Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN KASUS

PEMBIMBING :
dr. Catur Prangga, Sp. A

DISUSUN OLEH :
dr. Vanessya Adekanov
dr. David Christianto

INTERNSHIP
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TONGAS
2017

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ................................................................................................................ 2


DAFTAR TABEL .......................................................Error! Bookmark not defined.
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... 2
STATUS PASIEN .......................................................Error! Bookmark not defined.
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................ 17
ANALISA KASUS .................................................................................................... 38
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 40

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Morbilivirus .............................................................................................. 18

Gambar 2. Karakteristik Campak ............................................................................... 20

Gambar 3. Koplik's Spot ........................................................................................... 21

Gambar 4. Ruam Makulopapular Pada Campak ........................................................ 22

Gambar 5. Alur Penatalaksanaan Pasien Pneumonia ................................................. 36

2
BAB I
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS
1.1 IDENTITAS PASIEN
Nama : An. A. A. A
Jenis kelamin : Laki - laki
Tempat dan tanggal lahir : 4 September 2012
Umur : 4 tahun 11 bulan
Alamat : Kedawung Nguling Pasuruan
No. rekam medis : 03.58.30
Tanggal masuk rumah sakit : 2 Agustus 2017 pukul 18.00 WIB

1.2. IDENTITAS ORANG TUA


Data Orang Tua Ayah Ibu
Nama Tn. AR Ny. R
Umur 24 tahun 23 tahun
Perkawinan ke 1 1
Pendidikan SD SD
Pekerjaan Tani Tani
Pangkat - -
Agama Islam Islam
Suku Bangsa Jawa Jawa
Hubungan pasien dengan orang tua adalah anak kandung.

II. ANAMNESA
Autoanamnesa dan alloanamnesa dengan ibu pasien pada tanggal 2 Agustus 2017
pukul 18.00 WIB.
Keluhan utama : Demam
Keluhan tambahan : Penurunan nafsu makan

Riwayat Penyakit Sekarang:


Pasien seorang anak laki-laki berusia 4 tahun 11 bulan dengan berat badan
15 kg, datang ke RSUD Tongas Probolinggo dengan keluhan demam sejak 3 hari
sebelum masuk rumah sakit. Demam awalnya naik turun, orangtua mengatakan
demam turun dengan obat penurun panas namun demam hanya turun sementara.

3
Kemudian demam dirasakan terus menerus dan semakin meningkat sejak 1 hari
sebelum masuk rumah sakit namun tidak diukur suhu tubuhnya. Demam juga
disertai dengan kepala terasa seperti pusing berputar. Demam tidak disertai
menggigil dan tidak disertai nyeri sendi. Demam tidak disertai mimisan, gusi
berdarah ataupun tanda perdarahan lainnya. Demam juga tidak disertai nyeri atau
panas saat buang air kecil, rasa tidak lampias saat buang air kecil maupun
peningkatan frekuensi buang air kecil. Tidak terdapat pula gangguan pendengaran,
telinga yang berdenging dan keluarnya cairan dari telinga. Demam tidak disertai
kejang atau penurunan kesadaaran maupun keluhan sesak napas. Riwayat
bepergian ke daerah yang sering terjangkit malaria disangkal.
Orang tua pasien juga mengeluhkan batuk tidak berdahak sejak 3 hari
sebelum masuk rumah sakit, batuk disertai pilek, hidung keluar lendir putih kental
dan keluhan nyeri telan disangkal. Batuk tidak disertai sesak. Orang tua
mengatakan mata pasien tampak merah tetapi tidak terdapat kotoran mata sejak 1
hari sebelum masuk rumah sakit. Keluhan mata merah pasien disertai dengan
timbul bercak kemerahan di kulit yang diawali dari wajah kemudian tersebar ke
seluruh tubuh dan disertai rasa gatal namun riwayat minum obat sebelumnya
disangkal. Nafsu makan pasien menurun tapi tidak disertai mual muntah, dan tidak
disertai penurunan berat badan pasien yang drastis. Buang air besar tidak ada
keluhan, tidak cair, tidak ada darah ataupun berwarna hitam. Buang air kecil tidak
ada keluhan, frekuensi cukup, warna jernih, tidak ada nyeri saat buang air kecil.

Riwayat Penyakit Sebelumnya


Berdasarkan pernyataan orangtua, pasien tidak pernah mengalami keluhan
serupa sebelumnya. Tidak ada riwayat penyakit demam lama disertai gangguan
pencernaan. Tidak ada riwayat demam berdarah. Tidak ada riwayat minum obat
yang membuat buang air kecil menjadi merah. Tidak ada riwayat penyakit yang
diderita sejak lahir seperti penyakit jantung bawaan, kelainan darah atau
keganasan. Tidak ada riwayat kehilangan darah seperti kecelakaan atau operasi.
Tidak ada riwayat alergi obat ataupun udara.

Riwayat Penyakit keluarga


Orangtua pasien mengatakan bahwa adik pasien memiliki keluhan serupa
dengan pasien, 2 minggu sebelum pasien timbul demam. Tidak ada riwayat
penyakit kronis maupun riwayat penyakit keganasan pada anggota keluarga
lainnya.

4
Riwayat Kehamilan Ibu
 Pasien merupakan anak pertama dari ibu P2A0 dengan usia kehamilan 38
minggu.
 Ibu pasien mengatakan telah melakukan pemeriksaan kehamilan rutin ke
bidan desa dengan jumlah 1 kali saat trimester pertama, 1 kali saat trimester
kedua dan 2 kali saat trimester ketiga.
 Selama kehamilan ibu mengaku dalam kondisi sehat, tidak mengonsumsi
obat-obatan, tidak pernah minum minuman beralkohol, dan tidak merokok.
 Riwayat abortus dan lahir mati tidak ada

Riwayat kelahiran
Tempat lahir : Bidan desa
Penolong : Bidan
Cara persalinan : Spontan
Berat lahir : 3.300 gram
Panjang lahir : 55 cm
Masa gestasi : Cukup bulan
Keadaan bayi setelah lahir : Langsung menangis, bergerak aktif, warna
kulit tubuh tampak kemerahan
Nilai APGAR : 9/10
Kelainan bawaan : Tidak ada

Kesan: riwayat kelahiran baik.

Riwayat Imunisasi

Jenis
I II III IV V VI
Imunisasi
BCG 2 bulan

DPT 2 bulan 4 bulan 6 bulan 18 bulan

Polio Saat lahir 2 bulan 4 bulan 6 bulan 18 bulan

Hepatitis B Saat lahir 1 bulan 6 bulan

Campak 9 bulan

5
Kesan: imunisasi dasar lengkap tapi belum ada imunisasi ulangan untuk campak
dan tidak ada imunisasi tambahan

Riwayat Perkembangan Dan Pertumbuhan Anak


 Pertumbuhan gigi pertama : 6 bulan
 Perkembangan Psikomotor
o Tengkurap : 4 bulan
o Duduk : 8 bulan
o Berdiri : 9 bulan
o Berjalan : 9 bulan
o Bicara : 1 tahun
o Membaca dan menulis : 4 tahun
 Gangguan perkembangan mental/emosi : Tidak ada

Kesimpulan : Perkembangan dan pertumbuhan anak sesuai umur

Riwayat Makanan
Usia
ASI / PASI Buah / Biskuit Bubur susu Nasi tim
( bulan )

0-2 ASI -/- - -


2-4 ASI -/- - -
ASI + Susu Pisang/ Bubur
4-6 Nasi Tim
formula pepaya/ biskuit susu
ASI + Susu Pisang/ Bubur
6-8 Nasi Tim
formula pepaya/ biskuit susu
ASI + Susu Pisang/ Bubur
8-10 Nasi Tim
formula pepaya/ biskuit susu
ASI + Susu Pisang/ Bubur
10-12 Nasi Tim
formula pepaya/ biskuit susu

Kesan : asupan makanan cukup.

6
Pola Makan

Jenis makanan Frekuensi


Nasi 7hari @3xsehari @ 1 piring / setengah centong nasi
Sayuran Tidak suka sayur
Daging 3-4 x seminggu @ 1 potong/1x makan
Ikan 1 x seminggu @ 1 potong / 1 x makan
Telur 1-2x sehari @1 butir/1x makan
Tahu 2-3x seminggu @1potong/1xmakan
Tempe 7 hari @ 3xsehari@1potong/1xmakan
Susu 2 xsehari @190 ml susu indomilk
Kesan : Kualitas dan kuantitas makan pasien cukup.

Riwayat Penyakit yang Pernah Diderita

Penyakit Usia Penyakit Usia


Diare 1 tahun Morbili Sekarang
Otitis - Parotitis -
Radang paru - Demam berdarah 3 tahun
Tuberkulosis - Demam tifoid -
Kejang - Cacingan -
Ginjal - Alergi -
Jantung - Pertusis -
Darah - Varicella -
Difteri - Biduran -
Asma - Kecelakaan -
Penyakit kuning - Operasi -
Batuk berulang - Lain-lain -

Riwayat keluarga

Jenis Lahir Mati


No Umur Hidup Abortus Keterangan
Kelamin Mati (sebab)

7
1 4 tahun Laki-laki Ya - - - Sakit(pasien)
2 2 tahun Perempuan Ya - - - Sehat

Corak reproduksi: P2A0.

Anggota keluarga lain yang serumah : Orang tua, satu adik kandung dan
nenek pasien.
Status rumah tinggal : Rumah milik keluarga.
Keadaan rumah : Ventilasi baik, pencahayaan baik,
rumah dibersihkan 1 kali sehari,
menggunakan air PAM untuk
keperluan sehari-hari.
Keadaan lingkungan : Perumahan warga padat, tidak
banjir, sanitasi baik.

III. PEMERIKSAAN FISIK


3.1 Pemeriksaan Umum

Dilakukan pada tanggal 2 Agustus 2017, pukul 18.10 WIB.


 Keadaan umum : Tampak sakit sedang
 Kesadaran : Compos mentis
 Tanda-Tanda Vital:
o Frekuensi nadi : 102x/menit, reguler, equal, isi cukup
o Tekanan darah : 110/70 mmHg
o Frekuensi nafas : 28x/menit, regular, tipe pernapasan abdominotorakal
o Suhu tubuh : 38,7 °C
 Antropometri:
o Tinggi badan : 100 cm
o Berat badan : 15 kg
o Kesan status gizi : gizi baik.

3.2 Status Generalis


Dilakukan pada tanggal 2 Agustus 2017, pukul 18.10 WIB.
Kelenjar getah bening :
Tidak teraba kelenjar getah bening pada leher, kelenjar oksipital, submandibula,
supraklavikula, ketiak, lipat paha, maupun kelenjar getah bening di daerah lain.

8
Kepala :
Bentuk kepala normocephal dengan ubun-ubun besar sudah menutup. Rambut
hitam, terdistribusi merata, tidak mudah dicabut.
Wajah :
Raut muka pasien baik dan tidak terdapat kelainan facies. Kulit wajah pasien
tampak ruam maculopapular
Mata :
Mata tampak sembab, kemerahan tetapi tidak terdapat sekret dikedua mata,
palpebra tidak edem, konjungtiva hiperemis, sclera tidak ikterik, pupil bulat
isokor, reflek cahaya langsung dan tidak langsung positif pada kedua pupil, lensa
jernih, tidak ada kelainan pada bola mata maupun penglihatan pasien
Telinga :
Bentuk daun telinga normotia, tidak menggantung, posisi tidak rendah. Liang
telinga didapati lapang, tidak nampak adanya sekret maupun serumen. Gendang
telinga intak, tidak hiperemis, berwarna putih mengkilap, refleks cahaya positif
Hidung :
Bentuk hidung normal, konka agak pucat, septum nasi di tengah, selaput lendir
tidak hiperemis. Tampak adanya sekret berwarna putih, tidak kental. Tidak
tampak nafas cuping hidung.
Mulut :
Bibir kering, tidak sianosis. Mukosa mulut tampak bercak koplik, lidah kotor tapi
tidak tremor, gusi tenang. Faring hiperemis, tonsil tidak tampak hiperemis dan
membesar.
Leher :
Pada leher tidak terdapat kelainan bentuk, kelenjar tiroid tidak teraba, tekanan
vena jugularis tidak meninggi. Trakea terdapat di tengah. Pergerakan leher bebas.
Thoraks :
Bentuk dada normochest. Tidak ditemukan adanya krepitasi maupun benjolan.
Tulang-tulang iga intak dan sela iga dalam batas normal. Venektasis tidak ada.
Paru :
 Pada inspeksi tampak gerakan nafas simetris dalam keadaan statis
maupun dinamis, tidak ada bagian yang tertinggal, tidak tampak retraksi
 Pada palpasi didapatkan vokal fremitus kanan dan kiri sama, ICS kanan
dan kiri sama
 Pada perkusi didapatkan suara sonor pada seluruh lapang paru
 Pada auskultasi didapatkan suara nafas vesikuler di kedua lapang paru kiri
sama dengan kanan, tidak ditermukan wheezing,tidak ditemukan ronkhi.

9
Jantung :
 Inspeksi : Iktus kordis tidak nampak
 Palpasi : iktus kordis teraba di ICS V linea midclavicularis sinistra
 Perkusi :
o Batas jantung kanan :ICS V linea parasternal sinistra
o Batas jantung kiri :ICS V linea midclavicula sinistra
o Batas pinggangjantung :ICS linea midclavicula sinistra
 Auskultasi : Bunyi jantung I dan II regular, tidak ada murmur, tidak ada
gallop
Abdomen :
 Inspeksi : tampak datar, tidak tampak kuning, tidak ada distensi
abdomen, tidak ada pelebaran pembuluh darah, tidak tampak gambaran
usus, pergerakan usus maupun benjolan.
 Auskultasi : Bising usus positif normal.
 Perkusi : Timpani pada seluruh lapang abdomen
 Palpasi : Supel, turgor kulit baik, tidak ada nyeri tekan, hepar
tidak teraba, lien tidak teraba, ginjal tidak teraba

Tulang Belakang
Tidak tampak skoliosis, kifosis, dan lordosis.

Genitalia Eksterna
Tidak ada kelainan bentuk, lubang uretra, penis, testis, skrotum dalam batas
normal.
 Perkembangan pubertas : rambut pubis belum tumbuh

Ekstremitas :
Akral hangat, tidak ada edema, tidak ada sianosis, tonus otot baik, kulit tampak
makulopapular dikeempat ekstremitas, telapak tangan kanan dan kiri tidak pucat,
telapak kaki kanan dan kiri tidak pucat, panjang simetris, clubbing finger tidak
ada.

Kulit
Turgor baik di keempat ektremitas, ikterik tidak tampak, sianosis tidak ada,
eritema palmaris tidak ada, perfusi kurang dari 3 detik, tampak ruam
makulopapular diseluruh tubuh.

Pemeriksaan Neurologis
Refleks Fisiologis

10
 Refleks Biseps : ++/++
 Refleks Triseps : ++/++
 Refleks Patella : ++/++
 Refleks Achilles : ++/++
 Refleks Patologis
o Refleks Hoffmann-Trommer : -/-
o Refleks Babinski : -/-
o Refleks Oppenheim : -/-
o Refleks Chaddock : -/-
 Tanda Rangsang Meningeal
o Kaku Kuduk : -
o Brudzinski I : -/-
o Brudzinski II : -/-
o Kernig sign : -/-
o Laseque sign : -/-

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Jenis Pemeriksaan Hasil


Nilai Rujukan
HEMATOLOGI
Hb 11,3 13 - 18 gr/dl
Ht 34.4 40 - 48%
Eritrosit 4,92 4,3– 6,0 juta/µL
Leukosit 5500 4.800 –10.800/µL
Trombosit 191.000 150.000 -400.000/µL
MCV 70 80 – 96 Fl
MCH 23 27 – 32 pg
MCHC 32 32 – 36 gr/Dl

Foto rontgen dada (2 Agustus 2017)

11
Foto Rontgen Dada
(2 Agustus 2017):
-Tulang dbn
-Soft tissue dbn
-Cor dbn
-Pulmo gambaran infiltrat pada
perihilar D/S dan perikardial S
-Hilus dbn
-Sudut costophrenicus tajam
-Diafragma dbn

-Kesimpulan:
Suspek Bronkopneumonia

V. RESUME
Pasien anak laki – laki berumur 4 tahun 11 bulan dengan berat badan 15 kg
datang ke RSUD Tongas, dengan keluhan utama demam sejak 4 hari sebelum masuk
rumah sakit. Demam awalnya naik turun, turun dengan obat penurun panas.
Kemudian demam dirasakan terus menerus dan semakin meningkat sejak 1 hari
sebelum masuk rumah sakit namun tidak diukur suhu tubuhnya. Demam juga disertai
dengan kepala terasa seperti pusing berputar. Orang tua pasien juga mengeluhkan
batuk tidak berdahak sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, batuk disertai pilek
dan terdapat lendir yang keluar dari hidung berwarna putih, tidak kental. Orang tua
mengatakan mata pasien tampak merah sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
Keluhan mata merah pasien disertai dengan timbul bercak kemerahan yang diawali
dari wajah kemudian tersebar ke seluruh tubuh dan disertai rasa gatal. Nafsu makan
pasien menurun tapi tidak disertai mual muntah, dan tidak disertai penurunan berat
badan pasien yang drastis. Buang air besar dan buang air kecil dalam batas normal.
Pasien belum pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya tapi di keluarga adik
pasien mengalami keluhan serupa 2 minggu sebelum keluhan pasien timbul. Riwayat
imunisasi dasar pasien lengkap tapi belum mengikuti imunisasi ulangan.
Dari hasil pemeriksaan fisik,ditemukan terdapat peningkatan suhu tubuh
pasien sebesar 38,7°C, terdapat konjungtivitis pada kedua mata, faring tampak
hiperemis dengan bercak koplik dan terdapat ruam makulopapular di seluruh tubuh.

VI. DIAGNOSA BANDING

12
 Morbili
 Rubella
 Eksantema subitum

VII. DIAGNOSA KERJA


Morbili + Bronkopneumonia + Low intake

VIII. RENCANA PEMERIKSAAN PENUNJANG


 Pemeriksaan diff count

IX. PENATALAKSANAAN
Nonfarmakologi :
 Tirah baring
 Isolasi
 Diet makanan lunak (ML) kalori 1800 kcal, terdiri dari karbohidrat 660
kcal, protein 180 kcal, lemak 630 kcal

Farmakologi :
 IVFD D5 ½ saline 1250 cc/24 jam
 Inj Deksametason 3 x 3 mg
 Inj Paracetamol 150 mg K/P demam suhu >38oC
 Inj Ceftriakson 3 x 750 mg H2
 PO Lapivet ekspektorant 3 x 1 cth

X. PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam
Quo ad sanationam : ad bonam

FOLLOW UP HARIAN

Tanggal Follow Up Terapi

03/08/17 S : Orangtua pasien mengatakan bahwa  IVFD D5 ½ saline


pasien sudah tidak demam. Badan 1250 cc/24 jam
masih terasa gatal. Nafsu makan  Inj Paracetamol 150
membaik. Mual muntah tidak ada. mg K/P demam
Nyeri perut tidak ada. Batuk masih ada, >38oC
tidak berdahak. Masih terdapat pilek  Inj Deksametason 3 x
tapi sudah berkurang. Bibir terasa 3 mg
kering. Mata sudah tidak merah tapi  Inj Ceftriakson 3 x

13
kadang masih keluar kotoran. BAB 2 750 mg
hari ini tidak keluar dan BAK sering.  PO Lapivet
Ekspektorant 3 x 1
O : KU : Tampak sakit sedang cth
Kesadaran : Compos mentis (GCS=15)  PO vitamin A
Tekanan darah : 110/70 mmHg 200.000 IU ekstra
Frekuensi nadi :86x/mnt
Frekuensi nafas :24x/mnt
Suhu :36.20C
Kepala : normocephal
Mata : palpebra tidak edema, tidak
terdapat perdarahan pada konjungtiva,
konjungtiva tidak anemis, sklera tidak
ikterik, tidak terdapat sekret dikedua
mata
THT : liang telinga lapang, tidak ada
pernafasan cuping hidung, terdapat
sekret hidung berwarna putih tidak
kental, faring tampak hiperemis, T3-T3.
Mulut : mukosa bibir kering, lidah
kotor, terdapat bercak koplik dan tidak
terdapat perdarahan gusi
Leher : tidak ada pembesaran KGB
Thorak : simetris, tidak ada retraksi
- Jantung : BJ I dan II murni, reguler,
tidak ada murmur dan gallop
- Paru : Suara nafas vesikuler kanan
dan kiri, ronchi +/+, wheezing -/-
Abdomen: datar, bising usus positif
normal, tidak terdapat ascites, hepar dan
lien tidak teraba dan tidak ada nyeri
tekan.
Ekstremitas: akral hangat, CRT <2
detik, tidak ada edema dan sianosis.
Kulit : makuloeritem generalisata
A : Obs Febris H5 ec. Morbili +
Bronkopneumonia

14
04/08/17 S : Orangtua pasien mengatakan bahwa  Pro KRS
pasien sudah tidak demam. Badan  Po. Lapivet
sudah tidak gatal. Nafsu makan Ekspektorant Syrup
membaik. Mual muntah tidak ada. 3x1 cth
Nyeri perut tidak ada. Batuk semakin  Po. Cefixime syrup
jarang, tidak berdahak. Pilek tidak ada. 2x200mg
Bibir masih kering. Mata tidak merah
dan tidak keluar kotoran. BAB dan
BAK sudah kembali normal.
O : KU : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis (GCS=15)
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Frekuensi nadi :100x/mnt
Frekuensi nafas :24x/mnt
Suhu :36.40C
Kepala : normocephal
Mata : palpebra tidak edema, tidak
terdapat perdarahan pada konjungtiva,
konjungtiva tidak anemis, sklera tidak
ikterik, tidak terdapat sekret dikedua
mata
THT : liang telinga lapang, tidak ada
pernafasan cuping hidung, terdapat
sekret hidung berwarna putih tidak
kental, faring tampak hiperemis, T2-T2.
Mulut : mukosa bibir kering, lidah tidak
tampak kotor, terdapat bercak koplik
dan tidak terdapat perdarahan gusi
Leher : tidak ada pembesaran KGB
Thorak : simetris, tidak ada retraksi
- Jantung : BJ I dan II murni, reguler,
tidak ada murmur dan gallop
- Paru : Suara nafas vesikuler kanan
dan kiri, ronchi +/+, wheezing -/-
Abdomen: datar, bising usus positif
normal, tidak terdapat ascites, hepar dan
lien tidak teraba dan tidak ada nyeri
tekan.
Ekstremitas: akral hangat, CRT <2

15
detik, tidak ada edema dan sianosis.
Kulit : makuloeritem generalisata
A : Obs Febris H6 ec. Morbili +
Bronkopneumonia

16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
CAMPAK

DEFINISI
Campak adalah suatu penyakit infeksi virus akut menular, ditandai oleh tiga
stadium: (1) stadium masa tunas sekitar 10-12 hari, (2) stadium prodromal dengan
gejala pilek dan batuk yang meningkat dan ditemukan enantem pada mukosa pipi
(bercak Koplik), faring dan peradangan mukosa konjungtiva, dan (3) stadium akhir
dengan keluarnya ruam mulai dari belakang telinga menyebar ke muka, badan, lengan
dan kaki.1

EPIDEMIOLOGI
Angka kejadian campak di Indonesia sejak tahun 1990 sampai 2002 masih
tinggi sekitar 3000-4000 per tahun demikian pula frekuensi terjadinya kejadian luar
biasa tampak meningkat dari 23 kali per tahun menjadi 174. Namun case fatality rate
telah dapat diturunkan dari 5,5% menjadi 1,2%. Transmisi campak terjadi melalui
udara, kontak langsung maupun melalui droplet dari penderita saat gejala yang ada
minimal bahkan tidak bergejala. Penderita masih dapat menularkan penyakitnya
mulai hari ke-7 setelah terpajan hingga 5 hari setelah ruam muncul. Biasanya
seseorang akan mendapat kekebalan seumur hidup bila telah sekali terinfeksi oleh
campak.2
Di Indonesia, menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) campak
menduduki tempat ke-5 dalam urutan 10 macam penyakit utama pada bayi (0,7%)
dan tempat ke-5 dalam urutan 10 macam penyakit utama pada anak usia 1- 4 tahun
(77%). Menurut kelompok umur kasus campak yang rawat inap di rumah sakit
selama kurun waktu 5 tahun (1984-1988) menunjukkan proporsi yang terbesar dalam
golongan umur balita dengan perincian 17,6% berumur < 1 tahun, 15,2% berumur 1
tahun, 20,3% berumur 2 tahun, 12,3% berumur 3 tahun dan 8,2% berumur 4 tahun.1
Pengalaman menunjukkan bahwa epidemik campak di Indonesia timbul
secara tidak teratur. Di daerah perkotaan epidemik campak terjadi setiap 2-4 tahun.
Wabah terjadi pada kelompok anak yang rentan terhadap campak, yaitu di daerah
dengan populasi balita banyak mengidap gizi buruk dan daya tahan tubuh yang
lemah. Telah diketahui bahwa campak menyebabkan penurunan daya tahan tubuh
secara umum, sehingga mudah terjadi infeksi sekunder atau penyulit. Penyulit yang
sering dijumpai adalah bronkopneumonia (75,2%), gastroenteritis (7,1%), ensefalitis
(6,7%) dan lain-lain (7,9%).1

17
ETIOLOGI
Virus campak merupakan virus RNA famili paramyxoviridae dengan
genus Morbili virus. Sampai saat ini hanya diketahui 1 tipe antigenik yang mirip
dengan virus Parainfluenza dan Mumps. Virus bisa ditemukan pada sekret nasofaring,
darah dan urin paling tidak selama masa prodromal hingga beberapa saat setelah
ruam muncul. Virus campak adalah organisme yang tidak memiliki daya tahan tinggi
apabila berada di luar tubuh manusia. Pada temperatur kamar selama 3-5 hari virus
kehilangan 60% sifat infektifitasnya. Virus tetap aktif minimal 34 jam pada
temperatur kamar, 15 minggu di dalam pengawetan beku, minimal 4 minggu dalam
temperatur 35˚C, beberapa hari pada suhu 0˚C, dan tidak aktif pada pH rendah.3
Measles, virus RNA beruntai tunggal negative yang berenvelope, merupakan
anggota genus Morbilivirus dari family Paramyxoviridae. Hanya ada satu serotype.
Virus ini mengkode enam protein structural, termasuk dua glikoprotein
transmembran, fusi (F), dan hemaglutinin (H), yang memfasilitasi perlekatan ke sel
penjamu dan masuknya virus. Antibodi terhadap F dan H bersifat memberikan
perlindungan.4

Gambar 1. Morbilivirus

Genus Morbilivirus terdiri dari virus campak (rubeola) pada manusia dan
virus canine distemper, virus rindepest pada lembu, dan morbilivirus akuatik yang
menginfeksi mamalia laut. Virus – virus tersebut secara antigen terkait satu sama lain
tetapi tidak dengan anggota genus lain. Protein F banyak terdapat pada morbilivirus,
sedangkan protein H menunjukkan variabilitas yang lebih luas. Virus campak
mempunyai hemaglutinin tapi tidak memiliki aktivitas neuramidase. Virus campak
menginduksi pembentukan inklusi intranuklear, sedangkan paramiksovirus yang lain
tidak. 5

PATOLOGI
Lesi pada campak terutama terdapat pada kulit., membran mukosa nasofaring,
bronkus, saluran pencernaan, dan konjungtiva. Di sekitar kapiler terdapat eksudat
serosa dan proliferasi dari sel mononuklear dan beberapa sel polimorfonuklear.

18
Karakteristik patologi dari Campak ialah terdapatnya distribusi yang luas dari sel
raksasa berinti banyak yang merupakan hasil dari penggabungan sel. Dua tipe utama
dari sel raksasa yang muncul adalah (1) sel Warthin-Findkeley yang ditemukan pada
sistem retikuloendotel (adenoid, tonsil, appendiks, limpa dan timus) dan (2) sel epitel
raksasa yang muncul terutama pada epitel saluran nafas. Lesi di daerah kulit terutama
terdapat di sekitar kelenjar sebasea dan folikel rambut. Terdapat reaksi radang umum
pada daerah bukal dan mukosa faring yang meluas hingga ke jaringan limfoid dan
membran mukosa trakeibronkial. Pneumonitis intersisial karena virus campak
menyebabkan terbentuknya sel raksasa dari Hecht. Bronkopneumonia yang terjadi
mungkin disebabkan infeksi sekunder oleh bakteri.6

PATOGENESIS
Campak merupakan infeksi virus yang sangat menular, dengan sedikit virus
yang infeksius sudah dapat menimbulkan infeksi pada seseorang. Lokasi utama
infeksi virus campak adalah epitel saluran nafas nasofaring. Infeksi virus pertama
pada saluran nafas sangat minimal. Kejadian yang lebih penting adalah penyebaran
pertama virus campak ke jaringan limfatik regional yang menyebabkan terjadinya
viremia primer. Setelah viremia primer, terjadi multiplikasi ekstensif dari virus
campak yang terjadi pada jaringan limfatik regional maupun jaringan limfatik yang
lebih jauh. Multiplikasi virus campak juga terjadi di lokasi pertama infeksi.
Selama lima hingga tujuh hari infeksi terjadi viremia sekunder yang
ekstensif dan menyebabkan terjadinya infeksi campak secara umum. Kulit,
konjungtiva, dan saluran nafas adalah tempat yang jelas terkena infeksi, tetapi organ
lainnya dapat terinfeksi pula. Dari hari ke-11 hingga 14 infeksi, kandungan virus
dalam darah, saluran nafas, dan organ lain mencapai puncaknya dan kemudian
jumlahnya menurun secara cepat dalam waktu 2 hingga 3 hari. Selama infeksi virus
campak akan bereplikasi di dalam sel endotel, sel epitel, monosit, dan makrofag.6
Daerah epitel yang nekrotik di nasofaring dan saluran pernafasan memberikan
kesempatan serangan infeksi bakteri sekunder berupa bronkopneumonia, otitis media,
dan lainnya. Dalam keadaan tertentu, adenovirus dan herpes virus pneumonia dapat
terjadi pada kasus campak. 3

Tabel 1. Patogenesis infeksi campak tanpa penyulit


Hari Manifestasi
0 Virus campak dalam droplet kontak dengan permukaan epitel nasofaring
atau kemungkinan konjungtiva
Infeksi pada sel epitel dan multiplikasi virus
1-2 Penyebaran infeksi ke jaringan limfatik regional
2-3 Viremia primer

19
3-5 Multiplikasi virus campak pada epitel saluran nafas di tempat infeksi
pertama, dan pada RES regional maupun daerah yang jauh
5-7 Viremia sekunder
7-11 Manifestasi pada kulit dan tempat lain yang bervirus, termasuk saluran
nafas
11-14 Virus pada darah, saluran nafas dan organ lain
15-17 Viremia berkurang lalu hilang, virus pada organ menghilang
Sumber :Feigin et al.2004.Textbook of Pediatric Infectious Diseases 5th edition

MANIFESTASI KLINIS
Infeksi pada pejamu yang tidak kebal hampir selalu simptomatik. Setelah
masa inkubasi sekitar 8-12 hari, penyakit campak biasanya berlangsung selama 7-11
hari (dengan fase prodromal 2-4 hari diikuti oleh fase erupsi 5-8 hari).5

Gambar 2. Karakteristik campak

Demam timbul secara bertahap dan meningkat sampai hari kelima atau
keenam pada puncak timbulnya ruam. Kadang kurva suhu menunjukkan gambaran
bifasik, ruam awal pada 24-48 jam pertama diikuti dengan turunnya suhu tubuh
sampai normal selama periode satu hari, kemudian diikuti dengan kenaikan suhu
tubuh yang cepat mencapai 400C pada waktu ruam sudah timbul diseluruh tubuh.
Pada kasus yang tanpa komplikasi, suhu tubuh turun mencapai suhu normal.7
Fase prodormal ditandai dengan demam, bersin, batuk, hidung berair, amta
merah, bercak Koplik, dan limfopenia. Batuk dan koriza menggambarkan reaksi
inflamasi berat yang mengenai mukosa saluran pernapasan. Demam dan batuk

20
menetap hingga muncul ruam dan kemudian menghilang dalam 1-2 hari.
Konjungtivitis umumnya disertai fotofobia.5
Dua hari sebelum ruam timbul, gejala Koplik’s spotyang merupakan tanda
patognomonis dari penyakit campak, dapat dideteksi. Lesi ini telah dideskripsikan
oleh Koplik (1896) sebagai suatu bintik berbentuk tidak teratur dan kecil berwarna
merah terang, pada pertengahannya didapatkan noda berwarna putih keabuan.
Timbulnya Koplik’s spot hanya berlangsung sebentar kurang lebih 12 jam, sehingga
sukar terdeteksi dan biasanya luput pada waktu dilakukan pemeriksaan klinis.7

Gambar 3. Koplik’s spot

Ruam timbul pertama kali pada hari ketiga sampai keempat dari timbulnya
demam. Ruam dimulai sebagai erupsi makulopapular eritematosa, dan mulai timbul
pada bagian atas samping leher, daerah belakang telinga, perbatasan rambut di kepala
dan meluas ke dahi. Kemudian menyebar ke bawah ke seluruh muka dan leher dalam
waktu 24 jam. Seterusnya menyebar ke ekstremitas atas, dada, daerah perut dan
punggung, mencapai kaki pada hari ketiga. Bagian yang pertama kena mengandung
lebih banyak lesi. Setelah tiga atau empat hari, lesi tersebut berubah menjadi
berwarna kecoklatan. Hal ini kemungkinan sebagai akibat dari perdarahan kapiler,
dan tidak memucat dengan penekanan. Dengan menghilangnya ruam, timbul
perubahan warna dari ruam menjadi berwarna kehitaman atau lebih gelap. Dan
kemudian disusul dengan timbulnya deskuamasi berupa sisik berwarna keputihan.7

21
Gambar 4. Ruam Makulopapular pada Campak

Campak yang termodifikasi biasanya terjadi pada individu dengan imunitas


yang belum sempurna, misalnya bayi dengan antibody maternal residual. Masa
inkubasi memanjang, gejala prodormal menghilang, bercak Koplik biasanya tidak
muncul, dan ruam ringan.5

DIAGNOSIS
Diagnosis campak dapat dibuat berdasarkan kelompok gejala klinis yang
sangat berkaitan, yaitu koriza dan mata meradang disertai batuk dan demam tinggi
dalam beberapa hari, diikuti timbulnya ruam yang memiliki cirri khas, yaitu diawali
dari belakang telinga kemudian menyebar ke muka, dada tubuh, lengan dan kaki
bersamaan dengan meningkatnya suhu tubuh dan selanjutnya mengalami
hiperpigmentasi dan mengelupas. Pada stadium prodromal dapat ditemukan enantema
di mukosa pipi yang merupakan tanda patonomonis campak (bercak Koplik).
Menentukan diagnosis juga perlu ditunjang data epidemiologi. Tidak semua kasus
manifestasinya sama dan jelas. Sebagai contoh, pasien yang mengidap gizi kurang,
ruamnya dapat sampai berdarah dan mengelupas atau bahkan pasien sudah meninggal
sebelum ruam timbul. Pada kasus gizi kurang juga dapat terjadi diare yang
berkelanjutan.1
Jadi, dapat disimpulkan bahwa diagnosis campak dapat ditegakkan secara
klinis sedangkan pemeriksaan penunjang hanya membantu, seperti pada pemeriksaan
sitologik ditemukan sel raksasa pada lapisan mukosa hidung dan pipi, dan pada
pemeriksaan serologi didapatkan IgM spesifik. Campak yang bermanfestasi tidak
khas disebut campak atipikal.1
Campak yang khas dapat didiagnosis berdasarkan latar belakang klinis,
diagnosis laboratorium mungkin diperlukan pada kasus campak atipikal dan
termodifikasi.5

22
1. Deteksi Antigen
Antigen campak dapat dideteksi langsung pada sel epitel dalam secret repirasi
dan urin. Antibodi terhadap nukleoprotein bermanfaat karena merupakan protein
virus yang paling banyak ditemukan pada sel terinfeksi
2. Isolasi dan Identifikasi virus
Apusan nasofaring dan konjungtiva, sampel darah, secret pernapasan, serta
urin yang diambil dari pasien selama masa demam merupakan sumber yang
sesuai untuk isolasi virus. Virus campak tumbuh lambat, efek sitopatik yang khas
(sel raksasa multinukleus yang mengandung badan inklusi intranuklear dan
intrasitoplasmik) terbentuk dalam 7-10 hari. Namun isolasi virus sulit secara
teknik.
3. Serologi
Pemastian infeksi campak secara serologis tergantung pada peningkatan titer
antbodi empat kali lipat antaraserum fase-akut dan fase konvalensi atau
terlihatnya antibody IgM spesifik campak di dalam spesimen serum tunggal yang
diambil antara 1 dan 2 minggu setelah awitan ruam. ELISA, uji HI dan tes Nt
semuanya dapat digunakan untuk mengukur antibodi campak, walaupun ELISA
merupakan metode yang paling praktis. Bagian utama respons imun ditujukan
untuk melawan nucleoprotein virus. Pasien dengan panensefalitis sklerosa
subakut menunjukkan respon antibodi yang berlebihan, dengan titer 10-100 kali
lipat lebih tinggi dari peningkatan titer yang terlihat dalam serum konvalensi yang
khas.

DIAGNOSIS BANDING1
1. Rubella
2. Demam skarlatina
3. Ruam akibat obat-obatan
4. Eksantema subitum
5. Infeksi Stafilokokus

KOMPLIKASI
Campak menjadi berat pada pasien dengan gizi buruk dan anak berumur lebih
8
kecil. Kebanyakan penyulit campak terjadi bila ada infeksi sekunder oleh bakteri.
Beberapa penyulit campak adalah1 :
1. Laringitis akut
Laringitis timbul karena adanya edema hebat pada mukosa saluran nafas, yang
bertambah parah saat demam mencapai puncaknya. Ditandai dengan distress
pernapasan, sesak, sianosis dan stridor. Ketika demam turun keadaan akan
membaik dan gejala akan menghilang.

23
2. Bronkopneumonia
Dapat disebabkan oleh virus campak maupun akibat invasi bakteri. Ditandai
dengan batuk, meningkatnya frekuensi napas, dan adanya ronkhi basah halus.
Saat suhu turun, jika disebabkan oleh virus, gejala pneumonia akan hilang,
kecuali batuk yang masih dapat berlanjut sampai beberapa hari. Apabila suhu
tubuh tidak juga turun dan gejala saluran napas masih berlangsung, dapat
diduga adanya pneumonia karena bakteri yang mengadakan invasi pada sel
epitel yang telah dirusak oleh virus. Gambaran infiltrate pada foto toraks dan
adanya leukositosis dapat meneggakan diagnosis. Di negara sedang
berkembang dimana malnutrisi masih menjadi masalah, penyulit pneumonia
bakteri biasa terjadi dan dapat menjadi fatal bila tidak diberi antibiotik.
3. Kejang demam
Kejang dapat timbul pada periode demam, umumnya pada puncak demam
saat ruam keluar.
4. Ensefalitis
Merupakan penyulit neurologis yang paling sering terjadi, biasanya terjadi
pada hari ke 4-7 setelah timbulnya ruam. Kejadian ensefalitis sekitar 1 dalam
1.000 kasus campak, dengan mortalitas antara 30-40%. Terjadinnya ensefalitis
dapat melalui mekanisme imunologik maupun invasi langsung virus campak
kedalam otak. Gejala ensefalitis dapat berupa kejang, letargi, koma dan
iritabel. Keluhan nyeri kepala, frekuensi napas meningkat, twitching,
disorientasi juga dapat ditemukan. Pemeriksaan cairan serebrospinal
menunjukkan pleositosis ringan, dengan predominan sel mononuclear,
peningkatan protein ringan, sedangkan kadar glukosa dalam batas normal.
5. SSPE (Subacute Sclerosing Panencephalitis)
Subacute Sclerosing Panencephalitis merupakan kelainan degeneratif susunan
saraf pusat yang jarang disebabkan oleh virus campak yang persisten.
Kemungkinan untuk menderita SSPE pada anak yang sebelumnya pernah
menderita campak adalah 0,6-2,2 per 100.000 infeksi campak. Risiko terjadi
SSPE lebih besar pada usia yang lebih muda, dengan masa inkubasi rata-rata
7 tahun. Gejala SSPE didahului dengan gangguan tingkah laku dan intelektual
yang progresif, diikuti oleh inkoordinasi motorik, kejang umumnya bersifat
mioklonik. Laboratorium menunjukkan peningkatan globulin dalam cairan
serebrospinal, antibody terhadap campak dalam serum (CF dan HAI)
meningkat (1:1280). Tidak ada terapi untuk SSPE. Rata-rata jangka waktu
timbulnya gejala sampai meninggal antara 6-9 bulan.
6. Otitis media
Invasi virus kedalam telinga tengah umumnya terjadi pada campak. Gendang
telinga biasanya hiperemis pada fase prodromal dan stadium erupsi. Jika

24
terjadi invasi bakteri pada lapisan sel mukosa yang rusak karena invasi virus
akan terjadi otitis media purulenta. Dapat pula terjadi mastoiditis.
7. Enteritis
Beberapa anak yang menderita campak mengalami muntah dan mencret pada
fase prodromal. Keadaan ini akibat invasi virus kedalam sel mukosa usus.
Dapat pula timbul enteropati yang menyebabkan kehilangan protein (protein
losing enteropathy).
8. Konjungtivitis
Pada hampir semua kasus campak terjadi konjungtivitis, yang ditandai dengan
adanya mata merah, pembengkakan kelopak mata, lakrimasi dan fotofobia.
Kadang terjadi infeksi sekunder oleh bakteri. Virus campak atau antigennya
dapat dideteksi pada lesi konjungtiva pada hari-hari pertama sakit.
Konjungtivitis dapat memburuk dengan terjadinya hipopion dan panoftalmitis
hingga menyebabkan kebutaan. Dapat pula timbul ulkus kornea.
9. Sistem kardiovaskular
Pada EKG dapat ditemukan kelainan berupa perubahan pada gelombang T,
kontraksi premature aurikel dan perpanjangan interval A-V. perubahan
tersebut bersifat sementara dan tidak atau hanya sedikit mempunyai arti klinis.

PENATALAKSANAAN
Pengobatan bersifat suportif dan simptomatis, terdiri dari istirahat, pemberian
cairan yang cukup, suplemen nutrisi, antibiotik diberikan bila terjadi infeksi
sekunder, anti konvulsi apabila terjadi kejang, antipiretik bila demam, dan vitamin A
100.000 Unit untuk anak usia 6 bulan hingga 1 tahun dan 200.000 Unit untuk anak
usia >1 tahun. Vitamin A diberikan untuk membantu pertumbuhan epitel saluran
nafas yang rusak, menurunkan morbiditas campak juga berguna untuk meningkatkan
titer IgG dan jumlah limfosit total.6
Indikasi rawat inap (di ruang isolasi) bila hiperpireksia (suhu >39,0˚C),
dehidrasi, kejang, asupan oral sulit atau adanya komplikasi.8

1. Tatalaksana campak tanpa komplikasi9


 Pada umumnya tidak memerlukan indikasi rawat inap
 Terapi vitamin A
Berikan 50.000 IU (jika umur anak < 6 bulan), 100.000 IU (usia 6-11
bulan), atau 200.000 IU (usia 12 bulan – 5 tahun) diberikan secara oral
pada semua anak. Jika anak menunjukkan gejala pada mata akibat
kekurangan vitamin A atau dalam keadaan gizi buruk, vitamin A diberikan
3 kali (hari 1, hari 2, dan 2-4 minggu setelah dosis kedua).
 Perawatan penunjang

25
Jika demam beri paracetamol. Berikan dukungan nutrisi dan cairan
sesuai dengan kebutuhan. Sementara itu, untuk konjungtivitis ringan
dengan cairan mata yang jernih, tidak perlu diberikan pengobatan. Jika
mata bernanah, bersihkan mata dengan kain katun yang telah direbus
dalam air mendidih, atau lap bersih yang direndam dalam air bersih.
Oleskan salep mata kloramfenikol atau tetrasiklin, 3 kali sehari selama 7
hari. Jangan menggunakan salep steroid. Kemudian jaga kebersihan
mulut, beri obat kumur antiseptic bila pasien dapat berkumur.
 Kunjungan ulang
Minta ibu untuk segera membawa anaknya kembali dalam waktu dua
hari untuk melihat apakah luka pada mulut dan sakit mata anak sembuh,
atau apabila terdapat tanda bahaya.
2. Tatalaksana campak dengan komplikasi1
Apabila terdapat penyulit, maka dilakukan pengobatan untuk mengatasi
penyulit yang timbul, yaitu :
 Bronkopneumonia
Diberikan antibiotic ampisilin 100 mg/kgBB/hari dalam dosis
intravena dikombinasikan dengan kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari
intravena dalam 4 dosis, sampai gejala sesak berkurang dan pasien dapat
minum obat peroral. Antibiotik diberikan tiga hari demam reda. Apabila
dicurigai infeksi spesifik, maka uji tuberkulin dilakukan setelah anak sehat
kembali (3-4 minggu kemudian) karena uji tuberkulin biasanya negatif
pada saat anak menderita campak. Gangguan reaksi delayed
hypersensitivity disebabkan oleh sel limfosit-T yang terganggu fungsinya.
 Enteritis
Pada keadaan berat anak mudah jatuh dalam dehidrasi. Pemberian
cairan intravena dapat dipertimbangkan apabila terdapat enteritis +
dehidrasi.
 Otitis media
Seringkali disebabkan oleh infeksi sekunder, sehingga perlu diberikan
antibiotik kotrimoksazol-sulfametoksazol (TMP 4 mg/kgBB/hari dibagi
dalam 2 dosis).
 Ensefalopati
Perlu reduksi jumlah pemberian cairan hingga ¾ kebutuhan untuk
mengurangi edema otak, disamping pemberian kortikosteroid. Perlu
dilakukan koreksi elektrolit dan gangguan gas darah.

26
PENCEGAHAN
Pencegahan campak dilakukan dengan pemberian imunisasi aktif pada bayi
berumur 9 bulan atau lebih.1

Imunisasi Campak
Tahun 1954, Peenles dan Enders pertama kali berhasil mengembangbiakkan
virus campak pada kultur jaringan. Virus campak tersebut berasal dari darah kasus
campak bernama David Edmoston. Saat ini ada beberapa macam vaksin campak : (1)
monovalen, (2) kombinasi vaksin campak dengan vaksin Rubela (MR), (3) kombinasi
dengan mumps dan rubella (MMR), (4) kombinasi dengan mumps, rubella, dan
varisela (MMRV).7
Di Indonesia, sejak tahun 2004 imunisasi campak juga diberikan 2 kali, yang
pertama pada umur 9 bulan dan yang kedua pada program BIAS pada umur 6-7
tahun. Imunisasi tidak dianjurkan pada ibu hamil, anak dengan imunodefisiensi
primer, pasien TB yang tidak diobati, pasien kanker atau transplantasi organ,
pengobatan imunosupresif jangka panjang atau anak immunocompromised yang
terinfeksi HIV. Anak yang terinfeksi HIV tanpa imunosupresi dan tanpa bukti
kekebalan terhadap campak, bisa mendapat imunisasi campak. 7

Dosis dan Cara Pemberian7


 Dosis vaksin campak sebanyak 0,5 ml
 Pemberian diberikan pada umur 9 bulan, secara subkutan tapi dapat juga
diberikan secara intramuscular
 Imunisasi campak diberikan lagi pada saat masuk sekolah SD (Program
BIAS)

PROGNOSIS
Campak merupakan penyakit self limiting sehingga bila tanpa disertai dengan
penyulit maka prognosisnya baik. Baik pada anak dengan keadaan umum yang baik,
tetapi prognosis buruk bila keadaan umum buruk, anak yang sedang menderita
penyakit kronis atau bila ada komplikasi.
Pada anak yang sehat, mortalitas jarang terjadi kecuali pada pasien
immunocompromised (HIV) atau pada malnutrisi, terutama defisiensi vitamin A.
mortalitas tertinggi didapat pada anak berusia dibawah 2 tahun.4

27
PNEUMONIA

DEFINISI

Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang


mengenai parenkim paru. Pneumonia pada anak dibedakan menjadi 1 :
1. Pneumonia lobaris
2. Pneumonia interstisial (bronkiolitis)
3. Bronkopneumonia
Pneumonia adalah salah satu penyakit yang menyerang saluran nafas bagian
bawah yang terbanyak kasusnya didapatkan di praktek-praktek dokter atau rumah
sakit dan sering menyebabkan kematian terbesar bagi penyakit saluran nafas bawah
yang menyerang anak-anak dan balita hampir di seluruh dunia. Diperkirakan
pneumonia banyak terjadi pada bayi kurang dari 2 bulan, oleh karena itu pengobatan
penderita pneumonia dapat menurunkan angka kematian anak 1
Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu peradangan
pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga
mengenai alveolus disekitarnya, yang sering menimpa anak-anak dan balita, yang
disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda
asing. Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada
juga sejumlah penyebab non infeksi yang perlu dipertimbangkan. Bronkopneumonia
lebih sering merupakan infeksi sekunder terhadap berbagai keadaan yang
melemahkan daya tahan tubuh tetapi bisa juga sebagai infeksi primer yang biasanya
kita jumpai pada anak-anak dan orang dewasa.
Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang melibatkan
bronkus atau bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-bercak (patchy
distribution)1 Pneumonia merupakan penyakit peradangan akut pada paru yang
disebabkan oleh infeksi mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh
penyebab non-infeksi yang akan menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan
gangguan pertukaran gas setempat2

EPIDEMIOLOGI
Di Amerika, rerata insiden tahunan 6/1000 pada kelompok umur 18-39 tahun
dan meningkat menjadi 34/1000 pada kelompok umur diatas 75 tahun. Sekitar 20-
40% pasien pneumonia komunitas memerlukan perawatan rumah sakit dan sekitar 5-
10% memerlukan perawatan intensif. Angka kematian pada pasien rawat jalan 1%
dan pada pasien rawat inap meningkat menjadi sekitar 25% sehingga diperlukan
tatalaksana adekuat dan optimal untuk mencegah peningkatan angka kematian. Di
Jepang pneumonia komunitas merupakan penyebab kematian ke- 4 terbesar. Di
Indonesia, pneumonia termasuk dalam 10 besar penyakit rawat inap di rumah sakit

28
dengan proporsi kasus 53.95% laki-laki dan 46.05% perempuan, dengan crude
fatality rate (CFR) 7.6%, paling tinggi bila dibandingkan penyakit lainnya.
Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di
bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di Amerika
pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di
bawah umur 2 tahun 2

ETIOLOGI
Penyebab bronkopneumonia yang biasa dijumpai adalah 2:
1. Faktor Infeksi
a. Pada neonatus: Streptokokus group B, Respiratory Sincytial Virus (RSV).
b. Pada bayi :
1) Virus: Virus parainfluensa, virus influenza, Adenovirus, RSV,
Cytomegalovirus.
2) Organisme atipikal: Chlamidia trachomatis, Pneumocytis.
3) Bakteri: Streptokokus pneumoni, Haemofilus influenza,
Mycobacterium tuberculosa, Bordetella pertusis.
c. Pada anak-anak :
1) Virus : Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSV
2) Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia
3) Bakteri: Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosis
d. Pada anak besar – dewasa muda :
1) Organisme atipikal: Mycoplasma pneumonia, C. trachomatis
2) Bakteri: Pneumokokus, Bordetella pertusis, M. tuberculosis
2. Faktor Non Infeksi.
Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi
a. Bronkopneumonia hidrokarbon :
Terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah atau sonde lambung
(zat hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan bensin).
b. Bronkopneumonia lipoid :
Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak secara intranasal,
termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu mekanisme
menelan seperti palatoskizis, pemberian makanan dengan posisi horizontal,
atau pemaksaan pemberian makanan seperti minyak ikan pada anak yang
sedang menangis. Keparahan penyakit tergantung pada jenis minyak yang
terinhalasi. Jenis minyak binatang yang mengandung asam lemak tinggi
bersifat paling merusak contohnya seperti susu dan minyak ikan.

29
Selain faktor di atas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh untuk terjadinya
bronkopneumonia. Menurut sistem imun pada penderita-penderita penyakit yang
berat seperti AIDS dan respon imunitas yang belum berkembang pada bayi dan anak
merupakan faktor predisposisi terjadinya penyakit ini.

KLASIFIKASI

Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang memuaskan, dan
pada umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi. Beberapa ahli telah
membuktikan bahwa pembagian pneumonia berdasarkan etiologi terbukti secara
klinis dan memberikan terapi yang lebih relevan2
1. Berdasarkan lokasi lesi di paru
a. Pneumonia lobaris
b. Pneumonia interstitialis
c. Bronkopneumonia
2. Berdasarkan asal infeksi
a. Pneumonia yang didapat dari masyarkat (community acquired pneumonia
= CAP)
b. Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (hospital-based pneumonia)
3. Berdasarkan mikroorganisme penyebab
a. Pneumonia bakteri
b. Pneumonia virus
c. Pneumonia mikoplasma
d. Pneumonia jamur
4. Berdasarkan karakteristik penyakit
a. Pneumonia tipikal
b. Pneumonia atipikal
5. Berdasarkan lama penyakit
a. Pneumonia akut
b. Pneumonia persisten

PATOFISIOLOGI
Normalnya, saluran pernafasan steril dari daerah sublaring sampai parenkim
paru. Paru-paru dilindungi dari infeksi bakteri melalui mekanisme pertahanan
anatomis dan mekanis, dan faktor imun lokal dan sistemik. Mekanisme pertahanan
awal berupa filtrasi bulu hidung, refleks batuk dan mukosilier aparatus. Mekanisme
pertahanan lanjut berupa sekresi Ig A lokal dan respon inflamasi yang diperantarai
leukosit, komplemen, sitokin, imunoglobulin, makrofag alveolar, dan imunitas yang
diperantarai sel.

30
Infeksi paru terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas terganggu, atau bila
virulensi organisme bertambah. Agen infeksius masuk ke saluran nafas bagian bawah
melalui inhalasi atau aspirasi flora komensal dari saluran nafas bagian atas, dan
jarang melalui hematogen. Virus dapat meningkatkan kemungkinan terjangkitnya
infeksi saluran nafas bagian bawah dengan mempengaruhi mekanisme pembersihan
dan respon imun. Diperkirakan sekitar 25-75 % anak dengan pneumonia bakteri
didahului dengan infeksi virus.
Invasi bakteri ke parenkim paru menimbulkan konsolidasi eksudatif jaringan
ikat paru yang bisa lobular (bronkhopneumoni), lobar, atau intersisial. Pneumonia
bakteri dimulai dengan terjadinya hiperemi akibat pelebaran pembuluh darah,
eksudasi cairan intra-alveolar, penumpukan fibrin, dan infiltrasi neutrofil, yang
dikenal dengan stadium hepatisasi merah. Konsolidasi jaringan menyebabkan
penurunan compliance paru dan kapasitas vital. Peningkatan aliran darah yamg
melewati paru yang terinfeksi menyebabkan terjadinya pergeseran fisiologis
(ventilation-perfusion missmatching) yang kemudian menyebabkan terjadinya
hipoksemia. Selanjutnya desaturasi oksigen menyebabkan peningkatan kerja jantung.
Stadium berikutnya terutama diikuti dengan penumpukan fibrin dan disintegrasi
progresif dari sel-sel inflamasi (hepatisasi kelabu). Pada kebanyakan kasus, resolusi
konsolidasi terjadi setelah 8-10 hari dimana eksudat dicerna secara enzimatik untuk
selanjutnya direabsorbsi dan dan dikeluarkan melalui batuk. Apabila infeksi bakteri
menetap dan meluas ke kavitas pleura, supurasi intrapleura menyebabkan terjadinya
empyema. Resolusi dari reaksi pleura dapat berlangsung secara spontan, namun
kebanyakan menyebabkan penebalan jaringan ikat dan pembentukan perlekatan 1

Secara patologis, terdapat 4 stadium pneumonia, yaitu 2:


1. Stadium I (4-12 jam pertama atau stadium kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan
aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat
pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel
imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan
prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen.
Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot
polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini
mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga
terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di
antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen
dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan
sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.

31
2. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah,
eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi
peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan
leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan
seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga
anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48
jam.
3. Stadium III (3-8 hari berikutnya)
Disebut hepatisasi kelabu, yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi
di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini
eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan
leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami
kongesti.
4. Stadium IV (7-11 hari berikutnya)
Disebut juga stadium resolusi, yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag
sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.

32
MANIFESTASI KLINIS

Pneumonia khususnya bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi


saluran nafas bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak
sampai 39-400C dan mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat
gelisah, dispnu, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan
sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak dijumpai pada awal
penyakit,anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari, di mana pada awalnya
berupa batuk kering kemudian menjadi produktif 1
Dalam pemeriksaan fisik penderita pneumonia khususnya bronkopneumonia
ditemukan hal-hal sebagai berikut 1
1. Pada inspeksi terlihat setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal,
suprasternal, dan pernapasan cuping hidung.
Tanda objektif yang merefleksikan adanya distres pernapasan adalah retraksi
dinding dada; penggunaan otot tambahan yang terlihat dan cuping hidung; orthopnea;
dan pergerakan pernafasan yang berlawanan. Tekanan intrapleura yang bertambah
negatif selama inspirasi melawan resistensi tinggi jalan nafas menyebabkan retraksi
bagian-bagian yang mudah terpengaruh pada dinding dada, yaitu jaringan ikat inter
dan sub kostal, dan fossae supraklavikula dan suprasternal. Kebalikannya, ruang
interkostal yang melenting dapat terlihat apabila tekanan intrapleura yang semakin
positif. Retraksi lebih mudah terlihat pada bayi baru lahir dimana jaringan ikat
interkostal lebih tipis dan lebih lemah dibandingkan anak yang lebih tua.
Kontraksi yang terlihat dari otot sternokleidomastoideus dan pergerakan
fossae supraklavikular selama inspirasi merupakan tanda yang paling dapat dipercaya
akan adanya sumbatan jalan nafas. Pada infant, kontraksi otot ini terjadi akibat “head
bobbing”, yang dapat diamati dengan jelas ketika anak beristirahat dengan kepala
disangga tegal lurus dengan area suboksipital. Apabila tidak ada tanda distres
pernapasan yang lain pada “head bobbing”, adanya kerusakan sistem saraf pusat
dapat dicurigai.
Pengembangan cuping hidung adalah tanda yang sensitif akan adanya distress
pernapasan dan dapat terjadi apabila inspirasi memendek secara abnormal (contohnya
pada kondisi nyeri dada). Pengembangan hidung memperbesar pasase hidung anterior
dan menurunkan resistensi jalan napas atas dan keseluruhan. Selain itu dapat juga
menstabilkan jalan napas atas dengan mencegah tekanan negatif faring selama
inspirasi.
2. Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris.
Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan getaran
fremitus selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi perluasan infeksi paru
(kolaps paru/atelektasis) maka transmisi energi vibrasi akan berkurang.

33
3. Pada perkusi tidak terdapat kelainan
4. Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring.
Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek dan
berulang dengan spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa bernada tinggi ataupun
rendah (tergantung tinggi rendahnya frekuensi yang mendominasi), keras atau lemah
(tergantung dari amplitudo osilasi) jarang atau banyak (tergantung jumlah crackles
individual) halus atau kasar (tergantung dari mekanisme terjadinya). Crackles
dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara yang melalui sekret jalan napas/jalan
napas kecil yang tiba-tiba terbuka.

PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Gambaran radiologis mempunyai bentuk difus bilateral dengan peningkatan
corakan bronkhovaskular dan infiltrat kecil dan halus yang tersebar di pinggir lapang
paru. Bayangan bercak ini sering terlihat pada lobus bawah 1

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit. Hitung
leukosit dapat membantu membedakan pneumoni viral dan bakterial. Infeksi virus
leukosit normal atau meningkat (tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit
predominan) dan bakteri leukosit meningkat 15.000-40.000 /mm3 dengan neutrofil
yang predominan. Pada hitung jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta
peningkatan LED. Analisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan hipokarbia, pada
stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik. Isolasi mikroorganisme dari paru,
cairan pleura atau darah bersifat invasif sehingga tidak rutin dilakukan 1

DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5 gejala berikut 2,5:
1. Sesak napas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada
2. Panas badan
3. Ronkhi basah halus-sedang nyaring (crackles)
4. Foto thorax menunjukkan gambaran infiltrat difus
5. Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit
predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang predominan)

DIAGNOSIS BANDING
 Pneumonia aspirasi isi lambung
 Pneumonia aspirasi benda asing
 Sekuestrasi lobus paru
 Atelektasis, dll

34
KOMPLIKASI
Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri dalam
rongga thorax (seperti efusi pleura, empiema dan perikarditis) atau penyebaran
bakteremia dan hematologi. Meningitis, artritis supuratif, dan osteomielitis adalah
komplikasi yang jarang dari penyebaran infeksi hematologi 2

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pneumonia khususnya bronkopneumonia pada anak terdiri
dari 2 macam, yaitu penatalaksanaan umum dan khusus 2,3,4
1. Penatalaksaan Umum
a. Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak nafas hilang atau
PaO2 pada analisis gas darah ≥ 60 torr.
b. Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.
c. Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena.
2. Penatalaksanaan Khusus
a. Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan
pada 72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi
antibiotik awal.
b. Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi,
takikardi, atau penderita kelainan jantung
c. Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan
manifestasi klinis. Pneumonia ringan amoksisilin 10-25 mg/kgBB/dosis
(di wilayah dengan angka resistensi penisillin tinggi dosis dapat
dinaikkan menjadi 80-90 mg/kgBB/hari).
Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan terapi :
1. Kuman yang dicurigai atas dasar data klinis, etiologis dan epidemiologis
2. Berat ringan penyakit
3. Riwayat pengobatan selanjutnya serta respon klinis
4. Ada tidaknya penyakit yang mendasari
Pemilihan antibiotik dalam penanganan pneumonia pada anak harus
dipertimbangkan berdasakan pengalaman empiris, yaitu bila tidak ada kuman yang
dicurigai, berikan antibiotik awal (24-72 jam pertama) menurut kelompok usia.
1. Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) :
a. ampicillin + aminoglikosid
b. amoksisillin - asam klavulanat
c. amoksisillin + aminoglikosid
d. sefalosporin generasi ke-3
2. Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn)
a. beta laktam amoksisillin

35
b. amoksisillin - asam klavulanat
c. golongan sefalosporin
d. kotrimoksazol
e. makrolid (eritromisin)
3. Anak usia sekolah (> 5 thn)
a. amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin)
b. tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun)
Karena dasar antibiotik awal di atas adalah coba-coba (trial and error) maka
harus dilaksanakan dengan pemantauan yang ketat, minimal tiap 24 jam sekali
sampai hari ketiga. Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan
yang nyata dalam 24-72 jam ganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat sesuai
dengan kuman penyebab yang diduga (sebelumnya perlu diyakinkan dulu ada
tidaknya penyulit seperti empyema, abses paru yang menyebabkan seolah-olah
antibiotik tidak efektif).

Gambar 5. Alur Penatalaksanaan Pasien Pneumonia

36
PENCEGAHAN
Beberapa langkah pencegahan yang dapat dilakukan pada pneumonia
komunitas adalah vaksinasi (vaksin pneumokok dan vaksin influenza) walaupun
masih perlu penelitian lebih lanjut tentang efcktivitasnya, berhenti merokok, menjaga
kebersihan tangan, penggunaan masker, menerapkan etika batuk, menerapkan
kewaspadaan standar dan isolasi pada kasus khusus.

PROGNOSIS
Pada umumnya prognosis adalah baik, tergantung dari faktor pasien, bakteri
penyebab dan penggunaan antibiotik yang tepat serta adekuat. Perawatan yang baik
dan intensif sangat mempengaruhi prognosis penyakit pada pasien yang dirawat.
Angka kematian pasien pneumonia komunitas kurang dari 5% pada pasien rawat
jalan dan 20% pada pasien rawat inap (Soepandi, et al., 2014).

37
BAB III
ANALISA KASUS

Pada pasien ini ditegakkan diagnosis morbili berdasarkan ditemukannya


keluhan demam sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit pada anamnesa. Demam
awalnya naik turun yang kemudian demam dirasakan terus semakin meningkat sejak
1 hari sebelum masuk rumah sakit yang diikuti keluhan ruam kemerahan diseluruh
tubuh yang diawali dari wajah dan disertai mata merah. Keluhan demam juga disertai
dengan batuk dan pilek sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Hal ini sesuai
dengan manifestasi klinis dari morbili yaitu koriza dan mata meradang disertai batuk
dan demam tinggi dalam beberapa hari, diikuti timbulnya ruam yang memiliki ciri
khas, yaitu diawali dari belakang telinga kemudian menyebar ke muka, dada, tubuh,
lengan dan kaki bersamaan dengan meningkatnya suhu tubuh. Berdasarkan
anamnesis juga didapatkan faktor risiko penularan dari adik pasien yang mengalami
keluhan serupa 2 minggu sebelum keluhan pasien timbul.
Selain itu diagnosa bronkopneumonia ditegakkan berdasarkan munculnya 3
dari 5 gejala klinis bronkopneumonia yaitu demam, munculnya ronkhi halus pada
lapang paru, dan penampakan infiltrat pada foto rontgen dada.
Pada pemeriksaan fisik di temukan peningkatan suhu yaitu 38,70C. pada
pemeriksaan mata ditemukan mata tampak merah dan dari hidung terdapat lendir
berwarna bening dan kental. Pada pemeriksaan tenggorok faring hiperemis dan pada
pemeriksaan kulit ditemukan ruam makulopapular diseluruh tubuh, mulai dari wajah,
dada, abdomen dan keempat ekstremitas.
Sehingga dapat disimpulkan pada pasien ini terdapat kelompok gejala klinis
dari morbili 3C (cough, coryza, conjungtivitis), disertai demam dan timbul ruam
makulopapular yang khas pada morbili.
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan leukosit dalam batas normal
(5500/µL). Pada campak dapat ditemukan leukopenia, tetapi tidak spesifik karena
infeksi virus lain dapat menyebabkan leukopenia. Sedangkan pada bronkopneumonia
pada anak sering kali disebabkan karena virus sehingga tanda peningkatan leukosit
tidak selalu ditemukan.
Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien ini :
1. Tirah baring
2. Pemberian cairan dan kalori
Pada pasien ini kebutuhan cairan disesuaikan dengan berat badan pasien.
Bedasarkan rumus pemberian cairan rumatan diberikan 1250 cc/hari untuk
pasien dengan berat badan 15 kg. cairan yang diberikan pada pasien ini adalah

38
D5 ½ salin. Sedangkan pemberian makanan pada pasien ini adalah makanan
biasa (MB) dengan penghitungan kalori sebagai berikut:
RDA kalori =90 kcal x 15 kg = 1350 kalori
Pemberian kalori tersebut terdiri dari 55% karbohidrat, 35% lemak dan 9-10%
protein.
3. Pemberian antipiretik bila diperlukan
Pada pasien ini diberikan injeksi paracetamol 150 mg jika suhu lebih dari
380C. Paracetamol termasuk golongan antipiretik-analgetik yang memiliki
efek sebagai penurun panas dan penghilang nyeri. Hal ini sesuai diberikan
pada pasien ini karena terdapat peningkatan suhu tubuh
4. Pemberian vitamin A
Pada pasien ini diberikan vitamin A 200.000 IU 1x1 PO, hal ini sesuai dengan
kepustakaan vitamin A 200.000 IU (usia 12 bulan – 5 tahun) diberikan secara
oral. Vitamin A diberikan untuk membantu pertumbuhan epitel saluran nafas
yang rusak, menurunkan morbiditas campak juga berguna untuk
meningkatkan titer IgG dan jumlah limfosit total.
5. Lapifed Sirup ekspektorant
Pada pasien ini diberikan lapifed sirup ekspektoran 3x200mg yang
mengandung mukolitik bertujuan untuk membantu anak dalam proses
pengeluaran dahak.
6. Ceftriaxon dan cefixime (Cephalosporin generasi 3)
Pada pasien ini diberikan injeks ceftriaxon 3x750mg selama rawat inap dan
cefixime syrup 2x200mg untuk rawat jalan dengan tujuan sebagai profilaksis
untuk mencegah munculnya infeksi sekunder yang sering terjadi pada kasus
infeksi virus.
Prognosis quo ad vitam bonam karena penyakit pada pasien saat ini tidak
mengancam nyawa. Pada quo ad functionam bonam karena pada pasien ini, organ-
organ vital masih berfungsi dengan baik. Pada quo ad sanationam bonam karena
menurut kepustakaan pasien yang pernah mengalami morbili sekali akan
mendapatkan kekebalan seumur hidup teradap morbili.

39
DAFTAR PUSTAKA

1. Soedarmo, Sumarmo S. Poorwo, Herry Garna, et al. 2012. Buku Ajar Infeksi
dan Pediatri Tropis. Edisi 2. Jakarta: Badan Penerbit IDAI
2. Rampengan, T.H. 2007. Penyakit Infeksi Tropis pada Anak. Edisi 2. Jakarta:
EGC
3. Soegeng Soegijanto. 2002. Campak. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Infeksi
& Penyakit Tropis. Edisi I.Jakarta: Balai Penerbit FKUI
4. Gillespie, Stephen, Kathleen Bamford. 2009. At a Glance Mikrobiologi Medis
dan Infeksi. Edisi 3. Erlangga Medical Series
5. Brooks, Geo F, Janet S. Butel, et al. 2008. Jawetz, Melnick, and Adelberg
Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 23. Jakarta: EGC
6. Cherry J.D. 2004. Measles Virus. In: Feigin, Cherry, Demmler, Kaplan (eds)
Textbook of Pediatrics Infectious Disease. 5th edition. Vol 3. Philadelphia.
Saunders. p.2283 – 2298
7. Soegijanto, Soegeng, Harsono Salimo. 2011. Campak dalam Pedoman
Imunisasi Di Indonesia. Edisi 4. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak
Indonesia
8. Pudjiadi, Antonius H, Badriul Hegar, et al. 2009. Campak dalam Pedoman
Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: IDAI
9. World Health Organisation. 2008. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah
Sakit. Jakarta: Departemen Kesehatan RI
10. Bradley J.S., Byington C.L., Shah S.S, Alverson B., Carter E.R., Harrison C.,
Kaplan S.L., Mace S.E., McCracken Jr G.H., Moore M.R., St Peter S.D.,
Stockwell J.A., and Swanson J.T. 2011. The Management of Community-
Acquired Pneumonia in Infants and Children Older than 3 Months of Age :
Clinical Practice Guidelines by the Pediatric Infectious Diseases Society and
the Infectious Diseases Society of America. Clin Infect Dis. 53 (7): 617-630
11. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2012. Panduan Pelayanan Medis Ilmu
Kesehatan Anak. Jakarta : Penerbit IDAI
12. ISO Indonesia volume 43. PT ISFI. Jakarta. 2008.
13. Matondang, Cory dkk. Diagnosis Fisik pada Anak edisi II. CV Sagung Seto,
Jakarta. 2003.

40

Anda mungkin juga menyukai