1.4 Patofisiologi
Stemi umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak
setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya.
Stenosis arteri koroner derajat tinggi yang berkembang secara lambat biasanya
tidak memicu stemi karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu.
stemi terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri
vascular. pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis
mengalami fisur, rupture atau ulserasi dan jika kondisi local atau sistemik memicu
trombogenesis, sehingga terjadi thrombus mural pada lokasi rupture yang
mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histology menunjukkan plak
koroner cendeeung mengalami rupture jika mempunyai vibrous cap yang tipis dan
intinya kaya lipid (lipid rich core).
Infark Miokard yang disebabkan trombus arteri koroner dapat mengenai
endokardium sampai epikardium,disebut infark transmural, namun bisa juga hanya
mengenai daerah subendokardial,disebut infark subendokardial. Setelah 20 menit
terjadinya sumbatan,infark sudah dapat terjadi pada subendokardium,dan bila
berlanjut terus rata-rata dalam 4 jam telah terjadi infark transmural. Kerusakan
miokard ini dari endokardium ke epikardium menjadi komplit dan ireversibel dalam
3-4 jam. Meskipun nekrosis miokard sudah komplit,proses remodeling miokard
yang mengalami injury terus berlanjut sampai beberapa minggu atau bulan karena
daerah infark meluas dan daerah non infark mengalami dilatasi.
1.5 Etiologi
Stemi terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri
vascular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti merokok, hipertensi dan
akumulasi lipid.
1. Penyempitan arteri koroner nonsklerolik
2. Penyempitan aterorosklerotik
3. Trombus
4. Plak aterosklerotik
5. Lambatnya aliran darah didaerah plak atau oleh viserasi plak
6. Peningkatan kebutuhan oksigen miokardium
7. Penurunan darah koroner melalui yang menyempit
8. Penyempitan arteri oleh perlambatan jantung selama tidur
9. Spasme otot segmental pada arteri kejang otot.
1.8 Penatalaksanaan
1. Syok kardiogenetik
Penatalaksanaan syok kardiogenetik:
1) Terapi O2, Jika tekanan darah sistolik <70 mmHg dan terdapat tanda syok
diberikan norepinefrin.
2) Jika tekanan darah sistolik <90 mmHg dan terdapat tanda syok diberikan
dopamin dosis 5-15 ug/kgBB/menit.
3) Jika tekanan darah sistolik <90 mmHg namun tidak terdapat tanda syok
diberikan dobutamin dosis 2-20 ug/kgBB/menit.
4) Revaskularisasi arteri koroner segera, baik PCI atau CABG, direkomendasikan
pada pasien <75 tahun dengan elevasi ST atau LBBB yang mengalami syok
dalam 36 jam IMA dan ideal untuk revaskularisasi yang dapat dikerjakan
dalam 18 jam syok, kecuali jika terdapat kontraindikasi atau tidak ideal dengan
tindakan invasif.
5) Terapi trimbolitik yang diberikan pada pasien STEMI dengan syok kardiogenik
yang tak ideal dengan trapi invasif dan tidak mempuyai kontraindikasi
trombolisis.
6) Intra aortic ballo pump (IABP) direkomendasikan pasien STEMI dengan syok
kardiogenik yang tidak membaik dengan segera dangan terapi farmakologis,
bila sarana tersedia.
2. Infark Ventrikel Kanan
Infark ventrikel kanan secari klinis menyebabkan tanda gejala ventrikel kanan
yang berat (distensi vena jugularis, tanda kussmaul s, hepatomegali) atau tanda
hipotensi. Penatalaksana infark ventrikel kanan:
1) Pertahankan preload ventrikel kanan.
2) Loading volume (infus NaCL 0,9 %) 1-2 liter cairan jam I selanjutnya
200ml/jam (terget atrium kanan >10 mmHg (13,6cmH20).
3) Hindari penggunaan nitrat atau diuretik.
4) Pertahankan sinkroni A-V dan bradikardial harus dikoreksi. Pacu jantung
sekuensial A-V pada blok jantung derajat tinggi simtomatik yang tidak repon
dengan atropin.
5) Diberikan inotropik jika curah jantung tidak meningkat setelah loading
volume.
6) Kurangi afterload ventrikel kanan sesuai dengan disfungsi ventrikel kiri.
7) Pompa balon intra-aortik.
8) Vasolidator arteri (nitropospid, hidralazin)
9) Penghambat ACE
10) Reporfusi
11) Obat trombolitik
12) Percutaneous coronari intervention (PCI) primer
13) Coronary arteru bypass graft (GABG) (pada pasien tertentu dengan penyakit
multivesel).
8. F. Penatalaksanaan Fisioterapi
9. Manajemen fisioterapi dapat dibagi menjadi tiga tahap yaitu pada tahap in
patient,tahap out patient, dan yang terakhir tahap long-term maintenance. Selama
fase inpatient, tujuan intervensi fisioterapi adalah mencegah atau
menangani sequelae dari bed rest.Teknik-teknik yang digunakan bertujuan untuk
mencegah kolaps paru dan membantu mengembalikan aktivitas secara mandiri
dengan bantuan sederhana. Aktivitas harus ditingkatkan secara perlahan dan
mencakupkan program latihan dan mobilisasi sehingga pada saat pasien keluar dari
rumah sakit, pasien mampu melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.
10. Pada tahap outpatient, lanjutan fisioterapi untuk pasien jantung bisa dilakukan
dengan edukasi dan sesi latihan sekali atau lebih per minggu selama 1-2 bulan, yang
disertai dengan latihan di rumah, atau bisa juga dibuatkan program latihan berbasis-
rumah agar lebih memudahkan pasien.
11. Latihan long term maintenance untuk pasien jantung sekarang telah banyak
tersedia. Banyak pasien yang termotivasi untuk melakukan program latihan
bersama pasien jantung lainnya.
12. Adapun modalitas fisioterapi yang dapat digunakan dalam penanganan pasien gagal
jantung kongestif antara lain:
13. 1. Breathing exercise. Merupakan latihan yang bertujuan untuk memberikan
latihan pernafasan, pada kasus ini untuk meningkatkan volume paru selamabed rest,
pemberian breathing exercise dapat memperlancar jalannya pernafasan. Latihan
pernafasan ini dilakukan bila pasien mampu menerima instruksi dari fisioterapis.
Latihan pernafasan ini juga dapat digunakan untuk relaksasi, mengurangi
stress,dan ketegangan.
14. 2. Passive movement, adalah suatu latihan yang digunakan dengan gerakan yang
dihasilkan oleh tenaga/kekuatan dari luar tanpa adanya kontraksi otot atau aktifitas
otot. Semua gerakan dilakukan sampai batas nyeri atau toleransi pasien. Efek pada
latihan ini adalah memperlancar sirkulasi darah, relaksasi otot, memelihara dan
meningkatkan LGS, mencegah pemendekan otot, mencegah perlengketan jaringan.
15. 3. Active movement, Merupakan gerak yang dilakukan oleh otot-otot anggota
tubuh itu sendiri. Gerak yang dalam mekanisme pengurangan nyeri dapat terjadi
secara reflek dan disadari. Gerak yang dilakukan secara sadar dengan perlahan dan
berusaha hingga mencapai lingkup gerak penuh dan diikuti relaksasi otot akan
menghasilkan penurunan nyeri. Disamping itu gerak dapat menimbulkan ”
pumping action” pada kondisi oedem sering menimbulkan keluhan nyeri, sehingga
akan mendorong cairan oedem mengikuti aliran ke proximal.
16. 4. Latihan gerak fungsional, Latihan ini bertujuan untuk mempersiapkan
aktivitas kesehariannya seperti duduk, berdiri, jalan sehingga penderita mampu
secara mandiri dapat melakukan perawatan diri sendiri.
17. 5. Home program education, Dalam hal ini pasien diberi pengertian tentang
kondisinya dan harus berusaha mencegah cidera ulang atau komplikasi lebih lanjut
dengan cara aktifitas sesuai kondisi yang telah diajarkan oleh terapis. Disamping
itu juga peran keluarga sangatlah penting untuk membantu dan mengawasi segala
aktifitas pasien di lingkungan masyarakatnya. Pasien diberi pengertian juga tentang
kontraindikasi dari kondisi pasien itu sendiri untuk menghindari hal-hal yang dapat
memperburuk keadaannya
C. Faktor Resiko
Faktor yang tidak dapat dimodifikasi:
1. Umur
2. Jenis kelamin
3. Suku bangsa dan warna kulit
4. Genitik
Faktor yang dapat dimodifikasi:
1. Hipertensi
2. Hiperlipidemia
3. Merokok
4. Diabetes mellitus
5. Kegemukan
6. Kurang gerak dan kurang olahraga
7. Konsumsi kontrasepsi oral.8
KONSEP DASAR
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
1. Identitas pasien
a. Nama:
b. Umur:
c. Alamat:
d. Perkerjaan:
e. Tanggal masuk:
f. Status
2. Riwayat kesehatan
a. Riwayat masuk. Berapa jam sesak sebelum masuk RS; Onset 12 jam
b. Riwayat kesehatan saat ini keluhan pasien, seperti:
Sesak
Udema
Nyeri dada
3. Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan pada angota keluarganya adakah anggota keluarganya yang mengalami
penyakit yang sama dengan pasien saat ini. Serta riwayat penyakit lainnya seperti:
Darah tinggi
Diabetes
Penyakit jantung
4. Riwayat kesehatan masa lalu
Tanyakan pada pasien apakah pernah mengalami penyakit yang sama dengan yang
dialami saat ini atau penyakit lain seperti:
Riwayat asma
Diabetes
Stroke
Gastritis
Alergi
5. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum :
Penderita nampak sakit,muka pucat,kulit basah dan dingin.Tekanan darah bisa
tinggi,normal atau rendah.
Kesadaran
6. Pemeriksaan penunjang:
a. Pemeriksaan Laboratorium
Hematologi: Terjadi peningkatan leukosit
Cardiac enzyms: Terjadi peningkatan enzim
b. Elektrokardiografi:
a. Detak jantung
c. Ekokardiografi: Pergerakan dinding jantung dan struktur jantung.
2. Diagnosa Keperawatan
C. INTERVENSI
No. Diagnosis Tujuan dan Kriteria
Intervensi Rasional
Keperawatan Hasil
1 Ketidakefektifan Setelah diberikan 1. Pantau adanya 1. Mengetahui adanya
pola nafas tindakan pucat dan sianosis sianosis pada px
berhubungan dengan keperawatan 2. Mengetahuikecepatan,
hiperventilasi selama …x… jam 2. Pantau kecepatan, irama, kedalaman dan upaya
diharapkan pola irama, kedalaman dan pernafasan
nafas pasien upaya pernafasan
efektif dengan 3. Retraksi dada
kriteria hasil : 3. Perhatikan mengindikasikan kelainan
1. TTV dalam pergerakan dada, pada paru-paru lobus
rentang amati kesimetrisan, tertentu
normal,tidak ada penggunaan otot-otot
retraksi dada, tidak bantu
ada penggunaan 4. Mengetahui hambatan
otot bantu nafas 4. Pantau pernafasan jalan napas.
2. Pasien tidak yang berbunyi seperti
mengeluh susah mendengkur
bernafas. 5. Pantau pola 5. Mengetahui pola nafas
pernafasan px
6. Observasi
terhadap sianosis,
terutama membran
mukosa mulut
3 Ketidakefektifan Setelah dilakukan 1. Pantau nyeri 1. Mengetahui adanya
perfusi tindakan dada nyeri dada pada px
jaringanberhubungan keperawatan 2. Mengetahui kondisi
dengan kerusakan selama …x24 jam 2. Pantau TTV umum px.
transport oksigen diharapkan perfusi 3. Mengetahui adanya
melalui membrane jaringan pasien tanda-tanda penurunan
alveolar dan efektif dengan 3. Lakukan perfusi jaringan
membrane kapiler kriteria hasil : pengkajian
1. TTV DBN komprehensif
- TD (120-140/80- terhadap sirkulasi
90 mm/Hg) perifer (misalnya nadi,
- RR (16-24xC) edema, warna kulit,
- N (60-100x/mnt) dan suhu)
- S (36.5-37.5ºC)
2. Membran 4. Tingkatkan 4. Menurunkan beban
mukosa merah istirahat kerja organ dalam tubuh
muda 5. Memenuhi kebutuhan
oksigen tubuh
5. Memberikan 6. Meningkatkan
terapi oksigen keefektifan perfusi jaringan
px
6. Kolaborasi
pemberian obat
berdasarkan program
(misalnya, analgesik,
antikoagulan,
vasodilator)
4 Nyeri Akut Setelah diberikan 1. Lakukan 1. Mengetahuilokasi,
berhubungan dengan asuhan pengkajian nyeri karakteristik, durasi,
agen penyebab keperawatan secara komprehensif frekuensi, kualitas,
biologis selama…x24 jam, meliputi lokasi, intensitas dan faktor
diharapkan px karakteristik, durasi, presipitasi nyeri px
mampu mengatasi frekuensi, kualitas,
nyeri dengan intensitas dan faktor
kriteria hasil : presipitasi.
1. Nyeri px hilang/ 2. Mengetahui perasan
berkurang 2. Observasi px terhadap nyeri
2. Px mampu isyarat non verbal
mengendalikan ketidaknyamanan
nyeri
3. Px merasa 3. Berikan 3. Membantu px
nyaman informasi tentang mengndalikan nyeri
nyeri, seperti
penyebab nyeri,
berapa lama akan
berlangsung dan
antisipasi
ketidaknyamanan
akibat prosedur
4. Kendalikan
faktor lingkungan
yang dapat 4. Memberikan
mempengaruhi respon kenyamanan kepada px
pasien terhadap
ketidaknyamanan
(misalnya suhu
ruangan,
pencahayaan, dan
kegaduhan)
5. Ajarkan teknik
non farmakologis (
misalnya relaksasi,
distraksi, kompres
hangat) 5. Mengendalikan nyeri
px
6. Kolaborasi
pemberian analgetik
6. Menurunkan nyeri px
5 Intoleran Aktifitas Setelah diberikan 1. Monitor 1. Mengidentifikasi
berhubungan dengan asuhan frekuensi nadi dan kemajuan atau
ketidakseimbangan keperawatan nafas sebelum dan
antara suplai dan selama…x24 jam, sesudah melakukan penyimpangan dari sasaran
kebutuhan oksigen diharapkan px aktifitas yang diharapkan
mampu beraktifitas
secara normal 2. Tunda aktifitas 2. Gejala-gejala tersebut
dengan kriteria jika freuensi nadi dan merupakan tanda intoleransi
hasil : nafas meningkat aktifitas. konsumsi oksigen
1. Klien secara cepat dan klien meningkat jika aktifitas
mendemonstrasikan mengeluh sesal nafas meningkat dan daya tahan
peningkatan dan kelelahan, tubuh klien dapat bertahan
toleransi terhadap tingkatkan aktifitas lebih lama jika ada waktu
aktifitas secara bertahap istirahat di antara kktifitas
2. Klien dapat 3. Membantu
melakukan menurunkan kebutuhan
aktifitas, dapat oksigen yang meningkat
berjalan lebih jauh akibat peningkatan aktifitas
tanpa mengalami
nafas tersengal- 3. Bantu klien
sengal sesak nafas melaksanakan
dan kelelahan aktifitas sesuai dnegan 4. Aktifitas fisik
kebutuhannya. Beri meningkatkan kebutuhan
klien waktu tanpa oksigen dan sistem tubuh
diganggu berbagai akan berusaha
aktifitas menyesuaikannya.
4. Pertahankan
terapi oksigen selama
aktifitas dan lakukan
tindakan pencegahan
terhadap komplikasi
akibat omobilisasi jika
klien dianjurkan tirah 5. Hal tersebut dapat
baring merupakan tanda awal dari
komplikai khusunya gagal
5. Konsultasikan nafas
dengan dokter jika
sesak nafas tetap atau
bertambah berat saat
istirahat
6 Cemas berhubungan Setelah diberikan 1. Kaji tingkat 1. Mengetahi tingkat
dengan stress asuhan kecemasan px kecemasan px
keperawatan 2. Membantu px
selama…x24 jam, 2. Beri dorongan mengungkapkan tentang
diharapkan px kepada pasien perasaan cemasnya
mampu mengatasi mengungkapkan
cemas denagn secara verbal pikiran
kriteria hasil : dan perasaan untuk
1. Pasien mampu mengeksternalisasikan
mengendalikan cemas
cemas 3. Mengurangi cemas px
2 Pasien tidak 3. Bantu pasien
gelisah untuk memfokuskan
pada situsi saat ini,
sebagai cara untuk
mengidentifikasi
mekanisme koping
yang dibutuhkan
untuk mengurangi
cemas.
4. Intruksikan
pasien tentang
pengguanaan teknik
relaksasi 4. Membantu px
mengendalikan cemas
5. Kurangi
rangsangan yang
berlebihan dengan
menyediakan 5. Memnimalkan faktor
lingkungan yang pencetus cemas
tenang, kontak denga
orang lain jika
dibutuhkan, serta
pembatasan
pengguanaan kafein
dan stimulasi lain
.
6. Kolaborasi
pemberian obat untuk
menurunkan ansietas,
jika perlu
6. Menurunkan cemas px
4. IMPLEMENTASI
IMPLEMENTASI
Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana keperawatan oleh
perawat terhadap pasien
5. EVALUASI
6. D. EVALUASI
7. 1. Pola nafas pasien kembali efektif
8. 2. Px tidak mengalami gangguan pertukaran gas
9. 3. Perfusi jaringan pasien kembali efektif
10. 4. Px mampu mengatasi nyeri
11.
12. 5. Px mampu beraktifitas secara normal
13. 6. Px mampu mengatasi cemas
DAFTAR PUSTAKA
Agustina. 2011. ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) pada Laki-Laki 54 Tahun
Memiliki
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Vol. 2. Jakarta: EGC
Carpenito, Lynda Juall. 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi
Keperawatan.Jakarta:EGC
Doenges, E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC
Kowalak, Welsh.2002. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC
Reeves, Charlene J., dkk. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba
Medika
Price, A. Sylvia. 1995. Patofisiologi Edisi 4. Jakarta: EGC
.