Hakekat Keragaman Dan Kesetaraan Fix 3
Hakekat Keragaman Dan Kesetaraan Fix 3
PENDAHULUAN
Sudah menjadi fakta social dan fakta sejarah kehidupan. Sehingga pernah muncul
penindasan, perendahan, penghancuran dan penghapusan rasa atau etnis tertentu.
Dalam sejarah kehidupan manusia pernah tumbuh ideology atau pemahaman bahwa
orang berkulit hitam ladalah berbeda, mereka lebih rendah dan dari yang berkulit putih.
Contohnya di Indonesia, etnis Tionghoa memperoleh perlakuan diskriminatif, baik
secara social dan politik dari suku-suku lain di Indonesia. Dan ternyata semua yang telah
terjadi adalah kekeliruan, karena perlakuan merendahkan martabat orang atau bangsa
lain adalah tindakan tidak masuk akal dan menyesatkan, sementara semua orang dan
semua bangsa adalah sama dan sederajat.
Untuk konteks Indonesia sebagai masyarakat majemuk, sehubungan dengan
pentingnya ketiga hal tersebut : manusia, keragaman, dan kesetaraan, tatkala
berbicara tentang keragaman, hal itu mesthi dikaitkan dengan kesetaraan.
Mengapa? Karena keragaman tanpa kesetaraan akan memunculkan diskriminasi :
kelompok etnis yang satu bisa memperoleh lebih dibanding yang lain; atau
kelompok umur tertentu bisa mempunyai hak-hak khusus atas yang lainnya.
Keragaman yang didasarkan pada kesetaraan akan mampu mendorong
munculnya kreativitas, persaingan yang sehat dan terbuka, dan pada akhirnya
akan memacu kesaling-mengertian. Perkembangan pembangunan yang terjadi
dalam dua dekade terakhir di Indonesia menjadikan pertemuan antar orang dari
berbagai kelompok suku dan budaya sangat mudah terjadi. Hal itu tentu saja akan
menimbulkan banyak goncangan dan persoalan.
Karena itu sebelum menjadi sebuah konflik yang keras, Indonesia sudah
selayaknya mempersiapkan masyarakatnya mengenai adanya keragaman.
Keragaman itu supaya menghasilkan manfaat besar harus diletakkan dalam
bingkai kebersamaan dan kesetaraan. Namun, sebelum membahas mengenai
bagaimana memahami keragaman dan kesetaraan dan juga bagaimana mengelola
keragaman yang ada dengan segala persoalan dan tantangannya, pembahasan
akan dimulai dengan memusatkan perhatian pada manusia itu sendiri.
1
Dalam perkembangan konteks kehidupan bermasyarakat yang terjadi secara
cepat dan dramatis seringkali muncul ketegangan antara individualitas dan
sosialitas. Bagaimana seorang manusia yang senantiasa berusaha mencari
identitas diri harus melakukan akomodasi terhadap masyarakatnya yang juga
terus berubah. Manusia baik sebagai pribadi maupun sebagai bagian dari
masyarakat dikitari oleh berbagai hal yang menjadikannya selalu berada dalam
ketegangan antara diri sendiri dan orang lain. Praktis komunikasi, sejarah yang
melingkupinya, keberadaan orang lain, konsep mengenai masalalu, mas kini, dan
mas depan juga merupakan hal-hal yang terus perlu dipertimbangkan ketika
manusia menjalani hidupnya, baik sebagai individu maupun sebagai bagian dari
sebuah masyarakat. Oleh sebab itu, kami akan membahas dengan jelas tentang
“Hakikat Keberagaman dan Kesetaraan Manusia”.
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian hakikat keberagaman manusia.
2. Untuk mengetahui hakikat kesetaraan manusia.
3. Untuk mengetahui unsur-unsur keberagaman dan kesetaraan.
4. Untuk mengetahui contoh keberagaman dan kesetaraan
BAB II
KAJIAN KONSEP
2
Keragaman berasal dari kata ragam yang berarti “macam, jenis, warna,
corak”. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia/KBBI (2008), ragam berarti
sikap, tingkah laku, cara, macam, jenis, corak, laras (tata bahasa). Selain itu,
keragaman juga menunjukkan adanya banyak macam atau banyak jenis (beraneka
macam). Menurut Senge (2000), dalam teorinya The Fifth Discipline,
kebersamaan dalam keberagaman adalah modal dasar untuk membentuk suatu
organisasi, membentuk penguasaan pribadi yang tangguh, mengembangkan
model mental secara positif, dan membuat visi bersama.
Dengan kata lain, keberadaan manusia satu dengan yang lain menjadi
setara, karena mereka adalah sama-sama ciptaan Tuhan. Seringkali manusia tidak
mampu mentransformasikan kontradiksi di dalam dirinya bahwa dirinya adalah
menjadi dirinya sendiri ketika berhadapan dengan orang lain yang sama.
3
Kontradiksi dalam pikiran, perkataan, dan tindakan inilah yang melahirkan
konflik antar orang. Seharusnya hubungan manusia dengan Tuhan yang bertujuan
memulihkan jiwanya menjadi manusia utuh, menjadi sumber dan kerangka
membangun hubungan antar manusia. Melalui relasi tersebut, manusia yang utuh
membagi makna absolute yang tidak akan dipahami melalui diri sendiri.
a. Masyarakat plural.
Masyarakat plural adalah masyarakat yang terdiri lebih dari satu golongan
atau kelompok.
b. Masyarakat majemuk
c. Masyarakat multikultural.
4
adanya perbedaan dalam persamaan, sedangkan masyarakat multikultural
mengakui adanya persatuan dalam perbedaan.
Kesetaraan berasal dari kata setara atau sederajat yang berarti “sama
tingkatanya”. Menurut Kmus Besar Bahasa Indonesia/KBBI (2008), sederajat
artinya, “sama tingkatan, baik dalam hal kedudukan, pangkat, golongan dan lain-
lain”. Dengan demikian, kesetaraan atau kesederajatan menunjukkan adanya
tingkatan yang sama, kedudukan yang sama, tidak lebih tinggi atau lebih rendah
antara satu sama lain. Martin Buber (1985) menjelaskan pada pendekatan “saya-
engkau” bahwa manusia menjadi memahami identitasnya ketika berhadapan
dengan Tuhan sebagai Engkau, bahwa manusia itu lemah dihadapan Tuhan.
5
persamaan hak dan persamaan kewajiban sebagai sesama manusia. Untuk itu,
perlu adanya jaminan agar hak dan kewajiban terlealisasi dan terciptanya
kehidupan yang tertib dan teratur (biasanya jaminan itu tercantum dalam hukum
dasar atau undang-undang yang berlakudalam suatu wilayah/negara). Manusia
bermakna bahwa manusia sebagai makhluk Tuhan memiliki tingkat atau
kedudukan yang sama. Tingkatan atau kedudukan yang sama itu bersumber dari
pandangan bahwa semua manusia tanpa dibedakan adalah diciptakan dengan
kedudukan yang sama, yaitu sebagai makhluk mulia dan tinggi derajatnya
disbanding makhluk lain. Dalam keragaman diperlukan adanya kesetaraan atau
kesedarajatan. Artinya, meskipun individu maupun masyarakat adalah beragam
dan berbeda-beda, tetapi mereka memiliki dan diakui akan kedudukan, hak-hak
dan kewajiban yang sama sebagai sesame baik dalam kehidupan pribadi maupun
bermasyarakat.
6
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa keragaman yang ada
tidak membuat manusia menjadi tidak sederajat atau tidak setara, tetapi manusia
tetap setara atau sederajat dengan manusia lainnya walaupun memiliki perbedaan.
Keragaman hanyalah menambah keunikan tersendiri yang ada pada masing-
masing manusia, bukan untuk mendiskriminasikan.
7
1)Berfungsi edukatif : ajaran agama secara hukum berfungsi menyuruh dan melarang
2)Berfungsi penyelamat
3)Berfungsi sebagai perdamaian
4)Berfungsi sebagai Social control
5)Berfungsi sebagai pemupuk rasa solidaritas
6)Berfungsi transformatif
7)Berfungsi sublimatif
4. Tatakrama
Tatakrama yang dianggap arti bahasa jawa yang berarti “ adat sopan
santun, basa basi “ pada dasarnya ialah segala tindakan, perilaku, adat istiadat, tegur
sapa, ucap dan cakapsesuai kaidah atau norma tertentu. Adat terbentuk dari kebiasaan-
8
kebiasaan dalam masyarakat yang fungsinya mengikat masyarakat tersebut,
sedangkan kesopanan berasal dari masyarakat itu sendiri yang dapat menilai
baik dan buruknya sikap lahir dan tingkah laku manusia.
9
meniadakan hirarki atau jenjang sosial yang menempel pada dirinya berdasarkan
atas asal rasial, sukubangsa, kebangsawanan atau pun kekayaan dan kekuasaan.
Di Indonesia berbagai konflik antar suku bangsa, antar penganut
keyakinan beragama ataupun antar kelompok telah memakan korban jiwa dan
raga serta harta benda, seperti kasus Sambas, Ambon, Poso dan Kalimantan
Tengah. Masyarakat majemuk Indonesia belum menghasilkan tatanan kehidupan
yang egalitarian dan demokratis.
1. Kerusuhan Sambas
2. Kerusuhan Sampit
3. Kerusuhan Poso
10
bahwa semua kelompok manusia ditujukan kepada struktur dalam sistem hirarki
sosial suatu kelompok. Di dalamnya ditetapkan satu atau sejumlah kecil dominasi
dan hegemoni kelompok pada posisi teratas dan satu atau sejumlah kelompok
subordinat pada posisi paling bawah. Di antara kelompok-kelompok yang ada,
kelompok dominan dicirikan dengan kepemilikan yang lebih besar dalam
pembagian nilai-nilai sosial yang berlaku. Adanya dominasi sosial ini dapat
mengakibatkan konflik sosial yang lebih tajam.
Negara-negara Indonesia yang terdiri dari berbagai kelompok etnis,
budaya, agama dapat disebut sebagai masyarakat multikultural. Berbagai
keragaman masyarakat Indonesia terwadahi dalam bentuk Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) yang terbentuk dengan karakter utama mengakui
pluralitas dan kesetaraan warga bangsa. NKRI yang mengakui keragaman dan
menghormati kesetaraan adalah plihan terbaik untuk mengantarkan masyaarakat
Indonesia pada pencapaian kemajuan peradabannya. Cita-cita yang mendasari
berdirinya NKRI yang dirumuskan para pendiri bangsa telah membekali bangsa
Indonesia dengan konsepsi normatif negara bangsa Bhinneka Tunggal Ika,
membekali hidup bangsa dalam keberagaman, kesetaraan dan harmoni. Hal
tersebut merupakan kesepakatan bangsa yang bersifat mendasar.
Konstitusi secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara yang
berkesetaraan. Pasal 27 menyatakan: “Setiap warga negara bersamaan
kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan” adalah rujukan yang
melandasi seluruh produk hukum dan ketentuan moral yang mengikat warga
negara.
Keberagaman bangsa yang berkesetaraan akan merupakan kekuatan besar
bagi kemajuan dan kesejahteraan negara bangsa Indonesia. Negara bangsa yang
beragam yang tidak berkesetaraan, lebih-lebih yang diskriminatif akan
menghadirkan kehancuran.
Semangat multikulturalisme dengan dasar kebersamaan, toleransi dan
saling pengertian merupakan proses terus-menerus, bukan proses sekali jadi dan
sesudah itu berhenti. Di sinilah setiap komunitas masyarakat kebudayaan dituntut
untuk belajar terus-menerus dan berkesinambungan dilakukan. Untuk itu,
penting kita miliki dan kembangkan kemampuan belajar hidup bersama dalam
11
multikulturalisme masyarakat dan kebudayaan Indonesia. Kemampuan belajar
hidup bersama di dalam perbedaan inilah yang mempertahankan, bahkan
menyelamatkan semangat multikulturalisme. Tanpa kemampuan belajar hidup
bersama yang memadai dan tinggi, niscaya semangat multikulturalisme akan
meredup.
Proses pembelajaran semangat multikultiralisme atau kemampuan belajar
hidup bersama di tengah perbedaan dapat dibentuk, dipupuk dan atau
dikembangkan dengan kegiatan, keberanian melakukan perantauan budaya
(cultural passing over), pemahaman budaya (cultural passing over, pemahaman
lintas budaya (cross cultural understanding) dan pembelajaran lintas budaya
(learning a cross culture.
Keragaman yang terdapat dalam kehidupan sosial manusia melahirkan
masyarakat mejemuk. Yang berarti banyak ragam, beranekan, berjenis-jenis.
Konsep masyarakat majemuk (Plural Society) pertama kali diperkenalkan oleh
furnivall tahun 1948 yang mengatakan bahwa ciri utama masyarakatnya adalah
berkehidupan secara berkelompok. Yang berdampingan secara fisik tetapi
terpisah oleh kehidupan sosial dan tergabung dalam sebuah satuan politik
12
e. Secara relatif intergrasi sosial tumbuh diatas paksaan dan saling ketergantungan di dalam
bidang ekonomi.
f. Adanya dominasi politik oleh suatu kelompok terhadap kelompok yang lain.
13
Masyarakat majemuk seperti Indonesia, bukan hanya beraneka ragam
corak kesukubangsaan dan kebudayaan suku bangsanya secara horizontal, tetapi
juga secara vertical atau jenjang menurut kemajuan ekonomi; teknologi, dan
organisasi sosiaol-politiknya (Suparlan, 1979). Tanpa disadari oleh orang banyak
Indonesia, sebenarnya dalam masyarakat Indonesia terdapat golongna dominan
dan minoritas, sebagaimana yang terwujud dalam tindakan-tindakan yang
dilakukan terhadap mereka dalam berbagi interaksi baik interaksi secara
individual maupun secara kategorikal baik pada tingkat naisonal.
Sebagai bangsa yang memiliki keragaman etnis, agama, dan budaya yang
luar biasa, Indonesia sering kali dijadikan ajang pemantauan bagaimana proses-
proses demokrasi, penerapan ide-ide pluralisme dan multikulturalisme dapat di
langsungkan. Persentuhan ragam budaya dan agama antar kelompok masyarakat
yang telah berlangsung sejak lama ini juga telah melahirkan ragam konflik dan
consensus yang terjadi. Demokrasi yang oleh Robert Dahl (1982) juga
disyaratkan dengan terciptanya karakteristik pluralism yang kondusif bagi sebuah
Negara ini mendapatkan gimnasiumnya di Indonesia.
Sebelum RI merdeka pada tahun 1945, penduduk yang menghuni wilayah
Nusantara dapat dikelompok-kelompokkan ke dalam berbagai bentuk
pengelompokan social yang disebut suku bangsa, sub-suku bangsa, maupun
pengelompokan social yang didasari oleh system penggolongan social lain
berdasarkan satu (atau lebih) unsure tertentu yang diperoleh secara askriptif
(warisan), seperti ras, agama, dan lain sebagainya. Pada hakekatnya masing-
masing kesatuan social tersebut hidup dengan mengacu pada kebudayaan atau
sub kebudayaannya masing-masing, yang saling berbeda satu dengan lainnya.
Bahkan lengkap dengan aturan-aturan hukumnya sendiri, yang kemudian hari
dikenal dengan sebutan “hukum adat”. Maka, tidak mengherankan jika para ahli
menyatakan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia mewujudkan diri
sebagai suatu masyarakat yang majemuk, dan sudah menjadi pokok perhatian
dari para ahli tersebutuntuk waktu yang lama.
Dengan kalimat mewujudkan diri sebagai Negara Kesatuan Republikl
Indonesia atau NKRI pada hakikatnya setiap kelompok, golongan, suku, agama
dan yang berbeda satu dengan lainnya melebur dan bersepakat membentuk
kesukubangsaan yang satu, yaitu bangsa Indonesia. karena itu, setiap generasi
14
bangsa berdiri satu dengan lainnya dengan sejajar. Semua suku bangsa saling
memberikan potensi terbaik yang mereka miliki kepada Megara kesatuan RI.
Untuk itulah kita harus membangun bangsa kita, dimulai dari diri kita sendiri,
untuk menjadi unsur terbaik yang bisa memberikan kiprah gemilang menuju cita-
cita besar pula founding fathers kita. Kesetaraan artinya setiap generasi
melaksanakan pembangunan dan diberi kepercayaan penuh, dihargai, di hormati,
dan diberikan pengakuan dalam hal kemampuan dan nilai-nilai yang dimiliki.
Dalam prinsip kesetaraan bahwasanya setiap individu, organisasi atau
institusi yang telah bersedia menjalin kemitraan harus merasa “duduk sama
rendah berdiri sama tinggi” dengan yang lain. Kedua belah pihak yang bermitra
mempunyai kedudukan yang sejalar dalam mencapai tujuan yang disepakati.
Bagaimanapun besarnya suatu institusi atau organisasi dan bagaimanapun
kecilnya suatu institusi atau organisasi, apabila telah bersedia menjalin kemitraan
harus merasa sama dan sejajar. Karena itu, dalam kemitraana asas toleransi,
kerjasama, saling timbal balik, harmonis, dan keterbukaan harus terus dijunjung
tinggi. Dalam prinsip kesetaraaan tidak bolehterjadi ada satu anggota
memaksakan kehendaknya kepada anggota yang lain karena misalnya merasa
lebih terhormat atau lebih tinggi kedudukannya, sehingga anggota atau komuitas
lainnya merasa terdiskriminasi dan tertindas oleh dominasi anggota atau
komunitas lainnya.
Kesetaraan adalah komitmen bersama yang perlu untuk terus dipupuk dan
dikembangkan dalam proses berbangsa dan bernegara di NKRI kita. Dengan
prinsip kesetaraan tersebut diharapkan kita kembali memperlihatkan jati diri dan
harga diri sebagai bangsa (self-nation-esteem) menghadapi berbagai persoalan
kebangsaan yang terus-menerus datang di dsetiap zaman. Dengan prinsip
kesetaraan kita bisa membangun kemitraan yang kokoh untuk kemudian saling
berinteraksi, bersosialisasi dan berekspresi satu dengan lainnya. Tidak ada
masyarakat yang seragam. Setiap kelompok, baik di tingkat negara maupun di
tingka komunitas, dibangun atas berbagai macam identitas. Untuk dapat
berfungsi dengan baik, kelompok tersebut harus mampu mengenali dan
mengelola keragaman yang ada. Secara mudah, identitas dapat diartikan sebagai
ciri yang melekat atau dilekatkan pada seseorang atau sekelompok orang.
15
Beberapa identitas, misalnya ras dan usia, cenderung bersifat given. Beberapa
lainnya lebih merupakan pilihan, seperti agama, ideologi, afiliasi politik, dan
profesi.
Di samping itu, ada pula identitas yang terkait dengan pencapaian, seperti
pemenang/pecundang, kaya/miskin, pintar/bodoh.Ada kalanya, sebuah identitas
terkesan lebih mencolok atau berarti – dibanding lainnya. Sebelum penghapusan
politik Apartheid misalnya, warna kulit menjadi identitas pembeda yang paling
mencolok di Afrika Selatan. Pasca tragedi WTC, identitas Muslim/nonMuslim
yang sebelumnya tidak terlalu mendapat perhatian menjadi penting bagi
masyarakat Amerika Serikat.Identitas agama dan etnisitas biasanya mendapatkan
perhatian lebih. Bisa jadi, ini karena keduanya dianggap lebih rawan konflik
dibandingkan identitas lain.
Padahal, keragaman status social (kaya/miskin, ningrat/jelata,
berpendidikan/tidak berpendidikan), kondisi fisik(sehat/sakit/diffable/butawarna),
fungsi dan profesi (produsen/konsumen, guru/siswa, dokter/pasien), jenis
kelamin, usia, afiliasi politik, ideologi, gaya hidup (moderat/militan), dan lain
sebagainya juga perlu dikelola. Hal ini bukan semata untuk mengurangi potensi
konflik, melainkan juga untuk memungkinkan pelayanan (publik) yang prima dan
sesuai dengan kebutuhan pengguna jasa. Sayang, slogan-slogan seperti Berbeda
itu Indah, Bhinneka Tunggal Ika dan Unity in Diversity lebih ditujukan untuk
mengelola keragaman agama dan etnisitas semata.
16
(sepert imisalnya voting) perlu dihindari karena cenderung melimpahkan
kekuasaan pada mayoritas saja. Jika hubungan mayoritas-minoritas tidak
kondusif, kekuasaan yang terpusat pada mayoritas dapat disalahgunakan. Salah
satu contoh tirani mayoritas adalah ketika mayoritas kulit putih Amerika Serikat
di awal abad 20 memilih disahkannya undang-undang segregasi berdasar warna
kulit – akibatnya, orang kulit hitam hanya boleh duduk di bagian belakang bus,
hanya boleh menggunakan kamar mandi khusus kulit hitam, hanya boleh
menghadiri gereja dan sekolah kulit hitam, dll.
· b. Ketidakterwakilan
Ada banyak hal yang menyebabkan ketidakterwakilan. Di antaranya adalah
keberadaan minoritas atau kaum lemah yang “tidak nampak”, sehingga mereka
tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan, atau aspirasi mereka tidak
dianggap penting. Rapat desa misalnya, biasanya hanya mengundang laki-laki
dewasa. Contoh lain adalah pengambilan keputusan di lingkungan kampus atau
asrama yang tidak dikonsultasikan dengan mahasiswa atau penghuni
asrama. Sistem dan sarana (publik) yang tidak ramah guna Umumnya, proses
merancang sistem dan sarana (publik) hanya disesuaikan dengan kebutuhan
mayoritas atau kaum kuat. Hal ini dapat dilihat dari loket pelayanan, letak telfon
di box telfon umum, serta lubang kotak pos yang terlalu tinggi untuk jangkauan
anak-anak atau pengguna kursi roda.
· c. Mengelola Keragaman
Ada banyak cara mengelola keragaman antara lain dapat dilakukan dengan:
17
4) mempelajari ritual dan falsafah identitas lain
18
BAB III
KERANGKA TEORI
Hakikat Kegeragaman
Hakikat Kesetaraan
Manusia
Manusia
Menurut Senge
Menurut KBBI
(2000) Menurut Martin Buber
Menurut
ragam berarti sikap, tingkah
keberagaman adalah KBBI
laku, cara, macam, jenis,
modal dasar untuk
corak, laras (tata bahasa). Martin Buber
membentuk suatu sederajat artinya, “sama
Selain itu, keragaman juga (1985) menjelaskan pada
organisasi, membentuk tingkatan, baik dalam hal
menunjukkan adanya pendekatan “saya-engkau”
penguasaan pribadi yang kedudukan, pangkat,
banyak macam atau banyak bahwa manusia menjadi
tangguh, golongan dan lain-lain”.
jenis (beraneka macam). memahami identitasnya
mengembangkan model Dengan demikian,
ketika berhadapan dengan
mental secara positif, dan kesetaraan atau
Tuhan sebagai Engkau,
membuat visi bersama. kesederajatan menunjukkan
Unsur-unsur keragaman dan kesetaraan : Suku bangsa
bahwadanmanusia
Ras, Agama
itu dan Keyakinan, Ideologi
lemah
adanya tingkatan yang
dan politik, Tatakrama, Kesenjangan Ekonomi dandihadapan
Sosial Tuhan.
sama, kedudukan yang
sama, tidak lebih tinggi atau
lebih rendah antara satu
sama lain.
19
BAB IV
20
Dengan demikian, kesetaraan atau kesederajatan menunjukkan adanya tingkatan
yang sama, kedudukan yang sama, tidak lebih tinggi atau lebih rendah antara satu
sama lain. Martin Buber (1985) menjelaskan pada pendekatan “saya-engkau”
bahwa manusia menjadi memahami identitasnya ketika berhadapan dengan
Tuhan sebagai Engkau, bahwa manusia itu lemah dihadapan Tuhan. Artinya
Setiap manusia dilahirkan setara, meskipun dengan keragaman identitas yang
disandang. Kesetaraan merupakan hal yang inheren yang dimiliki manusia sejak
lahir. Setiap individu memiliki hak-hak dasar yang sama yang melekat pada
dirinya sejak dilahirkan atau yang disebut dengan hak asasi manusia.Kesetaraan
dalam derajat kemanusiaan dapat terwujud dalam praktik nyata dengan adanya
pranata-pranata sosial, terutama pranata hukum, yang merupakan mekanisme
kontrol yang secara ketat dan adil mendukung dan mendorong terwujudnya
prinsip-prinsip kesetaraan dalam kehidupan nyata. Kesetaraan derajat individu
melihat individu sebagai manusia yang berderajat sama dengan meniadakan
hierarki atau jenjang sosial yang menempel pada dirinya berdasarkan atas asal
rasial, sukubangsa, kebangsawanan, atau pun kekayaan dan kekuasaan. Di
Indonesia, berbagai konflik antarsukubangsa, antarpenganut keyakinan
keagamaan, ataupun antarkelompok telah memakan korban jiwa dan raga serta
harta benda, seperti kasus Sambas, Ambon, Poso dan Kalimantan Tengah. Jika
kita sebagai bangsa Indonesia haruslah menanamkan pada diri sendiri bahwa
setiap manusia yang dilahirkan itu sama dan setara. Tidak ada yang lebih tinggi
derajatnya antara seseorang dengan orang lain. Berpikir positif dapat membuat
segala perbedaan menjadi mebuatkita semakin mengenal satu dengan yang lain,
bukan membuat kita saling menghancurkan satu dengan yang lain.
Keragaman menunjuk pada sikap, tingkah laku, cara, macam, jenis, corak,
laras (tata bahasa). Selain itu, keragaman juga menunjukkan adanya banyak
macam atau banyak jenis. Sedangkan kesetaraan menunjuk pada sama tingkatan,
baik dalam hal kedudukan, pangkat, golongan dan lain-lain. Dari pengertian-
pengertian tersebut bisa disimpulkan perbedaan antara beragam dan setara.
21
Beragam mengandung arti banyak sedangkan setara mengandung arti satu,
artinya kita sebagai manusia mempunyai bermacam-macam perbedaan seperti
kebudayaan yang beragam, suku yang beragam, bahasa yang beragam, namun
perlu diingat bahwa kita adalah “satu”, kita adalah setara dan sederajat. Ingat
bahwa semua manusia dihadapan Tuhan adalah sama.
22
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
Daftar Pustaka
23
Herimanto dan Winarno. 2008. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta Timur:
Bumi aksara
Elly M Setiadi dkk. 2006. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta: Kencana
Prenada Media
Juliardi, Budi. 2014. Ilmu Sosial Budaya Dasar. Bandung : Penerbit Alfabeta.
Prof. Dr. Rusmin Tumanggor, M.A. dkk. 2010. Imu Sosial dan Budaya Dasar.
Jakarta: Kencana Prenada Media
24