BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
“Ikan ini semula dikembangkan untuk membantu menanggulangi polusi lingkungan,”
kata Alan Blake dan rekan-rekannya dari Yorktown Technologies, perusahaan yang
mendaftarkan ikan tersebut sebagai ikan peliharaan. “Mereka direkayasa agar memancarkan
cahaya bila berada di lingkungan yang beracun atau tidak sehat.”
Ikan zebra (Brachydanio rerio) biasanya berwarna perak dengan garis-garis hitam
keunguan. Dengan rekayasa genetis, ikan ini dapat memendarkan warna hijau atau merah dari
tubuhnya. Warna merah atau hijau yang bersinar itu diambil dari warna ubur-ubur yang
disuntikkan ke telur-telur ikan zebra.
Dengan gen ubur-ubur itu, tubuh ikan zebra dapat memancarkan cahaya. Nah, agar bisa
digunakan sebagai indikator polusi, maka para peneliti memasukkan gen pemicu yang akan
mengaktifkan pancaran cahaya pada ikan bila ikan berada dalam lingkungan yang
mengandung zat tertentu.
Menurut Blake, sejauh ini tidak ada bukti bahwa ikan-ikan hasil rekayasa tersebut akan
menimbulkan ancaman pada lingkungan. “Ikan-ikan ini hanya akan memancarkan warna
terang di bawah segala macam sinar, namun tidak akan mencemari lingkungan.”
Ikan yang kini disebut Glofish ini mulanya dikembangkan oleh Zhiyuan Gong dari
National University of Singapore. Menurut Gong, meski saat ini ikan tersebut hanya memiliki
dua warna tambahan, namun sebenarnya ia bisa dikembangkan untuk memiliki lima warna
berbeda, dimana masing-masing warna akan bersinar sesuai dengan jenis bahan polutan yang
dijumpai ikan.
1.2. Tujuan
Untuk mengetahui cara pengolahan dan membantu menciptakan produk organisme baru
dari hasil rekayasa genetika.
Untuk mengetahui sejauh mana tentang hasil rekayasa genetika.
Untuk mengetahui bagaimana teknologi DNA dalam bidang bioteknologi, yakni teknologi
rekayasa genetika.
BAB II ISI
2.1. Teknologi Rekayasa Genetika
Ikan zebra (Brachydanio rerio) berfluoresens pertama hasil rekayasa genetika berhasil
dikembangkan oleh para ilmuwan untuk mendeteksi adanya polutan, bahkan mulai
dipasarkan sebagai binatang peliharaan.”
Cuplikan informasi tersebut hanyalah salah satu contoh bagaimana teknologi DNA telah
meluncurkan revolusi dalam bidang bioteknologi, yakni teknologi rekayasa genetika.
Keberhasilan ini tentunya membawa angin segar dan kontribusi yang sangat besar, terutama
dalam bidang rekayasa genetika ikan dan akuakultur karena selain bermanfaat bagi penelitian
dasar juga dapat ditujukan untuk penggunaan komersial.
Rekayasa genetika atau genetic engineering pada dasarnya adalah seperangkat teknik
yang dilakukan untuk memanipulasi komponen genetik, yakni DNA genom atau gen yang
dapat dilakukan dalam satu sel atau organisme, bahkan dari satu organisme ke organisme lain
yang berbeda jenisnya. Dalam upaya melakukan rekayasa genetika, para ilmuwan
menggunakan teknologi DNA rekombinan. Sementara organisme yang dimanipulasi dengan
menggunakan teknik DNA rekombinan disebut genetically modified organisme (GMO) yang
memiliki sifat unggul bila dibandingkan dengan organisme asalnya. Seiring dengan kemajuan
biologi molekuler sekarang ini memungkinkan ilmuwan untuk mengambil DNA suatu spesies
karena DNA mudah diekstraksi dari sel-sel. Kemudian disusunlah suatu konstruksi molekuler
yang dapat disimpan di dalam laboratorium. DNA yang telah mengalami penyusunan
molekuler dinamakan DNA rekombinan sedangkan gen yang diisolasi dengan metode
tersebut dinamakan gen yang diklon.
Beberapa tahapan yang perlu dilakukan dalam melakukan rekayasa genetika atau
teknologi DNA rekombinan sebagai berikut:
Isolasi DNA yang mengandung gen target atau gen of interest (GOI).
Isolasi plasmid DNA bakteri yang akan digunakan sebagai vektor.
Manipulasi sekuen DNA melalui penyelipan DNA ke dalam vektor.
(a.) Pemotongan DNA menggunakan enzim restriksi endonuklease.
(b.) Penyambungan ke vektor menggunakan DNA ligase.
Transformasi ke sel mikroorganisme inang.
Pengklonan sel-sel (dan gen asing).
Identifikasi sel inang yang mengandung DNA rekombinan yang diinginkan
Penyimpanan gen hasil klon dalam perpustakaan DNA.
Rekayasa genetika telah merambah di berbagai bidang, tidak terkecuali bidang perikanan
yang menghasilkan ikan kualitas unggul, sebagai contoh antara lain:
Ikan zebra yang biasanya berwarna perak dengan garis-garis hitam keunguan, setelah
disisipi dengan gen warna ubur-ubur yang disuntikkan ke telur ikan-ikan zebra maka dapat
memendarkan warna hijau atau merah dari tubuhnya. Gen pemicu dari ubur-ubur akan
mengaktifkan pancaran cahaya pada ikan bila ikan berada dalam lingkungan yang
mengandung bahan polutan tertentu.
Ikan karper transgenik dengan pertumbuhan mencapai tiga kali dari ukuran normalnya
karena memiliki gen dari hormon pertumbuhan ikan salmon (rainbow trout) yang ditransfer
secara langsung ke dalam telur ikan karper. Begitu pula penelitian lainnya memberikan hasil
yang serupa, yakni seperti pada ikan kakap (red sea bream) dan salmon Atlantik yang juga
sama-sama disisipi oleh gen growth hormone OPAFPcsGH.
Ikan goldfish yang disisipi dengan ocean pout antifreeze protein gene diharapkan dapat
meningkatkan toleransi terhadap cuaca dingin.
Ikan medaka transgenik yang mampu mendeteksi adanya mutasi (terutama yang
disebabkan oleh polutan) sangat bermanfaat bagi kehidupan hewan akuatik lainnya dan di
bidang kesehatan manusia. Ikan tersebut setelah disisipi dengan vektor bakteriofag
mutagenik, kemudian vektor DNA dikeluarkan dan disisipkan ke dalam bakteri pengindikator
yang dapat menghitung gen mutan.
Ikan transgenik menjadi tahan lama dan tidak cepat busuk dalam penyimpanan setelah
ditransplantasikan gen tomat. Namun bisa juga sebaliknya apabila penerapan ditujukan untuk
dunia pertanian, maka gen ikan yang hidup di daerah dingin dapat dipindahkan ke dalam
tomat untuk mengurangi kerusakan akibat dari pembekuan.
Berbagai kontroversi menyelimuti produk-produk hasil rekayasa genetika.
Kekhawatiran-kekhawatiran mengenai produk rekayasa genetik yang memiliki kemungkinan
bersifat racun, menimbulkan alergi serta terjadi resistensi terhadap bakteri dan antibiotik
selalu terjadi dalam masyarakat. Memang DNA rekombinan yang diproduksi dengan cara
buatan itu dapat berbahaya jika tidak disimpan secara layak dan tindakan pencegahan yang
ketat perlu diterapkan pada pekerjaan semacam ini. Jadi hanya galur-galur non-patogenik
yang dipergunakan sebagai inang atau galur-galur lain yang dapat tumbuh dalam kondisi
laboratorium. Namun demikian, hal ini tidaklah menyurutkan para saintis untuk terus
memperbaiki kualitas penelitian di bidang rekayasa genetika semata-mata adalah demi
kemaslahatan bersama. Pada akhirnya, kita harus mempertimbangkan masalah-masalah
sosial, etika dan moral ketika teknologi gen menjadi lebih ampuh.
Impor, penjualan dan kepemilikan ikan ini tidak diijinkan dalam Uni Eropa. Pada
tanggal 9 November 2006, bagaimanapun, 'Kementerian Perumahan Belanda, Tata Ruang
dan Lingkungan Hidup (VROM) menemukan 1.400 ikan neon, yang dijual di berbagai toko
akuarium.
Pada bulan Januari 2009, US Food & Drug Administration diformalkan rekomendasi mereka
untuk hewan rekayasa genetika. rekomendasi tidak mengikat ini menjelaskan cara di mana
FDA mengatur semua hewan GM, termasuk Glofish.
Penelitian yang dipublikasikan pada tahun 2014 menilai keamanan lingkungan yang
terkait dengan Glofish. Satu kertas menyimpulkan bahwa ada sedikit risiko invasi ke
lingkungan. Sebuah studi kedua menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan risiko antara
Glofish dan tipe liar danios.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
rekayasa genetika modern menggunakan teknologi DNA rekombinan. Rekombinasi
dilakukan secara in vitro (di luar sel organisme), sehingga dimungkinkan untuk memodifikasi
gen-gen spesifik dan memindahkannya di antara organisme yang berbeda seperti bakteri,
tumbuhan dan hewan ataupun dapat mencangkok (kloning) hanya satu jenis gen yang
diinginkan dalam waktu cepat.
DNA rekombinan yang diproduksi dengan cara buatan itu dapat berbahaya jika tidak
disimpan secara layak dan tindakan pencegahan yang ketat perlu diterapkan pada pekerjaan
semacam ini.