Anda di halaman 1dari 32

Qodirun alal kasbi merupakan ciri lain yang harus ada pada diri seorang

muslim. Ini merupakan sesuatu yang amat diperlukan.


Mempertahankan kebenaran dan berjuang menegakkannya baru bisa
dilaksanakan manakala seseorang memiliki kemandirian terutama dari
segi ekonomi. Tak sedikit seseorang mengorbankan prinsip yang telah
dianutnya karena tidak memiliki kemandirian dari segi ekonomi. Karena
pribadi muslim tidaklah mesti miskin, seorang muslim boleh saja kaya
bahkan memang harus kaya agar dia bisa menunaikan ibadah haji dan
umroh, zakat, infaq, shadaqah dan mempersiapkan masa depan yang
baik. Oleh karena itu perintah mencari nafkah amat banyak di dalam Al
Qur’an maupun hadits dan hal itu memiliki keutamaan yang sangat
tinggi.Dalam kaitan menciptakan kemandirian inilah seorang muslim
amat dituntut memiliki keahlian apa saja yang baik. Keahliannya itu
menjadi sebab baginya mendapat rizki dari Allah SWT. Rezeki yang
telah Allah sediakan harus diambil dan untuk mengambilnya diperlukan
skill atau ketrampilan.

Memiliki kemampuan usaha sendiri atau yang juga disebut dengan


mandiri (qodirun alal kasbi) merupakan ciri lain yang harus ada pada
seorang muslim. Ini merupakan sesuatu yang amat diperlukan.
Mempertahankan kebenaran dan berjuang menegakkannya baru bisa
dilaksanakan manakala seseorang memiliki kemandirian, terutama dari
segi ekonomi. Tak sedikit seseorang mengorbankan prinsip yang telah
dianutnya karena tidak memiliki kemandirian dari segi ekonomi. Karena
itu pribadi muslim tidaklah mesti miskin, seorang muslim boleh saja
kaya raya bahkan memang harus kaya agar dia bisa menunaikan haji
dan umroh, zakat, infaq, shadaqah, dan mempersiapkan masa depan
yang baik. Oleh karena itu perintah mencari nafkah amat banyak di
dalam Al-Qur’an maupun hadits dan hal itu memilik keutamaan yang
sangat tinggi.

Dalam kaitan menciptakan kemandirian inilah seorang muslim amat


dituntut memiliki keahlian apa saja yang baik, agar dengan keahliannya
itu menjadi sebab baginya mendapat rizki dari Allah Swt, karena rizki
yang telah Allah sediakan harus diambil dan mengambilnya
memerlukan skill atau ketrampilan.

Aplikasi dari qodirun alal kasbi yang dapat diperaktikkan dalam


kehidupan sehari-hari, antara lain:

1) Bekerja dan berpenghasilan;


2) Tidak berambisi menjadi pegawai negeri;
3) Mengutamakan spesialisasi langka yang penting dan dinamis;
4) Berusaha memiliki spesialisasi;
5) Ekonomis dalam nafkah ;
6) Mengutamakan produk umat Islam;
7) Tidak membelanjakan harta kepada non muslim;
8) Bersemangat untuk memperbaiki kualitas produk dengan harga
sesuai

D. QADIRUN ‘ALAL KASBI


1-Menjauhi sumber penghasilan haram;
2-Menjauhi riba;
3-Menjauhi judi dengan segala macamnya;
4-Menjauhi tindak penipuan;
5-Membayar zakat;
6-Menabung, meskipun sedikit;
7-Tidak menunda dalam melaksanakan hak orang lain;
8-Menjaga kepemilikan umum;
9-Menjaga kepemilikan khusus

Qodirun ‘alal Kasbi (Independent)


Memiliki kemampuan usaha sendiri atau yang juga disebut dengan
mandiri (qodirun alal kasbi) merupakan ciri lain yang harus ada pada
seorang muslim. Ini merupakan sesuatu yang amat diperlukan.
Mempertahankan kebenaran dan berjuang menegakkannya baru bisa
dilaksanakan manakala seseorang memiliki kemandirian, terutama dari
segi ekonomi. Tak sedikit seseorang mengorbankan prinsip yang telah
dianutnya karena tidak memiliki kemandirian dari segi ekonomi. Karena
itu pribadi muslim tidaklah mesti miskin, seorang muslim boleh saja
kaya raya bahkan memang harus kaya agar dia bisa menunaikan haji
dan umroh, zakat, infaq, shadaqah, dan mempersiapkan masa depan
yang baik. Oleh karena itu perintah mencari nafkah amat banyak di
dalam Al-Qur’an maupun hadits dan hal itu memilik keutamaan yang
sangat tinggi.
Dalam kaitan menciptakan kemandirian inilah seorang muslim amat
dituntut memiliki keahlian apa saja yang baik, agar dengan keahliannya
itu menjadi sebab baginya mendapat rizki dari Allah Swt, karena rizki
yang telah Allah sediakan harus diambil dan mengambilnya
memerlukan skill atau ketrampilan.
Aplikasi dari qodirun alal kasbi yang dapat diperaktikkan dalam
kehidupan sehari-hari, antara lain:
1) Bekerja dan berpenghasilan;
2) Tidak berambisi menjadi pegawai negeri;
3) Mengutamakan spesialisasi langka yang penting dan dinamis;
4) Berusaha memiliki spesialisasi;
5) Ekonomis dalam nafkah ;
6) Mengutamakan produk umat Islam;
7) Tidak membelanjakan harta kepada non muslim;
8) Bersemangat untuk memperbaiki kualitas produk dengan harga
sesuai

Islam Vs Kemalasan

Islam adalah agama yang mengajarkan semangat bekerja. Inilah


sebagian bukti bahwa Islam mengajarkan umat manusia untuk
senantiasa bersemangat dan tidak bermalas-malas.

Islam adalah agama yang kaffah. Dalam Islam, semua persoalan


hidup manusia sudah diatur dan diberikan solusi yang mengandung
ajaran kebenaran bagi kehidupan seluruh umat manusia. Dan tidak
akan pernah bertentangan dengan penemuan dan teori penemuan
manusia yang paling mutakhir. Islam sejak jauh hari lebih maju dan
tidak pernah ketinggalan zaman dari semua kemajuan yang pernah
dicapai umat manusia, sampai kapan pun.

Bagaimana Islam melihat fenomena kemalasan dalam diri manusia?


Islam sejak lama memberikan “rambu-rambu lampu kuning” untuk
masalah ini. Islam memberikan perhatikan besar. Contoh, doa agar
terbebas dari kemiskinan , kefakiran dan lilitan utang: “Aku
berlindung kepada Engkau dari lemah dan malas...” (HR. Abu
Dawud). Ternyata, isi doa ini bukanlah “secara spesifik” agar diberi
pekerjaan, rezeki melimpah, hasil pekerjaannya melimpah, uang
banyak. Ternyata tidak. Tetapi kita dituntun untuk berdoa agar
terbebas dari kemalasan.
Dalam doa-doa lain, misalnya doa minta kekayaan, adakah
redaksinya: ”Ya Allah, berilah hamba uang.” Tidak ada yang
demikian. Tetapi dalam hal ini Islam mengajarkan kita untuk
berkonsentrasi penuh dalam wilayah sebab, dengan doa yang
intinya permohonan agar terbebas dari kemalasan.
Benarlah pola retorika yang diajarkan Islam. Pertama mengajari
kita membentuk pola pikir tidak istan. Artinya, Islam mengajarkan
untuk bersabar dan mengikuti aturan yang mensyaratkan bagi
keberhasilan. Berarti kita sebenarnya dilarang meminta akibat.
Akan tetapi secara menahan diri dituntun untuk setiti agar lebih
dahulu menyempurnakan proses atau penyebab keberhasilan.
Bukankah sebab akan membentuk akibat? Jika sebabnya baik,
akibatnya juga baik, dan sebaliknya. Jika prosesnya baik, hasilnya
juga memuaskan.
Dalam lingkup lebih luas, tengok kembali Ummul Kitab, QS. Al-
Fatihah yang menjadi conclusionisi Al-Quran. Dalam QS Al-Fatihah,
manusia dituntun oleh Allah bukan untuk minta kebahagiaan
secara langsung, atau meminta surga. Tetapi redaksinya:
Ihdinashshiraathal mustaqiim ….. Yakni permintaan agar “diberikan
jalan lurus dan dihindarkan dari jalan mereka yang dimurkai dan
bukan (pula jalan) mereka yang sesat.” Apakah jalan itu sebuah
tujuan? Bukan. Jalan berarti proses yang harus dilewati untuk
mengantarkan seseorang ke tujuan tertentu. So, jalan di sini kita
maknai bukan pada wilayah akibat. Jalan merupakan sebab untuk
mendapatkan kebahagiaan.
Begitu luar biasanya ajaran Islam. Ajarannnya tidak hanya terang-
terangan menunjukkan kebenaran, tetapi mengajak kita untuk
secara kritis dan kreatif berpikir di balik ungkapan-ungkapan
firman-Nya yang maha benar. Sehingga untuk konteks ini, kita akan
terbebas dari cara berpikir instan. Yakni hanya melulu aspek akibat
saja, akan tetapi mengajak kita masuk ke dalam aspek sebab.
Sehingga energi yang kita keluarkan tidak hanya terfokus dan
terkuras ke target atau hasil, melainkan penyempurnaan proses
menjadi urgen dan keharusan. Ternyata inilah inti bahwa proses
jauh lebih penting daripada hasil.
Wilayah sebab dapat kita raih dan sempurnakan dengan semangat
melakukan aksi terbaik agar tercapai tujuan. Islam adalah agama
yang mengajarkan semangat bekerja. Inilah sebagian bukti bahwa
Islam mengajarkan umat manusia untuk senantiasa bersemangat
dan tidak bermalas-malas. Dalam sebuah hadis dinyatakan,
“Allah Subhanahu wa ta’ ala mencela sikap lemah, tidak bersungguh-
sungguh, tetapi kamu harus memiliki sikap cerdas dan cekatan,
namun jika kamu tetap terkalahkan oleh suatu perkara, maka kamu
berucap, ‘Cukuplah Allah menjadi penolongku, dan Allah sebaik-baik
pelindung’.” (HR. Abu Dawud, hadis ini dinilai lemah oleh Al-Albani)
Inilah salah satu bukti bahwa Islam agama yang menekankan
semangat dalam menjalani kehidupan. Nabi Muhammad Shallallahu
‘alaihi wa sallam sebagai panutan dan teladan paling sempurna
yang diturunkan Allah untuk umat manusia, beliau mencontohkan
dalam hidupnya semangat menjalani hidup. Tidak ada satu pun
aktivitas Nabi bermalas-malasan. Meski beliau ditugasi oleh
Allah Subhanahu wa ta’ ala untuk menyebarkan agama ke muka
bumi, tetapi beliau tidak meninggalkan bekerja. Beliau tetap
bekerja untuk mencukupi kebutuhan keluarga, karena beliau
mempunyai keluarga.
Hendaknya kita sebagai umat Islam meneladani kehidupan Nabi
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sangat jauh dari
bermalas-malasan. Tetap mengobarkan semangat menjalani
kehidupan. Konsep semangat adalah bahwa manusia diciptakan
dan dalam “kesemangatan” untuk kehidupan di dunia maupun
akhirat. Allah Subhanahu wa ta’ ala pun lebih menyukai orang kuat
daripada orang lemah. Orang malas simbol orang lemah: lemah
agamanya, lemah ekonominya, lemah pendidikannya, lemah tali
silaturahimnya, lemah kekuasaannya. Bukankah ujung semua
kelemahan itu adalah kemalasan seseorang untuk berusaha dan
bekerja agar bisa menjadi kuat? Untuk itu sebenarnya kemalasan
dapat kita pahami merupakan sikap yang dibenci Allah,
sebagaimana disabdakan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi
wa sallam. Dari sahabat Abu Hurairah, Rasulullah
bersabda, “Mukmin yang kuat lebih dicintai Allah daripada mukmin
yang lemah, dan masing-masing memiliki kebaikan.
Bersemangatlah terhadap hal-hal yang bermanfaat bagimu dan
mohonlah pertolongan kepada Allah dan jangan merasa malas, dan
apabila engkau ditimpa sesuatu maka katakanlah, ‘Qodarulloh wa
maa syaa’a fa’al,’ Telah ditakdirkan oleh Allah dan apa yang Dia
kehendaki pasti terjadi.” (HR. Muslim)
[Majalah Cetak Pengusaha Muslim Indonesia]

Perintah Kewajiban Bekerja

Dalil–dalil tentang kewajiban bekerja dan berusaha


Perintah bekerja telah Allah wajibkan semenjak nabi yang pertama,
Adam Alaihi Salam sampai nabi yang terakhir, Muhammmad SAW .
Perintah ini tetap berlaku kepada semua orang tanpa membeda-
bedakan pangkat, status dan jabatan seseorang. Berikut ini akan di
nukilkan beberapa dalil dari Al-Qur”an dan Sunnah tentang
kewajiban bekerja.
Dalil dari Al-Qur”an
¨ “Kami telah membuat waktu siang untuk mengusahakan kehidupan
(bekerja).” (QS. Naba” : 11)
¨ “Kami telah menjadikan untukmu semua didalam bumi itu sebagai
lapangan mengusahakan kehidupan (bekerja) ; Tetapi sedikit sekali
diantaramu yang bersyukur.” (QS. A”raf : 10)
¨ ” Apabila telah ditunaikan sholat, maka bertebaranlah kamu di
muka bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah sebanyak-
banyaknya supaya kamu beruntung.” (QS. Al-Jum”ah : 10)
¨ ” Dialah yang menjadikan bumi ini mudah bagimu, maka
berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rizki-
Nya. Dan hanya kepada-Nyalah kamu (kembali setelah)
dibangkitkan.” (QS. Al-Mulk : 15)
¨ ” … dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian
karunia Allah (bekerja); dan orang-orang yang lain lagi berperang di
jalan Allah….” (QS. Al-Muzzammil : 20)
Islam akan membukakan pintu kerja bagi setiap muslim agar ia
dapat memilih pekerjaan yang sesuai dengan minatnya dan
kemampuannnya. Namun demikian masih banyak orang yang
ennggan untuk bekerja dan berusaha dengan alasan bertawakal
kepada Allah SWT serta menunggu-nunggu rizki dari langit. Mereka
telah salah memahami ajaran Islam. Pasrah pada Allah tidak berarti
meninggalkan amal berupa bekerja. Seperti yang pernah Rasulullah
katakan : Semaikanlah benih, kemudian mohonkanlah buah dari
Rabbmu.”
Allah memang telah berjanji akan memberikan rizki kepada semua
makhluq-Nya. Akan tetapi janji ini tidak dengan “cek kosong”,
seseorang akan mendapatkan rizki kalau ia mau berusaha, berjalan
dan bertebaran di penjuru-penjuru bumi. Karena Allah
menciptakan bumi dan seisinya untuk kemakmuran manusia. Siapa
yang mau berusaha dan bekerja ialah yang akan mendapat rizki dan
rahmat dari Allah.
Dalil dari Al-Hadits
Rasulullah bersabda, :
¨ ” Pekerjaan terbaik adalah usahanya seseorang dengan tangannya
sendiri dan semua jual-beli itu baik.” (HR. Ahmad, Baihaqi dll)
¨ ” sebaik-baik pekerjaan ialah usahanya seseorang pekerja apabila
ia berbuat sebaik-baiknya (propesional).” (HR. Ahmad)
¨ ” Sesungguhnya apabila seseorang diantara kamu semua itu
mengambil tambangnya kemudian mencari kayu bakar dan
diletakkan diatas punggungnya, hal itu adalah lebih baik dari pada
ia mendatangi seseorang yang telah dikarunai oleh Allah dari
keutamaan-Nya, kemudian meminta-minta dari kawannya,
adakalanya diberi dan ada kalanya ditolak.” (HR. Bukhari dan
Muslim).
¨ “…kalau ada seeorang keluar dari rumahnya untuk bekerja guna
membiaya anaknya yang masih kecil, maka ia telah berusaha
Fisabilillah. Jikalau ia bekerja untuk dirirnya sendiri agar tidak
sampai meminta-minta pada orang lain, itupun Fisabilillah. Tetapi
apabila ia bekerja untuk pamer atau untuk bermegah-megahan,
maka itulah Fisabili Syaithan atau karena mengikutu jalan
Syaithan.” (HR. Thabrani)
¨ ” sesungguhnya Allah itu telah menjadikan rizkiku terletak dibawah
tombakku.” (HR. Ahmad)
¨ ” Burung berangkat pagi hari dengan perut kosong dan kembali
sore hari dengan perut penuh makanan.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu
Majah)
¨ “Keadaan yang paling aku senangi setelah berjihad di jalan Allah
adalah maut datang menjemputku ketika aku sedang mencari
karunia Allah (bekerja).” (HR. Sa”id bin Manshur dalam sunannya)
¨ “Tidak seorang Rasul pun diutus Allah kecuali ia bekerja sebagai
penggembala domba. Para sahabat bertanya, “bagaimana dengan
dirimu, wahai Rasulullah ? Beliau menjawab, ” Ya, saya dulu
menggembala domba di lapangan untuk penduduk Makkah.” (HR.
Bukhari).
Dengan teramat jelas dan gamblang betapa Allah dan Rasul-Nya
memerintahkan seseorang untuk bekerja. Bekerja adalah sebuah
ibadah yang disejajarkan dengan amalan fisabilillah, bekerja bukan
hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup diri dan keluarga tapi ia
sebagai manesfesto penghambaan dan ketaatan seseorang kepada
Allah dan Rasul-Nya.
Rasulullah sebagai seorang tauladan selalau memberikan motivasi
kepada semua sahabatnya untuk selalu giat dan tekun dalam
bekerja, simak saja penuturan beliau berikut ini :
” Pedagang yang lurus dan jujur kelak akan tinggal bersama para
nabi, siddiqin, dan syuhada”,” (HR. Tirmidzi dan Al Hakim). Nasihat
ini beliau peruntukkan untuk sahabatnya yang mempunyai
pekerjaan sebgai pedagang (wirausahawan). Sedangkan untuk
mereka yang bekerja sebagai petani dan tukang kebun, beliau
bersabda :
” Setiap muslim yang menanam satu tanaman atau menyemai satu
semaian lalu (buahnya) dimakan oleh manusia atau binatang, maka
ia itu dianggap telah bersedekah.” (HR. Bukhari)

Dalam satu bahasan psikologi malas itu diartikan sebagai


keengganan seseorang untuk melakukan sesuatu yang seharusnya
atau sebaiknya dia lakukan.
Wujudnya bisa bermacam-macam. Diantaranya adalah menolak
tugas, tidak disiplin, tidak tekun, suka menunda sesuatu,
mengalihkan diri dari kewajiban, dan selalu mencari alasan-alasan
pembenaran. Tentu saja, sikap seperti itu merupakan perilaku
negatif yang sangat merugikan, baik masa kini lebih-lebih masa
depan.
Pertanyannya, mengapa malas itu hadir? Ada banyak sebab. Meski
pada prinsipnya malas juga bagian dari sifat bawaan manusia.
Tetapi, dalam hal ini kita tetap perlu mengetahui, mengapa malas
itu hadir.
Pertama, malas hadir karena hati kita lebih tertarik pada hal-hal
yang mengasyikkan atau melenakan. Seperti tidur saat Shubuh, itu
kan enak dalam pengertian malas. Kemudian main gad-get, itu kan
asyik dan melenakan, sehingga tanpa terasa seseorang tanpa sadar
dan penyesalan kehilangan waktu.
Kedua, malas hadir karena belum adanya kesungguhan hati untuk
berkomitmen mendisiplinkan diri, baik dalam hal waktu, tugas,
maupun ibadah. Kalau seseorang tidak benar-benar mengikrarkan
diri dan berusaha mati-matian untuk disiplin alias tidak malas,
sampai kapanpun malas akan mudah menyerang.
Ketiga, faktor pergaulan. Bagaimana kita mau disiplin belajar,
ibadah dan mengerjakan tugas sekolah, kalau kita bergaulnya sama
orang-orang yang malas, suka hura-hura dan sebagainya.

Mengusir Malas
Kalau begitu bagaimana cara mengusir malas? Secara teori baik
dalam tinjauan psikologis dan motivasi banyak cara. Tetapi, coba
deh resep yang disampaikan oleh Nabi Muhammad Shallallahu
‘Alayhi Wasallam.
Pertama, memahami konsep waktu. “Jika kamu berada di sore hari
jangan tunggu pagi hari dan jika kamu berada di pagi hari jangan
tunggu sore hari, gunakanlah waktu sehatmu untuk (persiapan saat)
sakitmu dan kehidupanmu untuk kematianmu.” (HR. Imam Bukhari).
Pahami benar pentingnya waktu. Kalau ada hal paling misteri di
muka bumi ini, itulah waktu. Mengapa kita tidak boleh menunda
apalagi malas, karena waktu tak ada yang bisa jamin. Dan, boleh
jadi saat kita menunda suatu pekerjaan pada suatu waktu, eh
ternyata kala waktu itu tiba, datang kesibukan lainnya. Akhirnya
apa? Ya ujung-ujungnya, semua gak ada yang terlaksana. Jatuh deh
kredibilitas diri kita.
Oleh karena itu, kita harus benar-benar memahami konsep waktu
ini dengan baik. Sebab waktu tak akan pernah bisa kembali. Itulah
mengapa Imam Ghazali mengatakan yang terjauh dari hidup kita itu
adalah waktu.
Kedua, milikilah mental bersegera dalam kebaikan dan ampunan-
Nya. Setelah memahami pentingnya waktu, ikutilah perintah Allah
Ta’ala untuk kita bersegera dalam kebaikan dan ampunan Allah
Ta’ala. Ya, kalau dengar adzan, berjuanglah untuk bisa sholat tepat
waktu, syukur berjama’ah ke masjid.
Ketiga, berdoalah kepada Allah Ta’ala. Trik dan tips apapun tidak
akan benar-benar menyelamatkan diri kita dari malas jika tanpa
pertolongan Allah kepada kita.
Oleh karena itu Rasulullah Shallallahu ‘Alayhi Wasallam
mengajarkan kita sebuah doa agar dilindungi dari sifat malas.
“Ya Allah ya Tuhan kami, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu
daripada keluh kesah dan dukacita, aku berlindung kepada-Mu dari
lemah kemauan dan malas, aku berlindung kepada-Mu daripada sifat
pengecut dan kikir, aku berlindung kepada-Mu daripada tekanan
hutang dan kezaliman manusia.” (HR Abu Dawud). Wallahu a’lam.
Para suami hendaknya menjadikan kisah nyata ini sebagai rujukan.
Mulailah dengan mengubah paradigma bahwa bekerja adalah salah
satu ibadah. Hukumnya wajib untuk memenuhi nafkah bagi istri
dan anak-anak. Di tahap ini, urusan seorang laki-laki hanya
berusaha sebagai wujud ibadah. Tak lebih dari itu.

Selanjutnya, tanamkan di dalam nurani, jangan sampai merasa


memenuhi kebutuhan istri dan anak-anak atau memberi makan
kepada mereka. Sebab hakikatnya, Allah Ta’ala yang menjamin
rezeki bagi seluruh hamba-Nya. Manusia hanya dijadikan perantara
dan itu tidak harus dari orang terdekat.

Setelah bekerja, kewajiban telah ditunaikan. Barulah berpikir


tentang kualitas ibadah yang seharusnya, agar ibadah kita diterima
dan memiliki dampak dalam kehidupan sehari-hari.

Jika pemahaman tauhid seperti ini sudah terbentuk, hasil tak


pernah menjadi permasalahan. Sebab manusia tidak punya wilayah
dalam menentukan hasil. Hasil adalah kekuasaan Allah Ta’ala. Dia
berkehendak untuk memberikan kepada siapa yang dikehendaki
dan Berkehendak pula untuk menahan dari siapa yang dikehendaki.

Maka kepada siapa pun yang merasa laki-laki, apalagi telah


mengambil amanah sebagai suami, jangan bermalas diri.
Bergegaslah menyambut karunia Allah Ta’ala yang lebih luas dari
langit bumi dan apa yang ada di antara keduanya.

Seseorang yang memasuki gerbang rumah tangga otomatis diikuti


dengan hak dan kewajiban masing-masing. Di antara kewajiban
seorang suami adalah memberi nafkah lahir dan batin. Kewajiban
sang suami juga menjadi hak seorang istri.

Pada era modern, khususnya di Indonesia, wanita mendapat akses


penuh dalam pendidikan dan pekerjaan. Hasilnya istilah wanita
karier sudah sangat akrab di telinga kita.
Saat menjumput takdir menikah, hak seorang wanita dibatasi oleh
hak lelaki yang menjadi suaminya. Tuntutan bekerja tidak lagi wajib
bagi seorang wanita. Seorang laki-laki mengambil tanggung jawab
itu selepas akad nikah terucap.

Namun, karena situasi dan kondisi, seperti PHK, pendidikan rendah,


atau bahkan faktor kemalasan, suami memilih tidak bekerja pada
saat istri mapan dalam mencari nafkah. Bolehkah peran suami-istri
tersebut ditukar?

Mencari Nafkah Kewajiban Suami

Kewajiban suami dalam mencari nafkah tetap tidak berubah. Allah


SWT berfirman dalam surah an-Nisaa’ ayat 34, “Kaum laki-laki
adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah
melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain
(wanita). Dan karena mereka (laki-laki) menafkahkan sebagian
harta mereka…”

Dalam ayat ini jelas disebutkan jika kewajiban memberi nafkah ada
di pundak laki-laki. Seorang suami harus berusaha sekuat
kemampuannya untuk memberi nafkah kepada istrinya. Meski
kondisi sedang sulit, kewajiban ini tidak lantas gugur dengan
sendirinya. Bahkan, jika ia sengaja tidak bekerja maka beberapa
ulama menggolongkan perbuatannya masuk dosa besar.

Rasulullah SAW bersabda, “Cukuplah seseorang itu dikatakan


berdosa jika menahan makan (upah dan sebagainya) orang yang
menjadi tanggungannya.” (HR Muslim).

Di sisi lain baik seorang laki-laki itu bekerja atau tidak, ia tetap
pemimpin dari istrinya. Artinya meski memiliki penghasilan,
seorang wanita tidak boleh merendahkan atau menolak taat kepada
suaminya. Sepanjang perintah sang suami tidak dalam bentuk
kemaksiatan.
Status Penghasilan Istri
Harta yang dihasilkan dari pekerjaan istri sepenuhnya milik istri.
Jika ia menggunakannya untuk menafkahi keluarga maka itu
termasuk sedekah dan kemuliaan.

“Apabila seorang Muslim memberikan nafkah kepada keluarganya


dan dia mengharap pahala darinya maka itu bernilai sedekah.” (HR
Bukhari).

Mengenai hukum wanita bekerja, Syekh Yusuf Qaradhawi


memandang hukumnya diperbolehkan. Bahkan, bisa menjadi sunah
atau wajib jika wanita tersebut membutuhkannya.

Seperti dalam kondisi ia seorang janda, sedangkan tidak ada


anggota keluarganya yang mampu menanggung kebutuhan
ekonomi.

Selain itu, dalam sebuah keluarga, kadang diperlukan seorang


wanita membantu ekonomi suaminya yang masih kekurangan,
menghidupi anak-anak atau ayahnya yang telah tua renta. Seperti
dalam cerita yang termaktub dalam surah al-Qashash ayat 23.
“…kedua wanita itu menjawab, ‘Kami tidak dapat memberi minum
ternak kami sebelum penggembala-penggembala itu memulangkan
ternaknya, sedang bapak kami termasuk orang tua yang lanjut
umurnya.”

Juga kisah Asma’ binti Abu Bakar biasa membantu suaminya, Zubair
bin Awwam, mengurus kuda, menumbuk biji-bijian untuk dimasak,
kadang ia memanggulnya di atas kepala dari kebun yang jauh dari
Madinah.

Syarat Muslimah Bekerja


Meski diperbolehkan bekerja, ada beberapa syarat, menurut Syekh
Qaradhawi, yang wajib dipenuhi.

Pertama, pekerjaan tersebut tidak melanggar syariat, seperti


bekerja di bar-bar yang menghidangkan minuman keras, bekerja
melayani lelaki bujang, atau pekerjaan yang mengharuskan ia
berkhalwat dengan laki-laki.

Kedua, seorang wanita mestilah menaati adab-adab ketika keluar


rumah jika pekerjaannya mengharuskan ia bepergian. Ia harus
menahan pandangan dan tidak menampakkan perhiasaan (QS an-
Nur [24]:31).

Ketiga, ia tidak boleh mengabaikan tugas utamanya untuk


mengurus keluarga. Jangan sampai kesibukan bekerja
menyebabkan suami dan anak-anaknya telantar.

Dr Abd al-Qadr Manshur mengatakan, wanita yang bekerja mestilah


memperhatikan faktor fisik. Wanita dianjurkan tidak melakukan
pekerjaan berat maupun yang berisiko.

Hal ini bukan untuk menghalangi atau membatasi. Anjuran itu


terkait pula dengan tugas alamiah wanita, seperti melahirkan,
menyusui, dan menjaga keluarga.

Read more http://pengusahamuslim.com/608-kewajiban-


bekerja.html
Read more http://pengusahamuslim.com/3757-islam-vs-
kemalasan-1915.html

Rajin Ngaji Tetapi Malas Kerja


Jun 14, 2012 Artikel, Umum 0

Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud dan Umar bahwa beliau berkata,


‫أرى الشاب فيعجبني فأسأل عن عمله فيقولون ال يعمل فيسقط من عيني‬
“Aku melihat seorang anak muda yang menyebabkan aku kagum
dengan ‘keshalihannya’ lalu kutanyai dia mengenai pekerjaannya
ternyata jawabannya dia tidak bekerja, maka jatuhlah orang
tersebut dalam pandanganku.”
}‫ {إن أطيب كسب الرجل من يده‬:‫والنبي صلى هللا عليه وسلم يقول‬
Nabi bersabda, “Sebaik-baik penghasilan seseorang adalah yang
berasal dari jerih payahnya sendiri.” (HR. Ibnu Majah no.2138,
dinilai shahih oleh Al Albani).
Suatu hari Nabi melihat seorang yang tangannya kasar karena rajin
bekerja, beliau lantas berkomentar,
‫هذه يد يحبها هللا ورسوله‬
“Ini adalah tangan yang dicintai oleh Allah dan rasul-
Nya.” (disebutkan oleh as Sarkhasi al Hanafi dalam kitabnya al
Mabsuth pada bab “Kitab al Kasb” tanpa sanad, pent).
}‫ {إذا قامت القيامة وفي يد أحدكم فسيلة فليغرسها‬:ً‫وقال أيضا‬
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Jika kiamat
hampir tiba dalam kondisi salah satu kalian memegang bibit
tanaman, maka hendaknya dia tetap menanamnya.” (HR. Ahmad
no.13240).
،}‫ {كفى بالمرء إثما ً أن يضيع من يعول‬:ً‫وقال أيضا‬
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Cukuplah seorang itu
berdosa jika dia menelantarkan keluarganya yang wajib dia
nafkahi.” (HR. Hakim dalam Al Mustadrak, no. 8526).
Orang yang tidak mau bekerja dengan kedok agama, dengan alasan
sibuk ngaji di masjid, dan sibuk beribadah sehingga dia tidak
memenuhi nafkah keluarganya adalah orang yang berdosa. Orang
semacam ini lupa bahwa bekerja dengan niat memenuhi kebutuhan
diri sendiri, isteri dan anak sehingga tidak perlu mengemis adalah
ibadah.
Dalam shahih Bukhari dan Muslim terdapat hadis,
. } ‫{الساعي على األرملة والمسكين كالمجاهد في سبيل هللا‬
“Orang yang membantu kebutuhan para janda dan orang orang
miskin itu bagaikan orang yang berperang di jalan Allah.”
Diriwayatkan oleh Al Baihaqi dalam Syuabul Iman dari Umar, beliau
mengatakan,
‫ وال تكونوا‬،‫ فاستبقوا الخيرات‬،‫ ما أوضح الطريق‬،‫يا معشر القراء (أي العباد) ارفعوا رؤوسكم‬
‫كالً على المسلمين‬
“Wahai orang orang yang gemar beribadah, tegakkanlah kepala
kalian. Jalan itu begitu jelas karenanya hendaknya kalian berlomba
dalam kebaikan. Janganlah kalian menjadi beban bagi kaum
muslimin.”
Jadi seorang muslim itu tidak boleh menjadi beban bagi orang lain.
‫ ما‬:‫ كان سفيان الثوري يمر بنا ونحن جلوس في المسجد الحرام فيقول‬:‫وقال محمد بن ثور‬
‫ اطلبوا من فضل هللا وال تكونوا عياالً على‬:‫ ماذا نصنع؟ فكان يقول‬: ‫ فنقول‬، ‫يجلسكم‬
،‫المسلمين‬
Muhammad bin Tsaur mengatakan “Suatu hari Sufyan Tsauri
melintas di depan kami yang ketika itu sedang duduk-duduk di
Masjidil Haram. Beliau bertanya kepada kami, ‘Dalam rangka apa
kalian hanya duduk duduk saja?’, ‘Lalu apa yang perlu kami
lakukan?’, jawab kami. Beliau mengatakan, ‘Carilah karunia Allah
(baca: bekerjalah). Janganlah kalian menjadi beban bagi kaum
muslimin’.”
،‫ جاءه يوما ً طالب علم يسأله عن مسألة وهو يبيع ويشتري‬,‫وكان سفيان رحمه هللا يعتني بماله‬
،‫ يا هذا اسكت فإن قلبي عند دراهمي‬:‫ فقال له سفيان‬، ‫وألح في المسألة‬
Sufyan Tsauri adalah seorang yang sangat perhatian dengan
hartanya. Suatu hari ada seorang penuntut ilmu yang bertanya
kepada beliau mengenai suatu permasalahan pada saat beliau
sedang asyik berdagang. Meski demikian orang tersebut berulang
kali bertanya sampai pada akhirnya Sufyan mengatakan, “Diam,
jangan terus bertanya karena hatiku sedang konsen memikirkan
uangku.
. ‫ لو هذه الضيعة لتمندل لي الملوك‬:‫وكان له ضيعة وكان يقول‬
Sufyan Tsauri juga memiliki ladang. Beliau berkata mengenai
ladangnya, “Andai bukan karena ladang ini, niscaya aku bergantung
dengan pemberian para raja”.
.‫ الزم سوقك فإنك ال تزال كريما ً مالم تحتج إلى أحد‬:‫وكان أيوب السختياني يقول‬
Ayub as Sikhtiyani juga mengatakan, “Rajinlah pergi ke pasar
karena Anda akan selalu mulia selama Anda tidak membutuhkan
bantuan orang lain.”
Kemiskinan Bukanlah Suatu Hal yang Diinginkan oleh Agama Kita
Terdapat riwayat dari Ali bahwa beliau mengatakan,
‫لو كان الفقر رجالً لقتلته‬
“Andai saja kemiskinan itu adalah manusia, maka akan kubunuh
dia.”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga sering berdoa
‫اللهم إني أعوذ بك من الكفر والفقر‬
“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kekafiran dan kefakiran.”
(HR. Abu Daud no.5090 dll, sanadnya dinilai hasan oleh Al Albani).
Menjadi kewajiban setiap muslim untuk rajin dan ulet bekerja,
sehingga keluarganya tidak terlantar. Orang yang tidak mau bekerja
itu bukanlah orang yang bertawakkal, namun orang yang minta
makan kepada orang lain. Ini adalah kelakuan para pemalas. Laki-
laki itu diciptakan di dunia ini untuk bekerja dengan penuh
kesungguhan dan keuletan. Para nabi adalah orang orang yang
tekun bekerja. Demikian pula, Aku Bakar adalah seorang pedagang.
Orang yang malas bekerja itu boleh jadi adalah orang yang salah
paham dengan agama atau orang yang malas bekerja. Saran yang
bisa kami berikan kepada orang semacam itu adalah perbaikilah
niat, bekerjalah dengan pekerjaan yang halal, bertakwalah kepada
Allah dalam pekerjaanmu, dan Anda dalam ketaatan kepada Allah.
Tetaplah rajin shalat berjamaah dan mengikuti berbagai kajian
ilmiah namun jangan sampai Anda menelantarkan kebutuhan
nafkah keluarga Anda.
Siapa yang suka mengemis, maka akan Allah bukakan untuknya
pintu kemiskinan. Siapa yang rajin bekerja dialah orang yang kaya
karena kekayaan itu bukan dengan banyaknya harta, tapi dengan
qonaah. Sekali lagi, jangan pernah meminta-minta.
Semoga kita semua mendapatkan taufik dari-Nya untuk melakukan
hal-hal yang Dia cintai dan Dia ridhai. (Fatwa Syaikh Masyhur
Hasan al Salman no pertanyaan: 94).
Ada suami yang terlihat malas kerja, namun malah istri yang rajin
kerja di pasar. Suami tidak memberi nafkah sama sekali pada
keluarganya, padahal ia mampu untuk bekerja.

Suami Wajib Mencari Nafkah


Perlu diketahui bahwa suami memberikan nafkah untuk istri dan
anak. Nafkah pada istri ini wajib didahulukan dari nafkah pada
kerabat lainnya. Nafkah pada orang tua dan kerabat barulah
diwajibkan ketika mereka miskin dan tidak punya harta.
Adapun urutan mendahulukan nafkah pada istri daripada kerabat
lainnya tidak disebutkan dalam Al-Qur’an. Hal ini disebutkan dalam
hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
َ‫ ا ْبدَأْ بِنَ ْفسِك‬: ‫سله َم قَا َل‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ ‫صلهى ه‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ِ‫َّللا‬ ‫سو َل ه‬ ُ ‫ع ْن َجابِ ٍر أن َر‬ َ )997( ‫ففي صحيح مسلم‬
‫ض َل‬َ َ‫ فَإ ِ ْن ف‬، َ‫ش ْي ٌء فَ ِلذِي قَ َرابَتِك‬ َ َ‫ع ْن أ َ ْهلِك‬ َ ‫ض َل‬ َ َ‫ فَإ ِ ْن ف‬، َ‫ش ْي ٌء فَ ِِل َ ْهلِك‬ َ ‫ض َل‬ َ َ‫ فَإ ِ ْن ف‬، ‫علَ ْي َها‬
َ ‫صد ْهق‬َ َ ‫فَت‬
َ‫ع ْن ِش َمالِك‬َ َ‫و‬ ، َ‫ِك‬ ‫ن‬‫ي‬ ِ‫م‬ ‫ي‬ ْ
‫ن‬
َ َ َ‫ع‬ ‫و‬ ، َ‫ْك‬‫ي‬‫د‬
َ ‫ي‬ ‫ي‬
َ‫ْن‬
َ َ ‫ب‬ ، ‫ا‬َ ‫ذ‬‫ك‬َ ‫ه‬
َ ‫و‬ ‫ا‬َ ‫ذ‬‫ك‬َ
َ َ ٌ ْ ‫ه‬َ ‫ف‬ ‫ء‬ ‫ي‬ ‫ش‬َ َ‫ِك‬ ‫ت‬‫ب‬ ‫ا‬
َ َ ‫ر‬ َ ‫ق‬ ‫ِي‬
‫ذ‬ ‫ع ْن‬
َ
Dalam Shahih Muslim (997), dari Jabir, ia berkata bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Mulailah dari
dirimu sendiri. Sedekahkanlah untuk dirimu. Selebihnya dari itu
untuk keluargamu (anak dan istrimu). Selebihnya lagi dari itu untuk
kerabat dekatmu. Selebihnya lagi dari itu untuk tujuan ini dan itu
yang ada di hadapanmu, yang ada di kanan dan kirimu.”
Imam Nawawi menerangkan bahwa ada beberapa faedah dari
hadits ini:
1. Hendaklah memulai memberi nafkah dari urutan yang disebutkan
di atas.
2. Jika kebutuhan dan keperluan saling bertabrakan, maka dahulukan
mana yang lebih penting dari yang lainnya.
3. Yang afdhal untuk sedekah sunnah adalah disalurkan untuk jalan
kebaikan dilihat dari maslahat. (Syarh Shahih Muslim, 7: 83)

Berdosa Jika Suami Enggan Mencari Nafkah


Iya, jelas berdosa.
َ ُ‫ « َكفَى بِ ْال َم ْرءِ إِثْ ًما أ َ ْن ي‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ِ‫َّللا‬
‫ضيِِّ َع‬ ‫ع ْم ٍرو قَا َل قَا َل َرسُو ُل ه‬ َ ‫ع ْن‬
‫ع ْب ِد ه‬
َ ‫َّللاِ ب ِْن‬ َ
.» ُ‫َم ْن يَقُوت‬
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Seseorang cukup dikatakn berdosa jika
ia melalaikan orang yang ia wajib beri nafkah.” (HR. Abu Daud no.
1692. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)

Keliru Jika Suami Malas Kerja dan Cuma Pasrah (Tawakkal)


Allah memang yang memberi rizki sebagaimana firman-Nya,
‫َّللاِ ِر ْزقُ َها‬
‫علَى ه‬ ِ ‫َو َما مِ ْن دَابه ٍة فِي ْاأل َ ْر‬
َ ‫ض إِ هال‬
“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-
lah yang memberi rezekinya.”(QS. Hud: 6). Ibnu Hajar Al ‘Asqalani
mengatakan, “Namun hal ini bukan berarti seseorang boleh
meninggalkan usaha dan bersandar pada apa yang diperoleh
makhluk lainnya. Meninggalkan usaha sangat bertentangan dengan
tawakkal itu sendiri.” (Fath Al-Bari, 11: 305)
Imam Ahmad pernah ditanyakan mengenai seorang yang
kerjaannya hanya duduk di rumah atau di masjid. Orang yang
duduk-duduk tersebut pernah berkata, ”Aku tidak mengerjakan
apa-apa. Rizkiku pasti akan datang sendiri.” Imam Ahmad lantas
mengatakan, ”Orang ini sungguh bodoh. Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam sendiri telah bersabda,
‫َّللا َجعَ َل ِر ْزقِي ت َ ْحت ظِ ِّل ُر ْمحِ ي‬‫إِ هن ه‬
“Allah menjadikan rizkiku di bawah bayangan tombakku.” (HR.
Ahmad, dari Ibnu ‘Umar. Sanad hadits ini shahih sebagaimana
disebutkan Al ‘Iroqi dalam Takhrij Ahaditsil Ihya’, no. 1581. Dalam
Shahih Al Jaami’ no. 2831, Syaikh Al Albani mengatakan bahwa
hadits ini shahih)
Dan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Seandainya
kalian betul-betul bertawakkal pada Allah, sungguh Allah akan
memberikan kalian rizki sebagaimana burung mendapatkan rizki.
Burung tersebut pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar dan
kembali sore harinya dalam keadaan kenyang”. Disebutkan dalam
hadits ini bahwa burung tersebut pergi pada waktu pagi dan
kembali pada waktu sore dalam rangka mencari rizki. Para sahabat
pun berdagang. Mereka pun mengolah kurma. Yang patut dijadikan
qudwah (teladan) adalah mereka (yaitu para sahabat).” (Fath Al-
Bari, 11: 305)

Ingat, Mencari Nafkah itu Berpahala


Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
ُ ‫َار أ َ ْنفَ ْقتَه‬
ٌ ‫ِين َودِين‬ َ ‫صده ْقتَ بِ ِه‬
ٍ ‫علَى مِ ْسك‬ ٌ ‫َار أ َ ْنفَ ْقتَهُ فِى َرقَبَ ٍة َودِين‬
َ َ ‫َار ت‬ ٌ ‫َّللاِ َودِين‬‫سبِي ِل ه‬ َ ‫َار أ َ ْنفَ ْقتَهُ فِى‬ ٌ ‫دِين‬
َ‫علَى أ َ ْهلِك‬
َ ُ‫ظ ُم َها أَجْ ًرا الهذِى أ َ ْنفَ ْقتَه‬
َ ‫علَى أ َ ْهلِكَ أ َ ْع‬
َ
“Satu dinar yang engkau keluarkan di jalan Allah, lalu satu dinar
yang engkau keluarkan untuk memerdekakan seorang budak, lalu
satu dinar yang engkau yang engkau keluarkan untuk satu orang
miskin, dibandingkan dengan satu dinar yang engkau nafkahkan
untuk keluargamu maka pahalanya lebih besar (dari amalan
kebaikan yang disebutkan tadi, pen.)” (HR. Muslim no. 995).
Imam Nawawi membuat judul untuk hadits ini, “Keutamaan nafkah
bagi keluarga dan hamba sahaya, serta dosa bagi orang yang
melalaikan dan menahan nafkahnya untuk mereka”. Dalam Syarh
Muslim (7: 82), Imam Nawawi mengatakan, “Nafkah kepada
keluarga itu lebih afdhol dari sedekah yang hukumnya sunnah”.
Semoga para suami semakin semangat mencari nafkah untuk
keluarganya. Baca pula artikel: 6 Keutamaan Mencari Nafkah.

Selesai disusun di Darush Sholihin, Panggang, Gunungkidul, Kamis
menjelang Ashar, 16 Muharram 1437 H
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Sumber : https://rumaysho.com/12205-suami-malas-kerja.html

Sumber Kekuatan Islam


Danu Wijaya 02/01/2017 Artikel, Dakwah 438 Views
Saat ini kita melihat bagaimana umat Islam berada dalam kondisi
tertinggal, lemah, dan marjinal dalam berbagai bidang. Di bidang
hukum, ekonomi, pendidikan, informasi dan sebagainya.
Kondisi umat Islam saat ini seperti gambaran Rasul saw. Yaitu
laksana hidangan yang menjadi rebutan dan laksana buih yang
terombang-ambing arus. Musuh tidak gentar dan umat sangat
lemah karena begitu cinta pada dunia dan takut mati.
Apa solusi dari ini semua? Solusinya adalah seperti yang Allah
sebutkan, “Siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja
yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk
berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan
musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu
tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya.” (QS al-Anfal:
60).
Jadi ayat di atas memerintahkan umat Islam untuk menyiapkan
kekuatan. Karena bentuknya nakirah (indefinit) berarti maknanya
kekuatan apa saja yang bisa menggentarkan musuh. Yaitu di
antaranya:
1. Kekuatan iman
2. Kekuatan akhlak
3. Kekuatan ilmu
4. Kekuatan mal (harta)
5. Kekuatan jasad
6. Kekuatan ukhuwah
Kekuatan Iman
Yang dimaksud dengan iman di sini adalah keyakinan kepada Allah,
malaikat, Alquran, Rasul dan kiamat tanpa disertai keraguan. Bukan
sekedar pengakuan dan angan-angan.
Pasalnya iman semacam itu melahirkan perubahan. Ia telah
merubah sosok sahabat seperti Umar ra, Abdullah ibn mas’ud, dan
lain-lain
Iman yang benar melahirkan kekuatan, keberanian, dan percaya
diri. “Janganlah kalian merasa lemah dan jangan bersedih. Kalian
adalah umat paling mulia bila kalian beriman (QS Ali Imran: 139).
Iman yg benar akan menggerakkan. Iman yang membuat
seseorang siap berjuang dan mau berkorban. (Lihat al-Hujurat: 15)
serta, iman yang benar melahirkan loyalitas dan pembelaan yang
benar terhadap agama. (Lihat QS al-Mujadilah:22)
Singkatnya, iman melahirkan kekuatan yang berupa rasa percaya
diri, pegerakan, pembelaan, dan ketulusan kepada Allah Swt.
Kekuatan Ilmu
Iman yang segar harus diarahkan. Bila tidak, akan tersesat dan
menyimpang.
Sebab siapa yang ingin menguasai dunia maka dengan ilmu, siapa
yg ingin menguasai akhirat, maka dengan ilmu. Dan siapa yang
ingin menguasai keduanua maka harus dengan ilmu.
Lihat Rasul membina dengan Alquran. Mengangkat harkat dan
martabat umat yang tadinya buta huruf dengan belajar tulis baca.
Menyuruh zaid belajar bahasa ibrani. Dan beliau berkata bahwa
hikmah adalah milik mukmin yang hilang.
Tujuh abad lebih umat Islam berjaya dengan iman dan ilmu. Mereka
kuasai biologi, fisika, matematika, kedokteran dst. Namun sekarang
umat Islam kalah jauh. Sekolah favorit dikuasai oleh non-muslim.
Mereka sudah mengkader dan menyiapkan calon para pemimpin
dan pejabat negeri ini di masa mendatang. Ini PR besar umat Islam.
Kekuatan Akhlak
Kalau iman ibarat mesin yang menggerakkan, akhlak adalah
remnya. Ia yang mengontrol dan mengendalikan. Agar tidak
menabrak sana sini.
Dengan sikap jujur dan amanah, tidak menabrak yang haram.
Dengan sikap santun dan bijak, tidak mudah mengkafirkan dan
menyalahkan.
Dengan sikap sabar, tidak mudah marah dan emosi
Akhlak membuat lisan dan perbuatan terkontrol dan terjaga.
Akhlak membuat orang simpati. Dan ini menjadi senjata Nabi saw.
Beliau bersabda: “Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak
manusia.”
Kekuatan Maal (harta)
Kekuatan dana tidak bisa dinafikan. Tidak hanya untuk makan,
minum, dan kebutuhan sehari-hari.
Tapi juga untuk ibadah, untuk dakwah, untuk pendidikan, untuk
rumah sakit, dan untuk media.
Kita butuh televisi dan radio islam. Kita butuh sekolah Islam yang
unggul. Semua butuh dana.
Karena itu, Allah menyebut harta dengan istilah: alkheyr (baik).
Karena itu pula Nabi saw menyebutkan, “sebaik-baik harta adalah
yang berada di tangan orang shaleh.”
Kekuatan Jasad
Banyak tugas dan kewajiban yang harus ditunaikan. Kewajiban
ibadah, kewajiban dakwah, kewajiban mencari nafkah, kewajiban
memakmurkan dunia dan menjadi khalifahnya.
Maka dibutuhkan fisik yang kuat dan sehat. Dengan olahraga,
nutrisi yang cukup, pola hidup sehat dan seterusnya.
Rasul saw jarang sakit sepanjang hayat beliau. Umar dikenal gagah
dan wibawa.
Para sahabat pejuang yang tangguh dan tak kenal lelah. Inilah yang
dibutuhkan kita saat ini.
Kekuatan Ukhuwah
Sikap toleran dalam perbedaan furu’ sangat dibutuhkan. Sebab ini
adalah bagian yang menguatkan ukhuwah.
Dalam hal ini perlu direnungkan sikap Imam Syafii yang berkata,
“Pendapatku benar tetapi ada kemungkinan salah. Pendapat orang
lain bagiku salah, namun ada kemungkinan benar.”
Bila umat ini sudah bersatu, berjamaah, dan berukhuwah secara
benar, insya Allah pertolongan Allah segera datang.
Wallahu a’lam

UNSUR KEKUATAN DALAM ISLAM – SYED SABIQ

Unsur-unsur ini tidak dapat dipisahkan antara yang satu dengan


yang lain, jadi keseluruhannya haruslah berjalin berkelindan untuk
menempuh kehidupan bersama. Unsur-unsur tadi terdiri dari:
1. Keimanan kepada Allah yang cukup dapat memberikan kepuasan
dalam hati dan fikiran.
2. Berpegang teguh pada hak yang dengannya itu dapatlah terusir
kebatilan sehingga musnah samasekali.
3. Mengetahui kelemahan jiwa, kemudian mensucikannya, sehingga
jiwa dapat menempuh jalannya yang lurus untuk menuju ke arah
kemuliaan dan keluhuran rohaniah.
4. Ilmu pengetahuan yang merupakan penegak peribadi manusia,
juga sebagai penyingkap hakikat-hakikat perwujudan dalam segi
materi dan apa yang ada di balik yang wujud ini, yakni alam di luar
yang tidak dapat dilihat dengan mata.
5. Harta kekayaan, memakmurkan bumi, memperkembang
kekuatan alam, kemudian mengambil kemanfaatan dari yang ada di
alam semesta, yang berupa karunia-karunia yang telah dilimpahkan
oleh Allah, keberkahan-keberkahan serta kebaikan-kebaikannya.
Selanjutnya dapat dibahagikan kepada seluruh anggota keluarga
manusia seluruhnya secara cukup dan adil.
6. Menegakkan masyarakat dengan dasar kemerdekaan, keadilan,
persamarataan, dengan mengikuti syariat yang mudah, bekerja giat,
pergaulan baik, undang-undang yang jujur dan semua itu ditujukan
kepada kebahagiaan ummat seluruh dunia.
7. Melaksanakan perdamaian umum yang bersendikan hormat-
menghormati antara sesama manusia dan menjamin hak-haknya.
8. Menghormati semua perjanjian dan melindungi untuk
terlaksananya persetujuan-persetujuan yang telah diikatkan
9. Memberikan pengorbanan yang nyata, menempuh kematian
syahid demi membela hak, juga demi untuk memperoleh kehidupan
yang bebas, merdeka dan penuh kemuliaan.
Itulah unsur-unsur kekuatan yang diajarkan oleh Islam. Ini
bukannya sama dengan unsur-unsur yang dirumuskan oleh
manusia.
Unsur-unsur dalam Islam adalah merupakan kekuatan aqidah,
kekuatan budipekerti, kekuatan ilmu pengetahuan, kekuatan harta
kekayaan, kekuatan ikatan masyarakat, kekuatan susunan
perdamaian dan kekuatan persiapan angkatan perang.
Kekuasaan serta kepemimpinan sesuatu ummat pasti tergantung
dari sempurnanya kekuatan unsur-unsur di atas itu secara
keseluruhan.
Kekuatan unsur-unsur itu pula yang sebenarnya merupakan daya
penggerak yang asasi untuk menuju kebahagiaan ummat Islam ini
pada masa permulaan perkembangannya dahulu, suatu masa
perputaran roda kehidupan sejarah kaum Muslimin zaman lampau.
Demi unsur-unsur kekuatan itu telah terhimpun, maka merekalah
yang benar-benar memegang kekuasaan sebagai pewaris-pewaris
bumi, di tangan mereka pulalah letak kendali kepemimpinan untuk
seluruh ummat manusia. Di pundak mereka juga terletak suatu
beban berat, yaitu menginsafkan ummat manusia dari
penyembahan berhala kepada penyembahan Allah Yang Maha Esa.
Mereka pula yang berhasil membelokkan kecurangan dan
penganiayaan dari sementara para penguasa negara dan dipimpin
untuk menjuruskan langkahnya kepada keadilan yang dibawa oleh
Islam. Juga dan kesukaran dan kesulitan kehidupan menjadi
kehidupan yang penuh kesejahteraan dan kelapangan.
Bahkan dengan menggunakan unsur-unsur kekuatan di atas itu,
maka ummat Islam dapat mencapai kedudukan yang setinggi-
tingginya, memperoleh kekuasaan yang sebesar-besarnya, kukuh
seluruh sendi pemerintahannya, semerbak harum namanya, dan
yang terpenting dari semua itu ialah bahwa janji yang diikrarkan
oleh Allah Ta’ala telah dipenuhi kerana hasil keringat mereka yang
bercucuran deras itu. Memang Allah samasekali tidak akan
menyalahi janjiNya sedikitpun.
Janji Allah s.w.t. itu ialah:
"Tuhan telah menjanjikan orang-orang yang beriman di antara
kamu, dan mereka mengerjakan perbuatan baik pula, bahwa
mereka akan diberikan warisan kekuasaan oleh Allah di muka bumi
sebagaimana Dia telah memberikan kekuasaan itu kepada orang-
orang yang sebelum mereka itu. Dan Allah akan meneguhkan juga
bagi mereka agama yang telah diredhaiNya untuk mereka itu.
Begitu juga Tuhan akan menukar keadaan mereka sesudah
ketakutan menjadi aman sentosa, mereka menyembah Daku dan
tiada menyekutukan denganKu dengan sesuatupun.’
(an-Nur : 55)
Demikianlah keadaan kaum Muslimin pada angkatan pertama itu.
selanjutnya datanglah suatu masa yang kaum Muslimin sendiri
mengubah keadaan dirinya sendiri, lalu menjalani pula hal-hal yang
telah mereka janjikan kepada Allah Ta’ala. Akhirnya Allah Taala
juga membikin perubahan pada diri mereka, sesuai dengan
sunnatullah yang berlaku atas semua masyarakat manusia,
sebagaimana yang difirmankan olehNya :
‘Demikianlah keadaannya, bahawa Allah tidak akan mengubah
kenikmatan yang telah dikaruniakan kepada sesuatu golongan,
sehingga mereka sendiri juga yang mengubah dirinya.
(al-Anfal : 53)
Menurut pandangan ahli penyelidik, sebab terjadinya perubahan ini
ialah kerana timbulnya perpecahan perihal hukum dan
pemerintahan di kalangan kaum Muslimin sendiri, timbulnya
kefanatikan (taksub) pada kebangsaan dan keturunan, juga
banyaknya perselisihan yang merajalela mengenai usuluddin dan
hukum furuknya, menyeludupnya kaum pengacau dan ahli
penyebar kefitnahan di dalam tubuh mereka. Di samping itu
ditambah pula dengan usaha-usaha kaum penjajah yang keji dan
kotor, sehingga dapat menjauhkan kaum Muslimin sendiri dan roh
Islam yang sebenarnya. Akhirnya kaum Muslimin hanya bergantung
pada bentuk dan rupa lahir serta meninggalkan jauhar dan
hakikatnya.
Amat mendalam bekas-bekas yang ditimbulkan oleh sebab-sebab di
atas itu dalam tubuh ummat Islam dalam kehidupannya.
Itulah yang melemahkan diri mereka sehigga tertinggal kerana
kepesatan kemajuan zaman yang berikutnya.
Setelah itulah, maka ummat Islam dihinggapi penyakit kelemahan
dalam aqidahnya, mundur dalam akhlaknya, terbelakang ilmu
pengetahuannya, miskin dan harta yang asalnya berlimpah-ruah,
terpencar-pencar kekuatannya, terputus-putus ikatannya, rosak
perundang-undangannya, tidak mempunyai pimpinan yang cukup
cakap untuk menghadapi serangan kaum agresor (pengganas)
asing yang bermaksud hendak menaklukkan mereka dan tidak
tahan lagi menghadapi pukulan-pukulan yang dilancarkan pada diri
mereka itu.
Tekanan penjajahan benar-benar dahsyat bengis dan kejam,
Penjajahan telah merosakkan agama, mengubah akhlak, menahan
kemajuan, memberikan kekuasaan pada diri sendiri untuk
menentang hukum dan undang-undang yang hak, mematikan ilmu-
ilmu pengetahuan yang telah dimiliki serta menguasai pula seluruh
harta kekayaan, juga perekonomian.
Penjajahan benar-benar telah berhasil melumpuhkan kekuatan
ummat Islam, menundukkan tentera mereka serta merobek-robek
keutuhan kaum Muslimin hingga menjadi berbagai-bagai golongan
yang terpisah-pisah antara yang satu dengan yang lain. Mereka
dipompa dengan racun kesukuan, kedaerahan, kepartaian, sehingga
masing-masing hanya merupakan golongan yang kecil-kecil belaka.
Penjajahan tidak meninggalkan kesempatan sekalipun sedikit,
apabila di situ dapat digunakan untuk menumpas gerakan dan
kebangunan ummat Islam, selalu berdaya-upaya menghapuskan
keperibadian mereka. Semua itu dilaksanakan dengan penuh
tipudaya yang kotor, tetapi dengan pemikiran yang diatur
secermat-cermatnya.
Tipudaya kaum penjajah itu memang sudah banyak yang dapat
dihasilkan, banyak tujuan yang telah mereka capai untuk maksud
menghancurkan itu, tetapi ada sesuatu hal yang mereka tidak dapat
melenyapkannya …. yakni mereka tidak akan kuasa sampai bilapun
juga untuk melenyapkan roh ummat, semangat ummat. Ya. mereka
tidak mungkin dapat memusnahkan jiwa ummat yang tetap
membaja itu.
Di bawah pukulan-pukulan yang dahsyat, di bawah tekanan-
tekanan yang mengerikan yang dilakukan oleh kaum penjajah kafir
inilah akhirnya timbul sesuatu yang dahsyat pula.
Ummat mulai bangun dari kenyenyakan tidurnya, kesedarannya
telah kembali, mulai merangkak untuk mencari jalan, untuk
memperoleh kedudukannya yang pantas, kekuatan, kebulatan
tekad dan mencari kekuasaan mulai dipupuk sedikit demi sedikit.
Ya, sekalipun sampai kini masih belum juga mencapai cita-cita yang
diidam-idamkan, tetapi tetap akan berkeras hati agar dapat
mencapainya itu, sekalipun harus memberikan pengorbanan-
pengorbanan yang besar. Memanglah, di mana kemahuan telah
membaja……, di sana pasti ada jalan yang akan dilalui.
Oleh sebab itu, kewajiban kita sebagai ummat Islam dalam tingkat
sebagaimana sekarang ini, dalam taraf yang menentukan ini,
hendaklah kita memulai dengan mengadakan perubahan yang
radikal dalam jiwa dan akhlaq kita sendiri. Perubahan itu haruslah
serentak dan merata, baik terhadap tingkatan umum dan khusus,
asasnya harus dipelajari, langkah harus digariskan, supaya dapatlah
kita berhati-hati, jangan kita tempuh lagi jalan-jalan yang
menyebabkan kelemahan dan kemunduran, tetapi sebaliknya kita
laluilah jalan-jalan yang menyebabkan timbulnya kekuatan dan
kemuliaan.
Jelaslah bahwa timbulnya kekuatan itu bukan dengan
menyampingkan akhlak, bukan dengan menghilangkan kesopanan,
bukan dengan bersikap bimbang mengenai dasar dan tujuan, bukan
pula dengan meniru-niru golongan Timur dan Barat, bukan pula
dengan mencontoh ideologi yang diambil dari sana dan dicampur
dengan yang dari sini.
Kekuatan hanya diperoleh dengan menetapi dasar-dasar yang
kekal, ideologi yang mulia dan keramat yang disampaikan oleh
Agama Islam sendiri.
Di dalam kegawatan pertarungan yang sedang hangat, yang timbul
antara putera bangsa-bangsa yang mencari kesempurnaan
kemerdekaan melawan kaum penjajah, maka ummat Islam
haruslah diingatkan kepada kekuatan yang hakiki untuk mengarah
ke kemajuan, ditunjukkan hal-hal yang erat hubungannya dengan
sebab-sebab kejayaan ummat Islam pada zaman yang lampau.
Penggerak-penggerak untuk mengarah kepada kemajuan itu kami
uraikan selengkapnya dalam kitab ini dengan bersendikan nas-nas
(dalil-dalil) yang diberikan oleh Islam sendiri. Itulah tujuan kita
dalam menampakkan dasar-dasar Islam, supaya dapat kita
mengemukakan ke mana arah Islam itu yang sebenarnya. Juga agar
jelaslah gerakan apa yang sebenarnya dikehendaki Islam. Tentulah
gerakan itu ditujukan untuk mengubah sendi-sendi kehidupan dan
dialihkannya kepada kaedah-kaedah atau peraturan-peraturan
yang kekal, tidak rosak kerana lamanya masa dan tidak pula
berkurang kekuatannya kerana perubahan suasana. Ajaran ajaran
Islam ini benar-benar mendahului ajaran-ajaran yang lain yang
pernah diberikan oleh sesama manusia. Bukan hanya timbulnya
saja yang terdahulu, tetapi bahkan ajaran-ajaran itulah yang
tertinggi dan paling sempurna.
Memang benar bahwa Islam tidak mengajarkan macam-macam
istilah yang baru. Islam tidak memberikan kata-kata indah yang kini
banyak didengung-dengungkan oleh manusia zaman sekarang.
Tetapi apakah nilai sesuatu itu cukup dengan menilik namanya?
Ataukah sesuatu itu harus dinilai menilik sisi dan zatnya yang
tersendiri?
Sebenarnya nilai sesuatu adalah tergantung dalam isi dan zatnya,
tergantung sampai sejauh mana kemanfaatan yang ditimbulkan
olehnya, sampai di mana pula kesan dan bekasnya terhadap jiwa
manusia. Nama selamanya tidak dapat mengubah kenyataan, nama
tidak dapat membuat sesuatu yang suram itu menjadi bercahaya
dan cemerlang. Bahkan nama tidak mungkin memberikan harga
tinggi, kalau memang bendanya tidak berharga, dan sebaliknya
tidak dapat menurunkan harga sesuatu, kalau memang sesuatu itu
nyata berharga.
Islam sebenarnya adalah kekuatan dalam zatnya, hanya orang-
orang yang mengaku sebagai pemeluk Islam sendiri yang
menyebabkan kelemahan Islam itu, sebab mereka sendiri pula yang
mengubah Islam dan ajaran-ajaran yang sebenarnya. Orang-orang
itulah yang menodai keindahan Islam, menutupi cahayanya,
sehmgga dapat digunakan sebagai bahan celaan bagi musuh Islam,
dapat dijadikan bahan ejekan bagi musuh-musuh Islam, dapat
dipakai sebagai senjata untuk menghadapi penganjur-penganjur
Islam sendiri. Dengan demikian tertutuplah seluruh alam dari
petunjuk dan hidayat Allah yang benar, tersisih dari kerahmatan
yang diberikan kepada seluruh hambaNya.
Masanya sudah tiba, waktunya sudah datang bahwa kaum Muslimin
harus meperdalami erti Islam yang hakiki itu, kembali kepada
ajaran Islam yang sesungguhnya, melaksanakannya di seluruh
penjuru dunia dan memperagakannya dengan menunjukkan teori
dan amalan, sehingga panji-panji Islam akan berkibar tinggi dan
seluruh manusia akan masuk dalam Agama Allah ini dengan
berduyun-duyun. Apabila ini terlaksana, maka nyatalah sudah
firman Allah Ta’ala yang berbunyi :
"Pada hari itu bergembiralah seluruh kaum Mukminin, dengan
pertolongan Allah.
Allah memberikan pertolongan kepada siapa saja yang dikehendaki.
Dia adalah Maha Mulia lagi Penyayang. Itulah janji Allah dan Allah
memang tidak akan menyalahi janjiNya, tetapi kebanyakan manusia
tidak mengetahui."
(ar-Rum 4-6)
Sayid Sabiq
‫الرحيم‬ ‫الرحمن‬ ‫هللا‬ ‫بسم‬

“Kami tidak mengutus engkau, Wahai Muhammad, melainkan


sebagai rahmat bagi alam semesta” (Q.S. Al Anbiya ; 107)

Teror, berbagai intimidasi, penyiksaan seringkali dilakukan


terhadap Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam di dalam
menyampaikan dakwah. Bilal bin Rabah, Amar bin Yasir serta
sederet nama lain & betapa kejamnya hal tersebut dilakukan hingga
suatu saat para tokoh sahabat mendatangi Rasul serta meminta
agar Rasul memberi izin untuk mengadakan perlawanan kepada
mereka yang melakukan hal tersebut diluar batas kewajaran,
namun Rasul melarang mereka dan memerintahkan untuk bersabar
dari melakukan perlawanan sekecil apapun juga.

Di saat lain suatu ketika seorang wanita Muslim dengan pakaian


Muslimahnya berbelanja ke sebuah pasar, ketika melihat wanita
Muslim dengan pakaian Muslimah yang menutup auratnya muncul
ejekan dari para pedagang tersebut, puncaknya ketika kain jilbab
Muslimah disangkutkan dan Muslimah tersebut tersungkur jatuh
ketanah ketika hendak beranjak untuk pulang dari pasar bahkan
muslimah tersebut ditertawakan dan semakin di olok-olok. Seorang
pemuda Muslim lainnya menyaksikan hal tersebut dan tanpa pikir
panjang pemuda ini langsung menghampiri pria yang mengikatkan
kain jilbab wanita tersebut dan membunuhnya kemudian pemuda
Muslim tersebut di keroyok oleh gerombolan tadi hingga babak
belur dan tewas.

Berita itu sampai ke telinga Rasul, setelah mengetahui


kronologisnya secara pasti Beliau shallallaahu 'alaihi wa sallam
memakai baju perangnya memimpin kaum Muslimin untuk
memerangi kaum tadi. Selama 15 malam, wilayah tersebut
dikepung oleh kaum muslimin, ternyata mereka yang semula
sombong dengan keberanian dan kegagahan, kini ketakutan dan
tidak berani untuk melawan, sampai akhirnya mereka menyerah
dan diusir.

Pada kondisi pertama Nabi Muhammad shallallaahu 'alaihi wa


sallam mencegah kaum Muslimin untuk melakukan perlawanan
sekecil apapun, boleh jadi karena kemungkinan besar Islam & kaum
Muslimin akan terkubur habis jika melakukan perlawanan karena
sedang terjadi fakum kekuasaan dan kekuatan.

Kekuatan Islam saat ini dianggap sebagai pembunuh berdarah,


terorrist sedangkan dalam Al-Qur'an secara jelas disebutkan adalah
Rahmat bagi seluruh alam, bahkan ketika berperang Rasul
melarang membunuh orang tua, wanita & anak-anak serta siapapun
yang tidak melakukan perlawanan, sebagai contoh kisah di atas tadi
dimana telah menyerah dan Rasul membiarkan mereka serta hanya
mengusirnya, sedangkan mereka yang memeluk Islam selalu dihina,
di olok-olok tetapi Islam...? Ingatkah kita ketika Rasul memberi
makan serta menyuapi seorang buta yang selalu mengolok-oloknya,
kekuatan Islam.

"Islam itu tinggi dan tidak ada yang menandinginya" Islam dan
kekuatan serta kekuasaannya tidaklah dapat dipisahkan, ketika
umat Islam menjadi minoritas ia selalu ditindas akan tetapi ketika
umat Islam mayoritas ALLAH melarangnya untuk menindas,
kekuatan pers Islam seharusnya rahmat bagi seluruh alam karena
ALLAH memerintahkan untuk adil dan senantiasa mengatakan yang
haq walaupun pahit rasanya serta melarang umat Islam mengolok-
olok, dalam berdakwah ALLAH menjelaskan dimana tidak ada
paksaan untuk beragama Islam, sesungguhnya telah jelas yang hak
& yang batil, dalam perdagangan secara jelas tidak ada agama lain
yang mengharamkan riba dengan tegas kecuali Islam, begitupun
pada sektor lainnya.

Kekuatan Islam dengan kasih & sayang, kemuliaan akhlak,


mencintai sesama dan setiap hal yang merupakan perwujudan
rahmat bagi seluruh alam, muslim yang satu dengan yang lain
adalah bersaudara telah di ungkapkan baik itu dalam Al-Qur'an
maupun Hadits Nabi Muhammad dan sebagai contoh bagaimana
Rasul mengirimkan pasukan atas kejadian wanita yang di olok-olok
serta pria Muslim yang dibunuh tadi.

190. Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi


kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena
sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui
batas. (Q.S. Al-Baqarah)

8. Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil
terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan
tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang berlaku adil.
9. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai
kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan
mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk
mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan,
maka mereka itulah orang-orang yang zalim. (Q.S. Al-
Mumtahanah)

ALLAH tidaklah mengizinkan kita melampaui batas dalam


berperang maupun bersekutu, Syeikh Sayyid Sabiq yang dikenal
sebagai penulis kitab Fiqh Sunnah di dalam bukunya "Anasirul
Quwwah Fil Islam" merinci faktor-faktor yang perlu dimiliki umat
Islam agar mereka dapat berperan menjadi pandu dunia. Menurut
beliau sekurang-kurangnya ada 6 faktor kekuatan yang mesti diraih
:
1. Kekuatan Aqidah
2. Kekuatan Akhlaq
3. Kekuatan Ilmu
4. Kekuatan Maal
5. Kekuatan Jama'ah
6. Kekuatan Jihad

Khusus kekuatan jihad Al-Ustadz Suharno menjelaskan bahwa


kekuatan inilah yang telah lama sirna dari umat Islam. Penyakit
hubbuddunya wakarohiyatul maut (cinta dunia & takut mati) telah
mengikis ruh-ruh jihad umat Islam sementara di sisi lain jihad
adalah puncak ibadah yang dijadikan ALLAH sebagai bukti
kebenaran iman seseorang. Dengan jihad inilah, lima kekuatan di
atas menjadi produktif.

26. Katakanlah: "Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau


berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau
cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau
muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang
yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan.
Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.
27. Engkau masukkan malam ke dalam siang dan Engkau masukkan
siang ke dalam malam. Engkau keluarkan yang hidup dari yang
mati, dan Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup . Dan
Engkau beri rezki siapa yang Engkau kehendaki tanpa hisab
(batas)" (Q.S. Al-Imran)

Sebagian mufassirin memberi misal untuk ayat ini dengan


mengeluarkan anak ayam dari telur, dan telur dari ayam. Dan dapat
juga diartikan bahwa pergiliran kekuasaan diantara bangsa-bangsa
dan timbul tenggelamnya sesuatu umat adalah menurut hukum
ALLAH.

55. Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di


antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia
sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi,
sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka
berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama
yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan
menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan
menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan
tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan
barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka
itulah orang-orang yang fasik. (Q.S. An-Nur ; 55)

Kekuatan Islam bagi diri sendiri, bagi sesama muslim, bagi seluruh
alam. Kasih sayang & rahmat bagi diri sendiri, sesama muslim, bagi
seluruh alam. Jihad bagi diri sendiri, bagi sesama muslim, bagi
seluruh alam. Berjihad dalam aqidah, dalam sholat berjama'ah,
dalam menegakkan sunnah, dalam zakat & menafkahkan hartanya,
dalam kebenaran & kesabaran, dalam meninggalkan mudharat,
dalam menjalankan kewajiban, dalam berakhlaq mulia, dalam
berkasih sayang sesama muslim, dalam mempelajari Al-Qur'an,
dalam berbuat kebaikan, dalam ber-Islam secara kaffah, dalam
berpolitik yang benar, dalam menjadi pemimpin yang benar, dalam
menjadi aparat yang benar, dalam menjadi rakyat yang benar,
dalam menjadi ayah, ibu, anak, kakak, nenek, kakek, cucu, saudara
& Muslim yang benar, dalam menjadi pembeli & pedagang yang
benar, dalam meraih berkah, dalam menahan diri dari perbuatan
zhalim, dalam menegakkan nilai-nilai Islam bahkan dalam
berperang sekalipun dengan menghasilkan wujud nyata rahmat
bagi seluruh alam serta dalam segala aspek kehidupan semata-mata
meraih ridho demi perjuangan di jalan ALLAH subhaanahu wa
ta'aala...

WAllahu a'lam

Read more http://pengusahamuslim.com/2971-rajin-ngaji-tatapi-


1577.html

Anda mungkin juga menyukai