Anda di halaman 1dari 74

MODUL

KEEKONOMIAN PENGEMBANGAN LAPANGAN MIGAS

MATA KULIAH:

PLAN OF DEVELOPMENT (POD)

Disusun oleh:
Deni Irawan, ST., MBA

POLITEKNIK ENERGI DAN MINERAL AKAMIGAS


BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA
KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
2019
Modul Rencana Pengembangan Lapangan (Rev-1)
A’D2N

KATA PENGANTAR

Modul Keekonomian Pengembangan Lapangan Migas ini disusun sebagai bahan


ajar bagi Mahasiswa dan Dosen untuk Mata Kuliah Rencana Pengembangan Lapangan
(POD) di Politeknik Energi dan Mineral Akamigas Cepu.
Secara umum modul ini berisi teori keekonomian suatu proyek, khususnya
proyek pengembangan lapangan minyak dan gas bumi atau yang lazim dikenal dengan
sebutan Rencana Pengembangan Lapangan (POD) dan perhitungan keekonomian
berdasarkan diagram alir Production Sharing Contract (PSC) beserta contoh kasus
perhitungannya. Modul ini juga membahas tentang definisi POD, klasifikasi POD,
proses persetujuan POD dan isi dari dokumen POD.
Dengan Modul ini diharapkan dapat memudahkan Mahasiswa dalam
mempelajari dan memahami mata kuliah Rencana Pengembangan Lapangan (POD).
Harapan kami, dengan adanya Modul ini juga akan membantu proses belajar
mengajar di Politeknik Energi dan Mineral Akamigas Cepu sehingga dapat berlangsung
dengan baik.

Cepu, Oktober 2019


Direktur

………..

h a l |2
Modul Rencana Pengembangan Lapangan (Rev-1)
A’D2N

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT,


AlhamdulillahiRabbil’Aalamin, atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan penyusunan modul ini. Shalawat dan salam dengan ucapan
Allahumma sholli’ala Muhammad wa’ala ali Muhammad penulis persembahkan untuk
junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW. Modul ini disusun untuk memenuhi
kebutuhan mahasiswa Politeknik Energi dan Mineral Akamigas Cepu untuk Mata kuliah
Rencana Pengembangan Lapangan (POD).
Modul ini disusun dengan kualifikasi merangkum materi Teknik Produksi,
Teknik Pemboran, Teknik Reservoir dan Field Management (Ekonomi Migas). Teknik
penyajiannya dilakukan secara sistematis mulai dari pengertian POD, klasifikasi POD,
proses persetujuan POD, isi dokumen POD sampai pada parameter keekonomian POD.
Hal ini dimaksudkan agar para Mahasiswa mudah dalam mempelajari dan
memahaminya.
Seperti layaknya sebuah modul, maka pembahasan dimulai dengan menjelaskan
tujuan yang hendak dicapai dan disertai dengan contoh soal yang dapat memperjelas
materi setiap topik. Dengan demikian pengguna modul ini secara mandiri dapat
mengukur tingkat ketuntasan yang dicapainya. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa
modul ini tentu masih jauh dari sempurna. Dengan berpegang pada prinsip kehidupan
“Tiada Gading yang Tak Retak”, penulis dengan berlapang dada menerima masukan
dan kritikan konstruktif dari berbagai pihak demi kesempurnaannya modul ini di masa
yang akan datang.
Akhirnya kepada Allah SWT jualah penulis bermohon, semoga semua ini
menjadi amal saleh bagi penulis dan bermanfaat bagi pembaca.

Cilangkap, Oktober 2019


Penulis,

Deni Irawan

h a l |3
Modul Rencana Pengembangan Lapangan (Rev-1)
A’D2N

KOMPETENSI MATA KULIAH:

Setelah menyelesaikan mata kuliah Rencana Pengembangan Lapangan ini, diharapkan


agar para mahasiswa:
1. Mengerti dan memahami tentang Tujuan dan Definisi POD
2. Mengerti dan memahami tentang jenis-jenis/klaisifikasi POD
3. Mengerti dan memahami tentang tentang Proses persetujuan POD
4. Mengerti dan memahami tentang isi dokumen suatu POD
5. Mengerti dan memahami konsep Production Sharing Contract
6. Memahami Parameter Keekonomian suatu POD
7. Mampu melakukan perhitungan keekonomian (proyeksi cash flow) dari suatu POD
8. Mampu melakukan analisa keekonomian dari suatu POD
9. Mampu mengambil keputusan (decision making) yang tepat suatu POD

h a l |4
Modul Rencana Pengembangan Lapangan (Rev-1)
A’D2N

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .....................................................................................................2


KOMPETENSI MATA KULIAH: .................................................................................4
DAFTAR ISI .....................................................................................................................5
BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................................6
1.1 Definisi Rencana Pengembangan Lapangan (POD) ..........................................6
1.2 Klasifikasi/jenis-Jenis Rencana Pengembangan Lapangan (POD)...................6
1.3 Regulasi terkait Rencana Pengembangan Lapangan (POD) ............................7
1.4 Prosedur Pengajuan POD I ....................................................................................8
1.5 Isi Dokumen POD ...................................................................................................9
1.6 POD dalam Kegiatan Usaha Hulu Migas ..........................................................16
BAB II CASH FLOW ANALYSIS ..............................................................................22
2.1. Definisi Cash Flow ..................................................................................................22
2.2. Komponen Utama Cash Flow pada proyek migas ............................................22
2.3. Konsep Net Cash Flow (NCF) dan Profit .............................................................26
2.4. Konsep Net Cash Flow (NCF), Pajak (Taxes) dan Lost Carry Forward ........28
2.5. Depresiation (Penyusutan) .....................................................................................31
2.5.1. Straight Line method (Metode garis lurus) ............................................... 31
2.5.2. Declining Balance Method (Metode Saldo Menurun) .............................. 32
2.5.3. Double Declining Balance method (Metode Saldo Menurun Ganda) ..... 32
2.5.4. Unit of Production Method (Metode Satuan Produksi) ........................... 33
2.5.5. Sum of the year method (Metode Jumlah Angka Tahun) ........................ 34
2.6. Net Cash Flow dan Inflasi ......................................................................................35
2.7. Contoh Perhitungan Net Cash Flow .....................................................................36
BAB III INDIKATOR KEEKONOMIAN ..................................................................39
3.1. Konsep ”Time Value of Money” (Nilai Uang terhadap Waktu) ........................40
3.1.1. Konsep Discounting .................................................................................... 40
3.1.2. Konsep Compounding ................................................................................. 40
3.2. Jenis-jenis Indikator Keekonomian .....................................................................42
3.2.1 Pay Out Time (POT) atau Pay Back Periode .......................................... 42
3.2.2 Net Present Value (NPV) .......................................................................... 43
3.2.3 Internal Rate of Return (IRR) .................................................................... 44
3.2.4 Discounted Profit to Invesment Ratio (DPR) ......................................... 45
3.2.5 Profit to Invesment Ratio (PIR) ................................................................ 45
3.2.6 Sensitivity Analysis (Analisa Sensitivitas) .............................................. 45
BAB IV FISCAL TERMS PADA KEGIATAN USAHA HULU MIGAS ...............48
4.1. Sistem Royalty/Tax (Concessionary Systems) ......................................................48
4.2. Contractual Systems ..............................................................................................49
4.3. Production Sharing Contract (PSC) di Indonesia .............................................50
BAB V STUDI KASUS PENGEMBANGAN LAPANGAN MIGAS .....................59

h a l |5
Modul Rencana Pengembangan Lapangan (Rev-1)
A’D2N

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Definisi Rencana Pengembangan Lapangan (POD)

Rencana pengembangan lapangan yang sering disebut Plan of Development (POD)


merupakan rencana pengembangan dan pengelolaan satu atau lebih lapangan minyak
dan gas bumi secara terpadu (integrated) dalam rangka memproduksikan cadangan
hidrokarbon (migas) secara optimal pada Wilayah Kerja (WK) migas dengan
mempertimbangkan beberapa aspek seperti aspek teknis, ekonomis, dan keselamatan
kesehatan kerja dan lindung lingkungan serta aspek legal (peraturan perundang-
undangan). Khusus untuk Rencana Pengembangan Lapangan yang Pertama kali (POD
I) yang akan diproduksikan dalam suatu wilayah kerja, sesuai peraturan perundang-
undangan, wajib mendapatkan persetujuan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
berdasarkan pertimbangan dari BP Migas (saat ini SKK Migas) serta setelah
berkonsultasi dengan Pemerintah Daerah Provinsi yang bersangkutan (Gubernur dan
perlu mengikutsertakan Bupati/Walikota yang wilayah administrasinya meliputi
lapangan yang akan dikembangkan). Dalam mengembangkan dan memproduksi
lapangan minyak dan gas bumi, Kontraktor Kontrak Kerja Sama tetap diwajibkan
melakukan optimasi dan melaksanakannya sesuai dengan kaidah keteknikan yang baik
(good engineering practice).
Dalam pelaksanaannya, kegiatan pengembangan lapangan migas perlu mendapatkan
dukungan semua pihak terkait, baik dalam proses perijinan maupun operasional
pekerjaan di lapangan, sehingga kegiatan tersebut dapat berjalan sesuai dengan jadwal
yang telah direncanakan dan lapangan dapat berproduksi sesuai dengan target yang
ditetapkan. Oleh karena itu, guna memenuhi persyaratan dan ketentuan peraturan
perundang-undangan, maka diperlukan penyusunan dokumen Rencana Pengembangan
Lapangan (POD yang komprehensif dengan mempertimbangkan aspek Legal, Teknis
dan Ekonomis.

1.2 Klasifikasi/jenis-Jenis Rencana Pengembangan Lapangan (POD)

Dalam kegaiatan usaha hulu minyak dan gas bumi di indonesia, dikenal beberapa
klasisikasi/jenis POD, antara lain:

h a l |6
Modul Rencana Pengembangan Lapangan (Rev-1)
A’D2N

a. Plan of Development I (POD I).


POD I adalah rencana pengembangan lapangan yang pertama kali dalam suatu
Wilayah Kerja untuk mendapatkan persetujuan menteri ESDM atas rekomendasi
BPMIGAS setelah berkonsultasi dengan Pemerintah Daerah setempat.
b. Plan of Development selanjutnya (POFD).
POD selanjutnya merupakan POD berikutnya (POD 2/3/4...) dari struktur yang
berbeda dari persetujuan POD sebelumnya di dalam suatu Wilayah Kerja Produksi.
c. Plan of Further Development (POFD)
POFD adalah rencana pengembangan lanjut suatu lapangan yang sudah pernah
berproduksi pada struktur yang sama, dimana semua kegiatan pembangunan fasilitas
produksi dan pemboran dalam POD yang sudah disetujui sebelumnya telah
dilaksanakan.
d. POP (Put On Production)
POP merupakan usulan memproduksi minyak dan/atau gas dari sumur temuan
eksplorasi pada wilayah kerja Produksi dengan tie-in kepada fasilitas produksi yang
sudah ada di sekitarnya.

1.3 Regulasi terkait Rencana Pengembangan Lapangan (POD)

Semenjak berlakunya UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi sesuai
Pasal 21 ayat 1 maka POD I termasuk perubahannya wajib mendapatkan persetujuan
Menteri berdasarkan pertimbangan dari Badan Pelaksana (saat ini SKK Migas) dan
setelah berkonsultasi dengan Pemerintah Daerah Provinsi yang bersangkutan, konsultasi
dimaksudkan untuk memberikan penjelasan dan memperoleh informasi terutama yang
terkait dengan rencana tata ruang dan rencana penerimaan daerah dari Minyak dan Gas
Bumi (Pasal 95 ayat 3 PP 35/2004).
Kewajiban KKKS sesuai dengan pasal 39 ayat 1 PP 35/2004 yaitu wajib melaporkan
penemuan dan hasil sertifikasi cadangan Minyak dan/atau Gas Bumi kepada Menteri
melalui Badan Pelaksana (saat ini SKK Migas), melakukan optimasi pemanfaatan migas
dan kaidah keteknikan yang baik dalam mengembangkan dan memproduksi lapangan
Minyak dan Gas Bumi (Pasal 21 ayat 2 UU No.22/2001 dan Pasal 39 ayat 2 & 3 PP
35/2004), serta menerapkan kaidah keteknikan yang baik (Pasal 39 ayat 4 PP 35/2004)
yang meliputi:

h a l |7
Modul Rencana Pengembangan Lapangan (Rev-1)
A’D2N

a. Memenuhi ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja serta pengelolaan


lingkungan hidup;
b. Memproduksikan Minyak dan Gas Bumi sesuai dengan kaidah pengelolaan
reservoar (Reservoir Management) yang baik;
c. Memproduksikan sumur Minyak dan Gas Bumi dengan cara yang tepat;
d. Menggunakan teknologi perolehan minyak tingkat lanjut (EOR) yang tepat;
e. Meningkatkan usaha peningkatan kemampuan reservoar untuk mengalirkan fluida
dengan teknik yang tepat;
f. Memenuhi ketentuan standar peralatan yang dipersyaratkan;

Sesuai Pasal 97 PP35/2004, Pemerintah dalam memberikan persetujuan POD I


mempertimbangankan hal-hal antara lain:
1. Perkiraan cadangan dan produksi Minyak dan Gas Bumi;
2. Perkiraan biaya yang diperlukan untuk pengembangan lapangan dan biaya produksi
Minyak dan Gas Bumi;
3. Rencana pemanfaatan Minyak dan Gas Bumi;
4. Proses eksploitasi Minyak dan Gas Bumi;
5. Perkiraan penerimaan Negara dari Minyak dan Gas Bumi;
6. Penggunaan tenaga kerja, penggunaan barang dan jasa produksi dalam negeri;
7. Keselamatan dan kesehatan kerja, pengelolaan lingkungan hidup dan pengembangan
lingkungan dan masyarakat setempat.

1.4 Prosedur Pengajuan POD I

Prosedur untuk mendapatkan persetujuan POD I dari Menteri ESDM harus


dilaksanakan oleh KKKS dengan sebaik-baiknya demi kepastian hukum dan
terlaksananya peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal Menteri
memberikan persetujuan POD I, maka selanjutnya SKK Migas akan meneruskan
persetujuan POD I tersebut kepada KKKS yang bersangkutan, sehingga kegiatan
pengembangan lapangan bisa dilakukan dengen segera, dibawah ini dijelaskan prosedur
persetujuan POD I sesuai SOP pada Ditjen Migas.
a. KKKS mengajukan permohonan POD I kepada SKK Migas.

h a l |8
Modul Rencana Pengembangan Lapangan (Rev-1)
A’D2N

b. SKK Migas mengevaluasi permohonan tersebut berdasarkan aspek teknis, ekonomis


dan legal.
c. SKK Migas mengirimkan rekomendasi terkait permohonan persetujuan POD I
tersebut kepada MESDM dengan tembusan Dirjen Migas dan melampirkan
persyaratan (buku POD I).
d. Dalam hal Menteri memberikan disposisi kepada Dirjen Migas, maka Ditjen Migas
mengundang SKK Migas bersama KKKS yang bersangkutan untuk
mempresentasikan POD I tersebut.
e. Ditjen Migas melalui Tim POD I (Direktorat Pembinaan Usaha Hulu) melakukan
evaluasi dan penilaian atas rekomendasi yang disampaikan SKK Migas.
f. Dirjen Migas mengirim surat ke Pemerintah Daerah Propinsi untuk melaksanakan
Konsultasi/dan atau Sosialisasi kepada Daerah terkait POD I.
g. Tim Konsultasi Daerah (Ditjen Migas, Biro Hukum, SKK Migas dan KKKS terkait)
melaksanakan konsultasi dengan Pem Prov. mengenai POD I dan menandatangani
Berita Acara/Notulen Rapat Konsultasi Daerah.
h. Keputusan Menteri terkait permohonan POD I (Persetujuan/Penolakan) disampaikan
kepada Kepala SKK Migas.
i. SKK Migas menyampaikan persetujuan POD I kepada KKKS yang bersangkutan.

1.5 Isi Dokumen POD

Plan of Development (POD) secara lebih rinci merupakan suatu perencanaan


komprehesif yang melibatkan disiplin ilmu Geofisik, Geologi, Teknik Reservoir,
Teknik Produksi, Teknik Pemboran, Perancangan Fasilitas Permukaan termasuk
Analisa Dampak Lingkungan dan Ekonomi dan praktek-praktek terbaik untuk
mengoptimalkan pengembangan suatu lapangan (a comprehensive plan involving
Geophysics, Geology, Reservoir Engineering, Production Engineering, Drilling
Engineering, Environment and Economics knowledge and practices to best develope
a field). Suatu POD harus dapat menjawab bagaimana mengoptimumkan
perencanaan yang mencakup spektrum disiplin ilmu yang sangat luas tersebut baik
secara teknis maupun ekonomis.
Tujuan akhir dari POD adalah optimum secara ekonomi dengan memaksimal nilai
keuntungan bersih sekarang dan tetap ramah pada lingkungan.

h a l |9
Modul Rencana Pengembangan Lapangan (Rev-1)
A’D2N

Plan of Development (POD) merupakan suatu perencanaan komprehesif yang


melibatkan berbagai disiplin ilmu

Sehingga dengan demikian suatu proposal POD harus memuat pertimbangan-


pertimbangan yang komprehensif yang dapat menjawab bagaimana
mengoptimumkan perencanaan pengembangan suatu lapangan secara teknis maupun
ekonomis. Beberapa bab yang umumnya terdapat dalam suatu dokumen POD
diantaranya :

a. Executive Summary
Bab ini merupakan ringkasan dari usulan POD I/POD Selanjutnya/POP dan meliputi
aspek teknis, ekonomis, serta HSE yang antara lain mencakup:
1. Sejarah singkat WK dan KKKS,
2. Rangkuman Reservoir, isi awal Minyak dan Gas Bumi (hydrocarbon in place),
cadangan, ultimate recovery, rencana onstream, peak production Minyak Bumi
dan/atau Gas Bumi (termasuk profil produksi propane, buthane dan Kondensat
jika ada);
3. Skenario pengembangan (pengeboran, Fasilitas Produksi, alur produksi dari
sumur hingga titik serah) dan alokasi pemanfaatan Gas Bumi (untuk
pengembangan lapangan Gas Bumi);
4. Ruang lingkup kegiatan; dan
5. Indikator keekonomian bagi Pemerintah dan KKKS, biaya (investasi dan
operasi) dan aspek komersial

h a l | 10
Modul Rencana Pengembangan Lapangan (Rev-1)
A’D2N

b. Geological Findings & Reviews


Bab ini menjelaskan penemuan Minyak dan Gas Bumi hingga data geologi terakhir
yang digunakan untuk merevisi peta geologi, berdasarkan data log, analisis
laboratorium, dan pemodelan geologi

c. Reservoir Descriptions
Bab ini menjelaskan kondisi Reservoir yang mencakup initial condition, rock
characteristic, fluid properties, dan drive mechanism.

d. Reserve & Production Forecast


Bab ini terdiri dari penjelasan mengenai reserves dan production forecast.
1. Sub-bab reserves menjelaskan:
 Hydrocarbon in-place, yaitu Original Oil In Place/ Original Gas In Place
(OOIP/OGIP) dalam kategori P1, P2 dan P3; dan
 Hydrocarbon Reserves dan Recovery Factor.
2. Sub-bab production forecast menjelaskan:
 Gambaran perkiraan produksi Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi (termasuk
profil produksi propane, buthane dan Kondensat jika ada) yang optimal dan
perkiraan produksi air terproduksi. Untuk mendapatkan perkiraan produksi
dapat menggunakan simulasi Reservoir dan/atau material balance, analisis
decline serta performance production analysis; dan
 Perkiraan kumulatif produksi hidrokarbon yang akan diperoleh melalui
rencana pengembangan lapangan
3. POD I/POD Selanjutnya yang diajukan harus sudah mempertimbangkan
kemungkinan memproduksikan Minyak dan Gas Bumi melalui mekanisme
selain Primary Recovery, yaitu Secondary dan Tertiary Recovery walaupun
masih bersifat preliminary development melalui analisis lebih spesifik
berdasarkan data yang tersedia

e. Drilling & Completion


Bab ini terdiri dari penjelasan mengenai drilling dan completion.
1. Sub-bab drilling menjelaskan seluruh rencana pengeboran dan aktivitas sumur
yang meliputi:

h a l | 11
Modul Rencana Pengembangan Lapangan (Rev-1)
A’D2N

 Target, jadwal, dan jumlah sumur pengeboran;


 Pemilihan casing design;
 Well program, yang menggambarkan secara umum stratigrafi formasi secara
umum, casing design, mud design dan cementing design;
 Well design, yang mencakup gambar skematik sumur, ringkasan mengenai
masalah-masalah teknis dan operasional yang mungkin akan muncul dalam
kegiatan pengeboran, serta resiko yang telah diidentifikasi dan rencana
mengatasinya berkaitan dengan kegiatan pengeboran; dan
 Perkiraan perhitungan jumlah hari dan perhitungan biaya pengeboran secara
bottom-up cost estimation, serta referensi biaya yang digunakan
2. Sub-bab completion menjelaskan:
 Rencana kegiatan komplesi sumur termasuk target zona perforasi; dan
 Perkiraan perhitungan jumlah hari dan perhitungan biaya komplesi secara
bottom-up cost estimation, serta referensi biaya yang digunakan.

f. Production Facilities
1. Bab ini menjelaskan secara menyeluruh Fasilitas Produksi yang akan dibangun
berikut peralatan utama dan kapasitasnya.
2. Rencana Fasilitas Produksi pada usulan POD I/POD Selanjutnya/POP
menggunakan basis hasil studi Pre-Front End Engineering Design (Pre-
FEED)/conceptual engineering design.
3. Fasilitas Produksi dapat dibedakan berdasarkan peruntukannya (primary
recovery, secondary recovery dan tertiary recovery).
4. Penjelasan mengenai Fasilitas Produksi tersebut meliputi:
 Lokasi (offshore/onshore);
 Overall field lay out, mencakup deskripsi dan gambar secara umum yang
terdiri dari tata letak fasilitas mulai dari sumur; flowline/pipeline; processing
facilities; floating, storing & offloading (FSO); floating, production, storing
& offloading (FPSO); storage tank; jacket; deck; camp; living quarters;
access road; flare; loading/unloading; disposal facilities; artificial lift
equipment; water treatment plant; water injection plant; utilities; steam
generator; storage; dan fasilitas terkait lainnya;

h a l | 12
Modul Rencana Pengembangan Lapangan (Rev-1)
A’D2N

 Spesifikasi raw & sales product/Minyak Bumi/Gas Bumi/ liquified petroleum


gas (LPG)/liquified natural gas (LNG) (komposisi, tekanan, flow rate,
production life dan economic limit);
 Field block diagram, gambaran skema Fasilitas Produksi pengembangan
lapangan secara garis besar yang terdiri dari peralatan utama Fasilitas
Produksi (kompresor, removal unit, medium pressure/low pressure (MP/LP)
system, dan peralatan utama yang sejenis) yang didesain berdasarkan
pertimbangan parameter teknis antara lain: perkiraan pressure profile
sepanjang umur produksi hingga economic limit, spesifikasi raw product dan
spesifikasi sales product;
 Process flow diagram (PFD) dan Fasilitas Produksi sesuai hasil conceptual
design/ engineering;
 Operation philosophy (manned/unmanned, faciliites); dan
 Perkiraan perhitungan biaya Fasilitas Produksi secara bottom-up cost
estimation dan referensi biaya yang digunakan.

g. Field Development Scenario


1. Bab ini menjelaskan pemilihan skenario pengembangan lapangan berdasarkan
aspek teknis dan ekonomis.
2. Pemilihan skenario pengembangan dilakukan pada tahapan Pembahasan POD
I/POD Selanjutnya/POP. Adapun pada buku final POD I/POD Selanjutnya/POP,
skenario pengembangan yang ditampilkan merupakan skenario pengembangan
yang terbaik dari aspek teknis dan ekonomis sesuai kondisi saat itu.
3. Apabila pengembangan direncanakan akan dilakukan secara bertahap, maka
berlaku ketentuan:
 Tahap pertama digunakan sebagai tahap awal untuk pengembangan tahap
selanjutnya; dan
 SKK Migas dapat memberikan persetujuan untuk keseluruhan tahapan,
maupun untuk masing-masing tahap secara terpisah.
4. Apabila rencana pengembangan lapangan akan memanfaatkan
fasilitas/infrastruktur yang telah ada di daerah sekitarnya, maka harus dijelaskan
secara rinci dan paling sedikit memuat:
 Posisi tie-in;

h a l | 13
Modul Rencana Pengembangan Lapangan (Rev-1)
A’D2N

 Fasilitas yang perlu ditambahkan dan/atau dimodifikasi (apabila ada); dan


 Batas-batas yang jelas antara fasilitas milik WK sendiri dengan fasilitas milik
WK lain yang akan digunakan bersama.
5. Untuk lapangan Gas Bumi, dijelaskan perkiraan rencana pemanfaatan gas dan
titik serah dan lain-lain

h. HSE & Corporate Social Responsibility


1. Sub-bab HSE menjelaskan mengenai kajian menyeluruh terhadap dampak suatu
pengembangan lapangan terhadap kesehatan, keselamatan dan lingkungan di
sekitar lapangan yang akan dikembangkan.
2. Sub-bab CSR menjelaskan mengenai rencana pengembangan masyarakat sekitar
lokasi yang terkena dampak pengembangan lapangan. Corporate social
responsibility yang diusulkan merujuk kepada ketentuan dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku

i. Abandonment & Site Restoration Plan


1. Bab ini menjelaskan mengenai rencana kerja (ruang lingkup) dan perkiraan
biaya ASR.
2. Ruang lingkup kegiatan ASR mencakup pengeboran dan Fasilitas Produksi yang
menjadi ruang lingkup kegiatan POD I/POD Selanjutnya/POP.
3. Perkiraan biaya ASR terdiri dari biaya abandonment untuk sumur dan biaya site
restoration untuk Fasilitas Produksi.
4. Hal lainnya yang berkaitan dengan ASR merujuk kepada PTK ASR

j. Project Schedule & Organization


Bab ini menjelaskan mengenai project schedule dan organization.
1. Project Schedule
Sub-bab ini disusun dengan memasukkan parameter sebagai berikut:
 POD I/POD Selanjutnya/POP submission;
 POD I/POD Selanjutnya/POP approval;
 Perizinan lingkungan;
 Pengeboran dan komplesi;
 Workover;

h a l | 14
Modul Rencana Pengembangan Lapangan (Rev-1)
A’D2N

 Fasilitas Produksi; dan


 Onstream.
 Project Schedule dibuat dalam bentuk gant chart dan milestone.

2. Organisasi
 Sub-bab ini menjelaskan gambaran organisasi secara umum yang dapat
melaksanakan seluruh lingkup kerja POD I/POD Selanjutnya/POP dengan
tetap memperhatikan efisiensi dan efektivitas dalam pengembangan
lapangan.
 KKKS wajib mengutamakan penggunaan tenaga kerja Warga Negara
Indonesia dengan memperhatikan pemanfaatan tenaga kerja setempat sesuai
dengan standar kompetensi yang dipersyaratkan

k. Local Content
1. Bab ini menjelaskan mengenai rencana penggunaan barang dan jasa dalam
negeri dengan menyebutkan perkiraan persentase TKDN terhadap total biaya
berdasarkan basis hasil studi PreFEED/Conceptual Engineering Design.
2. KKKS wajib mengoptimalkan penggunaan barang dan jasa dalam negeri dengan
merujuk kepada PTK 007 Buku Kedua.
3. Perkiraan TKDN disampaikan dalam bentuk penggolongan barang dan jasa
untuk pengeboran dan Fasilitas Produksi yang menjadi ruang lingkup kegiatan
POD I/POD Selanjutnya/POP

l. Economics & Commercial


Bab ini menjelaskan biaya pengembangan lapangan yang merupakan rangkuman
atas biaya pada Bab V Bab VI, dan Bab IX, serta penjelasan Sunk Cost, Biaya
Operasi, Investasi, ASR serta Project Economics (Bagian ini menjelaskan mengenai
hal-hal perhitungan dan kepastian manfaat bagi Pemerintah dan KKKS), Bab ini
mengandung sub bab :
1. Profil Produksi
2. Biaya
3. Asumsi Harga Minyak Bumi/Kondensat dan/atau Gas Bumi
4. Insentif

h a l | 15
Modul Rencana Pengembangan Lapangan (Rev-1)
A’D2N

5. Perhitungan Keekonomian
6. Indikator Keekonomian
7. Sensitivitas Keekonomian
8. Komersial Gas Bumi

m. Conclusion
Bab ini merupakan kesimpulan dari pengembangan lapangan untuk pemilihan
skenario pengembangan yang terbaik, ditinjau dari segi teknis maupun ekonomis

n. Attachement (Technical Supporting Data, MOM, Cost estimation, spreadsheet


economic)
Buku Usulan POD I/POD Selanjutnya/POP antara lain harus melampirkan
dokumen sebagai berikut:
 Technical supporting data;
 Cost estimation;
 Input Keekonomian
 Economic model/engine; dan
 Risalah rapat

1.6 POD dalam Kegiatan Usaha Hulu Migas

Di dalam Rencana Pengembangan Lapangan (POD) minyak dan gas bumi, ada 3 (tiga)
bagian pokok yang satu sama lain saling berkaitan erat. Ketiga hal tersebut adalah:
1. Engineering (keteknikan).
2. Economic (keekonomian).
3. Regulation (Peraturan perudang-undangan yang berlaku, termasuk fiscal terms, tax,
dll).

h a l | 16
Modul Rencana Pengembangan Lapangan (Rev-1)
A’D2N

Hubungan dari ketiga hal tersebut di atas dapat dilihat pada diagram Venn berikut ini:

Engineering Economic

POD

Regulation

Pada bagian engineering akan diperoleh masukan-masukan terkait sub surface


seperti reserve, karakteristik reservoir dan perkiraan produksi, fasilitas produksi, kapan
sumur di bor, kapan dipasang kompresor, dll.
Pada bagian economic terkait dengan biaya yang diperlukan untuk mendevelop
lapangan tersebut sehingga diperlukan pemahaman terhadap beberapa konsep ilmu
ekonomi seperti indikator ekonomi, nilai sekarang dari uang (present value), inflasi,
faktor penyusutan dari modal dll.
Pada bagian regulation akan dibicarakan antara lain mengenai kaidah
keteknikan yang baik dalam memproduksikan hidrokarbon, kewajiban ASR,
pengutamaan local content dan ketentuan-ketentuan yang terkait lainnya. Selain itu,
pada bagian ini juga mencakup ketentuan terkait besarnya pajak, mekanisme depresiasi,
besarnya pembagian keuntungan antara pemerintah dan kontraktor dan beberapa aturan
lain yang berlaku pada industri hulu migas.

h a l | 17
Modul Rencana Pengembangan Lapangan (Rev-1)
A’D2N

Pada runutan kegiatan usaha hulu migas sendiri, POD merupakan suatu
jembatan bagi Kontraktor untuk beralih dari masa eksplorasi menjadi masa eksploitasi.
Persetujuan POD I merupakan suatu indikator komersialitas Wilayah Kerja atau dengan
kata lain Wilayah Kerja tersebut telah dinyatakan dapat diproduksikan secara komersial.
Selanjutnya Kontraktor dapat melanjutkan ke tahap Pengembangan Lapangan
(pembangunan fasilitas produksi, pemboran sumur pengembangan dll) dalam rangka
memproduksikan minyak dan gas bumi yang terkandung di dalamnya.
Kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi dicirikan dengan 3 (tiga) hal khusus,
yaitu:
1. Padat teknologi
2. Padat modal
3. Penuh resiko
Dengan karakteristik usaha yang demikian, pada umumnya Kontraktor
mengharapkan imbal hasil yang besar (hight risk, hight return).
Resiko dan ketidakpastian dalam kegiatan usaha hulu migas meliputi antara lain:
1. Resiko engineering (keteknikan)
yaitu resiko yang berkaitan dengan aspek teknis bawah permukaan (seperti: model
geologi, distribusi batuan, reservoir, dll) maupun resiko teknik pada aspek diatas
permukaan (seperti: platform, rig, fasilitas produksi, dll).
2. Resiko eksplorasi
Yaitu resiko yang berkaitan dengan eksplorasi yang tidak menemukan cadangan
baru.
Contoh: geologist dan geofisika  cadangan  bor eksplorasi  dry hole
3. Resiko Biaya

h a l | 18
Modul Rencana Pengembangan Lapangan (Rev-1)
A’D2N

Yaitu resiko yang berkaitan dengan kemungkinan adanya perubahan-perubahan


harga material seperti harga casing, pipe line, rig, biaya pemboran, dll.
4. Resiko Pasar
Yaitu resiko yang terkait dengan fluktuasi harga minyak dan harga gas bumi.
5. Resiko kebijakan (regulasi)
Yaitu resiko yang berkaitan dengan kemungkinan adanya perubahan kebijakan
pemerintah seperti perubahan fiscal terms, tax dll.
Contoh: ganti presiden/menteri  ganti aturan

Oleh karena itu suatu perusahaan minyak pada umumnya tidak hanya beroperasi
pada suatu negara tertentu saja tetapi pada umumnya akan berusaha pada beberapa
negara.
Dari sudut pandang keekonomian, sistem pengusahaan migas dapat
digambarkan sebagai berikut:

(-) (+)
Cadangan belum terbukti Penemuan Cadangan terbukti

(-) (+) (-)

Biaya Penemuan Produksi


(+)
(+) (+) (+)
Teknologi Permintaan
IRR
(-)
(-)
Lingkungan (-) (+)
Harga
Pajak

Ket : IRR  Internal Rate of Return (laju pengembalian modal)

Cadangan terbukti adalah perkiraan hidrokarbon yang dapat diproduksikan dari


akumulasi hidrokarbon di dalam reservoir yang diketahui pada
waktu tertentu, pada kondisi ekonomi saat itu, dengan operasi
menggunakan teknologi saat itu dan peraturan pemerintah pada saat
itu serta kekomersialannya sudah dibuktikan melalui tes-tes

h a l | 19
Modul Rencana Pengembangan Lapangan (Rev-1)
A’D2N

produksi. Cadangan ini diperkirakan berdasarkan dari informasi


geologi, teknologi dan ekonomi pada waktu perkiraan.
Cadangan yang belum terbukti adalah cadangan yang ditentukan berdasarkan
perkiraan secara teoritis yang belum dibuktikan keberadaannya
melalui sumur eksplorasi.
Beberapa istilah terkait keekonomian pengembangan lapangan yang lazim digunakan
dalam kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi antara lain:
Economic limit : besarnya biaya produksi yang menyebabkan operation cost sama
dengan pendapatan.
Cadangan : jumlah minyak yang dapat diproduksikan
IOIP : jumlah hidrokarbon yang ada di reservoar
Marginal : cadangan dalam jumlah yang kecil

Cadangan terbukti akan bertambah besar dengan adanya kegiatan eksplorasi


sehingga akan mengakibatkan cadangan yang belum terbukti berkurang. Sedangkan
cadangan terbukti akan berkurang dengan semakin meningkatnya produksi akibat
adanya kenaikkan permintaan hidrokarbon. Dengan bertambahnya produksi maka laju
pengembalian modal (IRR) akan bertambah besar sehingga menghasilkan tambahan
investasi yang dapat memacu kegiatan eksplorasi. Peranan teknologi akan mengurangi
biaya sehingga akan memperbesar IRR sedangkan lingkungan akan mengurangi IRR,
tetapi reklamasi dari lingkungan bekas tambang minyak harus dilakukan. Pajak yang
memang merupakan kewajiban perusahaan yang harus dibayar akan mengurangi laju
pengembalian modal.
Sebagai dasar untuk bisa melakukan analisa keekonomian dari suatu project
migas harus dibuat proyeksi cash flow selama umur dari lapangan tersebut. Yang
dimaksud dengan cash flow adalah: selisih antara laju penerimaan (cash-in) dan laju
pengeluaran (cash-out) pada periode waktu tertentu.
Pada industri migas bentuk cash flow sangat komplex. Hal ini disebabkan karena
umur dari lapangan bisa lebih dari 20 tahun dimana harus bisa ditentukan/diperkirakan
biaya yang harus dikeluarkan dan kapan biaya tersebut harus dikeluarkan selama kurun
waktu tersebut. Didalam cash flow akan dibicarakan antara lain:
- Bagaimana menghitung pajak efektif untuk Kontraktor
- Bagaimana menghitung inflasi
- Bagaimana menghitung pengembalian pinjaman dan bunga

h a l | 20
Modul Rencana Pengembangan Lapangan (Rev-1)
A’D2N

- Bagaimana menghitung depresiasi (penyusutan) dari capital


Setelah cash flow dibuat selanjutnya dengan menganalisa indikator keekonomian
(POT, NPV, IRR, PIR, DPR) maka dapat diketahui tingkat keuntungan maupun POT
dari proyek pengembangan migas tersebut dan akhirnya bisa diambil suatu keputusan
apakah lapangan migas tersebut layak untuk dikembangkan atau tidak.

h a l | 21
BAB II
CASH FLOW ANALYSIS

Prediksi cash flow dari suatu project rencana pengembangan lapangan migas
merupakan dasar untuk melakukan analisa keekonomian dari kesempatan investasi
pengembangan lapangan tersebut. Proyeksi cash flow pada industri migas biasanya
selama 20 tahun sehingga sangat komplex, karena harus memperhitungkan besarnya
pengeluaran dan pendapatan yang akan datang, serta kapan waktu perolehan maupun
biaya tersebut harus dikeluarkan.

2.1. Definisi Cash Flow


Cash flow adalah gambaran laju penerimaan dan laju pengeluaran pada periode waktu
tertentu selama umur project. Net Cash Flow adalah selisih antara laju pendapatan
dengan laju pengeluaran pada periode waktu tertentu.

Net Cash Flow = cash received - cash expended


Contoh cash flow:
Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5
Cash received + 100 + 150 + 125 + 100 + 75
Cash expended - 10 - 20 - 100 - 20 - 100
Net Cash Flow + 90 + 130 + 25 + 80 - 25

2.2. Komponen Utama Cash Flow pada proyek migas


Bentuk cash flow pada industri migas dikarakteristikkan pada awal proyek
memerlukan biaya capital yang cukup besar dan ini bisa terjadi beberapa tahun sebelum
lapangan tersebut berproduksi dan menghasilkan revenue dari hasil penjualan minyak
maupun gas. Sedangkan biaya operasi (operation cost) pada umumnya lebih kecil jika
dibanding dengan capital cost dan juga lebih kecil jika dibanding dengan pendapatan
pada awal-awal produksi.
Modul Rencana Pengembangan Lapangan (Rev-1)
A’D2N

Ada beberapa elemen pokok didalam cash flow industri migas yaitu:
1. Gross Revenue (pendapatan kotor)
2. Exploration Cost/pre development cost (Sunk Cost)
3. Capital Expenditure (Capex)
4. Operating Expenditure (Opex)
5. Abandonment and Site Restoration (ASR) expenditure
6. Perpajakan (Taxes)

A. Gross Revenue
Gross Revenue adalah pendapatan kotor dari proyek migas yang diperoleh dari
hasil penjualan produksi minyak, gas, maupun condensat. Besarnya gross revenue pada
awal produksi pada umumnya besar selanjutnya akan mengalami penurunan sesuai
dengan karakteristik produksi dari suatu reservoir.

Contoh perhitungan gross revenue:


Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3
Crude oil production (MMbbl) 10 8 6
Crude oil price ($/BBL) 20 21 22
Crude oil revenue 200 168 132
Gas production (MMSCF) 50 50 50
Gas price ($/MMSCF) 2.5 2.6 2.7
Gas revenue (MM$) 125 130 135
Condensat production (MMbbl) 5 4 3
Condensat price ($/MM) 20 21 22
Condensat revenue (MM$) 100 84 66
Gross revenue (MM$) 425 488 333

Catatan:
Besarnya Gross Revenue diperoleh dari crude oil revenue ditambah gas revenue
ditambah condensat revenue. Crude Oil Revenue = Crude Oil Production x Crude Oil
Price. Demikian juga untuk Gas Revenue dan Condensate Revenue, merupakan hasil
perkalian dari produksi gas dan produksi condensate dengan haraga gas dan harga
kondensat.

h a l | 23
Modul Rencana Pengembangan Lapangan (Rev-1)
A’D2N

B. Capital Expenditure (Capex)


Capital expenditure (Capex) adalah pengeluaran yang dicirikan dalam bentuk
satu kali pengeluaran (one off cost) pada saat dimulainya project dan pada umumnya
cukup besar. Kadang-kadang capex dikeluarkan selama beberapa tahun sebelum
diperoleh pendapatan.
Yang termasuk di dalam komponen capex adalah :
- Biaya pemboran
- konstruksi platform
- biaya production facilities
- pembelian well head dan flow line
- pembangunan kantor dan camp
- dan beberapa pembelian bahan lain yang sifatnya merupakan aset (memiliki masa
manfaat lebih dariu satu tahun).

C. Operating Expenditure (Opex)


Operating expenditure dikarakteristikkan dengan pengeluaran yang terjadi
secara periodik yang digunakan untuk mempertahankan produksi lapangan. Yang
termasuk dalam operating expenditure yaitu:
- membayar gaji karyawan
- biaya pemeliharaan peralatan
- biaya workover
- biaya overheads kantor
- biaya perawatan sumur
- biaya perawatan fasilitas produksi
- dan biaya lain yang bersifat periodik
Besarnya biaya operasi biasanya dapat dinyatakan dalam bentuk $/tahun atau $/ bbl
contoh:
5 $/ bbl  artinya untuk memproduksi minyak 1 bbl diperlukan biaya operasi 5 $.
1500 $/ tahun  artinya didalam 1 tahun produksi diperlukan biaya operasi
sebesar 1500 $/ tahun.

h a l | 24
Modul Rencana Pengembangan Lapangan (Rev-1)
A’D2N

Contoh: Diketahui operating cost = 1500 $/ tahun


Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4
Produksi minyak (bbl) 500 400 300 200
Harga minyak ($/ bbl) 50 50 50 50
Gross Revenue ($) 25000 20000 15000 10000
Biaya operasi ($) 1500 1500 1500 1500

D. Abandonment and Site Restoration (ASR) expenditure


ARS cost adalah biaya yang harus dikeluarkan yang digunakan untuk
reklamasi/perbaikkan lingkungan setelah lapangan tersebut ditutup. Dalam sistem
perhitungan Production Sharing Contract, biaya ASR masuk ke dalam komponen Opex.

E. Taxes (pajak)
Selain capital expenditure dan operating expenditure, perusahaan masih harus
membayar kepada pemerintah (Goverment) berupa pajak. Di Indonesia tidak dikenal
adanya royalty tetapi dinyatakan dalam bentuk lain yaitu dalam bentuk FTP (First
Tranche Petroleum). Sedangkan dalam bentuk pajak sudah diatur didalam peraturan
perundang-undangan dimana Kontraktor sebagai wajib pajak.

h a l | 25
Modul Rencana Pengembangan Lapangan (Rev-1)
A’D2N

2.3. Konsep Net Cash Flow (NCF) dan Profit


Net Cash Flow (NCF) dan profit kadang-kadang disalahartikan mempunyai
pengertian yang sama tetapi sebetulnya secara konseptual keduanya sangat berbeda. Net
Cash Flow merupakan perkiraan besarnya uang yang diterima maupun yang
dikeluarkan secara aktual/riil pada periode tertentu. Sedangkan Profit, merupakan
ukuran yang bersifat artificial yang digunakan pada umumnya untuk melihat sehat
tidaknya financial/keuangan perusahaan dan untuk menghitung pajak.
Secara diagram perbedaan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
Net Cash Flow Profit

Gross revenue Gross revenue

Capital expenditure Depresiasi capital

Operating expenditure Operating expenditure

Pajak Pajak

Net cash flow


Profit

Keterangan :
Net Cash Flow  capital expenditure diperhitungkan langsung untuk menentukan Net
Cash Flow.
Profit  penghitungan capital expenditure dilakukan melalui depresiasi.

Oleh karena itu, karena Net Cash Flow dapat memberikan gambaran besarnya
pendapatan dan pengeluaran serta waktu kapan diterima dan dikeluarkan (lebih bersifat
realistik), maka didalam analisa keekonomian migas digunakan konsep Net Cash Flow.

h a l | 26
Modul Rencana Pengembangan Lapangan (Rev-1)
A’D2N

Untuk memudahkan pemahaman, perhatikan ilustrasi berikut ini:


Contoh:
Suatu perusahaan akan menginvestasikan sebesar $ 100 MM pada tahun pertama. Dari
perkiraan, perusahaan akan memperoleh income sebesar $ 40 MM setiap tahun mulai
tahun ke-2 s/d tahun ke-5. Biaya operasi diperkirakan sebesar $ 10 MM per tahun mulai
dari tahun ke-2 s/d tahun ke-5. Bila depresiasi dengan menggunakan metode garis lurus
selama jangka waktu 4 tahun, hitung besarnya Net Cash Flow per tahun dan besarnya
profit per tahun!
Penyelesaian :
Diketahui : Capex = $ 100 MM
Income = $ 40 MM dari thn ke-2 s/d thn ke-5
Opex = $ 10 MM dari thn ke-2 s/d thn ke-5
Ditanya : Net Cash Flow sebelum dikenai pajak dan profit ?
Jawab :
Besarnya Net Cash Flow setiap tahun.
1 2 3 4 5
Capex ($MM) -100
Income ($MM) +40 +40 +40 +40
Opex ($MM) -10 -10 -10 -10
Net Cash Flow ($MM) -100 +30 +30 +30 +30
Net Cash Flow = Cash received – Cash expended

Menghitung besarnya Profit setiap tahun:


Untuk menghitung profit, pembebanan biaya capital pada tahun berjalan dilakukan
melalui depresiasi. Dari soal diketahui bahwa depresiasi dengan menggunakan metode
garis lurus, maka persamaan yang digunakan adalah:
Di = K * R
R=1/N
Dimana : Di = Depresiasi tahun ke-i
K = Capex
R = Depresiasi rate
N = jumlah tahun depresiasi
Dari soal diketahui bahwa jumlah tahun depresiasi, N = 4, karena pembebanan biaya
capital dimulai pada saat dimulainya produksi (untuk contoh ini produksi dimulai pada
tahun ke-2)

h a l | 27
Modul Rencana Pengembangan Lapangan (Rev-1)
A’D2N

R = 1/N = ¼ = 0.25
Di = K . R = 100 x 0.25 = 25
Sehingga besarnya profit setiap tahun adalah sebagai berikut:
1 2 3 4 5
Income ($MM) 0 +40 +40 +40 +40
Depresiasi 0 -25 -25 -25 -25
Opex ($MM) 0 -10 -10 -10 -10
Profit ($MM) 0 5 5 5 5
Profit = income – depresiasi - opex
Catatan:
Pada metode depresiasi garis lurus besarnya depresiasi setiap tahun adalah tetap. Profit
didapat dari income dikurangi depresiasi dikurangi opex.

2.4. Konsep Net Cash Flow (NCF), Pajak (Taxes) dan Lost Carry Forward
Pada contoh sebelumnya ditunjukkan perhitungan Net Cash Flow sebelum
pajak. Untuk perhitungan Net Cash Flow sesudah pajak, maka harus dihitung terlebih
dahulu besarnya pajak yang harus dibayar setiap tahunnya. Untuk menghitung pajak
tersebut, sangat dipengaruhi oleh besarnya depresiasi.
Sesuai data contoh sebelumnya, maka perhitungan NCF sesudah pajak adalah sebagai
berikut:
Langkah pertama adalah menghitung besarnya pajak setiap tahun
1 2 3 4 5
Income ($MM) 0 +40 +40 +40 +40
Depresiasi 0 -25 -25 -25 -25
Operating cost ($MM) 0 -10 -10 -10 -10
Taxable income 0 5 5 5 5
Tax 40 %* 0 2 2 2 2
*)asumsi tax rate = 40%.
Untuk menghitung pajak adalah sebagai berikut:
Contoh perhitungan pajak pada tahun ke-2 yaitu : 40 % x 5 = 2. untuk tahun selanjutnya
menggunakan formula yang sama.
Jadi besarnya pajak yang harus dibayarkan diperhitungkan dari taxable income di kali
dengan tarif pajak.

h a l | 28
Modul Rencana Pengembangan Lapangan (Rev-1)
A’D2N

Langkah kedua, menghitung NCF sesudah pajak:


1 2 3 4 5
Income ($MM) 0 +40 +40 +40 +40
Capex 100
Operating cost ($MM) 0 -10 -10 -10 -10
Pajak 0 -2 -2 -2 -2
Net Cash Flow -100 +28 +28 +28 +28

Persamaan yang digunakan :


NCF = Income – capex - opex – pajak
Catatan:
Besarnya taxable income tergantung pada depresiasi yang digunakan. Pada sistem
Production Sharing Contract, metode depresiasi, besarnya tarif depresiasi dan kapan
depresiasi dibebankan sudah diatur secara jelas dalam Peraturan Pemerintah (PP No. 79
tahun 2010, PP No. 27 tahun 2017 dan PP No. 53 tahun 2017).

Berikut contoh perhitungan depresiasi jika suatu perusahaan menanamkan modalnya 2


kali (data sama dengan contoh sebelumnya):
Matrik perhitungan depresiasi
Modal 1 Modal 2 Thn 1 Thn 2 Thn 3 Thn 4 Thn 5
Capital I 100 25 25 25 25
Capital II 200 50 50 50 50
Depresiasi 75 75 75 75
total

Sehingga untuk perhitungan NCFnya sama seperti sebelumnya hanya saja depresiasi
yang digunakan adalah nilai dari depresiasi total-nya.

Dalam perhitungan pajak sesuai contoh sebelumnya, depresiasi dari capital


dimulai pada tahun ke-2 yaiyu pada saat sudah diperoleh pendapatan. Bila pendapatan
pada tahun tersebut tidak mencukupi untuk menutupi pengeluaran (depresiasi dan opex)
pada tahun tersebut, maka sisa biaya tersebut dibawa ke tahun berikutnya. Cara ini
disebut perhitungan pajak ”Loss Carry Forward”. Pada industri hulu migas dengan
skema PSC Cost Recovery, Loss Carry Forward diberlakukan sepanjang kontrak.
Sedangkan pada PSC Gross Split, Loss Carry Forward diberlakukan selama 10 tahun.

h a l | 29
Modul Rencana Pengembangan Lapangan (Rev-1)
A’D2N

Berikut contoh perhitungan Loss Carry Forward:


Loss Carry Forward (LCF)
1 2 3 4 5
Income 0 +20 +40 +40 +50
Depresiasi 0 -25 -25 -25 -25
Operating cost 0 -10 -10 -10 -10
Net revenue 0 -15 5 5 15
Loss carry forward 0 -15 -10 -5 0
Taxable income 0 0 0 0 10
Tax 40 % 0 0 0 0 4
Keterangan :
 Depresiasi dimulai pada tahun ke-2 selama 4 tahun dengan metode Garis Lurus.
 Net revenue = income - depresiasi - operating cost - LCF
 Loss carry forward  Tahun ke-1 = -0
Tahun ke-2 = -15
Tahun ke-3 = -15 + 5 = -10
Tahun ke-4 = -10 + 5 = -5
Tahun ke-5 = 0, karena revenue pada tahun tersebut bisa
menutupi seluruh biaya depresiasi, opex dan LCF

Rumus :
LCF = LCFawal + (Net revenue)tahun berjalan
 Taxable income  Net revenue yang didapatkan pada saat sudah tidak terdapat
LCF
 Tax diperhitungkan dari Taxable income

Perhitungan Net Cash Flow :


1 2 3 4 5
Capital -100
Income 0 +20 +40 +40 +50
Operating cost 0 -10 -10 -10 -10
Pajak 0 0 0 0 -4
Net Cash Flow -100 10 30 30 36

Dari contoh di atas terlihat bahwa metode depresiasi, tarif depresiasi dan kapan waktu
dimulainya depresiasi sangat berpengaruh terhadap besarnya pajak dan kapan pajak
tersebut dibayarkan. Hal ini pada gilirannya akan mempengaruhi Net Cash Flow dari
project tersebut.

h a l | 30
Modul Rencana Pengembangan Lapangan (Rev-1)
A’D2N

2.5. Depresiation (Penyusutan)


Ada beberapa metode perhitungan depresiasi yang sering digunakan didalam
industri migas. Depresiasi digunakan pada perhitungan pajak maupun besarnya
pembagian keuntungan (profit sharing). Metode perhitungan tersebut adalah:
a. Straight Line method (Metode Garis Lurus)
b. Declining Balance method(Metode Saldo Menurun)
c. Double Declining Balance method (Metode Saldo Menurun Ganda)
d. Unit of Production method (Metode Satuan Produksi)
e. Sum of the year method (Metode Jumlah nagka Tahun)

2.5.1. Straight Line method (Metode garis lurus)


Depresiasi dengan menggunakan Straight Line method (Metode garis lurus)
adalah suatu metode membagi pengeluaran biaya kapital yang terjadi selama periode
tertentu. Atau dengan kata lain, pengeluaran biaya capital disitribusikan secara linier.
Cara terbaik untuk menggambarkan hal ini dengan sebuah contoh.
Contoh:
Diketahui : Capital cost = $ 1000 MM
Jangka waktu depresiasi = 5 tahun
Hitunglah depresiasi per tahun (Di)!
Penyelesaian :
Rumus yang digunakan:
Di = K/N atau Di = K * R
R = 1/N = 1/5 = 0.20
Di = K.R = 1000 x 0.20 = 25
Tahun ke I II II IV V
Rate (R), % 20% 20% 20% 20% 20%
Nilai awal kapital, MMUSD 1000 800 600 400 200
Depresiasi per tahun, (Di) MMUSD 200 200 200 200 200
Nilai akhir kapital, MMUSD 800 600 400 200 0

Pada metode straight line ini dikarakteristikkan sebagai berikut:


 Sisa biaya kapital terdepresiasi liner, dalam hal ini mengikuti garis lurus.
 Besarnya nilai depresiasi tetap setiap tahunnya.
 Semua biaya kapital terdepresiasi, nilai akhir dari biaya capital = 0

h a l | 31
Modul Rencana Pengembangan Lapangan (Rev-1)
A’D2N

2.5.2. Declining Balance Method (Metode Saldo Menurun)


Depresiasi menggunakan Declining Balance Method (Metode Saldo Menurun)
adalah suatu metode membagi pengeluaran biaya kapital sedemikian rupa sehingga
penyusutan tahunan menurun setiap tahun secara berturut-turut. Cara terbaik untuk
menggambarkan hal ini dengan sebuah contoh.
Contoh perhitungan depresiasi dengan menggunakan metode declining balance:
Capex = 1000 MMUSD
Depresiation rate = 25%
Jangka waktu depresiasi 5 tahun.
Besarnya depresiasi setiap tahun adalah sebagai berikut:
Tahun ke I II II IV V
Rate, R 25% 19% 14% 11% 32%
Depresiasi per tahun, (Di) MMUSD 250 188 141 105 316

Jadi, rumus umum yang digunakan untuk Declining Balance yaitu :


Di = K.R(1-R)i-1
Dimana:
K = capital
Di = depresiasi per tahun
R = depresiation rate

Pada metode ini dikarakteristikkan :


1. Depresiasi akan mengalami penurunan pada tahun-tahun berikutnya
2. Nilai capital diakhir tahun project disusutkan sekaligus (balloon payment).

2.5.3. Double Declining Balance method (Metode Saldo Menurun Ganda)


Pada metoda ini merupakan modifikasi dari metode declining balance. Besarnya
depresiation rate (R) dikalikan 2 (digandakan).
Rumus yang dipakai yaitu :
Di = K . 2R (1-2R)i-1
Dimana :
K = capital
Di = depresiasi per tahun
R = depesiation rate

h a l | 32
Modul Rencana Pengembangan Lapangan (Rev-1)
A’D2N

Contoh perhitungan depresiasi dengan menggunakan metode double declining balance:


Capek = 1000 MMUSD
Depresiation rate = 25%
Jangka waktu depresiasi 5 tahun.
Besarnya depresiasi setiap tahun menggunakan metode double declining balance adalah
sebagai berikut:
Tahun ke I II II IV V
Rate, R 50% 25% 13% 6% 6%
Depresiasi per tahun, (Di) MMUSD 500 250 125 63 63

2.5.4. Unit of Production Method (Metode Satuan Produksi)


Pada metode ini, depresiasi dari biaya kapital akan sebanding dengan unit
produksi/satuan produksi yang dihasilkan. Metode ini banyak digunakan pada
perusahaan-perusahaan yang bergerak didalam tambang (sumber daya alam). Pada
kegiatan usaha hulu migas, untuk sistem Production Sharing Contract dengan skema
Gross Split perhitungan depresiasi selain menggunakan metode Declining Balance
Method (Metode Saldo Menurun) juga menggunakan metode Unit of Production
Method (Metode Satuan Produksi).

Contoh perhitungan depresiasi menggunakan metode Unit of Production Method


(Metode Satuan Produksi) adalah sebagai berikut:
Suatu lapangan diperkirakan memiliki cadangan sebesar 50 MMBBL. Besarnya
produksi yang akan dihasilkan selama 5 tahun produksi adalah sebagai berikut :
Produksi,
Tahun
MMBBL
1 20
2 15
3 10
4 10
5 5
Total 60

Besarnya capital yang dibutuhkan sebesar 1000 MMUSD. Hitung besarnya depresiasi
dari biaya capital bila didepresiasi selama 5 tahun.

h a l | 33
Modul Rencana Pengembangan Lapangan (Rev-1)
A’D2N

Penyelesaian :
Diketahui : Total produksi = 60 MMBBL
Capital = $ 1000 MM
Tahun depresiasi (N) = 5 tahun
Persamaan yang digunakan:
Depresiation rate (R) = Produksi pada tahun ke-i /total produksi  Di = K . R
Di = Produksi pada tahun ke-i / total produksi x K
Contoh perhitungan pada tahun ke-1:
R = Produksi pada tahun ke-i / total produksi
R = 20/60 x 100% = 33%
Di = K.R = 1000 x 0.33 = 333 MMUSD

Perhitungan untuk tahun berikutnya dalam tabulasi berikut:


Tahun ke 1 2 3 4 5
Rate, R 33% 25% 17% 17% 8%
Depresiasi per tahun, MMUSD 333 250 167 167 83

2.5.5. Sum of the year method (Metode Jumlah Angka Tahun)


Pada metoda ini hampir sama dengan metode unit of production dimana
besarnya depresiasi pada tahun-tahun awal akan besar, kemudian pada tahun berikutnya
mengalami penurunan.
Contoh
Penyelesaian :
Rumus yang digunakan :
 Re mainingYea r i 
Di =   xK
 SumOfTheYear 
Atau
K .2( N  (i  1)
Di =
N ( N  1)

Contoh perhitungan pada tahun ke-3 :


1000 x 2(5  (3  1)
D3 = = 200
5(5  1)

h a l | 34
Modul Rencana Pengembangan Lapangan (Rev-1)
A’D2N

Perhitungan untuk tahun lainnya dalam tabulasi berikut :

Remaining Year 5 4 3 2 1
Sum of Year 15
Rate, R 33% 27% 20% 13% 7%
Depresiasi per tahun,
MMUSD 333 267 200 133 67

2.6. Net Cash Flow dan Inflasi


Pada contoh perhitungan Net Cash Flow sebelumnya besarnya capex dan opex
didasarkan pada harga-harga barang pada waktu sekarang. Kenyataannya, di lapangan
akan ada kenaikan harga dari barang-barang aset misal: wellhead, harga drillpipe,
casing dsb. Sebagai akibat adanya kenaikan harga baja (steel) karena inflasi. Untuk itu,
di dalam perhitungan net cash flow, faktor inflasi (kenaikan harga barang) perlu
diperhitungkan.
Contoh:
Besarnya capex yang didasarkan pada tahun sekarang untuk mengembangkan lapangan
minyak adalah sebesar $ 250 MM yang terbagi pada tahun ke-1 sebesar $ 100 MM dan
tahun ke-2 sebesar $ 150 MM. Sedangkan biaya opex yang diperkirakan dengan harga
sekarang sebesar $ 20 MM mulai tahun ke-3 s/d tahun ke-5. Bila diperkirakan besarnya
escalation rate akibat inflasi sebesar 5% per tahun, maka hitung besarnya kenaikan
harga capex dan kenaikan biaya opex!
Penyelesaian :
Persamaan yang digunakan yaitu :
(escalation factor)i = (1 + escalation rate)i-1
escalation capex = (escalation factor) x (real capex)
escalation opex = (escalation factor) x (real opex)
Perhitungan dalam tabulasi adalah sebagai berikut:
1 2 3 4 5
Real capex ($MM) 100 150
Real opex ($MM) 20 20 20
Escalation rate 5% 5% 5% 5%
Escalation factor 1 1.05 1.1 1.15 1.2
Escalation capex 100 158
Escalation opex 22 23 24

h a l | 35
Modul Rencana Pengembangan Lapangan (Rev-1)
A’D2N

2.7. Contoh Perhitungan Net Cash Flow


Contoh Soal:
Sebuah perusahaan minyak akan mengembangkan lapangan minyak ”PEM
AKAMIGAS”. Dari hasil studi reservoar diperkirakan besarnya cadangan minyak
sebesar yang dapat diproduksikan adalah sebesar 4180 MBBL. Proyeksi produksi dari
lapangan ini diperkirakan sebagai berikut:

Tahun Produksi (MBBL)


1 215
2 425
3 740
4 825
5 710
6 525
7 350
8 150
9 130
10 110

Bila investasi pada tahun ke-0 sebesar $ 9500 M yang terdiri dari capital $ 6500 M dan
non-capital sebesar $ 3000 M. Biaya operasi sebesar $ 175 M/ tahun. Harga minyak
dianggap tetap sebesar $ 20/ BBL. Sedangkan besarnya pajak 40 % dari taxable income.
Ditanyakan :
a. Hitung besarnya depresiasi/tahun selama 5 tahun dengan menggunakan metode
declining balance, jika depresiation rate adalah sebesar 25%!
b. Hitung Net Cash Flow per tahun dari proyek tersebut diatas setelah pajak!
(untuk menghitung pajak gunakan depresiasi dengan metode declining balance).

SELAMAT MENCOBA DAN GOOD LUCK!!

h a l | 36
Modul Rencana Pengembangan Lapangan (Rev-1)
A’D2N

Penyelesaian:
a. Metode Declining Balance
Persamaan yang digunakan : Di = K.R*(1-R)i-1
K = $ 6500 M
Ingat!! Untuk menghitung depresiasi, yang digunakan adalah capex
tangible.
R = 25%
Perhitungan dalam tabulasi sebagai berikut:

b. Menghitung Net Cash Flow


Persamaan yang digunakan yaitu :
Gross Revenue = (produksi) x (harga minyak)
Depresiasi, Di = K.R(1-R)i-1
Taxable Income = (Gross Revenue) – (Depresiasi) – (Opex)
Tax = 40% x Taxable Income
Cash Received = Gross Revenue
Cash Expended = Capex + Opex + Tax
Net Cash Flow = Cash Received - Cas Expended

h a l | 37
Modul Rencana Pengembangan Lapangan (Rev-1)
A’D2N

Perhitungan dalam tabulasi berikut :


Harga Gross Capex, MUSD Perhitungan Depresiasi Cash Flow, MUSD Net Cash
Produksi Opex, Taxable Profit,
Tahun Minyak, Revenue, Non Depresiasi per Tax Cash Cash Flow, MUSD
(MBBL) Tangible Rate MUSD Income MUSD
USD/BBL MUSD Tangible tahun, (Di) MUSD Received Expended Undiscounted
0 6500 3000 - - - - 9,500 (9,500)
0 215 65 13,975 25% 1,625 175 9,175 3,670 5,505 13,975 3,845 10,130
1 425 65 27,625 19% 1,219 175 26,231 10,493 15,739 27,625 10,668 16,958
2 740 65 48,100 14% 914 175 47,011 18,804 28,207 48,100 18,979 29,121
3 825 65 53,625 11% 686 175 52,764 21,106 31,659 53,625 21,281 32,344
4 710 65 46,150 32% 2,057 175 43,918 17,567 26,351 46,150 17,742 28,408
5 525 65 34,125 175 33,950 13,580 20,370 34,125 13,755 20,370
6 350 65 22,750 175 22,575 9,030 13,545 22,750 9,205 13,545
7 150 65 9,750 175 9,575 3,830 5,745 9,750 4,005 5,745
8 130 65 8,450 175 8,275 3,310 4,965 8,450 3,485 4,965
9 110 65 7,150 175 6,975 2,790 4,185 7,150 2,965 4,185
156,270 156,270

h a l | 38
Modul Rencana Pengembangan Lapangan (Rev-1)
A’D2N

BAB III
INDIKATOR KEEKONOMIAN

Pada Bab II telah dibahas bagaimana membuat atau menkonstruksi cash flow
pada suatu proyek pengembangan lapangan migas. Perhitungan Net Cash Flow pada
Bab II belum dapat digunakan untuk mengambil keputusan apakah akan dikembangkan
atau ditinggalkan lapangan tersebut. Untuk itu masih diperlukan suatu indikator
keekonomian yang diperlukan untuk bisa mengukur tingkat keuntungan maupun
membandingkan tingkat keuntungan yang akan diperoleh dari berbagai kesempatan
investasi pengembangan lapngan migas dari beberapa lapangan. Maka pada Bab III
akan dibicarakan beberapa parameter ekonomi yang sering digunakan pada proyek
pengembangan lapangan migas yaitu antara lain:
1. POT (Pay Out Time)
2. NPV (Net Present Value)
3. IRR (Internal Rate of Return)
4. DPR (Discounted Profit to Invesment Ratio)
5. PIR (Profit to Invesment Ratio)

Suatu indikator ekonomi dikatakan baik apabila mempunyai karakteristik


sebagai berikut:
a. Harus bisa membandingkan dan merangking tingkat keuntungan dari setiap
kesempatan investasi
b. Parameter ekonomi harus bisa menyatakan ”Time Value” dari investasi yang
dikeluarkan oleh perusahaan
c. Harus dapat mengukur tingkat keuntungan meskipun kecil
d. Secara kuantitatif harus bisa memperhitungkan faktor resiko (probabilitas)

h a l | 39
Modul Rencana Pengembangan Lapangan (Rev-1)
A’D2N

3.1. Konsep ”Time Value of Money” (Nilai Uang terhadap Waktu)


Besarnya nilai uang yang akan diperoleh pada waktu yang akan datang bila
dibawa kenilai sekarang maka disebut sebagai Nilai Uang Sekarang (Present Value),
artinya besarnya nilai uang akan tergantung pada waktu kapan uang itu diterima
maupun dibayarkan. Ada dua konsep yaitu:

3.1.1. Konsep Discounting


Pada konsep ini semua nilai uang yang diterima pada waktu yang akan datang
(Future Value/ FV) dibawa kenilai sekarang (Present Value/ PV). Persamaan yang
digunakan yaitu :
 1  FV
PV n  FV . 
 1  r n
 1  r 
n

Dimana :
1
= discount factor
1  r n
r = discount rate, %

3.1.2. Konsep Compounding


Pada konsep ini semua nilai uang yang sekarang dibawa ke nilai uang waktu yang
akan datang. Persamaan yang digunakan yaitu:
FVn  PV .(1  r ) n

Berikut ini gambar yang menunjukkan Discounting dan Coumpounding pada konsep
”Time Value of Money”:

Compounding

Time = 0 Time = 1 years

$ 200 $ 220

Discounting

h a l | 40
Modul Rencana Pengembangan Lapangan (Rev-1)
A’D2N

Jika Nilai Uang sekarang adalah 200$, maka nilai uang tersebut pada tahun depan
jika diasumsikan discount rate sebesar 10% adalah 220$. Hal ini didapart dari:
PV = 200$
FV  200.(1  10%)1
FV = 220 $

Demikian juiga sebaliknya, jika tahun depan kita akan menerima 220$, maka nilai
uang tersebut jika kita nilai pada saat ini besarnya adalah 200$ (dengan asumsi discount
rate sebesar 10%).

COMPOUNDING

FUTURE VALUE

1 2 3 4 5 6 7 8

PRESENT VALUE

DISCOUNTING

Contoh :
Hitung FV pada tahun ke-3 jika diketahui PV = $ 100, r = 10 % !
Penyelesaian :
FVn  100.(1  0.1) 3

FVn  100.(1.1) 3

FVn  $133.1
Hitung PV jika diketahui FV pada tahun ke-3 = $ 133.1, r = 10 % !
Penyelesaian :
 1  1
PV n  133.1x   133.1x
3 
 $100
 1  0.1  (1.1) 3

h a l | 41
Modul Rencana Pengembangan Lapangan (Rev-1)
A’D2N

3.2. Jenis-jenis Indikator Keekonomian

3.2.1 Pay Out Time (POT) atau Pay Back Periode


Pay Out Time (POT) atau Pay Back Periode yaitu indikator ekonomi yang
menunjukkan berapa lama investasi akan kembali. Berikut ini ilustrasi dari net cash
flow suatu proyek yang menujukkan POT:

125

100
Cummulative net cash position,

Pay Out Time


75
US$MM

50

25

Time
0

-25

-50 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Kelemahan dari POT :


Tidak bisa menunjukkan berapa besarnya keuntungan yang akan diperoleh perusahaan.

Contoh menghitung POT : (Data sesuai contoh soal pada Bab II sb Bab 2.7)
Tahun ke-0 s/ tahun ke-1 --> -9500 + 8930 = -570
Tahun ke-0 s/ tahun ke-2 --> -9500 + 8930 + 16958 = 16388
POT = 1 tahun + 1.388/16958
POT = 1 tahun + 0,96
= 1,9 tahun
= 1 tahun 9 bulan

h a l | 42
Modul Rencana Pengembangan Lapangan (Rev-1)
A’D2N

3.2.2 Net Present Value (NPV)


Net Present Value (NPV) yaitu jumlah dari semua Net Cash Flow yang dibawa kenilai
sekarang.
Secara matematis :
NCF1 NCF2 NCFn
NPV  NCF0    ..... 
(1  r ) 1
(1  r ) 2
(1  r ) n
Atau:

Contoh perhitungan Net Present Value (NPV): (Data sesuai contoh soal pada Bab II sub
Bab 2.7)
Jika diasumsikan besarnya discount rate = 10 %, Maka hitung besarnya Net Present
Value-nya !
Penyelesaian :
NCF1 NCF2 NCFn
Persamaan yang digunakan : NPV  NCF0    ..... 
(1  r ) 1
(1  r ) 2
(1  r ) n
Perhitungan dalam tabulasi sbb :
Harga Gross Capex, MUSD Perhitungan Depresiasi Cash Flow, MUSD Net Cash
Produksi Opex, Taxable Profit, Discount Net Cash Flow
Tahun Minyak, Revenue, Non Depresiasi per Tax Cash Cash Flow, MUSD
(MBBL) Tangible Rate MUSD Income MUSD Factor , 10% Discounted
USD/BBL MUSD Tangible tahun, (Di) MUSD Received Expended Undiscounted
0 6500 3000 - - - - 9,500 (9,500) 1.00 (9,500.00)
0 215 65 13,975 25% 1,625 175 9,175 3,670 5,505 13,975 3,845 10,130 1.00 10,130.00
1 425 65 27,625 19% 1,219 175 26,231 10,493 15,739 27,625 10,668 16,958 1.10 15,415.91
2 740 65 48,100 14% 914 175 47,011 18,804 28,207 48,100 18,979 29,121 1.21 24,066.63
3 825 65 53,625 11% 686 175 52,764 21,106 31,659 53,625 21,281 32,344 1.33 24,300.69
4 710 65 46,150 32% 2,057 175 43,918 17,567 26,351 46,150 17,742 28,408 1.46 19,402.81
5 525 65 34,125 175 33,950 13,580 20,370 34,125 13,755 20,370 1.61 12,648.17
6 350 65 22,750 175 22,575 9,030 13,545 22,750 9,205 13,545 1.77 7,645.80
7 150 65 9,750 175 9,575 3,830 5,745 9,750 4,005 5,745 1.95 2,948.09
8 130 65 8,450 175 8,275 3,310 4,965 8,450 3,485 4,965 2.14 2,316.21
9 110 65 7,150 175 6,975 2,790 4,185 7,150 2,965 4,185 2.36 1,774.85
6,500 156,270 156,270 111,149

NPV = 111.149 M USD

Artinya :
Apabila harga NPV (+) berarti lapangan tersebut prospek untuk dikembangkan,
sebaliknya jika NPV (-) berarti lapangan tersebut tidak ekonomis untuk dikembangkan.
Apabila terdapat beberapa project, kriteria di dalam memilih NPV adalah diambil harga
NPV terbesar dan berharga positif (+).

h a l | 43
Modul Rencana Pengembangan Lapangan (Rev-1)
A’D2N

3.2.3 Internal Rate of Return (IRR)


Didefinisikan sebagai bunga (discout rate) yang mengakibatkan harga NPV
sama dengan nol (NPV = 0). Secara matematis :

NCF1 NCF2 NCFn


NPV  0  NCF0    ..... 
(1  r ) 1
(1  r ) 2
(1  r ) n

Besarnya Rate of Return dapat dihitung dengan menggunakan Triall & Erorr
yang menghasilkan NPV = 0. Untuk memudahkan perhitungan dapat dilakukan dengan
cara ekstrapolasi dengan prosedur sebagai berikut :
1. Anggap suatu harga r tertentu (misal r1)
2. Hitung besarnya discount factor
3. Hitung besarnya NPV (misal NPV1)
4. Ambil harga r yang baru (misal r2)
5. Ulangi perhitungan mulai langkah 2 dan 3
6. Plot harga NPV vs discount rate
7. Ekstrapolasi kurva sampai memotong garis NPV = 0

Berikut ini ilustrasi kurva IRR :

100

80
Net Present Value, US$MM

60

40

IRR=22%
20

Interest

-20 10 20 30

h a l | 44
Modul Rencana Pengembangan Lapangan (Rev-1)
A’D2N

Setelah didapat r maka hitung lagi discount factor dan NPVnya pada r yang
didapat dari grafik, jika harganya (-) maka r terlalu besar maka cari lagi harga r
sehingga NPV = 0.
Harga IRR tidak bisa dihitung apabila harga NCF semuanya (+). IRR dalam suatu
proyek bisa mempunyai 2 nilai IRR. Hal ini terjadi apabila pada tengah waktu umur
proyek ada investasi lagi.
Pada kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi di Indonesia, terdapat semacam
best practice untuk menentukan besarnya discount rate. Nilai yang lazim digunakan
untuk discount rate biasanya adalah sebesar 10%.

3.2.4 Discounted Profit to Invesment Ratio (DPR)


Pada DPR, nilai dari NCF discounted dibandingkan dengan total investasi.
Secara matematis :
NCFdiscounted
DPR 
investasi
Contoh : (Data sesuai contoh soal pada sub Bab 3.2.2)
111.149
DPR 
9500
DPR  11,7

3.2.5 Profit to Invesment Ratio (PIR)


Pada PIR nilai uang belum dibawa ke nilai sekarang. Secara matematis :
NCFundiscounted
PIR 
investasi
Contoh : (Data sesuai contoh soal pada sub Bab 3.2.2)
156.270
PIR 
9500
PIR = 16,5

3.2.6 Sensitivity Analysis (Analisa Sensitivitas)


Setelah kita mengetahui kelaikan perencanaan proyek pengembangan lapangan
migas berdasarkan indikator – indikator keekoomian (NPV, IRR, POT) maka

h a l | 45
Modul Rencana Pengembangan Lapangan (Rev-1)
A’D2N

selanjutnya perlu dilakukan analisis sensitivitas terhadap proyek tersebut. Analisis


sensitivitas adalah cara untuk melihat pengaruh perubahan besaran-besaran yang
mempengaruhi indicator keekonomian. Besaran-besaran yang sering digunakan untuk
analisis sensitivitas antara lain perkiraan produksi, harga, investasi, biaya operasi, dan
pajak (apabila dibutuhkan insentif).

Ilustrasi spider diagram untuk analisa sensitifitas.

Keuntungan dari analisis sensitivitas adalah:


a. Sangat membantu untuk mengidentifikasi besaran-besaran yang sangat
mempengaruhi (dilihat dari berapa besarnya perubahan keuntungan yang
diakibatkan oleh perubahan besaran tersebut).
b. Mudah dilakukan dengan komputer.
Kelemahan dari analisis sensitivitas adalah:
a. Tidak memberikan indikasi kemungkinan (likelihood) sesuatu yang diandaikan
terjadi. Misalnya, berapa kemungkinan harga turun 20 persen.
b. Tidak memperlihatkan ketergantungan antar besaran-besaran yang mempengaruhi
keuntungan.

Analisis sensitivitas perlu dilakukan, karena dalam projek pengembangan


lapangan migas penuh dengan ketidakpastian, mulai dari tahapan eksplorasi, pemboran,
produksi, sampai dengan transportasi. Perencanaan yang telah disusun sedemikian baik,
bukan tidak mungkin akan meleset jauh dari yang semestinya. Rencana hanya membor
7 sumur, boleh jadi akan bertambah menjadi 10 sumur. Pemasangan artificial lift yang
semula kita rencanakan pada tahun ke-6, bukan tidak mungkin akan menjadi tahun ke-3.

h a l | 46
Modul Rencana Pengembangan Lapangan (Rev-1)
A’D2N

Tentunya ini akan mempengaruhi besarnya investasi yang kita keluarkan. Belum lagi
jika peramalan produksi meleset terlalu jauh dan bertambahnya biaya operasi karena
adanya masalah yang tidak kita duga sebelumnya. Dengan analisis sensitivitas ini,
setidaknya akan dapat membantu perusahaan dalam mengantisipasi adanya
ketidakpastian tersebut.

h a l | 47
Modul Rencana Pengembangan Lapangan (Rev-1)
A’D2N

BAB IV
FISCAL TERMS PADA KEGIATAN USAHA HULU MIGAS

Pada Bab sebelumnya, perhitungan Cash Flow belum memperhitungkan


keikutsertaan/pengaruh pemerintah. Keikutsertaan pemerintah di dalam kegiatan usaha
hulu minyak dan gas bumi dinyatakan dalam bentuk ”Goverment Take/GOI Take”
(Pendapatan Pemerintah).
GOI Take didefinisikan sebagai semua bentuk penerimaan pemerintah mulai
dari penandatangan Kontrak sampai proyek tersebut berakhir. GOI Take digunakan
untuk mengukur seberapa besar total penerimaan dari keuntungan yang diperoleh dari
kegaiatn usaha hulu migas (Ref. Lubiantara, Benny. 2012. Ekonomi Migas). Pada
system PSC, penerimaan pemerintah (GOI Take) terdiri dari FTP bagian pemerintah,
Equity to Be Split bagian pemerintah, Tax, dan DMO.
Ada dua bentuk system fiscal yang umum digunakan di dunia pada industri
Migas yaitu Concessionary Systems (Royalty/Tax) dan Contractual Systems. Perbedaan
antara sistem konsesi dengan sistem kontrak terletak pada konsep pemindahan
kepemilikan sumber daya alam. Dalam sistem kontrak, kepemilikan sumber daya
mineral tidak dimiliki oleh individu tetapi oleh negara untuk kepentingan rakyat.
Transfer kepemilikan pada sistem kontrak terjadi pada titik ekspor. Pada system royalty,
kepemilikan sumber berada ditangan kontraktor.

4.1. Sistem Royalty/Tax (Concessionary Systems)


Pada pola Royalty/Tax, ketentuan-ketentuan sudah diatur di dalam bentuk UU
maupun peraturan-peraturan dari Negara yang bersangkutan. Ketentuan-ketentuan di
dalam Royalty akan diperlakukan sama pada semua kontraktor yang akan melakukan
eksplorasi maupun eksploitasi minyak dan gas bumi pada Negara tersebut. Hidrokarbon
yang ada di dalam Negara tersebut pada system Royalty seolah-olah dipunyai oleh
kontraktor. Beberapa negara yang menggunakan system Royalty&Tax yaitu: Amerika,
Australia, Papua Nugini, Inggris, Thailand, Norwegia, New Zealand.

h a l | 48
Modul Rencana Pengembangan Lapangan (Rev-1)
A’D2N

4.2. Contractual Systems


Pola fiscal dengan system kontrak pada kegiatan usaha hulu migas yang paling
dikenal secara luas adalah system Production Sharing Contract (PSC). Ketentuan-
ketentuan di dalam PSC pada umumnya tidak diatur didalam bentuk UU tetapi
didasarkan pada negosiasi antara pemerintah dan perusahaan (kontraktor) terutama pada
besarnya bagi hasil (sharing split) secara detail. Minyak dan gas yang ada di dalam
reservoir pada prinsipnya dimiliki oleh pemerintah. Beberapa negara yang
menggunakan pola PSC yaitu: Indonesia, Cina, India, Malaysia, Vietnam dan Filipina.

Petroleum Fiscal
Company retains Arrangements State keeps mineral
mineral ownership ownership

Concessionary Contractual
Systems Systems

4.3. Production Sharing Contract (PSC) di Indonesia


Saat ini, Indonesia menggunakan 2 (dua) system Production Sharing Contract
Service Production
Contracts dan PSC Gross Split. Didalam modulSharing
(PSC), yaitu PSC Cost Recovery ini, parameter
Contracts (PSC)
keekonomian yang akan dibahas adalah hanya parameter keekonomian PSC Cost
Recovery.

Pure Risk
Service Service
Contracts Contracts

Classification of Petroleum Fyscal Systems


(Sumber : Daniel Johnston, 1994 : 25)

h a l | 49
Modul Rencana Pengembangan Lapangan (Rev-1)
A’D2N

4.3. Production Sharing Contract (PSC) di Indonesia


Sebelum tahun 1961 kontrak kerja sama yang diberlakukan kepada Kontraktor
minyak di Indonesia bersifat konsesi (concession agreement) dan mulai tahun 1968
Indonesia mulai memberlakukan pola kerjasama untuk kegiatan eksplorasi dan
eksploitasi minyak bumi dalam bentuk kontrak bagi hasil yang dikenal dengan sebutan
Production Sharing Contract (PSC). Sejak tahun 1968 kontrak bagi hasil (PSC)
Indonesia terus mengalami perbaikan-perbaikan di dalam isi dari kontrak yang
diberlakukan, dengan mempertimbangan indikator-indikator yang berlaku seperti:
tingkat kesulitan yang dihadapi Kontraktor di wilayah kerja yang diberikan, struktur
biaya yang dapat dikelompokkan dalam kegiatan eksplorasi dan eksplotasi dan
pembagian hasil yang lebih menguntungkan bagi Pemerintah dengan tetap
mempertimbangkan imbal hasil yang memadai untuk Kontraktor.
PSC di Indonesia sekarang ini sudah memasuki tahap generasi ketiga yang mulai
diberlakukan pada tahun 1988. Kontrak bagi hasil sejak tahun 1988 mulai
memberlakukan sistim First Tranche Petroleum (FTP) dengan prosentase sebesar 20%.
Dengan diberlakukannya sistim FTP maka Pemerintah dan Kontraktor sudah dapat
menikmati hasil dari produksi sebelum dikurangi biaya operasi (cost recovery) dan
kredit investasi (investment credit), masing-masing sebesar prosentase yang disepakati
dalam perjanjian dikalikan dengan 20% yang diperoleh dari produksi.
Sejak diberlakukannya PSC generasi ketiga, Pemerintah telah mengeluarkan
beberapa paket insentif yang ditujukan untuk menarik minat Kontraktor dalam
melakukan kegiatan eksplorasi dan ekploitasi di Indonesia. Paket insentif yang terakhir
diberikan oleh Pemerintah adalah paket insentif keempat yang ditujukan khusus untuk
wilayah Indonesia Bagian Timur dan sebagian wilayah Indonesia Bagian Barat. Pada
tahun 1988 besaran FTP yang dibagi untuk Pemerintah dan Kontraktor adalah 20%
yang kemudian dalam paket insentif keempat diturunkan menjadi 15%. Namun, untuk
kontrak-kontrak baru (kontrak yang ditandatangani setelah tahun 2000) besarnya FTP
umumnya ditetapkan sebesar 20% yang dibagi antara Pemerintah dan Kontraktor.
Secara umum perkembangan PSC di Indonesia dapat digambarkan sebagai
berikut:
1. PSC Generasi Pertama (Tahun 1966-1975).
 Perusahaan migas berkedudukan sebagai Kontraktor Pertamina.
 Tanggung jawab manajemen operasional di lapangan dipegang oleh Pertamina

h a l | 50
Modul Rencana Pengembangan Lapangan (Rev-1)
A’D2N

 Cost Recovery dibatasi sebesar 40% dari total pendapatan per tahun.
 Pembagian hasil antara Pertamina dengan Kontraktor adalah 65% : 35%.
Dimana 65% bagian Pemrintah sudah termasuk pajak Kontraktor.
 Kontraktor diwajibkan memasok 25% dari bagian produksinya untuk keperluan
domestic (Domestic Market Obligation).
Ketentuan dan persyaratan PSC Generasi Pertama ini relative sederhana, dimana
pemerintah selalu dijamin memperoleh minimal 39% (bagian pemerintah x 60%)
dari produksi bruto setiap tahun. Pada saat terjadi krisis minyak tahun 1973-1974
akibat perang Timur tengah yang mengakibatkan melonjaknya harga minyak,
Pemerintah memutuskan untuk melakukan perundinagn ulang dengan KOntraktor,
hasilnya kemudian melahirkan PSC Generasi Kedua.

2. PSC Generasi Kedua (Tahun 1976-1988).


 Tidak ada pembatasan untuk cost recovery.
 Split sharing setelah dikurangi cost recovery antara Pertamina dan Kontraktor
menjadi :
 Untuk minyak bumi adalah 65.91% : 34.09%.
 Untuk gas bumi adalah 31.82% :68.18%.
 Kontraktor membayar pajak kepada Pemerintah :
 56% sebelum tahun 1984.
 44 % sesudah tahun 1984.
 Pembagian Net income antara Pertamina dan Kontraktor :
 Untuk minyak bumi adalah 85% : 15%.
 Untuk gas bumi adalah 70% : 30%.
 Insentif untuk Kontraktor :
 DMO dengan harga ekspor setelah 5 tahun berproduksi.
 Untuk lapangan baru, Kontraktor diberikan Investment credit 20% dari
capital expenditures untuk fasilitas produksi

3. PSC Generasi Ketiga (Tahun 1988 – current).


Masalah yang pada PSC generasi Kedua adalah tidak ada jaminan pendapatan bagi
pemerintah yang diakibatkan tidak adanya cost recovery ceiling. Perlunya jaminan
pendapatan pendapatan bagi pemerintah ini melandasai lahirnya PSC generasi

h a l | 51
Modul Rencana Pengembangan Lapangan (Rev-1)
A’D2N

Ketiga. Oleh karena itu, pada PSC Generasi Ketiga diperkenalkan First Tranche
Petroleum (FTP) yang besarnya 20%.

Pada awal tahun 1990 hingga tahun 1998, harga minyak dunia cenderung
turun. Disamping itu, ada perkembangan baru dimana banyak wilayah kerja yang
ditawarkan oleh negara-negara yang sebelumnya tidak aktif dalam industri migas
seperti: negara-negara eks Uni Sovyet, dan beberapa negara dan di Afrika. Negara-
negara ini mencoba menawarkan wilayah kerja dengan ketentuan dan persyaratan yang
menarik bagi investor. Perkembangan bisnis internasional ini mendorong pemerintah
untuk terus kreatif dalam mendesain sistem fiskal yang berlaku. Perbaikan pada sistem
fiskal akan mendorong investor melakukan kegiatan investasi khususnya untuk proyek
yang mempunyai resiko yang relatif lebih tinggi, baik dari segi resiko geologis maupun
resiko geografis. Dengan adanya insentif, proyek yang sebelumnya tidak ekonomis
diharapkan menjadi lebih ekonomis (secara komersial layak dikembangkan).
Pemerintah Indonesia telah menawarkan empat paket insentif sejak tahun 1998,
paket kebijakan insentif dapat dikelompokan menjadi sebagai berikut:
a. First Incentive Pakages, Agustus 1988.
 Investment credit 17% dari Capital Investment Cost.
 DMO price 10% dari harga ekspor dan berlaku setelah 5 tahun berproduksi.
 FTP 20% dari produksi yang akan dibagi kepada Pemerintah dan Kontraktor
berdasarkan prosentase bagi hasil yang diperjanjikan.
 Minimum guarantee 25% dari Gross Revenue untuk Pemerintah.
 Split minyak bumi antara Pertamina dan Kontraktor :
Frontier areas
Produksi lebih kecil dari 50 MMBO adalah 80% : 20%
Produksi antara 50 MMBO – 150 MMBO adalah 85% : 15%.
Produksi lebih dari 150 MMBO adalah 90% : 10%
Conventional areas adalah 85% : 15%
 Split gas bumi antara Pertamina dan Kontraktor :
Frontier areas adalah 70% : 30%
Conventional areas adalah 70% : 30%.

h a l | 52
Modul Rencana Pengembangan Lapangan (Rev-1)
A’D2N

b. Second Incentives Pakages, Pebuari 1989.


 Investement credit untuk deep areas lebih dari 600 ft adalah 110% untuk
minyak bumi dan 55% untuk gas bumi.
 Split minyak bumi untuk marginal fields dan tertiary of enhanced oil
recovery (EOR) antara Pertamina dan Kontraktor :
Conventional areas adalah 80% : 20%
Frontier areas adalah 75% : 25%
 Split minyak bumi untuk pre tertiary dan deep sea antara Pertamina dan
Kontraktor :
Produksi lebih kecil dari 50 MMBO adalah 80% : 20%
Produksi antara 50 MMBO – 150 MMBO adalah 85% : 15%.
Produksi lebih dari 150 MMBO adalah 90% : 10%
 Diberikan perpanjangan jangka waktu untuk kegiatan eksplorasi selama 4
tahun.
c. Third Incentive Pakages, Agustus 1992.
 Investment credit :
Pre-Tertiary Reservoir Rock untuk minyak dan gas bumi 110%.
Water Deep of 200 m – 1.500 m untuk minyak dan gas bumi 110%.
Water Deep lebih dari 1.500 m untuk minyak dan gas bumi 125%.
 DMO price 15% dari harga ekspor dan berlaku setelah 5 tahun berproduksi.
 Split for oil antara Pemerintah dan Kontraktor :
Frontier areas adalah 80% : 20%.
Water deep lebih dari 1.500 m adalah 75% : 25%.
 Split for gas antara Pemerintah dan Kontraktor :
Conventional areas adalah 65% : 35%.
Frontier areas adalah 60% : 40%.
Water deep lebih dari 1.500 m adalah 55% : 45%
d. Fourth Incentive Pakages, Desember 1993.
 DMO price 25% dari harga ekspor dan berlaku setelah 5 tahun berproduksi.
 FTP 15% sebelum dikurangi cost recovery dibagi antara Pemerintah dan
Kontraktor.
 Split antara Pemerintah dan Kontraktor :
Untuk minyak bumi adalah 65% : 35%.

h a l | 53
Modul Rencana Pengembangan Lapangan (Rev-1)
A’D2N

Untuk gas bumi adalah 60% : 40%.

Sejak berlakunya UU No. 22 tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi dan PP
No. 42 Tashun 2002 tentang Badan Pelaksana Kegiatan Usaha hulu Migas/BP Migas
(saat ini SKK Migas), otomatis kegiatan pengawasan dan pembinaan Kontrak Kerja
Sama Bagi Hasil (PSC) yang sebelumnya merupakan bagian dari tanggung jawab
Pertamina dialihkan ke BP MigasSKK Migas. Pasca UU No 22 Tahun 2001, ada
beberapa elemen baru pada struktur kontrak PSC dalam rangka mengantisipasi
permasalahan yang timbul, maupun untuk mengakomodasi perkembangan terbaru,
seperti: pengaturan dana Abandonment & Site Restoration (ASR), perubahan tingkat
pajak penghasilan, partisipasi Perusahaan daerah, dan lain-lain.

Prinsip-prinsip utama dalam kontrak kerjasama bagi hasil (PSC) yang berlaku
sekarang ini adalah:
1. Kepemilikan atas sumber-sumber minyak dan gas bumi di tangan Pemerintah.
2. Tanggung jawab manajemen operasional di lapangan adalah SKK Migas.
3. Kontraktor menyediakan seluruh dana, tenaga ahli dan teknologi dan menanggung
seluruh resiko yang dapat terjadi atas kegiatan eksplorasi dan eksploitasi di
lapangan.
4. Jangka waktu eksplorasi adalah 6 tahun dan dapat diperpanjang untuk 4 tahun.
5. Apabila ditemukan sumber minyak dan gas alam yang komersial, jangka waktu
kontrak adalah 30 tahun (untuk wilayah kerja baru dan 20 tahun untuk wilayah kerja
eksploitasi).
6. Kontraktor diwajibkan dan diminta untuk melepaskan wilayah kerja secara bertahap
(relinquishment).
7. Kontraktor diwajibkan membuat Komitmen Pasti (firm commitment) untuk 3 tahun
pertama dari periode eksplorasi dan selama jangka waktu tersebut Kontraktor harus
dapat menjaga dan memelihara seluruh kepentingan mayoritas di wilayah kerja
(contract area).
8. Split untuk Pemerintah dan Kontraktor ditentukan oleh Pemerintah.

Setelah kita memahami latar belakang PSC dan prinsip-prinsip dasarnya, selanjutnya
akan dibahas mengenai alur perhitungan keeenomian pengembangan lapangan sesuai
alur PSC.

h a l | 54
Modul Rencana Pengembangan Lapangan (Rev-1)
A’D2N

Parameter Keekonomian di dalam PSC Cost Recovery adalah sebagai berikut:


a. Gross Revenue (Hasil Penjualan Migas)
Hasil penjualan produksi minyak merupakan perkalian antara Lifting dengan
harga minyak suatu lapangan (biasanya menggunakan asumsi harga ICP/Indonesian
Crude Price). Sejak April 1989, pemerintah menetapkan ICP secara bulanan
berdasarkan moving average harga internasional (basket) dari lima minyak mentah;
Indonesia (minas), Malaysia (Tapis), Australia (Gippsland), Uni Emirat Arab (Dubai),
dan Oman.
Demikian juga dengan hasil penjualan jual gas merupakan hasil kali antara sales gas
dengan harga jual gas, sesuai dengan GSA (Gas Slaes Agreement).

b. FTP (First Tranche Petroleum)


FTP merupakan bagian tertentu (dinyatakan dalam prosentase) revenue yang
disisihkan sebelum Investment Credit dan Cost Recovery dikeluarkan. Besarannya
antara 10% - 20%, ada yang sifatnya shareable (dibagi antara pemerintah dan
kontraktor) ada juga yang non shareable (tidak dibagi), hal ini tergantung pada
ketentuan-ketentuan pokok yang diatur dalam PSC-nya). Pengaturan ketentuan terkait
FTP didalam PSC adalah sebagai berikut:
“FTP untuk setiap Tahun Kalender akan dibagi untuk Minyak Bumi antara
SKK MIGAS dan KONTRAKTOR sesuai pembagian split yang ditetapkan. Biaya
Operasi tidak dapat diperoleh kembali dari bagian FTP KONTRAKTOR. Bagian FTP
KONTRAKTOR dibebaskan dari pengembalian Biaya Operasi (cost recovery). Untuk
menghindari keraguan, bagian FTP KONTRAKTOR tunduk kepada Undang-undang
Pajak Penghasilan Indonesia”.
Untuk FTP bagian Kontraktor, sesuai peraturan perundang-undangan maka
dikenakan pajak atas FTP. Dimana penghitungan pajak penghasilan atas FTP yang
diterima Kontraktor dihitung pada saat akumulasi FTP yang diterima Kontraktor lebih
besar daripada sisa biaya operasi yang belum dikembalikan.

c. Investment Credit
Sesuai peraturan perundang-undangan, Investment Credit (IC) didefinisikan
sebagai tambahan pengembalian biaya modal dalam jumlah tertentu, yang berkaitan
langsung dengan fasilitas produksi, yang diberikan sebagai insentif untuk
pengembangan lapangan minyak dan/atau gas bumi tertentu (ref. PP 79/2010 jo.

h a l | 55
Modul Rencana Pengembangan Lapangan (Rev-1)
A’D2N

PP27/2017). IC merupakan insentif yang diberikan kepada Kontraktor (dinyatakan


dalam persentase biaya capital) atas investasi yang ditanamkan terhadap pengembangan
lapangan migas yang didominasi oleh biaya fasilitas produksi – insentif ini dikenakan
pajak. Biaya ini dikeluarkan dari gross revenue sesudah FTP (First Tranche Petroleum),
tetapi sebelum cost recovery. ).
Pengaturan ketentuan terkait FTP didalam PSC adalah sebagai berikut:
“Contractor may recover an investment credit amounting to 17% of capital
investment cost directly required for developing natural gas production facilities, out of
deduction from gross production before recovering operating cost, commencing in the
earliest production year of year before tax deduction (to be paid in advance in such
production year when taken)”
“Kontraktor dapat memperoleh kredit investasi sebesar 17% dari biaya investasi
kapital yang secara langsung diperlukan untuk mengembangkan fasilitas produksi gas
bumi, yang dapat dikurangkan langsung dari produksi kotor sebelum pengembalian
biaya operasi, dimulai pada tahun dimana produksi paling awal terjadi sebelum
pengurangan pajak (yang dibayarkan dimuka pada saat tahun produksi tersebut ketika
IC ini diperoleh)".

d. Cost Recovery (CR)


Cost Recovery merupakan suatu mekanisme dalam PSC dimana Kontraktor
menalangi dulu biaya pelaksanaan eksplorasi dan eksploitasi pada suatu Wilayah Kerja,
yang selanjutnya akan mendapatkan kembali biaya yang telah dikeluarkan tersebut,
setelah berproduksi secara komersial. Cost recovery dapat menggunakan 100% gross
revenue yang tersedia setelah dikurangi FTP dan Investment Credit (jika ada).
Komponen Cost Recovery berdasarkan PSC Exhibit C, meliputi:
 Current Year Operating Cost
Yang meliputi Exploration & Development Expenditure, Production Expenditure,
Administration Expenditure. Biaya-biaya tersebut antara lain biaya yang berkaitan
langsung degan operasi produksi, pemeliharaan, overhead, biaya ASR, dan gaji
karyawan.
 Depresiasi atas Investasi Aset (Capital Expenditures) KKKS
 Biaya operasi tahun sebelumnya yang belum terkembalikan sebagai Cost Recovery
(jika ada).

h a l | 56
Modul Rencana Pengembangan Lapangan (Rev-1)
A’D2N

e. Profit Oil (Equity to Split, ETS)


Merupakan keuntungan operasi migas yang dibagi antara pemerintah dan
kontraktor dengan split tertentu. Jika di dalam PSC diatur mengenai FTP dan
Investment Credit, maka ETS dihitung bertdasarkan Gross revenue dikurangi FTP
dikurangi Investment Credit dikurangi biaya operasi yang dapat dikembalikan (Cost
Recovery)

f. Split
Merupakan rasio pembagian Profit Oil atau equity to split (ETS). Ada dua istilah
yang biasa digunakan, split sesudah pajak (after tax split) dan split sebelum pajak
(before tax split).
Contoh:
Disepakati bahwa Bagi Hasil (Split) setelah pajak untuk minyak bumi wilayah kerja X
adalah sebesar 85 % : 15%. Ini artinya bahwa porsi bagi hasil untuk Pemerintah adalah
sebsar 85% dan untuk Kontraktor adalah sebesar 15%. Apabila pajak efektif untuk
Kontraktor adalah 40%, maka di dalam dokumen PSC, yang ditulis adalah bagi hasil
untuk Pemerintah adalah sebesar 75% dan untuk Kontraktor adalah sebesar 25%. Cara
menghitungnya adalah sebagai berikut:

Pre-Tax Split =

Pre Tax Share = = 25% %, Sehingga split sebelum pajak untuk Pemerintah

adalah 1- pre taxshare Contarctor = 1 - 25% = 75%.

g. DMO (Domestic Market Obligation)


DMO adalah kewajiban Kontraktor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri
yang besarnya minimal 25% dari produksi bagian Kontraktor (DMO Volume).
Kewajiban ini berlaku baik untuk minyak bumi maupun gas bumi. Untuk lima tahun
pertama (60 bulan pertama) pada saat produksi dimulai, volume untuk DMO minyak ini
dihargai dengan harga pasar minyak mentah tersebut, yang dikenal dengan DMO
Holiday. Setelah periode DMO Holiday, harga minyak DMO akan dihargai sesuai
dengan yang tercantum pada PSC, biasanya 25% dari harga pasar minyak mentah
tersebut (DMO Fee). Apabila masih ada biaya operasi yang belum diperoleh

h a l | 57
Modul Rencana Pengembangan Lapangan (Rev-1)
A’D2N

pengembaliannya (unrecovered cost), maka besarnya DMO fee = 100% rata-rata


tertimbang (weighted average) dari harga minyak mentah dari wilayah kerja tersebut.
Atau dengan kata lain bahwa selama masih ada unrecovered cost maka masih berlaku
DMO Holiday. Sedangkan untuk harga DMO gas bumi, itu sesuai dengan harga pasar
(Gas Sales Agreement).

h. Pajak
Terdiri atas pajak perusahaan (corporate tax) dan pajak atas bunga, deviden dan
royalty (PBDR) Lihat table historis pajak PSC Indonesia di bawah ini. Saat ini tarif
pajak perusahaan (corporate tax) adalah sebesar 25% dan pajak Devidend untuk BUT
adalah sebesar 20%, sehingga keseluruhannya menjadi: 25% + 20% * (100%-25%) =
40%.
Table besaran pajak PSC dari masa ke masa.
Besaran Pajak PSC 2010 - skrg PSC 2009 PSC 1994-2009 PSC 1984-1994 PSC sebelum 1985
Pajak Penghasilan 25% 28% 30% 35% 45%
Pajak Atas Bunga, Dividen dan Royalti (PBDR) 20% 15% 14% 14% 13% 11%
Pajak efektik untuk Kontraktor 40% 42% 44% 48% 56%

h a l | 58
Modul Rencana Pengembangan Lapangan (Rev-1)
A’D2N

BAB V
STUDI KASUS PENGEMBANGAN LAPANGAN MIGAS

Pada Bab IV telah dibahas mengenai alur perhitungan keekonomian sesuai


diagram alir Production Sharing Contract (PSC) yang berlaku di Indonesia. Untuk
memberikan gambaran yang lebih jelas, maka pada Bab ini akan dibahas studi kasus
perhitungan keekonomian suatu Rencana Pengembangan Lapangan.
Untuk menghitung keekonomian proyek pengembangan lapangan, diperlukan
data antara lain perkiraan produksi, data biaya pengembangan, perkiraan biaya
operasional, asumsi harga minyak dan atau gas bumi, metode depresiasi dan fiscal term
yang diatur dalam PSC.
Berikut ini studi kasus rencana pengembangan lapangan Akamigas Wilayah
Kerja PEM sebagai ilustrasi dalam perhitungan keekonomian rencana pengembangan
lapangan minyak dan gas bumi. (disclaimer: Data dan informasi yang digunakan
menggunakan data real lapangan, namun untuk keperluan akademis, nama dan lapangan
sengaja disamarkan).

h a l | 59
Modul Rencana Pengembangan Lapangan (Rev-1)
A’D2N

Studi Kasus Rencana Pengembangan Lapangan:


PSC Wilayah Kerja PEM ditandatangani pada tahun 2009. Setelah melakukan
kegiatan eksplorasi yang menghabiskan dana mencapai 15.277 MUSD, berhasil
ditemukan cadangan gas pada Lapangan Akamigas dengan OOIP sebesar 190 BSCF.
Lapangan Gas Akamigas terletak diatas 12 mil laut dari garis pantai pulau
Nusakambangan. Agar cadangan gas pada Lapangan Akamigas tersebut dapat
dimonetisasi, maka dibuatlah rencana pengembangan lapangan dengan skenario
pengembangan yang paling optimal. Tujuan dari rencana pengembangan lapangan gas
Akamigas ini adalah memproduksikan cadangan gas hingga akhir economic limit
sebesar 82,47 BSCF selama 10 tahun. Dari hasil uji sample hidrocarbon yang telah
dilakukan, diketahui Gross Heating Value gas dari Lapangan Akamigas adalah sebesar
0,977 x 103 BTU per SCF.
Untuk memproduksikan gas tersebut, dibutuhkan pengeboran sumur
pengembangan (development well) sebanyak 3 sumur. Fasilitas produksi yang
diperlukan antara lain pembangunan platform dengan fasilitas 2-phase separator dan
pemasangan kompresor serta pembangunan pipa penyalur bawah laut sepanjang 16 km.
Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk pengembangan lapangan gas Akamigas hingga
siap untuk diproduksikan adalah 3 tahun terhitung sejak tahun 2019. Lapangan Gas
Akamigas diharapkan onstream pada tahun 2022.
Beberapa ketentuan-ketentuan pokok yang diatur dalam PSC Wilayah Kerja
PEM antara lain:
 Kesepakatan bagi hasil setelah pajak untuk gas bumi adalah sebesar 60% untuk
Pemerintah dan 40% untuk Kontraktor.
 FTP sebesar 10% untuk Pemerintah.
 Pajak efektif untuk Kontraktor adalah sebesar 44%
 DMO Volume sebesar 25% dari produksi bagian Kontraktor
 DMO fee untuk gas adalah sesuai harga gas (sesuai Gas Sales Agreement).
 Depresiasi menggunakan metode Declining Balance dengan tarif sebesar 25% dan
jangka waktu selama 5 tahun.
Perkiraan biaya yang dibutuhkan untuk mengembangkan Lapangan Akamigas
meliputi Biaya Investasi (Capex) sebesar 125.216 MUSD, Biaya Operasi (Opex) sebesar
207.466 MUSD, Biaya ASR sebesar 7.000 MUSD.

h a l | 60
Modul Rencana Pengembangan Lapangan (Rev-1)
A’D2N

Perkiraan Produksi tahunan dan rincian biaya disajikan dalam tabel dibawah ini:
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Year
pre 2019 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030 2031
Parameter Unit Total
Sales Gas MMSCF 82,466 - - - - 6,644 16,060 15,976 14,362 9,601 6,674 4,825 3,580 2,731 2,013
Gas Price US$/MMBTU 8.8 8.8 8.8 8.8 8.8 8.8 8.8 8.8 8.8 8.8 8.8 8.8 8.8 8.8 8.8
Sunk Cost M US$ 15,277 15,277
Capex M US$ 125,216 - 1,000 2,000 41,000 71,216 - 10,000 - - - - - - -
Tangibel M US$ 46,665 - 400 800 15,700 25,765 - 4,000
Expenditure
Intangibel M US$ 78,551 - 600 1,200 25,300 45,451 - 6,000
Opex M US$ 207,466 - 1,000 1,000 1,000 15,644 25,060 28,976 27,362 22,601 19,674 17,825 16,580 15,731 15,013
ASR M US$ 7,000 - - - - 778 778 778 778 778 778 778 778 778
Total Expenditure M US$ 354,959 15,277 2,000 3,000 42,000 87,638 25,838 39,754 28,140 23,379 20,452 18,603 17,358 16,509 15,013

Dengan asumsi harga gas sebesar 8,8 USD/MMBTU, hitunglah:


1. Proyeksi Cash Flow setiap tahun dari Rencana Pengembangan Lapangan Akamigas
tersebut!
2. Hitunglah rincian bagian Pemerintah dan rincian bagian Kontraktor serta berapa
besarnya total Penerimaan Pemerintah yang dinyatakan dalam GOI Take (value dan
percentage) dan Total Penerimaan Kontraktor yang dinyatakan dalam Kontraktor
Net Cash Flow!
3. Hitunglah parameter keekonomian yang meliputi NPV, IRR, POT dan PIR serta
DPR dari Rencana Pengembangan Lapangan Akamigas tersebut!
4. Buatlah sensitifitas dari parameter GOI Take, NPV dan IRR terhadap perubahan
variable Produksi, Biaya Investasi (Capex), Biaya Operasi (Opex), dan Harga Gas
Bumi!

SELAMAT MENGERJAKAN!

h a l | 61
Modul Rencana Pengembangan Lapangan (Rev-1)
A’D2N

Penyelesaian

h a l | 62
Berdasarkan data Perkiraan Produksi, perkiraan Biaya dan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam PSC, selanjutnya dibuat perhitungan
sesuai diagram alir Production Sharing Contract (PSC). Dengan menggunakan bantuan microsoft excel, perhitungan akan dengan mudah
dilakukan. Hasil perhitungan disajikan pada tabel 5.1, s.d Tabel. 5.7 di bawah ini.
Tabel 5.1.
Hasil Perhitungan Keekonomian Rencana Pengembangan Lapangan Akamigas
- - 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Year
Parameters Unit Pre 2019 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030 2031
Total
Sales Gas MMBTU 80,569 - - - - 6,491 15,691 15,608 14,032 9,380 6,521 4,714 3,497 2,668 1,967
Sales Gas MMSCF 82,466 - - - - 6,644 16,060 15,976 14,362 9,601 6,674 4,825 3,580 2,731 2,013
Gas Price $/MMBTU - - - - 8.8 8.8 8.8 8.8 8.8 8.8 8.8 8.8 8.8 8.8
Gross Revenue M$ 709,010 - - - - 57,122 138,077 137,354 123,481 82,544 57,383 41,484 30,777 23,478 17,308
Sunk Cost M$ 15,277 15,277
Capex M$ 125,216 - 1,000 2,000 41,000 71,216 - 10,000 - - - - - - -
Tangible M$ 46,665 - 400 800 15,700 25,765 - 4,000 - - - - - - -
Intangible M$ 78,551 - 600 1,200 25,300 45,451 - 6,000 - - - - - - -
Opex M$ 207,466 - 1,000 1,000 1,000 15,644 25,060 28,976 27,362 22,601 19,674 17,825 16,580 15,731 15,013
ASR M$ 7,000 - - - - 778 778 778 778 778 778 778 778 778 -
Depresiasi M$ 46,665 - - - - 100 275 4,131 9,540 7,250 6,532 8,435 8,715 422 1,266
FTP 0 M$ 70,901 - - - - 5,712 13,808 13,735 12,348 8,254 5,738 4,148 3,078 2,348 1,731
GR after FTP M$ 638,109 - - - - 51,410 124,270 123,619 111,133 74,289 51,645 37,336 27,700 21,131 15,577
Cost Recovery Calculation
Depesiasi M$ 46,665 100 275 4,131 9,540 7,250 6,532 8,435 8,715 422 1,266 - - -
Capex Intangible M$ 78,551 - 600 1,200 25,300 45,451 - 6,000 - - - - - - -
Opex M$ 207,466 - 1,000 1,000 1,000 15,644 25,060 28,976 27,362 22,601 19,674 17,825 16,580 15,731 15,013
ASR M$ 7,000 - - - - 778 778 778 778 778 778 778 778 778 -
Expense to be Recovered M$ 354,959 15,277 1,700 2,475 30,431 71,413 33,087 42,286 36,575 32,093 20,874 19,868 17,358 16,509 15,013
Prev year Unrec Cost M$ 171,476 - 15,277 16,977 19,452 49,883 69,886 - - - - - - - -
Total M$ 526,435 15,277 16,977 19,452 49,883 121,296 102,973 42,286 36,575 32,093 20,874 19,868 17,358 16,509 15,013
Available Fund for CR M$ 638,109 - - - - 51,410 124,270 123,619 111,133 74,289 51,645 37,336 27,700 21,131 15,577
Total Cost Recovery (paid this year) M$ 354,959 - - - - 51,410 102,973 42,286 36,575 32,093 20,874 19,868 17,358 16,509 15,013

Equity to be Split M$ 283,150 - - - - - 21,296 81,333 74,558 42,196 30,771 17,467 10,342 4,622 564
-
Contractor -
FTP M$ - - - - - - - - - - - - - - -
Equity M$ 202,250 - - - - - 15,212 58,095 53,256 30,140 21,979 12,477 7,387 3,301 403
DMO Volume M$ 126,609 - - - - 10,200 24,657 24,528 22,050 14,740 10,247 7,408 5,496 4,193 3,091
DMO Fee M$ 126,609 - - - - 10,200 24,657 24,528 22,050 14,740 10,247 7,408 5,496 4,193 3,091
DMO Loss M$ - - - - - - - - - - - - - - -
Taxable Income M$ 202,250 - - - - - 15,212 58,095 53,256 30,140 21,979 12,477 7,387 3,301 403
Tax M$ 88,990 - - - - - 6,693 25,562 23,433 13,262 9,671 5,490 3,250 1,453 177
Income after Tax M$ 113,260 - - - - - 8,519 32,533 29,823 16,878 12,308 6,987 4,137 1,849 226
40% 40% 40% 40% 40% 40% 40% 40% 40%
Contractor Cash Flow Calculation
Cash in M$ 557,209 - - - - 51,410 118,185 100,381 89,831 62,233 42,853 32,345 24,745 19,810 15,416
Cash out M$ 443,949 15,277 2,000 3,000 42,000 87,638 32,531 65,316 51,573 36,640 30,123 24,093 20,608 17,961 15,190
Contractor Net Cash Flow M$ 113,260 (15,277) (2,000) (3,000) (42,000) (36,228) 85,654 35,065 38,258 25,593 12,730 8,252 4,137 1,849 226
Discount Factor 10% 1.00 1.00 1.10 1.21 1.33 1.46 1.61 1.77 1.95 2.14 2.36 2.59 2.85 3.14
Discounted Net Cash Flow 44,825 (15,277) (2,000) (2,727) (34,711) (27,218) 58,503 21,773 21,596 13,133 5,939 3,500 1,595 648 72
Government Entitlement
FTP M$ 70,901 - - - - 5,712 13,808 13,735 12,348 8,254 5,738 4,148 3,078 2,348 1,731
Equity M$ 80,900 - - - - - 6,085 23,238 21,302 12,056 8,792 4,991 2,955 1,321 161
Tax M$ 88,990 - - - - - 6,693 25,562 23,433 13,262 9,671 5,490 3,250 1,453 177
GOI Take M$ 240,791 - - - - 5,712 26,586 62,535 57,083 33,572 24,201 14,629 9,283 5,121 2,069
GOI Take percentage,% 33.96% 10.00% 19.25% 45.53% 46.23% 40.67% 42.17% 35.26% 30.16% 21.81% 11.96%
Modul Rencana Pengembangan Lapangan (Rev-1)
A’D2N

Tabel. 5.2
Proyeksi Cash Flow
Rencana Pengembangan Lapangan Akamigas

- - 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Year
Parameters Unit Pre 2019 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030 2031
Total
Gross Revenue M$ 709,010 - - - - 57,122 138,077 137,354 123,481 82,544 57,383 41,484 30,777 23,478 17,308
Total Cost Recovery (paid this year) M$ 354,959 - - - - 51,410 102,973 42,286 36,575 32,093 20,874 19,868 17,358 16,509 15,013
Equity to be Split M$ 283,150 - - - - - 21,296 81,333 74,558 42,196 30,771 17,467 10,342 4,622 564
Contractor Cash Flow Calculation
Cash in M$ 557,209 - - - - 51,410 118,185 100,381 89,831 62,233 42,853 32,345 24,745 19,810 15,416
Cash out M$ 443,949 15,277 2,000 3,000 42,000 87,638 32,531 65,316 51,573 36,640 30,123 24,093 20,608 17,961 15,190
Contractor Net Cash Flow M$ 113,260 (15,277) (2,000) (3,000) (42,000) (36,228) 85,654 35,065 38,258 25,593 12,730 8,252 4,137 1,849 226
Discount Factor 10% 1.00 1.00 1.10 1.21 1.33 1.46 1.61 1.77 1.95 2.14 2.36 2.59 2.85 3.14
Discounted Net Cash Flow 44,825 (15,277) (2,000) (2,727) (34,711) (27,218) 58,503 21,773 21,596 13,133 5,939 3,500 1,595 648 72

Tabel 5.3
Rincian Bagian Pemerintah
- - 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Year
Parameters Unit Pre 2019 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030 2031
Total
Gross Revenue M$ 709,010 - - - - 57,122 138,077 137,354 123,481 82,544 57,383 41,484 30,777 23,478 17,308
Government Entitlement
FTP M$ 70,901 - - - - 5,712 13,808 13,735 12,348 8,254 5,738 4,148 3,078 2,348 1,731
Equity M$ 80,900 - - - - - 6,085 23,238 21,302 12,056 8,792 4,991 2,955 1,321 161
Tax M$ 88,990 - - - - - 6,693 25,562 23,433 13,262 9,671 5,490 3,250 1,453 177
GOI Take M$ 240,791 - - - - 5,712 26,586 62,535 57,083 33,572 24,201 14,629 9,283 5,121 2,069
GOI Take percentage,% 33.96% 10.00% 19.25% 45.53% 46.23% 40.67% 42.17% 35.26% 30.16% 21.81% 11.96%

h a l | 64
Modul Rencana Pengembangan Lapangan (Rev-1)
A’D2N

Tabel 5.4
Rincian Bagian Kontraktor
- - 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Year
Parameters Unit Pre 2019 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030 2031
Total
Gross Revenue M$ 709,010 - - - - 57,122 138,077 137,354 123,481 82,544 57,383 41,484 30,777 23,478 17,308
Total Cost Recovery (paid this year) M$ 354,959 - - - - 51,410 102,973 42,286 36,575 32,093 20,874 19,868 17,358 16,509 15,013
Contractor -
FTP M$ - - - - - - - - - - - - - - -
Equity M$ 202,250 - - - - - 15,212 58,095 53,256 30,140 21,979 12,477 7,387 3,301 403
DMO Volume M$ 126,609 - - - - 10,200 24,657 24,528 22,050 14,740 10,247 7,408 5,496 4,193 3,091
DMO Fee M$ 126,609 - - - - 10,200 24,657 24,528 22,050 14,740 10,247 7,408 5,496 4,193 3,091
DMO Loss M$ - - - - - - - - - - - - - - -
Taxable Income M$ 202,250 - - - - - 15,212 58,095 53,256 30,140 21,979 12,477 7,387 3,301 403
Tax M$ 88,990 - - - - - 6,693 25,562 23,433 13,262 9,671 5,490 3,250 1,453 177
Income after Tax M$ 113,260 - - - - - 8,519 32,533 29,823 16,878 12,308 6,987 4,137 1,849 226

Tabel. 5.5
Perhitungan Depresiasi Biaya Kapital (Capex)
Rencana Pengembangan Lapangan Akamigas
Tahun Investasi 2019 2020 2021 2022 2023 2024
Tahun Depresiasi Total Depresiasi
Capex Tangible 400 800 15,700 25,765 - 4,000
2022 100 100
2023 75 200 275
2024 56 150 3,925 4,131
2025 42 113 2,944 6,441 9,540
2026 127 84 2,208 4,831 7,250
2027 253 1,656 3,623 1,000 6,532
2028 4,968 2,717 750 8,435
2029 8,152 563 8,715
2030 422 422
2031 1,266 1,266
Total 400 800 15,700 25,765 4,000 46,665

h a l | 65
Modul Rencana Pengembangan Lapangan (Rev-1)
A’D2N

h a l | 66
Skema Cash Water Fall sesuai Alur Perhitungan PSC
Pengembangan Lapangan Akamigas, Wilayah Kerja PEM

GR
709,010,197

FTP
10% CR
70,901,020 354,959,210

ETS
283,149,967

GOI Share Con Share


28.5714% 71.4286%
151,801,010.42 202,249,977

Tax
44%
88,989,990

GOI Take Con Take


240,791,000 113,259,987

60% <--Split After Tax--> 40%


Modul Rencana Pengembangan Lapangan (Rev-1)
A’D2N

Tabel 5.6.
Hasil Parameter Keekonomian Rencana Pengembangan Lapangan Akamigas

Parameter Keekonomian
NPV@10% Kontraktor 44,825 MUSD
IRR@10% Kontraktor 23.44% %
POT 3.42 Tahun
PIR 0.90
DPR 0.36
Contractor Take 113,260 MUSD
GOI Take 240,791 MUSD
GOI Take percentage 33.96% %

h a l | 68
Tabel 5.7
Hasil Sensitivity terhadap perubahan Produksi, Capex, Opex dan Harga Gas

NPV Contractor @10%, MUSD Net Cash Flow Contractor, MUSD IRR (%) GOI Take (%)
Sensitivity Test
80% 90% 100% 110% 120% 80% 90% 100% 110% 120% 80% 90% 100% 110% 120% 80% 90% 100% 110% 120%
Produksi 14,273 29,860 44,825 59,599 74,373 60,680 87,139 113,260 138,784 164,309 14.43% 19.31% 23.44% 27.19% 30.66% 26.72% 30.72% 33.96% 36.69% 38.97%
Capex 54,287 49,556 44,825 40,094 35,363 123,277 118,269 113,260 108,251 103,243 27.71% 25.50% 23.44% 21.52% 19.73% 36.08% 35.02% 33.96% 32.90% 31.84%
Opex 54,143 49,484 44,825 39,986 35,040 130,417 121,839 113,260 104,119 94,640 25.76% 24.62% 23.44% 22.20% 20.91% 37.59% 35.78% 33.96% 32.23% 30.54%
Harga Gas 14,273 29,860 44,825 59,599 74,373 60,680 87,139 113,260 138,784 164,309 14.43% 19.31% 23.44% 27.19% 30.66% 26.72% 30.72% 33.96% 36.69% 38.97%
Grafik 5.1

Sensitivitas GOI Take


50.00%

48.00%

46.00%

44.00%

42.00%

40.00%

38.00%
IGOI Take, %

36.00% Produksi
Capex
34.00%
Opex
32.00% Harga Gas

30.00%

28.00%

26.00%

24.00%

22.00%

20.00%
75% 80% 85% 90% 95% 100% 105% 110% 115% 120% 125%
Range Perubahan (%)
Modul Rencana Pengembangan Lapangan (Rev-1)
A’D2N

Grafik 5.2.

Sensitivitas NPV Kontraktor


100,000

90,000

80,000

70,000
NPV Kontraktor, MUSD

60,000
Produksi
Capex
50,000 Opex
Harga Gas

40,000

30,000

20,000

10,000
75% 80% 85% 90% 95% 100% 105% 110% 115% 120% 125%
Range Perubahan (%)

h a l | 71
Modul Rencana Pengembangan Lapangan (Rev-1)
A’D2N

Grafik 5.3.

Sensitivitas IRR Kontraktor


40.00%

35.00%

30.00%
IRR Kontraktor, %

Produksi
25.00%
Capex
Opex
Harga Gas

20.00%

15.00%

10.00%
75% 80% 85% 90% 95% 100% 105% 110% 115% 120% 125%
Range Perubahan (%)

h a l | 72
Modul Rencana Pengembangan Lapangan (Rev-1)
A’D2N

h a l | 73
DAFTAR PUSTAKA

1. Poul D. Newendorp, ”Decision Analysis for Petroleum Exploration”, Penn Well


Brooks, Tulsa, Oklahoma.
2. Guy Allinson “Economics of petroleum exploration and production”,
Petroconsultant Australasia Pty 1992.
3. M.A. Milan, ”Project Economics and Decision Analysis Vol I: Deterministic
Models”, Penn Well Brooks, Tulsa, Oklahoma, 2002.
4. Lubiantara, Benny. (2012). Ekonomi Migas: Tinjauan Aspek Komersial Kontrak
Migas. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai