Referat Imunisasi
Referat Imunisasi
IMUNISASI
ILMU KESEHATAN ANAK
Disusun oleh:
Citra Putri Anandira
NIM. 132011101046
Dokter Pembimbing:
dr. H. Ahmad Nuri, Sp.A
dr. B. Gebyar Tri Baskara, Sp.A
dr. Saraswati Dewi, Sp.A
dr.Lukman Oktadianto, Sp.A
dr. M.Ali Shodikin, M.Kes, Sp.A
1
dioptimalkan angka kematian dapat diturunkan lagi sebanyak 1,5 juta jiwa (WHO,
2017).
Selama tahun 2015 sekitar 86% bayi diseluruh dunia telah medapatkan 3
dosis vaksin difteri-tetanus-pertusis (DTP3). Sebanyak 126 negara telah mencapai
angka 90% cakupan vaksin DTP3. Namun saat ini sekitar 19,4 juta bayi di seluruh
dunia masih belum mendapatkan vaksin rutin seperti vaksin DTP3. Sekitar 60%
bayi ini berasal dari 10 negara yaitu: Indonesia, Angola, Kongo, Etiopia, India,
Iraq, Nigeria, Pakistam Filipina, dan Ukraina.
Dengan perkembangan alat transportasi orang-orang dengan cepat dapat
berpergian dari satu tempat ke tempat yang lain. Akibatnya, kuman dan virus
mudah menyebar dengan cepat. Sebagai contoh Indonesia telah dinyatakan bebas
polio pada tahun 1995 namun pada tahun 2006 ditemukan kejadian munculnya
penyakit polio di desa Cidahu, Sukabumi. Virus polio liar tersebut terbawa oleh
jemaah haji yang berasal dari Afrika sehingga virus tersebut menyerang anak-anak
yang belum mendapatkan vaksinasi secara cukup.
Saat ini penyakit infeksi yang bisa mengakibatkan penderitaan dan
kematian antara lain campak, Haemophilus influenza (Hib), pertusis, dan tetanus
neonatal. Penyakit-penyakit ini memiliki mortalitas terbesar di antara yang dapat
dicegah dengan vaksinasi. Setiap tahun 10,6 juta anak meninggal sebelum usia 5
tahun dan 1,4 juta diantaranya adalah diakibatkan penyakit yang dapat dicegah
dengan imunisasi. Penghentian pemberian vaksin dapat mengakibatkan terjadi lagi
penularan dan penyebaran penyakit atau bahkan kejadian luar biasa atau wabah
penyakit tersebut (Satgas Imunisasi IDAI, 2014).
2
1. Definisi
Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang
secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen
yang serupa, tidak terjadi penyakit (Ranuh, 2008). Dengan imunisasi penyakit
cacar (variola) telah berhasil dieradikasi pada tahun 1980. Angka kejadian
penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) telah berkurang lebih dari
99% dibandingkan sebelum adanya program imunisasi.
Imunisasi dibagi menjadi dua yaitu imunisasi pasif dan imunisasi aktif.
Imunisasi adalah proses meningkatkan kekebalan dengan cara pemberian,
pemindahan atau transfer antibodi spesifik. Imusiasi pasif yang diperoleh secara
alami adalah antibodi (imunoglobulin G) dari ibu kepada janin melalui plasenta,
atau imunoglobulin A melalui kolostrum. Imusasi pasif buatan adalah pemberian
imunoglobulin pada infeksi akut seperti tetanus, difteri, atau rabies.
Imunisasi aktif adalah proses masuknya kuman patogen ke dalam tubuh
yang mengakibatkan infeksi subklinis atau klinis yang selanjutnya menimbulkan
respon imun protektif terhadap kuman patogen tersebut bila terpapar lagi
dikemudian hari. Imunisasi aktif secara buatan disebut juga dengan vaksinasi
(Soejatmiko et al., 2015). Vaksin adalah produk yang merangsang sistem imun
tubuh terhadap suatu penyakit tertentu sehingga seseorang terhindar dari penyakit
tersebut. Vaksin biasa diberikan melalui injeksi namun juga bisa melalui oral atau
disemprotkan ke hidung (CDC, 2017)
Saat ini menurut WHO terdapat 25 vaksin yang telah ditemukan dan
dipergunakan di seluruh dunia (available vaccine) serta masih ada 24 vaksin
yang sedang dalam proses penelitian dan pengembangan (Pipeline vaccines).
Berikut adalah tabel available vaccine dan pipeline vaccine:
Available Vaccine Pipeline Vaccine
Kolera Campylobacter jejuni
Dengue (Dengvaxia) Chagas Disease
Difteria Chikungunya
Hepatitis A Dengue
3
Hepatitis B Enterotoxigenic Escherichia coli
Hepatitis E Enterovirus 71 (EV71)
Haemophilus influenza type b (Hib) Group B Streptococcus (GBS)
Human papimolavirus (HPV) Herpes Simplex Virus
Influenza HIV-1
Japanese encephalitis Human Hookworm Disease
Malaria Leishmaniasis Disease
Measles Malaria
Meningococcal meningitis Nipah Virus
Mumps Nontyphoidal Salmonella Disease
Pertusis Norovirus
Pneumococcal disease Paratyphoid fever
Rabies Respiratory Syncytial Virus (RSV)
Rotavirus Schistosomiasis Disease
Rubella Shigella
Tetanus Staphylococcus aureus
Tick-orne encephalitis Streptococcus pneumoniae
Tuberculosis (BCG) Streptococcus pyrogenes
Typoid Tuberculosis
Varicella Universal Influenza Vaccine
Yellow fever
4
digunakan untuk menggantikan vaksin campak dan ditargetkan mencakup seluruh
Pulau Jawa pada tahun 2017 dan mencakup seluruh Indonesia pada tahun 2018.
Pelaksanaan kampanye vaksin MR menyasar 9 bulan, 18 bulan dan kelas 1
SD/sederajat. Kampanya ini sekaligus merupakan pengenalan imunisasi Rubella
ke dalam program imunisasi nasional menggantikan vaksin campak yang selama
ini dipakai. Pelaksanaan kegiatan ini dibagi dalam 2 fase yaitu fase 1 dilaksanakan
tahun 2017 di semua Provinsi di Pulau Jawa. Fase 2 dilaksanakan di seluruh
provinsi di luar pulau Jawa. Untuk vaksin JE, kampanye dan introduksi akan di
awali di Provinsi Bali (tahun 2017-2018) dan Kota Manado (tahun 2019).
Imunisasi JE akan menyasar bayi usia 9 bulan. Pemberian vaksin Pnemokukus
diberikan untuk bayi usia 2,3 dan 12 bulan (Depkes, 2017).
Imunisasi dibagi menjadi dua yaitu imunisasi pasif dan imunisasi aktif.
a. Imunisasi Pasif
Imunisasi pasif adalah proses transfer antibodi yang berasal dari satu orang atau
hewan ke individu lain. Imunitas pasif memberikan perlindungan terhadap
infeksi namun sifatnya sementara. Imunitas akan menurun dalam hitungan
minggu sampai beberapa bulan. Contoh imunisasi pasif adalah adalah imunitas
yang diterima bayi dari ibunya. Antibodi ditransfer melalui plasenta pada usia
kehamilan 8-9 bulan sehingga bayi akan memiliki kekebalan yang sama seperti
yang dimiliki ibunya. Perlindungan akan bertahan selama sekitar satu tahun.
Perlindungan terhadapa beberapa penyakit seperti campak, rubella dan tetanus
lebih baik daripada penyakit lain seperti polio dan pertusis.
Ada 3 macam imunisasi pasif di dunia medis:
1. Homologous pooled human antibody (immunoglobulin)
Imunoglobulin diproduksi dengan mengumpulkan fraksi antibodi dari
ribuan pendonor. Karena berasal dari banyak donor imunoglobulin
mengandung antibodi terhadap banyak antigen. Jenis ini biasa digunakan
5
untuk profilaksis post-exposure Hepatitis A, measles, dan terapi untuk
penyakit defisiensi imunoglogulin kongenital.
2. Homologous human hyperimmue globuline
Homologous human hyperimmue globuline adalah produk antibodi yang
mengandung antibodi spesifik dengan titer tinggi. Produk ini berasal dari
plasma manusia yang mengandung antibodi tertentu. Karena berasal dari
manusia kemungkinan juga terdapat antibodi lain dalam jumlah sedikit.
Imunisasi pasif jenis ini biasa digunakan untuk profilaksis post exposure
penyakit hepatitis B, rabies, tetanus, dan varicella.
3. Heterologous hyperimmune serum (antitoksin)
Antitoksin adalah produk yang berasal dari hewan biasanya kuda
(equine) yang mengandung antibodi yang spesifik suatu penyakit. Contoh
antitoksin adalah botulism dan difteri.
b. Imunisasi Aktif
Imunisasi aktif adalah stimulasi sistem imun untuk menghasilkan
antibodi (antigen-spesific humoral) dan imun seluler. Imunisasi aktif
bertahan selama beberapa tahun bahkan bisa seumur hidup.
Cara untuk mendapatkan imunitas aktif adalah terpajan infeksi suatu
organisme. Sekali seseorang sembuh dari suatu infeksi penyakit dia akan
memiliki imunitas terhadap penyakit tersebut. Ketika sistem imun terpajan
suatu antigen, Sel B memori akan tetap bertahan dalam sirkulasi selama
beberapa tahun. Cara lain untuk mendapatkan kekebalan adalah melalui
vaksinasi. Vaksin berinteraksi dengan sistem imun dan biasa menghasilkan
respon imun yang mirip dengan yang didapatkan dari infeksi alami. Vaksin
6
menghasilkan respon imun namun tidak menyebabkan gejala klinis
penyakit maupun komplikasinya.
Klasifikasi isi vaksin dibagi menjadi dua yaitu vaksin yang mengandung
bakteri/virus yang dilemahkan dan vaksin inaktif
7
virus). Sedangkan polisakarida based dibagi menjadi polisakarida murni
(pneumokokus, salmonella thypi) dan konjugasi (Hib, pneumokokus).
3.1 Hepatitis B
Virus hepatitis B tergolong dalam famili virus Hepadnaviridae. Semakin
muda usia anak semakin risiko menjadi infeksi kronis yaitu 80-90% bila terjadi
pada masa perinatal, 30-50% pada usia 1-4 tahun dan hanya sekitar 10% bila
infeksi pada masa dewasa.
Isi Vaksin Vaksin inaktivasi; subunit berupa sel ragi mengandung antigen
permukann virus Hepatitis B (HbsAg)
Jadwal Kemenkes: 0 bulan (monovalen), 2,3,4 (pentabio)
IDAI: 0,1, 6 bulan bila monovalen
2, 3, 4 bulan bila kombinasi dengan DTPw
2, 4, 6 bulan bila kombinasi dengan DTPa
Dosis 0,5 mL
Tempat Intramuskuler vastus lateralis femoris
KI Tidak ada kontra indikasi absolut
KIPI Jarang terjadi namun kadang terjadi demam ringan 1-2 hari, syok
anafilaksis setelah 4 jam
8
Bayi yang lahir dari ibu HbsAg positif perlu mendapatkan vaksin hepatitis
B dan Hepatitis B immunoglobulin (HBIg) 0,5 mL pada dua tempat yang berbeda
dalam 12 jam setelah lahir.
3.2 BCG
Vaksin BCG berbentuk bubuk kuning yang harus dilarutkan dengan NaCl
0,9% setelah dipakai harus segera dipakai dalam waktu tiga jam sisanya dibuang.
Setiap ampul vaksin dilarutkan dengan 4 mL pelarut NaCl 0,9% (80 dosis) namun
efektivitas pemakaian di lapangan 2-3 dosis. Reaksi pada yang pernah tertular
TBC disebut Koch phenomen yaitu reaksi lokal BCG berjalan cepat (2 - 3 hari
sesudah imunisasi) dan 4 - 6 minggu timbul scar.
9
KIPI Lokal: eritema, indurasi, nyeri diikuti ulserasi 3 minggu setelah
penyuntikan kemudian akan timbul jaringan parut berukuran 4-8
mm dalam waktu 2-3 bulan
Limfadenitis supuratif di aksila atau leher, limfadenitis BCG
diseminasi setelah 4-6 minggu
3.3 Polio
Isi Vaksin Oral Polio Vaccine (OPV): virus hidup yang dilemahkan yang
mengandung virus polio strain 1,2,3 (strain Sabin) yang
menimbulkan imunitas humoral dan lokal di mukosa usus
Inactivated Polio Vaccine (IPV): virus polio inaktif 3 strain yang
menghasilkan imunitas humoral saja
Jadwal Umur 1, 2,3, 4 bulan
IDAI: 0,2,3, dan 4 bulan dan diberi ulangan pada umur 18 bulan
dan 5 tahun. Paling sedikit harus mendapatkan 1 kali IPV
bersamaan dengan OPV3. Pasien imunokompromais dipilih IPV.
Dosis OPV: 2 tetes (0,1 mL) per oral
IPV: 0,5 mL secara intramuskuler
10
Tempat IPV: vastus lateralis quadriceps femoris atau otot deltoid
KI Reaksi alergi berat pada komponen vaksin atau setelah dosis
Sebelumnya
KIPI OPV: Vaccine assosiated paralytic poliomyelitis (VAPP)
IPV: kadang timbul reaksi lokal ringan dan sementara
3.4 DTP
Isi Vaksin DTPw: purified diphteria toxoid 20 Lf, purified tetanus toxoid
7,5 Lf, bakteri B. Pertussis inaktif 12 OU
DTPa: toksoid difteri 25 Lf, toksoid tetanus Lf, inactivated
pertussis toxin (PT) 25 mcg, filamentous hemagglutinin (FHA)
25 mcg, pertactin 8 mcg
Jadwal 2,4,6 bulan
IDAI: Vaksin paling cepat dilakukan pada usia 6 minggu. Bisa
DTPa atau DTPw atau kombinasi dengan vaksin lain pada 2,3,4
bulan. Apabila diberikan vaksin DTPa maka diberikan usia 2, 4,
dan 6 bulan. Untuk anak usia lebih dari 7 tahun diberikan vaksin
Td atau Tdap. Untuk DTP 6dapat diberikan Td/Tdap pada usia
10-12 tahun dan booster Td diberikan setap 10 tahun.
Dosis 0,5 mL
Tempat Intramuskular anterolateral paha atas.
KI Riwayat anafilaksis pada pemberian sebelumnya, ensefalopati
pada pemberian vaksin pertusis sebelumnya
11
KIPI DTPw: demam 42%, nyeri 19%
DTPa: demam 9,9%, nyeri 2,5%
3.6 Campak
12
Isi Vaksin Virus hidup yang dilemahkan: campak 103 CCID50 dan
preservatif Kanamicin sulfat dan eritromisin
Jadwal Umur 9 bulan dengan ulangan pada umur 18 bulan dan kelas 1
SD
Dosis 0,5 mL
Tempat Subkutan pada deltoid
KI Keadaan imunodefisiensi seperti kanker, tranplantasi organ,
konsumsi steroid
Pasien TB tidak diobati
KIPI Demam tinggi 39,5 C atau lebih tejadi pada 5-15% kasus
4. Imunisasi Pilihan
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 42 tahun
2013 tentang penyelengaraan imunisasi terdapat 9 imunisasi pilihan di Indonesia.
Vaksin pilihan tersebut adalah pneumokokus, rotavirus, hepatitis A, Human
Papiloma Virus (HPV), dan Japanese Encephalitis.
4.1 Pneumokokus
13
1 kali. Keduanya perlu booster pada usia lebih dari 12 bulan atau
minimal 2 bulan setelah dosis terakhir. Pada anak usia di atas 2
tahun PCV diberikan cukup satu kali
Dosis 0,5 mL
Tempat intramuskuler paha atau deltoid
KI Riwayat anafilaksis
KIPI Demam >39,5 C dilaporkan terjadi pada kurang dari 5%
vaksinasi
4.2 Rotavirus
Vaksin ini merupakan perlindungan terhadap rotavirus penyebab 453.000
kematian yang berhubungan dengan diare cair akut.laporan surveilance 35 negara
didapatkan 34%-45% diare pada anak yang membutuhkan perawatan rumah sakit
disebabkan oleh rotavirus. Jenis vaksin yang tersedia adalah monovalen (RV1)
dan pentavalen (RV5).
14
4.3 Meales, Mumps, Rubella (MMR)
Penyakit gondong (Mumps) disebabkan oleh virus dari famili
Paramyxovirus. Penyebarannya melalui droplet. Gejala klinik meliputi
pembengkakan kelejar parotis dan gejala prodromal yang tidak spesifik. Rubela
terjadi karena infeksi virus rubela yang tergolong famili Togavirus. Penyebaran
melalui droplet. Gejala klinis berupa ruam makulo papular, pembengkakan
kelenjar retroauricular dan suboccipital. Bila ibu hamil terjangkit rubela maka
dapat terjadi rubela sindrom kongenital (SRK) yang menimbulkan katarak,
retinopati, mikroptalmia, dan tuli saraf, PDA, VSD ataupun disabilitas intelektual.
Tujuan utama imunisasi rubela adalah mencegah SRK. Vaksin harus disimpan
pada suhu 2–8°C atau lebih dingin dan terlindung dari cahaya. Vaksin harus
digunakan dalam waktu 1 (satu) jam setelah dicampur dengan pelarutnya, tetap
sejuk dan terhindar dari cahaya, karena setelah dicampur vaksin sangat tidak stabil
dan cepat kehilangan potensinya pada temperatur kamar.
15
4.4 Demam Tifoid
4.5 Hepatitis A
Vaksin ini merupakan vaksin perlindungan terhadap virus RNA Hepatitis A
golongan picorna virus. Transmisi melalui fecal-oral sehingga mudah
menimbulkan KLB. Diberikan mulai usia 2 th ketika anak mulai makan diluar
rumah.
16
KI Anafilaksis setelah vaksin dosis pertama
KIPI Demam terjadi pada 5% kasus
4.6 Influenza
17
Isi Vaksin Vaksin inaktif: subunit virus HPV
Jadwal Vaksin HPV diberikan mulai usia 10 tahun. Vaksin HPV bivalen
diberikan tiga kali dengan jadwal 0, 1, 6 bulan; vaksin HPV
tetravalen dengan jadwal 0,2,6 bulan. Apabila diberikan pada
remaja usia 10-13 tahun, pemberian cukup 2 dosis dengan interval
6-12 bulan; respons antbodi setara dengan 3 dosis.
Dosis 0,5 mL
Tempat Intramuskuler
KI Kehamilan
KIPI Nyeri tempat suntikan 71,6-92%, demam 10%, fatigue 39-49%,
mialgia 19,6-27,6%
5. Jadwal Imunisasi
Imunisasi harus diberikan sesuai jadwal yang dianjurkan agar
mendapatkan respon imun yang maksimal. Dalam penyusunan jadwal imunisasi
perlu dipertimbangkan faktor epidemiologi penyakit yang dapat dicegah dengan
imunisasi, antibodi maternal, respon antibodi yang ditimbulkan oleh vaksin, jenis
vaksin, dan keamanan vaksin.
18
6. Imunologi Vaksinasi
Sistem imun adalah sistem yang kompleks yang meliputi interaksi banyak
sel yang fungsi utamanya adalah mengidentifikasi benda asing yang masuk ke
dalam tubuh yang kemudian disebut sebagai antigen. Antigen bisa berupa virus
atau bakteri hidup maupun benda mati. Sistem imun membentuk kekebalan
terhadap antigen. Respon imun yang paling efektif didapatkan melalaui pajanan
antigen hidup. Protein seperti Hepatitis B surface antigen ternyata juga dapat
dikenali sistem imun sebagai sebuah antigen. Material lain seperti polisakarida
(glukosa rantai panjang yang membentuk dinding sel bakteri) juga merupakan
antigen meskipun tidak seefektif antigen hidup dalam menimbulkan respon imun.
Sistem imun dibagi menjadi sistem imun spesifik dan non spesifik.
Vaksinasi bertujuan untuk membentuk imunitas spesifik. Imun spesifik terdiri atas
humoral dan seluler. Saat pertama kali tubuh mendapat antigen vaksin, maka
tubuh membentuk respon imun primer berupa pembentukn antibodi spesifk
terhadap antigen tersebut yang sebagian besar terdiri dari Immunoglobilun M
(IgM). Pada pajanan antigen vaksin yang berikutnya maka tubuh akan membentuk
respon imun sekunder berupa pembentukan antibodi spesifik yang sebagian besar
adalah imunoglobulin G (IgG) dengan titer dan afinitas yang lebih tinggi dan
masa jeda yang lebih pendek dibanding respon imun primer. Antibodi spesifik ini
akan melindungi tubuh terhadap infeksi di kemudian hari. Selain itu akan
terbentuk sel T memori dan sel B memori yang berfungsi untuk perlindungan
jangka panjang. Dikemudian hari saat antibodi spesifik telah menurun. Maka sel B
memori akan berproliferasi dan berdifierensiasi menjadi sel plasma yang
membentuk antibodi spesifik dengan titer dan afinitas yang lebih tinggi.
20
Gambar. Respon antibodi primer dan sekunder.
21
berperan dalam presentasi antigen. Jenis vaksin hidup akan menimbulkan respon
imun yang lebih baik dibandingkan vaksin mati atau yang diinaktivasi atau vaksin
komponen mikroorganisme.
22
• Vaccine Vial Monitor: VVM untuk menilai apakah vaksin sudah pernah
terpapar suhu diatas 8°C dalam waktu lama atau belum. VVM dicek
dengan membandingkan warna kotak segi empat dengan warna lingkaran
disekitarnya. VVM terletak pada label vaksin. Ketika vial dibuka vaksin
masih bisa digunakan samapi 28 hari.
23
Gambar. Lokasi VVM pada vial
f. Benar lokasi
Penyuntikan intramuskuler dilakukan di otot paha anterolateral yaitu vastus
lateralis quadriceps femoris untuk bayi sampai anak berumur 2 tahun. Untuk
anak umur 3 tahun ke atas penyuntikan dapat dilakukan pada otot deltoid.
Penyuntikan subkutan dapat dilakukan diotot paha anterolateral untuk bayi berusia kurang
dari 12 bulan dan pada otot tricep bagian atas dan luar untuk anak berusia diatas 12 bulan.
• Cool room
• Freezer
• Lemari es
• Cool box
• Cool pack
• Vaccine carrier
• Generator
Gambar. The Cold Chain atau rantai dingin adalah sistem yang digunakan
untuk untuk menjaga vaksin tetap dalam kondisi baik. Rantai ini
dimulai dari pabrik pembuatan sampai saat vaksin akan diberikan.
Gambar. Lemari es tipe pintu atas. Simpan vaksin dalam kotaknya. Termometer
digantungkan di dinding lemari es untuk menjaga suhu 2-8°C. Urutan
penataan vaksin dari atas ke bawah adalah Hepatitis B, DPT-DT-TT
boleh dalam satu baris, BCG-Campak-OPV di paling bawah. Pastikan
menggunakan vaksin yang jarak tanggal kadalwarsa dekat terlebih
dahulu. Berikan jarak antar kotak vaksin agar udara agar udara dingin
bisa bersirkulasi.
Gambar. Cara transpor vaksin ke tempat vaksinasi (Posyandu). Vaksin
dimasukkan ke dalam ice box yang diisi ice pack. Ice pack yang masih
beku ditunggu terlebih dahulu sampai sedikit mencair agar tidak merusak
vaksin yang sensitif beku. Setelah ice pack mencair letakkan di keempat
sisi ice box. Vaksin dibungkus di dalam plastik dan diletakkan ditengah
ice box. Jangan meletakkan ice box di tempat yang terkena sinar
matahari secara langsung dan jangan membiarkan tutup box terbuka
terlalu lama.
Definisi KIPI adalah semua kejadian sakit dan kematian yang terjadi
dalam kurun waktu 1 bulan setelah pemberian imunisasi dan diperkirakan
sebagai akibat dari imunisasi. Diperkirakan sebagai akibat dari imunisasi. KIPI
disebut juga sebagai reaksi simpang adverse events following immunisation
(AEFI) atau kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI). yaitu kejadian medik yang
berhubungan dengan imunisasi baik berupa efek vaksin maupun efek samping,
toksisitas, reaksi sensitivitas, efek farmakologis atau kesalahan program,
koinsiden reaksi suntikan, atau hubungan kausal yang tidak dapat ditentukan.
Efek farmakologi, efek samping serta reaksi idiosinkrasi umumnya terjadi
karena potensi vaksin sendiri sedangkan reaksi alergi merupakan kepekaan
seseorang terhadap unsur vaksin dengan latar belakang genetik. Reaksi alergi
dapat terjadi terhadap protein telur (vaksin campak, gondong, influenza, dan
demam kuning) antibiotik,bahan preservatif (neomisin,merkuri) atau
unsur lain yang terkandung dalam vaksin.
KIPI yang banyak dijumpai adalah keluhan demam ringan 42,9%
dengan 2,2% diantaranya mengalami hiperpireksia yang biasa disebabkan
oleh vaksinasi DTP. Demam dapat mencapai 39,5 C dan terjadi pada hari ke
5-6 sesudah imunisasi selama 2 hari. Vaksin lain yang menyebabkan demam
adalah vaksinasi campak dengan angka kejadian demam 5-15% kasus.
KIPI terjadi dalam waktu 30 hari setelah imunisasi (satu gejala atau lebih)
Ensefalopati
kejang
Meningitis aseptik
Trombositopenia
Lumpuh layu (acute flaccid paralisys)
Meninggal
Penyebab lain yang berat termasuk bila anak butuh perawatan
Untuk mengurangi risiko timbulnya KIPI, harus diperhatikan apakah resipien termasuk dalam
kelompok berisiko, yaitu:
1. Anak yang pernah mendapat reaksi vaksinasi yang tidak diinginkan harus segera
dilaporkan kepada Pokja KIPI daerah untuk penanganan segera dan Pokja KIPI pusat
dengan mempergunakan formulir pelaporan yang telah tersedia.
2. Bayi berat lahir rendah. Pada dasarnya jadwal imunisasi bayi kurang bulan sama
dengan bayi cukup bulan. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada bayi kurang bulan
adalah (1) titer imunitas pasif melalui transmisi maternal lebih rendah daripada bayi
cukup bulan, (2) apabila berat badan bayi sangat kecil (<1000 gram), imunisasi
ditunda dan diberikan apabila bayi telah mencapai berat 2000 gram atau bayi berumur
2 bulan, (3) imunisasi hepatitis B diberikan pada umur 2 bulan atau lebih, kecuali
apabila diketahui ibu mengandung hbsag, dan (4)
3. Apabila bayi masih dirawat setelah umur 2 bulan, maka vaksin polio diberikan secara
suntikan (IPV) sehingga tidak menyebabkan penyebaran virus polio melalui tinja.
4. Pasien imunokompromais. Keadaan imuno-kompromais dapat terjadi sebagai akibat
penyakit dasar atau sebagai akibat pengobatan (pengobatan kemoterapi,
kortikosteroid jangka panjang). Vaksinasi dengan mempergunakan vaksin hidup
merupakan indikasi kontra pada pasien imuno-kompromais. Imunisasi tetap diberikan
pada pengobatan kortikosteroid dosis kecil dan dalam waktu pendek. Pada anak
dengan pengobatan kortikosteroid sistemik dosis 2mg/kg berat badan/hari atau
prednison 20 mg/hari selama 14 hari, maka imunisasi ditunda. Imunisasi dapat
diberikan setelah 1 bulan pengobatan kortikosteroid dihentikan, atau 3 bulan setelah
kemoterapi selesai.
5. Pada resipien yang mendapatkan human immunoglobulin, imunisasi virus hidup
diberikan setelah 3 bulan pengobatan untuk menghindarkan hambatan pembentukan
respons imun.
Pemeriksaan Fisik
Anak yang mendapatkan imunisasi harus diperiksa secara teliti untuk meyakinkan anak
dalam kondisi sehat dan tidak ada kontraindikasi pemberian imunisasi. Pemriksaan
meliputi antropometri, tanda vital, dan pemeriksaan fisis dari kepala hingga kaki. Pasien
harus dipastikan tidak demam tinggi atau menderita penyakit infeksi lain.
DAFTAR PUSTAKA
Center for Disease Control and Prevention. 2011. Principles of Vaccination. Dalam
Atkinson W, Hamborsky J, Wolfe S. https://www.cdc.gov/vaccines/pubs/
pinkbook/downloads/prinvac.pdf [diakses tanggal 23 September 2017].
Center for Disease Control and Prevention. 2011. Immunization the Basic. Dalam
Atkinson W, Hamborsky J, Wolfe S. https://www.cdc.gov/vaccines/vac-
gen/imz-basics.htm [diakses tanggal 23 September 2017].