DISUSUN OLEH :
Nama : Aulia Cunda Paisa
Nim : 06101181419006
Pembimbing I : Drs. Andi Suharman, M.Si.
Pembimbing II : Drs. A Rachman Ibrahim M.Sc.Ed
2017
1
PENDAHULUAN
2
digunakan sebagai sumber belajar, dimana belajar merupakan suatu proses
perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungannya
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya (Sugihartono, dkk., 2007) . Dengan kata
lain belajar adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar
individu. Sumber belajar yang tepat dibutuhkan dalam mencapai hasil belajar
yang baik.
Pada penelitian ini, modul yang akan dibuat yaitu modul elektronik. Modul
elektronik merupakan tampilan informasi atau naskah dalam format buku yang
direkam secara elektronik dengan menggunakan media penyimpan data dan dapat
dibuka serta dibaca dengan menggunakan komputer atau alat pembaca buku
elektronik. Modul elektronik merupakan media pembelajaran berbasis komputer
yang dapat mengakomodasi siswa yang lamban menerima pelajaran, karena dapat
memberikan pengaruh yang lebih bersifat afektif dengan cara yang lebih
individual, tidak pernah lupa, tidak pernah bosan, sangat sabar dalam menjalankan
instruksi seperti yang diinginkan program yang digunakan (Arsyad, 2013).
Diharapkan dengan menggunakan modul elektronik mahasiswa dapat belajar
secara mandiri dan mampu memahami konsep Kimia Organik 1, sehingga minat
belajar mahasiswa meningkat dan akan terjadi peningkatan hasil belajar. Modul
elektronik ini diharapkan mampu mempermudah dan membantu menunjang
proses belajar mengajar perkuliahan Kimia Organik 1 menjadi lebih efektif,
menarik dan mudah dipahami. Berdasarkan hasil penelitian dari Lukman H
(2014), mengungkapkan bahwa modul yang dikembangkan layak untuk
digunakan, kelayakan ini berdasarkan validasi oleh ahli materi dan ahli media.
Setelah menggunakan modul yang di kembangkan, minat belajar siswa
meningkat, dan hasil belajar siswa meningkat. Hasil penelitian lainnya oleh Yeni
P (2015), mengungkapkan bahwa media modul elektronik pada Mata Pelajaran
Animasi 3 Dimensi Materi Pokok Pemodelan Objek 3D efektif karena dapat
meningkatkan hasil belajar siswa.
Dari uraian diatas hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa lebih mudah
memahami dan menguasai konsep dengan menggunakan modul elektronik. Oleh
karena itu peneliti akan melakukan penelitiann pengembangan modul Kimia
3
Organik 1 yang dilengkapi dengan video dan animasi yang menunjang materi
kimia organik 1. Sehingga judul penelitian nya adalah “Pengembangan Modul
Elektronik Pada Topik Spektroskopi Uv-Vis dan Infrared Untuk Mahasiswa
Program Studi Pendidikan Kimia Universitas Sriwijaya”.
4
melatih peserta didik dalam memahami pelajaran Kimia Organik I kategori
sulit.
3. Bagi universitas dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam upaya
meningkatkan kualitas pembelajaran agar tercapai tujuan yang diharapkan.
4. Bagi peneliti lain dapat dijadikan salah satu sumber atau referensi untuk
penelitian- penelitian yang relavan.
5
TINJAUAN PUSTAKA
6
2.2.1 Manfaat Bahan Ajar
Menurut Sofan & Ahmadi, Liof Khoiru (2010) menyatakan bahwa bahan
ajar memiliki sangat sangat banyak manfaatnya bagi peserta didik, diantaranya :
1. Kegiatan pembelajaran menjadi lebih menarik
2. Kesempatan untuk belajar secara mandiri dan mengurangi ketergantungan
terhadap kehadiran guru.
3. Mendapatkan Kemudahan dalam mempelajari setiap kompetensi yang
harus dikuasainya.
2.2.2 Jenis Bahan Ajar
Setiawan (2007) mengelompokkan bahan ajar ke dalam 2 kelompok
besar, yaitu jenis bahan ajar cetak dan bahan ajar non cetak. Jenis bahan ajar cetak
yang dimaksud adalah modul, hand out, dan lembar kerja. Sementara yang
termasuk kategori jenis bahan ajar non cetak contohnya display, video, audio dan
lain-lain. Ada pun menurut Sofan & Ahmadi, Liof Khoiru (2010), bahan ajar di
bagi beberapa jenis, diantaranya :
1. Bahan ajar pandang ( visual) terdiri atas bahan cetak (printed), seperti
diantara lain hand out, buku, modul,lembar kerja siswa, brosur ,leaflet,
wallchart, foto/gambar, dan non cetak (non printed), seperti model/maket.
2. Bahan ajar dengar (audio) seperti kaset,radio,piringan hitam, dan compact
disk,film.
3. Bahan ajar pandang dengar (audio visual) seperti video,compact disk, film
4. Bahan Ajar multimedia interaktif (interactive teaching material) CAI (
Camputer Assited Instruction), compact disk (CD) multimedia
pembelajaran interaktif, dan bahan ajar berbasis web ( web based learning
materials).
2.3 Modul
Depdiknas (2008) mengartikan bahwa modul adalah bahan ajar yang disusun
secara sistematis sehingga peserta didik sebagai penggunanya dapat belajar baik
secara mandiri, berkelompok, dengan atau tanpa bantuan dari guru. Modul paling
tidak harus berisi petunjuk belajar (peserta didik dan guru), kompetensi yang akan
7
dicapai, isi materi, informasi pendukung, latihan-latihan, petunjuk kerja (dapat berupa
lembar kerja), evaluasi, serta umpan balik terhadap hasil evaluasi. Modul harus
dengan mudah dapat digunakan oleh setiap peserta didik (praktis). Oleh sebab itu
modul harus menggambarkan KD yang akan dicapai oleh peserta didik, dengan
menggunakan bahasa yang baik, menarik, dan dilengkapi ilustrasi.
2.3.1 Manfaat Modul
. Penggunaan modul dalam kegiatan belajar memiliki manfaat bagi proses
pembelajaran. Menurut Mulyasa (2008), kegunggulan menggunakan modul yaitu :
1) Berfokus pada kemampuan indididual peserta didik
2) Adanya kontrol terhadap hasil belajar melalui penggunaan standar kompetensi
yang harus dicapai peserta didik.
3) Relevansi kurikulum ditunjukan dengan adanya tujuan dan cara pencapaiannya,
peserta didik dapat mengetahui keterkaitan pembelajaran dan hasil yang akan
diperoleh.
Berdasarkan manfaat penggunaan modul dalam kegiatan belajar diharapkan
pelaksanaan pembelajaran akan lebih baik. Siswa sebagai peserta didik dapat
belajar lebih optimal dengan menggunakan sistem pembelajaran menggunakan
modul.
2.3.2 Karakteristik Modul
Ciri-ciri modul yang baik menurut (Mulyaratna, 2011) adalah :
a) Didahului oleh pernyataan sasaran belajar.
b) Pengetahuan disusun sedemikian rupa, sehingga dapat menggiring
partisipasi mahasiswa secara aktif.
c) Memuat sistem penilaian berdasarkan penguasaan.
d) Memuat semua unsur bahan pelajaran dan semua tugas pelajaran.
e) Memberi peluang bagi perbedaan antar individu mahasiswa.
f) Mengarah pada suatu tujuan belajar tuntas.
8
Sebuah modul dapat dikatakan baik apabila disusun dengan memperhatikan
karakteristik modul. Depdiknas (2008:3) memaparkan karakteristik modul sebagai
berikut :
1) Self instructional. Modul membuat peserta didik mampu belajar mandiri
tanpa harus tergantung pada pihak. Untuk memenuhi karakter self
instructional, maka modul harus :
a) Memuat tujuan dengan jelas.
b) Materi pembelajaran dikemas dalam unit-unit spesifik.
c) Menyediakan contoh dan ilustrasi pendukung penjelasan materi.
d) Menampilkan soal-soal latihan, tugas, dan sejenisnya yang memungkinkan
pengguna mengukur tingkat pengusaan materi.
e) Materi yang disajikan terkait dengan suasana lingkungan dan tugas
penggunanya (kontekstual).
f) Menggunakan bahasa yang sederhana dan komunikatif.
g) Menyediakan rangkuman materi.
h) Menyediakan instrumen penilaian yang memungkinkan pengguna
melakukan self assement.
i) Menyediakan instrumen yang dapat digunakan pengguna mengukur
tingkat penguasaan materi.
j) Menyediakan umpan balik atas penilaian, sehingga pengguna mengetahui
tingkat penguasaan materi.
k) Memberikan informasi terkait referensi yang mendukung materi
pembelajaran yang dibahas.
2) Self contained, standar kompetensi dan kompetensi dasar yang dipelajari
tersaji dalam satu modul yang utuh sehingga peserta didik dapat mempelajari
materi pelajaran secara mandiri.
3) Stand alone, modul yang dikembangkan tidak tergantung pada media lain
atau tidak harus digunakan dengan media lain.
4) Adaptive, modul mampu mengadaptasi perkembangan teknologi yang ada
sehingga tidak terkesan ketinggalan jaman.
9
5) User friendly, setiap instruksi dan informasi yang terdapat dalam modul harus
mudah digunakan oleh peserta didik.
Dengan memperhatikan karakteristik modul diatas, diharapkan proses
penyusunan modul pada penelitian ini akan menghasilkan modul yang baik, dan
sesuai dengan karakteristik modul seperti yang dipaparkan uraian diatas.
10
elektronik juga memiliki kekurangan, karena untuk menggunakan modul
eleektronik harus menggunakan sarana komputer, dan biaya penggunaannya juga
cukup terbilang mahal.
Dalam penelitian ini, peneliti menambahkan video animasi di dalam modul
elektronik yang akan dikembangkan, hal ini bertujuan agar peserta didik menjadi
tertarik dan dapat memperhatikan pelajaraan. Selain itu dengan adanya video
animasi peserta didik menjadi lebih mudah memahami materi pembelajaran.
11
Menurut Borg dan Gall (1983) menyatakan penelitian pendidikan
pengembangan adalah proses yang digunakan untuk mengembangkan dan
memvalidasi produk pendidikan.
12
Macam – macam model pengembangan diantaranya :
2.7.1 Model Pengembangan Dick & Carey
Merupakan model desain pembelajaran yang dikembangkan melalui
analisis kebutuhan, analisis pembelajaran, analisis pelajaran dan konteks, tujuan
umum dan khusus, mengembangkan instrumen, mengembangkan strategi
pembelajaran, mengembangkan dan memilih bahan pembelajaran, merancang dan
melakukan evaluasi formatif, melakukan revisi dan evaluasi sumatif.
2.7.2 Model Pengembangan Assure
Menurut Prawiradilaga (2008) tidak menyebukkan strategi pembalajaran
secara eksplisit, hanya dikembangkan untuk pemilihan metode, media, bahan ajar
dan peran peserta didik didalam kelas. A=analisis peserta didik, S=merumuskan
tujuan pembelajaran, S=memilih metode, media dan bahan ajar, U=memanfaatkan
media dan bahan ajar, R=mengembangkan peran peserta didik dan E=menilai dan
memperbaiki (Prawiradilaga, 2008).
2.7.3 Model Pengembangan 4D (four-D Model)
Menurut Mulyatiningsih (2011) tahapan model pengembangan 4D secara
garis besar adalah sebagai berikut:Tahap Tendefinisian (Define), Tahap
Perencanaan (Design), Tahap Pengembangan (Develop), Tahap penyebaran
(Disseminate).
2.7.4 Model Pengembangan ADDIE
Model ini menggunakan 5 tahap sesuai yang dikemukakan oleh
Prawiradilaga (2008) yakni: Analysis (analisa), Design (perancangan),
Development (pengembangan), Implementaton (implementasi), Evaluation
(evaluasi evaluasi/umpan balik).
13
desain pembelajaran dan juga model pengembangan Rowntree ini termasuk ke
dalam salah satu model desain pembelajaran yaitu model produk.
Tahap perencanaan yang terdiri dari analisis kebutuhan serta perumusan
tujuan pembelajaran. Tahap pengembangan terdiri dari perkembangan topik,
perumusan draft, serta produksi prototype dan tahap evaluasi yang mana
dikombinasikan dengan evaluasi formatif Tessmer. Tujuan penggunaan evaluasi
formatif Tessmer adalah untuk memperbaiki tahapan dalam pengembangan sehingga
evaluasi formatif Tessmer diperlukan.
2.8.1 Model Rowntree
Menurut Prawiradilaga (2009), teori pengembangan produk Rowntree teridi
dari tiga tahap, yaitu perencanaan, pengembangan, dan evaluasi. Tahap
perencanaan meliputi analisis kebutuhan, karakteristik siswa dan rumusan tujuan
pembelajran. Pada tahap ini dilakukan wawancara, pengamatan, dan pemberian
kuisioner kepada siswa serta perumusan tujuan pembelajaran yang akan dicapai
oleh siswa. Tahap selanjutnya yaitu tahap pengembangan. Pada tahap ini
dilakukan pengembangan topik dan produksi prototype. Prototype yang dihasilkan
selanjutnya dievaluasi guna mengetahui kevalidan, kepraktisan dan keefektifan
prototype. Pada tahap evaluasi dilakukan uji coba produk dan revisi produk. Pada
tahap evaluasi digunakan evaluasi formatif Tessmer, hal ini dikarenakan bahwa
model Rowntree bersifat sumatif atau hasil yang dilihat hanya pada hasil akhir
serta tidak perlu diuji cobakan sedangkan Evaluation Tessmer bersifat formatif
atau hasil yang terlibat dari prosesnya serta pada penelitian ini produk yang
dikembangkan akan diujicobakan, oleh karena itu evaluasi dalam penelitian ini
sangat cocok menggunakan evaluasi tessmer .
14
Tahap-tahap pengembangan Rowntree dapat dilihat pada gambar 1 dibawah ini :
2.8.2 Tessmer
Expert
Review
Self Small Group Field Test
revisi
Evaluation
One To One
15
Materi Spektroskopi Uv vis dan Infrared
2.9 Spektroskopi
Spektroskopi adalah studi mengenai antaraksi energi cahaya dan materi.
Warna warna yang nampak dan fakta bahwa orang bisa melihat adalah akibat-
akibat absorpsi energi senyawa organik maupun anorganik (Fessenden, 1986).
Spektrofotometri adalah suatu pengukuran seberapa banyak energi radiasi diserap
(diadsorpsi) atau dipancarkan (diemisi) oleh suatu materi sebagai suatu fungsi
panjang gelombang dari radiasi tersebut. Sedangkan spektrofotometer adalah alat
untuk mengukur energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan,
direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang
gelombang. Absorbansi adalah daya radiasi sinar yang diserap oleh larutan baik
itu larutan baku maupun blangko, sedangkan transmitan adalah daya radiasi sinar
yang diteruskan atau yang keluar dari kuvet dan daya radiasi sinar yang masuk ke
dalam kuvet. Kuvet adalah tempat untuk meletakkan larutan, baik larutan blangko
maupun larutan baku, sedangkan Drive cell adalah tempat untuk meletakkan
kuvet. Keberadaan blangko berfungsi untuk mengoreksi adanya sinar yang
dipantulkan oleh kuvet dan sinar yang diserap oleh substituen lain.
16
Gambar Spektrofotometer Uv Vis dapat dilihat pada gambar 3 dibawah ini :
17
c. Mampu menganalisis senyawa organik secara kuantitatif dengan menggunakan
hukum Lambert-Beer.
18
2.9.2.2 Prosedur Penggunaan Spektrofitimeter Infrared
Sistem optik Spektrofotometer infrared dilengkapi dengan cermin yang
bergerak tegak lurus dan cermin yang diam. Dengan demikian radiasi infra merah
akan menimbulkan perbedaan jarak yang ditempuh menuju cermin yang bergerak
( M ) dan jarak cermin yang diam ( F ). Perbedaan jarak tempuh radiasi tersebut
adalah 2 yang selanjutnya disebut sebagai retardasi ( δ ). Hubungan antara
intensitas radiasi IR yang diterima detektor terhadap retardasi disebut sebagai
interferogram. Sedangkan sistim optik dari Spektrofotometer IR yang didasarkan
atas bekerjanya interferometer disebut sebagai sistim optik Fourier Transform
Infra Red.
2.9.2.3 Kegunaan Spektrofotometer Infrared
Pada spektrofotometer infrared meskipun bisa digunakan untuk analisa
kuantitatif, namun biasanya lebih kepada analisa kualitatif. Umumnya
spektrofotometer infrared digunakan untuk mengidentifikasi gugus fungsi pada
suatu senyawa, terutama senyawa organik. Setiap serapan pada panjang
gelombang tertentu menggambarkan adanya suatu gugus fungsi spesifik.
19
2.11 Kerangka Berpikir
Dari latar belakang yang disajikan, maka kerangka berpikir penelitian ini
dapat dijelaskan seperti pada gambar 5 berikut :
20
METODOLOGI PENELITIAN
21
3.4 Prosedur Penelitian
Tahap-tahap penelitian ini dapat dilihat pada gambar 6 dibawah ini :
R
O
1. Analisis
Kebutuhan 1. Pengembangan W
Tahap Perencanaan Topik
2. Perumusan N
Tujuan 2. Penyusunan
Pembelajaran Draft T
Tahap Pemgembangan 3. Produksi
R
Ptototype
E
Ptototype I E
Self Evaluation
E
Revisi Revisi
S Ptototype II
Valid dan Praktis
S
M Small Grup
R Tidak Praktis
Praktis
Revisi Produk :
Modul Elektronik Spektroskopi Uv
Vis dan Infrared
Gambar 6 Bagan Alir Pengembangan Modul Elektronik Spektroskopi Uv Vis dan Infrared
( Kombinasi dan Modifikasi Model Pengembangan Rowntree dan Evaluasi
Formatif Tessmer).
22
3.4.1 Tahap Perencanaan
3.4.1.1 Analisis Kebutuhan
Analisis Kebutuhan dilakukan dengan menyebar angket dan wawancara
dengan mahasiswa FKIP Kimia Universitas Sriwijaya mengenai ketersediaan
modul yang digunakan mahasiswa serta referensi lain yang menunjang dalam
analisis kebutuhan
3.4.1.2 Perumusan Tujuan Pembelajaran
Pada tahap ini, peneliti bersama dosen pengampu mata kuliah Kimia
Organik I melakukan perumusan tujuan pembelajaran dengan merumuskan tujuan
pembelajaran yang dijabarkan dari Standar Kompetensi (SK), Kopetensi Dasar (KD)
dan indikator sehingga didapatlah tujuan pembelajaran yang dicapai.
23
3.4.3 Tahap Evaluasi
Pada tahap ini, prototipe 1 hasil desain awal akan dievaluasi dengan mengikuti
prosedur evaluasi formatif dari Tessmer. Adapun langkah-langkah pada tahap
evaluasi ini adalah sebagai berikut :
3.4.3.1 Self Evaluation
Pada tahap self evaluation, produk yang telah dibuat kemudian di evaluasi
sendiri oleh peneliti yang dibantu dosen pembimbing yang kemudian direvisi.
24
komentar yang dijadikan bahan untuk merevisi modul elektronik yang sedang
dikembangkan pada prototipe II. Hasil dari revisi tersebut merupakan produk
yang memenuhi standar.
25
Selanjutnya rerata skor tersebut dengan menggunkan rumus berikut (Aiken,
1980).
∑𝑠
V = [𝑛 (𝑐−1)] s= r-lo
Keterangan:
s = r – Lo
Lo = angka penilaian validitas yang terendah (misalnya 1)
c = angka penilaian validitas tertinggi (misalnya 5)
r = angka yang diberikan oleh penilai
Skor Kategori
0,68 – 1,00 Tinggi
0,34 – 0,67 Sedang
0,00 – 0,33 Rendah
(Aiken,L.R., 1980)
∑𝑠
V = [𝑛 (𝑐−1)] s= r-lo
Keterangan:
s = r – Lo
Lo = angka penilaian validitas yang terendah (misalnya 1)
c = angka penilaian validitas tertinggi (misalnya 5)
r = angka yang diberikan oleh penilai.
26
Kriteria nilai koefisien nilai untuk kepraktisn dikonsultasikan dengan Tabel 2
Skor Kategori
0,68 – 1,00 Tinggi
0,34 – 0,67 Sedang
0,00 – 0,33 Rendah
(Aiken,L.R., 1980)
27
Daftar Pustaka
O’Dweyer, Anne. (2010). Second Level Irish pupils’ and teachers’ view of
difficulties in Organic Chemistry.University Of Limerick, Ireland.
28
Prawiradilaga,D.S. (2008). Prinsip Desain Pembelajaran. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.
29