Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Sejak tahun 1970 – 2007 di Amerika Serikat terjadi peningkatan kelahiran dengan
seksio sesarea dari 5% hingga lebih dari 31%. Pada tahun 2007, angka seksio sesarea
primer adalah sekitar 30%, dan angka kelahiran pervaginam setelah kelahiran seksio
sesarea adalah 8,5%. Peningkatan jumlah seksio sesarea sebagian juga dipengaruhi
adanya sebuah pemikiran “Once a caesearean, always a caesarean” di mana apabila
sudah pernah diseksio sesarea akan diseksio sesarea lagi untuk kehamilan berikutnya.

Perbandingan prevalensi kelahiran pervaginam setelah seksio sesarea, seksio sesarea total, dan
kelahiran seksio sesarea primer

Seorang wanita yang pernah menjalani operasi seksio sesarea jika hamil lagi memiliki
pilihan untuk persalinan yaitu seksio sesarea lagi atau persalinan normal pervaginam yang
dikenal dengan VBAC atau Vaginal Birth After Caesarean. Selama bertahun-tahun uterus
yang memiliki jaringan parut dianggap kontraindikasi untuk melahirkan normal karena
kekhawatiran akan terjadinya rupture uteri. Namun menurut panduan yang dikeluarkan
oleh American College of Obstetricians and Gynecologists, wanita yang memiliki riwayat
seksio sesarea, bahkan yang dengan riwayat 2 kali seksio sesarea atau operasi rahim
sebelumnya dapat diberikan kesempatan untuk memilih persalinan pervaginam dengan
mengikuti TOLAC atau Trial of Labor After Caesarean.

1
Pada sebuah konferensi konsensus tahun 2010, National Institutes of Health (NIH)
mengkaji keamanan dan hasil dari TOLAC dan VBAC serta faktor yang mempengaruhi.
NIH menyimpulkan bahwa TOLAC merupakan pilihan yang dapat diambil para wanita
dengan riwayat seksio sesarea sebelumnya. NIH juga menyarankan organisasi kesehatan
untuk memfasilitasi TOLAC.

Kelahiran pervaginam setelah seksio sesarea memiliki keuntungan dan kerugian yang
dapat menjadi bahan pertimbangan untuk rencana kelahiran, oleh karena itu penting untuk
mengetahui kelebihan, risiko, dan komplikasi yang dapat terjadi agar setiap tenaga medis
dapat berkontribusi untuk membantu ibu hamil untuk menentukan rencana kelahirannya.

II. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan


sebagai berikut:

a. Mengetahui tentang persalinan normal pervaginam : definisi, prosedur, kelebihan, dan


kekurangan
b. Mengetahui tentang persalinan dengan seksio sesarea : definisi, prosedur, kelebihan,
dan kekurangan
c. Mengetahui tentang persalinan normal pervaginam setelah seksio sesarea : definisi,
prosedur, kelebihan, dan kekurangan, risiko, persiapan yang perlu dilakukan,
komplikasi.

III.Tujuan Penulisan

a. Tujuan Umum
Mengetahui tentang kelahiran pervaginam setelah seksio sesarea.

b. Tujuan Khusus

 Mengetahui definisi, dan epidemiologi kelahiran pervaginam setelah seksio


sesarea.

 Mengetahui komplikasi kelahiran pervaginam setelah seksio sesarea.

 Mengetahui keuntungan dan kerugian kelahiran pervaginam setelah seksio sesarea

2
IV. Manfaat Penulisan

a. Memberi pengetahuan mengenai kelahiran pervaginam setelah seksio sesarea.

b. Memberi pengetahuan mengenai keuntungan dan kerugian kelahiran pervaginam


setelah seksio sesarea

c. Memberi pengetahuan mengenai komplikasi kelahiran pervaginam setelah seksio


sesarea

d. Sebagai bahan untuk penulisan atau penelitian selanjutnya.

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

I. Persalinan normal
a. Definisi
Persalinan normal atau partus adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi
yang dapat hidup dan plasenta dari dalam uterus melalui jalan lahir ke dunia luar.

b. Mekanisme
 Faktor penting dalam persalinan
Faktor penting yang memegang peranan dalam persalinan yaitu power,
passage, dan passenger. Power yaitu faktor kekuatan ibu yang mempengaruhi
dalam persalinan, terdiri dari his, kontraksi otot dinding perut, kontraksi
diafragma pelvis atau kekuatan mengedan, ketegangan dan kontraksi
ligamentum rotundum. Passage yaitu keadaan jalan lahir, baik yang lunak
maupun yang keras/tulang. Passenger yaitu faktor yang ada pada janin dan
plasenta.
Faktor penunjang yang turut berperan pada persalinan adalah tenaga
penolong, tersedianya peralatan, dan faktor khusus seperti antara lain jarak
kehamilan < 2 tahun, umur ibu < 20 tahun dan > 35 tahun, penyakit ibu,
perdarahan antepartum, infertilitas, dan multipara.

 Letak, presentasi, sikap badan, dan posisi fetus


Letak atau lie adalah hubungan antara sumbu fetus dengan sumbu jalan
lahir. Letak memanjang / longitudinal adalah sumbu fetus searah / sejajar
sumbu jalan lahir. Letak melintang / tranversal adalah sumbu fetus tegak lurus
terhadap sumbu jalan lahir dan letak oblik / oblique adalah sumbu fetus dalam
sudut tertentu dengan sumbu jalan lahir.
Presentasi menunjukkan bagian tubuh fetus yang terdapat di bagian
terbawah jalan lahir . Berbagai presentasi yang mungkin adalah presentasi
kepala, presentasi belakang kepala, puncak kepala, dahi atau muka, presentasi
bahu atau punggung, dan presentasi bokong. Terdapat tiga presantasi bokong
4
yaitu presentasi bokong sempurna (complete breech), presentasi bokong murni
(Frank breech), presentasi kaki (footling breech/incomplete breech).
Posisi digunakan untuk menentukan kedudukan bagian fetus yang ada di
bagian bawah rahim terhadap sumbu tubuh ibu : di sebelah depan, kiri atau
kanan depan, kiri atau kanan lintang, kiri atau kanan belakang, dan belakang.
Sebagai penunjuk dipakai ubun-ubun kecil, dagu, sacrum, atau scapula.
Sikap menunjukkan hubungan bagian-bagian fetus terhadap sumbunya,
khususnya tulang punggung. Biasanya fetus dalam keadaan fleksi, membentuk
ovoid mengikuti bentuk kavum uteri (ruangan fundus lebih luas dari serviks).
Fleksi dalam keadaan normal adalah fleksi maksimal (kepala), punggung
membungkuk, kedua tangan bersilang di depan dada dan kedua tungkai
bersilang di depan perut.

 Fase – fase persalinan nomal


Tanda-tanda seorang ibu akan memasuki fase persalinan yaitu ketika ada
kontraksi uterus yang menyakitkan diikuti dengan rupture membran, “bloody
show”, atau pembukaan serviks lengkap.
Terdapat empat kala dalam persalinan normal :
- Kala I : Dinamakan kala pembukaan, pada kala ini serviks membuka
sampai terjadi pembukaan 10 cm. Proses membukanya serviks dibagi atas
2 fase yaitu fase laten selama 7-8 jam dimana pembukaan terjadi sangat
lambat sampai mencapai ukuran diameter 3 cm dan fase aktif dibagi dalam
3 fase yaitu fase akselerasi dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm tadi
menjadi 4 cm, fase dilatasi maksimal dalam waktu 2 jam pembukaan
berlangsung sangat cepat dari 4 menjadi 9 cm, dan fase deselerasi
pembukaan menjadi lambat kembali dalam waktu 2 jam pembukaan dari 9
cm menjadi lengkap 10 cm. Kala I ini selesai apabila pembukaan serviks
uteri telah lengkap. Pada primigravida kala I berlangsung kira-kira 13 jam
sedang pada multigravida 7 jam.

- Kala II : Kala pengeluaran karena berkat kekuatan his dan kekuatan ibu
mengedan janin didorong keluar sampai lahir. Kala ini berlangsung 1,5
jam pada primigravida dan 0,5 jam pada multipara.

5
- Kala III : Kala uri/plasenta terlepas dari dinding uterus dan dilahirkan.
Prosesnya 6-15 menit setelah bayi lahir.

- Kala IV : Observasi dilakukan mulai lahirnya plasenta selama 1 jam, hal


ini dilakukan untuk memantau apabila terjadi perdarahan postpartum.
Observasi yang dilakukan melihat tingkat kesadaran penderita,
pemeriksaan tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi dan pernapasan),
kontraksi uterus dan terjadinya pendarahan.

 Mekanisme Persalinan Normal


Hampir 96% janin berada dalam uterus dengan presentasi kepala dan pada
presentasi kepala ini ditemukan 58% ubun-ubun kecil terletak d kiri depan,
23% di kanan depan, 11% di kanan belakang, dan 8% di kiri belakang.
Keadaan ini mungkin disebabkan terisinya ruangan di sebelah kiri belakang
oleh kolon sigmoid dan rektum. Seperti telah dijelaskan terdahulu 3 faktor
penting yang memegang peranan pada persalinan, ialah kekuatan- kekuatan
yang ada pada ibu seperti kekuatan his dan kekuatan mengedan, keadaan jalan
lahir dan janinnya sendiri.
His adalah salah satu kekuatan pada ibu, yang menyebabkan serviks
membuka dan mendorong janin ke bawah. Pada presentasi kepala, bila his
sudah cukup kuat, kepala akan turun dan mulai masuk ke dalam rongga
panggul. Masuknya kepala melintasi pintu atas panggul dapat dalam keadaan
sinklitimus, ialah bila arah sumbu janin tegak lurus dengan bidang pintu atas
panggul. Dapat pula kepala masuk dalam keadaan asinklitimus, yaitu arah
sumbu kepala janin miring dengan pintu atas panggul.
Sampai di dasar atas panggul kepala janin berada dalam keadaan fleksi
maksimum. Kepala yang sedang turun menemui diafragma pelvis dan tekanan
intrauterine disebabkan oleh his yang berulang-ulang, kepala mengadakan
rotasi. Sesudah kepala janin sampai di dasar panggul dan ubun-ubun kecil di
bawah simfisis, kepala mengadakan gerakan defleksi untuk dapat dilahirkan.
Pada tiap his vulva lebih membuka dan kepala janin makin tampak. Perineum
menjadi makin lebar dan tipis, anus membuka dinding rektum. Dengan
kekuatan his bersama dengan kekuatan mengedan, berturut-turut tanpa
bregma, dahi, muka dan akhirnya dagu.

6
Sesudah kepala lahir, kepala segera mengadakan rotasi, yang disebut
putaran paksi luar. Putaran paksi luar ini ialah gerakan kembali sebelum
putaran paksi dalam terjadi, untuk menyesuaikan gerakan kepala dengan
punggung anak. Bahu melintasi pintu atas panggul dalam keadaan miring.
Selanjutnya dilahirkan bahu depan terlebih dahulu baru kemudain bahu
belakang. Demikian pula dilahirkan trokanter depan baru kemudian trokanter
belakang. Kemudian bayi lahir seluruhnya.
Apabila bayi telah lahir, segera jalan napas dibersihkan. Tali pusat dijepit
di antara dua cunam pada jarak 5 dan 10cm. Kemudian, digunting di antara
kedua cunam tersebut dan diikat. Tunggul tali pusat diberi antiseptik.
Umumnya bila telah lahir lengkap, bayi segera akan menarik napas dan
menangis.

c. Keuntungan persalinan normal


 Ibu
- Perdarahan lebih sedikit
- Tidak ada luka diperut
- Bisa melahirkan lebih banyak
- Risiko infeksi lebih rendah
- Luka persalinan lebih kecil
- Biaya persalinan lebih murah

 Janin
- Terjadi proses pemerasan pada dada janin saat melewati panggul ibu.

d. Kerugian persalinan normal


 Ibu
- Nyeri saat bersalin
- Risiko hemoroid
- Proses persalinan berlangsung lama
- Risiko prolaps uteri
- Risiko robekan jalan lahir

 Janin
- Risiko after coming head (pada letak sungsang)
- Risiko trauma kepala pada anak

II. Seksio sesarea


a. Definisi

7
Suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada
dinding perut dan dinding rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500
gram.

b. Jenis
 Seksio sesarea klasik
 Seksio sesarea transperitoneal profunda
 Seksio sesarea diikuti dengan histerektomi
 Seksio sesarea ekstraperitoneal
 Seksio sesarea vaginal

c. Indikasi
 Ibu :
o Panggul sempit absolut
o Tumor-tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi
o Stenosis serviks/vagina
o Plasenta previa
o Disproporsi sefalopelvik
o Bakat rupture uteri

 Janin :
o Kelainan letak
o Gawat janin

Pada umumnya seksio sesarea tidak dilakukan pada: janin mati, syok, anemia
berat belum diatasi, kelainan kongenital berat

d. Prosedur
 Teknik seksio sesarea klasik
1. Mula-mula dilakukan disinfeksi pada dinding perut dan lapangan operasi
dipersempit dengan kain suci hama.
2. Pada dinding perut dibuat insisi mediana mulai dari atas simfisis sepanjang
12 cm sampai di bawah umbilicus lapis demi lapis sehingga kavum
peritoneal terbuka.
3. Dalam rongga perut di sekitar rahim dilingkari dengan kasa laparotomy.
4. Dibuat insisi secara tajam dengan pisau pada segmen atas rahim, kemudian
diperlebar secara sagital dengan gunting.
5. Setelah kavum uteri terbuka, selaput ketuban dipecahkan. Janin dilahirkan
dengan meluksir kepala dan mendorong fundus uteri. Setelah janin lahir
seluruhnya, tali pusat dijepit dan dipotong di antara kedua penjepit.
6. Plasenta dilahirkan secara manual. Disuntikan 10 IU ke dalam rahim
secara intramural.
7. Luka insisi SAR dijahit kembali

8
a. Lapisan I: endometrium bersama myometrium dijahit secara jelujur
dengan benang catgut khromik
b. Lapisan II: hanya myometrium saja dijahit secara simpul dengan catgut
khromik
c. Lapisan III: perimetrium saja, dijahit secara simpul dengan benang
catgut biasa
8. Setelah dinding rahim selesai dijahit, kedua adneksa dieksplorasi.
9. Rongga perut dibersihkan dari sisa-sisa darah dan akhirnya luka dinding
perut dijahit.

Indikasi seksio sesarea klasik :

 Bila terjadi kesukaran dalam memisahkan kandung kencing untuk


mencapai segmen bawah rahim, misalnya karena adanya perlekatan-
perlekatan akibat pembedahan seksio sesarea yang lalu, atau adanya
tumor-tumor di daerah segmen bawah rahim.
 Janin besar dalam letak lintang.
 Plasenta previa dengan insersi plasenta di dinding depan segmen bawah
rahim.

e. Keuntungan seksio sesarea


 Ibu
- Tidak ada rasa sakit saat bersalin
- Dapat mengatur jadwal melahirkan
- Waktu persalinan lebih cepat
- Risiko rendah prolaps uteri dan robekan jalan lahir
 Janin
- Tidak ada after coming head (pada letak sungsang)
- Tidak ada trauma kepala anak

f. Kerugian seksio sesarea


 Ibu
- Ada nyeri bekas luka
- Risiko infeksi rahim
- Risiko seksio sesarea berulang
- Tidak bisa melahirkan banyak
- Perdarahan lebih banyak
- Risiko rupture uteri
- Luka pada dinding perut dan rahim
- Risiko plasenta low-laying
- Risiko retensio plasenta
- Biaya persalinan mahal
 Janin

9
- Tidak ada proses pemerasan pada dada janin pada saat melewati panggul
ibu

g. Epidemiologi
Pada tahun 2007 prevalensi kelahiran dengan seksio sesarea meningkat
menjadi 31,8%. Dengan meningkatnya kelahiran secara seksio sesarea, American
College of Obstetrician and Gynecologist meneliti penyebab peningkatan seksio
sesarea. Beberapa alasan meningkatnya prevalensi kelahiran secara seksio sesarea
adalah :
1. Wanita memiliki jumlah anak yang sedikit, sehingga persentasi kelahiran
nulipara meningkatkan jumlah kelahiran secara seksio sesarea.
2. Usia maternal dan wanita tua yang melahirkan meningkat terutama pada
nulipara, sehingga menignkatkan jumlah kelahiran secara seksio sesarea.
3. Penggunaan monitoring fetal secara elektronik, hal ini memungkinkan
monitoring detak jantung bayi, terutama pada kasus fetal distress.
4. Umumnya presentasi janin sungsang umumnya dilahirkan secara seksio
sesarea.
5. Forceps dan vakum sebagai alat bantu kelahiran semakin jarang digunakan.
6. Penggunaan induksi kelahiran semakin sering terutama pada nulipara,
sehingga meningkatkan risiko dan mengindikasikan untuk kelahiran secara
seksio sesarea.
7. Prevalensi obesitas meningkat dimana obesitas merupakan risiko untuk
kelahiran secara seksio sesarea.
8. Rasio kelahiran secara seksio sesarea pada pasien dengan preeklamsia
meningkat.
9. Kelahiran pervaginam setelah seksio sesarea/VBAC menurun dari 26%
menjadi 8,5% pada tahun 2007.
10. Pembedahan seksio sesarea elektif meningkat pada kasus cedera dasar pelvis
yang berhubungan dengan kelahiran pervaginam, kelahiran premature, dan
atas permintaan pasien.

Secara umum, indikasi kelahiran secara seksio sesarea memiliki indikasi


primer, yaitu distosia, kelainan jantung pada fetus, presentasi yang abnormal, dan
tidak berhasil penggunaan forceps/vakum. Selain itu juga pasien umumnya tidak
ingin melakukan kelahiran pervaginam setelah seksio sesarea / VBAC.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Clark pada tahun 2008 dengan sampel
1,5 juta di Amerika, angka kematian maternal pada kelahiran secara seksio sesarea
10
adalah 2,2 per 100,000 kelahiran. Hasil penelitian mengungkapkan hubungan
antara kelahiran secara seksio sesarea terhadap angka kematian maternal adalah
sebesar sembilan kali lipat, dan hubungan antara kelahiran secara seksio sesarea
elektif dan kematian maternal adalah peningkatan resiko sebanyak tiga kali lipat.
Beberapa komplikasi yang terdapat pada kelahiran secara seksio sesarea adalah
laserasi kandung kemih yaitu sebanyak 1.4 per 1000 prosedur yang dilakukan, dan
infeksi saluran kemih, plasenta previa, plasenta akreta dan histerektomi.
Komplikasi akan meningkat sesuai dengan jumlah prosedur kelahiran secara
seksio sesarea yang dilakukan.

Grafik risiko terjadinya komplikasi dengan jumlah kelahiran secara seksio sesarea

III. Persalinan per vaginam setelah seksio sesarea


a. Definisi
Persalinan pervaginam setelah seksio sesarea atau yang dikenal sebagai VBAC
(Vaginal Birth after Cesarean) merupakan persalinan pervaginam yang dilakukan
oleh seorang wanita dengan riwayat seksio sesarea sebelumnya. Saat ini dikenal
pula istilah TOLAC (Trial Of Labor after Cesarean) yang didefinisikan sebagai
suatu upaya terencana persalinan pervaginam setelah riwayat seksio sesarea
sebelumnya. Vaginal birth after cesarean merupakan TOLAC yang berhasil.
Persalinan pervaginam disini termasuk persalinan dengan bantuan vakum atau
forseps.

11
b. Epidemiologi
Banyak demografi dan faktor obstetrik yang terkait dengan kemungkinan
VBAC. Ras dan etnis adalah prediktor demografi terkuat persalinan pervaginam
setelah seksio sesarea. Wanita Hispanik dan Afrika Amerika memiliki tingkat
VBAC lebih rendah daripada wanita kulit putih non-Hispanik. Meningkatnya usia
ibu, status perkawinan tunggal, dan lama pendidikan kurang dari 12 tahun juga
telah dikaitkan dengan angka VBAC yang rendah. Wanita yang melahirkan di
rumah sakit pedesaan dan adanya penyakit ibu (misalnya, hipertensi, diabetes,
asma, kejang, penyakit ginjal, penyakit tiroid, penyakit jantung) juga dapat
dikaitkan dengan penurunan angka VBAC. Tinggi badan ibu yang lebih tinggi dan
indeks massa tubuh kurang dari 30 kg/m2 berhubungan dengan peningkatan
pemilihan VBAC.
Riwayat persalinan pervaginam sebelumnya, baik sebelum atau setelah
persalinan secara seksio sesarea, dihubungkan dengan pertimbangan pemilihan
persalinan secara VBAC. Sebagai contoh, dalam sebuah studi kohort retrospektif,
angka persalinan pervaginam setelah percobaan persalinan (TOL) adalah 63
persen pada wanita yang tidak pernah melakukan persalinan pervaginam
sebelumnya, 83 persen pada wanita dengan riwayat persalinan pervaginam
sebelum persalinan secara seksio sesarea sebelumnya, dan 94 persen pada wanita
dengan riwayat VBAC sebelumnya. Angka VBAC meningkat dengan riwayat
VBAC sebelumnya. Tidak adanya indikasi dilakukan seksio sesarea juga
berhubungan dengan angka VBAC yang meningkat.
Faktor kehamilan saat ini juga berhubungan dengan keberhasilan persalinan
pervaginam setelah seksio sesarea, yaitu menyangkut faktor yang berasal dari
janin maupun dari faktor persalinan. Usia kehamilan lebih dari 40 minggu,
persalinan dengan augmentasi, dan persalinan dengan induksi berhubungan
dengan penurunan angka VBAC. Faktor yang paling menentukan kemungkinan
persalinan VBAC adalah faktor bayi yaitu berat badan janin kurang dari 4.000
gram. Faktor persalinan yang berhubungan dengan kecenderungan dilakukannya
VBAC ialah dilatasi serviks yang sudah besar saat kedatangan pasien atau pecah
ketuban. Kemungkinan meningkatnya angka keberhasilan VBAC terjadi jika
penipisan serviks mencapai 75 persen sampai 90 persen. Presentasi vertex,
engagement kepala janin atau stasiun yang lebih rendah, dan skor Bishop lebih

12
tinggi (sistem penilaian yang digunakan untuk memperkirakan keberhasilan
induksi persalinan) juga meningkatkan kemungkinan keberhasilan VBAC.

13
c. Risiko persalinan pervaginam setelah seksio sesarea
Terdapat tiga kemungkinan pilihan persalinan setelah riwayat persalinan
dengan seksio sesarea sebelumnya yaitu percobaan persalinan pervaginam yang
berhasil (VBAC), percobaan persalinan yang gagal yaitu diakhiri dengan seksio
sesarea atau seksio sesarea elektif berulang.
Adapun risiko yang mungkin terjadi atau meningkat pada percobaan persalinan
pervaginam setelah seksio sesarea sebelumnya adalah sebagai berikut:
 Ruptur uterus
Ruptur uterus didefinisikan sebagai robeknya jaringan otot uterus
dengan atau tanpa gejala. Walaupun jarang terjadi, namun ruptur uteri
merupakan dampak yang paling ditakuti dan paling utama dalam percobaan
persalinan pervaginam setelah seksio sesarea ini. Terdapat peningkatan risiko
yang bermakna pada wanita yang menjalani percobaan persalinan setelah
seksio sesarea dibandingkan dengan wanita dengan persalinan seksio sesarea
elektif berulang.
Ruptur uterus terjadi pada sekitar 325 per 100.000 wanita yang
menjalani percobaan persalinan pervaginam setelah riwayat seksio sesarea
sebelumnya. Angka ini sangat bermakna bila dibandingkan dengan jumlah
kasus ruptur uterus yang didapat pada wanita dengan persalinan seksio sesarea
elektif berulang, yaitu 26 kasus per 100.000 persalinan.
Terdapat beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya
ruptur uterus pada persalinan pervaginam setelah seksio sesarea, diantaranya
wanita dengan bekas luka (scar) sesar dengan tipe insisi klasik dan insisi
vertikal rendah memiliki risiko terjadinya ruptur uteri yang lebih tinggi
dibandingkan dengan yang tipe insisinya transversal rendah. Induksi pada
persalinan juga dihubungkan dengan meningkatnya angka kejadian ruptur
uterus.
Sebuah penelitian meta-analisis terbaru menyatakan bahwa banyaknya
riwayat seksio sesarea sebelumnya meningkatkan risiko terjadinya ruptur
uterus. Dikatakan bahwa dua atau lebih riwayat seksio sesarea sebelumnya
berhubungan dengan tingginya angka ruptur uterus (1.590 per 100.000)
dibandingkan dengan wanita dengan riwayat seksio sesarea sebanyak satu kali,
yaitu hanya 560 per 100.000 persalinan.
Faktor lain yang dapat meningkatkan risiko ruptur uterus antara lain
status pembukaan dan penipisan serviks yang kurang baik saat kedatangan,

14
obesitas, jarak kehamilan sekarang dengan sebelumnya kurang dari atau sama
dengan 18 bulan dan taksiran berat badan janin lebih dari 4000 gram.
Faktor yang menurunkan risiko terjadinya ruptur uterus adalah adanya
riwayat persalinan pervaginam sebelumnya, baik sebelum atau sesudah
riwayat seksio sesarea sebelumnya.
Dampak dari ruptur uterus adalah kematian maternal. Secara umum,
14% dari 33% wanita akan membutuhkan tindakan histerectomy akibat
terjadinya ruptur uterus. Sekitar 6 % kasus ruptur uteri akan menyebabkan
kematian perinatal atau kematian janin intrapartum. Pada kehamilan cukup
bulan, risiko kematian janin disertai ruptur uterus sebanyak kurang dari 3%.
Sedangkan angka dampak morbiditas janin akibat ruptur uterus belum
diketahui dengan pasti.

 Transfusi darah
Dengan meningkatnya risiko ruptur uterus, risiko transfusi darah pada
wanita yang menjalani persalinan pervaginam setelah seksio sesarea pun
meningkat. Tetapi terdapat beberapa penelitian dan literatur yang menyatakan
risiko transfusi darah yang tidak jauh berbeda atau lebih rendah pada
percobaan persalinan setelah seksio sesarea, yaitu 900 pada persalinan
pervaginam setelah seksio sesarea dan 1200 pada persalinan dengan seksio
sesarea elektif berulang dari total 100.000 persalinan. Faktor yang
meningkatkan risiko dibutuhkannya transfusi darah maternal adalah induksi
persalinan pada wanita yang belum pernah menjalani persalinan pervaginam
sebelumnya, kehamilan berisiko tinggi, dan banyaknya jumlah riwayat
persalinan secara seksio sesarea sebelumnya.

 Risiko endometritis meningkat

 Histerektomi, penyakit tromboemboli, kematian ibu


Tidak terdapat perbedaan risiko yang bermakna terhadap kemungkinan
histerectomi, penyakit tromboemboli dan kematian ibu pada VBAC
dibandingkan dengan seksio sesarea elektif berulang.

 Infeksi
Secara umum, angka terjadinya infeksi pada persalinan pervaginam
setelah seksio sesarea rendah yaitu kurang dari 3%. Faktor yang
mempengaruhi terjadinya infeksi adalah obesitas, kegagalan percobaan

15
persalinan pervaginam, dan riwayat persalinan dengan seksio sesarea
berulang.

 Risiko kematian perinatal dan hypoxic ischaemic encephalopathy (HIE)


meningkat

 Trauma
Trauma pada neonatus merupakan risiko yang dapat terjadi baik akibat
dari persalinan pervaginam maupun secara seksio sesarea. Pada persalinan
pervaginam, trauma yang mungkin terjadi adalah cedera plexus brachialis,
yaitu 180 per 100.000 kelahiran VBAC dibanding 30 per 100.000 kelahiran
dengan seksio sesarea elektif berulang. Namun, tidak terdapat perbedaan yang
bermakna dalam hal gangguan neurologis persisten akibat cedera plexus
brachialis pada VBAC dan seksio sesarea elektif berulang. Pada seksio sesarea
trauma akibat laserasi pada neonatus lebih tinggi bila dibandingkan dengan
persalinan pervaginam.

d. Keuntungan persalinan pervaginam setelah seksio sesarea


 Risiko mortalitas maternal lebih rendah pada wanita yang menjalani
percobaan persalinan pervaginam setelah seksio sesarea dibandingkan dengan
persalinan dengan seksio sesarea elektif berulang.
 Penyembuhan atau pemulihan lebih cepat sehingga waktu perawatan di
rumah sakit lebih singkat.
 Komplikasi operatif dan anestesi bagi ibu menurun.
 Rasa nyeri abdomen setelah proses persalinan lebih minimal dibandingkan
dengan persalinan secara seksio sesarea.
 Komplikasi kehamilan yang akan datang berkurang sehingga kehamilan
selanjutnya diharapkan dapat dilahirkan pervaginam bila tidak ada
kontraindikasi.
 Risiko trauma pada vesika urinaria, usus dan ureter serta ileus, adhesi,
plasenta previa dan plasenta akreta akibat seksio sesarea berulang dapat
dihindari.
 Sebuah penelitian menyatakan angka deep vein thrombosis (DVT) pada
wanita yang melahirkan dengan percobaan persalinan pervaginam setelah
seksio sesarea lebih rendah daripada wanita yang melahirkan dengan seksio
sesarea elekif berulang ( 40 : 100 per 100.000 persalinan).

e. Syarat keberhasilan persalinan pervaginam setelah seksio sesarea

16
Persalinan pervaginam setelah seksio sesarea (VBAC) diharapkan berhasil
apabila memenuhi syarat sebagai berikut:
 Apabila persalinan seksio sesarea sebelumnya atas indikasi malpresentasi dan
kehamilan saat ini dalam keadaan normal, maka peluang keberhasilan
persalinan dengan VBAC ialah sebanyak 75%.
 Apabila kurang dari atau sama dengan dua persalinan dengan seksio sesarea
sebelumnya tanpa komplikasi yang bermakna, maka peluang keberhasilan
persalinan dengan VBAC berdasarkan penelitian ialah sebesar 70 – 75%
 Apabila terdapat riwayat melahirkan pervaginam sebelumnya, baik sebelum
maupun sesudah persalinan seksio sesarea sebelumnya, peluang keberhasilan
persalinan pervaginam mencapai 90%
 Apabila proses persalinan berjalan secara alami tanpa diinduksi dan ketuban
pecah dengan sendirinya sesuai dengan waktunya

f. Faktor yang mempersulit VBAC


Terdapat beberapa faktor yang mungkin dapat mempersulit proses VBAC,
tetapi bukan merupakan kontraindikasi dari VBAC, diantaranya adalah:
 Apabila belum pernah menjalani persalinan pervaginam sebelumnya
 Apabila proses persalinan perlu dibantu dengan induksi
 Apabila berat badan ibu tergolong dalam kategori ‘overweight’ atau memiliki
BMI > 30
Dengan adanya faktor-faktor tersebut di atas, tingkat keberhasilan VBAC
sebanyak 40%. Faktor-faktor lain yang menyebabkan tingkat keberhasilan VBAC
berkurang adalah:
 Apabila usia kehamilan mencapai 41 minggu atau lebih
 Apabila janin berukuran besar yaitu lebih dari 4000 gram
 Apabila riwayat persalinan seksio sesarea sebelumnya pada usia kehamilan
sebelum 37 minggu
 Apabila pada saat kedatangan ke rumah sakit, proses persalinan masih berada
pada fase awal yaitu dilatasi serviks kurang dari 4 sentimeter.
 Apabila waktu persalinan saat ini kurang dari 2 tahun sejak persalinan secara
seksio sesarea sebelumnya.
 Usia tua

g. Kontraindikasi
Adapun kontraindikasi dilakukannya persalinan pervaginam setelah riwayat
seksio sesarea sebelumnya adalah sebagai berikut:
 Permintaan pasien untuk dilakukan seksio sesarea setelah dilakukan konseling
 kontraindikasi persalinan pervaginam dari ibu dan janin pada kehamilan ini
 Insisi uterus sebelumnya dengan tipe selain transversal dan termasuk tipe
klasikal
17
 Insisi transversal segmen bawah uterus terkomplikasi sebelumnya
 Riwayat insisi uterus sebelumnya yang tidak diketahui jenis insisinya
 Riwayat dilakukan seksio sesarea dua kali atau lebih dengan insisi transversal
segmen bawah uterus masih diperdebatkan
 Riwayat ruptur uteri
 Riwayat histerotomy atau myomectomy yang mengenai kavum uteri
 Ketidaktersediaan fasilitas dan sumber daya untuk melakukan seksio sesarea
darurat dan resusitasi neonates

h. Syarat bayi yang dapat dilahirkan secara pervaginam setelah seksio sesarea adalah
- Bayi tersebut berukuran normal, tidak makrosomia (4000-4500 gram).
- Usia gestasi bayi < 40 minggu. Kontra indikasi untuk dilakukannya TOLAC
yaitu usia janin lebih dari 40 minggu, karena tingkat kegagalan TOLAC lebih
besar dan tingkat rupture uterus lebih tinggi pada janin yang memiliki usia
gestasi lebih dari 40 minggu.
- Pada kehamilan ganda (gemelli) bukan merupakan sebuah kontra indikasi
untuk dilakukannya TOLAC.
- Presentasi kepala pada janin memiliki peluang lebih besar dalam proses
kelahiran dalam proses TOLAC. Sedangkan pada beberapa penelitian
presentasi bokong memiliki peluang keberhasilannya hampir sama dengan
persalinan presentasi bokong pada wanita yang tidak memiliki riwayat seksio
sesaria.
- Selain itu pemantauan denyut jantung janin, pada rupture uterus terjadi
penurunan denyut jantung janin, kontraksi uterus, nyeri pada uterus,
pendarahan pada vagina.

i. Peran USG dalam merencanakan persalinan pervaginam post seksio sesarea

Terdapat penelitian yang mengungkapkan penggunaan ultrasonografi dapat


menjadi alat diagnostik untuk evaluasi keadaan uterus dan merencanakan
kelahiran pervaginam post seksio sesarea. Pengukuran ultrasonografi dilakukan
pada jaringan parut post seksio sesarea dan diukur sebagai ketebalan myometrium
residual saat trimester pertama dan trimester kedua kehamilan, pengukuran ini
dapat memprediksi secara akurat pada pasien yang sebelumnya memiliki riwayat
seksio sesarea.1

Selain itu terdapat penelitian meta-analisis mengenai risiko ruptur uterus dan
pengukuran sonografi pada ketebalan segmen uterus inferior. Dengan ketebalan
segmen uterus inferior <3,5mm memiliki nilai prediktif negative yang kuat, nilai

18
cut-off, dan teknik pengukuran terbaik yang masih kontroversial. tujuan utama
penelitian ini adalah untuk menganalisa kekuatan hubungan antara pengukuran
sonografi dengan segmen uterus inferior pada wanita yang menjalani operasi
seksio saecarea dan memiliki jaringan parut saat melahirkan. Penelitian
metaanalisis tersebut didapatkan dari 44 studi literature yang memiliki kriteria
yang serupa. Seluruh penelitian melakukan pengukuran sonografi saat usia
kehamilan 35-40 minggu.2

Risiko ruptur uterus secara langsung dapat dilihat dari penipisan segmen
uterus inferior yang dapat dianalisis pada usia kehamilan 37 minggu. Penelitian
terdahulu oleh Montanari dkk pada tahun 1999 mengungkapkan ketepatan
ultrasonografi transvaginal untuk penilaian segmen uterus inferior pada wanita
hamil dengan riwayat seksio sesarea. Penelitian tersebut memberikan penilaian
secara skoring yaitu: 1. Jaringan parut yang baik memiliki nilai rerata ketebalan
uterus segmen inferior 4.2 mm ± 2.5 mm, dan 2. Jaringan parut yang buruk
memiliki nilai ketebalan uterus 2.8mm ± 1:06 mm. Penelitian yang dilakukan
Basic dkk. mendapatkan nilai sensitifitas dan spesifisitas untuk ultrasonografi
sebagai alat bantu diagnostik yang digambarkan pada table berikut:3

Sebagai kesimpulan dari penelitian di atas, ultrasonografi dapat digunakan


untuk mengukur ketebalan jaringan parut pada uterus, sehingga pada pemeriksaan
antenatal dokter dapat memiliki kepastian untuk membuat keputusan dalam
perencanaan kelahiran pervaginam.

j. Antenatal care

19
Sebelum melakukan persalinan normal pervaginam, seorang yang telah
mengalami operasi seksio caesarea pada kehamilan sebelumnya perlu dilakukan
percobaan untuk persalinan atau Trial of Labor After Cesarean (TOLAC). TOLAC
juga dapat dilakukan oleh ibu yang pernah memiliki riwayat kelahiran seksio
sesarea sebanyak 2 kali ataupun pada kehamilan kembar. Pemberian informasi
yang jelas sebaiknya diberikan pada pasangan untuk merundingkan metode yang
akan dilakukan serta diperlukan adanya persetujuan scara tertulis.

20
21
Persiapan sebelum melakukan persalinan pervaginam setelah seksio sesarea
dapat dilakukan dengan mempelajari operasi sebelumnya dengan seksama seperti
melihat lokasi sayatan rahim sebelumnya. USG perut (USG Doppler), atau
Magnet Resonance Imaging (MRI) digunakan dalam mengukut ketebalan dinding
rahim ataupun melihat letak penempelan plasenta.

Grobman mengembangkan monogram untuk membantu memprediksi tingkat


kesuksesan dari percobaan persalinan normal. Monogram ini dapat memprediksi
risiko tingkat kematian ibu terkait dengan VBAC dan hanya berlaku untuk wanita
dengan satu kali kelahiran sesarea sebelumnya pada bayi cukup bulan.
Penggunaan monogram tersebut masih bersifat kontroversional karena pada
beberapa penelitian menyebutkan dengan hanya menggunakan 6 variabel tidak
dapat digunakan untuk menentukan tingkat kesuksesan dari VBAC, sedangkan
faktor yang mempengaruhi rupture uterus yang berhubungan dengan VBAC tidak
dapat diprediksi dengan karakteristik klinis.

22
Meskipun terdapat keterbatasan dalam akurasi dari monogram tersebut,
sejumlah poin penting berkaitan dengan evaluasi untuk dilakukannya percobaan
melahirkan terdapat pada monogram tersebut. Rekomendasi saat ini dari American
College of Obstetricians dan Gynecologists (2004) adalah dengan menggunakan
table :

23
No
1 One previous prior low-transverse cesarean delivery
2 Clinically adequate pelvis
3 No other uterine scars or previous rupture
4 Physician immediately available throughout active labor capable of
monitoring labor and performing an emergency cesarean delivery
5 Availability of anesthesia and personnel for emergency cesarean delivery

Perbedaan sayatan pada operasi sesarea juga memiliki perbedaan peluang


terjadinya rupture. Sayatan melintang terbatas pada segmen bawah rahim
memiliki risiko terendah pemisahan bekas luka gejala selama kehamilan
berikutnya. Risiko tertinggi adalah dengan sayatan vertikal yang diperluas ke
fundus seperti sayatan klasik.

Tipe sayatan dan Peluang terjadinya Ruptur

Jenis Sayatan Estimasi Peluang ruptur (Percent)


Classical 4–9
T-shaped 4–9
Low-vertical 1–7
Low-transverse 0.2–1.5
Prior uterine rupture
Lower segment 6
Upper uterus 32

Risiko ruptur uterus akan meningkat apabila uterus tidak punya waktu yang
cukup untuk melakukan regenerasi sel yang rusak akibat seksio sesarea.
Pencitraan resonansi magnetik untuk melihat penyembuhan miometrium
menunjukkan bahwa involusi uterus lengkap dan pemulihan anatomi mungkin
memerlukan minimal 6 bulan. Pada penelitian didapatkan kehamilan yang terjadi
pada kurang dari 6 bulan setelah operasi SC memiliki risiko ruptur uterus lebih
besar dari orang yang mengandung lebih dari 6 bulan post SC.

Pada pasien VBAC yang tidak memiliki riwayat persalinan pervaginam


sebelumnya, risiko ruptur uterus meningkat dua kali lipat jika berat badan bayi >

24
4000 gram, sedangkan kehamilan kembar tidak menunjukkan peningkatan risiko
pecahnya rahim dengan VBAC.

Obesitas mengurangi keberhasilan VBAC, data statistik menunjukkan


persalinan pervaginam dengan BMI normal memiliki tingkat keberhasilan 85% ,
BMI 25-30 memiliki tingkat keberhasilan 78%, BMI 30-40 memiliki angka
keberhasilan 70%, BMI >40 memiliki angka keberhasilan 61%.

Kriteria terkini tentang VBAC menurut ACOG yaitu wanita yang telah
mengalami operasi seksio sesarea sebanyak 2 kali pada posisi low transverse,
memiliki riwayat operasi seksio sesarea karena kehamilan ganda, dan wanita yang
tidak diketahui jenis bekas luka operasi pada uterusnya dapat melahirkan secara
pervaginam dengan metode TOLAC. a

 Konseling
Keputusan akhir untuk melakukan VBAC harus dilakukan oleh pasien dan
telah mendapat penjelasan oleh dokter. Informasi yang perlu disampaikan oleh
dokter dalam hal ini harus mencakup beberapa point penting seperti keuntungan
dan kerugian persalinan pervaginam, risiko-risiko yang mungkin terjadi, serta
persiapan yang harus dilakukan.a
Keuntungan dari persalinan pervaginam yang sukses, seperti waktu rawat di
rumah sakit lebih sedikit, tingkat kesakitan pasca persalinan yang lebih ringan,
risiko pendarahan dan infeksi lebih sedikit, dan pemulihan yang lebih cepat.
Sedangkan kesulitan yang dapat terjadi untuk persalinan pervaginam setelah
seksio sesarea kurangnya sumber daya untuk melakukan persalinan seksio sesarea
darurat setelah gagalnya TOLAC. TOLAC harus diadakan di institute kesehatan
yang memiliki fasilitas untuk seksio sesarea darurat, sehingga perlu persiapan dan
mungkin biaya yang lebih daripada persalinan pervaginam biasa. Kemudian
kemungkinan komplikasi terjadinya ruptur uterus, meskipun risiko rupture uterus
umumnya terjadi kurang dari 1 persen, yaitu 0,7 -0,9%.a Namun bisa ada
peningkatan risiko rupture uterus pada jarak kehamilan kurang dari 6 bulan
setelah operasi seksio sesarea.

k. Intrapartum
Kebanyakan bukti menunjukkan bahwa setiap upaya untuk merangsang
pematangan serviks, menginduksi atau menambah kontraksi uterus meningkatkan
risiko ruptur uteri pada wanita yang akan melahirkan pervaginam. Ruptur uteri

25
lebih sering terjadi pada wanita-wanita diinduksi dengan oksitosin yaitu 1,1 %
dibandingkan dengan yang tidak mendapat oksitosin 0,4%. Oleh sebab itu dosis
maksimum pemberian oksitosin yaitu 21 sampai 30 mU / menit.
Pada pemberian misoprostol (prostaglandin E1) memiliki risiko rupur uterus
lebih besar dari pada pemberian oksitosin untuk induksi persalinan pada wanita
dengan riwayat SC sebelumnya. Pemberian prostaglandin memiliki resiko lebih
dari 15 kali lipat berisiko ruptur uterus daripada tidak menggunakan
prostaglandin. Pada penelitian didapatkan bahwa perempuan diberikan
prostaglandin lebih cenderung terjadi rupture uteri pada lokasi bekas luka lama,
sebaliknya, wanita yang diberikan oksitosin lebih cenderung terjadi rupture pada
lokasi jauh dari bekas luka lama.
Pemberian analgesic epidural pada pasien VBAC tidak memberi pengaruh
yang berbeda dengan persalinan normal biasa. Syarat dari pemberian analgesic
epidural apabila kontraksi ibu yang adekuat serta sang ibu kooperatif dalam
mendengarkan asuhan dari sang penolong untuk mengejan. Pemberian analgesic
epidural tidak menjadi kontra indikasi dari VBAC.
Selama proses kelahiran hal yang perlu di perhatikan yaitu tidak menggunakan
obat yang mengandung agen prostaglandin, pemakaian oksitosin pada VBAC
harus lebih rendah dari pada pemakaian oksitosin pada persalinan normal.
l. Prosedur
Persiapan sebelum kelahiran adalah dengan mengecek tanda-tanda vital seperti
pulsasi nadi setiap 30 menit sekali, tekanan darah setiap 2 jam sekali, memeriksa suhu
setiap 4 jam sekali, dan mengobeservasi perdarahan yang terjadi. c

26
27
BAB III

KESIMPULAN

Seorang wanita yang pernah menjalani operasi seksio sesarea jika hamil lagi memiliki
pilihan untuk menjalani persalinan normal pervaginam yang dikenal dengan VBAC atau
Vaginal Birth After Caesarean. Wanita yang memiliki riwayat seksio sesarea, bahkan
yang dengan riwayat 2 kali seksio sesarea atau operasi rahim sebelumnya dapat diberikan
kesempatan untuk memilih persalinan pervaginam dengan mengikuti TOLAC atau Trial
of Labor After Caesarean.

Kelahiran pervaginam setelah seksio sesarea memiliki keuntungan antara lain risiko
mortalitas maternal lebih rendah, penyembuhan atau pemulihan lebih cepat, komplikasi
yang lebih sedikit, rasa nyeri abdomen lebih minimal, risiko trauma pada vesika urinaria,
usus dan ureter serta ileus juga lebih rendah disbanding kelahiran dengan seksio sesaria
berulang.

Namun tetap ada beberapa risiko yang dihadapi seperti nyeri saat bersalin, risiko
rupture uterus, dan risiko trauma terhadap janin, namun apabila dengan persiapan yang
tepat, dengan berbagai pertimbangan yang dilakukan untuk rencana kelahiran risiko dan
komplikasi yang dapat diminimalisasi dan persalinan dapat berjalan dengan lancar.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham, Leveno, Bloom. Williams Obstetrics, 23 ed. : Mc Graw Hill; 2009.


2. Wiknjosastro, H., et.al. Ilmu Bedah Kebidanan. Ed. 1. PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo : 2010.
3. Saifuddin, A.B., et.al. Ilmu Kebidanan. Ed. 4. PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo : 2010.
4. American College of Obstetricians and Gynecologists. New VBAC guidelines',
ACOG Today. Agustus 2010: 6-7. Available at www.acog.org
5. American College of Obstetricians and Gynecologists. Vaginal Birth After Previous
Caesarean Delivery. Clinical Management Guidelines for Obstetricians and
Gynecologists. In Practice Bulletin No. 115 August 2010. Reaffirmed 2013. Available
at www.acog.org
6. American College of Obstetricians and Gynecologists. Management of Vaginal Birth
After Cesarean (VBAC) 2011 update. Guidelines for Perinatal Care 2011; 6(115): 1-
2. Available at www.acog.org
7. Queensland Maternity and Neonatal Clinical Guidelines Program. Vaginal birth after
caesarean section (VBAC). Queensland Maternity and Neonatal Clinical Guidelines
Program. Report number: MN09.12-V3-R14, 2009.
8. Armstrong, Carrie. ACOG Updates Recommendations on Vaginal Birth After
Previous Cesarean Delivery. Practice Guidelines 2011. Available at www.aafp.org/afp
9. Ayub M. Vaginal delivery ater caesarean section. J Ayub Med Abbottabad
2012;24(1):1-2.
10. Jastrow N, Chaillet N, Roberge S, Morency AM, Lacasse Y, dkk. Sonographic Lower
Uterine Segment Thickness and Risk of Uterine Scar Defect: A Systematic Review.
JOGC 2010;321-7
11. Basic E, Basic-Cetkovic V, Kozaric H, Rama A. Ultrasound Evaluation of Uterine
Scar
After Cesarean Section and Next Birth. Med Arh 2012: 66(3, suppi 1): 41-44.

29

Anda mungkin juga menyukai