Anda di halaman 1dari 6

BI-2001 PENGETAHUAN

LINGKUNGAN
TUGAS KE-I

Dosen:
Wardono Niloperbowo

Oleh:
Syahesti Intan Fitriani –15013159

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
BANDUNG
2016
Tapak Ekologi Indonesia

Aktivitas manusia mengkonsumsi banyak sumber daya alam dan menghasilkan


limbah yang tidak sedikit pula jumlahnya. Adanya peningkatan populasi manusia
dan konsumsi secara global, membuat peran ecological footprint menjadi
penting. Hal ini tidak lain untuk menganalisis keseimbangan antara kapasitas
lingkungan dan permintaan kebutuhan manusia. The ecological footprint atau
dalam bahasa Indonesia berarti tapak ekologi, muncul sebagai salah satu analisis
yang berstandar internasional untuk menghitung perbandingan antara pasokan
yang ada di bumi dengan permintaan kebutuhan manusia dengan gaya hidup
tertentu. Contoh sederhananya, jika setiap orang di bumi menerapkan gaya
hidup orang Amerika, kita membutuhkan empat planet seperti bumi. Dengan
demikian, nilai tapak ekologi merupakan parameter yang menunjukkan apakah
planet ini cukup bisa diandalkan untuk memenuhi permintaan kebutuhan
manusia di dalamnya.

Gambar 1.1 Tapak Ekologi

Tapak ekologi mengukur kapasitas yang dapat dipasok oleh alam dan permintaan
yang diberikan pada alam. Dari sisi pasokan berarti sumber daya alam atau
biokapasitas yang terdiri dari lahan biologi yang produktif seperti hutan, padang
rumput, lahan pertanian dan perikanan. Lahan-lahan ini, khususnya jika
dilestarikan, dapat menyerap banyak limbah yang kita hasilkan, terutama emisi
karbon.

Biokapasitas ini kemudian dibandingkan dengan permintaan manusia pada alam,


atau yang disebut sebagai tapak ekologi. Dari sini diperoleh gambaran bahwa
tapak ekologi menunjukkan sejumlah lahan produktif yang menyediakan sumber
daya terbarukan untuk memenuhi kebutuhan manusia dan menyerap semua
limbah yang dihasilkan oleh manusia agar tidak lagi menjadi ancaman baru bagi
lingkungan dan manusia itu sendiri. Dalam hal ini, infrastruktur hunian manusia
juga termasuk lahan produktif karena kita tidak dapat membuat lahan baru
sebagai regenarasi sumber daya.

Situasi globalnya sekarang, sejak tahun 1970-an, manusia telah melampaui


batas dalam mengkonsumsi sumber daya alam. Permintaan yang meningkat
tajam seiring dengan pertumbuhan populasi tidak diimbangi dengan
peningkatan kapasitas alam untuk memenuhi kebutuhan manusia. Semua
aktivitas yang dilakukan manusia hampir tidak memerhatikan kondisi bumi yang
membutuhkan waktu untuk melakukan regenerasi setiap tahunnya.

Melalui perhitungan tapak ekologi manusia dalam suatu populasi—kota, atau


negara, kita dapat memperkirakan dampak yang manusia lakukan terhadap
bumi. Hal ini diharapkan dapat menjadikan manusia lebih bijaksana dalam
mengonsumsi sumber daya alam.

Bagaimana cara menghitung tapak ekologi?

Sebelum menghitung tapak ekologi, dibutuhkan asumsi. Beberapa asumsi yang


umum digunakan adalah sebagai berikut.

(1) Semua sumber daya yang dikonsumsi dan limbah (termasuk emisi) yang
dihasilkan dapat ditelusuri asal-muasalnya (tracked).
(2) Sebagian besar aliran sumber daya dan limbah dapat diukur dengan
menggunakan luasan bioproduktif untuk menjaga pasokan sumber daya
dan absorpsi limbah.
(3) Luasan bioproduktif yang berbeda dapat dikonversi menjadi satu ukuran
tunggal, yaitu hektar global (gha). Setiap hektar global pada satu tahun
menunjukkan bioproduktif yang sama dan semua dapat dijumlahkan.
(4) Permintaan terhadap sumber daya alam disebut tapak ekologi dan dapat
dibandingkan dengan biokapasitas dengan satuan hektar global (gha).

Luasan permintaan bisa lebih besar dari luasan pasokan jika permintaan suatu
ekosistem melebihi kemampuan ekosistemnya untuk menyediakan sumber daya
(sumber: Calculaation Methodology for the National Footprint Accounts, 2010, fo
10th Edition, by Brad Ewing).

Metoda yang digunakan untuk menghitung tapak ekologi adalah metoda yang
dikembangkan oleh Global Footprint Network (GFN-USA). Dalam menghitung
tapak ekologi, ada dua faktor yang perlu diperhatikan, yaitu faktor ekuivalensi
dan faktor panen.

Faktor ekuivalensi merupakan faktor yang digunakan untuk


mengkombinasikan tapak ekologi dari lahan yang berbeda-beda sehingga
dibutuhkan koefisien untuk menyamakannya. Dengan kata lain, ini dipakai untuk
mengkonversi satuan lokal lahan tertentu menjadi satuan yang universal yaitu
hektar global (gha). Faktor penyama telah ditentukan oleh Global Footprint
Network (GFN) untuk enam kategori lahan, yaitu lahan pertanian (2.64), lahan
perikanan (0.40), lahan peternakan (0.50), lahan kehutanan (1.33), lahan
terbangun (2.64) dan lahan penyerapan karbon atau lahan yang diperlukan
untuk mengabsorpsi CO2 yang bersumber dari bahan bakar fosil (1.33).

Selain faktor ekuivalensi, ada faktor panen yang menggambarkan


perbandingan antara luasan lahan bioproduktif di suatu wilayah dengan luasan
lahan bioproduktif yang sama di wilayah yang lain untuk tiap komoditas yang
sama. Faktor ini juga menggambarkan kemampuan suatu populasi untuk
menyertakan penguasaan teknologi dan manajemen dalam pengelolaan lahan.
Setiap wilayah memiliki faktor panen masing-masing dan dihitung per tahun.

Tapak ekologi menggambarkan kebutuhan barang dan jasa yang diperlukan oleh
manusia dari alam yang dicerminkan dalam konsumsi bersih (net consumption)
dari produk-produk yang dikategorikan seperti produk pertanian, peternakan,
kehutanan, perikanan, keperluan ruang dan lahan serta konsumsi energi.
Konsumsi bersih ini merupakan komsumsi aktual yang dipengaruhi oleh kegiatan
perdagangan ekspor-impor. Perhitungan konsumsi aktual akan menambahkan
barang yang diimpor dan mengurangi barang yang diekspor yang dinyatakan
dengan persamaan berikut.

Konsumsi Bersih ( ton ) =Produksi Lokal ( ton ) + Impor ( ton ) −Ekspor (ton)

Kemudian, tapak ekologi (TE) untuk semua kategori lahan dihitung dengan
menggunakan persamaan:

P∗YF∗EQF
TE=
YN

Keterangan untuk masing-masing parameter persamaan tersebut, P sebagai


jumlah produk yang dipanen atau limbah yang dihasilkan, YN berarti
produktivitas nasional rata-rata untuk P, YF merupakan yield factor atau faktor
panen, dan EQF merupakan equivalence factor atau faktor ekuivalensi untuk
kategori lahan tertentu.

Saat ini, terdapat aplikasi online yang dapat menghitung tapak ekologi
seseorang. Namun, karena situs tersebut dibuat oleh orang-orang Inggris maka
beberapa pertanyaan dan jawaban mengacu pada kebiasaan dan gaya hidup
orang-orang Barat sehingga kurang sesuai dengan masyarakat Indonesia pada
umumnya. But it is okay to trying this: http://footprint.wwf.org.uk/

Berapa perkiraan nilai tapak ekologi di Indonesia? Jelaskan artinya dan


bandingkan dengan negara lain!
Dilansir dari situs www.footprintnetwork.org, nilai tapak ekologi Indonesia per
tahun 2011 adalah sekitar 1.48 gha/orang dan biokapasitasnya kurang lebih 1,30
gha/orang. Arti dari nilai ini adalah rata-rata setiap individu yang ada di
Indonesia membutuhkan lahan produktif seluas 1.48 hektar yang di dalamnya
juga terdapat air yang dapat digunakan manusia untuk memproduksi sesuatu
yang berguna untuk kebutuhan hidupnya serta untuk mengolah limbahnya
sendiri.

Nilai TE ini didapat dengan pendekatan dan rumus yang sudah dijelaskan pada
tulisan sebelumnya. Hal ini juga telah mempertimbangkan pola-pola tingkah laku
manusia yang ada di Indonesia baik di bidang pangan, tempat tinggal, emisi
karbon, energi yang dipakai dan yang diperbaharui, tingkah laku manusia
terhadap air, pola tingkah laku terhadap barang-barang yang ada di
lingkungannya, dan lain sebagainya.

Gambar 1.2 Tapak Ekologi Indonesia

How about the other countries? Masih dari situs yang sama per tahun 2011,
Amerika memiliki nilai tapak ekologi sebesar 6.7 gha/orang, Inggris sebesar 4.01
gha/orang, Cina 2.48 gha/orang, India 0.9 gha/orang, dan Jepang 3.25 gha/orang.
Bila dibandingkan dengan negara-negara tersebut, Indonesia masih memiliki
tapak ekologi yang cenderung meningkat dengan stabil. Dari ke-enam negara
tersebut, India menjadi negara yang paling baik dalam hal ecological footprint.

Gambar 1.3 Tapak Ekologi Amerika


Gambar 1.4 Tapak Ekologi India

Normalnya, nilai tapak ekologi maksimal yang masih diizinkan agar bumi bekerja
secara normal adalah 1 gha/orang. Dengan nilai 1 gha/orang maka dibutuhkan 1
bumi untuk melakukan produksi dan memanfaatkan hasilnya tanpa
menghabiskan modal alam secara berlebihan. Berdasarkan data di atas,
pantaslah jika India termasuk negara yang nilai tapak ekologinya bagus.

Sebagaimana yang dijelaskan oleh Miller dalam bukunya, Living in The


Environment edisi ke-17, bahwa perubahan budaya yang semakin canggih
dapat memperbesar nilai tapak ekologi. Hal ini sesuai dengan data yang ada jika
dibandingkan dengan kebudayaan yang ada di negara-negara tersebut.

Jika dibandingkan dengan negara-negara maju lainnya, nilai tapak ekologi


Indonesia masih relatif kecil tetapi sudah melebihi nilai maksimal untuk
keoptimalan fungsi kerja bumi. Berdasarkan kalkulator tapak ekologi, dapat
dikatakan bahwa nilai tapak ekologi akan semakin tinggi jika teknologi di suatu
negara tinggi pula, karena ini akan merubah kebiasaan masyarakatnya sehingga
masyarakatnya membutuhkan lahan yang sangat luas untuk kehidupannya serta
untuk mengolah limbahnya sendiri. Dengan kata lain, gaya hidup mempengaruhi
perilakumu terhadap bumi.

So, it is really in your hand, wheter you want to protect or crash your Earth. Allah
definitely is The Lord of everything and can do everything. But, Allah will not
change the situation untill you do want to work hard. Please, make a better place
to live in.

Sumber.
http://www.footprintnetwork.org/en/index.php/GFN/page/footprint_basics_overview/
(Sabtu, 23/01/2016, 13:03 WIB)
https://nnnnhayati.wordpress.com/2013/09/10/cara-menghitung-tapak-ekologi-tapak-
ekologi-indonesia/ (Sabtu, 23/01/2016, 13:36 WIB)

Anda mungkin juga menyukai