Anda di halaman 1dari 38

KATA PENGANTAR

Praktikum Parasitologi Veteriner merupakan Mata Praktikum yang menjadi pendukung dari
Mata Kuliah Parasitologi Veteriner yang keduanya dilaksanakan di Semester 3 Program Studi
Pendidikan Dokter Hewan Universitas Brawijaya. Kegiatan praktikum ini mutlak harus
dilaksanakan oleh setiap mahasiswa semester 3 dalam rangka pengembangan dasar keilmuan
kedokteran hewan. Dengan adanya pelaksanaan praktikum ini diharapkan nantinya dapat
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mahasiswa terutama di Semester 3 dalam kaitannya
dengan Parasitologi Veteriner serta memperoleh manfaat hasil pembelajarannya yang nantinya
bisa diterapkan di dunia kerja bidang veteriner.
Praktikum ini merupakan sarana bagi mahasiswa untuk lebih memahami mengenai
morfologi umum dan khusus dari setiap parasit, ciri khas, siklus hidup parasit, dan teknik
laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan parasitologi veteriner. Pembelajaran mengenai
parasit ini melingkupi 3 Kelas yakni Helminthologi (Cacing), Entomologi (Serangga), dan
Protozoologi (Protozoa) yang dalam pelaksanaannya dibagi ke dalam 11 kali pertemuan termasuk
Ujian Akhir Praktikum yang dilaksanakan setiap akhir dari pokok bahasan besar.
Demi kelancaran penyelenggaraan praktikum dan memudahkan praktikan untuk
melaksanakan praktikum, maka disusunlah panduan praktikum ini yang wajib dimiliki oleh setiap
mahasiswa dan wajib dibawa setiap kali pelaksanaan praktikum. Harapan kami selaku dosen
pembimbing praktikum Parasitologi Veteriner, dengan buku panduan ini mahasiswa memiliki
dasar yang cukup untuk melaksanakan praktikum dan dengan keaktifan setiap individu dapat
meningkatkan pemahaman mengenai teknik laboratorik parasitologi juga sebagai dasar mata
kuliah di semester selanjutnya.

Malang, 19 September 2014

Penyusun

1
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR 1
DAFTAR ISI 2
TATA TERTIB PRAKTIKUM PARASITOLOGI 3
FORMAT LAPORAN PARASITOLOGI 4
A. TEKNIK PENGGUNAAN MIKROSKOP 5
B. HELMINTH 6
1. METODE PENGAMATAN 6
a. Metode Natif 6
b. Metode Apung Modifikasi 7
c. Metode Parfitt and Banks 7
2. BEDAH SALURAN CERNA UNGGAS 7
3. IDENTIFIKASI CACING DAN TELUR 8
C. ARTHROPODA 14
1. TEKNIK PEMBUATAN PREPARAT 15
a. Metode Pinning 15
b. Metode Scraping Kulit 15
c. Permanen Mounting Tanpa Pewarnaan 15
2. IDENTIFIKASI ARTHROPODA 16
D. PROTOZOA 20
1. METODE PENGAMATAN 20
a. Metode Ulas Darah 20
b. Metode Pewarnaan Giemsa 21
c. Swap Kerongkongan 21
d. Gerusan Organ 22
e. Pemeriksaan Tinja 22
2. IDENTIFIKASI PROTOZOA 23
JADWAL PRAKTIKUM 24
DAFTAR PUSTAKA 25

2
TATA TERTIB PRAKTIKUM PARASITOLOGI

1. Datang minimal 15 menit sebelum praktikum dimulai.


 Jika terlambat > 10 menit, tidak boleh ikut pre test, tapi masih boleh praktikum.
2. Menggunakan jas lab dan berpakaian standart veteriner (kaos berkerah, kemeja, rok
dibawah lutut (cewek), dilarang menggunakan jeans, sepatu tertutup) saat memasuki lab.
Jika melanggar, mendapatkan konsekuensi yaitu pulang.
3. Membawa buku praktikum, buku catatan dan laporan praktikum sebagai tiket masuk
4. Apabila merusak barang di lab maka wajib mengganti (individu).
5. Apabila tidak dapat mengikuti praktikum wajib izin ke dosen pengampu praktikum parasit
dengan membawa surat yg dpt dipertanggung jawabkan.
6. Wajib membawa glove dan masker saat praktikum
7. Dalam setiap kelompok membawa disecting set minimal 1 set
8. 1 kelompok hanya 1 HP yg dibawa, digunakan untuk dokumentasi preparat.
9. Menjaga kebersihan lab. sebelum dan setelah praktikum.
10. Dilarang merokok, makan dan minum.
11. Dilarang membuang bahan padat atau cairan kimia ke wastafel.
12. Setiap kelompok diwajibkan membawa sampel sesuai materi praktikum yg sudah
ditentukan.
13. Presentase kehadiran praktikum 100%. Apabila tidak 100%, tidak diperkenankan
mengikuti UAP
14. Kuku tidak boleh panjang, rambut diikat rapi (cewek).
15. Menjaga ketenangan selama praktikum berlangsung.
16. Praktikan dapat mengajukan saran dan kritik yang disampaikan dengan sopan baik kepada
asisten, dosen, maupun melalui media kotak saran

3
FORMAT LAPORAN PRAKTIKUM PARASITOLOGI

BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan

BAB II Metodologi
2.1 Alat dan Bahan
2.2 Langkah Kerja -> Diagram Alir

BAB III Hasil dan Pembahasan


3.1 Hasil
3.2 Pembahasan

BAB IV Kesimpulan dan Saran


4.1 Kesimpulan
4.2 Saran

Daftar Pustaka
Buku (min. 2)
Jurnal (min. 2)

4
A. TEKNIK PENGGUNAAN MIKROSKOP

1. Ambil mikroskop dari tempat penyimpanan


2. Buka penutup mikroskop, cek kelengkapan mikroskop.
3. Buka gulungan kabel mikroskop dan hubungkan stacker ke sumber listrik.
4. Nyalakan mikroskop dengan menekan tombol “ON” atau tanda “|”, kemudian atur
pencahayaan, kembali lakukan pengecekan dengan cara mengamati dari lensa okuler,
baik kebersihan lapangan pandang maupun cukup tidaknya pencahayaan serta berfungsi
atau tidaknya penggeser lensa maupun penggeser sampel.
5. Letakkan sampel (preparat pada objek glass) pada meja obyek dan jepit dengan penjepit,
usahakan daerah yang akan diperiksa tepat berada di bawah lensa objektif.
6. Gunakan lensa objektif mulai dari pembesaran rendah (4x10) ke tinggi (100x10).
7. Untuk pembesaran 1000x (100x10), gunakan minyak emersi.
8. Geser penggeser meja objektif (makrometer) ke atas dan ke bawah, kombinasikan dengan
putaran fokus lensa (mikrometer), untuk memfokuskan pandangan pada daerah yang akan
diperiksa.
9. Gunakan penggeser samping dan atas bawah untuk mengamati lapangan pandang yang
lain.
10. Matikan lampu mikroskop bila dalam waktu ± 15 menit, mikroskop tidak digunakan.
11. Jangan sekali-kali memindahkan mikroskop saat lampu menyala “ON”.
12. Pindahkan mikroskop dengan cara diangkat, jangan memindahkan dengan cara digeser.
13. Setelah pemakaian, matikan lampu mikroskop, kemudian cabut stacker dari sumber
listrik
14. Bersihkan lensa dengan kertas lensa, bila perlu gunakan larutan xylol-alkohol terutama
pada pembesaran 1000x yang memakai minyak emersi.
15. Gulung kabel dan kembalikan mikroskop ke tempat semula.

B. HELMINTH

5
Helminthes atau cacing secara garis besar terbagi menjadi Nematoda dan Cestoda
serta Trematoda, masing-masing mempunyai morfologi yang spesifik.

CLASS: TURBELARIA
PLATYHELMINTHES CLASS : TREMATODA
CLASS : CESTODA
HELMINTH
CLASS: NEMATODA
NEMATHELMINTHES CLASS: NEMATOMORPHA
CLASS : ACANTHOCEPHALA

Helminthes secara garis besar terdiri atas cacing pipih dan gilik yang mempunyai
sistem organ yang berbeda. Sebagian masih bersifat hemaphrodite terutama pada Cestoda
dan Trematoda, sedangkan pada Nematode pada umumnya sudah mempunyai jenis
kelamin yang terpisah dan berbeda antara jantan dan betina.
Setiap jenis cacing dewasa mempunyai organ predileksi pada hospes, baik
definitive maupun sementara. Pada Praktikum ini mahasiswa di tugaskan melakukan
koleksi feses segar dan cacing dewasa pada berbagai spesies hospes, untuk dilakukan
determinasi jenis di laboratorium.

1. METODE PENGAMATAN
a. Metode Natif
a. Letakkan tinja + setetes cairan (aquades/NaCl 0,85%, larutan eosin 2% dalam
aquadestilata/lugol 1%) di atas gelas obyek
b. Hancurkan dengan lidi sampai homogen, buang benda kasar dengan lidi
c. Tutup dengan gelas penutup harus tidak boleh ada gelembung udara di
dalamnya atau langsung di amati di bawah mikroskop (mulai dari pembesaran
40x sampai 400x)
ATAU
a) Campurkan 1 bagian tinja dengan 5-10 bagian air
b) Ambil dengan menggunakan pipet, buang tetesan pertama dan letakkan 1 tetes
berikutnya pada objek glass
c) Tutup dengan coverglass, usahakan tidak ada gelembung udara sehingga tidak
mengganggu identifikasi telur
d) Bila tidak ditemukan, pemeriksaan dapat diulangi dengan meneteskan lagi
larutan feses

Metode Willis / Apung Modifikasi


a) Larutkan feses dengan air sehingga didapatkan konsentrasi 10% (1 bagian feses
dengan 10 bagian air)

6
b) Ambil krg lebih 1 cc (25 tetes)larutan, masukkan dalam tabung reaksi yang
diletakkan tegak pada rak tabung
c) Letakkan tabung pada rak tabung dengan posisi tegak
d) Tambahkan NaCl jenuh sampai membentuk cembung pada permukaan tabung
e) Tutup dengan gelas penutup dan biarkan 15 menit
f) Ambil gelas penutup dan letakkan pada objek gelas dan dilihat di bawah
mikroskop dengan perbesaran 40-400x

b. Metode Parfitt and Banks (untuk membedakan telur Trematoda)


a) Ambil 2 gram tinja taruh dalam mortir dan tuangkan air secukupnya lalu aduk.
b) Tuangkan cairan tinja ke dalam tabung reaksi sampai ¾ tabung kemudian
tunggu 10 menit.
c) Buang supernatan sehingga hanya tersisa endapannya. Lakukan sebanyak 2
kali
d) Tetesi endapan dengan NaOH 10 % 3 tetes.
e) Tambahkan air sampai ¾ tabung lalu aduk.
f) Tunggu 10 menit, buang supernatan sehingga hanya tersisa endapan.
g) Tetesi endapan tinja dalam tabung dengam methylene blue 0,5 % sebanyak 2
tetes dan aduklah.
h) Ambil endapan paling bawah dengan menggunakan pipet lalu letakkan di atas
objek glass dan diamati dengan mikroskop perbesaran 100 kali

2. BEDAH SALURAN CERNA UNGGAS (identifikasi cacing dewasa)


a) Amati saluran cerna unggas secara makroskopik sebelum dilakukan
pembedahan
b) Amati dan catat adanya ptechiae atau bentukan abnormal lainnya
c) Buka organ pencernaan dari depan ke belakang (esophagus  kloaka )
d) Amati adanya cacing pada saluran cerna unggas, ambil cacing tersebut,
masukkan pada cawan petri dan catat predileksi ditemukannya cacing tersebut
e) Masukkan ke dalam formalin 10% dalam wadah tertutup
f) Bila ditemukan cacing pita, tarik sampai didapatkan skoleksnya
g) Amati cacing tersebut secara makroskopis dan tentukan perkiraan spesiesnya.
h) Beri label pada wadah tertutup berisi cacing yang berisi genus/spesies cacing,
predileksi dan hostnya.

3. IDENTIFIKASI CACING DAN TELUR


 IDENTIFIKASI CACING
o TREMATODA
a) Ciri umum :

7
Pipih seperti daun, Hermaphrodite, kecuali Schistosoma sp., memiliki
sucker
b) Jenis Trematoda :
- Fasciola hepatica
- Fasciola gigantica
- Eurytrema pancreaticum
- Cotylophoron cotylophorum
- Gigantocotyle explanatum
- Paramphistomum cervii
- Paragonimus westermanii
- Schistosoma japonicum

Fasciola hepatica Paramphistomum cervii

Bagian – bagian tubuh cacing Trematoda (umum)

o CESTODA
a) Ciri Umum :
- Pipih ventrodorsal
- Bersegmen seperti pita

8
- Memiliki skoleks (kepala) yang dilengkapi rostrum
- Hermaphrodite
b) Jenis Cestoda, a.l. :
- Dipyllidium caninum
- Diphyllobothrium latum
- Taenia saginata
- Taenia solium
- Moniezia expansa
- Dll.

Dipylidium caninum

Segmen dari Moniezia expansa Scoleks dari Dipylidium caninum

o NEMATODA
a) Ciri Umum :
- Bentuk badan gilig, radial simetri
- Tidak bersegmen
- Berkelamin ganda (Diosceus)
- Telur keluar dalam bentuk telur berembrio (L1)
- Jantan umumnya memiliki spikula
b) Contoh cacing NEMATODA:
- Haemonchus contortus
- Toxocara canis, Toxocara cati
- Ascaris suum
- Toxocara vitulorum
- Heterakis gallinarum
- Parascaris equorum
- Gaigeria sp.
- Mecistocirrus digitatus
- Oesophagustomum sp.

9
Trichuris ovis Bagian Anterior dari Ascaris suum
(3 bibir dorsal)

Bagian Posterior dari Ascaridia galli


jantan (ujung petunjuk : spikula)

 IDENTIFIKASI TELUR CACING


Secara umum telur cacing dapat diidentifikasi dengan melihat adanya dua lapis
selubung putih telur (lapisan albumin) yang melindungi bentukan bulat yang umumnya
berisi blastomer atau larva. Telur cacing dapat dibedakan dengan bentukan lain seperti
butir air melalui ada tidaknya blastomer (isi telur), sedangkan bila dibandingkan
dengan telur jenis lain dapat dilihat dari ukuran dan tebal tipisnya lapisan albumin yang
menyelubungi telur.

o TREMATODA
Ciri khas telur cacing Kelas Trematoda :
- Memiliki operculum pada salah satu sisinya
- Isi telur tampak padat
- Umumnya berbentuk oval-bulat lonjong dengan lebar masing-masing ujung
yang tidak sama (ujung yang satu lebih lebar dibanding ujung yang lain)
- Dengan Metode Parfitt and Banks dapat dibedakan antara telur Fasciola dan
telur dari genus lainnya

10
Telur cacing Paramphistomum cervii
(ujung petunjuk: operculum)
o CESTODA
Ciri khas telur cacing Kelas Cestoda :
- Berbentuk bulat, segitiga, sampai persegi, tergantung kepada spesies cacing
- Memiliki embrio dengan 6 pasang kait di dalam telur 
onkosfer/hexacanth embrio
- lapisan albumin yang mengelilingi embrio umumnya tebal
- telur nyaris tampak seperti transparan
- biasanya keluar bersama dengan segmen proglotid yang matang (gravid)

Telur cacing Railletina tetragona


(ujung petunjuk: onkosfer)

11
o NEMATODA
Merupakan jenis cacing yang memiliki keragaman bentuk telur yang relatif
banyak. Ciri khas yang membedakan adalah adanya blastomer, tidak memiliki
operculum dan tidak nampak adanya kait (hexacanth embrio), lapisan albumin
umumnya tampak jelas. Beberapa jenis telur Nematoda :
- Telur dengan isi penuh, berbentuk bulat-oval, memiliki lapisan albumin yang
sangat tebal  Famili Ascarididae (ex: Toxocara sp., Ascaris suum,
Parascaris equorum)

Telur cacing Ascaris suum Telur cacing Toxocara canis


(lapisan albumin sangat tebal) (lapisan albumin sangat tebal)

- Telur dengan isi penuh berbentuk oval-lonjong dengan lapisan albumin yang
relatif tipis, telur tampak agak transparan  Famili Heterakidae (ex:
Ascaridia galli, Heterakis gallinarum)

Telur cacing Ascaridia galli

- Telur yang berisi larva, berbentuk lonjong, relatif transparan  Famili


Strongylidae (ex: Strongyloides sp.)

Telur cacing Strongyloides westermanii


(ada larva)

12
- Telur dengan blastomer terlihat jelas, 2-16 buah blastomer dalam telur yang
berlapis albumin  Famili Ancylostomatidae (ex: Bunostomum
trigonocephalum, Ancylostoma caninum), Famili Trichostrongylidae (ex:
Haemonchus contortus)

Telur cacing Nematodirus sp.


(ujung petunjuk: blastomer)

- Telur dengan sumbat di ujung posterior maupun anterior (polar plug) 


Famili Trichuridae (ex: Trichuris vulpis)

Telur cacing Trichuris sp.


(ujung petunjuk: polar plug)

 PENGHITUNGAN TELUR CACING


Penghitungan telur cacing ini dilakukan dengan cara menghitung total jumlah telur
cacing per spesies pada setiap tetes larutan feses pada metode NATIF. Penghitungan
dilakukan dengan menggunakan rumus:

N x n x 10

Ket:
N = jumlah tetes dlm 1 cc larutan (±20 tetes)
n = jumlah telur cacing
10 = pengenceran (1:10)
Satuan : ... telur cacing per gram tinja

13
C. ARTHROPODA
Phylum Arthropoda dipelajari dalam ilmu yang umum disebut dengan Entomologi.
Nama phyllum ini berasal dari bahasa Greek (Yunani) arthros (persendian) dan podos
(kaki). Berdasarkan kenyataaan anggota phyllum ini mempunyai kaki-kaki yang serupa
dengan kaki kepiting.
Artropoda adalah binatang bersegmen banyak. Segmen-segmen arthropoda cenderung
menjadi kelompok tertentu, yaitu bagian anterior membentuk kepala, bagian tengah
thorax dan bagian posterior abdomen.
Phyllum artrophoda dibagi dalam 5 kelas ialah :
 Klas I : Crustacea Lmark, 1815
Subklas : Entomostraca Muller, 1785
Subklas : Malacostraca Latreile, 1802
 KLAS II : Myriapoda, 1904
 Klas III : Insecta Linnaeus, 1958
 Klas IV : Arachnida arachnida, 1815
 Klas V : Pentastomida heymonds, 1926

Arthropoda yang berpengaruh terhadap kesehatan hewan

KELAS NAMA ILMIAH CONTOH


Kelas: Insecta
Lalat penghisap Ordo : Diptera Lalat kandang, stable fly
darah (Stomoxys calcitran),
nyamuk, lalat hitam, lalat
kuda, lalat tanduk,
bitingmidges
Lalat tidak Ordo : Diptera Lalat rumah (Musca
menghisap domestica), lalat-lalat yang
darah berhubungan dengan kondisi
kotor
Lalat invasiv Ordo : Diptera Lucilia, Calliphora,
(menyebabkan Phormia, Chrysomya, M
Myasis) domestica, dan
gastrophyllus
Kutu penghisap Ordo : Anoplura Hog louse (Haematopinus
suis)
Kutu penggigit Ordo : Mallophaga Cattle biting louse (Bovicola
bovis)
Pinjal Ordo : Pinjal kucing
Siphonaptera
Kelas : Arachnida
Tungau Ordo : Acari Scabies atau Itch mite
(Sarcoptes scabei)
Caplak Ordo : Acari American dog tick
(Dermacentor variabilis)

14
1. TEKNIK PEMBUATAN PREPARAT
a. METODE PINNING
1. Sampel yang didapat setelah dimatikan kemudian ditusuk di daerah medial
thorax dengan jarum pentul.
2. Usahakan serangga dalam kondisi: sayap terkembang, kaki dibentangkan, agar
mudah untuk dipelajarinya. Serangga-serangga kecil dapat diletakkan diatas
ujung kertas segitiga dan ditempel menggunakan lem atau kuteks. Lem harus
cepat kering, dan bila kering cukup keras.
3. Pemberian label: berguna untuk memberikan informasi tentang tanggal dan
lokasi spesimen tersebut diperoleh. Label disesuaikan dengan keperluan.
4. Kotak penyimpan serangga : Dasar kotak harus lunak agar mudah untuk
menancapkan ujung pin/jarum, ukuran tergantung serangga yang dikumpulkan.
Penyimpanan dalam kotak diberikan kapur barus untuk mencegah dimakan
serangga kecil lain.

b. METODE SCRAPING KULIT


1. Siapkan mata pisau yang relatif tajam atau scalpel
2. Lakukan pengerokan / scraping pada daerah yang diduga terkena scabiosis atau
demodecosis  berkerak tebal, aloplesia, deformitas (kadang-kadang)
3. Kerokan dilakukan dengan menggunakan pisau dengan sudut miring, kerok
sampai kerak terlepas dan mengeluarkan darah
4. Bagian yang disimpan adalah hasil scraping terakhir yang dekat dengan
permukaan yang mengeluarkan darah
5. Pemeriksaan dilakukan dengan cara merendam /mencampur hasil scraping
dengan KOH 10%
6. Amati di bawah mikroskop dengan perbesaran 40x – 100x untuk mengamati
adanya tungau (Sarcoptes scabiei, Demodex sp., Otodectes sp., Knemidocoptes
sp., dll.)

c. PERMANEN MOUNTING TANPA PEWARNAAN


1. Clearing. Untuk melepas pigmen dari serangga dibunuh kemudian masukan
dalam KOH 10% selama 1-10 jam, bila pigmen tebal semakin baik. Atau
panaskan pada air mendidih dengan waktu disesuaikan tebalnya kutikula
(tubuh serangga tampak trasparan).
2. Dehidrasi : menggunakan alkohol dengan konsentrasi semakin naik mulai 30 –
50 – 70 - 95 – 96% masing 3-5 menit selanjutnya dicelup dalam xylol /minyak
cengkeh selama 1 menit.
3. Mounting/perekatan: letakkan serangga pada gelas objek dan menggunakan
permount (canada balsem) secukupnya, ditutup dengan gelas penutup
4. Labelling: identifikasi dibawah mikroskop 40 – 100x kemudian diberi label.
5. Masukkan dalam inkubator sampai preparat kering untuk kutu, larva, nimfa
caplak/pinjal dengan chitin tipis, maka setelah dimatikan langsung ditaruh pada
glass objek, dikeringkan dengan kertas saring, di mounting dan dilabel,
masukkan dalam inkubator sampai preparat kering.

15
2. IDENTIFIKASI ARTHROPODA
1) LALAT
Pengamatan untuk membedakan spesies lalat, dilihat dari :
- Ukuran
- Bentukan atau garis pada thorax dan abdomen
- Venasi sayap
- bentuk kepala dan tipe mulut

2) NYAMUK
Pengamatan untuk membedakan spesies nyamuk, dilihat dari :
- Ukuran
- Bentuk thorax dan abdomen
- Bentuk dan morfologi khusus pada sayap
- bentuk kepala dan tipe mulut

16
3) KUTU
a) Ciri Umum :
- Pipih ventrodorsal
- Abdomen sangat lebar
- Thorax kecil /pendek
- Kaki terletak pada thorax sebanyak 3 pasang
- Bentuk kepala membedakan golongan kutu (penghisap, penggigit, atau
peralihan)

Haematopinus eurysternus

17
b) Contoh spesies kutu :
- Columbicola columbae (unggas)
- Damalinia ovis
- Damalinia bovis
- Menacanthus sp.
- Phtirus pubis
- Pedunculus humanus
- Lipeurus caponis
- Felicola subrostata
- Tricodectes canis
- Dll.

4) PINJAL
a) Ciri Umum :
- Pipih laterolateral
- Memiliki sepasang kaki belakang yang panjang dan kuat untuk melompat
- Bentuk kepala membulat dengan genal comb
- Kaki depan pendek
- Abdomen besar, thorax pendek

Ctenocephalides felis
b) Contoh Spesies Pinjal :
- Xenopsylla cheopis (tikus)
- Ctenocephalides canis (anjing)
- Ctenocephalides felis (kucing)
- Dll.

5) CAPLAK
a) Ciri Umum :
- Pipih ventrodorsal
- Lapisan chitin tebal
- Abdomen pada betina tidak tertutup chitin
- Kaki 4 pasang
- Memiliki mulut tipe penghisap dengan gigi

18
Ixodes ricinus

b) Contoh Spesies Caplak :


- Boophilus microplus (sapi)
- Rhipicephalus sanguineus (anjing,kucing)
- Ixodes ricinus
- Aponnoma sp.
- Amblyomma sp.
- Dll.

6) TUNGAU
a) Ciri Umum :
- Kepala tersembunyi pada bagian ventral
- Tampak dorsal hanyalah bagian abdomen
- 4 kakinya pendek dan berambut
- Biasanya bagian badannya berduri
- Ukuran sangat kecil

Psoroptes sp.

b) Contoh Spesies Tungau :


- Sarcoptes scabiei
- Demodex sp.
- Knemidocoptes gallinae
- Otodectes canis
- Dll.

19
D. PROTOZOA

 Protozoa merupakan organisme ber sel tunggal


 Mempunyai variasi ukuran dan bentuk
 Dari sejumlah protozoa, hanya sebagian kecil bersifat parasiter
 Di dapatkan dalam jaringan tubuh dan tinja
 Sebagian tidak membahayakan hospes
 Tetapi sebagian akan bersifat pathogen dan mengakibatkan penyakit

Contoh jenis protozoa parasitic

1. METODE PENGAMATAN
a. METODE ULAS DARAH
*Darah dapat diambil dari vena telinga pada kuda, sapi, kambing, babi, anjing atau
vena sayap pada unggas
1. Siapkan darah yang akan diperiksa (darah segar atau darah+EDTA atau lokasi
pengambilan darah pada hewan yang sudah dilukai)
2. Siapkan dua objek glass (A dan B) yang bersih. Objek glass A adalah objek glass alas
sedangkan objek glass B adalah objek glass pengulas
3. Teteskan setetes darah dengan bantuan pipet pasteur pada ujung objek glass A atau
sentuhkan tepi lebar objek glass pengulas (B) pada lokasi pengambilan darah pada
hewan tanpa menyentuh kulit atau bulu.
4. Pegang dengan kuat objek glass A memakai jari telunjuk / tengah dan ibu jari atau
letakkan pada bidang datar.
5. Ambil objek glass pengulas dan letakkan tepi lebar objek glass pengulas pada tetesan
darah sampai semua tepi lebarnya terbasahi oleh darah. (Untuk objek glass yang
langsung disentuhkan pada lokasi pengambilan darah, proses 1-4 langsung dilanjutkan
ke proses no.6.)
6. Bila darah pada tepi lebar terlalu banyak, pindahkan objek glass B di depan tetesan
darah pertama sehingga diperkirakan hasil usapan akan habis sebelum lapangan pada
objek glass A habis
7. Buat sudut antara objek glass B dan A sebesar ± 30°.

20
8. Gesekkan objek glass B ke depan dengan cepat untuk mengulaskan darah pada objek
glass B sehingga didapatkan hasil semakin ke ujung objek glass A semakin tipis.
9. Tidak diperbolehkan menghentikan pengulasan pada tengah lapangan objek glass A
sebelum darah habis dan usahakan darah habis pada ujung lapangan objek glass A.
10. Keringkan hasil ulasan darah pada suhu kamar.

30°

Preparat apus

b. METODE PEWARNAAN GIEMSA


1. Siapkan ulas darah tipis yang sudah dikeringkan
2. Fiksasi ulas darah tipis dalam methanol absolut selama 3 menit.
3. Tanpa dikeringkan, masukkan onjek glass pada larutan Giemsa 10-20% selama 30
menit.
4. Setelah 30 menit, ambil objek glass dan cuci dengan air mengalir dengan pelan
sampai zat warna yang berlebih hilang. Tidak diperbolehkan menggosok hasil
usapan darah.
5. Keringkan objek glass dengan cara meletakkan objek glas pada posisi berdiri pada
bidang pengering suhu kamar. Pengeringan dapat dipercepat dengan
menggunakan kipas angin.
6. Periksa di bawah mikroskop dengan pembesaran 400x – 1000x (pada pembesaran
1000x, gunakan minyak emersi).

c. SWAP KERONGKONGAN
1. Siapkan objek glass dan cawan petri yang berisi NaCl fisiologis.
2. Pegang unggas yang didiagnosa terserang trichomoniasis dan buka mulut lebar-
lebar.
3. Masukkan cotton swab yang sudah dibasahi NaCl fisiologis dan campur sampai
homogen.
4. Ambil satu tetes campuran NaCl dan hasil swab menggunakan pipet pasteur
teteskan pada objek glass dan tutup dengan cover glass.
5. Lihat di bawah mikroskop dengan perbesaran 400-1000x

d. KEROKAN USUS
1. Ambil dan gunting saluran pencernaan secara horisontal sehingga lumen saluran
pencernaan terbuka
2. Kerok lapisan mukosa saluran pencernaan, terutama yang memiliki lesi patologi
3. Campur hasil kerokan dengan NaCl fisiologis

21
4. Ambil satu tetes hasil kerokan dan letakkan pada objek glass dan tutup dengan
cover glass.
5. Periksa di bawah mikroskop dengan pembesaran 400x -1000x.

e. PEMERIKSAAN TINJA
1. Buatlah preparat apus tinja sederhana pada gelas obyek, dengan cara mengambil
dari sekum dengan cover glass atau dari larutan feses hasil dari metoda natif,
sedimentasi, atau apung lalu tutup dengan gelas penutup
2. Amati di bawah mikroskop adanya ookista/ protozoa saluran cerna

2. IDENTIFIKASI PROTOZOA
o PROTOZOA DARAH

Trypanosoma equiperdum

22
Haemoproteus sp.

Leucocytozoon sp.

o PROTOZOA JARINGAN

Skizon dari Eimeria sp.


(pada gerusan jaringan usus)

Balantidium coli
(stadium kista)

23
24
JADWAL PRAKTIKUM PARASITOLOGI VETERINER 2014/2015

MATA KELAS
NO. MATERI
PRAKTIKUM A B C D
1 PENDAHULUAN Tata tertib dan sistem penilaian (TIM) 25/9 24/9 22/9 26/9
2 HELMINTOLOGI I Identifikasi dan pemeriksaan cacing dan telur trematoda metode natif dan Parfit Banks (HU) 2/10 1/10 29/9 3/10
3 HELMINTOLOGI II Identifikasi dan pemeriksaan cacing dan telur cestoda metode natif dan apung modifikasi (HU) 9/10 8/10 6/10 10/10
4 HELMINTOLOGI III Identifikasi dan pemeriksaan cacing dan telur nematoda metode natif dan apung modifikasi (HU) 16/10 15/10 13/10 17/10
5 UAP HELMINTOLOGI 23/10 22/10 20/10 24/10
6 ENTOMOLOGI I Identifikasi dan pembuatan preparat kutu dan pinjal (NTS) 13/11 12/11 10/11 14/11
ENTOMOLOGI II Identifikasi dan pembuatan preparat caplak
7
Scraping tungau, identifikasi dan pembuatan preparat (NTS) 20/11 19/11 17/11 21/11
8 ENTOMOLOGI III Identifikasi dan pembuatan preparat nyamuk dan lalat (NTS) 27/11 26/11 24/11 28/11
9 PROTOZOA I Praktikum ulas darah dan identifikasi protozoa darah (NR) 4/12 3/12 1/12 5/12
10 PROTOZOA III Praktikum swap kerongkongan, kerokan usus, serta identifikasi protozoa jaringan (NR) 11/12 10/12 8/12 12/12
11 UAP ENTOMOLOGI DAN PROTOZOA 18/12 17/12 15/12 19/12

KETERANGAN :

HU : drh. Handayu Untari


NTS : drh. Nurina Titisari, M.Sc
NR : drh. Nurprimadita R.

25
26
DAFTAR PUSTAKA

Ballweber, L.R. 2001. The Practical Veterinarian. Veterinary Parasitology. USA: Butterworth-
Heinemann
Gosling, P.J. 2005. Dictionary Of Parasitology. CRC Press.
Kaufmann, J. 1996. Parasitic Infection on Domestic Animal: A Diagnostic Manual. Germany:
Birkhäuser.
Monnig, H.O. 1950. Veterinary Helminthology And Entomology. The Diseases Of Domesticated
Animal Caused By Helminth And Arthropod Parasites. Third Edition. Baltimore : Thw
William &Wilkins Company.

27
Laporan Sementara
Praktikum Parasitologi

Tanggal Praktikum :
Judul Praktikum :
Hasil :

Mengetahui,
Asisten Dosen Praktikum

28
Laporan Sementara
Praktikum Parasitologi

Tanggal Praktikum :
Judul Praktikum :
Hasil :

Mengetahui,
Asisten Dosen Praktikum

29
Laporan Sementara
Praktikum Parasitologi

Tanggal Praktikum :
Judul Praktikum :
Hasil :

Mengetahui,
Asisten Dosen Praktikum

30
Laporan Sementara
Praktikum Parasitologi

Tanggal Praktikum :
Judul Praktikum :
Hasil :

Mengetahui,
Asisten Dosen Praktikum

31
Laporan Sementara
Praktikum Parasitologi

Tanggal Praktikum :
Judul Praktikum :
Hasil :

Mengetahui,
Asisten Dosen Praktikum

32
Laporan Sementara
Praktikum Parasitologi

Tanggal Praktikum :
Judul Praktikum :
Hasil :

Mengetahui,
Asisten Dosen Praktikum

33
Laporan Sementara
Praktikum Parasitologi

Tanggal Praktikum :
Judul Praktikum :
Hasil :

Mengetahui,
Asisten Dosen Praktikum

34
Laporan Sementara
Praktikum Parasitologi

Tanggal Praktikum :
Judul Praktikum :
Hasil :

Mengetahui,
Asisten Dosen Praktikum

35
Laporan Sementara
Praktikum Parasitologi

Tanggal Praktikum :
Judul Praktikum :
Hasil :

Mengetahui,
Asisten Dosen Praktikum

36
Laporan Sementara
Praktikum Parasitologi

Tanggal Praktikum :
Judul Praktikum :
Hasil :

Mengetahui,
Asisten Dosen Praktikum

37
Laporan Sementara
Praktikum Parasitologi

Tanggal Praktikum :
Judul Praktikum :
Hasil :

Mengetahui,
Asisten Dosen Praktikum

38

Anda mungkin juga menyukai