Anda di halaman 1dari 29

PROPOSAL PENELITIAN

Pengembangan Modul Elektronik Pada Topik


Spektroskopi Uv-Vis dan Infrared Untuk Mahasiswa
Program Studi Pendidikan Kimia Universitas Sriwijaya

DISUSUN OLEH :
Nama : Aulia Cunda Paisa
Nim : 06101181419006
Pembimbing I : Drs. Andi Suharman, M.Si.
Pembimbing II : Drs. A Rachman Ibrahim M.Sc.Ed

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


PENDIDIKAN KIMIA
INDRALAYA

2017

1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti terhadap mahasiswa


yang sudah menempuh mata kuliah Kimia Organik 1 di Program Studi Pendidikan
Kimia FKIP UNSRI banyak mahasiswa yang belum berhasil dengan baik,
mahasiswa mengalami kesulitan dalam belajar sehingga mahasiswa tidak paham
dengan materi pembelajaran. Kesulitan tersebut dikarenakan kurangnya sumber
belajar, mahasiswa hanya terpaku pada materi yang disampaikan oleh dosen,
sehingga pengetahuan mahasiswa menjadi terbatas. Hal ini menyebabkan banyak
mahasiswa yang kesulitan dalam menyelesaikan tugas dan kesulitan dalam ujian.
Akibatnya banyak mahasiswa yang memperoleh nilai yang rendah. Hal ini
diketahui dari nilai akhir mahasiswa yang mengambil mata kuliah Kimia Organik
l di 3 tahun terakhir, terhitung dari tahun 2014-2016 dengan hasil rata-rata nilai
yaitu mahasiswa yang memperoleh nilai A sebanyak 3,6%, yang memperoleh
nilai B sebanyak 22%, yang memperoleh nilai C 17%, yang memperoleh nilai D
sebanyak 22,4% dan yang memperoleh nilai E sebanyak 35%. Hal ini terlihat dari
persentase rata-rata nilai D dan E dari tiga tahun yang persentasenya paling besar.
Berdasarkan permasalahan di atas maka perlu dilakukan pembuatan modul
untuk menunjang proses belajar mengajar pada mata kuliah Kimia Organik 1.
Penggunaan modul dapat membantu kegiatan pembelajaran menjadi lebih baik.
Selain itu, melalui bahan ajar (modul) dosen akan lebih mudah dalam
melaksanakan pembelajaran dan mahasiswa akan lebih terbantu dan mudah dalam
belajar. Bahan ajar dapat dibuat dalam berbagai bentuk sesuai dengan kebutuhan
dan karakteristik materi ajar yang akan disajikan (Depdiknas, 2008).
Menurut Daryanto (2013) modul adalah bahan ajar yang dikemas secara
utuh dan sistematis, yang memuat seperangkat pengalaman belajar yang terencana
dan didesain agar membantu peserrta didik menguasai tujuan belajar yang
spesifik . Jadi Modul merupakan salah satu bahan ajar dalam bentuk cetak yang
digunakan oleh siswa sebagai alat untuk belajar secara mandiri dan digunakan
seorang pengajar untuk memberikan materi kepada siswa secara runtut. Modul

2
digunakan sebagai sumber belajar, dimana belajar merupakan suatu proses
perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungannya
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya (Sugihartono, dkk., 2007) . Dengan kata
lain belajar adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar
individu. Sumber belajar yang tepat dibutuhkan dalam mencapai hasil belajar
yang baik.
Pada penelitian ini, modul yang akan dibuat yaitu modul elektronik. Modul
elektronik merupakan tampilan informasi atau naskah dalam format buku yang
direkam secara elektronik dengan menggunakan media penyimpan data dan dapat
dibuka serta dibaca dengan menggunakan komputer atau alat pembaca buku
elektronik. Modul elektronik merupakan media pembelajaran berbasis komputer
yang dapat mengakomodasi siswa yang lamban menerima pelajaran, karena dapat
memberikan pengaruh yang lebih bersifat afektif dengan cara yang lebih
individual, tidak pernah lupa, tidak pernah bosan, sangat sabar dalam menjalankan
instruksi seperti yang diinginkan program yang digunakan (Arsyad, 2013).
Diharapkan dengan menggunakan modul elektronik mahasiswa dapat belajar
secara mandiri dan mampu memahami konsep Kimia Organik 1, sehingga minat
belajar mahasiswa meningkat dan akan terjadi peningkatan hasil belajar. Modul
elektronik ini diharapkan mampu mempermudah dan membantu menunjang
proses belajar mengajar perkuliahan Kimia Organik 1 menjadi lebih efektif,
menarik dan mudah dipahami. Berdasarkan hasil penelitian dari Lukman H
(2014), mengungkapkan bahwa modul yang dikembangkan layak untuk
digunakan, kelayakan ini berdasarkan validasi oleh ahli materi dan ahli media.
Setelah menggunakan modul yang di kembangkan, minat belajar siswa
meningkat, dan hasil belajar siswa meningkat. Hasil penelitian lainnya oleh Yeni
P (2015), mengungkapkan bahwa media modul elektronik pada Mata Pelajaran
Animasi 3 Dimensi Materi Pokok Pemodelan Objek 3D efektif karena dapat
meningkatkan hasil belajar siswa.
Dari uraian diatas hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa lebih mudah
memahami dan menguasai konsep dengan menggunakan modul elektronik. Oleh
karena itu peneliti akan melakukan penelitiann pengembangan modul Kimia

3
Organik 1 yang dilengkapi dengan video dan animasi yang menunjang materi
kimia organik 1. Sehingga judul penelitian nya adalah “Pengembangan Modul
Elektronik Pada Topik Spektroskopi Uv-Vis dan Infrared Untuk Mahasiswa
Program Studi Pendidikan Kimia Universitas Sriwijaya”.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka masalah yang dapat
dirumuskan adalah sebagai berikut :
1 Bagaimana mengembangkan modul elektronik spektroskopi uv-vis dan
infrared untuk mahasiswa Program Studi Pendidikan Kimia Universitas
Sriwijaya yang valid?
2 Bagaimana mengembangkan modul elektronik spektroskopi uv-vis dan
infrared untuk mahasiswa Program Studi Pendidikan Kimia Universitas
Sriwijaya yang praktis?

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini adalah :
1. Menghasilkan modul elektronik spektroskopi uv-vis dan infrared untuk
mahasiswa Program Studi Pendidikan Kimia Universitas Sriwijaya yang
valid.
2. Menghasilkan modul elektronik spektroskopi uv-vis dan infrared untuk
mahasiswa Program Studi Pendidikan Kimia Universitas Sriwijaya yang
praktis.

1.4 Manfaat Penelitian


1. Bagi mahasiswa diharapkan modul elektronik pada mata kuliah Kimia
Organik I materi spektroskopi uv-vis dan infrared dapat memberikan daya
dorong mahasiswa untuk kemudahan dalam memahami pelajaran Kimia
Organik I.
2. Bagi dosen dengan adanya modul elektronik pada mata kuliah Kimia Organik
I materi spektroskopi uv-vis dan infrared akan mempermudah dosen untuk

4
melatih peserta didik dalam memahami pelajaran Kimia Organik I kategori
sulit.
3. Bagi universitas dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam upaya
meningkatkan kualitas pembelajaran agar tercapai tujuan yang diharapkan.
4. Bagi peneliti lain dapat dijadikan salah satu sumber atau referensi untuk
penelitian- penelitian yang relavan.

5
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Belajar dan Pembelajaran


Belajar adalah pengembangan pengetahuan, keterampilan dan sikap baru pada
diri siswa pada saat mereka berinteraksi dengan informasi dan lingkungannya
(Tian B, 2003). Sedangkan menurut Sardiman (2007) belajar dapat diartikan
sebagai semua aktivitas yang melibatkan psiko-fisik dan menghasilkan perubahan
menuju perkembangan pribadi seutuhnya. Dari beberapa pengertian belajar di atas
maka dapat disimpulkan bahwa semua aktivitas mental atau psikis yang dilakukan
oleh seseorang sehingga menimbulkan perubahan tingkah laku yang berbeda
antara sesudah belajar dan sebelum belajar.
Pembelajaran adalah menyampaikan ilmu pengetahuan, mengorganisasi dan
menciptakan sistem lingkungan dengan berbagai metode sehingga siswa dapat
melakukan kegiatan belajar secara efektif dan efisien serta dengan hasil optimal
(Sugihartono, 2007). Pembeajaran merupakan sesuatu hal yang bersifat eksternal
dan sengaja dirancang untuk mendukung terjadinya proses belajar internal dalam
diri individu ( Pribadi, 2009).
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan usaha
individu untuk mendapatkan perubahan tingkah laku baru sebagai hasil
pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya yang diakukan
seumur hidup. Sedangkan pembelajaran adalah proses penciptaan lingkungan
belajar yang secara sengaja dirancang atau didesain untuk mendukung terjadinya
proses belajar baik eksternal ataupun internal dalam diri individu.

2.2 Bahan Ajar


Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu
guru/instruktur dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar dikelas. Bahan
yang dimaksud bisa berupa bahan tertulis maupun bahan tidak tertulis. (Amri,
Sofan & Ahmadi, Liof Khoiru, 2010). Menurut setiawan (2007) mengemukakan
bahwa bahan ajar adalah bahan-bahan atau materi pelajaran yang disusun secara
sistematis yang digunakan guru dan peserta didik dalam proses pembelajaran.

6
2.2.1 Manfaat Bahan Ajar
Menurut Sofan & Ahmadi, Liof Khoiru (2010) menyatakan bahwa bahan
ajar memiliki sangat sangat banyak manfaatnya bagi peserta didik, diantaranya :
1. Kegiatan pembelajaran menjadi lebih menarik
2. Kesempatan untuk belajar secara mandiri dan mengurangi ketergantungan
terhadap kehadiran guru.
3. Mendapatkan Kemudahan dalam mempelajari setiap kompetensi yang
harus dikuasainya.
2.2.2 Jenis Bahan Ajar
Setiawan (2007) mengelompokkan bahan ajar ke dalam 2 kelompok
besar, yaitu jenis bahan ajar cetak dan bahan ajar non cetak. Jenis bahan ajar cetak
yang dimaksud adalah modul, hand out, dan lembar kerja. Sementara yang
termasuk kategori jenis bahan ajar non cetak contohnya display, video, audio dan
lain-lain. Ada pun menurut Sofan & Ahmadi, Liof Khoiru (2010), bahan ajar di
bagi beberapa jenis, diantaranya :
1. Bahan ajar pandang ( visual) terdiri atas bahan cetak (printed), seperti
diantara lain hand out, buku, modul,lembar kerja siswa, brosur ,leaflet,
wallchart, foto/gambar, dan non cetak (non printed), seperti model/maket.
2. Bahan ajar dengar (audio) seperti kaset,radio,piringan hitam, dan compact
disk,film.
3. Bahan ajar pandang dengar (audio visual) seperti video,compact disk, film
4. Bahan Ajar multimedia interaktif (interactive teaching material) CAI (
Camputer Assited Instruction), compact disk (CD) multimedia
pembelajaran interaktif, dan bahan ajar berbasis web ( web based learning
materials).

2.3 Modul
Depdiknas (2008) mengartikan bahwa modul adalah bahan ajar yang disusun
secara sistematis sehingga peserta didik sebagai penggunanya dapat belajar baik
secara mandiri, berkelompok, dengan atau tanpa bantuan dari guru. Modul paling
tidak harus berisi petunjuk belajar (peserta didik dan guru), kompetensi yang akan

7
dicapai, isi materi, informasi pendukung, latihan-latihan, petunjuk kerja (dapat berupa
lembar kerja), evaluasi, serta umpan balik terhadap hasil evaluasi. Modul harus
dengan mudah dapat digunakan oleh setiap peserta didik (praktis). Oleh sebab itu
modul harus menggambarkan KD yang akan dicapai oleh peserta didik, dengan
menggunakan bahasa yang baik, menarik, dan dilengkapi ilustrasi.
2.3.1 Manfaat Modul
. Penggunaan modul dalam kegiatan belajar memiliki manfaat bagi proses
pembelajaran. Menurut Mulyasa (2008), kegunggulan menggunakan modul yaitu :
1) Berfokus pada kemampuan indididual peserta didik
2) Adanya kontrol terhadap hasil belajar melalui penggunaan standar kompetensi
yang harus dicapai peserta didik.
3) Relevansi kurikulum ditunjukan dengan adanya tujuan dan cara pencapaiannya,
peserta didik dapat mengetahui keterkaitan pembelajaran dan hasil yang akan
diperoleh.
Berdasarkan manfaat penggunaan modul dalam kegiatan belajar diharapkan
pelaksanaan pembelajaran akan lebih baik. Siswa sebagai peserta didik dapat
belajar lebih optimal dengan menggunakan sistem pembelajaran menggunakan
modul.
2.3.2 Karakteristik Modul
Ciri-ciri modul yang baik menurut (Mulyaratna, 2011) adalah :
a) Didahului oleh pernyataan sasaran belajar.
b) Pengetahuan disusun sedemikian rupa, sehingga dapat menggiring
partisipasi mahasiswa secara aktif.
c) Memuat sistem penilaian berdasarkan penguasaan.
d) Memuat semua unsur bahan pelajaran dan semua tugas pelajaran.
e) Memberi peluang bagi perbedaan antar individu mahasiswa.
f) Mengarah pada suatu tujuan belajar tuntas.

8
Sebuah modul dapat dikatakan baik apabila disusun dengan memperhatikan
karakteristik modul. Depdiknas (2008:3) memaparkan karakteristik modul sebagai
berikut :
1) Self instructional. Modul membuat peserta didik mampu belajar mandiri
tanpa harus tergantung pada pihak. Untuk memenuhi karakter self
instructional, maka modul harus :
a) Memuat tujuan dengan jelas.
b) Materi pembelajaran dikemas dalam unit-unit spesifik.
c) Menyediakan contoh dan ilustrasi pendukung penjelasan materi.
d) Menampilkan soal-soal latihan, tugas, dan sejenisnya yang memungkinkan
pengguna mengukur tingkat pengusaan materi.
e) Materi yang disajikan terkait dengan suasana lingkungan dan tugas
penggunanya (kontekstual).
f) Menggunakan bahasa yang sederhana dan komunikatif.
g) Menyediakan rangkuman materi.
h) Menyediakan instrumen penilaian yang memungkinkan pengguna
melakukan self assement.
i) Menyediakan instrumen yang dapat digunakan pengguna mengukur
tingkat penguasaan materi.
j) Menyediakan umpan balik atas penilaian, sehingga pengguna mengetahui
tingkat penguasaan materi.
k) Memberikan informasi terkait referensi yang mendukung materi
pembelajaran yang dibahas.
2) Self contained, standar kompetensi dan kompetensi dasar yang dipelajari
tersaji dalam satu modul yang utuh sehingga peserta didik dapat mempelajari
materi pelajaran secara mandiri.
3) Stand alone, modul yang dikembangkan tidak tergantung pada media lain
atau tidak harus digunakan dengan media lain.
4) Adaptive, modul mampu mengadaptasi perkembangan teknologi yang ada
sehingga tidak terkesan ketinggalan jaman.

9
5) User friendly, setiap instruksi dan informasi yang terdapat dalam modul harus
mudah digunakan oleh peserta didik.
Dengan memperhatikan karakteristik modul diatas, diharapkan proses
penyusunan modul pada penelitian ini akan menghasilkan modul yang baik, dan
sesuai dengan karakteristik modul seperti yang dipaparkan uraian diatas.

2.4 Modul Elektronik


2.4.1 Penggertian Modul Elektronik
Menurut Arsyad (2013), Modul elektronik merupakan media pembelajaran
berbasis komputer yang dapat mengakomodasi siswa yang lamban menerima
pelajaran, karena dapat memberikan pengaruh yang lebih bersifat afektif dengan
cara yang lebih individual, tidak pernah lupa, tidak pernah bosan, sangat sabar
dalam menjalankan instruksi seperti yang diinginkan program yang digunakan.
Dengan demikian, modul elektronik dapat didefinisikan sebagai sebuah bentuk
penyajian bahan belajar mandiri yang disusun secara sistematis ke dalam unit
pembelajaran terkecil untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu, yang
disajikan dalam format elektronik.
2.4.2 Tujuan Modul Elektronik
Modul minimal memuat tujuan pembelajaran, materi/substansi belajar, dan
evaluasi. Modul berfungsi sebagai sarana belajar yang bersifat mandiri, sehingga
peserta didik dapat belajar secara mandiri sesuai dengan kecepatan masing-masing
(Daryanto, 2013). Tujuan modul elektronik yaitu melalui modul elektronik suatu
pembelajaran di harapkan mampu membawa peserta didik pada kompetensi dasar
yang diharapkan.
2.4.3 Kelebihan dan Kekurangan Modul Elektronik
Penelitian yang dilakukan oleh Alomari (2009) menunjukkan bahwa
pembelajaran berbasis sumber belajar online dapat mendukung kemampuan siswa
dalam mengumpulkan sumber informasi sebagai bahan belajar. Penggunaan
sumber belajar modul elektronik memiliki tidak hanya menguntungkan karena
interaktivitas dan aksesibilitasnya saja, namun juga dapat meningkatkan
kemandirian aktif mahasiswa dalam belajar, tetapi dalam pengunaan modul

10
elektronik juga memiliki kekurangan, karena untuk menggunakan modul
eleektronik harus menggunakan sarana komputer, dan biaya penggunaannya juga
cukup terbilang mahal.
Dalam penelitian ini, peneliti menambahkan video animasi di dalam modul
elektronik yang akan dikembangkan, hal ini bertujuan agar peserta didik menjadi
tertarik dan dapat memperhatikan pelajaraan. Selain itu dengan adanya video
animasi peserta didik menjadi lebih mudah memahami materi pembelajaran.

2.5 Media Animasi


Animasi merupakan salah satu contoh dari media elektronik. Animasi berasal
dari bahasa latin yaitu “anima” yang berarti jiwa, hidup, semangat. Prinsip dari
animasi adalah mewujudkan ilusi bagi pergerakan dengan memaparkan atau
menampilkan satu urutan gambar yang berubah sedikit demi sedikit pada
kecepatan yang tinggi atau dapat disimpulkan animasi merupakan objek diam
yang diproyeksikan menjadi bergerak sehingga kelihatan hidup.
Animasi yang digunakan baik pada penjelasan konsep maupun contoh-contoh,
selain berupa animasi statis auto-run atau diaktifkan melalui tombol, juga bisa
berupa animasi interaktif dimana pengguna (siswa) diberi kemungkinan berperan
aktif dengan merubah nilai atau posisi bagian tertentu dari animasi tersebut.
Urutan kegiatan belajaranya dapat meliputi : melihat contoh, mengerjakan soal
latihan, menerima informasi, meminta penjelasan, dan mengerjakan soal/evaluasi.

2.6 Penelitian Pengembangan


Sugiyono (2012) mengemukakan bahwa penelitian pengembangan merupakan
penelitian yang menghasilkan atau mengembangkan suatu produk pembelajaran
berupa modul, desain, prototype, media, bahan, alat, dan strategi pembelajaran,
untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Penelitian pengem-bangan bertujuan
untuk mengembangkan suatu produk dan menguji keefektifannya, bukan untuk
menguji teori yang sudah ada.

11
Menurut Borg dan Gall (1983) menyatakan penelitian pendidikan
pengembangan adalah proses yang digunakan untuk mengembangkan dan
memvalidasi produk pendidikan.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian


pengembangan yang bertujuan untuk menghasilkan suatu produk maka harus
melalui beberapa tahapan (prosedur) agar produk yang dihasilkan berkualitas
baik, bermanfaat dan dapat digunakan dalam kegiatan pembelajaran.

2.7 Model Penelitian Pengembangan


Model pengembangan diartikan sebagai proses desain konseptual dalam
upaya peningkatan fungsi dari model yang telah ada sebelumnya, melalui
penambahan komponen pembelajaran yang dianggap dapat meningkatkan kualitas
pencapaian tujuan (Sugiarta, 2007). Model pengembangan yang digunakan pada
penelitian ini adalah model rowntree dan tessmer . Dalam proses
pengembangannya model pengembangan yang digunakan dalam pengembangan
modul elektronik spektroskopi uv vis dan infrared program studi Pendidikan
Kimia Universitas Sriwijaya merujuk pada langkah-langkah metode rowntree dan
tessmer. Dikarenakan pada model pengembangan rowntree menjelaskan
pelaksanaan seluruh kegiatan desain pembelajaran, tahap tahapannya lebih detail,
terkonsentrasi terhadap produksi bahan ajar sehingga mudah di ikuti setiap
langkahnya, dan cara kerjanya relatif sederhana, selain itu model rowntree ini
sangat cocok dalam pembuatan modul, karena langkah langkah nya lebih rinci dan
ringkas. Pada tahap evaluasi digunakan model tessmer, dikarenakan model
tessmer lebih akurat dan lebih rinci serta lebih detail.
Model pengembangan rowntree terdiri dari 3 tahap, yaitu tahap perencanaan,
tahap pengembangan, dan tahap evaluasi . Tahap perencanaan yaitu analisis
kebutuhan dan perumusan tujuan pembelajaran. Pada tahap pengembangan, yakni
tentang pengembangan topik, penyusunan draf, produksi prototipe dari satu jenis
produk yang akan digunakan untuk belajar. Pada tahap evaluasi, peneliti
menggunakan model evaluasi formatif Tessmer yaitu: (1) self evaluation; (2)
expert review; (3) one-to-one evaluation; dan (4) small group evaluation.

12
Macam – macam model pengembangan diantaranya :
2.7.1 Model Pengembangan Dick & Carey
Merupakan model desain pembelajaran yang dikembangkan melalui
analisis kebutuhan, analisis pembelajaran, analisis pelajaran dan konteks, tujuan
umum dan khusus, mengembangkan instrumen, mengembangkan strategi
pembelajaran, mengembangkan dan memilih bahan pembelajaran, merancang dan
melakukan evaluasi formatif, melakukan revisi dan evaluasi sumatif.
2.7.2 Model Pengembangan Assure
Menurut Prawiradilaga (2008) tidak menyebukkan strategi pembalajaran
secara eksplisit, hanya dikembangkan untuk pemilihan metode, media, bahan ajar
dan peran peserta didik didalam kelas. A=analisis peserta didik, S=merumuskan
tujuan pembelajaran, S=memilih metode, media dan bahan ajar, U=memanfaatkan
media dan bahan ajar, R=mengembangkan peran peserta didik dan E=menilai dan
memperbaiki (Prawiradilaga, 2008).
2.7.3 Model Pengembangan 4D (four-D Model)
Menurut Mulyatiningsih (2011) tahapan model pengembangan 4D secara
garis besar adalah sebagai berikut:Tahap Tendefinisian (Define), Tahap
Perencanaan (Design), Tahap Pengembangan (Develop), Tahap penyebaran
(Disseminate).
2.7.4 Model Pengembangan ADDIE
Model ini menggunakan 5 tahap sesuai yang dikemukakan oleh
Prawiradilaga (2008) yakni: Analysis (analisa), Design (perancangan),
Development (pengembangan), Implementaton (implementasi), Evaluation
(evaluasi evaluasi/umpan balik).

2.8 Pemilihan Model Pengembangan


Pada penelitian ini model pengembangan yang digunakan adalah model
pengembangan Rowntree. Pada model pengembangan Rowntree terdiri dari 3
tahapan yaitu tahap perencanaan, pengembangan dan evaluasi. Pada penelitian ini
menggunakan model pengembangan Rowntree karena kejelasan pelaksanaan

13
desain pembelajaran dan juga model pengembangan Rowntree ini termasuk ke
dalam salah satu model desain pembelajaran yaitu model produk.
Tahap perencanaan yang terdiri dari analisis kebutuhan serta perumusan
tujuan pembelajaran. Tahap pengembangan terdiri dari perkembangan topik,
perumusan draft, serta produksi prototype dan tahap evaluasi yang mana
dikombinasikan dengan evaluasi formatif Tessmer. Tujuan penggunaan evaluasi
formatif Tessmer adalah untuk memperbaiki tahapan dalam pengembangan sehingga
evaluasi formatif Tessmer diperlukan.
2.8.1 Model Rowntree
Menurut Prawiradilaga (2009), teori pengembangan produk Rowntree teridi
dari tiga tahap, yaitu perencanaan, pengembangan, dan evaluasi. Tahap
perencanaan meliputi analisis kebutuhan, karakteristik siswa dan rumusan tujuan
pembelajran. Pada tahap ini dilakukan wawancara, pengamatan, dan pemberian
kuisioner kepada siswa serta perumusan tujuan pembelajaran yang akan dicapai
oleh siswa. Tahap selanjutnya yaitu tahap pengembangan. Pada tahap ini
dilakukan pengembangan topik dan produksi prototype. Prototype yang dihasilkan
selanjutnya dievaluasi guna mengetahui kevalidan, kepraktisan dan keefektifan
prototype. Pada tahap evaluasi dilakukan uji coba produk dan revisi produk. Pada
tahap evaluasi digunakan evaluasi formatif Tessmer, hal ini dikarenakan bahwa
model Rowntree bersifat sumatif atau hasil yang dilihat hanya pada hasil akhir
serta tidak perlu diuji cobakan sedangkan Evaluation Tessmer bersifat formatif
atau hasil yang terlibat dari prosesnya serta pada penelitian ini produk yang
dikembangkan akan diujicobakan, oleh karena itu evaluasi dalam penelitian ini
sangat cocok menggunakan evaluasi tessmer .

14
Tahap-tahap pengembangan Rowntree dapat dilihat pada gambar 1 dibawah ini :

Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3


PERENCANAAN PENGEMBANGAN EVALUASI
- Analisis - Pemgembangan - Melaksana uji coba
kebutuhan topik prototype produk
- Perumusan - Penyusunan - Revisi atau
tujuan draf modul perbaikan
pembelajaran kimia berdasarkan
masukan yang
diperoleh

Gambar 1 Desain Penelitian Model Rowntree (Prawidilaga, 2009)

2.8.2 Tessmer

Menurut Tessmer (1998), penelitian pengembangan difokuskan pada 2


tahap yaitu tahap preliminary dan tahap formative evaluation yang meliputi self
evaluation, prototyping, expert riview, one-to-one, dan small group. Pada
penelitian ini evaluasi hanya sampai tahap small grup, di karenakan keterbatasan
waktu yang tidak memungkinkan untuk melaksanakan tahap field test, karena
materi Spektroskopi Uv Vis dan Infrared hanya ada di semester ganjil.

Tahap-tahap pengembangan Tessmer dapat dilihat pada gambar 2 dibawah ini :

Expert
Review
Self Small Group Field Test
revisi
Evaluation
One To One

Gambar 2 Tessmer formative evaluation (1998)

15
Materi Spektroskopi Uv vis dan Infrared
2.9 Spektroskopi
Spektroskopi adalah studi mengenai antaraksi energi cahaya dan materi.
Warna warna yang nampak dan fakta bahwa orang bisa melihat adalah akibat-
akibat absorpsi energi senyawa organik maupun anorganik (Fessenden, 1986).
Spektrofotometri adalah suatu pengukuran seberapa banyak energi radiasi diserap
(diadsorpsi) atau dipancarkan (diemisi) oleh suatu materi sebagai suatu fungsi
panjang gelombang dari radiasi tersebut. Sedangkan spektrofotometer adalah alat
untuk mengukur energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan,
direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang
gelombang. Absorbansi adalah daya radiasi sinar yang diserap oleh larutan baik
itu larutan baku maupun blangko, sedangkan transmitan adalah daya radiasi sinar
yang diteruskan atau yang keluar dari kuvet dan daya radiasi sinar yang masuk ke
dalam kuvet. Kuvet adalah tempat untuk meletakkan larutan, baik larutan blangko
maupun larutan baku, sedangkan Drive cell adalah tempat untuk meletakkan
kuvet. Keberadaan blangko berfungsi untuk mengoreksi adanya sinar yang
dipantulkan oleh kuvet dan sinar yang diserap oleh substituen lain.

2.9.1 Spektroskopi Uv vis


Spektrofotometri uv-vis merupakan salah satu teknik analisis spektroskopi
yang memakai sumber radiasi eleltromagnetik ultraviolet dekat (190-380) dan
sinar tampak (380-780) dengan memakai instrumen spektrofotometer.
Spektrofotometri uv-vis melibatkan energi elektronik yang cukup besar pada
molekul yang dianalisis, sehingga spektrofotometri uv-vis lebih banyak dipakai
untuk analisis kuantitatif ketimbang kualitatif (Mulja dan Suharman, 1995).
2.9.1.1 Spektrofotometer Uv vis
Spektrofotometer Uv-Vis adalah alat yang digunakan untuk mengukur
transmitansi, reflektansi dan absorbsi dari cuplikan sebagai fungsi dari panjang
gelombang.

16
Gambar Spektrofotometer Uv Vis dapat dilihat pada gambar 3 dibawah ini :

Gambar 3 Spektrofotometer Uv Vis (Trianjaya Z, 2009)

2.9.1.2 Prosedur Pemakaian Spektrofometer Uv vis


a. Putar tombol on-off (disebelah kira) kekanan. Biarkan 15 menit untuk
memanaskan alat. Atur tombol sampai menunjuk angka nol pada petunjuk %T.
b. Putar tombol pengatur panjang gelombang (yang ada di sebelah atas alat) untuk
memilah panjang gelombang sesuai panjang gelombang yang diinginkan.
c. Masukkan kuvet yang berisi paling sedikit 3 ml aquadest kedalam tempat
sampel (sebelum memasukkan kuvet, pastikan kuvet dalam keadaan kering
dengan mengeringkannya dengan kertas tissue (tutup penutup sampel.
d. Putar tombol pengatur cahaya (tombol yang terletak disebelah kanan) sehingga
% T menunjuk angka 100 atau A menunjuk angka nol.
e. Angkat kuvet yang berisi aquadest deri tempat sampel dengan tutup. Ganti isi
kuvet dengan larutan lampu, baca serapannya.
f. Ganti larutan blanko dalam kuvet dengan larutan standar atau larutan uji, baca
serapannya.
2.9.1.3 Kegunaan Spektrofotometer Uv Vis
Spektrofotometer UV-Vis pada umumnya digunakan untuk :

a. Menentukan jenis kromofor, ikatan rangkap yang terkonyugasi dan ausokrom


dari suatu senyawa organik.
b. Menjelaskan informasi dari struktur berdasarkan panjang gelombang
maksimum suatu senyawa.

17
c. Mampu menganalisis senyawa organik secara kuantitatif dengan menggunakan
hukum Lambert-Beer.

2.9.2 Spektroskopi Infrared


Spektroskopi inframerah merupakan suatu metode yang mengamati
interaksi molekul dengan radiasi elektromagnetik yang berada pada daerah
panjang gelombang 0,75 – 1,00 µm atau pada bilangan gelombang 13.000 – 10
cm-1.
Daerah panjang gelombang untuk spektroskopi inframerah biasanya 0,003 –
0,00025 cm. Dasar dari spektroskopi inframerah adalah ikatan antara atom-atom
dalam molekul dimodelkan sebagai dua bola yang dihubungkan dengan pegas
sehingga dapat terjadi getaran (vibrasi).
2.9.2.1 Spektrofotometer Infrared
Infra merah pada spektrofotometer adalah infra merah jauh dan pertengahan
yang mempunyai panjang gelombang 2.5-1000μm. Umumnya spektrofotometer
IR digunakan untuk mengidentifikasi gugus fungsi pada suatu senyawa, terutama
senyawa organik. Setiap serapan pada panjang gelombang tertentu
menggambarkan adanya suatu gugus fungsi spesifik.

Gambar Spektrofotometer Infrared dapat dilihat pada gambar 4 dibawah ini :

Gambar 4 Spektrofotometer Infrared (Sitorus, M. 2009)

18
2.9.2.2 Prosedur Penggunaan Spektrofitimeter Infrared
Sistem optik Spektrofotometer infrared dilengkapi dengan cermin yang
bergerak tegak lurus dan cermin yang diam. Dengan demikian radiasi infra merah
akan menimbulkan perbedaan jarak yang ditempuh menuju cermin yang bergerak
( M ) dan jarak cermin yang diam ( F ). Perbedaan jarak tempuh radiasi tersebut
adalah 2 yang selanjutnya disebut sebagai retardasi ( δ ). Hubungan antara
intensitas radiasi IR yang diterima detektor terhadap retardasi disebut sebagai
interferogram. Sedangkan sistim optik dari Spektrofotometer IR yang didasarkan
atas bekerjanya interferometer disebut sebagai sistim optik Fourier Transform
Infra Red.
2.9.2.3 Kegunaan Spektrofotometer Infrared
Pada spektrofotometer infrared meskipun bisa digunakan untuk analisa
kuantitatif, namun biasanya lebih kepada analisa kualitatif. Umumnya
spektrofotometer infrared digunakan untuk mengidentifikasi gugus fungsi pada
suatu senyawa, terutama senyawa organik. Setiap serapan pada panjang
gelombang tertentu menggambarkan adanya suatu gugus fungsi spesifik.

2.10 Penelitian Yang Relevan


Penelitian pengembangan media pembelajaran modul elektronik telah banyak
dikembangkan salah satunya oleh Riska R (2013) mengungkapkan bahwa modul
yang dikembangkan layak dan efektif untuk digunakan, kelayakan ini berdasarkan
validasi oleh ahli materi dan ahli media. Setelah menggunakan modul yang di
kembangkan, prestasi siswa meningkat, dan hasil belajar siswa meningkat. Hasil
penelitian lainnya oleh Bait R (2014) mengungkapkan bahwa modul elektronik
yang dikembangkan layak digunakan, kelayakan ini berdasarkan validasi ahli
media dan materi. Setelah menggunakan modul yang di kembangkan, minat
belajar siswa meningkat, dan hasil belajar siswa meningkat.

19
2.11 Kerangka Berpikir
Dari latar belakang yang disajikan, maka kerangka berpikir penelitian ini
dapat dijelaskan seperti pada gambar 5 berikut :

Kurangnya sumber belajar mahasiswa

Rendahnya hasil belajar Kimia Organik 1


Mahasiswa Pendidikan Kimia FKIP Unsri

Pengembangan Modul Elektronik Spektroskopi Uv Vis dan


Infrared yang valid dan praktis. Dengan menggunakan Model
Pengembangan Rowntree dan Tessmer

Mahasiswa menjadi tertarik

Mahasiswa Jadi aktif belajar

Mahasiswa Lebih Mudah Memahami Materi


Kimia Organik 1

Gambar 5 Kerangka Berpikir

20
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Jenis penelitian ini adalah penelitian pengembangan (Research and
Development). Pada penelitian ini produk yang dihasilkan berupa modul
elektronik spektroskopi uv vis dan infrared untuk mahasiswa semester 3 program
studi Pendidikan Kimia Universitas Sriwijaya yang memenuhi kriteria valid dan
praktis.
3.2 Subjek Penelitian
1. Subjek penelitian ini adalah modul elektronik Spektroskopi Uv Vis dan
Infrared . Uji coba ahli pakar, terdiri dari 3 ahli Validator modul elektronik
ini adalah ahli pedagogik, ahli materi, dan ahli desain.
2. Subjek untuk uji coba kepraktisan adalah mahasiswa semester 3 FKIP
Pendidikan Kimia kelas Palembang dan Indralaya.
3. Pada tahap one to one melibatkan 3 orang mahasiswa semester 3 kelas
Palembang dan Indralaya.
4. Pada tahap small group melibatkan 10-15 orang mahasiswa semester 3
kelas Palembang dan Indralaya.
3.3 Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini akan di lakukan di FKIP Kimia Universitas Sriwijaya pada
semester ganji tahun ajaran 2017 – 2018.

21
3.4 Prosedur Penelitian
Tahap-tahap penelitian ini dapat dilihat pada gambar 6 dibawah ini :
R

O
1. Analisis
Kebutuhan 1. Pengembangan W
Tahap Perencanaan Topik
2. Perumusan N
Tujuan 2. Penyusunan
Pembelajaran Draft T
Tahap Pemgembangan 3. Produksi
R
Ptototype
E
Ptototype I E

Self Evaluation

One To One Expert Review

T Tidak Praktis Valid Tidak Valid


Praktis

E
Revisi Revisi
S Ptototype II
Valid dan Praktis
S

M Small Grup

R Tidak Praktis
Praktis

Revisi Produk :
Modul Elektronik Spektroskopi Uv
Vis dan Infrared

Gambar 6 Bagan Alir Pengembangan Modul Elektronik Spektroskopi Uv Vis dan Infrared
( Kombinasi dan Modifikasi Model Pengembangan Rowntree dan Evaluasi
Formatif Tessmer).

22
3.4.1 Tahap Perencanaan
3.4.1.1 Analisis Kebutuhan
Analisis Kebutuhan dilakukan dengan menyebar angket dan wawancara
dengan mahasiswa FKIP Kimia Universitas Sriwijaya mengenai ketersediaan
modul yang digunakan mahasiswa serta referensi lain yang menunjang dalam
analisis kebutuhan
3.4.1.2 Perumusan Tujuan Pembelajaran
Pada tahap ini, peneliti bersama dosen pengampu mata kuliah Kimia
Organik I melakukan perumusan tujuan pembelajaran dengan merumuskan tujuan
pembelajaran yang dijabarkan dari Standar Kompetensi (SK), Kopetensi Dasar (KD)
dan indikator sehingga didapatlah tujuan pembelajaran yang dicapai.

3.4.2 Tahap Pengembangan


3.4.2.1 Pengembangan Topik
Pada tahap ini peneliti membuat rancangan-rancangan produk atau desain
produk yang akan dikembangkan seperti Garis Besar Isi Modul, dan Materi.
3.4.2.2 Penyusunan Draf
Pada tahap penyusunan draf, dilakukan penyusunan berdasarkan Garis
Besar Isi Modul yang dibuat peneliti. Hal ini untuk menentukan urutan materi yang
disajikan dalam bahan ajar modul yang akan dikembangkan.
3.4.2.3 Produksi Prototype
Setelah melakukan penyusunan draft, selanjutnya dilakukan produksi
prototype. Pada tahap ini hal pertama yang dilakukan peneliti yaitu meminta
bantuan dari beberapa orang teman untuk melihat ketertarikan dari produk yang
telah dibuat. Setelah mendapatkan respon yang baik terhadap produk tersebut
kemudian akan dilanjutkan ke tahap evaluasi. Hasil dari keseluruhan tahap
pengembangan ini disebut Prototipe 1.

23
3.4.3 Tahap Evaluasi
Pada tahap ini, prototipe 1 hasil desain awal akan dievaluasi dengan mengikuti
prosedur evaluasi formatif dari Tessmer. Adapun langkah-langkah pada tahap
evaluasi ini adalah sebagai berikut :
3.4.3.1 Self Evaluation
Pada tahap self evaluation, produk yang telah dibuat kemudian di evaluasi
sendiri oleh peneliti yang dibantu dosen pembimbing yang kemudian direvisi.

3.4.3.2 Expert Review


Pada tahap expert review, modul elektronik yang telah dikembangkan
kemudian dievaluasi dan divalidasi oleh para validator yaitu ahli desain, ahli
materi dan ahli pedagogik. Tanggapan dan saran dari para validator ditulis pada
lembar validasi sebagai bahan revisi. Jika validator menganggap prototype I
belum layak, maka harus dilakukan revisi sesuai saran dari validator. Jika
validator menganggap prototype I layak maka akan dilanjutkan ke tahap one to
one.
3.4.3.3 One to One
Pada tahap one to one dilakukan untuk melihat kepraktisan dari produk yang
diuji cobakan kepada 3 orang mahasiswa semester 3 dari program studi
pendidikan kimia Universitas Sriwijaya yakni yang memiliki tingkat kognitif yang
berbeda. Peserta didik diminta untuk memberikan nilai dan komentar pada angket.
Saran dan komentar peserta didik menjadi bahan untuk revisi prototype agar dapat
digunakan pada tahap small group. Hasil revisi pada tahap ini digunakan sebagai
prototype II.
3.4.3.4 Small Group
Pada tahap small group ini modul elektronik diuji cobakan pada kelompok
kecil, yaitu melibatkan 10 orang mahasiswa Program Studi Pendidikan Kimia
Semester 3 kelas Palembang dan Indralaya. Mahaiswa tersebut diminta untuk
mempelajari materi ajar yang terdapat dalam modul elektronik yang telah
dikembangkan pada prototipe II. Selama pembelajaran mahasiswa diminta untuk
memberikan tanggapan terhadap modul elektronik tersebut dalam bentuk

24
komentar yang dijadikan bahan untuk merevisi modul elektronik yang sedang
dikembangkan pada prototipe II. Hasil dari revisi tersebut merupakan produk
yang memenuhi standar.

3.5 Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
3.5.1 Uji Validasi
Uji validasi pada tahap ini meliputi 3 validasi, yaitu ahli pedagogik, ahli
materi, dan ahli desain. Hasil evaluasi produk dijadikan acuan untuk memperbaiki
modul pembelajaran yang telah dikembangkan. Proses validasi terhadap produk
bertujuan untuk mengukur kevalidan modul elektronik Spektroskopi Uv Vis dan
Infrared yang dikembangkan.
3.5.2 Angket
Angket diberikan kepada mahasiswa untuk melihat kepraktisan modul
elektronik Spektroskopi Uv Vis dan Infrared. Angket diberikan pada tahap
evaluasi satu lawan satu (one-to-one) dan evaluasi kelompok kecil (small group).
Angket berisi pendapat siswa tentang kepraktisan modul elektronik Spektroskopi
Uv Vis dan Infrared.

3.6 Teknik Analisa Data


3.6.1 Analisis Kevalidan dan Kepraktisan
Hasil uji pada tahap expert review oleh para ahli dilakukan dengan
memberikan masukan terhadap Prototype I. Selanjutnya, peneliti menganalisis
berdasarkan penilaian Prototype I dan catatan saran dari para ahli. Hal ini akan
menjadi dasar untuk merevisi Prototype I untuk menjadi Prototype II yang valid.
Hasil dari proses validasi tersebut diukur dengan menggunakan skala likert. Hasil
validasi dari validator terhadap seluruh indikator yang dinilai pada lembar validasi
disajikan dalam bentuk tabel.

25
Selanjutnya rerata skor tersebut dengan menggunkan rumus berikut (Aiken,
1980).

∑𝑠
V = [𝑛 (𝑐−1)] s= r-lo

Keterangan:
s = r – Lo
Lo = angka penilaian validitas yang terendah (misalnya 1)
c = angka penilaian validitas tertinggi (misalnya 5)
r = angka yang diberikan oleh penilai

Kategori validasi skor ditunjukkan pada tabel 1 (Aiken, 1980)

Tabel 1 Kategori Validitas

Skor Kategori
0,68 – 1,00 Tinggi
0,34 – 0,67 Sedang
0,00 – 0,33 Rendah
(Aiken,L.R., 1980)

3.6.2 Analisis Data Angket


Penelitian ini menggunakan angket jenis check list berbentuk skala likert
untuk mengukur pendapat, persepsi mahasiswa terhadap kepraktisan modul
elektronik yang digunakan pada Kimia Organik I Spektroskopi Uv Vis dan
Infrared. Penilaian dapat berupa komentar saran dan perbaikan.

∑𝑠
V = [𝑛 (𝑐−1)] s= r-lo
Keterangan:
s = r – Lo
Lo = angka penilaian validitas yang terendah (misalnya 1)
c = angka penilaian validitas tertinggi (misalnya 5)
r = angka yang diberikan oleh penilai.

26
Kriteria nilai koefisien nilai untuk kepraktisn dikonsultasikan dengan Tabel 2

Tabel 2 Kategori Kepraktisan

Skor Kategori
0,68 – 1,00 Tinggi
0,34 – 0,67 Sedang
0,00 – 0,33 Rendah
(Aiken,L.R., 1980)

27
Daftar Pustaka

Aiken, L. R. (1980). Content Validity and Reliability of Single Items or


Questionnaries, Educational and Psychological Mezsurement, 966-959.

Aiken, L. R. (1985). Three Coefficients for Analyzing the Realiability, and


Validity of Ratings. Education and Pshychological Measurement, 45,
131-142.

Amri, Sofan & Ahmadi, L. Khoiru. 2010. Konstruksi Pengembangan


Pembelajaran Pengaruhnya terhadap Mekanisme dan Praktik
Kurikulum. Jakarta : PT Prestasi Pustakaraya

Arsyad, A. (2013). Media pembelajaran. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Daryanto. (2013). Menyusun Modul. Yogyakaarta : PT. Gava Media

Depdiknas. (2008). Panduan Pengembangan Bahan Ajar. Direktorat Pembinaan


Sekolah Menengah Atas.

Depdiknas. (2008). Penulisan Modul. Jakarta: Direktorat Peningkatan Mutu


Pendidik dan Tenaga Pendidikan Departemen Pendidikan Nasional.

Fessenden, R. J dan Fessenden, J. S, 1986. Kimia Organik. Edisi Ketiga. Jilid 1.


Erlangga.

Harjadi, W. 1884, Ilmu Kimia Analitik Dasar, PT Gramedia, Jaakarta

Mulja, M. Dan Suharman, 1995, Analisis Instrument, Airlangga University Press,


Surabaya.

Mulyatiningsih, E. 2011. Model Penelitian Terapan Bidang Pendidikan.


Yogyakarta: Alfabet

Nasution, S. (2008). Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar & Mengajar.


Jakarta : Bumi Aksara.

O’Dweyer, Anne. (2010). Second Level Irish pupils’ and teachers’ view of
difficulties in Organic Chemistry.University Of Limerick, Ireland.

Praswanto, Andi. (2011). Panduan Kreatif membuat Bahan Ajar Inovatif.


Yogyakarta: Diva Press.

Prawiradilaga. (2008). Mozaik Teknologi Pendidikan. Jakarta : kencana.

28
Prawiradilaga,D.S. (2008). Prinsip Desain Pembelajaran. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.

Riduwan. (2008). Dasar-Dasar Statistika. Jakarta: Alfabeta.


Setiawan, Denny, dkk . (2007). Pengembangan Bahan Ajar. Jakarta : Universitas
Terbuka

Sugiarta, Awandi Nopyan (2007). Pengembangan Model Pengelolaan Program


Pembelajaran Kolaboratif Untuk Kemandirian Anak Jalanan Di Rumah
Singgah (Studi Terfokus di Rumah Singgah Kota Bekasi). Desertasi
tidak diterbitkan. Bandung. PPS UPI

Sugihartono, dkk. (2007). Psikologi Pendidikan. Yogyakarta : UNY Press.

Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R &D. Bandung:


Alfabet.

Tessmer, M. 1998. Planning and Conducting Formative Evaluation. Philladelpia:


Kogan Page.

Tian Belawati. (2003). Pengembangan Bahan Ajar. Jakarta : Pusat penerbitan


Universitas terbuka.

29

Anda mungkin juga menyukai