Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Komunikasi dapat diartikan sebagai upaya individu dalam menjaga dan
mempertahankan individu untuk tetap melakukan interaksi dengan orang lain.
Komunikasi merupakan komponen penting dalam keperawatan. Komunikasi
adalah suatu alat yang efektif untuk mempengaruhi tingkah laku manusia
sehingga komunikasi dikembangkan dan dipelihara secara terus menerus
(Nasir, 2009). Maka komunikasi sangatlah penting sebagai sarana yang sangat
efektif dalam memudahkan perawat melaksanakan peran dan fungsinya dengan
baik.
Sebagai tenaga kesehatan yang paling lama dan sering berinteraksi
dengan klien, perawat diharapkan mampu menjadi “obat” secara psikologis.
Kehadiran dan interaksi yang dilakukan oleh perawat hendaknya membawa
kenyamanan dan kerinduan bagi klien (Mundakir, 2006). Oleh karena itu,
perawat memerlukan keterampilan khusus yang mencakup keterampilan khusus
yang mencakup keterampilan intelektual, teknikal yang tercermin dalam
perilaku berkomunikasi secara terapeutik dengan orang lain (Sheldon, 2009).
Perawat yang memiliki keterampilan berkomunikasi secara terapeutik tidak
hanya akan mudah dalam menjalin hubungan dan juga rasa percaya dengan
klien, tetapi juga mencegah terjadinya masalah legal, serta mampu
meningkatkan citra profesi maupun citra daripada Rumah Sakit (Nasir, 2009).
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan dan
dilakukan dengan membantu proses pemulihan maupun penyembuhan klien.
Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi profesional bagi perawat
(Nunung, 2010). Cara efektif untuk mempengaruhi tingkah laku manusia dan
bermanfaat dalam melaksanakan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit dapat
dilakukan dengan komunikasi terapeutik, sehingga komunikasi harus
dikembangkan secara terus menerus. Hubungan antara perawat dengan klien
yang terapeutik dapat terwujud dengan adanya interaksi yang terapeutik antar
kedua pihak (Stuart dan Sundeen, 2007). Maka dari itu, dalam makalah ini akan

1
dibahas lebih lanjut mengenai komunikasi terapeutik, dengan pokok bahasan
yang terdiri dari: pengertian, tujuan, dasar dan prinsip, teknik komunikasi
terapeutik, fase-fase komunikasi terapeutik perawat-klien, serta hambatan
dalam komunikasi terapeutik.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian komunikasi terapeutik?
2. Apa tujuan komunikasi terapeutik?
3. Apa dasar dan prinsip komunikasi terapeutik?
4. Apa saja teknik komunikasi terapeutik?
5. Bagaimana fase-fase komunikasi terapeutik perawat-klien?
6. Apa saja hambatan dalam komunikasi terapeutik?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan yang dapat diambil dari rumusan masalah diatas
yaitu:
1. Untuk mengetahui pengertian komunikasi terapeutik.
2. Untuk mengetahui tujuan komunikasi terapeutik.
3. Untuk mengetahui dasar dan prinsip komunikasi terapeutik.
4. Untuk mengetahui teknik komunikasi terapeutik.
5. Untuk mengetahui fase-fase komunikasi terapeutik perawat-klien.
6. Untuk mengetahui hambatan dalam komunikasi terapeutik.
D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini yaitu:

1. Manfaat Teoritis: Secara teoritis makalah ini bermanfaat untuk menambah


wawasan tentang materi.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Mahasiswa
Mahasiwa dapat mengetahui dan memahami mengenai materi
Komunikasi Terapeutik.

2
b. Bagi Dosen
Dosen dapat menilai kinerja mahasiwa dalam pembuatan makalah
khususnya tentang materi Komunikasi Terapeutik, serta dosen dapat
memberikan materi bukan hanya dengan teori tetapi juga dengan
pemecahan masalah yang di tuangkan dalam bentuk makalah.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Komunikasi Terapeutik


Menurut Arwani (2003) komunikasi terapeutik bukan pekerjaan yang
bisa dikesampingkan namun harus direncanakan, disengaja dan merupakan
tindakan profesional. Akan tetapi, jangan sampai karena terlalu asyik bekerja
kemudian melupakan pasien sebagai manusia dengan beragam latar belakang
dan masalahnya.
Menurut Maulana (2007) komunikasi terapeutik adalah pengiriman
pesan antara pengirim dan penerima dengan interaksi di antara keduanya yang
bertujuan memulihkan kesehatan seseorang yang sedang sakit.
Uripni (2002) mendefinisikan komunikasi terapeutik sebagai
komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatan diputuskan
untuk kesembuhan pasien.
B. Tujuan Komunikasi Terapeutik
Menurut Maulana (2007) tujuan komunikasi terapeutik adalah
menegakkan hubungan terapeutik antara petugas kesehatan dan pasian/klien,
mengidentifikasi kubutuhan pasien/klien yang penting (clien-centered goal),
dan dan menilai persepsi pasien/klien terhadap masalahnya.
Menurut Setyohadi dan Kushariyadi (2011) komunikasi terapeutik
dilaksanakan dengan tujuan:
1. Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan
pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada
bila pasien percaya pada hal-hal yang diperlukan.
2. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang
efektif dan mempertahankan kekuatan egonya.
3. Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya dalam hal
peningkatan derajat kesehatan.
4. Mempererat hubungan atau interaksi antara klien dengan terapis (tenaga
kesehatan) secara profesional dan proporsional dalam rangka membantu
menyelesaikan masalah klien.

4
C. Dasar dan Prinsip Komunikasi Terapeutik
1. Dasar-Dasar Komunikasi Terapeutik
Menurut Suryani (2005) ada beberapa dasar yang harus dipahami
dalam membangun dan mempertahankan hubungan yang terapeutik:

a. Pertama, hubungan perawat dengan klien adalah hubungan terapeutik


yang saling menguntungkan. Hubungan ini didasarkan pada prinsip
”humanity of nurse and clients”. Kualitas hubungan perawat-klien
ditentukan oleh bagaimana perawat mendefinisikan dirinya sebagai
manusia. Hubungan perawat dengan klien tidak hanya sekedar
hubungan seorang penolong dengan kliennya tetapi lebih dari itu,
hubungan antar manusia yang bermartabat.
b. Perawat harus menghargai keunikan klien. Tiap individu mempunyai
karakter yang berbeda-beda, karena itu perawat perlu memahami
perasaan dan perilaku klien dengan melihat perbedaan latar belakang
keluarga, budaya, dan keunikan tiap individu.
c. Semua komunikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri
pemberi maupun penerima pesan, dalam hal ini perawat harus mampu
menjaga harga dirinya dan harga diri klien.
2. Prinsip-Prinsip Komunikasi Terapeutik
Prinsip-prinsip komunikasi teraupetik menurut Damaiyanti (2008):
a. Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti menghayati,
memahami dirinya sendiri serta nilai yang di anut.
b. Komunikasi harus di tandai dengan sikap saling menerima, saling
percaya dan saling menghargai.
c. Perawat harus memahami, menghayati nilai yang dianut oleh pasien.
d. Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik fisik
maupun mental.
e. Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan pasien bebas
berkembang tanpa rasa takut.
f. Perawat harus dapat menciptakan suasana yang memungkinkan pasien
memiliki motivasi untuk mengubah dirinya baik sikap, tingkah

5
lakunya sehingga tumbuh makin matang dan dapat memecahkan
masalah- masalah yang di hadapi.
g. Perawat harus mampu menguasai perasaan diri sendiri secara bertahap
untuk mengetahui dan mengatasi perasaan gembira, sedih, marah,
keberhasilan maupun frustasi.
h. Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat
mempertahankan konsistennya.
i. Memahami betul arti empati sebagai tindakan yang terapeutik dan
sebaliknya simpati bukan tindakan terapeutik.
j. Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasar dari hubungan
terapeutik.
k. Mampu berperan sebagi role model agar dapat menunjukkan dan
meyakinkan orang lain tentang kesehatan, oleh karena itu perawat
perlu mempertahankan suatu keadaan sehat fisik mental, spiritual, dan
gaya hidup.
l. Disarankan untuk mengekpresikan perasaan bila di anggap
mengganggu.
m. Altruisme untuk mendapatkan kepuasaan dengan menolong orang lain
secara manusiawi.
n. Berpegang pada etika dengan cara berusaha sedapat mungkin untuk
mengambil keputusan berdasarkan prinsip kesejahteraan manusia.
o. Bertanggung jawab dalam dua dimensi yaitu tanggung jawab terhadap
diri sendiri atas tindakan yang di lakukan dan tanggung jawab terhadap
orang lain.
D. Teknik Komunikasi Terapeutik
Teknik komunikasi terapeutik dengan menggunakan referensi dari
Stuart dan Sundeen (2007) yaitu:

1. Mendengarkan (listening): Mendengar (listening) merupakan dasar utama


dalam komunikasi terapeutik. Mendengarkan adalah proses aktif dan
penerimaan informasi serta penelaahan reaksi seseorang terhadap pesan yang
diterima. Untuk member kesempatan lebih banyak pada klien untuk

6
berbicara, maka perawat harus menjadi pendengar yang aktif. Selama
mendengarkan, perawat harus mengikuti apa yang dibicarakan klien dengan
penuh perhatian. Perawat memberikan tanggapan dengan tepat dan tidak
memotong pembicaraan klien. Tunjukkan perhatian bahwa perawat
mempunyai waktu untuk mendengarkan. Keterampilan mendengarkan
penuh perhatian adalah dengan:
a. Pandang klien ketika sedang bicara.
b. Pertahankan kontak mata yang memancarkan keinginan untuk
mendengarkan.
c. Sikap tubuh yang menunjukan perhatian dengan tidak menyilangkan
kaki atau tangan.
d. Hindarkan gerakan yang tidak perlu.
e. Angkat kepala jika klien membicarakan hal penting atau memerlukan
umpan balik.
f. Condongkan tubuh kearah lawan bicara (pasien).
2. Bertanya: Bertanya (question) merupakan teknik yang dapat mendorong
klien untuk mengungkapkan perasaan dan pikirannya. Teknik berikut sering
digunakan pada tahap orientasi:
a. Pertanyaan fasilitatif (fasilitative question)
Menurut Suryani (2005) pertanyaan fasilitatif (facilitative question)
terjadi jika pada saat bertanya perawat sensitif terhadap pikiran dan
perasaan serta secara langsung berhubungan dengan masalah klien,
sedangkan pertanyaan non fasilitatif (non facilitative question) adalah
pertanyaan yang tidak efektif karena memberikan pertanyaan yang tidak
fokus pada masalah atau pembicaraan, bersifat mengancam, dan tampak
kurang pengertian terhadap klien.
b. Pertanyaan terbuka atau tertutup
Pertanyaan terbuka (open question) digunakan apabila perawat
membutuhkan jawaban yang banyak dari klien. Dengan pertanyaan
terbuka, perawat mampu mendorong klien mengekspresikan dirinya

7
(Suryani, 2005). Pertanyaan tertutup (closed question) digunakan ketika
perawat membutuhkan jawaban yang singkat.
3. Penerimaan
Yaitu mendukung dan menerima informasi dengan tingkah laku yang
menunjukkan ketertarikan dan tidak menilai. Penerimaan bukan berarti
persetujuan. Penerimaan berarti bersedia untuk mendengarkan orang lain
tanpa menunjukan keraguan atau tidak setuju. Perawat sebaiknya
menghindarkan ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang menunjukkan tidak
setuju, seperti mengerutkan kening atau menggelengkan kepala seakan tidak
percaya.
4. Mengulangi (restating)
Mengulangi (restating) yaitu mengulang pokok pikiran yang diungkapkan
klien maksudnya adalah mengulangi pokok pikiran yang diungkapkan klien
dengan menggunakan kata-kata sendiri. Gunanya untuk menguatkan
ungkapan klien dan member indikasi perawat mengikuti pembicaraan atau
memperhatikan klien dan mengharapkan komunikasi berlanjut klien
(Suryani, 2005).
5. Klarifikasi (clarification)
Klasifikasi (clarification) adalah penjelasan kembali ke ide atau pikiran klien
yang tidak jelas atau meminta klien untuk menjelaskan arti dari ungkapannya
(Suryani, 2005). Dilakukan bila perawat ragu, tidak jelas, tidak mendengar
atau klien malu mengemukakan informasi, informasi yang diperoleh tidak
lengkap atau mengemukakannya berpindah-pindah. Pada saat klarifikasi
perawat tidak boleh menginterpretasikan apa yang dikatakan klien, juga
tidak boleh menambahkan informasi (Suryani, 2005). Fokus utama
klarifikasi adalah pada perasaan, karena pengertian terhadap perasaan klien
sangat penting dalam memahami klien.
6. Refleksi (reflection)
Refleksi (reflection) adalah mengarahkan kembali ide, perasaan, pertanyaan,
dan isi pembicaraan kepada klien. Menurut Suryani (2005) hal ini digunakan
untuk memvalidasi pengertian perawat tentang apa yang diucapkan klien dan

8
menekankan empati, minat, dan penghargaan terhadap klien. Refleksi
menganjurkan klien untuk mengungkapkan dan menerima ide dan
perasaannya sebagai bagian dari dirinya sendiri. Apabila klien bertanya apa
yang harus ia pikirkan dan kerjakan atau rasakan maka perawat dapat
menjawab: bagaimana menurutmu? Dengan demikian perawat
mengindikasikan bahwa pendapat klien adalah berharga dank lien
mempunyai hak untuk mampu melakukan hal tersebut, maka iapun akan
berpikir bahwa dirinya adalah manusia yang mempunyai kapasitas dan
kemampuan sebagai individu yang terintegrasi dan bukan sebagai bagian
dari orang lain.
7. Memfokuskan (focusing)
Menurut Suryani (2005) memfokuskan (focusing) adalah bertujuan
memberikan kesempatan kepada klien untuk membahas masalah inti dan
mengarahkan komunikasi klien pada pencapaian tujuan. Metode ini
dilakukan dengan tujuan membatasi bahan pembicaraan sehingga
pembahasan masalah lebih spesifik dan dimengerti dan mengarahkan
komunikasi klien pada pencapaian tujuan.
8. Diam (silence)
Menurut Suryani (2005) teknik diam digunakan untuk memberikan
kesempatan pada klien sebelum menjawab pertanyaan perawat. Diam akan
memberikan kesempatan kepada perawat dan klien untuk Mengorganisasi
pikiran masing-masing.
9. Memberikan Informasi (informing)
Memberikan informasi tambahan merupakan tindakan penyuluhan
kesehatan untuk klien. Teknik ini sangat membantu dalam mengajarkan
kesehatan atau pendidikan pada klien tentang aspek-aspek yang relevan
dengan perawatan diri dan penyembuhan klien. Informasi tambahan yang
diberikan pada klien harus dapat memberikan pengertian dan pemahaman
yang lebih baik tentang masalah yang dihadapi klien serta membantu dalam
memberikan alternatif pemecahan masalah (Suryani, 2005).

9
10. Menyimpulkan (summerizing)
Menyimpulkan adalah teknik komunikasi yang membantu klien
mengeksporasi point penting dari interaksi perawat-klien. Teknik ini
membantu perawat dan klien untuk memiliki pikiran dan ide yang sama saat
mengakhiri pertemuan.
11. Mengubah Cara Pandang (reframing)
Menurut Suryani (2005) teknik ini digunakan untuk memberikan cara
pandang lain sehingga klien tidak melihat sesuatu atau masalah dari aspek
negatifnya saja sehingga memungkinkan klien untuk membuat perencanaan
yang lebih baik dalam mengatasi masalah yang dihadapinya.
12. Eksplorasi
Suryani (2005) menyebutkan teknik ini bertujuan untuk mencari atau
menggali lebih dalam masalah yang dialami klien, supaya masalah tersebut
bisa diatasi. Teknik ini bermanfaat pada tahap kerja untuk mendapatkan
gambaran yang detail tentang masalah yang dialami klien.
13. Membagi Persepsi (sharing perception)
Suryani (2005) menyatakan membagi persepsi (sharing perception) adalah
meminta pendapat klien tentang hal yang perawat rasakan atau pikirkan.
Teknik ini digunakan ketika perawat merasakan atau melihat ada perbedaan
antara respons verbal atau respons nonverbal dari klien.
14. Identifikasi Tema
Perawat harus tanggap terhadap cerita yang disampaikan klien dan harus
mampu menangkap tema dari seluruh pembicaraan tersebut. Gunanya untuk
meningkatkan pengertian dan menggali masalah penting (Suryani, 2005).
Teknik ini sangat bermanfaat pada tahap awal kerja untuk memfokuskan
pembicaraan pada awal masalah yang benar-benar dirasakan klien.
15. Menganjurkan untuk Melanjutkan Pembicaraan
Teknik ini menganjurkan klien untuk mengarahkan hampir seluruh
pembicaraan yang mengidentifikasikan bahwa klien sedang mengikuti apa
yang dibicarakan dan tertarik dengan apa yang dibicarakan selanjutnya.

10
Perawat lebih berusaha untuk menaksirkan dari pada mengarahkan
diskusi/pembicaraan.
16. Humor
Suryani (2005) melaporkan bahwa humor merangsang produksi
catecholamine dan hormone yang menimbulkan perasaan sehat,
meningkatkan toleransi terhadap rasa sakit, mengurangi ansietas,
memfasilitasi relaksasi pernafasan dan menggunakan humor untuk menutupi
rasa takut dan tidak enak atau menutupi ketidak mampuannya untuk
berkomunikasi dengan klien.
17. Memberikan Pujian
Memberikan pujian (reinforcement) merupakan keuntungan psikologis yang
didapatkan klien ketika berinteraksi dengan perawat. Reinforcement berguna
untuk meningkatkan harga diri dan menguatkan perilaku klien (Suryani,
2005). Reinforcement bias diungkapkan dengan kata-kata ataupun melalui
isyarat nonverbal.
18. Menawarkan Diri
Bukan tidak mungkin bahwa klien belum siap untuk berkomunikasi secara
verbal dengan orang lain atau klien tidak mampu untuk membuat dirinya
dimengerti. Perawat menyediakan diri tanpa renpons bersyarat atau respons
yang diharapkan.
19. Memberikan Penghargaan
Memberi salam pada klien dan keluarga dengan menyebut namanya,
menunjukan kesadaran tentang perubahan yang terjadi, untuk menghargai
klien dan keluarga sebagai manusia seutuhnya yang mempunyai hak dan
tanggung jawab atas dirinya sendiri sebagai individu.
20. Asertif
Asertif adalah kemampuan dengan cara meyakinkan dan nyaman untuk
mengekspresikan pikiran dan perasaan diri dengan tetap menghargai orang
lain.

11
E. Fase-Fase Komunikasi Terapeutik Perawat-Klien

Menurut Stuart dan Sundeen (2007) fase-fase dari komunikasi terapeutik adalah
sebagai berikut:
1. Fase Prainteraksi
Fase prainteraksi meruupakan tahap persiapan sebelum berhubungan
dan berkomunikasi dengan klien. Anda perlu mengevaluasi diri tentang
kemampunn yang anda miliki. Jika merasakan ketidakpastian maka anda
perlu membaca kembali, diskusi dengan teman sekelompok atau diskusi
dengan tutor. Jika saudara telah siap, maka anda perlu membuat rencana
interaksi dengan klien.
a. Evaluasi diri
Coba pertanyaan berikut:
Apa pengetahuan yang saya miliki tentang keperawatan jiwa?
Apa yang saya ucapkan saat bertemu klien?
Bagaimana respon selanjutnya jika klien diam, menolak, marah atau
inkoheren?
Adakah pengalaman interaksi dengan klien yang negative atau buruk
atau tidak menyenangkan?
Jika ada lakukan dengan koreksi dengan cara membaca, cara-cara
berhubungan dengan klien. Konsultasi dengan pembimbing klinik,
diskusi dengan teman sekelompok.
Bagaimana tingkat tingkat kecemasan saya? Jika cemas ringan, lakukan
interaksi. Jika cemas sedang, usahakan sampai anda dapat mengatasi
kecemasan.
b. Penetapan tahapan hubungan antara interaksi
Berikutnya perlu ditetapkan tahapan hubungan anda berikutnya:
Apakah pertemuan atau kontrak pertama?
Apakah pertemuan lanjutan?
Apa tujuan pertemuan? Pengkajian/observasi/pemantauan/ tindakan
keperawatan terminasi?
Apa tindakan yang akan saya lakukan?

12
Bagaimana cara melakukannya?
c. Rencana interaksi
Siapkan rencana tertulis rencana percakapan yang akan anda lakukan
pada saat berhubungan dengan berkomunikasi bersama klien.
Teknik komunikasi apa yang akan anda lakukan, kaitkan dengan tujuan
anda melakukan hubungan dengan klien. Hal ini berhubungan dengan
tahapan hubungan yang akan dilakukan.
Teknik observasi apa yang perlu saudara lakukan selama berhubungan
dengan klien.
Langkah-langkah tindakan prosedur yang akan dikerjakan (SOP)
Setelah anda membuat rencana interaksi berarti anda sudah siap bertemu
dan berkomunikasi dengan klien.
2. Fase Perkenalan/Orientasi
a. Fase Perkenalan
Perkenalan merupakan kegiatan yang anda lakukan saat pertama kali
bertemu dengan klien. Hal-hal yang perlu dilakukan adalah:
1) Memberi salam
Assalamualaikum/selamat pagi/siang/sore/malam atau sesuai
dengan latar belakang sosial budaya yang disertai dengan
mengulurkan tangan untuk berjabat tangan.
2) Memperkenalkan diri perawat
“Nama saya Isara, saya senang dipanggil Isara.”
3) Menanyakan nama klien
“Nama Bapak/Ibu/Saudara siapa, apa panggilan kesayangan?”
4) Menyepakati pertemuan (kontrak)
Bunyi kesepakatan tentang pertemuan terkait dengan kebersediaan
klien untuk bercakap-cakap (tempat bercakap-cakap dan lama
percakapan).
Contoh komunikasi:
“Bagaimana kalau kita bercakap-cakap.”
“Ayo kita bercakap-cakap!”

13
“Di mana kita bercakap-cakap?” (Sebutkan)
“Ayo kita duduk di sana?” (Sebutkan)
Jika di klinik atau rumah sakit langsung katakana “silahkan duduk!”
Jika di kamar klien, saudara langsung duduk di samping klien.
5) Menghadapi kontrak
Pada pertemuan awal saudara perlu melengkapi penjelasan identitas
saudara sehingga saat interaksi klien percaya pada saudara.
Contoh komunikasi:
“Saya perawat yang bekerja di…., saya yang akan merawat Cahya
selama 3 hari.” (Contoh bila panggilan sayangnya Cahya)
“Dimulai saat ini s.d. …., saya datang jam 07.00 dan pulang jam
14.00”.
Klien menyepakati tujuan interaksi:
“Saya akan membantu Cahya untuk menyelesaikan masalah yang
dihadapi”.
“Kita bersama-sama menyelesaikan masalah yang Cahya hadapi”.
6) Memulai percakapan awal
Pada awalnya fokus percakapan adalah pengkajian keluhan utama
atau alasan masuk rumah sakit. Kemudian dilanjutkan dengan hal-
hal yang terkait dengan keluhan utama. Jika mungkin melengkapi
format pengkajian proses keperawatan.
Contoh komunikasi untuk mengkaji keluhan utama.
Untuk melengkapi identitas saudara:
“Apa yang terjadi di rumah sampai Cahya dibawa kemari?”
“Apa yang Cahya rasakan sampai datang kemari?”
“Apa yang Cahya susahkan saat ini?”
“Apa masalah yang Cahya rasakan?”
Jika klien menjawab, lanjutkan eksplorasi sesuai dengan format
pengkajian terutama hal-hal terkait dengan keluhan utama.
Jika klien tidak menjawab:

14
“Saya tidak dapat membantu jika Cahya tidak mau menceritakan hal
yang Cahya hadapi. Tampaknya Cahya belum mau cerita, kita duduk
saja bersama.” (10 menit)
7) Menyepakati masalah klien
Setelah pengkajian, jika mungkin pada akhir wawancara sepakati
masalah atau kebutuhan klien.
Contoh komunikasi:
“Dari percakapan kita tadi tampaknya Cahya…” (sesuai dengan
kesimpulan masalah atau kebutuhan yang dimiliki klien). Gunakan
bahasa yang dimengerti klien, misalnya: “Tampaknya Cahya tidak
nafsu makan karena merasa nyeri pada hulu hati” (Untuk masalah
Gastritis); “Tampaknya Cahya kelihatan sesak nafas” (Untuk
masalah Asma).
8) Mengakhiri perkenalan
Lihat terminasi sementara (lihat pada fase terminasi)
b. Fase Orientasi
Fase orientasi dilaksanakan pada awal setiap pertemuan kedua dan
seterusnya. Tujuan fase orientasi adalah memvalidasi kekurangan data,
rencana yang telah dibuat dengan keadaan klien saat ini dan
mengevaluasi hasil tindakan yang lalu. Umumnya dikaitkan dengan hal
yang telah dilakukan bersama klien.
1) Memberi salam
Sama dengan fase perkenalan.
2) Memvalidasi keadaan klien
“Bagaimana perasaan Cahya hari ini?”
“Coba Cahya ceritakan perasaannya hari ini!”
“Adakah hal yang terjadi selama kita tidak bertemu? Coba
ceritakan!”
3) Mengingat kontrak
Setiap berinteraksi dengan klien dikaitkan dengan kontrak pada
pertemua sebelumnya.

15
“Cahya masih ingat jam berapa kita bertemu hari ini/pagi ini/siang
ini/sore ini?”
“Sesuai dengan janji kita yang lalu kita akan bertemu jam ….
(Sebutkan sesuai perjanjian).”
“Cahya masih ingat apa yang akan kita bicarakan /lakukan
sekarang?”
“Sesuai dengan janji kita yang lalu sekarang saya akan memberi
suntikan lagi.”
“Sesuai dengan penjelasan saya tadi, sekarang ibu akan saya bantu
latihan batuk efektif.”
Jika klien pada menyebutkan waktu, tempat, topic pembicaraan,
anda wajib memberikan pujian (reinforcement). Fase orientasi selalu
diikuti oleh fase kerja dan terminasi sementara. Oleh karena itu
komunikasinya dapat berupa kalimat berikut:
“Baiklah sekarang kita akan bicarakan tentang cara mengatasi tidak
nafsu makan/cara mengelola nyeri yang ibu rasakan (dan lain-lain
sesuai dengan masalah klien).”
3. Fase kerja
Fase kerja merupakan inti hubungan perawatan klien yang terkait erat
dengan pelaksanaan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan
sesuai dengan tujuan yang akan dicapai.
Tujuan tindakan keperawatan adalah:
a) Meningkatkan pengertian dan pengenalan klien akan dirinya,
perilakunya, perasaannya, pikirannya. Tujuan ini sering disebut tujuan
kognitif.
Contoh:
“Apa yang menyebabkan Cahya cemas?”
“Apa tanda/gejala yang Cahya rasakan saat cemas?”
“Kapan saja Cahya merasakan cemas?”
“Apa yang Cahya rasakan saat merasa cemas?”

16
b) Mengembangkan, mempertahankan dan meningkatkan kemampuan
klien secara mandiri menyelesaikan masalah yang dihadapi. Tujuan ini
sering disebut tujuan afektif dan psikomotor.
Contoh:
“Apa yang Cahya lakukan saat kemah?”
“Apa yang Cahya lakukan saat jantung berdebar-debar?”
“Apakah dengan itu masalah Cahya selesai?”
“Apa dengan cara itu debar jantung hilang?”
“Apa kira-kira cara lain yang lebih baik?”
“Bagaimana kalau kita bicarakan beberapa cara baru?” Jelaskan!
“Cahya ingin mencoba cara yang mana?” Baik saya akan memberi
contoh (lakukan demonstrasi). “ Coba Cahya tiru cara tadi.” “Bagus,
Cahya dapat melakukan dengan baik. Bagaimana kalau Cahya coba
sendiri.”
c) Melaksanakan terapi atau teknikal keperawatan.
Contoh:
“Bagaimana rasa nyeri ibu?”
“Saya bantu untuk mencoba cara mengurangi rasa nyeri.”
“Pertama: ibu dapat mengalihkan pikiran pada pengalaman yang
menyenangkan, atau membaca, atau mendengar musik, atau bercakap-
cakap.”
“Kedua: latihan napas dalam-dalam.” (beri contoh)
“Ketiga: mengusap daerah tertentu.” (beri contoh)
“Mari kita coba.” (bantu klien melakukannya, beri pujian bila dapat
melakukan)
“Bagaimana perasaan ibu?”
“Nah, Ibu dapat mencobanya pada saat nyeri, namun jika tidak berhasil
panggil perawat.”

d) Melaksanakan pendidikan kesehatan.


Contoh:

17
“Sesuai dengan janji kita tadi pagi, saya akan memberi penjelasan
tentang cara merawat tali pusar bayi baru lahir.”
Jelaskan tentang merawat tali pusar bayi baru lahir (jelaskan dengan alat
bantu [lembar balik/leaflet/booklet] ).
“Ada pertanyaan bu? Ada yang kurang jelas?”
“Ibu dan keluarga boleh mencobanya di rumah, terimakasih.”
e) Laksanakan kolaborasi.
Contoh:
“Bu, sekarang sudah pukul 12.00, saatnya ibu mendapat suntikan.”
“Ibu, miring ke sebelah kiri.”
“Sedikit sakit bu (katakan pada saat sedang menyuntik), tarik napas
dalam bu, ya, sudah.”
“Bagaimana bu?”
f) Melaksanakan observasi dan monitoring.
“Bu, Sesuai dengan keadaan suhu ibu yang tinggi maka setiap dua jam
saya akan mengukur suhu, nadi, dan pernapasan ibu.”
“Sekarang saya akan ukur suhu ibu di ketiak.” Kemudian perawat
meletakkan termometer di ketiak klien, dan katakan pada klien: “Dijepit
ya bu!”
“Saya ambil ya bu, sekarang ibu istirahat lagi, nanti dua jam lagi saya
datang.”
4. Fase Terminasi
Terminasi merupakan akhir dari setiap pertemuan perawat dan klien.
Terminasi dibagi dua, yaitu terminasi sementara dan terminasi akhir.
a) Terminasi Sementara;
Terminasi sementara adalah akhir dari tiap pertemuan perawat dan
klien. Pada terminasi sementara, perawat akan bertemu lagi dengan
klien pada waktu yang telah ditentukan, misalnya: 1 (satu) atau 2 (dua)
jam pada hari berikutnya.
Isi percakapan:
1) Evaluasi Hasil;

18
“Coba Cahya sebutkan hal-hal yang sudah kita bicarakan.”
“Apa saja yang telah Cahya dapat dari percakapan tadi?”
2) Tindak lanjut;
“Bagaimana kalau Cahya coba lakukan nanti di ruangan?”
“Yang mana yang ingin Cahya coba?”
3) Kontrak yang Akan Datang;
Waktu:
“Kapan kita ketemu lagi?”
“Bagaimana kalau nanti jam...kita bertemu lagi?”
“Kita akan bertemu lagi besok pagi.”
Topik:
“Apa saja yang akan kita bicarakan nanti atau besok.”
“Bagaimana kalau kita...” (Sebutkan)
b) Terminasi Akhir
Terminasi akhir terjadi jika klien akan pulang dari Rumah Sakit atau
saudara selesai praktik di Rumah Sakit.
Isi percakapan:
1) Evaluasi Akhir
“Coba sebutkan kemampuan yang didapat setelah dirawat disini.”
“Apa saja yang sudah Cahya ketahui selama dirawat disini.”
“Saya melihat Cahya sudah dapat melakukannya...”
(Sebutkan sesuai hasil observasi pada tiap diagnosa keperawatan)
2) Tindak Lanjut
“Apa rencana kegiatan Cahya di rumah”
“Apa gejala dan tanda yang perlu diperhatikan di rumah”
3) Kontrak yang Akan Datang
Hal yang sama dengan 1, 2, 3, dilakukan pada keluarga.

19
Contoh operasional panduan kegiatan interaksi perawat klien (Intansari, 2005):
Panduan Interaksi perawat-klien
1 Tahap Prainteraksi
- Mengumpulkan data tentang klien.
- Mengeksplorasi perasaan, fantasi, dan ketakutan diri.
- Membuat rencana pertemuan dengan klien (kegiatan, waktu, tempat).
2 Tahap Orientasi
- Memberikan salam dan tersenyum pada klien.
- Melakukan validasi (kognitif, psikomotor, afektif) (biasanya pada
pertemuan lanjutan).
- Memperkenalkan nama perawat.*
- Menanyakan nama panggilan kesukaan klien.*
- Menjelaskan tanggung jawab perawat dan klien.*
- Menjelaskan peran perawat dan klien.*
- Menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan.
- Menjelaskan tujuan.
- Menjelaskan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan.
- Menjelaskan kerahasiaan.
3 Tahap Kerja
- Memberi kesempatan pada klien untuk bertanya.
- Menanyakan keluhan utama/keluhan yang mungkin berkaitan dengan
kelancaran pelaksanaan kegiatan.
- Memulai kegiatan dengan cara yang baik.
- Melakukan kegiatan sesuai dengan rencana.
4 Tahap Terminasi
- Menyimpulkan hasil kegiatan: evaluasi proses dan hasil.
- Memberikan reinforcement positif.
- Merencanakan tindak lanjut dengan klien.
- Melakukan kontrak untuk pertemuan selanjutnya (waktu, empat, topik).
- Mengakhiri kegiatan dengan cara yang baik.

20
Dimensi respon/perilaku non verbal minimal yang perlu ditunjukkan:
- Berhadapan.
- Mempertahankan kontak mata.
- Tersenyum pada saat yang tepat.
- Membungkuk ke arah klien pada saat yang diperlukan.
- Mempertahankan sikap terbuka (tidak bersedekap, memasukkan tangan
ke kantung atau melipat kaki).
*) Mungkin tidak perlu dilakukan pada pertemuan selanjutnya, kecuali pada kondisi
tertentu, misalnya pada klien dengan gangguan jiwa yang perlu dijelaskan lagi
beberapa hal di atas.
Ringkasan tugas utama perawat dalam tiap tahap dari proses
hubungan terapeutik (Stuart dan Sundeen, 2007)

Fase Tugas
Prainteraksi - Mengeksplorasi perasaan. Fantasi, dan
ketakutan diri.
- Menganalisa kekuatan profesional diri dan
keterbatasan.
- Mengumpulkan data tentang klien jika
mungkin.
- Merencanakan untuk pertemuan pertama
dengan klien.
Pendahuluan - Menentukan mengapa klien mencari
atau orientasi pertolongan.
- Menyediakan kepercayaan, penerimaan
dan komunikasi terbuka.
- Membuat kontrak timbal balik.
- Mengekplorasi perasaan klien, pikiran dan
tindakan.
- Mengindentifikasikan masalah klien.

21
- Mendefinisikan tujuan dengan klien.
Kerja - Mengeksplorasikan stressor yang
sesuai/relevan.
- Mendorong perkembangan insight klien
dan penggunaan mekanisme koping
konstruktif.
- Menangani tingkah laku yang
dipertahankan oleh klien/resistence.
Terminasi - Menyediakan realitas perpisahan.
- Melihat kembali kemajuan dari terapi dan
pencapaian tujuan.
- Saling mengeksplorasikan perasaan
adanya penolakan, kehilangan, sedih dan
marah juga tingkah laku yang berkaitan.

F. Hambatan Dalam Komunikasi Terapeutik

Menurut Stuart dan Sundeen (2007) hambatan kemajuan hubungan


terapeutik terapis-pasien terdiri atas hal-hal berikut:
1. Resisten.
Resisten adalah upaya pasien untuk tetap tidak menyadari aspek penyebab
ansietas yang dialaminya. Perilaku resisten ini biasanya ditujukan pasien
pada fase kerja, karena pads fase ini banyak berisi proses penyelesaian
masalah. Bentuk resisten:
a. Supresi dan represi informasi terkait,
b. Intensifikasi gejala,
c. Devaluasi diri dan pandangan keputusasaan tentang masa depan,
d. Dorongan untuk sehat yang terjadi secara tiba-tiba, tetapi hanya
kesembuhan bersifat sementara,
e. Hambatan intelektual,
f. Perilaku amuk atau tidak rasional,
g. Pembicaraan yang bersifat permukaan,

22
h. Muak terhadap normalitas,
i. Reaksi transferen.
2. Transferen.
Transferen merupakan reaksi tidak sadar di mana pasien mengalami
perasaan dan sikap terhadap terapis yang pada dasarnya terkait dengan
tokoh di dalam kehidupannya yang lalu. Ada dua jenis utama yaitu reaksi
bermusuhan dan tergantung.
3. Kontertransferen.
Kebutuhan terapeutik dibuat oleh terapis, bukan oleh pasien.
Kontertransferen merujuk pada respons emosional spesifik oleh terapis
terhadap pasien yang tidak tepat dalam isi konteks hubungan terapeutik atau
ketidaktepatan dalam intensitas emosi. Untuk mengatasi hambatan
terapeutik terapis harus siap untuk mengungkapkan perasaan emosional
yang sangat kuat dalam konteks hubungan terapis-pasien untuk mengatasi
hambatan terapeutik. Terapis harus mempunyai pengetahuan tentang
kebutuhan terapeutik dan menggali perilaku yang menunjukkan adanya
kebutuhan tersebut. Klarifikasi serta refleksi perasaan dan isi dapat
digunakan agar terapis dapat lebih memusatkan pada apa yang sedang
terjadi.

23
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Komunikasi terapeutik sebagai komunikasi yang direncanakan secara
sadar, bertujuan dan kegiatan diputuskan untuk kesembuhan pasien. Tujuan
komunikasi terapeutik adalah menegakkan hubungan terapiotik antara petugas
kesehatan dan pasian/klien, mengidentifikasi kubutuhan pasien/klien yang
penting (clien-centered goal), dan dan menilai persepsi pasien/ klien terhadap
masalahnya. Beberapa prinsip dasar yang harus dipahami dalam membangun
dan mempertahankan hubungan yang terapeutik: hubungan perawat dengan
klien, perawat harus menghargai keunikan klien, serta semua komuikasi yang
dilakukan harus dapat menjaga harga diri pemberi maupun penerima pesan.
Adapun teknik komunikasi terdiri atas: mendengarkan, bertanya, penerimaan,
mengulangi, klarifikasi, refleksi, memfokuskan, diam, memberikan informasi,
menyimpulkan, mengubah cara pandang, eksplorasi, membagi persepsi,
identifikasi tema, menganjurkan untuk melanjutkan pembicaraan, humor,
memberikan pujian, menawarkan diri, memberikan penghargaan, serta asertif.
Fase-fase komunikasi terapeutik antara perawat dengan klien terdiri atas
orientasi, kerja, dan penyelesaian. Hambatan-hambatan dalam komunikasi
terapeutik diantaranya resisten, transferen, dan kontertranferen.
B. Saran
Dengan ditulisnya makalah ini nantinya dapat dimanfaatkan secara
optimal terkait dengan pengembangan mata kuliah Komunikasi. Penulis
menyarankan materi-materi yang ada dalam tulisan ini dikembangkan lebih
lanjut agar dapat nantinya menghasilkan tulisan-tulisan yang bermutu.
Demikianlah makalah ini penulis persembahkan, semoga dapat bermanfaat.

24
DAFTAR PUSTAKA
Arwani, 2003. Komunikasi Dalam Keperawatan. Jakarta: EGC
Damaiyanti. 2008. Komunikasi Terapeutik dalam Praktik Keperawatan. Bandung:
Refika Aditama.
Intansari, N. 2005. Komunikasi Keperawatan: Dasar-Dasar Komunikasi Bagi
Perawat. Yogyakarta: Moco Media.
Maulana. 2007. Promosi Kesehatan. Jakarta : EGC
Mundakir. 2006. Komunikasi Keperawatan Aplikasi dalam Pelayanan. Surabaya:
Graha Ilmu.
Nasir. 2009. Komunikasi dalam Keperawatan, Teori dan Aplikasi. Jakarta: Salemba
Medika.
Nunung, N. 2010. Ilmu Komunikasi dalam Konteks Keperawatan. Jakarta: Trans
Info Media.
Setyohadi dan Kushariyadi. 2011. Terapi Modalitas Keperawatan pada Klien
Psikogeriatrik. Yogyakarta: Salemba Medika
Sheldon. 2009. Komunikasi untuk Keperawatan. Jakarta: Erlangga.
Stuart dan Sundeen. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 4 alih bahasa Achir
Yani.S. Jakarta: EGC.
Suryani. 2005. Komunikasi Terapeutik: teori dan praktik. Jakarta: EGC
Uripni, L. 2002. Komunikasi Kebidanan. Jakarta: EGC

25

Anda mungkin juga menyukai