Anda di halaman 1dari 3

Bumi Tak Seindah Dulu

karya: Jesyca Tina


Sangat memprihatinkan keadaan bumi saat ini, bencana seolah olah tak kunjung hilang dari muka
bumi. Berbagai macam bencana yang sering melanda bumi, dikarenakan ulah manusia yang tidak
bertanggung jawab, memelihara lingkungan alam. Bahkan makhluk yang lain turut menjadi
korbannya, hingga angka keberadaannya diambang kepunahan dan nyaris, ada juga yang benar
benar tidak ada lagi, di muka bumi. Apakah manusia termasuk makhluk yang serakah dan
mementingkan dirinya sendiri? jawabannya kembalikan pada diri sendiri, dan renungilah kejadian
ini.
Layar laptop memperlihatkan betapa parahnya kondisi lingkungan alam, sangat jelas terpampang di
hadapanku, manusia yang melakukan ilegal logging, pencurian hewan langka secara ilegal,
perdagangan hewan ilegal, itu semua beberapa contoh dari kerusakan lingkungan alam. Perlahan
lahan air mataku mulai menetes, aku tak kuasa melihat sekelompok orang, yang melakukan
tindakan itu. Tiba tiba, ibu datang sambil membawa secangkir teh hangat “Minum dulu tehnya,
nak” kata ibuku. “Iya bu” beliau juga, turut melihat deretan videonya “Entah sampai kapan,
manusia melakukan semua itu, secepatnya kita harus melakukan pencegahan” lanjut ibu yang
kebetulan seorang aktivis lingkungan. “Iya bu, kalau tidak segera ditangani akibatnya sangat fatal”
jawabku khawatir.
Setelah melihat video tersebut, ibu bercerita tentang kondisi lingkungan alam desaku, pada saat ibu
masih muda “Kalau kamu tau sya, lingkungan desa kita, sekarang jauh berbeda dengan dahulu, dulu
itu setiap warga di sini sangat antusias menanam berbagai jenis tumbuhan di depan rumahnya,
sehingga desa kita menjadi sangat rindang dan sejuk, hutan desa dulunya, menjadi habitat banyak
rusa, tetapi sekarang warga justru memburunya dan akhirnya punah, dulu ibu sering bermain
dengan rusa rusa itu, semua warga sangat menyadari pentingnya menjaga lingkungan alam, tetapi,
seiring dengan kemajuan teknologi, warga justru berbuat seenaknya pada lingkungan” jelas ibu.
“Ibu, berikan dukungan pada nasya dan generasi nasya, agar bisa terus menjaga lingkungan”
ucapku bersemangat “Mudah mudahan itu bisa tercapai, dan usaha ibu untuk mensosialisasikan
peduli lingkungan, bisa membuahkan hasil yang baik” kata ibu berharap “Aamiin bu..”
Object 1

Suatu hari, desaku kedatangan banyak orang orang berseragam proyek dan berbagai macam alat
berat, seketika aku kaget melihatnya, semua warga tampak antusias dan senang atas kedatangan
mereka, hal itu yang membuatku merasa bingung dan heran. Lalu, tanpa berpikir panjang, aku
segera menemui ibu di ruang kerjanya.
“Permisi, bu” ibu langsung menghentikan kegiatan menulisnya “Iya, nak ada apa?” tanya ibu. “Ada
hal, yang sangat penting bu” jawabku cemas. “Penting? memangnya ada apa, nak?” tanya ibu
penasaran “Ada sekelompok orang proyek, datang ke desa, mereka menuju ke hutan, kelihatannya
mereka ingin melakukan pembebasan lahan” jelasku. Ibu terdiam, lalu dia segera meninggalkanku
dan menelepon seseorang.
Selesai menelpon, ekspresi ibu terlihat marah dan kecewa sekali, tiba tiba ibu menggebrak meja.
Aku pun, langsung kaget dan penasaran “Ada apa bu? kok ibu terlihat marah dan kecewa?” tanyaku
“Ternyata, pak kades benar benar menyetujui pembangunan perusahaan pengelola kayu jati, apakah
beliau tidak sadar tindakannya yang gegabah itu, dia seenaknya saja mengambil keputusan, tanpa
meminta pendapat ibu” ucap ibu dengan emosi memuncak “Ibu, lebih baik kita segera ke hutan dan
menanyakan langsung hal ini pada pak kades” saranku pada ibu. Emosi ibu kembali mereda, ibu
pun menyetujuinya aku dan ibu bergegas, menuju hutan.
Ternyata di hutan desa, sangat ramai warga, para warga melihat proses pembebasan lahan, bahkan,
ada juga yang berjualan di sekitarnya, demi mendapatkan uang. Hal itu terjadi, karena ada proyek
besar di desa. Ibu langsung menemui pak kades, yang sedang berbincang bincang dengan
ajudannya. Emosi ibu tidak dapat tertahan lagi “Pak, apa yang anda lakukan semua ini?” tanya ibu
dengan lantang. Sampai samapai warga memperhatikan ibu. “Lho, anda kok tiba tiba marah? saya
tidak mengerti maksud anda” jawab pak kades yang terlihat tenang. “Anda menyetujui proyek yang
akan merugikan warga, dalam jangka waktu yang panjang, apakah bapak tidak berpikir bahaya apa
saja yang akan ditimbulkan?” ucap ibu kecewa. Pak kades langsung membalas perkataan ibu “Saya
kepala desa di sini, saya mengerti kebutuhan warga saya, anda tidak bisa menentang kebijakan
saya” jawab pak kades.
“Oh, begitu, saya tau semua, ini sebuah pencitraan kah? baiklah, saya tidak akan berbicara panjang
lebar, saya peringatkan, proyek ini tidak akan bisa berjalan lama! anda yang menghancurkan, dan
anda juga yang menanggung akibatnya, anda akan menyesal suatu saat nanti” jelas ibu dengan
tegas. Pak kades tersenyum sinis “Lihat! warga mendukung kebijakan saya, dengan hadir di proyek
ini, hahahaha..” jawab pak kades dengan angkuhnya. Ibu langsung pergi, tanpa menghiraukannya.
Akhirnya, ibu mengambil tindakan dengan usulan penghentian proyek besar di desaku. Melalui
instansi terkait lingkungan hidup. Tetapi apa daya, usaha yang dilakukan ibu gagal. Ternyata
alasannya adalah ingin ‘menyejahterakan’ rakyat melalui proyek besar di desaku. Tak kenal lelah,
demi memperjuangkan kelestarian alam, ibuku mencari bantuan kesana kemari untuk menghentikan
proyek itu, tetapi tetap saja tidak ada hasilnya karena perbedaan pendapat. Ibuku pun, menyerah
pada keadaan ini “Mengapa? karena alasan ingin sejahtera, apakah mereka tidak sadar? bahwa
lingkungannya akan hancur dan pasti, mereka akan menjadi korbannya, alam akan menjadi musuh
jika kita tidak memeliharanya dan alam akan bersahabat, jika kita memeliharanya” kata ibuku
hampir meneteskan air mata kesedihan karena usahanya gagal. Aku, sebagai anaknya menenangkan
ibuku.
“Ibu, nasya mohon, ibu jangan bersedih, mungkin kita tidak dapat menghentikan, tapi kita bisa
mendoakan mereka supaya diberi kesadaran bu” jawabku sambil menghapus air matanya “Terima
kasih nak, ternyata anak ibu mulai tumbuh menjadi dewasa, dan bijak” mendengarnya aku
tersenyum malu “Ah, ibu bisa saja, memuji nasya”
Seiring berjalannya waktu, desaku semakin tak terkendali, desaku tertimpa bencana akibat proyek
besar pembangunan perusahaan kayu jati itu. Warga desa, banyak yang mengeluhkan, kebijakan
dari pak kepala desa. Dan akhirnya, pak kepala desa diberhentikan dari jabatannya, karena
kebijakannya yang merugikan kehidupan rakyat.
Meskipun pak kepala desa, tidak lagi menjabat, tidak akan bisa mengubah keadaan desaku, yang
semakin lama akan mencapai puncak kehancuran. Pada suatu hari, hujan yang sangat deras
menerjang desaku, pohon pohon di desaku, tidak bisa menyerap air hujan lagi, waduk desa juga
sudah tidak dapat membendung, banyaknya air hujan. Sungai di desaku akhirnya meluap, karena
alirannya yang tersumbat oleh banyaknya sampah.
Air bah sungai desa, menghancurkan desaku. Aku dan ibu hanya bisa berpasrah, mengahadapi ujian
kehidupan ini, atas izin allah, aku dan ibu bisa selamat. Kami takut kehilangan satu sama lain
“Inilah, yang akan diterima bagi setiap orang, yang tidak peduli dengan lingkungannya, ibu telah
gagal memelihara lingkungan” ucap ibu dalam keadaan lemas. Lalu aku dan ibu berpelukan,
berharap akan ada kehidupan yang lebih indah, dengan lingkungan alam yang masih terjaga
keasriannya.

Anda mungkin juga menyukai