Cost Recovery Dalam Kontrak Production Sharing Migas Dan Gas Bumi PDF
Cost Recovery Dalam Kontrak Production Sharing Migas Dan Gas Bumi PDF
di Indonesia1
1
Makalah untuk Seminar “Cost Recovery: Daya Tarik Investasi Atau Beban Bagi Negara”, Masyarakat
Mahasiswa Universitas Trisakti, Senin, 11 Juni 2007, pukul 10:00-14:00, Ruang Seminar Gedung D,
Lantai 8, Universitas Triksakti, Jakarta.
1
pasar dunia. Oleh karena itu, penerimaan negara dari migas sekaligus menutup defisit
anggarannya maupun defisit neraca pembayaran luar negeri. Dengan demikian
jelaslah bahwa kenaikan harga, maupun produksi migas serta perolehan negara dari
industri migas, sangat menentukan bagi perekonomian Indonesia.
2
Sebagaimana telah disebut di atas, pendapatan yang diperhitungkan dalam
perhitungan bagi hasil adalah nilai pendapatan yang merupakan nilai produksi
atau lifting yang biasanya merupakan nilai pengiriman/ penyerahan baik ekspor
maupun domestik dari minyak dan gas bumi. Sementara itu, jumlah biaya yang
merupakan cost recoverable selama tahun tertentu terdiri dari:
1. Insentif Investment Credit. Investment Credit adalah insentif yang diberikan oleh
pemerintah kepada kontraktor untuk merangsang kontraktor menambah
investasinya. Insentif diberikan berupa pengembalian (recovery) sejumlah nilai
tertentu (biasanya sebesar prosentase tertentu yang ditetapkan dalam kontrak)
dari investasi yang langsung berhubungan dengan pembangunan fasilitas
produksi migas (direct production oil/ gas facilities).
2. Cost Recovery (CR) yang merupakan biaya operasi yang dimintakan
penggantiannya yang terdiri atas biaya eksplorasi, biaya produksi (termasuk
penyusutan), dan biaya administrasi (termasuk interest recovery)
Seperti yang telah diuraikan di atas, perbedaan antara pendapatan
penjualan lifting dengan cost recoverable merupakan ETBS yang dibagi antara
Pemerintah dengan perusahaan migas berdasarkan kontrak perjanjian PSC.
Tabel 1 menggambarkan realisasi perhitungan bagi hasil operasi minyak
bumi selama periode 2001-2005. Tabel 2 mencerminkan realisasi perhitungan
bagi hasil operasi gas alam dalam periode yang sama. Kedua tabel itu
menguraikan besarnya volume lifting kedua komoditi itu, hasil penjualan
produksi, cost recovery maupun ETBS serta pembagiannya antara pemerintah dan
perusahaan migas.
3
Keterangan 2001 2002 2003 2004 2005
Lifting Ribu Barrels
(MBBL) 436.402 407.136 367.835 337.070 364.375
Revenue (US$000) 10.305.587 10.009.023 10.557.198 12.354.540 19.203.739
Cost Recovery (US$000) 2.729.609 3.055.054 3.177.983 3.181.713 4.358.532
ETBS (US$000) 7.575.978 6.953.969 7.379.215 9.172.827 14.845.207
Government Share
(US$000) 6.599.327 6.288.679 6.691.213 8.267.043 13.015.574
Contractor Share
(US$000) 976.651 665.290 688.002 905.784 1.829.633
Sumber: Diolah dari Laporan BPMIGAS.
Government Share
(US$000) 3.504.436 3.343.972 4.154.172 5.204.324 6.905.977
Contractor Share
(US$000) 1.084.521 1.306.954 1.479.132 2.069.880 2.932.299
Sumber: Diolah dari Laporan BPMIGAS.
4
Berbagai konsep dalam perpajakan2 dapat digunakan untuk menganalisis
konsep cost recovery yang dipergunakan dalam industri minyak dan gas bumi di
Indonesia. Konsep-konsep itu adalah upaya untuk menghindari pembayaran pajak (tax
avoidance) ataupun menggelapkannya (tax evasion), ketidaktaatan akan aturan pajak
(noncompliace), laporan atas pendapatan yang terlalu rendah (missreporting) maupun
perhitungan biaya (recoverable cost) yang lebih tinggi. Termasuk dalam kelompok
penerimaan adalah pemasaran serta harga dan transfer pricing atas penjualan kepada
anak ataupun induk perusahaan di luar negeri. Di lain pihak, pengadaan dari anak
perusahaan sendiri menggunakan tingkat harga yang lebih tinggi daripada harga pasar
(over pricing). Sebagian dari masalah ini adalah tergantung pada penafsiran atas hal-
hal yang tidak diperhitungkan atau dikecualikan (exemptions) dalam perhitungan
besarnya beban pajak ataupun komponen yang dapat dikurangkan (deductions) dari
perhitungan beban itu.
Dengan menggunakan konsep perpajakan itu, dapatlah disimpulkan bahwa
perlu diperhatikan berbagai hal-hal berikut dalam mendesain maupun mengontrol
pelaksanaan cost recovery. Pertama, laporan tentang produksi (lifting) minyak dan gas
bumi. Kedua, bagaimana pemasaran produk itu, tingkat harga serta kemungkinan
adanya transfer pricing. Ketiga, apa komponen yang masuk dalam perhitungan biaya.
Keempat, apakah tidak ada over priving dari supplier milik sendiri?
Kelima, komponen apa saja yang dapat dikecualikan (exemptions) dalam
menghitung biaya. Keenam, komponern apa saja yang dapat dikeluarkan
(deductables) dari perhitungan biaya. Jika perhitungan itu tidak cermat dan
definisinya tidak tegas, dapat merugikan pemerintah atau perusahaan migas. Di satu
pihak, biaya yang dapat dibayar kembali (recoverable) itu seyogyanya dapat
memberikan insentif bagi perusahaan migas untuk melakukan kegiatan usahanya
dengan risiko tinggi itu. Di lain pihak, biaya produksi yang tidak rasional akan
mengurangi ETBS sehingga mengurangi porsi yang akan dibagi oleh pemerintah
dengan perusahaan migas. Dalam biaya produksi yang terlalu tinggi itu, perusahaan
sudah mengambil keuntungan terlebih dahulu yang disembunyikan dalam bentuk
biaya. Praktik seperti ini akan merugikan pemerintah akan rugi walaupun porsi
pembagian ETBS kepada negara cukup besar.
2
Lihat, misalnya, Joel Slemrod, 2007. “Cheating Ourselves: The Economics of Tax Evasion”. dan
Michael J. Graetz, 2007, “Tax Reform Unraveling”. Keduanya ada dalam The Journal of Economic
Perspectives Vol. 21, No. 1, Winter, masing-masing pada halaman 25-48 dan 69-1990.
5
5.Temuan BPK-RI selama periode 2004-2005
Hasil Pemeriksaan BPK-RI atas Cost Recovery beberapa KKKS untuk tahun
buku 2004 dan 2005 mencerminkan masih perlunya peningkatan kontrol BPMIGAS
dan Departemen ESDM pada implementasi cost recovery. Hasil Pemeriksaan itu
sudah disampaikan ke DPR-RI per 8 Augustus 2006. Nilai seluruh Temuan
Pemeriksaan BPK itu lebih dari Rp14,20 Triliun. Jumlah ini merupakan nilai koreksi
pengurangan cost recovery yang direkomendasikan oleh BPK-RI untuk perhitungan
bagi hasil sesuai kontrak PSC pada lima KKKS tersebut di atas. Cost recoverable
yang terlalu tinggi itu telah mengurangi porsi pemerintah atas penambangan minyak
dan gas bumi. Memenuhi permintaan DPR, dewasa ini, BPK-RI juga tengah
menyelesaikan Laporan Hasil Pemeriksaan atas pelaksanaan kontrak PSC tahun 2005
pada beberapa KKKS lainnya.
6. Saran
Pemerintah, khususnya BPMIGAS, memerlukan ahli hukum pertambangan
migas yang handal, ahli teknik yang piawai serta akuntan yang prima untuk dapat
menyempurnakan dan mengawasi pelaksanaan konsep-konsep yang berkaitan dengan
cost recovery maupun untuk menerapkannya. Koreksi itu, adalah, antara lain berupa
upaya pencegahan dan pengendalian sebagai berikut:
a. Mengaktifkan fungsi perencanaan, penganggaran, monitoring, dan
pengendalian kegiatan yang dilakukan oleh KKKS melalui persetujuan kegiatan
6
berbentuk Work Program and Budget (WP&B) dan Authorization For
Expenditure (AFE) oleh BPMIGAS. Pengendalian ini akan lebih efektif apabila
di internal BPMIGAS telah berjalan suatu kebijakan dan prosedur yang
memadai agar tujuan pengendalian dapat tercapai dalam rangka pengendalian
finansial operasi KKKS;
b. Mengambil tindakan korektip berupa kegiatan pemeriksaan off-site maupun on-
side, baik yang dilakukan oleh BPMIGAS dan Pemerintah RI maupun oleh
Badan Pemeriksa Keuangan;
c. Mengawasi jumlah dan jenis produksi (lifting), distribusi serta pemasaran
maupun kewajaran harganya;
d. Memperjelas komponen perhitungan biaya dan definisinya secara rinci;
e. Memperjelas apa yang disebut dengan exemptions beserta definisinya;
f. Memperjelas komponen deductibles beserta definisinya.