Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN DIAGNOSA MEDIS

ACUTE CORONARY SYNDROME (ACS) DI RUANGAN


MELATI RSUD UNDATA PALU

OLEH

SRI INDRININGSI

CI LAHAN CI INSTITUSI

Ns. Vemy Upa Pangli, S.Kep Ns. Ismawati,M. Sc

PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU

2021
TINJAUAN TEORI KASUS
ACUTE CORONARY SYNDROME

A. Definisi
Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah kejadian kegawatan pada pembuluh
darah koroner (Andra, 2016).
Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah suatu fase akut dari Angina Pectoris
Tidak Stabil/ APTS yang disertai Infark Miocard Akut/ IMA gelombang Q
(IMA-Q) dengan non ST elevasi (NSTEMI) atau tanpa gelombang Q (IMA-TQ)
dengan ST elevasi (STEMI) yang terjadi karena adanya trombosis akibat dari
ruptur plak aterosklerosis yang tak stabil (Wasid (2017)
Sindrom Koroner Akut (SKA) banyak digunakan saat ini untuk
menggambarkan kejadian kegawatan pada pembuluh darah koroner. Sindrom
Koroner Akut (SKA) merupakan satu sindrom yang terdiri dari beberapa
penyakit koroner yaitu, angina tak stabil (unstable angina), infark miokard non-
elevasi ST, infark miokard dengan elevasi ST, maupun angina pektoris pasca
infark atau pasca tindakan intervensi koroner perkutan. Sindrom Koroner Akut
(SKA) merupakan keadaan darurat jantung dengan manifestasi klinis rasa tidak
enak di dada atau gejala lain sebagai akibat iskemia miokardium (Harun (2017).
B. ANATOMI FISIOLOGI
1. Anatomi Jantung
a. Ukuran dan bentuk
1) Jantung adalah organ berongga dan memiliki empat ruang yang
terletak antara kedua paru-paru di bagian tengah rongga thoraks. Dua
pertiga jantung terletak di sebelah kiri garis midsternal. Jantung
dilindungi mediastinum.
2) Jantung berukuran kurang lebih sebesar kepalan tangan pemiliknya.
Bentuknya seperti kerucut tumpul. Ujung atas yang lebar (dasar)
mengarah ke bahu kanan ; ujung bawah yang mengerucut (apeks)
mengarah ke panggul kiri.
2. Pelapis
a. Pericardium adalah kantong berdinding ganda yang dapat membesar dan
mengecil, membungkus jantung dan pembuluh darah besar. Kantong ini
melekat pada diafragma, sternum, dan pleura yang membungkus paru-
paru.
1) Lapisan fibrosa luar pada pericardium tersusun dari serabut kolagen
yang membentuk lapisan jaringan ikat rapat untuk melindungi
jantung.
2) Lapisan serosa dalam terdiri dari dua lapisan :
a) Membrane visceral (epikardium) menutup permukaan jantung.
b) Membrane parietal melapisi permukaan bagian dalam fibrosa
pericardium.
b. Rongga pericardial adalah ruang potensial antara membrane visceral dan
parietal. Ruang ini mengandung cairan pericardial yang disekresikan
lapisan serosa untuk melumasi memberan dan mengurangi friksi.
3. Dinding jantung tersusun dari tiga lapisan.
a. Epikardium luar tersusun dari lapisan-lapisan sel-sel mesotelial yang
berada di atas jaringan ikat.
b. Miokardium tengah terdiri dari jaringan otot jantung yang berkontraksi
untuk memompa darah.
1) Ketebalan miokardium bervariasi dari satu ruang jantung keruang
lainnya.
2) Serabut otot yang tersusun dalam berkas-berkas spiral melapisi ruang
jantung. Kontarksi miokardium “menekan” darah keluar ruang
menuju arteri besar.
c. Endocardium dalam tersusun dari lapisan endothelial yang terletak di atas
jaringan ikat. Lapisan ini melapisi jantung, katub, dan menyambung
dengan lapisan endothelial yang melapisi pembuluh darah yang
memasuki dan meninggalkan jantung.
4. Ruang jantung
a. Ada empat ruang, atrium kanan dan kiri atas yang dipisahkan oleh
septum intratrial ; ventrikel kanan dan kiri bawah, dipisahkan oleh
septum interventrikular.
b. Dinding atrium relative tipis. Atrium menerima darah dari vena yang
membawa darah kembali ke jantung.
1) Atrium kanan terletak dalam bagian superior kanan jantung,
menerima darah dari seluruh jaringan kecuali paru-paru.
1. Vena cava superior dan inferior membawa darah yang tidak
mengandung oksigen dari tubuh kembali ke jantung.
2. Sinus coroner membawa kembali darah dari dinding jantung itu
sendiri.
3. Atrium kiri di bagian superior kiri jantung, berukuran lebih kecil
dari atrium kanan, tetapi dindingnya lebih tebal. Atrium kiri
menampung empat vena pulmonalis yang mengembalikan darah
teroksigenasi dari paru-paru.
2) Ventrikel berdinding tebal. Bagian ini mendorong darah ke luar
jantung menuju arteri yang membawa darah meninggalkan jantung.
(a) Ventrikel kanan terletak di bagian inferior kanan pada apeks
jantung. Darah meninggalkan ventrikel kanan melalui trunkus
pulmonary dan mengalir melewati jarak yang pendek ke paru-
paru.
(b) Ventrikel kiri terletak di bagian inferior kiri pada apeks jantung.
Tebal dindingnya 3 kali tebal dinding ventrikel kanan. Darah
meninggalkan ventrikel kiri melalui aorta dan mengalir ke seluruh
bagian tubuh kecuali paru-paru.
5. Katub jantung
a. Katub tricuspid terletak antara atrium kanan dan ventrikel kanan. Katub
ini memiliki tiga daun katub (kuspis) jaringan ikat fibrosa irregular yang
dilapisi endocardium.
1) Bagian ujung daun katub yang mengerucut melekat pada korda
jaringan ikat fibrosa, chordae tendineae (“hearth string”), yang
melekat pada otot papilaris. Chordae tendineae mencegah terjadinya
pembalikan daun katub kea rah belakang menuju atrium.
2) Jika tekanan darah pada atrium kanan lebih besar daripada tekanan
darah di atrium kiri, daun katub tricuspid terbuka dan darah mengalir
dari atrium kanan ke ventrikel kanan.
3) Jika tekanan darah dalam ventrikel kanan lebih besar dari tekanan
darah di atrium kanan, daun katub akan menutup dan mencegah
aliran balik kedalam atrium kanan.
b. Katub bicuspid (mitral) terletak antara atrium kiri dan ventrikel kiri.
Katub ini melekat pada chordae tendinease dan otot papilaris, fungsinya
sama dengan fungsi katub tricuspid.
c. Katub semilunar aorta dan pulmonar terletak di jalur keluar ventricular
jantung sampai ke aorta dan trunkus pulmonar. Katub semilunar terdiri
dari tiga kuspis berbentuk bulan sabit, yang tepi konveksnya melekat
pada bagian dalam pembuluh darah. Tepi bebasnya memanjang kedalam
lumen pembuluh.
(1) Katub semilunar pulmonar terletak antara ventrikel kanan dan
trunkus pulmonary.
(2) Katub semilunar aorta terletak antara ventrikel kiri dan aorta.
2. Fisiologi jantung
a. Serabut purkinje.
Serabut ini adalah serabut otot jantung khusus yang mampu
menghantarkan impuls dengan kecepatan lima kali lipat kecepatan
hantaran serabut otot jantung. Hantaran yang cepat di sepanjang sistem
purkinje memungkinkan atrium berkontraksi bersamaan, kemudian
diikuti dengan kotraksi ventricular yang serempak, sehingga terbentuk
kerja pemompaan darah yang terkoordinasi.
b. Nodus sinoatrial (nodus S-A)
c. Lokasi . nodus S-A adalah suatu massa jaringan otot khusus yang
terletak di dinding posterior atrium kanan tepat di bawah pembukaan
vena kava superior.
d. Nodus S-A melepaskan impuls sebanyak 72 kali per menit, frekuensi
irama yang lebih cepat dibandingkan dalam atrium (40 sampai 60 kali
per menit), dan ventrikel (20 kali per menit). Nodus ini dipengaruhi
saraf simpatis dan parasimpatis sistem saraf otonom, yang akan
mempercepat atau memperlambat iramanya.
e. Nodus A-V mengatur frekuensi kontraksi irama, sehingga disebut
pemacu jantung.
a. Abnormalitas hantaran
1) Irama jantung abnormal (aritmia) dapat disebabkan oleh
ketidakteraturan nodus S-A atau nodus A-V, atau karena
gangguan pada sistem hantaran.
2) Blok jantung adalah gangguan pada hantaran sehingga sebagian
atau semua impuls tidak mencapai ventrikel. Jantung kemudian
berdenyut sendiri atau membentuk iramanya sendiri.
3) Pada blok jantung parsial (sebagian), atrium berdenyut dengan
normal, tetapi frekuensi hantaran yang melalui nodus A-V
melambat. Ventrikel hanya berkontraksi satu kali setelah
kontraksi atrium yang kedua, ketiga atau keempat.
4) Pada blok jantung komplet, hantaran dari nodus atau berkas A-V
sangat terhambat. Atrium berdenyut dengan normal, tetapi
ventrikel berdenyut secara iindependen sekitar 20 sampai 40 kali
per menit.
C. Etiologi
1. Trombus tidak oklusif pada plak yang sudah ada
Penyebab paling sering adalah penurunan perfusi miokard oleh
karena penyempitan arteri koroner sebagai akibat dari trombus yang ada
pada plak aterosklerosis yang rupture dan biasanya tidak sampai menyumbat.
Mikroemboli (emboli kecil) dari agregasi trombosit beserta komponennya
dari plak yang ruptur, yang mengakibatkan infark kecil di distal, merupakan
penyebab keluarnya petanda kerusakan miokard pada banyak pasien.
2. Obstruksi dinamik
Penyebab yang agak jarang adalah obstruksi dinamik, yang mungkin
diakibatkan oleh spasme fokal yang terus menerus pada segmen arteri
koroner epikardium (angina prinzmetal). Spasme ini disebabkan oleh
hiperkontraktilitas otot polos pembuluh darah dan/atau akibat adanya
disfungsi endotel. Obstruksi dinamik koroner dapat juga diakibatkan oleh
konstriksi abnormal pada pembuluh darah yang lebih kecil.
3. Obstruksi mekanik yang progresif
Penyebab ke tiga SKA adalah penyempitan yang hebat namun bukan
karena spasme atau trombus. Hal ini terjadi pada sejumlah pasien dengan
aterosklerosis progresif atau dengan stenosis ulang setelah intervensi koroner
perkutan (PCI).
4. Inflamasi dan/atau infeksi
Penyebab ke empat adalah inflamasi, disebabkan oleh/yang
berhubungan dengan infeksi, yang mungkin menyebabkan penyempitan
arteri, destabilisasi plak, ruptur dan trombogenesis. Makrofag dan limfosit-T
di dinding plak meningkatkan ekspresi enzim seperti metaloproteinase, yang
dapat mengakibatkan penipisan dan ruptur plak, sehingga selanjutnya
dapat mengakibatkan SKA.
5. Faktor atau keadaan pencetus
Penyebab ke lima adalah SKA yang merupakan akibat sekunder dari
kondisi pencetus diluar arteri koroner. Pada pasien ini ada penyebab dapat
berupa penyempitan arteri koroner yang mengakibatkan terbatasnya perfusi
miokard, dan mereka biasanya menderita angina stabil yang kronik.
SKA jenis ini antara lain karena :
a) Peningkatan kebutuhan oksigen miokard, seperti demam, takikardi dan
tirotoksikosis
b) Berkurangnya aliran darah koroner,
c) Berkurangnya pasokan oksigen miokard, seperti pada anemia dan
hipoksemia.
6. Faktor risiko
a) Merokok
b) hipertensi,
c) hiperlipidemia,
d) diabetes melitus,
e) aktifitas fisik, dan obesitas.
f) tekanan mental, depresi. (Santoso, 2015).
D. Patofisiologi
1. Ruptur plak
Ruptur plak ateroslerotik merupakan salah satu penyebab terjadinya
SKA, yang diakibatkan oklusi subtotal atau total dari arteri koroner yang
sebelumnya mempunyai penyempitan yang minimal. Plak aterosklerotik
terdiri dari inti yang mengandung banyak lemak dan pelindung jaringan
fibrotik. Plak yang tidak stabil terdiri dari inti yang banyak mengandung
lemak dan adanya infiltrasi sel makrofag. Biasanya ruptur terjadi pada tepi
plak yang berdekatan dengan intima yang normal atau pada bahu dari
timbunan lemak. Kadang-kadang keretakan timbul pada dinding plak yang
paling lemah karena adanya enzim protease yang dihasilkan makrofag dan
secara enzimatik melemahkan dinding plak.
Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi dan agregasi platelet dan
menyebabkan aktivasi terbentuknya trombus. Bila trombus menutup pembuluh
darah 100% akan terjadi STEMI, sedangkan bila trombus tidak menyumbat
100%, dan hanya menimbulkan stenosis yang berat akan terjadi UAP.
2. Trombosis dengan Agregasi Trombosit
Terjadinya trombosis setelah plak terganggu disebabkan karena
interaksi yang terjadi antar lemak, sel otot polos, makrofag, dan kolagen. Inti lemak
merupakan bahan terpenting dalam pembentukan trombus yang kaya trombosit,
sedangkan sel otot polos dan sel busa yang ada dalam plak tak stabil. Setelah
berhubungan darah, faktor jaringan berintinteraksi dengan faktor VIIa untuk
memulai kaskade reaksi enzimatik yang menghasilkan pembentukan trombin dan
fibrin.
Sebagai reaksi terhadap gangguan faal endotel, terjadi agregasi platelet
dan platelet melepaskan isi granulasi sehingga memicu agregasi yang lebih
luas, vasokonstriksi dan pembentukan trombus. Faktor sistemik dan inflamasi
ikut berperan dalam perubahan terjadinya hemostase dan koagulasi dan
berperan dalam memulai trombosis yang intermiten.
3. Vasospasme
Terjadinya vasokonstriksi juga mempunyai peran penting terhadap
terjadinya SKA. Diperkirakan adanya disfungsi endotel dan bahan vasoaktif yang
diproduksi oleh platelet berperan dalam perubahan pada tonus pembuluh darah dan
menyebabkan spasme. Adanya spasme sering kali terjadi pada plak yang tak stabil
dan mempunyai peran dalam pembentukan trombus.
4. Erosi pada Plak tanpa Ruptur
Terjadinya penyempitan juga dapat disebabkan karena terjadinya
proliferasi dan migrasi dari otot polos sebagai reaksi terhadap kerusakan
endotel. Adanya perubahan bentuk dan lesi karena bertambahnya sel otot
polos dapat menimbulkan penyempitan pembuluh dengan cepat dan keluhan
iskemia. Disrupsi plak dapat terjadi karena beberapa hal, yakni tipis - tebalnya
fibrous cap yang menutupi inti lemak, adanya inflamasi pada kapsul, dan
hemodinamik stress mekanik. Adapun mulai terjadinya sindrom koroner akut,
khususnya IMA, dipengaruhi oleh beberapa keadaan, yakni :
1) aktivitas/ latihan fisik yang berlebihan (tak terkondisikan)
2) stress emosi, terkejut.
3) udara dingin.
E. PATWAY ACS

Perubahan kondisi plak


di arteri koroner

Gangguan aliran Gangguan


Aktivasi Platelet darah ke alveoli pertukaran gas

Gangguan repolarisasi ST segmen elevasi,


Pembentukan trombus
muncul Q wave
Intoleransi aktivitas
Suplay darah & oksigen
< kebutuhan miokard
Pelepasan Peningkatan
enzim liposom CPK-MB, LDH
Iskemia jaringan

Produksi asam
Glikolisis anaerob laktat
Ketidakefektifan perfusi
jaringan perifer

Angina
Kematian sel miokard Iritabilitas miokard

Nyeri

Disritmia
Penurunan kontraktilitas

Penurunan ejection
Stimulasi sistem fraction
saraf simpatis

Penurunan Curah
jantung

Peningkatan Peningkatan Cemas


vasokontriksi
HR kebutuhan O2

Kurang
pengetahuan
F. MANIFESTASI KLINIS
Gejala sindrom koroner akut antara lain :
1. keluhan nyeri ditengah dada, seperti: rasa ditekan, rasa diremas-remas,
menjalar ke leher,lengan kiri dan kanan, serta ulu hati, rasa terbakar dengan
sesak napas dan keringat dingin, dan keluhan nyeri ini bisa merambat ke
kedua rahang gigi kanan atau kiri, bahu,serta punggung. Lebih spesifik, ada
juga yang disertai kembung pada ulu hati seperti masuk angin atau maag.
2. Angina Pektoris tak stabil
Angina pektoris tak stabil ditandai dengan nyeri angina yang
frekuensi nya meningkat. Serangan cenderung di picu oleh olahraga yang
ringan, dan serangan menjadi lebih intens dan berlangsung lebih lama dari
angina pektoris stabil. Angina tak stabil merupakan tanda awal iskemia
miokardium yang lebih serius dan mungkin ireversibel sehingga kadang-
kadang disebut angina pra infark. Pada sebagian besar pasien, angina ini di
picu oleh perubahan akut pada plak di sertai trombosis parsial, embolisasi
distal trombus dan/ atau vasospasme. Perubahan morfologik pada jantung
adalah arterosklerosis koroner dan lesi terkaitnya (Kumar, 2007).
3. Infark Miokard dengan ST Elevasi
Pada pemeriksaan fisik di dapati pasien gelisah dan tidak bisa
istirahat. Seringkali ektremitas pucat di sertai keringat dingin. Kombinasi
nyeri dada substernal > 30 menit dan banyak keringat di curigai kuat adanya
STEMI. Tanda fisis lain pada disfungsi ventrikular adalah S4 dan S3 gallop,
penurunan intensitas jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung
kedua. Dapat ditemukan murmur midsistolik atau late sistolik apikal yang
bersifat sementara (Alwi, 2006).
4. Infark Miokard dengan Non ST Elevasi
Nyeri dada dengan lokasi khas substernal atau kadang kala di epigastrium
dengan ciri seperti di peras, perasaan seperti di ikat, perasaan terbakar, nyeri
tumpul,rasa penuh, berat atau tertekan, menjadi persentasi gejala yang
sering di temukan pada penderita NSTEMI. Gejala tidak khas seperti
dispnea, mual, diaforesis, sinkop atau nyeri di lengan, epigastrium, bahu atas
atau leher juga terjadi dalam kelompok yang lebih besar pada pasien-pasien
berusia lebih dari 65 tahun
G. KOMPLIKASI
1. Aritmia
2. Disfungsi ventrikel kiri
3. Hipotensi
4. Syok kardiogenik
5. Kematian mendadak
6. Aneurisma ventrikel
7. Ruptur septum ventrikuler
8. Lain-lain seperti emboli paru dan infark paru, emboli arteri sistemik, stroke
emboli, ruptur jantung, disfungsi dan ruptur m. papilaris
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. EKG (Electrocardiogram)
1) Angina Pektoris Tak Stabil
Pemeriksaan EKG sangat penting baik untuk diagnosis maupun stratifikasi
risiko pasien UAP. Adanya depresi segmen ST yang baru menunjukkan
kemungkinan adanya iskemia akut. Gelombang T negatif juga salah satu
tanda iskemia atau NSTEMI. Perubahan gelombang ST dan T yang
nonspesifik seperti depresi segmen ST kurang dari 0,05 mm dan gelombang
T negatif kurang dari 2 mm, tidak spesifik untuk iskemia, dan dapat
disebabkan karena hal lain. Pada UAP, sebanyak 4% mempunyai EKG yang
normal, dan pada NSTEMI, sebanyak 1-6% EKG juga normal.
Tabel 2 Letak Infark Berdasarkan Temuan EKG
Letak infark EKG A.Koronaria Cab A.Koronaria
Anterior I, aVL, V1-6 Kiri, LAM LAD, LCx
ektensif
Anteroseptal V 1-3 Kiri LAD
Anterolateral I, aVL, V4-6 Kiri LCx
Inferior II, III, aVF 80% kanan, 20% PDA
kiri
Posterior V 1-2 (resiprok) Bervariasi kiri dan LCx, PLA
murni kanan
LAM = left main artery, LAD = left anterior descending, LCX = left
circumflex, PDA = posterior descending artery, PLA = posteriolateral
artery
Diadapsi dari: Zimetbaum PJ, Josephson ME. Use of the electrocardiogram in acute
myocardial infarction. N Engl J Med 2003; 348: 934-935.

2) STEMI
Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST
mengalami evolusi menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya
didiagnosa infark miokard gelombang Q sebagian kecil menetap menjadi
infark miokard gelombang non Q. Jika obstruksi trombus tidak total,
obstruksi bersifat sementara atau ditemukan banyak kolateral, biasanya tidak
ditemukan elevasi segmen ST. Pasien tersebut biasanya mengalami UAP
atau NSTEMI. Pada sebagian pasien tanpa elevasi ST berkembang tanpa
menunjukkan gelombang Q disebut infark non Q. Sebelumnya, istilah infark
transmural digunakan jika EKG menunjukkan gelombang Q atau hilangnya
gelombang R dan infark miokard non transmural jika EKG hanya
menunjukkan perubahan sementara segmen ST dan gelombang T, namun
ternyata tidak selalu ada korelasi gambaran patologis EKG dengan lokasi
infark (mural/transmural) sehingga terminologi infark miokard gelombang Q
dan non Q menggantikan infark miokard mural/transmural.
3) NSTEMI
Gambaran EKG, secara spesifik berupa deviasi segmen ST
merupakan hal penting yang menentukan risiko pada pasien. Pada Trombolysis in
Myocardial Infarction (TIMI) III Registry; adanya depresi segmen ST baru sebanyak
0,05 mV merupakan prediktor outcome yang buruk. Kaul et al, menunjukkan
peningkatan risiko outcome yang buruk meningkat secara progresif dengan
memberatnya depresi segmen ST, dan baik depresi segmen ST maupun perubahan
troponin T, keduanya memberikan tambahan informasi prognosis pasien-pasien
dengan NSTEMI.
b. Laboraturium
1) Selama serangan, sel-sel otot jantung mati dan pecah sehingga protein-
protein tertentu keluar masuk aliran darah.
2) Kreatinin Pospokinase (CPK) termasuk dalam hal ini CPK-MB terdetekai
setelah 6-8 jam, mencapai puncak setelah 24 jam dan kembali menjadi
normal setelah 24 jam berikutnya.
3) LDH (Laktat Dehidrogenisasi) terjadi pada tahap lanjut infark miokard
yaitu setelah 24 jam kemudian mencapai puncak dalam 3-6 hari. Masih
dapat dideteksi sampai dengan 2 minggu. Iso enzim LDH lebih spesifik
dibandingkan CPK-MB akan tetapi penggunaan klinisnya masih kalah
akurat dengan nilai Troponin, terutama Troponin T.
4) Troponin T & I protein merupakan tanda paling spesifik cedera otot jantung,
terutama Troponin T (TnT), suatu kompleks protein yang terdapat pada
filamen tipis otot jantung. Troponin T akan terdeteksi dalam darah beberapa
jam sampai dengan 14 hari setelah nekrosis miokard. TnT sudah terdeteksi
3-4 jam pasca kerusakan miokard dan masih tetap tinggi dalam serum
selama 1-3 minggu.
5) Pengukuran serial enzim jantung diukur setiap selama tiga hari pertama;
peningkatan bermakna jika nilainya 2 kali batas tertinggi nilai normal.
6) SGOT (Serum Glutamic Oxalo-acetic Transaminase)
Terdapat terutama di jantung, otot skelet, otak, hati dan ginjal. Dilepaskan
oleh sel otot miokard yang rusak atau mati. Meningkat dalam 8-36 jam dan
turun kembali menjadi normal setelah 3-4 hari.
c. Coronary Angiography
Coronary angiography merupakan pemeriksaan khusus dengan sinar X
pada jantung dan pembuluh darah. Sering dilakukan selama serangan untuk
menemukan letak sumbatan pada arteri koroner. Kateter dimasukkan melalui
arteri pada lengan atau paha menuju jantung. Prosedur ini dinamakan
kateterisasi jantung, yang merupakan bagian dari angiografi koroner Zat
kontras yang terlihat melalui sinar X diinjeksikan melalui ujung kateter pada
aliran darah. Zat kontras itu pemeriksa dapat mempelajari aliran darah yang
melewati pembuluh darah dan jantung.
Jika ditemukan sumbatan, tindakan lain yang dinamakan angioplasty,
dapat dilakukan untuk memulihkan aliran darah pada arteri tersebut. Kadang-
kadang akan ditempatkan stent (pipa kecil yang berpori) dalam arteri untuk
menjaga arteri tetap terbuka.
I. PENATALAKSANAAN
Prinsip umum :
a. mengembalikan aliran darah koroner dengan trombolitik/ PTCA primer untuk
menyelamatkan oto jantung dari infark miokard
b. Membatasi luasnya infark miokard
c. Mempertahankan fungsi jantung
d. memperlambat atau menghentikan progresifitas penyakit
e. Memperbaiki kualitas hidup dengan mengurangi frekuensi serangan
angina
f. Mengurangi atau mencegah infark miokard dan kematian mendadak.
Terapi Awal
Dalam 10 menit pertama harus selesai dilaksanakan adalah sebagai berikut:
a. Pemeriksaan klinis dan penilaian rekaman EKG 12 sadapan
b. Periksa enzim jantung CK/CKMB atau CKMB/cTnT
c. Oksigenasi: Langkah ini segera dilakukan karena dapat memperbaiki
kekurangan oksigen pada miokard yang mengalami cedera serta menurunkan
beratnya ST-elevasi. Ini dilakukan sampai dengan pasien stabil dengan level
oksigen 2–3 liter/ menit secara kanul hidung.
d. Nitrogliserin (NTG): Kontraindikasi bila TD sistolik < 90 mmHg), bradikardia
(< 50 kali/menit), takikardia. Mula-mula secara sublingual (SL) (0,3 – 0,6
mg), atau aerosol spray. Jika sakit dada tetap ada setelah 3x NTG setiap 5
menit dilanjutkan dengan drip intravena 5–10 ug/menit (jangan lebih 200
ug/menit ) dan tekanan darah sistolik jangan kurang dari 100 mmHg.
Manfaatnya ialah memperbaiki pengiriman oksigen ke miokard; menurunkan
kebutuhan oksigen di miokard; menurunkan beban awal (preload) sehingga
mengubah tegangan dinding ventrikel; dilatasi arteri koroner besar dan
memperbaiki aliran kolateral; serta menghambat agregasi platelet (masih
menjadi pertanyaan).
e. Morphine: Obat ini bermanfaat untuk mengurangi kecemasan dan kegelisahan;
mengurangi rasa sakit akibat iskemia; meningkatkan venous capacitance;
menurunkan tahanan pembuluh sistemik; serta nadi menurun dan tekanan
darah juga menurun, sehingga preload dan after load menurun, beban miokard
berkurang, pasien tenang tidak kesakitan. Dosis 2 – 4 mg intravena sambil
memperhatikan efek samping mual, bradikardi, dan depresi pernapasan. Dapat
diulang tiap 5 menit sampai dosis total 20 mg atau petidin 25-50 mg intravena
atau tramadol 25-50 mg iv.
f. Aspirin: harus diberikan kepada semua pasien sindrom koroner akut jika tidak
ada kontraindikasi (ulkus gaster, asma bronkial). Efeknya ialah menghambat
siklooksigenase –1 dalam platelet dan mencegah pembentukan tromboksan-
A2. Kedua hal tersebut menyebabkan agregasi platelet dan konstriksi arterial.
Dosis yang dianjurkan ialah 160–325 mg perhari, dan absorpsinya lebih baik
"chewable" dari pada tablet. Aspirin suppositoria (325 mg) dapat diberikan
pada pasien yang mual atau muntah.
g. Antitrombolitik lain: Clopidogrel, Ticlopidine: derivat tinopiridin ini
menghambat agregasi platelet, memperpanjang waktu perdarahan, dan
menurunkan viskositas darah dengan cara menghambat aksi ADP (adenosine
diphosphate) pada reseptor platelet., sehingga menurunkan kejadian iskemi.
Ticlopidin bermakna dalam menurunkan 46% kematian vaskular dan nonfatal
infark miokard. Dapat dikombinasi dengan Aspirin untuk prevensi trombosis
dan iskemia berulang pada pasien yang telah mengalami implantasi stent
koroner. Pada pemasangan stent koroner dapat memicu terjadinya trombosis,
tetapi dapat dicegah dengan pemberian Aspirin dosis rendah (100 mg/hari)
bersama Ticlopidine 2x 250 mg/hari. Colombo dkk. memperoleh hasil yang
baik dengan menurunnya risiko trombosis tersebut dari 4,5% menjadi 1,3%,
dan menurunnya komplikasi perdarahan dari 10–16% menjadi 0,2–5,5%21.
Namun, perlu diamati efek samping netropenia dan trombositopenia
(meskipun jarang) sampai dengan dapat terjadi purpura trombotik
trombositopenia sehingga perlu evaluasi hitung sel darah lengkap pada minggu
II – III. Clopidogrel sama efektifnya dengan Ticlopidine bila dikombinasi
dengan Aspirin, namun tidak ada korelasi dengan netropenia dan lebih rendah
komplikasi gastrointestinalnya bila dibanding Aspirin, meskipun tidak terlepas
dari adanya risiko perdarahan. Didapatkan setiap 1.000 pasien SKA yang
diberikan Clopidogrel, 6 orang membutuhkan tranfusi darah 17,22.
Clopidogrel 1 x 75 mg/hari peroral, cepat diabsorbsi dan mulai beraksi sebagai
antiplatelet agregasi dalam 2 jam setelah pemberian obat dan 40–60% inhibisi
dicapai dalam 3–7 hari. Penelitian CAPRIE (Clopidogrel vs ASA in Patients at
Risk of Ischemic Events ) menyimpulkan bahwa Clopidogrel secara bermakna
lebih efektif daripada ASA untuk pencegahan kejadian iskemi pembuluh darah
(IMA, stroke) pada aterosklerosis (Product Monograph New Plavix).
Terapi lanjutan (Reperfusi) : dilakukan oleh yang berkompeten dan dalam
pengawasan ketat di ICU
a. Trombolitik
Penelitian menunjukan bahwa secara garis besar semua obat trombolitik
bermanfaat. Trombolitik awal (kurang dari 6 jam) dengan strptokinase atau
tissue Plasminogen Activator (t-PA) telah terbukti secara bermakna
menghambat perluasan infark, menurunkan mortalitas dan memperbaiki fungsi
ventrikel kiri. Indikasi :
- Umur < 70 tahun
- Nyeri dada khas infark, lebih dari 20 menit dan tidak hilang dengan
pemberian nitrat.
- Elevasi ST lebih dari 1 mm sekurang-kurangnya pada 2 sadapan EKG
Saat ini ada beberapa macam obat trombolisis yaitu streptokinase,
urokinase, aktivator plasminogen jaringan yang direkombinasi (r-TPA) dan
anisolated plasminogen activator complex (ASPAC). Yang terdapat di
Indonesia hanya streptokinase dan r-TPA. R-TPA ini bekerja lebih spesifik
pada fibrin dibandingkan streptokinase dan waktu paruhnya lebih pendek.
Kontraindikasi :
- Perdarahan aktif organ dalam
- Perkiraan diseksi aorta
- Resusitasi kardio pulmonal yang berkepanjangan dan traumatik
- Trauma kepala yang baru atau adanya neoplasma intrakranial
- Diabetic hemorrhage retinopathy
- Kehamilan
- TD > 200/120 mmHg
- Telah mendapat streptokinase dalam jangka waktu 12 bulan
b. Antikoagulan dan antiplatelet
Beberapa hari setelah serangan IMA, terdapat peningkatan resiko untuk
terjadi tromboemboli dan reinfark sehingga perlu diberikan obat-obatan
pencegah. Heparin dan Aspirin referfusion trias menunjukkan bahwa heparin
(intravena) diberikan segera setelah trombolitik dapat mempertahankan
potensi dari arteri yang berhubungan dengan infark. Pada infus intravena
untuk orang dewasa heparin 20.000-40.000 unit dilarutkan dalam 1 liter
larutan glukosa 5% atau NaCl 0,9% dan diberikan dalam 24 jam. Untuk
mempercepat efek, dianjurkan menambahkan 500 unit intravena langsung
sebelumnya. Kecepatan infus berdasarkan pada nilai APTT (Activated Partial
Thromboplastin Time). Komplikasi perdarahan umumnya lebih jarang terjadi
dibandingkan dengan pemberian secara intermiten.
J. PENCEGAHAN
Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya sindrom
koroner akut, antara lain.
1. Melakukan olahraga dan aktivitas fisik lainnya secara teratur.
2. Menghentikan kebiasaan merokok.
3. Mengurangi makanan dan minuman yang kaya akan lemak dan gula.
K. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan secara teori menurut (Nursalam. (2016).
a. Riwayat
1) Data biografi berupa identitas pasien
2) Keluhan utama : biasanya pasien dengan sindrom koroner akut mengeluh
nyeri dada. Bila dijumpai pasien dengan nyeri dada akut perlu dipastikan
secara cepat dan tepat apakah pasien menderita infark miokard atau tidak.
Diagnosis yang terlambat atau salah, dalam jangka panjang dapat
menyebabkan konsekuensi yang berat. Nyeri dada tipikal (angina)
merupakan gejala kardinal pasien infark miokard. Dalam hal ini harus
mampu mengenal nyeri dada angina dan mampu membedakan dengan nyeri
dada lainnya, karena gejala ini merupakan petanda awal dalam pengelolaan
pasien infark miokard.
Keluhan nyeri dada harus diperjelas dengan melakukan anamnesa sifat
nyeri dada yaitu:
 lokasi: substernal, retrosternal, dan perikordial.
 sifat nyeri: rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda
berat, seperti ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir.
 penjalaran: biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah,
gigi, punggung/interskapula, perut, dan dapat juga ke lengan kanan.
 nyeri membaik atau hilang dengan istirahat, atau obat nitrat.
 faktor pencetus: latihan fisik, stress emosi, udara dingin
 durasi: lebih dari 30 menit atau berapa lama?
 onset: tiba – tiba, baru pertama kali atau sudah berulang.
3) Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin, dan
lemas. Gejala yang tidak tipikal seperti rasa lelah yang tidak jelas, nafas
pendek, rasa tidak nyaman di epigastrium atau mual dan muntah dapat
terjadi, terutama pada wanita, penderita diabetes dan pasien lanjut usia.
Kecurigaan harus lebih besar pada pasien dengan faktor risiko
kardiovaskular multipel dengan tujuan agar tidak terjadi kesalahan
diagnosis.
4) Riwayat kesehatan masa lalu
Riwayat penyakit dahulu akan sangat mendukung kelengkapan data kondisi
saat ini. Data ini diperoleh dengan mengkaji apakah klien pernah menderita
nyeri dada, hipertensi, diabetes melitus, atau hiperlipidemia. Tanyakan
mengenai obat-obatan yang biasa diminum oleh pasien pada masa yang lalu
yang masih relevan dengan obat-obatan anti angina seperti nitrat dan
penhambat beta serta obat-obatan antihipertensi. Catat adanya efek samping
yang terjadi dimasa lalu, alergi obat dan reaksi alergi yang timbul.
Seringkali pasien menafsirkan reaksi alergi sebagai efek samping obat.
5) Riwayat penyakit keluarga
Perawat senantiasa harus menanyakan tentang penyakit yang pernah
dialami keluarga, anggota keluarga yang meninggaldan penyebab kematian.
Penyakit jantung iskemik pada orang tua yang timbulnya pada usia muda
merupakan faktor risiko utama terjadinya penyakit jantung iskemik pada
keturunannya.
6) Riwayat Psikososial
 Perawat perlu menanyakan kebiasaan sosial dengan menanyakan pola
hidup misalnya minum alkohol atau obat tertentu. Keiasaan merokok
dikaji dengan menanyakan kebiasaan merokok sudah berapa lama,
berapa batang perhari, dan jenis rokok.
 Dalam mengajukan pertanyaan pada pasien, hendaknya perhatikan
kondisi klien. Bila pasien dalam keadaan kritis, maka pertanyaan yang
diajukan adalah pertanyaan tertutup atau pertanyaan yang dapat dijawab
dengan gerakan tubuh seperti mengangguk atau menggelengkan kepala.
 Perubahan integritas ego yang perlu dikaji dalam hal ini adalah pasien
menolak, menyangkal, cemas, gelisah, marah atau fokus pada diri
sendiri.
 Perubahan interaksi sosial yang dialami pasien terjadi karena stress yang
dialami pasien dari berbagai aspek seperti keluarga, pekerjaan, kesulitan
biaya ekonomi atau kesulitan koping dengan stresor yang ada.
Pengkajian Level pertama
7)Fungsi Fisiologis
Fungsi fisiologi berhubungan dengan struktur tubuh dan fungsinya. Dalam
hal ini bisa diterapkan konsep model adaptasi Sister Calista Roy yang
mengidentifikasi sembilan kebutuhan dasar fisiologis yang harus dipenuhi
untuk mempertahankan integritas, yang dibagi menjadi dua bagian, mode
fungsi fisiologis tingkat dasar yang terdiri dari 5 kebutuhan dan fungsi
fisiologis dengan proses yang kompleks terdiri dari 4 bagian yaitu :
a) Oksigenasi
Kebutuhan tubuh terhadap oksigen dan prosesnya, yaitu ventilasi,
pertukaran gas dan transpor gas.
- Sirkulasi Perifer :
Frekuensi nadi, bagaimana irama dan denyutannya, tekanan darah,
temperatur ekstremitas, warna kulit, waktu pengisian kapiler (CRT).
- Sirkulasi Jantung:
Kecepatan denyut jantung, irama jantung, kelainan bunyi jantung
seperti mur-mur, gallop, keluhan yang dirasakan.
- Sistem Pernafasan :
Keluhan- keluhan pasien sesak nafas, nyeri dada, ada atau tidaknya
retraksi dinding dada saat bernafas, ekspansi paru, irama pernafasan,
penggunaan alat bantu pernafasan.
b) Nutrisi
Mulai dari proses ingesti dan asimilasi makanan untuk mempertahankan
fungsi, meningkatkan pertumbuhan dan mengganti jaringan yang injuri.
eperti keluhan pasien tentang nafsu makan yang menurun, adanya rasa
mual, warna konjungtiva, data antropometri seperti TB dan BB, jumlah
porsi makanan yang dihabiskan, data penunjang seperti Hemoglobin.
c) Eliminasi
Yaitu ekskresi hasil dari metabolisme dari instestinal dan ginjal. Keluhan
pasien tentang BAK dan BAB, adanya gangguan yang dirasakan.
d) Aktivitas dan istirahat
Kebutuhan keseimbangan aktivitas fisik dan istirahat yang digunakan
untuk mengoptimalkan fungsi fisiologis dalam memperbaiki dan
memulihkan semua komponen-komponen tubuh. Menggambarkan pola
latihan,aktivitas,fungsi pernafasan dan sirkulasi, pentingnya
latihan/gerak dalam keadaan sehat dan sakit, gerak tubuh.
Subjektif :
Rasa lemah, cepat lelah, aktivitas berat timbul sesak (nafas pendek), sulit
tidur, demam, menggigil, berkeringat pada malam hari.
Objektif :
Takikardia, takipnea/dispnea saat kerja, irritable, sesak.
e) Proteksi
Sebagai dasar defens tubuh termasuk proses imunitas dan struktur
integumen ( kulit, rambut dan kuku) dimana hal ini penting sebagai
fungsi proteksi dari infeksi, trauma dan perubahan suhu.
f) Sensasi
Penglihatan, pendengaran, perkataan, rasa dan bau memungkinkan
seseorang berinteraksi dengan lingkungan . Sensasi nyeri penting
dipertimbangkan dalam pengkajian perasaan.
g) Cairan dan elektrolit
Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalamnya termasuk air, elektrolit,
asam basa dalam seluler, ekstrasel dan fungsi sistemik. Sebaliknya
inefektif fungsi sistem fisiologis dapat menyebabkan ketidakseimbangan
elektrolit. Menggambarkan adanya keluhan mual muntah, asupan cairan
tiap hari, adanya edema, keringat pada malam hari, data penunjang
Laboratorium: seperti Ureum, Kreatinin, Na, K, Cl.
h) Fungsi neurologi
Hubungan-hubungan neurologis merupakan bagian integral dari
regulator koping mekanisme seseorang. Mereka mempunyai fungsi
untuk mengendalikan dan mengkoordinasi pergerakan tubuh, kesadaran
dan proses emosi kognitif yang baik untuk mengatur aktivitas organ-
organ tubuh. Tingkat kesadaran, status kognitif, koordinasi dan kontrol
gerakan tubuh, fungsi sensorik dan motorik .
i) Fungsi endokrin
Aksi endokrin adalah pengeluaran horman sesuai dengan fungsi
neurologis, untuk menyatukan dan mengkoordinasi fungsi tubuh.
Aktivitas endokrin mempunyai peran yang signifikan dalam respon
stress dan merupakan dari regulator koping mekanisme. Adanya riwayat
penyakit keluarga seperti DM, keluhan-keluhan pada sistem endokrin.
8) Mode Konsep diri
Mode konsep diri berhubungan dengan psikososial dengan penekanan
spesifik pada aspek psikososial dan spiritual manusia. Kebutuhan dari
konsep diri ini berhubungan dengan integritas psikis antara lain persepsi,
aktivitas mental dan ekspresi perasaan. Konsep diri menurut Roy terdiri
dari dua komponen yaitu the physical self dan the personal self.
a) The physical self, yaitu bagaimana seseorang memandang dirinya
berhubungan dengan sensasi tubuhnya dan gambaran tubuhnya.
Kesulitan pada area ini sering terlihat pada saat merasa kehilangan,
seperti setelah operasi, amputasi atau hilang kemampuan seksualitas.
b) The personal self, yaitu berkaitan dengan konsistensi diri, ideal diri,
moral- etik dan spiritual diri orang tersebut. Perasaan cemas, hilangnya
kekuatan atau takut merupakan hal yang berat dalam area ini.
9) Mode fungsi peran
Mode fungsi peran mengenal pola – pola interaksi sosial seseorang dalam
hubungannya dengan orang lain, yang dicerminkan dalam peran primer,
sekunder dan tersier. Fokusnya pada bagaimana seseorang dapat
memerankan dirinya dimasyarakat sesuai kedudukannya .
10) Interdependen
Fokusnya adalah interaksi untuk saling memberi dan menerima cinta/ kasih
sayang, perhatian dan saling menghargai. Interdependensi yaitu
keseimbangan antara ketergantungan dan kemandirian dalam menerima
sesuatu untuk dirinya. Ketergantungan ditunjukkan dengan kemampuan
untuk afiliasi dengan orang lain. Kemandirian ditunjukkan oleh
kemampuan berinisiatif untuk melakukan tindakan bagi dirinya.
Interdependensi dapat dilihat dari keseimbangan antara dua nilai ekstrim,
yaitu memberi dan menerima.
Pengkajian Level Kedua
1) Stimulus Fokal
Stimuli focal merupakan perubahan perilaku yang dapat diobservasi. Pada
pengkajian ini, pada pasien SKA mengalami penyumbatan koroner akibat
proses aterosklerosis dan pembentukan trombus menyebabkan pasien
mengeluh nyeri dada. Adanya riwayat hypertensi lama yang dialami akan
mencetuskan gangguan pembuluh darah koroner dimana telah terjadi infark
pada otot miokardium.
2) Stimulus Kontekstual
Stimuli kontekstual ini berkontribusi terhadap penyebab terjadinya perilaku
atau presipitasi oleh stimulus focal.
3) Stimulus Residual
Pada tahap ini yang mempengaruhi adalah pengalaman masa lalu. Helson
dalam Roy, menjelaskan bahwa beberapa faktor dari pengalaman lalu
relevan dalam menjelaskan bagaimana keadaan saat ini. Sikap, budaya,
karakter adalah faktor residual yang sulit diukur dan memberikan efek pada
situasi sekarang. Pada kasus SKA misalnya adanya riwayat keluarga dan
pasien menderita hipertensi dalam waktu yang sudah cukup lama disertai
riwayat merokok 2-3 bungkus perhari sehingga memudahkan munculnya
masalah gangguan pembuluh darah koroner.
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien dengan sindrom koroner akut dilakukan dengan
tekhnik inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Sebagian besar pasien cemas
dan tidak bisa tenang (gelisah). Seringkali ekstremitas pucat disertai keringat
dingin. Kombinasi nyeri dada substernal >30 menit dan banyak keringat
dicurigai kuat adanya SKA. Sekitar seperempat pasien infark anterior
mempunyai manifestasi hiperaktivitas saraf simpatis (takikardia dan/atau
hipotensi). Tanda fisis lain pada disfungsi ventrikular adalah S4 dan S3 gallop,
penurunan intesitas bunyi jantung pertama dan split paradoksikal bunyi
jantung kedua. Dapat ditemukan murmur midsistolik atau late sistolik apikal
yang bersifat sementara karena disfungsi aparatus katup mitral dan pericardial
friction rub. Peningkatan suhu sampai 380C dapat dijumpai dalam minggu
pertama pasca STEMI.
1) Tampilan Umum
Pasien tampak pucat, berkeringat, dan gelisah akibat aktivitas simpatis
berlebihan. Pasien juga tampak sesak. Demam derajat sedang (< 380 C)
bisa timbul setelah 12-24 jam pasca infark.
2) Denyut Nadi dan Tekanan Darah
Sinus takikardi (100-120 x/mnt) terjadi pada sepertiga pasien, biasanya
akan melambat dengan pemberian analgesic yang adekuat.
Denyut jantung yang rendah mengindikasikan adanya sinus tau blok
jantung sebagai komplikasi dari infark. Peningkatan tekanan darah moderat
merupakan akibat dari pelepasan kotekolamin. Sedangkan jika terjadi
hipotensi maka hal tersebut merupakan akibat dari aktivitas vagus berlebih,
dehidrasi, infark ventrikel kanan, atau tanda dari syok kardiogenik.
3) Pemeriksaan jantung
Terdangar bunyi jantung S4 dan S3 , atau mur-mur. Bunyi gesekan perikard
jarang terdengar hingga hari kedua atau ketiga atau lebih lama lagi (hingga
6 minggu) sebagai gambatan dari sindrom Dressler.
4) Pemeriksaan paru
Ronkhi akhir pernafasan bisa terdengar, walaupun mungkin tidak terdapat
gambaran edema paru pada radiografi. Jika terdapat edema paru, maka hal
itu merupakan komplikasi infark luas, biasanya anterior.
c. Uji Diagnostik
Dengan pemeriksaan EKG, Laboraturium, biomarker kerusakan jantung dan
coronary angiography.
L. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang biasanya muncul pada sindrom koroner akut antara
lain :
a. Nyeri dada b.d. ketidakseimbangan suplay darah dan oksigen dengan
kebutuhan miokardium akibat sekunder dari penurunan suplay darah ke
miokardium, peningkatan produksi asam laktat.
b. Aktual/risiko tinggi penurunan curah jantung yang berhubungan dengan
perubahan frekuensi, irama, konduksi elektrikal.
c. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d iskemik, kerusakan otot jantung,
penyempitan/penyumbatan pembuluh darah arteri koronaria.
d. Gangguan pertukaran gas b.d gangguan aliran darah ke alveoli atau kegagalan
utama paru, perubahan membran alveolar-kapiler.
e. Intoleransi aktivitas b.d penurunan perfusi perifer akibat sekunder dari
ketidakseimbangan suplay oksigen dengan kebutuhan miokardium.
f. Cemas b.d ancaman aktual terhadap integritas biologis.
g. Kurang pengetahuan b/d kurang informasi tentang penyakit/ implikasi
penyakit jantung.
DAFTAR PUSTAKA

Wilkinson, J, 2016, Buku Saku Diagnosis Keperawatan Dengan intervensi NIC dan
kriteria hasil NOC, alih bahasa Widyawati, editor Eny M. Edisi ke-7 Jakarta ; EGC
Udijanti, 2019, Keperawatan Kardiovaskuler, Jakarta ; Salemba Medika

Nursalam. (2016). Proses Dan Dokumentasi Keperawatan Konsep Dan Praktik.


Jakarta: Salemba Medika.

Oktavianus dan Sari.(2017). Asuhan Keperawatan Pada Sistem Kardiovaskuler


Biasa. Yogyakarta: Graha Ilmu

Perry & potter. (2016). Buku Ajar Fundamental Keperawatan, Edisi 4. Jakarta:EGC

Wasid. (2017). Tinjauan Pustaka Konsep Baru Penanganan Sindrom Koroner Akut.
Jakarta

Wilkinson, M. Judith. (2016). NANDA, NOC and NIC Linkages, Nursing diagnosis,
outcomes and intervention, edisi ke-dua, Philadelphia: Mosby Elsevier.

Zimetbaum PJ, Josephson ME.(2016). Use of the electrocardiogram in acute


myocardial infarction. N Engl J Med; 348: 934-935

Anda mungkin juga menyukai