Autism Spectrum Disorder
Autism Spectrum Disorder
A. Latar Belakang
B. Tinjauan Pustaka
Anak yang didiagnosa dengan autisic spectrum disorder (ASD) dapat berasal
dari berbagai kalangan sosioekonomi, suku, ras dan etnis. Semakin banyak anak
dengan ASD akan ditemukan dalam setiap komunitas dan lingkungan seiring
meningkatnya identifikasi dari gangguan tersebut. Estimasi biaya tahunan untuk
pendidikan dan penanganan individu dengan ASD adalah sekitar 90 milyar dolar
berdasarkan Autism Society of America. Diagnosa dan penanganan yang lebih awal
adalah faktor utama untuk mengurangi biaya penanganan anak-anak dengan ASD
(Levy, 2009).
Patofisiologi dari autistik belum jelas sampai saat ini. Baru-baru ini penelitian
yang dilakukan oleh Ghanizadeh (2010) mendapatkan hasil bahwa tingkat
neurotensin serum pada anak dengan gangguan autistik ditemukan lebih tinggi
Etiologi dari autisic spectrum disorder (ASD) belum jelas diketahui. Tetapi
stres oksidatif memainkan peran patologis. Penelitian oleh Al-Ayadhi (2012)
melaporkan bahwa tingkat serum dari protein Sonic hedgehog (SHH) dan brain
derived neurotrophic factor (BDNF) dapat dihubungkan terhadap stres oksidatif di
ASD. Dengan menggunakan plasma darah atau leukosit polimorfonuklear, penelitian
ini menunjukkan bahwa anak-anak autis menghasilkan oksigen radikal bebas (OFR)
lebih tinggi secara signifikan. Penelitian ini juga menemukan meningginya tingkat
protein serum SHH dan menurunnya serum BDNF pada autis (Al-Ayadhi, 2012).
Gejala
Gangguan di bidang komunikasi meliputi (1) tidak ada gestur ataupun mimik,
(2) tidak bisa mempertahankan bicara yang lama, (3) bahasa stereotipik dan repetitif
dan (4) tidak bisa bemain berpura-pura (sandiwara). Gangguan di bidang interaksi
sosial meliputi (1) menghindari tatap mata, (2) gagal dalam hubungan pertemanan,
(3) kurangnya spontanitas dalam bermain, (4) hilangnya rasa emosional. Gangguan di
bidang perilaku meliputi (1) pola perilaku stereotipik tertentu, (2) melakukan rutinitas
secara ritual, (3) mannerisme seperti finger flapping dan (4) preokupasi terhadap
bagian benda tertentu saja.
Pada Gangguan Disintegrasi Masa Kanak, hal yang mencolok adalah bahwa
anak tersebut telah berkembang dengan sangat baik selama beberapa tahun,
sebelum terjadi kemunduran yang hebat. Gejalanya biasanya timbul setelah umur
3 tahun. Anak tersebut biasanya sudah bisa bicara dengan sangat lancar, sehingga
kemunduran tersebut menjadi sangat dramatis. Bukan saja bicaranya yang
mendadak terhenti, tapi juga ia mulai menarik diri dan ketrampilannya pun ikut
mundur. Perilakunya menjadi sangat cuek dan juga timbul perilaku berulang-
ulang dan stereotipik. Bila melihat anak tersebut begitu saja , memang gejalanya
menjadi sangat mirip dengan autism (Levy, 2009).
10 | A u t i s m S p e c t r u m D i s o r d e r ( A S D )
5. Terapi Sosial
Kekurangan yang paling mendasar bagi individu autisme adalah dalam bidang
komunikasi dan interaksi. Banyak anak-anak ini membutuhkan pertolongan
dalam keterampilan berkomunikasi 2 arah, membuat teman dan main bersama
di taman bermain (Levy, 2009).
6. Terapi Bermain
Seorang anak autistik membutuhkan pertolongan dalam bermain. Bermain
dengan teman sebaya berguna untuk belajar bicara, komunikasi, dan interaksi
sosial (Levy, 2009).
7. Terapi Perilaku
Anak autistik seringkali mengalami frustasi. Teman-temannya seringkali tidak
memahami mereka, mereka merasa sulit untuk mengekspresikan
kebutuhannya. Mereka banyak yang merasa hipersensitif terhadap suara,
cahaya, dan sentuhan. Tak heran bila mereka sering mengamuk. Seorang
terapis perilaku terlatih untuk mencari latar belakang dari perilaku negatif
tersebut dan mencari solusinya dengan merekomendasikan perubahan
lingkungan (Levy, 2009).
8. Terapi Perkembangan
Floortime, soon rise, dan RDI (Relationship Developmental Intervention)
dianggap sebagai terapi perkembangan. Artinya anak dipelajari minatnya,
kekuatannya dan tingkat perkembangannya, kemudian ditingkatkan
kemampuan sosial, emosional, dan intelektualnya (Levy, 2009).
9. Terapi Visual
Salah satunya adalah PECS (Picture Exchange Communication System)
(Levy, 2009).
10. Terapi Biomedik (Levy, 2009).
11. Terapi Hiperbarik
Penelitian yang dilakukan oleh Rossignol (2009) di USA, didapatkan bahwa
anak-anak dengan autisme yang mendapatkan terapi hiperbarik dengan 1,3
atm dan 24% oksigen selama 40 sesi memiliki perbaikan yang signifikan
11 | A u t i s m S p e c t r u m D i s o r d e r ( A S D )
secara keseluruhan, kemampuan berkomunikasi, berinteraksi sosial, kontak
mata, dan kesadaran kognitif/ sensorik dibandingkan dengan anak pemberian
terapi bertekanan rendah (1,03 atm dan 21% oksigen) (Rossignol, 2009).
12. Terapi Musik
Terapi musik adalah terapi dengan menggunakan musik sebagai stimulus
terapi. Dari hasil penelitian mengungkapkan bahwa terdapat hubungan antara
pidato dan perilaku bernyanyi, ritme dan motor, memori untuk lagu dan
memori untuk materi akademik, dan secara keseluruhan kemampuan musik
yang lebih disukai untuk meningkatkan suasana hati, perhatian, dan perilaku
untuk mengoptimalkan kemampuan siswa untuk belajar dan berinteraksi.
Oleh karena itu, salah satu tujuan dari terapi musik bagi penyandang autisme
adalah untuk membantu dalam generalisasi dan mentransfer ke lingkungan
lainnya (American Music Theraphy Association, 2010).
13. Paliperidone adalah metabolit aktif risperidone dan disetujui oleh FDA untuk
mengobati skizofrenia dan gangguan schizoafektif pada orang dewasa. Stigler
et al (2010) baru-baru ini menggambarkan efektivitas dari paliperidone dalam
mengobati iritasi pada dua individu dengan autisme. Seorang pasien 16 tahun
perempuan dan laki-laki 20 tahun pasien, yang didiagnosis dengan autisme,
diobati dengan paliperidone (3 dan 12 mg/ hari masing-masing). Keduanya
dinilai memiliki peningkatan signifikan dalam gejala mereka, termasuk agresi
dan mania dengan pengobatan paliperidone. Kejadian buruk tidak dilaporkan.
Kedua orang tersebut kehilangan berat badan dan mengalami perbaikan dalam
profil lipid puasa (Kowalski et al, 2011).
C. Daftar Pustaka
12 | A u t i s m S p e c t r u m D i s o r d e r ( A S D )
Al-Ayadhi, Laila dan Gehan A.Mostafa. 2011. Low plasma progranulin levels in
children with autism. Journal of Neuroinflammation 2011, 8:111
http://www.jneuroinflammation.com/content/8/1/111.
Al-Ayadhi, Laila dan Gehan A.Mostafa. 2012. A lack of association between elevated
serum levels of S100B protein and autoimmunity in autistic children. Journal
of Neuroinflammation 2012, 9:54
http://www.jneuroinflammation.com/content/9/1/54.
El-Ansary, et al. 2011. Plasma fatty acids as diagnostic markers in autistic patients
from Saudi Arabia. Lipids in Health and Disease 2011, 10:62.
http://www.lipidworld.com/content/10/1/62.
13 | A u t i s m S p e c t r u m D i s o r d e r ( A S D )
Imran et al. 2011. A survey of Autism knowledge and attitudes among the healthcare
professionals in Lahore, Pakistan. BMC Pediatrics 2011, 11:107.
http://www.biomedcentral.com/1471-2431/11/107.
Rossignol, et al. 2009. Hyperbaric treatment for children with autism: a multicenter
randomized, double-blind, controlled trial. BMC Pediatrics 2009, 9:21
doi:10.1186/1471-2431-9-21.
14 | A u t i s m S p e c t r u m D i s o r d e r ( A S D )
Tordjman et al. 2012. Autistic Disorder in Patients with Williams-Beuren Syndrome:
A Reconsideration of the Williams-Beuren Syndrome Phenotype. PLoS ONE
7(3): e30778. doi:10.1371/journal.pone.0030778.
http://www.ychicenter.org/index.php?option=com_content&view=article&id=110:ju
mlah-anak-autis-meningkat-pesat. Autism Care Indonesia. 2006 (diakses pada
tanggal 1 Desember 2012).
15 | A u t i s m S p e c t r u m D i s o r d e r ( A S D )