Anda di halaman 1dari 8

Graha Gandang Respati UJIAN AKHIR SEMESTER

12014002 GEOLOGI MIGAS NON KONVENSIONAL (GL4053)

JAWABAN

1.
Tabel 1. Perbedaan sistem petroleum konvensional dan non konvensional.

Parameter Konvensional Non Konvensional


Batuan Induk Batuan induknya berperan Batuan induknya berperan sebagai
sebagai source rock saja. source rock serta reservoir.
Letak Umumnya lebih dangkal. Umumnya lebih dalam, kecuali CBM.
Permeabilitas Relatif tinggi (>1md) Rendah sangat rendah (nano darcy)
Migrasi Terjadi migrasi. Tidak terjadi migrasi, terjadi migrasi
primer yang dekat pada beberapa
jenis.
Trap Membutuhkan trap berupa Tidak membutuhkan mekanisme
structural atau stratigraphic trao.
trap.
Reservoir Batuan dengan permeabilitas Batuan dengan permeabilitas rendah
dan porositas tinggi. (batuan induknya sendiri).

Distribusi Menerus serta meluas. Tidak menerus dan hanya pada


tempat tertentu.

Hubungan antara Tidak ada keseragaman kontak Kontak yang seragam antar fluida.
fluida antar fluida, sistem tekanan,
dan saturasi hidrokarbon.
Teknologi Pengeboran vertical, yang Hydraulic Fracturing dan Horizontal
Produksi murah dan mudah. Drilling.

2. Terdapat beberapa jenis sistem petroleum non konvensional (Zou, 2013), yaitu:
a. Shale Gas
b. CBM (Coal Bed Methane)
c. Shale Oil
d. Tight Oil
e. Tight Gas
Secara umum lima jenis sistem petroleum non konvensional tersebut dibedakan
berdasarkan jenis batuan reservoir, porositas, permeabilitas, tempat akumulasi serta
teknologi produksinya. Shale gas dan shale oil reservoirnya berupa shale, CBM berupa
batubara, tight oil dan tight gas berupa batupasir yang sempit. Berikut ini merupakan
perbedaan antara jenis sistem petroleum non konvensional secara detail.
Graha Gandang Respati UJIAN AKHIR SEMESTER
12014002 GEOLOGI MIGAS NON KONVENSIONAL (GL4053)

Tabel 2. perbedaan antara jenis sistem petroleum non konvensional

3. Terdapat dua jenis gas yang terkandung dalam lapisan batubara (Moore, 2012), yaitu:
a. Gas Biogenik
Merupakan gas yang terbentuk pada tahap penggambutan (temperatur < 50 oC).
Pembentukannya dipengaruhi oleh bakteri anaerob yang akan menghilangkan
oksigen dan sulfat dengan cara memotong ikatan selulosa. Puncak dari
pembentukan gas ini adalah pada peringkat high volatil bituminous.
b. Gas Termogenik
Merupakan gas yang terbentuk pada tahap pembatubaraan (temperatur < 50oC).
Gas ini terbentuk akibat proses burial pada tahap katagenesis maupun
metagenesis yang menyebabkan terjadi pengurangan oksigen dan hidrogen.
Puncak dari pembentukan gas ini adalah pada pada peringkat high volatil
bituminous. Puncak dari pembentukan gas ini adalah pada pada peringkat
medium volatil bituminous.
Graha Gandang Respati UJIAN AKHIR SEMESTER
12014002 GEOLOGI MIGAS NON KONVENSIONAL (GL4053)

Gambar 1. Pembentukan gas biogenik dan termogenik (Moore, 2012).

4. MV atau Medium-volatile bituminous adalah jenis batubara bedasarkan klasifikasi USA


yang memiliki fix-carbon (FC) sebesar 69-78% dmmf dan volatile matter (VM) 22-31%
dmmf. Batubara jenis ini paling sukses untuk play CBM karena barubara jenis ini memiliki
cleat yang besar akibat frekeunsi fracture yang besar, nilai HGI (Handgroove Grindability
Index) yang besar, serta mulai terbentuknya hidrokarbon yang sejalan dengan
pembentukan batubara jenis ini.

5. Model gas Langmuir merupakan model yang dipakai untuk menggambarkan proses
adsorpsi/desopsi gas (Ramadhi, 2010). Pada eksplorasi system gas non konvensional
utamanya CBM, model ini berguna untuk menggambarkan kemampuan suatu adsorben
(batubara) untuk menampung sejumlah adsorbate (gas) pada tekanan tertentu dan suhu
tertentu (tetap) yang dinyatakan dalam scf/ton, sehingga diketahui jumlah dari gas yang
terdapat dalam batubara.
Yang dirumuskan sebagai berikut:

Cm = matrix gas concentration, scf/ft3; ρB = bulk density, g/cm3; VL = dry, ash-free


Langmuir volume constant, scf/ton; pL = Langmuir pressure constant, psia; and p =
pressure in the fracture system
Graha Gandang Respati UJIAN AKHIR SEMESTER
12014002 GEOLOGI MIGAS NON KONVENSIONAL (GL4053)

Gambar 2. Typical Langmuir Isotherm (Slide kuliah Geologi Migas Non Konvensional, 2017).

6. Syarat serpih dapat menjadi reservoir non konvensional (Zou, 2013), yaitu:

a. Total Organic Carbon (> 2%)


Parameter ini digunakan sebagai batas apakah serpih dapat dieksplorasi lebih
lanjut ataukah tidak.
b. Kematang Termal (> 1,4%)
Parameter ini merupakan batas kematangan batuan induk penghasil gas di
Amerika Utara
c. Permeabilitas (mili darcy)
Parameter ini merupakan batas permeabilitas, umumnya rendah namun harus
tetap masih bisa mengalirkan fluida agar dapat mengalirkan hasil dari hydraulic
fracturing.
d. Brittleness (nilai optimal)
Parameter ini diperlukan untuk melakukan hydraulic fracturing, dengan nilai yang
optimal antara material brittle (batupasir dsb) dengan materal ductile
(batulempung dsb)
e. Ketebalan (> 30m)
Parameter ini mengindikasikan jumlah hidrokarbon yang akan terbentuk nantinya.
f. Tipe Kerogen (I,II)
Pada lapangan migas non konvensional tipe kerogen umumnya oil-prone karena
umumnya kerogen ini telah mencapai kematangan untuk pembentukan gas.
Graha Gandang Respati UJIAN AKHIR SEMESTER
12014002 GEOLOGI MIGAS NON KONVENSIONAL (GL4053)

g. Komposisi mineral
Parameter ini akan memengaruhi brittleness.
h. Struktur (dip <15o)
Parameter ini akan memengaruhi proses produksi, lapisan yang tidak terlalu
miring akan lebih mudah.
i. Porositas yang Terisi Gas (> 2%)
Parameter ini untuk menentukan konten dari gas pada reservoir.
j. Saturasi Air (< 40%)
Parameter ini menunjukkan ekonomis atau tidaknya suatu lapangan untuk
diproduksi, nilai kecil agar hidrokarbon lebih banyak.
k. Modulus Young (> 3, 03 MPa)
Parameter ini untuk mengetahui persebaran rekahan.
l. Rasio Poisson (< 0,25)
Parameter ini untuk menentukan apakah batuan dapat direkahkan atau tidak, nilai
kecil akan mudah direkahkan.

7. Gas di batubara hadir sebagai gas bebas dengan macropores atau sebagai lapisan
teradsorbsi dan larut pada micropore yang umumnya tersimpan dalam matriks
teradsorpsi, yang merupakan fungsi dari tekanan dan volume (desorption isotherm).
Kemudian sorption isotherm berhubungan dengan kapasitas penyimpanan batubara,
yang mana akan bergantung pada rank, temperatur, dan kelembaban batubara. Sehingga
umumnya gas pada batubara terdapat di facecleat, butcleat, serta adsorbed gas.

8. Kandungan material organik berhubungan ukuran butir, porositas serta tipe kerogen.
Ukuran butir apabila lebih kecil akan menghasilkan permukaan yang lebih luas serta
memiliki micropore, kemudian gas akan teradsorpsi ke material organik. Tipe kerogen
juga berhubungan, karena apabila tipe kerogen menghasilkan minyak maka tidak terjadi
adsorpsi, berbeda dengan tipe kerogen penghasil gas yang akan terabsorpsi.

9. Eksplorasi gas serpih memerlukan peran ilmu sedimentologi. Hal ini karena ilmu
sedimentologi berguna untuk mengetahui proses serta lingkungan pengendapan dari
serpih, sehingga dapat diketahui kandungan mineralnya. Kemudian dari kandungan
mineralnya dapat ditentukan brittleness serta tipe kerogen sehingga dapat dilakukan
penentuan tipe reservoir. Setelah semua informasi didapatkan dan dipadukan maka akan
didapatkan lokasi yang tapt untuk melakukan eksplorasi gas serpih.

10. Endapan sedimen berbutir halus merupakan endapan sedimen energi rendah yang
memungkinkan preservasi dari material organik. Selain itu endapan sedimen berbutir
halus memungkinkan terbentuknya banyak micropore bahkan nanopore yang merupakan
termpat penyimpanan gas. Lalu endapan sedimen berbutir halus juga akan meningkatkan
Graha Gandang Respati UJIAN AKHIR SEMESTER
12014002 GEOLOGI MIGAS NON KONVENSIONAL (GL4053)

adsorpsi gas karena permukaan butirnya yang luas. Hal itulah yang membuat endapan
sedimen berbutir halus menjanjikan untuk dieksplorasi.

11. Log SGR (Spectral Gamma Ray) berguna mengukur tingkat radioaktivitas alami yang
terpancarkan dari kalium (K), thorium (Th), dan uranium (U) yang terdapat pada shale,
yang mana didapatkan akan persentase K, Th dan U yang terdapat dalam batuan. Berbeda
dengan log CGR (Computed Gamma Ray) yang mengukur tingkat radioaktivitas alami yang
terpancarkan dari thorium (Th) dan potassium (K) yang terdapat pada shale. Log SGR
merekam total GR yang dihitung dari semua sumber penghasil radioaktivitas, sedangkan
CGR hanya menghitung dari substraksi kontribusi uranium dari SGR.

Log SGR digunakan untuk mengestimasi volume serta tipe clay mineral. Log CGR
digunakan untuk mengestimasi clay content dan free of perturbations oleh uranium.

Gambar 3. Log SGR dan CGR (Slide kuliah Geologi Migas Non Konvensional, 2017).
Graha Gandang Respati UJIAN AKHIR SEMESTER
12014002 GEOLOGI MIGAS NON KONVENSIONAL (GL4053)

12. Produksi reservoir gas serpih memerlukan teknologi berupa horizontal well dan hydraulic
fracturing. Horizontal well merupakan pemboran horizontal yang dilakukan untuk
medapatkan lapisan serpih yang menyebar secara lateral, sedangkan hydraulic fracturing
merupakan metode pembuatan rekahan hidrolik pada shale yang dapat meningkatkan
permeabilitas batuan sehingga mempercepat hidrokarbon naik ke permukaan untuk
diambil.
Produksi reservoir gas serpih dapat dilakukan apabila telah memenuhi beberapa
persyaratan, berikut ini merupakan persyaratan yang harus dipenuhi.
Tabel 3. Persyaratan untuk dapat memproduksi reservoir gas serpih.
Graha Gandang Respati UJIAN AKHIR SEMESTER
12014002 GEOLOGI MIGAS NON KONVENSIONAL (GL4053)

DAFTAR PUSTAKA

AAPG. 2012. The Spectral Gamma- Ray Log. Special Publication of SEPM

Moore, Tim A. 2012. Coalbed Methane: A Review. Elsevier: UK

Ramadhi, R. 2010. Penggunaan Material Balance King, Seidle, Dan Jensen-Smith Dalam
Menentukan Gas In Place Dan Prediksi Laju Alir Reservoir Coalbed Methane. Bandung:
Institut Teknologi Bandung

Zou, C et al. 2013. Unconventional Petroleum Geology. China

Slide Kuliah Geologi Migas Non Konvensional 2017.

Anda mungkin juga menyukai