Anda di halaman 1dari 2

Menjadi Seorang Dokter Yang Baik

dan Benar
August 27, 2009 in Artikel, Komentar Potongan Hidup | Tags: Baik, benar, Dokter, fakultas,
jadi, Kedokteran

Menjadi dokter itu mudah; anda tinggal lulus FK.


Menjadi dokter yang benar itu sulit; anda harus memahami pasien.
Menjadi dokter yang baik dan benar itu lebih sulit lagi; anda harus peduli pada pasien.

Banyak sekali lulusan sekolah menengah atas yang akhirnya memilih Fakultas Kedokteran
tanpa memiliki niat murni untuk menjadi seorang dokter. Hal ini disebabkan karena dokter
masih dianggap sebagai jabatan dewa, banyak uangnya, banyak kuasanya. Namun
kenyataannya, menjadi seorang dokter tidak lagi memiliki status seperti itu. Bahkan, untuk
menjadi seorang dokter yang baik, lulus sebuah FK tidaklah menjadi jaminan.

Menjadi seorang dokter berarti menjadi seorang yang berusaha, semaksimal mungkin, untuk
menjamin kesehatan seseorang, bahkan masyarakat. Kesehatan tidak ditunjang dari sekedar
bebas penyakit, namun juga harus memenuhi kesehatan menurut WHO. Detilnya dapat
dibaca di Website WHO, namun seorang dokter harus mampu menjaga kualitas hidup
seorang pasien agar mampu menghadapi lengkungan sekitar semaksimal dan seoptimal
mungkin, Tidak hanya sekedar kesehatan biologi saja, namun juga dalam hal psikis dan
sosial. Semua hal tersebut tidak dapat dicapai dengan hanya berbekal sebuah ijasah dokter
saja. Hal yang paling penitng lainnya, adalah sebuah soft skill, sebuah kemampuan untuk
mendalami seorang pasien. Sebuah ilmu komunikasi. Sebuah ilmu yang tidak dapat diperoleh
dari sekedar mengikuti kuliah saja. Oleh karena itu, banyak fakultas kedokteran yang
menganjurkan, bahkan memaksa mahasiswanya untuk terlibat dalam kegiatan sosial,
termasuk di dalamnya kegiatan kemahasiswaan. Mereka-mereka yang menolak berpartisipasi
dalam hal tersebut akan tenggelam mati menjadi seorang dokter yang mati hatinya.

Setelah kelulusan 5 tahun tersebut, gelar dokter tidak berarti sudah mampu mengubrek-ubrek
pasien selamanya. Sebuah profesi kedokteran dituntut untuk belajar seumur hidup, terus-
menerus mengembangkan diri sesuai dengan pilihan masing-masing. Hal ini kini menjadi
sebuah kewajiban bagi setiap dokter yang masih ingin mempertahankan namanya sebagai
seorang dokter yang berhak melaksanakan kemampuannya. Setiap dokter dituntu untuk
mengikuti jurnal kedokteran terbaru, seminar terbaru, dan terus-menerus belajar sepanjang
hayat.

Profesi kedokteran juga telah menjadi sasaran empuk masalah hukum. Banyak sekali tuntutan
yang menghampiri profesi ini, membuat profesi ini tidak dapat lagi bertindak seluwes dulu.
Kini segalanya harus mematuhi prosedur. Namun sebenarnya, jika para dokter mengikuti
aturan sebenarnya, maka ancaman-ancaman yang ada hanyalah omong kosong belaka.
Masalah ini mungkin dapat mengacaukan dunia kedokteran, namun juga dapat meningkatkan
kualitas pelayanan.

Hal yang terpenting, yang tidak dimiliki semua dokter, adalah sifat altruisme, atau hanya
sekedar peduli. Banyak sekali para dokter tidak berhati yang berprofesi hanya untuk
kepenitngan dirinya sendiri. Kurangnya kualitas soft skill pada para calon dokter inilah yang
melahirkan sebuah stereotip dokter yang sombong. Dokter-dokter inilah yang kemudian
merusak nama baik dunia kedokteran. Apakah mereka peduli? Tidak.

Semua hal ini, jarang sekali diperhatikan oleh para calon mahasiswa kedokteran. Sistem
pendidikan kita yang hanya mewajibkan para calon mahasiswa kedokteran untuk lulus
sebuah ujian tertulis saja membuat mereka yang tak lulus psikologi kedokteran dengan
luwesnya memasuki dunia ini. Mungkin dunia ini kelihatannya eksklusif dan sombong,
namun percayalah, hal ini untuk menjamin pelayanan dan rasa peduli kedokteran Indonesia.

Sudah saatnya sistem penyaringan masuk fakultas kedokteran menerapkan sistem psikotes
untuk menilai kualitas EQ dan SQ para calon mahasiswanya. Dan tentu saja, sudah saatnya
pembinaan soft skill para mahasiswa, jiwa dokter mereka, dibina dan didukung oleh sistem
pendidikan kita, bukannya dihambat dengan tuntutan waktu kuliah yang semakin dipadatkan.

“Kalau gua jadi Menkes nanti, gua bakal mewajibkan semua anak FK untuk KKN (Kuliah
Kerja Nyata) dan PTT. Sistem pendidikan kita sekarang hanya membangun ilmu biomedis
saja, namun kurang memperhatikan kualitas soft skill dan jiwa para calon dokter.”
-Abhi, seorang mahasiswa FKUI angkatan 2006-

Anda mungkin juga menyukai