SK Kebijakan PMKP
SK Kebijakan PMKP
TENTANG
KEBIJAKAN PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN
RS.MARDI RAHAYU KUDUS
1
6. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor.129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan
Minimal (SPM) Rumah Sakit.
7. Keputusan Direktur Utama RS. Mardi Rahayu Nomor :
039/DIR/SK/08/2014 tentang Revisi Terhadap Keputusan Direktur
Utama RS.Mardi Rahayu Kudus Nomor : 015/DIR/SK/X-2013
tentang Panitia Peningkatan Mutu dan Keselamatan RS. Mardi
Rahayu.
8. Keputusan Direktur Utama RS. Mardi Rahayu Nomor :
040/DIR/SK/08/2014 tentang Perubahan Panitia Peningkatan Mutu
dan Keselamatan Pasien menjadi Komite Mutu dan Keselamatan
Rumah Sakit RS. Mardi Rahayu Kudus
9. Keputusan Direktur Utama RS. Mardi Rahayu Nomor :
038/DIR/SK/08/2014 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja
Komite Mutu dan Keselamatan Pasien Rumah Sakit RS. Mardi
Rahayu Kudus.
10. Surat Keputusan Direktur Utama RS Mardi Rahayu Nomor:
063/RS/DIR/SK/X-2010, tentang: Struktur Organisasi RS Mardi
Rahayu.
11. Surat Keputusan Nomor : 113/YKKMR/I/XII-2010, tentang :
Pengangkatan sebagai Pelaksana Tugas Direktur Utama RS Mardi
Rahayu Kudus a/n. Dr. Khrisna Nugraha Widjaja.
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
Kesatu : Keputusan Direktur Utama RS. MARDI RAHAYU KUDUS tentang
Kebijakan Peningkatan Mutu dan Keselamatan Rumah Sakit, meliputi :
a. Kepemimpinan dan Perencanaan
b. Rancangan Proses Klinik dan Manajemen
c. Pemilihan Indikator dan Pengumpulan Data
d. Validasi dan analisis dari Indikator Penilaian
e. Manajemen Risiko
f. Mencapai dan Mempertahankan Peningkatan
Kedua : Adapun kebijakan khusustentang Peningkatan Mutu dan Keselamatan
Pasien sebagaimana terlampir dalam lampiran surat keputusan ini.
Ketiga : Kebijakan ini merupakan acuan seluruh staf dan karyawan dalam
melaksanakan tugas di lingkungan Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus.
Semua unit pelayanan di lingkungan RS MARDI RAHAYU Kudus
menjalankan program Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien.
2
Keempat : RS MARDI RAHAYU Kudus membentukKomite Mutu dan
Keselamatan Pasien dengan Program Mutu dan Keselamatan Pasien
Rumah Sakit dan akan di keluarkan Pedoman dan Standar Prosedur
Operasional pelaksanaannya.
Kelima : RS MARDI RAHAYU Kudus menerapkan standar Peningkatan Mutu dan
Keselamatan Pasien dengan berpedoman pada Standar Akreditasi Rumah
Sakit Tahun 2012.
Ditetapkan di Kudus
Pada tanggal 9 Desember 2014
Plt Direktur Utama,
3
LAMPIRAN
KEPUTUSAN DIREKTUR RS. MARDI RAHAYU KUDUS
NOMOR : 059 /SK/DIR/XII/2014
TANGGAL : 9 Desember 2014
KEBIJAKAN KHUSUS
PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN
RUMAH SAKIT MARDI RAHAYU KUDUS
B. Kebijakan Khusus
4
Adapun pelaksanaan Rapat Tinjauan Manajemen (RTM) akan dijelaskan lebih lanjut
dalam SPO Rapat Tinjauan Manajemen.
6. Program Mutu dan Keselamatan Pasien Rumah Sakit memenuhi persyaratan sebagai
berikut ;
a. Bersifat khas, dalam arti jelas sasaran, tujuan dan tata cara pelaksanaannya serta
diarahkan hanya untuk hal-hal yang bersifat pokok saja. Dengan adanya syarat
seperti ini, maka jelaslah untuk dapat melakukan program yang baik perlu disusun
dahulu rencana kerja program mutu dan keselamatan pasien.
b. Program mutu dan keselamatan pasien harus mampu melaporkan setiap
penyimpangan secara tepat, cepat dan benar. Untuk ini disebut bahwa suatu
program yang baik sebaiknya mempunyai mekanisme umpan balik yang baik.
c. Program mutu dan keselamatan pasien harus fleksibel dan berorientasi pada masa
depan. Program yang terlalu kaku dalam arti tidak tanggap terhadap setiap
perubahan, bukanlah program yang baik.
d. Program mutu dan keselamatan pasien harus sesuai dengan keadaan organisasi,
Program menjaga mutu yang berlebihan, terlalu dipaksakan sehingga tidak sesuai
dengan kemampuan yang dimiliki, tidak akan ekonomis dan karena itu bukanlah
suatu program yang baik.
e. Program mutu harus mudah dilaksanakan, Ini alasan dikembangkan program
menjaga mutu mandiri atau Self assesment. Ada baiknya program tersebut
dilakukan secara langsung, dalam arti dilaksanakan oleh pihak-pihak yang
melaksanakan pelayanan kesehatan .
f. Program mutu harus mudah dimengerti, Program yang berbelit-belit atau yang
hasilnya sulit dimengerti, bukanlah suatu program yang baik.
7. Program Mutu dan Keselamatan mempunyai prinsip prinsip sebagai berikut ;
a. Berfokus pada Pasien : Mutu dan Keselamatan Pasien dilihat sebagai outcome
(hasil) dari pemberian asuhan dan pelayanan, yang sesuai dengan harapan
pengguna jasa rumah sakit.
b. Berfokus Pada Perbaikan Proses : Peningkatan mutu hanya dapat dicapai melalui
perbaikan berkelanjutan dari proses dan sistem. Sistem adalah rangkaian langkah-
langkah manajerial oleh organisasi Rumah Sakit yang memberikan suatu hasil
(outcome) pada pasien melalui proses pengelolaan masukan (input) dan tuntasnya
pelaksanaan kebijakan/pedoman/prosedur atau tindakan yg dijalani pasien
(output). Proses perbaikan terus-menerus melalui siklus PDCA (Plan, Do, Check,
Action) pada semua unit kerja.
c. Standar-standar dan Data : Data dan standar-standar profesi ( Standar Praktek
dan standar Asuhan ) digunakan untuk menuntun dan mengevaluasi perbaikan-
perbaikan kegiatan yang telah diprogramkan
5
d. Kepemimpinan dan Partisipasi Staf : Semua staf didorong untuk berperan dan
secara kreatif terlibat dalam perbaikan mutu secara berkelanjutan. Direksi,
pejabat struktural, pejabat fungsional di RS (Kepala Bagian/ Bidang/ Seksi/
Penyelia, Komite, Panitia) memfasilitasi kegiatan-kegiatan berkaitan dengan
peningkatan mutu dan keselamatan pasien RS.
e. Perencanaan : Kegiatan Perbaikan Mutu dan keselamatan pasien merupakan
bagian integral atau tak terpisahkan dari Rencana Strategis (RENSTRA) Rumah
Sakit.
f. Kolaborasi (kerjasama) Multidisiplin : Kerjasama antara semua komponen baik
struktural maupun fungsional adalah elemen kunci dalam manajemen mutudan
keselamatan pasien di rumah sakit. Dalam hal ini bekerja sama dengan ; Team
Mutu Keperawatan, Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi RS
(KPPIRS),Tim Pasien Safety, Sub Komite Mutu Profesi pada Komite Medik,
Program Kesehatan dan keselamatan kerja RS, Diklat dan Humas RS.
g. Penampilan Kelompok Kerja (Tim) dan Individu : Dalam melakukan pekerjaan
sehari-harinya baik kelompok kerja maupun setiap individu perlu senantiasa
mempertahankan kinerjanya yang optimal dalam menerapkan standar yang telah
ditetapkan antara lain ; bekerja sesuai TUPOKSI, Kebijakan Pedoman, SOP,
Program dan Kerangka Acuan, Instruksi Kerja dengan berpatokan pada
pencapaian standar kinerja yang telah ditetapkan.
h. Diklat : Pendidikan, latihan dan pengembangan bagi staf dan profesi secara
berkelanjutan merupakan elemen penting dalam perbaikan mutu dan keselamatan
pasien secara berkelanjutan. Adapun macam pelatihan Komite Mutu dan
Keselamatan Pasien terdiri dari 3 hal :
a. Pelatihan dan Training Staf Komite Mutu tentang Mutu RS
-. Konsep Mutu
-. RCA, KNC, KTD, KPRS
-. Handling Complain
-. Statistik
-. Risk Management
-. Audit Internal
-. ISO
-. Service Excellent
6
b. Pelatihan dan Training terhadap Koordinator Mutu / PIC
-. Konsep Mutu
-. RCA, KNC, KTD, KPRS
-. Handling Complain.
-. Statistik
-. Risk Management
-. Audit Internal
-. ISO
c. Manajemen Puncak Pelatihan dan Training Direksi
-. Clinical Pathway
-. Balance Score Card
-. Akreditasi.
8. Pemberian pelatihan bagi staf Komite Mutu dan Keselamatan Pasien maupun staf
lainnya yang bersifat mandatory training yang meliputi :
a. Bantuan Hidup Dasar / BLS (Basic Life Support)
b. Fire Safety/APAR dan evakuasi bencana.
c. Patient Safety dan Mutu
d. Medication eror
e. PPI (Hand Hygiene)
9. Manajemen rumah sakit bersama Kepala Unit Kerja yang ada, berbagai bidang,
merancang suatu proses klinis dan manajerial dengan baik.
10. Rumah sakit melakukan upaya berkesinambungan merencanakan, merancang,
mengukur, menganalisis dan meningkatkan proses klinis maupun manajerial diatur
dengan baik dan dengan kepemimpinan yang jelas agar dicapai hasil maksimal.
11. Pimpinan Rumah Sakit memberikan bantuan teknologi dan lainnya untuk mendukung
Program Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien, seperti PC dan Printer.
12. Rumah sakit menerapkan dan mempertahankan perubahan yang ditimbulkan dalam
proses perbaikan mutu. Rumah sakit juga menggunakan data untuk memfokuskan diri
pada masalah-masalah yang menjadi prioritas.
13. Rumah sakit secara proaktif mengidentifikasi dan mengurangi risiko dan variasinya
14. Pemberian informasi ke staf rumah sakit mengenai setiap kegiatan atau hasil evaluasi
maupun rapat berkenaan tentang Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien melalui
7
media cetak, media elektrolik, pertemuan rutin, sebagaimana pelaksanaannya diatur
melalui SPO Komunikasi Sosialisasi Komite Mutu dan Keselamatan Pasien.
b. Rancangan Proses Klinik dan Manajemen
1. Bahwa dalam rangka kendali mutu dan kendali biaya pelayanan rumah sakit perlu
dibuat alur klinis (Clinical Pathway) untuk kasus penyakit tertentu atau tindakan
tertentu.
2. Clinical Pathway didefinisikan sebagai suatu konsep perencanaan pelayanan terpadu
yang merangkum setiap langkah yang diberikan kepada pasien berdasarkan standar
pelayanan medis dan asuhan keperawatan yang berbasis bukti dengan hasil yang
terukur dan dalam jangka waktu tertentu selama pasien berada di Rumah Sakit.
3. Pimpinan RS menetapkan proses rancang baru dari asuhan klinik yang ada melalui :
a. Pedoman Praktek Klinik
b. Pembuatan Clinical Pathways.
Adapun pembuatan proses rancang baru dari asuhan klinik dilakukan oleh setiap SMF
yang ada melalui koordinasi Komite Medik, sesuai Panduan dari standar Akreditasi
Rumah Sakit 2012.
4. Bahwa penyusunan clinical pathway diperlukan pada kasus penyakit atau tindakan
yang :
a. Banyak dilakukan di RS (high volume) ,
b. Risiko tinggi (high risk),
c. Cenderung bermasalah (problem prone) dan
d. Biaya Tinggi (high cost)
5. Sesuai Standar akreditasi JCI/versi 2012, maka RS. Mardri Rahayu menyusun lima
(5) Clinical Pathways dimulai pada tahun akreditasi KARS 2012 pertama. Dan dalam
tahun berikutnya, akan ditambah minimal 1 Clinical Pathway tiap tahun berdasarkan
rekomendasi Komite Medis.
6. Direktur menetapkan Tim CP dari berbagai multidisiplin yang akan membuat CP dan
CP disahkan oleh Komite Medis.
7. Karena Clinical Pathway bersifat multi disiplin dan komprehensif maka dalam
menyusun Clnical Pathway, SMF, harus bersama sama unsur ; Keperawatan,
Farmasi, Gizi , laboratorium, radio-diagnostik imaging, Fisioterapi, Bagian keuangan
RS serta untuk yang bersifat Clinical Pathway tindakan harus melibatkan unit anestesi
dan unit bedah/OK.
8. Dan dalam pelaksanaannya akan disertakan Kebijakan, SPO, serta Panduan tersendiri
mengenai Clinical Pathway
8
9. Tim CP akan melakukan pengumpulan data sebelum CP diimpelmentasikan dan
setelah CP diimplementasikan.
9
8) Formula Kalkulasi :
Numerator
Denumerator
9) Numerator
10) Denominator
11) Target Kinerja
12) Kriteria Inklusi
13) Kriteria Eksklusi
14) Frekuensi dan Metodologi / Cara Pengumpulan Data :
a. Frekuensi Pengumpulan Data
b. Pelaksana Pengumpulan Data
c. Metodologi / Cara Pengumpulan
15) Tipe Pengukuran Indikator
16) Sumber data
17) Waktu Pelaporan
18) Frekuensi Pelaporan
19) Jumlah Sampel
20) Area Monitoring
21) Rencana Komunikasi ke Staf
22) Referensi
23) Metodologi Validasi Data (untuk JCI Library of Measure)
6. Indikator Area Klinis (IAK) terdiri dari :
1) Assessment pasien;
2) Pelayanan Laboratorium;
3) Pelayanan radiologi dan diagnostic imaging;
4) Prosedur bedah;
5) Penggunaan antibiotik dan obat lainnya;
6) Kesalahan medikasi (medication eror) dan kejadian nyaris cedera (KNC)
7) Penggunaan anestesi dan sedasi;
8) Penggunaan darah dan produk darah;
10
9) Ketersediaan, isi dan penggunaan rekam medis pasien;
10) Pencegahan dan pengendalian infeksi, surveillance dan pelaporan;
11) Riset klinis;
a. Dengan adanya pemantauan Indikator Klinis maka dapat diketahui data KTD.
b. RS Mardi Rahayu Kudus belum melaksanakan riset-riset klinis.;
7. Paling sedikit 5 penilaian terhadap upaya klinis harus dipilih dari indikator yang
ditetapkan di JCI International Library :
8. Indikator International Library :
a. Acute Myocardial Infarction (AMI) : “Pemberian Aspirin dalam 24 jam sejak
pasien sampai di rumah sakit dan didiagnosa menderita Acute Myocardial
Infark”
b. Stroke (STK) : “ Pasien dengan ischemic stroke mendapatkan terapi
antitrombotik saat pulang. “
c. Heart Failure (HF) : “ Pasien didiagnosaHeart Failuredengan pencatatan di
rekam medis dan telah dievaluasi adanya LVSD (Left Ventricular Systolic
Dysfunction) sebelum sampai di rumah sakit, saat di rumah sakit, dan setelah
keluar dari rumah sakit. “
11
9. Alur pelaksanaan monitoring indikator kinis sebagai berikut :
a. Pemilihan indikator;
b. Pengumpulan data;
c. Analisa data;
1. Tetapkan frekuesnsinya
2. Metode statistik.
3. Dibandingkan dengan : dalam RS, trend, dengan RS lain, dengan
standar, dengan good practice.
d. Validasi data.
10. Pemilihan indikator klinik :
a. High Risk (Risiko Tinggi )
b. High Vokume ( Sering Terjadi)
c. Problem Prone ( Masalah yang sering dihadapi)
d. Hight Cost ( Biaya Tinggi)
11. Indikator Area Manajemen (IAM ;
1) Pengadaan rutin peralatan kesehatan dan obat penting untuk memenuhi
kebutuhan pasien;
2) Pelaporan aktivitas yang diwajibkan oleh peraturan perundang- undangan;
3) Manajemen risiko;
4) Manajemen penggunaan sumber daya;
5) Harapan dan kepuasan pasien dan keluarga;
6) Harapan dan kepuasan staf;
7) Demografi pasien dan diagnose klinis;
8) Manajemen keuangan;
9) Pencegahan dan pengendalian dari kejadian yang dapat menimbulkan masalah
bagi keselamatan pasien, keluarga pasien dan staf.
12. Indikator Sasaran Keselamatan Pasien (SKP), PMPK 3.3;
1) Ketepatan identifikasi pasien;
2) Peningkatan komunikasi yang efektif;
3) Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspdai;
4) Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi;
5) Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan;
12
6) Pengurangan risiko cidera pada pasien jatuh.
13. Metode pembuatan sasaran mutu meliputi prinsip SMART (spesifik, measurable,
achievable, relevant, time-bond).
13
e. Subjek/Sumber pengumpulan data berubah.
9. Teknik analisis dan penyajian data hasil analisa dan validasi data dilakukan dengan
menggunakan ;
a. Control Chart.
b. Pie Chart .
c. Histogram
d. Scattered Diagram
10. Dalam rangka melakukan peningkatan berkesinambungan yang melibatkan
perbandingan dengan pihak internal / eksternal untuk mengidentifikasi, mencapai, dan
mempertahankan best practice, maka RS. Mardi Rahayu melakukan :
a. Internal benchmark (periodik).
adalah membandingkan proses yang sama pada area yang berbeda dalam satu
organisasi, dalam periode tertentu.
b. Eksternal benchmarking.
adalah membandingkan performa, target atau proses dengan antara satu atau lebih
organisasi dalam waktu tertentu. Organisasi yang dipilih adalah rumah sakit yang
setingkat dengan RS. Mardi Rahayu Kudus dan memiliki tingkatan mutu lebih
baik.
11. Bandingkan informasi dengan mitra benchmarking. Perbandingan data numerik,
diagram alur atau jalur klinis dan kunjungan lapangan semua bisa berguna. Hal ini
harus dilakukan dalam budaya keterbukaan dan kerjasama.
e. Manajemen Risiko
1. Dalam rangka menanggulangi risiko yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan
di RS Mardi Rahayu Kudus, maka Pimpinan menetapkan menerapkan manajemen
risiko berkelanjutan yang digunakan untuk identifikasi dan mengurangi KTD dan
Kejadian Sentinel, KNC, KPC.
2. Pimpinan Rumah Sakit menetapkan definisi untuk Kejadian Sentinel adalah :
1) Kematian yang tidak terantisipasi yang tidak berhubungan dengan proses
penyakit, bunuh diri pasien di RS, kematian bayi aterm
2) Penularan penyakit kronis / fatal akibat tranfusi darah atau transplantasi organ.
3) Kehilangan permanen dari fungsi fisiologis pasien yang tidak berhubungan
dengan proses penyakit.
4) Salah lokasi, prosedur, dan salah pasien saat pembedahan.
5) Penculikan bayi, salah identifikasi bayi.
14
6) Pemerkosaan, kekerasan di tempat kerja (yang mengakibatkan kematian atau cacat
permanen), kasus bunuh diri di RS.
3. Pimpinan Rumah Sakit menetapkan analisa risiko yang bersifat proaktif dan reaktif.
a. Analisa risiko bersifat proaktif artinya setiap tahun RS melaksanakan dan
mendokumentasikan kegiatan FMEA, Insiden report, Risk Register.
a.1. FMEA
a) Definisi: mengidentifikasi dan mencegah potensi kegagalan sebelum terjadi.
b) Tujuan:
1. mencegah dan memprediksi kesalahan
2. mengantisipasi kesalahan dan meminimalkan dampak buruk.
c) Adapun hal yang dijadikan FMEA adalah hal yang bersifat high risk (risiko
tinggi), high volume (sering terjadi), high prone (banyak masalah).
a.2. Risk Register
a) Definisi :
1. Pusat dari proses manajemen risiko organisasi
2. Alat manajemen yang memungkinkan suatu organisasi memahami profil
risiko secara menyeluruh.
3. Catatan dari segala risiko yang dapat mengancam RS dalam mencapai
targetnya.
b) RS dalam kurun 1 tahun harus dibuat risk register RS berdasarkan risiko yang
teridentifikasi, juga potensial risiko maupun risiko aktual.
16
b. Mendidik pasien dan keluarga
Rumah Sakit harus mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan
tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.
c. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan.
Rumah Sakit menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi
antar tenaga dan antar unit pelayanan.
d. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan
evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien
Rumah Sakit harus mendesign proses baru atau memperbaiki proses yg ada,
memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis
secara intensif KTD, serta melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja
serta KP.
e. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
Pimpinan Rumah Sakit mendorong dan menjamin implementasi program
Keselamatan Pasien melalui penerapan “7 Langkah Menuju KP RS ”.
f. Mendidik staf tentang keselamatan pasien
Rumah Sakit menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan
untuk meningkatkan, memelihara kompetensi staf serta mendukung pendekatan
interdisiplin dalam pelayanan pasien.
g. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan
pasien.
Rumah Sakit merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi
Keselamatan Pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi internal dan
eksternal.
5. Guna mewujudkan pelayanan kesehatan yang aman, Rumah Sakit menerapkan “Tujuh
langkah menuju Keselamatan Pasien Rumah sakit”, yang terdiri dari ;
a. Pimpinan Rumah Sakit membangun kesadaran akan nilai Keselamatan Pasien
melalui kepemimpinan yang terbuka dan adil..
b. Pimpinan Rumah sakit memimpin dan mendukung seluruh staf rumah sakit dalam
membangun komitmen yang fokus, kuat dan jelas tentang Program Keselamatan
Pasien.
c. Pimpinan Rumah Sakit mengembangkan sistem dan proses pengelolaan risiko
serta, serta melakukan identifikasi dan asesmen hal-hal yang potensial
bermasalah.
17
d. Rumah Sakit mengembangkan sistem pelaporan yang baik serta memudahkan
bagi staf untuk melaporkan kejadian/insiden. Rumah sakit juga membuat system
pelaporan secara teratur kepada KMKP.
e. Rumah sakit mengembangkan cara cara komunikasi yg terbuka dgn pasien
f. Pimpinan Rumah sakit mendorong seluruh staf utk melakukan analisis akar
masalah untuk belajar bagaimana dan mengapa kejadian itu timbul sebagai sarana
belajar dan berbagi pengalaman tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
g. Dalam rangka mencegah cedera melalui implementasi sistem Keselamatan Pasien,
Rumah sakit menggunakan informasi yang ada tentang kejadian atau masalah
untuk melakukan perubahan pada sistem pelayanan.
h. Dalam upaya perbaikan sistem terkait dengan evaluasi Manajemen Insiden Klinis,
maka Pimpinan Rumah Sakit akan melakukan RCA terhadap setiap Kejadian
Tidak Diharapkan atau Kejadian Sentinel yang ada sesuai Panduan Manajemen
Insiden Klinis.
6. Guna mewujudkan pelayanan kesehatan yang aman Rumah Sakit menjalankan “Enam
Sasaran Keselamatan Pasien Rumah Sakit”, yang terdiri dari ;
a. Rumah Sakit mengembangkan pendekatan yang akurat untuk memperbaiki
dan meningkatkan ketelitian identifikasi pasien.
b. Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk meningkatkan efektivitas
komunikasi antar para pemberi layanan. Komunikasi dapat berbentuk
elektronik, verbal atau tertulis. Komunikasi yang baik harus ; tepat waktu,
akurat, tidak membingungkan dan dapat dimengerti.
c. Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memperbaiki
keamanan dari obat yang perlu diwaspadai (high-alert)termasuk identifikasi
jenis obat serta area dimana obat memang diperlukan dan pengaturan cara
pelabelan dan penyimpanan obat tersebut.
d. Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memastikan tepat-
lokasi, tepat-prosedur, dan tepat- pasien pada saat pembedahan. Kesalahan
merupakan hasil ketidak efektifan dan ketidak adekuatan komunikasi antar
anggota tim bedah, kurangnya keterlibatan pasien dalam site marking, dan
kurangnya verifikasi lokasi operasi.
e. Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi risiko
infeksi yang terkait pelayanan kesehatan, yang terdiri dari Program Hand
Hygiene, Monitoring UTI, Blood stream infection dan VAP.
18
f. Rumah Sakit mengembangkan suatu prosedur untuk mengurangi risiko pasien
dari cedera karena jatuh dan Rumah Sakit wajib mengevaluasi risiko jatuh
pasien serta mengambil langkah langkah untuk mengurangi risiko jatuh.
7. Setiap kejadian insiden keselamatan pasien di rumah sakit wajib dilaporkan ke KMKP
RS Mardi Rahayu Kudus dalam waktu 2x24 jam dengan berpedoman pada “Panduan
Manajemen Insiden Klinis RS”.
8. RS memberikan defenisi dan menetapkan insiden keselamatan pasien serta jenis
insiden medis yang harus dilaporkan secara berkala.
9. Rumah Sakit melaksanakan monitoring dan pelaporan indikator mutu Klinis, Mutu
Manajemen dan Mutu Keselamatan Pasien Rumah Sakit, serta menyampaikan secara
periodik kepada Yayasan Kristen Kesejahteraan Mardi Rahayu Kudus.
19
8. Sosialisasi hasil PMKP dilakukan oleh Komite Mutu dan Keselamatan Pasien setiap
bulan setelah hasil rapat tinjauan manajemen mendapatkan tanggapan dari Direksi.
Sosialisasi dari Komite Mutu dan Keselamatan Pasien dilakukan melalui notulen rapat
ke Kepala Unit/Bagian, dan dari Kepala bagian/unit ke staf dilakukan melalui rapat
bulanan dan di catat dalam notulen.
Ditetapkan di Kudus
Pada tanggal 9 Desember 2014
Plt Direktur Utama,
Tembusan :
1. Panitia Akreditasi RSMR
2. Komite Medik, Komite Etik dan Medikolegal
3. Komite K3
4. Komite Farmako dan Terapi
5. Komite PPI.
6. Komite PKRS
7. Unit Kerja dan Instalasi Terkait
8. Arsip
20