu
dan kelembaban tegangan pemunculan korona di dalam kubikel pada kondisi belum
terpasang alat kendali kelembaban ada pada rentang angka dibawah 11,56 kV
sehingga terjadi fenomena korona, sedangkan setelah dipasang alat korona tidak
muncul, sesuai yang diharapkan karena rata – rata tegangan pemunculan korona
lebih besar daripada tegangan kerja di kubikel.
50
Grafik Perbandingan RH
100%
86% 84% 84% 84% 85% 84% 84% 83%
90% 82% 82%
80%
70%
persen %
Tanpa Alat tanggal 22 Februari 2015 Dengan Alat tanggal 26 februari 2015
51
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
1. Apabila tekanan parsial (ea) dan tekanan saturasi uap jenuh (es) di
kendalikan maka g0 dan Ev pun bisa dikendalikan, mengacu pada landasan
teori dimana RH dipengaruhi oleh tekanan parsial uap air (ea) dan tekanan
saturasi uap air jenuh (es), ea bisa di set dengan cara memasang fan sehingga
kelembaban bisa di kendalikan. es yang dipengaruhi oleh temperatur,
semakin besar temperatur nilai pembagi pada kelembaban semakin besar
sehingga apabila ea di set pada kondisi tetap maka dengan es yang di
perbesar kelembaban bisa dikurangi. Dalam penelitian ini kendali es
menggunakan heater dan heater mampu menjaga nilai es sehinggan nilai
kelembaban dan suhu dapat dipertahankan. Sehingga nilai RH bisa di buat
seminimal mungkin, RH berpengaruh pada kerapatan udara dimana
semakin rapat partikel udara maka semakin kecil tegangan pemunculan
koroan atau Vpk dan semakin besar tegangan pengrusak korona atau Vk
2. Rugi-rugi akibat korona bisa di minimalisir dimana nilai tegangan
pengrusak bisa dihilangkan dengan mengoptimalkan nilai kelembaban (RH)
dan suhu(T) pada kubikel, dimana pada pembuktiannya saat RH rendah dan
T tinggi nilai Ev menunjukan angka yang lebih besar dari tegangan kerja
sistem kubikel, sesuai dengan landasan teori dimana apabila Ev lebih besar
dari tegangan kerja maka udara dapat menahan pemunculan korona.
5.2 Saran
1. Sistem dan peralatan yang digunakan penulis dibuat dan disesuakan dengan
objek penelitian yaitu kubikel merk ABB sehingga apabila digunakan pada
kubikel yang lain perlu penyesuaian kembali dari sisi konstruksi dan alat-
alat yang digunakan.
2. Bisa dijadikan bahan penelitian lanjutan untuk mahasiswa yang terjun
langsung dibidang ketenaga listrikan.
52
DAFTAR PUSTAKA
53
LAMPIRAN
byte heatrelaypin = 7;
void setup() /*----( SETUP: RUNS ONCE )----*/
{
Serial.begin(9600); //(Remove all 'Serial' commands if not needed)
lcd.begin(16,2); // initialize the lcd for 20 chars 4 lines, turn on backlight
54
lcd.setBacklightPin(BACKLIGHT_PIN,POSITIVE);
lcd.setBacklight(LED_ON);
lcd.backlight();
// Print a message to the LCD.
//lcd.setCursor(0, 1);
lcd.print("Zuansah TA test");
pinMode(fanrelaypin, OUTPUT);
digitalWrite(fanrelaypin, LOW);//turn off the relay
pinMode(heatrelaypin, OUTPUT);
digitalWrite(heatrelaypin, LOW);//turn off the relay
}/*--(end setup )---*/
void loop() /*----( LOOP: RUNS CONSTANTLY )----*/
{
int chk = DHT11.read(DHT11PIN);
Serial.print("Read sensor: ");
switch (chk)
{
case 0: Serial.println("OK"); break;
case -1: Serial.println("Checksum error"); break;
case -2: Serial.println("Time out error"); break;
default: Serial.println("Unknown error"); break;
}
lcd.setCursor(0, 1);
lcd.print("C=");
lcd.print((float)DHT11.temperature, 0);
Serial.print("Temperature (oC): ");
Serial.println((float)DHT11.temperature, 2);
if(DHT11.temperature < 25)//change to match your threshold in C.
{
digitalWrite(heatrelaypin, HIGH);//turn on the heater
}
else
55
{
digitalWrite(heatrelaypin, LOW);
}
lcd.print(" F=");
lcd.print(Fahrenheit(DHT11.temperature), 0);
Serial.print("Temperature (oF): ");
Serial.println(Fahrenheit(DHT11.temperature), 2);
lcd.print(" H=");
lcd.print((float)DHT11.humidity, 0);
lcd.print("%");
Serial.print("Humidity (%): ");
Serial.println((float)DHT11.humidity, 2);
if(DHT11.humidity > 65)//change % to match your threshold.
{
digitalWrite(fanrelaypin, HIGH);//turn on the fan
}
else
{
digitalWrite(fanrelaypin, LOW);
}
Serial.print("Temperature (K): ");
Serial.println(Kelvin(DHT11.temperature), 2);
Serial.print("Dew Point (oC): ");
Serial.println(dewPoint(DHT11.temperature, DHT11.humidity));
Serial.print("Dew PointFast (oC): ");
Serial.println(dewPointFast(DHT11.temperature, DHT11.humidity));
delay(2000);
}/* --(end main loop )-- */
/*-----( Declare User-written Functions )-----*///
//Celsius to Fahrenheit conversion
double Fahrenheit(double celsius)
{
56
return 1.8 * celsius + 32;
}
//Celsius to Kelvin conversion
double Kelvin(double celsius)
{
return celsius + 273.15;
}
// dewPoint function NOAA
// reference: http://wahiduddin.net/calc/density_algorithms.htm
double dewPoint(double celsius, double humidity)
{
double A0= 373.15/(273.15 + celsius);
double SUM = -7.90298 * (A0-1);
SUM += 5.02808 * log10(A0);
SUM += -1.3816e-7 * (pow(10, (11.344*(1-1/A0)))-1) ;
SUM += 8.1328e-3 * (pow(10,(-3.49149*(A0-1)))-1) ;
SUM += log10(1013.246);
double VP = pow(10, SUM-3) * humidity;
double T = log(VP/0.61078); // temp var
return (241.88 * T) / (17.558-T);
}
// delta max = 0.6544 wrt dewPoint()
// 5x faster than dewPoint()
// reference: http://en.wikipedia.org/wiki/Dew_point
double dewPointFast(double celsius, double humidity)
{
double a = 17.271;
double b = 237.7;
double temp = (a * celsius) / (b + celsius) + log(humidity/100);
double Td = (b * temp) / (a - temp);
return Td;
} /*(THE END)*/
57
Lampiran 2 Simulasi Perhitungan
Untuk melihat proses perhitungan maka akan disimulasikan dua kondisi
yaitu satu kondisi pada saat dipasang alat dan satu kondisi dimana alat belum
dipasang.
Tabel Parameter Yang Didapat
Parameter Sebelum dipasang alat Setelah dipasang alat
Kelembaban (RH) 86 % 42%
Suhu (T) 27 0C 380C
Tegangan Tembus (Vb) 10 kV/cm 42 kV/cm
Tetapan kekasaran (m0) 0,8 0,8
Jari-jari (R) 2,74 cm 2,74 cm
Jarak antara fasa-netral (S) 20 cm 20 cm
Konstanta dimensi emp (c) 0,301 0,301
58
𝛿 = 0,054 / ρ(SATP) , karena ρ(SATP) =1
𝛿 = 0,054
Setelah faktor densitas didapat maka gradien pengrusak korona bisa dicari, dengan
cara sebagai berikut :
𝑐
gv = g0 𝛿 ( 1 + )
√𝛿 𝑟
gv = 0,963 kV/cm
Setelah gv didapat maka tegangan pemunculan korona bisa dicari dengan cara
sebagai berikut :
𝑆
Ev = mo . gv . r . ln ( 𝑟 )
Dimana,
m0 = tetapan kekasaran penghantar, untuk objek m0 = 0,8
S = Jarak antara penghantar dengan netral, untuk objek S = 20
20
Ev = 0,8 . 0,0964 . 2,74 . ln ( 2,74 )
Ev = 4,27 kV
2,74
Ploss = 241 . (50 + 25) .√ 20 . (11,56 – 4,27 )2 . 10-5
Ploss = 3,54 kW
Perhitungan setelah dipasang alat
Simulasi Perhitungan setelah dipasang
Waktu pengukuran : Jam 09.00
RH : 42 %
59
Suhu : 38 0C
Vb : 42 kV/cm
Maka,
es pada 380C = 0,066 bar
ea = (RH . es) /100
ea = (42 . 0,066) /100
ea = 0,03 bar
𝑒𝑎 . 𝑀
ρ(udara jenuh) = dari persamaan (2.3)
𝑅. 𝑇
0,03 . 18
ρ(uap air jenuh) = 0,083 . (38+273)
gv = 4,494 kV/cm
Setelah gv didapat maka tegangan pemunculan korona bisa dicari dengan cara
sebagai berikut :
𝑆
Ev = mo . gv . r . ln ( 𝑟 )
Dimana,
m0 = tetapan kekasaran penghantar, untuk objek m0 = 0,8
S = Jarak antara penghantar dengan netral, untuk objek S = 20
60
20
Ev = 0,8 . 4,494 . 2,74 . ln ( 2,74 )
Ev = 19,6 kV
61
Lampiran 3 Gambar kerusakan akibat korona didalam kubikel
62
63