Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

STEMI (ST ELEVASI MIOKARD INFARK)


1.1. Definisi
ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah rusaknya bagian otot jantung
secara permanen akibat insufisiensi aliran darah koroner oleh proses degeneratif
maupun di pengaruhi oleh banyak faktor dengan ditandai keluhan nyeri dada,
peningkatan enzim jantung dan ST elevasi pada pemeriksaan EKG. STEMI adalah
cermin dari pembuluh darah koroner tertentu yang tersumbat total sehingga aliran
darahnya benar-benar terhenti, otot jantung yang dipendarahi tidak dapat nutrisi-
oksigen dan mati.

1.2 Anatomi dan Fisiologi


Jantung berbentuk seperti buah pir atau kerucut terletak seperti piramida
terbalik dengan apeks (puncak) berada di bawah dan basis (alas) berada di atas.
Beratnya 250-350 gram pada orang dewasa. Jantung terletak pada rongga dada
(cavum thorax) tepatnya pada rongga mediastinum diantara paru-paru kiri dan
kanan.
1. Lapisan Jantung
Lapisan jantung terdiri dari perikardium, epikardium, miokardium dan
endokardium. Lapisan perikardium adalah lapisan paling atas dari jantung terdiri
dari fibrosa dan serosa dan berfungsi sebagai pembungkus jantung. Lapisan
perikardium terdiri dari perikardium parietal (pembungkus luar jantung) dan
perikardium visceral (lapisan yang langsung menempel pada jantung). Antara
perikardium parietal dan visceral terdapat ruangan perikardium yang berisi cairan
serosa berjumlah 15-50 ml dan berfungsi sebagai pelumas. Lapisan epikardium
merupakan lapisan paling atas dari dinding jantung. Selanjutnya adalah lapisan
miokardium yang merupakan lapisan fungsional jantung yang memungkinkan
jantung bekerja sebagai pompa. Miokardium mempunyai sifat istimewa yaitu
bekerja secara otonom (miogenik), durasi kontraksi lebih lama dari otot rangka dan
mampu berkontraksi secara ritmik.
Ketebalan lapisan miokardium pada setiap ruangan jantung berbeda-beda.
Ventrikel kiri mempunyai lapisan miokardium yang paling tebal karena mempunyai
beban lebih berat untuk memompa darah ke sirkulasi sistemik yang mempunyai
tahanan aliran darah lebih besar. Miokardium terdiri dari dua berkas otot yaitu
sinsitium atrium dan sinsitium ventrikel. Setiap serabut otot dipisahkan diskus
interkalaris yang berfungsi mempercepat hantaran impuls pada setiap sel otot
jantung. Antara sinsitium atrium dan sinsitium ventrikel terdapat lubang yang
dinamakan anoulus fibrosus yang merupakan tempat masuknya serabut internodal
dari atrium ke ventrikel. Lapisan endokardium merupakan lapisan yang membentuk
bagian dalam jantung dan merupakan lapisan endotel yang sangat licin untuk
membantu aliran darah.
2. Katup-Katup Jantung
Katup jantung ada dua macam yaitu katup AV (atrioventrikular) dan katup SL
(semilunar). Katup AV terletak antara atrium dan ventrikel, sedangkan katup SL
terletak antara ventrikel dengan pembuluh darah besar pada jantung. Katup AV
antara atrium dekstra dan ventrikel dekstra adalah katup trikuspidalis dan antara
atrium sinistra dan ventrikel sinistra adalah katup bikuspidalis (mitral). Katup AV
hanya membuka satu arah (ke arah ventrikel) karena berfungsi mencegah aliran
balik dari ventrikel ke atrium pada saat sistol. Secara anatomi katup AV hanya
membuka ke satu arah karena terikat oleh korda tendinae yang menempel pada
muskulus papilaris pada dinding ventrikel. Katup SL terdiri dari katup pulmonal
yang terdapat antara ventrikel kanan dengan arteri pulmonalis dan katup aortik yang
terletak antara ventrikel kiri dan aorta.
3. Pembuluh Darah Besar Pada Jantung
Ada beberapa pembuluh darah besar yang berdekatan letaknya dengan jantung
yaitu:
1. Vena Cava Superior
Vena cava superior adalah vena besar yang membawa darah kotor dari tubuh
bagian atas menuju atrium kanan.
2. Vena Cava Inferior
Vena cava inferior adalah vena besar yang membawa darah kotor dari bagian
bawah diafragma ke atrium kanan.
3. Sinus Conaria
Sinus coronary adalah vena besar di jantung yang membawa darah kotor dari
jantung sendiri.
4. Trunkus Pulmonalis
Pulmonary trunk adalah pembuluh darah besar yang membawa darah kotor dari
ventrikel kanan ke arteri pulmonalis. Arteri pulmonalis dibagi menjadi 2 yaitu
kanan dan kiri yang membawa darah kotor dari pulmonary trunk ke kedua paru-
paru.
5. Vena Pulmonalis
Vena pulmonalis, dibagi menjadi 2 yaitu kanan dan kiri yang membawa darah
bersih dari kedua paru-paru ke atrium kiri.
6. Aorta Asendens
Ascending aorta, yaitu pembuluh darah besar yang membawa darah bersih dari
ventrikel kiri ke arkus aorta (lengkung aorta) ke cabangnya yang bertanggung
jawab dengan organ tubuh bagian atas.
7. Aorta Desendens
Descending aorta,yaitu bagian aorta yang membawa darah bersih dan
bertanggung jawab dengan organ tubuh bagian bawah.
4. Sirkulasi Darah
Sirkulasi darah terbagi menjadi dua yaitu sirkulasi sistemik dan sirkulasi
pulmonal. Sirkulasi pulmonal adalah peredaran darah antara jantung dengan paru-
paru. Sirkulasi pulmonal diawali dengan keluarnya darah dari ventrikel kanan ke
paru-paru melalui arteri pulmonalis dan kembali ke atrium kiri melalui vena-vena
pulmonalis. Sirkulasi sistemik merupakan peredaran darah dari jantung ke seluruh
tubuh (kecuali paru-paru). Sirkulasi sistemik dimulai dari keluarnya darah dari
ventrikel kiri ke aorta kemudian ke seluruh tubuh melalui berbagai percabangan
arteri. Selanjutnya kembali ke jantung (atrium kanan) melalui vena cava. Darah dari
tubuh bagian atas kembali ke jantung melalui vena cava superior dan darah dari
tubuh bagian bawah kembali ke jantung melalui vena cava inferior.

1.3 Lokasi Infark Miokard


Lokasi infark miokard berdasarkan perubahan gambaran EKG :
No Lokasi Gambaran EKG
1 Anterior Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di
V1-V4/V5
2 Anteroseptal Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di
V1-V3
3 Anterolateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di
V1-V6 dan I dan aVL
4 Lateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di
V5-V6 dan inversi gelombang T/elevasi
ST/gelombang Q di I dan Avl
5 Inferolateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II,
III, aVF, dan V5-V6 (kadang-kadang I dan
aVL).
6 Inferior Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II,
III, dan aVF
7 Inferoseptal Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II,
III, aVF, V1-V3
8 True posterior Gelombang R tinggi di V1-V2 dengan segmen
ST depresi di V1-V3. Gelombang T tegak di V1-
V2
9 RV Infraction Elevasi segmen ST di precordial lead (V3R-
V4R).
Biasanya ditemukan konjungsi pada infark
inferior.
Keadaan ini hanya tampak dalam beberapa jam
pertama infark.

1.4 Patofisiologi
Stemi umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak
setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya.
Stenosis arteri koroner derajat tinggi yang berkembang secara lambat biasanya
tidak memicu stemi karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu.
stemi terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri
vascular. pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis
mengalami fisur, rupture atau ulserasi dan jika kondisi local atau sistemik memicu
trombogenesis, sehingga terjadi thrombus mural pada lokasi rupture yang
mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histology menunjukkan plak
koroner cendeeung mengalami rupture jika mempunyai vibrous cap yang tipis dan
intinya kaya lipid (lipid rich core).
Infark Miokard yang disebabkan trombus arteri koroner dapat mengenai
endokardium sampai epikardium,disebut infark transmural, namun bisa juga hanya
mengenai daerah subendokardial,disebut infark subendokardial. Setelah 20 menit
terjadinya sumbatan,infark sudah dapat terjadi pada subendokardium,dan bila
berlanjut terus rata-rata dalam 4 jam telah terjadi infark transmural. Kerusakan
miokard ini dari endokardium ke epikardium menjadi komplit dan ireversibel dalam
3-4 jam. Meskipun nekrosis miokard sudah komplit,proses remodeling miokard
yang mengalami injury terus berlanjut sampai beberapa minggu atau bulan karena
daerah infark meluas dan daerah non infark mengalami dilatasi.

1.5 Etiologi
Stemi terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri
vascular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti merokok, hipertensi dan
akumulasi lipid.
1. Penyempitan arteri koroner nonsklerolik
2. Penyempitan aterorosklerotik
3. Trombus
4. Plak aterosklerotik
5. Lambatnya aliran darah didaerah plak atau oleh viserasi plak
6. Peningkatan kebutuhan oksigen miokardium
7. Penurunan darah koroner melalui yang menyempit
8. Penyempitan arteri oleh perlambatan jantung selama tidur
9. Spasme otot segmental pada arteri kejang otot.

1.6 Manifestasi Klinis


1. Keluhan utama klasik : nyeri dada sentral yang berat , seperti rasa terbakar,
ditindih benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas, dipelintir, tertekan yang
berlangsung ≥ 20 menit, tidak berkurang dengan pemberian nitrat, gejala yang
menyertai : berkeringat, pucat dan mual, sulit bernapas, cemas, dan lemas.
2. Nyeri membaik atau menghilang dengan istirahat atau obat nitrat.
3. Kelainan lain: di antaranya atrima, henti jantung atau gagal jantung akut.
4. Pada pasien diabetes: perburukan status metabolik atau atau gagal jantung bisa
tanpa disertai nyeri dada.
5. Keluhan utama adalah sakit dada yang terutama dirasakan di daerah
sternum,bisa menjalar ke dada kiri atau kanan,ke rahang,ke bahu kiri dan kanan
dan pada lengan.Penderita melukiskan seperti tertekan,terhimpit, diremas-
remas atau kadang hanya sebagai rasa tidak enak di dada. Walau sifatnya dapat
ringan ,tapi rasa sakit itu biasanya berlangsung lebih dari setengah jam. Rasa
nyeri hebat sekali sehingga penderita gelisah, takut, berkeringat dingin dan
lemas. Kulit terlihat pucat dan berkeringat, serta ektremitas biasanya terasa
dingin. Volume dan denyut nadi cepat, namun pada kasus infark miokard berat
nadi menjadi kecil dan lambat. Bradikardi dan aritmia juga sering dijumpai.
Tekanan darah menurun atau normal selama beberapa jam atau hari. Dalam
waktu beberapa minggu, tekanan darah kembali normal.
1.7 Komplikasi
Adapun komplikasi yang terjadi pada pasien stemi, adalah:
1. Disfungsi ventrikuler
Setelah stemi, ventrikel kiri akan mengalami perubahan serial dalambentuk,
ukuran, dan ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark.
Proses inidisebut remodeling ventikuler dan umumnya mendahului
berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam hitungan bulan atau tahun
pasca infark. Segera setelah infark ventrikel kiri mengalami dilatasi.Secara
akut, hasil ini berasal dari ekspansi infark al ; slippage serat otot, disrupsi sel
miokardial normal dan hilangnya jaringan dalam zona nekrotik.
Selanjutnya, terjadi pula pemanjangan segmen noninfark, mengakibatkan
penipisan yang didisprosional dan elongasi zona infark. Pembesaran ruang
jantung secara keseluruhan yang terjadi dikaitkan ukuran dan lokasi infark,
dengan dilatasi tersebar pasca infark pada apeks ventikrel kiri yang yang
mengakibatkan penurunan hemodinamik yang nyata, lebih sering terjadi gagal
jantung dan prognosis lebih buruk. Progresivitas dilatasi dan konsekuensi
klinisnya dapat dihambat dengan terapi inhibitor ACE dan vasodilator lain.
Pada pasien dengan fraksi ejeksi < 40 % tanpa melihat ada tidaknya gagal
jantung, inhibitor ACE harus diberikan.
2. Gangguan hemodinamik
Gagal pemompaan ( puump failure ) merupakan penyebab utama kematian di
rumah sakit pada stemi. perluasaan nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang
baik dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal ( 10 hari infark
) dan sesudahnya. Tanda klinis yang sering dijumpai adalah ronkhi basah di
paru dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop. Pada pemeriksaan rontgen dijumpai
kongesti paru.
3. Gagal jantung
4. Syok kardiogenik
5. Perluasan IM
6. Emboli sitemik/pilmonal
7. Perikardiatis
8. Ruptur arteri ventrikrel
9. Otot papilar
10. Kelainan septal ventrikel
11. Disfungsi katup
12. Aneurisma ventrikel
13. Sindroma infark pascamiokardias

1.8 Penatalaksanaan
1. Syok kardiogenetik
Penatalaksanaan syok kardiogenetik:
1) Terapi O2, Jika tekanan darah sistolik <70 mmHg dan terdapat tanda syok
diberikan norepinefrin.
2) Jika tekanan darah sistolik <90 mmHg dan terdapat tanda syok diberikan
dopamin dosis 5-15 ug/kgBB/menit.
3) Jika tekanan darah sistolik <90 mmHg namun tidak terdapat tanda syok
diberikan dobutamin dosis 2-20 ug/kgBB/menit.
4) Revaskularisasi arteri koroner segera, baik PCI atau CABG, direkomendasikan
pada pasien <75 tahun dengan elevasi ST atau LBBB yang mengalami syok
dalam 36 jam IMA dan ideal untuk revaskularisasi yang dapat dikerjakan
dalam 18 jam syok, kecuali jika terdapat kontraindikasi atau tidak ideal dengan
tindakan invasif.
5) Terapi trimbolitik yang diberikan pada pasien STEMI dengan syok kardiogenik
yang tak ideal dengan trapi invasif dan tidak mempuyai kontraindikasi
trombolisis.
6) Intra aortic ballo pump (IABP) direkomendasikan pasien STEMI dengan syok
kardiogenik yang tidak membaik dengan segera dangan terapi farmakologis,
bila sarana tersedia.
2. Infark Ventrikel Kanan
Infark ventrikel kanan secari klinis menyebabkan tanda gejala ventrikel kanan
yang berat (distensi vena jugularis, tanda kussmaul s, hepatomegali) atau tanda
hipotensi. Penatalaksana infark ventrikel kanan:
1) Pertahankan preload ventrikel kanan.
2) Loading volume (infus NaCL 0,9 %) 1-2 liter cairan jam I selanjutnya
200ml/jam (terget atrium kanan >10 mmHg (13,6cmH20).
3) Hindari penggunaan nitrat atau diuretik.
4) Pertahankan sinkroni A-V dan bradikardial harus dikoreksi. Pacu jantung
sekuensial A-V pada blok jantung derajat tinggi simtomatik yang tidak repon
dengan atropin.
5) Diberikan inotropik jika curah jantung tidak meningkat setelah loading
volume.
6) Kurangi afterload ventrikel kanan sesuai dengan disfungsi ventrikel kiri.
7) Pompa balon intra-aortik.
8) Vasolidator arteri (nitropospid, hidralazin)
9) Penghambat ACE
10) Reporfusi
11) Obat trombolitik
12) Percutaneous coronari intervention (PCI) primer
13) Coronary arteru bypass graft (GABG) (pada pasien tertentu dengan penyakit
multivesel).

3. Takikardia dan Vibrilasi Ventrikel


Dalam 24 jam pertama STEMI, takikardia dan vibrilasi ventrikular dapat
terjadi tampa tanda bahaya aridmia sebelumnya.
Penatalaksana Takikardia vebtrikel:
1) Takikardia vebtrikel (VT) polimorvik yang menetap (lebih dari 30 detik atau
menyebabkan kolaps hemodinamik) harus diterapi dengan DC shock
unsynchoronizer menggunakan energi awal 200 j; jika gagal harus diberikan shock
kedua 200-300 J;, dan jika perlu shock ketiga 360J.
2) Takikardia vebtrikel (VT) monomorfik, menetap yang diikuti dengan angina ,
edema paru dan hipotensi (tekanan darah<90 mmHg ) harus diretapi dengan shock
synchoronized energi awal 100 J. Energi dapat ditingkatkan jika dosis awal gagal.
3) Takikardia vebtrikel (VT) monomorfik yang tidak disertani angina, edema paru dan
hipotensi (tekanan darah<90 mmHg) diterapi salah satu regimen berikut:
 Lidokain: bolus 1-1-5mh/kg. Bolius tambahan 0,5-0,75mg/kg tiap 5-10 menit
sampai dosis loding total maksimal 3 mg/kg. Kemudian loading selanjutnya dengan
infus 2-4 mg/ menit(30-50 ug/lg/menit).
 Disopiramid: bolus 1-2 mg/kg dalam 5-10 menit, dilanjutkan dosis pemeliharaan 1
mg/kg/jam.
 Amiodaron: 150mg infus selama 5-10 menit atau 5 ml/kgBB 20-60 menit,
dilanjutkan infus tetap 1 mg/menit selama 6 jam dan kemudian infus pemeliharaan
0,5 mg/menit.
 Kardioversi elektrik synchoronized dimulai dosis 50 J ( anestasi sebelumnya).
4. Penatalaksana fibrilasi Ventrikel
1) Fibrilasi ventrikel atau takikardia ventrikel pulseless diberikan terapi DC shock
unsynchoronized dengan energi awal 200 J jika tak berhasil harus diberikan shock
kedua 200 sampai 300 J dan jika perlu shock ketiga 360 J ( klas I)
2) Fibrilasi ventrikel atau takikardia ventrikel pulseless yang refraksi terhadap shock
elektrik diberika terapi amiodaron 300 mg atau 5/kg. IV bolus dilanjutkan
pengulangan shock unsynchoronized. (klas Iia)
2. E. Penatalaksanaan Medis
3. Time is muscle semboyan dalam penanganan STEMI, artinya semakin cepat
tindakan maka kerusakan otot jantung semakin minimal sehingga fungsi jantung
kelak dapat dipertahankan. Terapi STEMI hanyalah REPERFUSI, yaitu menjamin
aliran darah koroner kembali menjadi lancar. Reperfusi ada 2 macam yaitu berupa
tindakan kateterisasi (PCI) yang berupa tindakan invasive (semi-bedah) dan terapi
dengan obat melalui jalur infuse (agen fibrinolitik).
4. PCI walaupun terkesan lebih menyeramkan ketimbang terapi dengan sekedar obat
per infuse, sebenarnya memiliki efek samping yang lebih kecil ketimbang terapi
obat per infuse tersebut selain itu efektivitasnya jauh lebih baik, bahkan mendekati
sempurna. Tindakan PCI yang berupa memasukkan selang kateter langsung menuju
jantung dari pembuluh darah di pangkal paha dapat berupa pengembangan ballon
maupun pemasangan cincin/stent..
5. Walaupun terkesan mudah saja untuk dilakukan (hanya seperti obat-obat per infuse
seperti umumnya), fibrinolitik menyimpan efek samping yang sangat berbahaya
yaitu perdarahan. Resiko paling buruk adalah terjadinya stroke perdarahan (sekitar
1,4 % pasien. Efektivitas fibrinolitik adalah baik, walaupun tidak sebaik PCI. 5
6.
7.

8. F. Penatalaksanaan Fisioterapi
9. Manajemen fisioterapi dapat dibagi menjadi tiga tahap yaitu pada tahap in
patient,tahap out patient, dan yang terakhir tahap long-term maintenance. Selama
fase inpatient, tujuan intervensi fisioterapi adalah mencegah atau
menangani sequelae dari bed rest.Teknik-teknik yang digunakan bertujuan untuk
mencegah kolaps paru dan membantu mengembalikan aktivitas secara mandiri
dengan bantuan sederhana. Aktivitas harus ditingkatkan secara perlahan dan
mencakupkan program latihan dan mobilisasi sehingga pada saat pasien keluar dari
rumah sakit, pasien mampu melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.
10. Pada tahap outpatient, lanjutan fisioterapi untuk pasien jantung bisa dilakukan
dengan edukasi dan sesi latihan sekali atau lebih per minggu selama 1-2 bulan, yang
disertai dengan latihan di rumah, atau bisa juga dibuatkan program latihan berbasis-
rumah agar lebih memudahkan pasien.
11. Latihan long term maintenance untuk pasien jantung sekarang telah banyak
tersedia. Banyak pasien yang termotivasi untuk melakukan program latihan
bersama pasien jantung lainnya.
12. Adapun modalitas fisioterapi yang dapat digunakan dalam penanganan pasien gagal
jantung kongestif antara lain:
13. 1. Breathing exercise. Merupakan latihan yang bertujuan untuk memberikan
latihan pernafasan, pada kasus ini untuk meningkatkan volume paru selamabed rest,
pemberian breathing exercise dapat memperlancar jalannya pernafasan. Latihan
pernafasan ini dilakukan bila pasien mampu menerima instruksi dari fisioterapis.
Latihan pernafasan ini juga dapat digunakan untuk relaksasi, mengurangi
stress,dan ketegangan.
14. 2. Passive movement, adalah suatu latihan yang digunakan dengan gerakan yang
dihasilkan oleh tenaga/kekuatan dari luar tanpa adanya kontraksi otot atau aktifitas
otot. Semua gerakan dilakukan sampai batas nyeri atau toleransi pasien. Efek pada
latihan ini adalah memperlancar sirkulasi darah, relaksasi otot, memelihara dan
meningkatkan LGS, mencegah pemendekan otot, mencegah perlengketan jaringan.
15. 3. Active movement, Merupakan gerak yang dilakukan oleh otot-otot anggota
tubuh itu sendiri. Gerak yang dalam mekanisme pengurangan nyeri dapat terjadi
secara reflek dan disadari. Gerak yang dilakukan secara sadar dengan perlahan dan
berusaha hingga mencapai lingkup gerak penuh dan diikuti relaksasi otot akan
menghasilkan penurunan nyeri. Disamping itu gerak dapat menimbulkan ”
pumping action” pada kondisi oedem sering menimbulkan keluhan nyeri, sehingga
akan mendorong cairan oedem mengikuti aliran ke proximal.
16. 4. Latihan gerak fungsional, Latihan ini bertujuan untuk mempersiapkan
aktivitas kesehariannya seperti duduk, berdiri, jalan sehingga penderita mampu
secara mandiri dapat melakukan perawatan diri sendiri.
17. 5. Home program education, Dalam hal ini pasien diberi pengertian tentang
kondisinya dan harus berusaha mencegah cidera ulang atau komplikasi lebih lanjut
dengan cara aktifitas sesuai kondisi yang telah diajarkan oleh terapis. Disamping
itu juga peran keluarga sangatlah penting untuk membantu dan mengawasi segala
aktifitas pasien di lingkungan masyarakatnya. Pasien diberi pengertian juga tentang
kontraindikasi dari kondisi pasien itu sendiri untuk menghindari hal-hal yang dapat
memperburuk keadaannya

C. Faktor Resiko
Faktor yang tidak dapat dimodifikasi:
1. Umur
2. Jenis kelamin
3. Suku bangsa dan warna kulit
4. Genitik
Faktor yang dapat dimodifikasi:
1. Hipertensi
2. Hiperlipidemia
3. Merokok
4. Diabetes mellitus
5. Kegemukan
6. Kurang gerak dan kurang olahraga
7. Konsumsi kontrasepsi oral.8

KONSEP DASAR
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
1. Identitas pasien
a. Nama:
b. Umur:
c. Alamat:
d. Perkerjaan:
e. Tanggal masuk:
f. Status
2. Riwayat kesehatan
a. Riwayat masuk. Berapa jam sesak sebelum masuk RS; Onset 12 jam
b. Riwayat kesehatan saat ini keluhan pasien, seperti:
 Sesak
 Udema
 Nyeri dada
3. Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan pada angota keluarganya adakah anggota keluarganya yang mengalami
penyakit yang sama dengan pasien saat ini. Serta riwayat penyakit lainnya seperti:
 Darah tinggi
 Diabetes
 Penyakit jantung
4. Riwayat kesehatan masa lalu
Tanyakan pada pasien apakah pernah mengalami penyakit yang sama dengan yang
dialami saat ini atau penyakit lain seperti:
 Riwayat asma
 Diabetes
 Stroke
 Gastritis
 Alergi
5. Pemeriksaan fisik
 Keadaan umum :
Penderita nampak sakit,muka pucat,kulit basah dan dingin.Tekanan darah bisa
tinggi,normal atau rendah.
 Kesadaran
6. Pemeriksaan penunjang:
a. Pemeriksaan Laboratorium
 Hematologi: Terjadi peningkatan leukosit
 Cardiac enzyms: Terjadi peningkatan enzim
b. Elektrokardiografi:
a. Detak jantung
c. Ekokardiografi: Pergerakan dinding jantung dan struktur jantung.

2. Diagnosa Keperawatan

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS


B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi
dan ventilasi
3. Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan kerusakan transport
oksigen melalui membrane alveolar dan membrane kapiler
4. Nyeri Akut berhubungan dengan agen penyebab biologis
5. Intoleran Aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen
6. Cemas berhubungan dengan stress

C. INTERVENSI
No. Diagnosis Tujuan dan Kriteria
Intervensi Rasional
Keperawatan Hasil
1 Ketidakefektifan Setelah diberikan 1. Pantau adanya 1. Mengetahui adanya
pola nafas tindakan pucat dan sianosis sianosis pada px
berhubungan dengan keperawatan 2. Mengetahuikecepatan,
hiperventilasi selama …x… jam 2. Pantau kecepatan, irama, kedalaman dan upaya
diharapkan pola irama, kedalaman dan pernafasan
nafas pasien upaya pernafasan
efektif dengan 3. Retraksi dada
kriteria hasil : 3. Perhatikan mengindikasikan kelainan
1. TTV dalam pergerakan dada, pada paru-paru lobus
rentang amati kesimetrisan, tertentu
normal,tidak ada penggunaan otot-otot
retraksi dada, tidak bantu
ada penggunaan 4. Mengetahui hambatan
otot bantu nafas 4. Pantau pernafasan jalan napas.
2. Pasien tidak yang berbunyi seperti
mengeluh susah mendengkur
bernafas. 5. Pantau pola 5. Mengetahui pola nafas
pernafasan px

6. Auskultasi suara 6. Mengetahui suara


nafas nafas px

2 Gangguan Setelah diberikan 1. Kaji frekuensi, 1. Manifestasi distress


pertukaran gas tindakan kedalaman, dan pernapasan tergantung pada
berhubungan dengan keperawatan kemudahan bernapas derajat keterlibatan paru dan
ketidakseimbangan selama …x… jam status kesehatan umum
perfusi dan ventilasi diharapkan px tidak 2. Mengetahui saturasi
mengalami O2 px
gangguan
pertukaran gas
dengan kriteria 2. Pantau saturasi
hasil: O2dengan oksimetri 3. Mengetahui hasil gas
1. TTV dalam nadi darah px
rentang normal 4. Mengetahui kadar
2. Hasil AGD 3. Pantau hasil gas elelktrolit px
dalam rentang darah 5. Mengetahui status
normal mental px
4. Pantau kadar
elektrolit 6. Mengetahui adannya
sianosis pada px
5. Pantau status
mental px

6. Observasi
terhadap sianosis,
terutama membran
mukosa mulut
3 Ketidakefektifan Setelah dilakukan 1. Pantau nyeri 1. Mengetahui adanya
perfusi tindakan dada nyeri dada pada px
jaringanberhubungan keperawatan 2. Mengetahui kondisi
dengan kerusakan selama …x24 jam 2. Pantau TTV umum px.
transport oksigen diharapkan perfusi 3. Mengetahui adanya
melalui membrane jaringan pasien tanda-tanda penurunan
alveolar dan efektif dengan 3. Lakukan perfusi jaringan
membrane kapiler kriteria hasil : pengkajian
1. TTV DBN komprehensif
- TD (120-140/80- terhadap sirkulasi
90 mm/Hg) perifer (misalnya nadi,
- RR (16-24xC) edema, warna kulit,
- N (60-100x/mnt) dan suhu)
- S (36.5-37.5ºC)
2. Membran 4. Tingkatkan 4. Menurunkan beban
mukosa merah istirahat kerja organ dalam tubuh
muda 5. Memenuhi kebutuhan
oksigen tubuh
5. Memberikan 6. Meningkatkan
terapi oksigen keefektifan perfusi jaringan
px
6. Kolaborasi
pemberian obat
berdasarkan program
(misalnya, analgesik,
antikoagulan,
vasodilator)
4 Nyeri Akut Setelah diberikan 1. Lakukan 1. Mengetahuilokasi,
berhubungan dengan asuhan pengkajian nyeri karakteristik, durasi,
agen penyebab keperawatan secara komprehensif frekuensi, kualitas,
biologis selama…x24 jam, meliputi lokasi, intensitas dan faktor
diharapkan px karakteristik, durasi, presipitasi nyeri px
mampu mengatasi frekuensi, kualitas,
nyeri dengan intensitas dan faktor
kriteria hasil : presipitasi.
1. Nyeri px hilang/ 2. Mengetahui perasan
berkurang 2. Observasi px terhadap nyeri
2. Px mampu isyarat non verbal
mengendalikan ketidaknyamanan
nyeri
3. Px merasa 3. Berikan 3. Membantu px
nyaman informasi tentang mengndalikan nyeri
nyeri, seperti
penyebab nyeri,
berapa lama akan
berlangsung dan
antisipasi
ketidaknyamanan
akibat prosedur

4. Kendalikan
faktor lingkungan
yang dapat 4. Memberikan
mempengaruhi respon kenyamanan kepada px
pasien terhadap
ketidaknyamanan
(misalnya suhu
ruangan,
pencahayaan, dan
kegaduhan)

5. Ajarkan teknik
non farmakologis (
misalnya relaksasi,
distraksi, kompres
hangat) 5. Mengendalikan nyeri
px
6. Kolaborasi
pemberian analgetik

6. Menurunkan nyeri px
5 Intoleran Aktifitas Setelah diberikan 1. Monitor 1. Mengidentifikasi
berhubungan dengan asuhan frekuensi nadi dan kemajuan atau
ketidakseimbangan keperawatan nafas sebelum dan
antara suplai dan selama…x24 jam, sesudah melakukan penyimpangan dari sasaran
kebutuhan oksigen diharapkan px aktifitas yang diharapkan
mampu beraktifitas
secara normal 2. Tunda aktifitas 2. Gejala-gejala tersebut
dengan kriteria jika freuensi nadi dan merupakan tanda intoleransi
hasil : nafas meningkat aktifitas. konsumsi oksigen
1. Klien secara cepat dan klien meningkat jika aktifitas
mendemonstrasikan mengeluh sesal nafas meningkat dan daya tahan
peningkatan dan kelelahan, tubuh klien dapat bertahan
toleransi terhadap tingkatkan aktifitas lebih lama jika ada waktu
aktifitas secara bertahap istirahat di antara kktifitas
2. Klien dapat 3. Membantu
melakukan menurunkan kebutuhan
aktifitas, dapat oksigen yang meningkat
berjalan lebih jauh akibat peningkatan aktifitas
tanpa mengalami
nafas tersengal- 3. Bantu klien
sengal sesak nafas melaksanakan
dan kelelahan aktifitas sesuai dnegan 4. Aktifitas fisik
kebutuhannya. Beri meningkatkan kebutuhan
klien waktu tanpa oksigen dan sistem tubuh
diganggu berbagai akan berusaha
aktifitas menyesuaikannya.

4. Pertahankan
terapi oksigen selama
aktifitas dan lakukan
tindakan pencegahan
terhadap komplikasi
akibat omobilisasi jika
klien dianjurkan tirah 5. Hal tersebut dapat
baring merupakan tanda awal dari
komplikai khusunya gagal
5. Konsultasikan nafas
dengan dokter jika
sesak nafas tetap atau
bertambah berat saat
istirahat
6 Cemas berhubungan Setelah diberikan 1. Kaji tingkat 1. Mengetahi tingkat
dengan stress asuhan kecemasan px kecemasan px
keperawatan 2. Membantu px
selama…x24 jam, 2. Beri dorongan mengungkapkan tentang
diharapkan px kepada pasien perasaan cemasnya
mampu mengatasi mengungkapkan
cemas denagn secara verbal pikiran
kriteria hasil : dan perasaan untuk
1. Pasien mampu mengeksternalisasikan
mengendalikan cemas
cemas 3. Mengurangi cemas px
2 Pasien tidak 3. Bantu pasien
gelisah untuk memfokuskan
pada situsi saat ini,
sebagai cara untuk
mengidentifikasi
mekanisme koping
yang dibutuhkan
untuk mengurangi
cemas.

4. Intruksikan
pasien tentang
pengguanaan teknik
relaksasi 4. Membantu px
mengendalikan cemas
5. Kurangi
rangsangan yang
berlebihan dengan
menyediakan 5. Memnimalkan faktor
lingkungan yang pencetus cemas
tenang, kontak denga
orang lain jika
dibutuhkan, serta
pembatasan
pengguanaan kafein
dan stimulasi lain
.
6. Kolaborasi
pemberian obat untuk
menurunkan ansietas,
jika perlu

6. Menurunkan cemas px

4. IMPLEMENTASI

IMPLEMENTASI
Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana keperawatan oleh
perawat terhadap pasien
5. EVALUASI
6. D. EVALUASI
7. 1. Pola nafas pasien kembali efektif
8. 2. Px tidak mengalami gangguan pertukaran gas
9. 3. Perfusi jaringan pasien kembali efektif
10. 4. Px mampu mengatasi nyeri
11.
12. 5. Px mampu beraktifitas secara normal
13. 6. Px mampu mengatasi cemas

DAFTAR PUSTAKA
Agustina. 2011. ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) pada Laki-Laki 54 Tahun
Memiliki
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Vol. 2. Jakarta: EGC
Carpenito, Lynda Juall. 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi
Keperawatan.Jakarta:EGC
Doenges, E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC
Kowalak, Welsh.2002. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC
Reeves, Charlene J., dkk. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba
Medika
Price, A. Sylvia. 1995. Patofisiologi Edisi 4. Jakarta: EGC
.

Anda mungkin juga menyukai