Anda di halaman 1dari 59

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat


dan rahmat-Nya sehingga penuntun Praktikum Biokimia dapat terbit sebagai
panduan mahasiswa dalam melaksanakan kegiatan praktikum pada Blok
Biomedik I.
Penuntun praktikum ini merupakan edisi revisi dari penuntun yang
pernah terbit sebelumnya. Adapun revisi yang dilakukan berupa perbaruan isi
dan perubahan urutan pelaksanaan praktikum menyesuaikan materi teoritis
yang diberikan di dalam kelas. Setiap kegiatan praktikum dalam penuntun
praktikum ini diusahakan sedapat mungkin berhubungan dengan teori sehingga
bermanfaat dalam memahami kuliah yang diberikan.
Kami menyadari bahwa penuntun praktikum ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu petunjuk, saran, dan kritik dari para pembaca
sangat kami harapkan demi perbaikan pada penerbitan berikutnya.
Pada kesempatan ini, kami mengucapkan selamat datang dan selamat
bergabung kepada seluruh mahasiswa Program Studi Sarjana Kedokteran
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Makassar
Angkatan 2020. Kami berharap penuntun ini dapat memudahkan mahasiswa
dalam melaksanakan kegiatan praktikum yang pada akhirnya dapat
meningkatkan pemahaman akan teori-teori Biokimia yang diberikan.

Makassar, 3 Oktober 2020

TIM BIOKIMIA

PENUNTUN PRAKTIKUM BIOKIMIA BLOK BIOMEDIK 1 FKIK UNISMUH 2020 1


TIM BIOKIMIA

Prof. dr. Rosdiana Natzir, PhD


dr. Marhaen Hardjo, M.Biomed., PhD
Dr. dr. Agnes O. Kwenang, Sp.Biok
Dr. dr. Syahrijuita Kadir, M.Kes., Sp.THT
dr. Bau Dilam Ardyansyah, MBSc, MPHE
Dr. dr. Ika Yustisia, MSc
dr. Ilhamuddin Azis, MSi
dr. Gita Vita Soraya, PhD
dr. Willies Vriswan, S.Ked.
dr. Andi Masdipa, S.Ked.
Siti Ramlia, ST
Ratna Carda, SE
Kamalia, SPt

EDITOR FKIK UNISMUH

dr. Nur Faidah, M.Biomed


DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL

KATA PENGANTAR 1

TIM BIOKIMIA DAN EDITOR 2

DAFTAR ISI 3

Praktikum 1 SPEKTROFOTOMETER 4

Praktikum 2 LARUTAN PENYANGGA 16

Praktikum 3 IDENTIFIKASI MOLEKUL KARBOHIDRAT, PROTEIN DAN 20

LIPID

Praktikum 4 ENZIM DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI 39

AKTIVITASNYA
PRAKTIKUM 1
1
SPEKTROFOTOMETRI

Sasaran Pembelajaran
1. Menjelaskan dasar metode spektrofotometri.
2. Menggunakan spektrofotometer dengan tepat.
3. Menganalisis hasil praktikum spektrofotometer dengan benar.

Dasar Teori
Bila seberkas sinar putih melewati suatu larutan berwarna, maka pada
beberapa panjang gelombang tertentu dari spektrum warna akan terjadi
penyerapan cahaya. Contohnya, bila suatu larutan berwarna MERAH, maka ia
akan menyerap cahaya pada daerah panjang gelombang warna KUNING-
BIRU. Sebaliknya, cahaya pada daerah panjang gelombang warna MERAH
akan diteruskan sehingga dengan mata akan tampak berwarna MERAH.
Dengan kata lain, warna suatu larutan disebabkan oleh warna spektrum cahaya
yang tidak ditahan/ diserapnya, tetapi yang diteruskan.
Dalam keadaan sehari-hari, diketahui bahwa jumlah zat yang terlarut
dapat diperkirakan dengan mata dari kepekaan/ intensitas warna. Misalnya, dua
sendok makan sirup merah dilarutkan dalam segelas air warnanya tampak lebih
pekat dibandingkan dengan satu sendok makan sirup merah dalam segelas air.
Pada pengukuran dengan teknik spektrofotometri, cahaya polikromatis yang
berasal dari sumber cahaya diuraikan dengan menggunakan prisma sehingga
diperoleh cahaya monokromatis yang diserap oleh zat yang akan diperiksa
tersebut. Hubungan antara konsentrasi dengan jumlah cahaya yang diserap
dinyatakan dalam hukum Beer-Lambert.

Hukum Beer-Lambert
Bila cahaya monokromatis melalui satu larutan berwarna maka jumlah
cahaya yang diserap menurun secara eksponensial, sebanding dengan:
a. Panjang lintasan/ kolom cahaya yang melalui larutan.
b. Kadar zat terlarut dalam larutan yang menyerap cahaya.
Secara matematis, hukum Beer-Lambert dapat dirumuskan sebagai berikut:

A=kxcxl

A = serapan/densitas optik, yaitu jumlah cahaya yang diserap.


k = koefisien ekstingsi yaitu suatu senyawa dengan kadar 1 M pada panjang
gelombang tertentu dengan diameter kuvet/panjang larutan yang dilalui
cahaya 1 cm.
c = kadar sampel yang diperiksa.
l = diameter kuvet/panjang larutan yang dilalui cahaya (1cm).
Karena k dan l merupakan bilangan tetap, maka A sebanding dengan c.

Pada setiap pengukuran/ penetapan selalu:


1. Diperlukan larutan blanko yang mengandung semua pereaksi kecuali bahan
yang diperiksa. Blanko dimaksudkan untuk menghilangkan intervensi yang
dapat disebabkan oleh zat lain yang terdapat dalam larutan yang menyerap
cahaya pada panjang gelombang sama.
2. Digunakan larutan standar sebagai pembanding.
3. Dilakukan penetapan secara duplo (2x percobaan) dengan maksud untuk
memperkecil kesalahan.

Gambar 1.1. Spektrofotometer yang digunakan di Laboratorium Terpadu


FKIK Unismuh
Petunjuk penggunaan alat spektrofotometer

Menentukan panjang gelombang:


1. Hubungkan alat dengan sumber listrik yang ada di Laboratorium. Pastikan
menggunakan stabilizer untuk mengantisipasi tegangan yang tidak stabil.
2. On-kan alat dengan cara menekan tombol pada sisi kiri alat paling ujung
bawah.
3. Tunggu kira-kira ± 5 menit hingga pada layar monitor alat tertulis angka
0.000 (menu ready).
4. Angkat penutup alat dan masukkan kuvet berisi blanko (aquadest).
5. Letakkan kuvet berisi blanko tersebut di sel 1 (sel paling depan) kemudian
tutup.
6. Masukkan panjang gelombang yang diinginkan dengan cara menekan
tombol biru “GOTO ƛ” dan ketikkan angka yang dimaksud di papan numerik
alat (tombol hitam).
7. Tekan tombol hitam “ENTER”.
8. Tunggu beberapa menit hingga angka yang dimaksud, tertera di layar
paling atas sebelah kanan.
9. Alat siap di-nol-kan.

Menzerokan alat (me-nol-kan)


1. ”Tekan tombol biru “ZERO” pada alat.
2. Tunggu kira-kira ± 2 menit hingga pada layar monitor menunjukkan angka
0.000.
3. Alat siap mengukur larutan.

Mengukur dengan cara satu-satu = satu sampel (manual)


1. Angkat penutup alat, keluarkan kuvet blanko dan masukkan kuvet larutan
standar.
2. Letakkan kuvet berisi larutan standar tersebut di sel 1 kemudian tutup.
3. Catat nilai absorban yang tertera pada layar display monitor alat.
4. Angkat penutup alat dan keluarkan kuvet standar dan masukkan kuvet
berisi sampel.
5. Letakkan kuvet berisi larutan sampel tersebut di sel 1 kemudian tutup.
6. Catat nilai absorban yang tertera pada layar monitor alat.

Mengukur lebih dari satu sampel


1. Angkat penutup alat dan keluarkan kuvet blanko dan masukkan kuvet berisi
standar.
2. Letakkan kuvet berisi larutan standar tersebut di sel 1 (sel paling depan).
3. Kemudian letakkan lagi kuvet berisi sampel di sel 2 dan sampel berikutnya
di sel 3 lalu tutup.
4. Tekan tombol berwarna hitam “RETURN”.
5. Kemudian tekan lagi tombol arah panah atas “▲” berwarna kuning
sebanyak satu kali (menunjukkan banyaknya sel yang akan digunakan) =
ada 3 menu sel yang disediakan oleh alat yaitu kelipatan 1 (shell 1),
kelipatan 5 (shell 5) dan kelipatan 8 (shell 8).
6. Tekanlah tombol panah atas sekali lagi hingga menunjukkan kelipatan 5
(shell 5) karena shell yang akan kita gunakan hanya 3 shell.
7. Tekan tombol panah bawah “▼” satu kali hingga menunjukkan angka 2
(menunjukkan sumber sinar akan membaca shell 1,2, 3, 4, 5, 6, 7 dan 8).
8. Tekan lagi tombol panah bawah “▼” hingga tertera angka 3 artinya sumber
sinar hanya akan melalui sell 1,2 dan 3.
9. Tekan tombol “RETURN” satu kali lalu tekan tombol “START”.
10. Biarkan alat membaca beberapa saat tanpa menyentuh pirantinya hingga
pada layar monitor tertera angka di shell 3.
11. Catat nilai absorban di shell 3. Tekan tombol panah bawah “▼” untuk
melihat data sebelumnya yaitu di shell 2 dan tekan lagi untuk melihat nilai
absorban di shell 1).
12. Jika masih ingin mengukur dengan banyak sampel. Angkat cover penutup
alat keluarkan kuvet yang sudah diukur dan masukkan kuvet berisi larutan
yang akan diukur. Kemudian tekan tombol “START” . Ulangi langkah 10
hingga 11.
13. Jika sudah tidak digunakan atau tidak mengukur lagi. Tekan tombol
“RETURN” untuk mengembalikan menunya ke menu ready.
14. Tekan off alat untuk mematikan piranti.

Catatan :
1. Setiap memasukkan kuvet ke dalam tempat sampel, bagian luar kuvet harus
bersih, kering dan tidak ada sidik jari yang melekat (gunakan kertas tisu
untuk melapnya).
2. Jangan sampai ada cairan yang tumpah ke dalam alat. Usahakan tinggi
cairan tidak sampai penuh atau melewati ketinggian kuvet (berikan jarak
ketinggian larutan 1 cm dari permukaan atas kuvet).
3. Untuk setiap penetapan pada panjang gelombang yang berbeda, pada
setiap alat harus ditera dengan blanko (atau akuades). (=A harus
menunjukkan angka 0 atau 100%T).
4. Pengertian blanko adalah pelarutnya sama dengan pelarut larutan standar
dan sampel.

PERCOBAAN SPEKTROFOTOMETRI

A. Penentuan panjang gelombang dengan serapan maksimum


Tujuan :
Menentukan panjang gelombang dengan serapan maksimum (λ max).

Dasar :
Suatu zat berwarna menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu.

Alat dan bahan:


1. Spektrofotometer dan kuvet.
2. Larutan hematin alkalis (1 mL darah diencerkan dengan amonia sampai
mencapai volume 500 mL – disiapkan oleh laboran).
3. Aquades dan pipet.
4. Kertas Grafik.
Cara kerja:
1. Sediakan 2 tabung kuvet, pada kuvet 1 masukkan ± 3 mL akuades
(sebagai blanko) dan pada kuvet 2 masukkan 3 mL larutan hematin
alkalis.
2. Baca serapan larutan itu pada panjang gelombang antara 500 dan 600
nm dengan interval 10 nm. Perhatikan bahwa setiap pembacaan pada
suatu panjang gelombang. Alat ditera dengan blanko yang berisi
akuades (A = 0 atau T = 100%).
3. Buatlah kurva dengan panjang gelombang sebagai sumbu X dan
Absorban sebagai sumbu Y pada kertas grafik berdasarkan hasil
percobaan!

Hasil percobaan:

Panjang
Panjang gelombang Serapan Serapan
gelombang
(nm) (abs) (abs)
(nm)
500 560
510 570
520 580
530 590
540 600
550
Kurva absorbansi maksimal hematin alkalis

Analisis dan kesimpulan:


B. Hubungan serapan dengan kadar zat dalam larutan
Tujuan :
Membuktikan hukum Beer-Lambert.

Dasar:
Jumlah cahaya yang diserap suatu larutan pada panjang gelombang
tertentu sebanding dengan kadar zat dalam larutan. Bila hukum Beer-
Lambert ini diikuti oleh larutan tersebut, maka kurva hubungan serapan (A)
dengan kadar zat akan merupakan garis lurus.

Alat dan bahan:


1. Spektrofotometer dan kuvet.
2. Larutan hematin alkali.
3. Amonia encer
4. Pipet
5. tabung reaksi
6. Rak tabung
7. label

Cara kerja :
1. Siapkan 6 buah tabung bersih dan kering. Berikan label 1 sampai 6 pada
tabung.
2. Pipetkan kedalam 6 tabung reaksi masing-masing: 0 mL; 1 mL; 2 mL; 3
mL; 4 mL dan 5 mL darah amonia tersebut di atas (langkah no. 1)
kemudian tambahkan amonia encer pada keenam tabung berturut-turut:
5 mL; 4 mL; 3 mL; 2 mL; 1 mL dan 0 mL.
3. Kemudian baca serapan masing-masing tabung dengan menggunakan
tabung 1 sebagai blanko pada panjang gelombang maksimum yang
didapat pada Percobaan 1.
4. Buatlah kurva pada selembar kertas grafik dengan A (serapan) sebagai
sumbu Y dan pengenceran sebagai sumbu X.
Hasil percobaan:

Darah Amonia Konsentrasi Serapan pada λmaks


Amonia encer hematin alkali (%) = ......................
0 ml 5 ml 0
1 ml 4 ml 0,04
2 ml 3 ml 0,08
3 ml 2 ml 0,12
4 ml 1 ml 0,16
5 ml 0 ml 0,20

Buatlah kurva yang menunjukkan absorbansi hematin alkalis berbagai


konsentrasi pada λmaks. Kurva dibuat secara manual menggunakan kertas
grafik dan menggunakan program pembuat kurva seperti Microsoft Excel
atau sejenisnya.

Cara membuat grafik menggunakan Microsoft Excel


1. Buat tabel serapan (Y) dan konsentrasi (X) pada program Microsoft
Excel.
2. Blok tabel tersebut kemudian klik “Insert”.
3. Pada menu insert klik “Scatter” dan pilih “Scatter with smoth lines and
markers”.
4. Setelah terbentuk grafik, klik kanan garis yang terbentuk pada kurva pilih
“add trendline” lalu centang “Display equation on chart” dan “Display R-
squared value on chart”. Rumus yang diperoleh digunakan untuk
menentukan konsentrasi “Uji” pada Percobaan C Nilai R 2 menunjukkan
linearitas kurva, nilai yang mendekati 1 menunjukkan linearitas yang
tinggi sehingga rumus yang diperoleh valid untuk digunakan pada
penentuan konsentrasi.
Kurva absorbansi hematin alkalis berbagai konsentrasi pada λ maks

Analisis dan kesimpulan:


Pertanyaan:
1. Apakah anda mendapatkan garis lurus pada kurva yang anda buat?
2. Apa yang harus anda lakukan bila serapan suatu tabung reaksi berisi
larutan yang sama berada di luar batas-batas kurva yang anda buat?

Jawaban :
C. Penentuan Kadar suatu Larutan
Tujuan:
Menentukan kadar sutau larutan yang belum diketahui.

Dasar:
Kadar suatu zat dapat diketahui dengan membandingkannya dengan
kadar larutan standar.

Alat dan bahan :


1. Spektrofotometer
2. Kuvet
3. Larutan Hematin Alkalis (U1, U2, U3)
4. Pipet

Cara Kerja :
1. Siapkan 3 kuvet yang bersih dan kering
2. Isilah kuvet masing-masing 3 mL larutan U1, U2 dan U3
3. Baca serapan pada λmaks untuk hematin alkalis (Percobaan 1).
4. Hitung kadar larutan U1, U2 dan U3 berdasarkan kurva standar yang
saudara buat secara manual dan rumus yang diperoleh dengan
menggunakan program Microsoft Excel pada Percobaan 2. Bandingkan
hasil yang saudara peroleh!

Hasil percobaan:

Larutan Serapan (Abs) Kadar (%)


U1
U2
U3
Analisis dan kesimpulan:
PRAKTIKUM 2

Sasaran Pembelajaran
1. Menjelaskan konsep dasar larutan penyangga (buffer).
2. Mengapplikasikan Handerson-Hasselbach equation.
3. Mengapplikasikan konsep biokimia larutan penyangga pada blok-blok
berikutnya.

Dasar Teori
Pada umumnya proses biologi yang terjadi di dalam sel berada pada
suatu lingkungan yang berair. Air adalah suatu substansi amfoterik yang dapat
berperan sebagai donor/penyedia proton (asam) atau penerima proton (basa).
Dalam air murni [H+] = [OH-] = [10-7]. Dengan kata lain pH atau –log [H+] = 7.
Molekul asam dan basa ketika bercampur dalam air pada lingkungan
biologi atau pada tabung uji akan bereaksi sehingga dapat terjadi perubahan
pH. Proses reaksi biokimia dalam sel atau jaringan sangat bergantung pada
regulasi konsentrasi hidrogen. pH secara biologis dipelihara pada suatu nilai
konstan oleh penyangga alami.
Larutan penyangga adalah larutan yang terdiri dari campuran asam
lemah dengan basanya atau basa lemah dengan asamnya. Penyangga ini
berfungsi mempertahankan pH sehingga penambahan sejumlah kecil asam
atau basa memberikan pengaruh sangat kecil.

Persamaan Henderson – Hasselbalch

pH = pKa + log [garam] / [asam]

Persamaan ini menunjukkan hubungan antara pH dan rasio konsentrasi


asam dan konsentrasi basa yang terkonjugasi. Persamaan ini dapat digunakan
untuk menentukan pH dari suatu larutan jika perbandingan molar dari
penyangga ion ([HA] / [A-]) dan pKa dari HA diketahui. Perbandingan HA
terhadap A- yang diperlukan untuk mempersiapkan larutan penyangga pada
suatu pH yang spesifik dapat dihitung jika pK a diketahui, seperti yang tercantum
pada tabel di bawah ini.

Tabel 2.1. Beberapa contoh asam lemah dan basa konjugatnya


Basa konjugat (akseptor
Asam (donor proton) pKa
proton)
HCOOH HCOO-
3,75
Asam formiat Ion formiat
CH3COOH CH3COO-
4,76
Asam asetat Ion asetat
Asam karbonat HCO3-
6,73
H2CO3 Ion bikarbonat
HCO3- CO32-
10,25
Ion bikarbonat Ion karbonat

Percobaan Penyangga Standar Asetat

Tujuan:
Membandingkan hasil pengukuran pH larutan penyangga menggunakan
Handerson-Hasselbach Equation dengan pH meter.

Dasar:
Larutan penyangga dapat dihitung pH nya bila kita mengetahui molaritas
larutan asam dan basa konjugatnya, serta nilai pKa.

Alat dan bahan:


1. pH meter
2. Tabung Reaksi
3. Asam Asetat 0,1 N
4. Natrium Asetat 0,1 N
5. Rak Tabung
6. Pipet
7. Label

Cara Kerja :
1. Siapkan 4 tabung reaksi bersih dan kering, berikan label dan nomor tiap
tabung.
2. Masukkan asam asetat 0,1 N dan natrium asetat 0,1 N ke dalam setiap
tabung dengan jumlah sesuai dengan tabel di bawah ini (Tabel 2.2).
3. Ukurlah pH larutan dalam masing-masing menggunakan pH meter yang
disediakan!
4. Hitunglah pH dari larutan di atas dengan menggunakan persamaan
Handerson-Hasselbach.
5. Bandingkan nilai pH yang diperoleh menggunakan persamaan Handerson
Hasselbach dengan menggunakan pH meter.

Hasil percobaan:
Tabel 2.2 Komposisi Larutan Penyangga
No. Asam asetat Natrium asetat pH hitung pH terbaca
tabung 0,1 N (mL) 0,1 N (mL) (rumus) (pH meter)
1 9 1
2 7 3
3 2 8
4 1 9
Analisis dan kesimpulan:
PRAKTIKUM 3

Sasaran pembelajaran
1. Mengenali dan memahami struktur dan fungsi KH, Lipid dan Protein dengan
menginterpretasikan dan menganalisis hasil praktikum
2. Mengintegrasikan dan menerapkan aspek Biokimia Struktur dan Fungsi KH,
Lipid dan Protein

PERCOBAAN KARBOHIDRAT
Pada umumnya karbohidrat merupakan zat padat berwarna putih, sukar
larut dalam pelarut-pelarut organik, tetapi memiliki kelarutan yang baik dalam
air kecuali beberapa jenis polisakarida. Sebagian besar karbohidrat dengan
berat melekul rendah mempunyai rasa manis, karena itu digunakan istilah gula
untuk kelompok makromolekul ini.

A. Tes Molisch
Tujuan:
Mendeteksi segala macam karbohidrat (terikat maupun bebas).

Dasar:
Asam sulfat yang digunakan memiliki daya dehidrasi terhadap
karbohidrat yang ada dalam sampel, sehingga menghasilkan furfural.
Reagen Molisch yang digunakan (mengandung alfa naftol) akan bereaksi
dengan furfural menghasilkan senyawa berwarna ungu. Tes ini sangat
sensitive untuk karbohidrat, tapi tidak spesifik. Hasil negatif merupakan
suatu bukti bahwa tidak ada karbohidrat.
Alat dan Bahan:
1. Sampel karbohidrat: glukosa, sukrosa, amilum
2. Asam sulfat (H2SO4) pekat
3. Pereaksi Molisch (alfa naftol 5% dalam alkohol)
4. Tabung reaksi
5. Pipet
6. Vortex mixer
7. Rak Tabung
8. Label

Cara kerja:
1. Siapkan 3 buah tabung reaksi yang bersih dan kering, berikan label
glukosa, sukrosa dan amilum.
2. Masukan 2 mL larutan yang akan diperiksa masing-masing sampel:
glukosa, sukrosa, amilum/pati ke dalam 3 tabung reaksi tersebut sesuai
label dengan menggunakan pipet yang bersih.
3. Masing-masing tambahkan 3 tetes pereaksi Molish (yaitu: alfa naftol 5%
dalam alkohol) dengan menggunakan pipet bersih.
4. Kocok menggunakan vortex mixer, kemudian alirkan dengan perlahan-
lahan melalui dinding tabung yang dimiringkan, 1 mL asam sulfat
(H2SO4) pekat. Terlihat H2SO4 terdapat pada bagian bawah tabung.
5. Reaksi positif terlihat bila pada batas kedua lapisan tampak cincin warna
ungu.

Hasil percobaan:
Analisis dan kesimpulan:

B. Tes Seliwanoff
Tujuan:
Membedakan antara gula aldosa dan ketosa.

Dasar:
Tes ini menggunakan reagen Seliwanoff yang terdiri atas asam pekat
dan resorsinol. Dengan asam pekat dan pemanasan, maka gula ketosa
akan mengalami dehidrasi yang lebih cepat daripada aldosa. Proses
dehidrasi menghasilkan 4-hidroksimetil furfural. Furfural akan bereaksi
dengan resorsinol (1,3-dihidroksi benzen) dalam reagen hingga membentuk
senyawa berwarna merah. Gluksosa dan gula lain dapat memberi warna
merah muda pada pemanasan yang lama dan jumlah yang banyak.
Alat dan Bahan:
1. Reagen Seliwanoff
2. Larutan sampel (glukosa dan sukrosa)
3. Penangas air
4. Tabung reaksi
5. Stopwatch
6. Penjepit Tabung
7. Vortex mixer
8. Rak Tabung
9. Pipet
10. Label

Cara kerja:
1. Siapakan dua buah tabung reaksi yang bersih dan kering, berikan label
glukosa dan sukrosa.
2. Masukan ke dalam masing-masing tabung reaksi tersebut sebanyak 2,5
mL pereaksi Seliwanof yang baru dibuat. Masing-masing tambahkan 5
tetes larutan yang hendak diperiksa sesuai label. Campurkan
menggunakan vortex mixer.
3. Kemudian didihkan kedua tabung dalam penangas air mendidih selama
30 detik. Hasil positif bila timbul warna merah setelah beberapa detik.

Hasil percobaan:
Analisis dan kesimpulan:

C. Tes Benedict
Tujuan:
Mendeteksi adanya gula pereduksi.

Dasar:
Gula pereduksi adalah gula yang memiliki gugus aldehid atau keton yang
bebas. Reagen Benedict bersifat basa dan mengandung ion Cu(II) yang
direduksi oleh gula pereduksi sehingga menghasilkan presipitat ion Cu(I)
atau kuprooksida (Cu2O) dengan perubahan warna mulai dari hijau/kuning
hingga merah/bata (tergantung konsentrasi gula pereduksi).

Alat dan bahan:


1. Reagen Benedict.
2. Larutan sampel (glukosa 0.5%, glukosa 1%, glukosa 2%).
3. Penangas air
4. Tabung reaksi
5. Rak Tabung
6. Penjepit Tabung
7. Stopwatch.
8. Pipet
9. Vortex mixer
10. Label

Cara kerja:
1. Siapkan tiga buah tabung reaksi bersih
dan kering. Berikan label masing-masing
dengan glukosa 0,5%, glukosa 1% dan
glukosa 2%.
2. Masukkan masing-masing 2,5 mL
larutan Benedict ke dalam 3 tabung
tersebut.
3. Tambahkan 4 tetes larutan yang akan diperiksa sesuai dengan label
pada tabung.
4. Campurkan dengan menggunakan vortex mixer dan didihkan ketiganya
pada penangas air mendidih selama 5 menit.
5. Perhatikan warna yang timbul. Positif jika terjadi endapan mulai dari
warna hijau kuning/merah bata.

Hasil percobaan:
Analisis dan Kesimpulan:

D. Tes Barfoed
Tujuan:
Membedakan monosakarida dari disakarida.

Dasar:
Larutan sakarida yang masih mempunyai sifat pereduksi hanyalah
monosakarida. Reagen barfoed bersifat asam dan mengandung ion
kuprioksida Cu(II) yang direduksi oleh gula pereduksi sehingga
menghasilkan presipitat ion kuprooksida Cu(I). Tetapi dengan pemanasan
yang lama disakarida dapat mengalami hidrolisis dan menyebabkan reaksi
positif.
Alat dan bahan:
1. Reagen Barfoed
2. Larutan sampel (sukrosa dan glukosa).
3. Penangas air
4. Tabung reaksi dan rak tabung
5. Penjepit Tabung
6. Vortex mixer
7. Stopwatch
8. Label

Cara kerja:
1. Siapkan 2 buah tabung reaksi bersih dan
kering. Berikan label glukosa dan sukrosa.
Masukkan 2 mL pereaksi Barfoed masing-
masing ke dalam 2 tabung tersebut
2. Tambahkan 1 mL larutan yang akan diperiksa
sesuai dengan label yang diberikan
3. Siapkan stopwatch/pengukur waktu kemudian panaskan sampai
mendidih di atas penangas air 15 menit sambil tetap memperhatikan
endapan yang terbentuk.
4. Disakarida positif dengan terjadinya endapan pada pemanasan setelah 5
menit sedangkan monosakarida dengan terjadinya endapan pada
pemanasan sebelum 5 menit.

Hasil percobaan :
Analisis dan kesimpulan:

E. Tes Amilum dengan Iodium


Tujuan:
Untuk mendeteksi adanya polosakarida
berupa amilum (pati) atau dekstrin.

Dasar:
Iodium akan masuk dalam gulungan
amilosa pati membentuk kompleks
amilosa-iodium dan menghasilkan warna
biru atau merah anggur.
Alat dan bahan:
1. Larutan pati/amilum.
2. Larutan lugol (iodium 1 gram + kalium iodida 1 gram dalam 100 ml
aquadest).
3. NaOH 10%.
4. Tabung reaksi.
5. Rak Tabung
6. Pipet

Cara kerja:
1. Siapkan sebuah tabung reaksi bersih dan kering. Masukkan 1 mL larutan
pati/amilum ke dalam tabung reaksi tersebut. Tambahkan 1 tetes lugol (1
gr iodium dengan 2 gr KI dalam 100 mL aquadest).
2. Perhatikan warna biru yang timbul. Tambahkan beberapa tetes NaOH
10%, Kocok warna akan hilang mengapa?

Hasil percobaan:

Kesimpulan:
PERCOBAAN IDENTIFIKASI PROTEIN
A. Reaksi Biuret
Tujuan:
Mendeteksi ikatan peptida.

Dasar:
Ion tembaga dalam suasana alkali akan bereaksi dengan protein
membentuk senyawa kompleks berwarna ungu.

Alat dan bahan:


1. Tabung reaksi.
2. Larutan protein.
3. NaOH 10%.
4. CuSO4 0.5%.
5. Rak tabung
6. Vortex mixer
7. Pipet

Cara kerja:
1. Siapkan sebuah tabung reaksi bersih dan kering.
2. Masukkan 2 mL larutan protein ke dalam tabung reaksi.
3. Tambahkan 2 mL NaOH 10% dan campurkan dengan menggunakan
vortex mixer.
4. Lalu teteskan secara perlahan-lahan CuSO4 0.5% hingga timbul warna
tertentu.
5. Penambahan CUSO4 harus berhati-hati sebab bila terlalu banyak akan
menyebabkan timbulnya warna biru.
Hasil percobaan:

Analisis dan Kesimpulan:


B. Reaksi Ninhidrin
Tujuan:
Mendeteksi asam amino menggunakan ninhidrin.

Dasar:
Semua asam amino bereaksi dengan ninhidrin membentuk aldehid
dengan melepaskan NH3 dan CO2 dan disertai dengan terbentuknya warna
biru.

Alat dan bahan:


1. Tabung reaksi.
2. Penjepit tabung
3. Larutan protein
4. Ninhidrin 0.1%.
5. Penangas air
6. Rak Tabung
7. Pipet

Cara kerja:
1. Siapkan sebuah tabung reaksi bersih dan kering.
2. Masukkan 3 mL larutan protein yang tersedia dan 10 tetes larutan
ninhidrin 0.1 %.
3. Letakkan tabung pada penangas air mendidih selama 10 menit
perhatikan warna biru yang terbentuk.

Hasil percobaan:
Analisis dan kesimpulan:

C. Pengendapan Protein dengan Logam Berat dan Pereaksi Alkaloid


Tujuan:
Membentuk garam proteinat.

Dasar:
Logam berat yang bersifat kationik (contoh: Pb, Cu, Hg, Ag) bereaksi
dengan gugus anionik protein untuk membentuk presipitat berupa metal ion
proteinate. Pereaksi alkaloid merupakan asam yang memiliki muatan negatif
yang dapat bereaksi dengan protein yang kationik (charge positif) sehingga
terbentuk presipitat.

Alat dan bahan:


1. Tabung reaksi.
2. Larutan protein
3. CuSO4 5%.
4. Asam sulfosalisilat 10%
5. Label
6. Rak Tabung dan Pipet
Cara kerja:
1. Siapkan 2 buah tabung reaksi bersih dan kering. Berikan label 1 dan 2.
2. Masukkan 5 mL larutan protein yang tersedia, masing-masing ke dalam
2 tabung tersebut di atas.
3. Tambahkan CuSO4 5% tetes demi tetes ke dalam tabung reaksi 1 dan
perhatikan pengaruh tiap-tiap tetesan dari pembentukan presipitat.
4. Tambahkan asam sulfosalisilat 10% tetes demi tetes ke dalam tabung
reaksi 2 dan perhatikan pengaruh tiap-tiap tetesan dari pembentukan
presepitat.

Hasil percobaan:

Analisis dan kesimpulan:


PERCOBAAN IDENTIFIKASI LIPID
A. Daya Larut Lemak
Tujuan:
Identifikasi lipid melalui tes daya larut.

Dasar:
Lemak secara relatif tidak larut dalam air tetapi pada umumnya larut
dalam pelarut-pelarut non-polar seperti eter, kloroforom dan benzen.

Alat dan bahan:


1. Tabung reaksi.
2. Pipet.
3. Pelarut air, alkohol 96% panas, alkohol 96% dingin, eter.
4. Minyak kelapa.
5. Rak Tabung
6. Label
7. Penangas air
8. Penjepit tabung

Cara kerja:
1. Siapkan 4 buah tabung reaksi yang bersih,
berikan label pelarut pada masing-masing
tabung yaitu air, alcohol panas, alcohol
dingin dan eter.
2. Masukkan masing-masing 2 mL pelarut berikut : air, alkohol 96% panas,
alkohol dingin 96%, dan eter sesuai dengan label pada tabung.
3. Pada tabung dengan alcohol panas, masukkan terlebih dahulu ke dalam
penangas air hingga panas.
4. Kemudian tambahkan 2 tetes minyak kelapa ke dalam masing-masing
tersebut. Kocok sebentar. Perhatikan kelarutan minyak tersebut.
Hasil percobaan:

Analisis dan kesimpulan:

B. Menyatakan Ikatan Tidak Jenuh


Tujuan:
Menentukan kandungan asam lemak jenuh dalam sampel lemak.

Dasar:
Asam lemak tidak jenuh dapat menghilangkan warna iodium atau
KMNO4. Ini disebabkan oleh reaksi adisi pada ikatan rangkap. Contoh
reaksinya adalah sebagai berikut:
Reaksi di atas menjadi dasar analisis kimia untuk menentukan tingkat
kejenuhan lemak berdasarkan banyaknya ikatan rangkap, yang dikenal
sebagai bilangan iodium (iodine value/ iodine number). Pada percobaan ini
mahasiswa hanya melakukan uji kualitatif kandungan asam lemak jenuh
dalam sampel lemak dengan mengamati hilangnya warna KMNO 4 saat
bereaksi dengan lemak dalam hal ini minyak kelapa murni, minyak sawit,
dan minyak zaitun.

Alat dan bahan:


1. Tabung reaksi
2. Minyak kelapa, minyak sawit, minyak zaitun.
3. KMNO4 0,1.
4. Rak Tabung
5. Pipet
6. Label

Cara kerja:
1. Siapkan tiga buah tabung reaksi bersih. Berikan masing-masing label
sesuai sampel yaitu minyak kelapa, minyak sawit dan minyak zaitun.
2. Masukkan masing-masing 3 mL minyak kelapa, minyak sawit, dan
minyak zaitun ke dalam tabung reaksi tersebut sesuai label.
3. Tambahkan 2 tetes KMNO4 0,1 N. Kocok beberapa saat. Perhatikan
warna KMNO4 yang hilang. Bandingkan hasil yang diperoleh pada ketiga
tabung tersebut!
Hasil percobaan:

Analisis dan kesimpulan:


PRAKTIKUM 4

Sasaran Pembelajaran
1. Mengenali dan memahami aspek biokimiawi faktor-faktor yang
mempengaruhi kerja enzim dan cara kerja beberapa enzim dengan
menganalisis hasil praktikum.
2. Mengintegrasikan dan menerapkan aspek biokimia faktor-faktor yang
mempengaruhi kerja enzim dan cara kerja beberapa enzim dengan blok
pembelajaran berbasis kasus-kasus penyakit terkait selanjutnya.

Dasar Teori
Pengertian Enzim
Enzim adalah sekelompok protein yang berfungsi sebagai katalisator
untuk berbagai reaksi kimia dalam sistem biologik. Hampir setiap reaksi kimia
dalam sistem biologik dikatalisis oleh enzim. Sintesis enzim terjadi di dalam sel
dan sebagian besar enzim dapat diekstraksi dari sel tanpa merusak fungsinya.

Kepentingan Medis Enzim


Enzim terdistribusi di tempat-tempat tertentu di dalam sel, kurang lebih
sesuai dengan golongan dan fungsinya. Sebagai contoh, enzim-enzim yang
berperan dalam sintesis dan reparasi DNA terletak di dalam inti sel. Enzim
mengkatalisis berbagai reaksi yang menghasilkan energi secara aerob terletak
di dalam mitokondria. Enzim yang berhubungan dengan biosintesis protein
berada bersama ribosom. Dengan demikian reaksi kimia di dalam sel berjalan
sangat terarah dan efisien.
Ada penyakit yang disebabkan oleh abnormalitas sintesis enzim tertentu,
misalnya ada defisiensi enzim glukosa 6-fosfat dehidrogenase (G6PDH/G6PD).
Sel darah merah pada penderita defisiensi enzim G6PDH ini sangat rentan
terhadap pembebanan oksidatif misalnya pada pemakaian obat analgetik
tertentu dapat terjadi hemolisis intravaskuler.
Analisis enzim dalam serum pada dasarnya dapat dipakai untuk
diagnosis berbagai penyakit. Dasar penggunaan enzim sebagai penunjang
diagnosis ialah bahwa pada hakikatnya, sebagian enzim terdapat dan bekerja
di dalam sel dan enzim tersebut dibuat dalam jumlah besar oleh jaringan
tertentu. Oleh karena itu enzim intraseluler seharusnya tidak ditemukan di
dalam serum dan bila ditemukan berarti sel yang membuatnya mengalami
disintegrasi. Bila enzim yang diukur dalam serum terutama dibuat oleh jaringan
atau organ tertentu, maka peningkatan aktifitas dalam serum menunjukkan
adanya kerusakan pada jaringan atau organ tersebut.

Penggolongan Enzim
Hal yang sangat penting bagi enzim ialah kerjanya yang sangat
spesifik. Suatu enzim (E) dapat mengkatalisis satu atau beberapa reaksi saja
melalui interaksi dengan substrat (S) tertentu.

Gambar 4.1. Teori induced fit enzim sebagai contoh mekanisme kerja
spesifik.

Meskipun jumlah enzim ada ribuan yang berasal dari makhluk hidup,
reaksi-reaksi yang dikatalisis oleh enzim-enzim ini ternyata dapat digolongkan
ke dalam 6 macam reaksi saja. Berdasarkan itu, International Union of
Biochemists (IUB) telah menggolongkan enzim ke dalam 6 kelas, sesuai
dengan jenis reaksi yang dikatalisis, yaitu:
 Kelas 1 - Oksidoreduktase
Adalah kelompok enzim yang mengkatalisis reaksi-reaksi oksidasi reduksi.

 Kelas 2 - Transferase
Kelompok enzim ini mengkatalisis reaksi pemindahan berbagai gugus
seperti amina, karboksil, karbonil, metal, asil, glikosil/ fosforil.

 Kelas 3 - Hidrolase
Kelompok enzim ini mengkatalisis reaksi pemutusan ikatan kovalen sambil
menarik air yang disebut dengan reaksi hidrolisis. Enzim-enzim percernaan
termasuk ke dalam kelas ini.

 Kelas 4 - Liase
Kelompok enzim ini mengkatalisis reaksi pemecahan ikatan kovalen tanpa
mengikat air.

 Kelas 5 - Isomerase
Kelompok enzim ini mengkatalisis reaksi isomerasi.\

 Kelas 6 - Ligase (Sintetase)


Kelompok enzim ini mengkatalisis penggabungan dua molekul dengan cara
menghidrolisis ATP sehingga reaksi ini dapat terjadi jika molekul ATP
tersedia (membutuhkan energi).

Kespesifikan kerja enzim dibedakan dalam kespesifikan optik dan gugus.


Kespesifikan optik tampak pada enzim-enzim yang bekerja terhadap
karbohidrat. Umumnya enzim-enzim ini hanya bekerja pada asam amino L dan
bukan pada isomer D. Kespesifikan gugus menunjukkan bahwa enzim hanya
dapat bekerja terhadap gugus yang tertentu. Enzim alkohol dehidrogenase
tidak dapat mengkatalisis reaksi dehidrogenasi pada senyawa bukan alkohol.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kerja Enzim
Seperti molekul protein lainnya sifat biologis enzim sangat dipengaruhi
oleh faktor-faktor fisik dan kimiawi. Faktor-faktor yang mempengaruhi kerja
enzim antara lain suhu, pH, oksidasi oleh udara atau senyawa lain, penyinaran
ultraviolet, sinar X, α, β dan γ. Disamping itu, kecepatan reaksi enzimatik
dipengaruhi oleh konsentrasi maupun substratnya.

Gambar 4.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kerja enzim.

Pengaruh suhu
Suhu rendah mendekati titik beku tidak dapat merusak enzim, namun
enzim tidak dapat bekerja. Dengan kenaikan suhu lingkungan, enzim mulai
bekerja sebagian dan mencapai suhu maksimum pada suhu tertentu. Bila suhu
ditingkatkan terus, jumlah enzim yang aktif akan berkurang karena mengalami
denaturasi. Kecepatan reaksi enzimatik mencapai puncaknya pada suhu
optimum (Gambar 4.2). Enzim dalam tubuh manusia mempunyai suhu optimum
sekitar 37 oC. Sebagian besar enzim menjadi tidak aktif pada pemanasan ± 60
o
C karena terjadi denaturasi. Kecuali enzim-enzim tertentu yang diekstrasi dari
bakteri-bakteri yang hidup pada sumber air panas seperti Taq-polimerase yang
digunakan pada reaksi polimerisasi DNA secara in vitro (metode PCR).
Pengaruh pH
Enzim bekerja pada kisaran pH tertentu. Jika dilakukan pengukuran
aktifitas enzim pada beberapa macam pH yang berlainan, sebagian besar
enzim di dalam tubuh akan menunjukkan aktifitas maksimum pada pH antara 5
sampai 9. Kecepatan reaksi enzimatik mencapai puncaknya pada pH optimum
(Gambar 4.2). Ada enzim yang mempunyai pH optimum yang sangat rendah,
seperti pepsin yang mempunyai pH optimum 2. Pada pH yang jauh di luar pH
optimum enzim akan terdenaturasi. Selain itu pada keadaan ini baik enzim
maupun substrat dapat mengalami perubahan muatan listrik yang
mengakibatkan enzim tidak dapat berikatan dengan substrat.

Pengaruh konsentrasi enzim


Peningkatan konsentrasi enzim akan meningkatkan kecepatan reaksi
enzimatik. Dapat dikatakan bahwa kecepatan reaksi enzimatik (V) berbading
lurus dengan konsentrasi enzim (E). Makin besar konsentrasi enzim reaksi
makin cepat (Gambar 4.2).

Pengaruh konsentrasi substrat


Pada suatu reaksi enzimatik bila substrat diperbesar, sedangkan kondisi
lainnya tetap, maka kecepatan reaksi (V) akan meningkat sampai suatu batas
kecepatan maksimum (V). Makin banyak kompleks enzim-substrat terbentuk,
makin cepat reaksi berlangsung sampai pada batas kejenuhan enzim-substrat.
Pada kondisi substrat melampaui batas kejenuhan kecepatan reaksi akan
konstan. Dalam keadaan itu seluruh enzim sudah berada dalam bentuk
kompleks enzim-substrat. Pada penambahan jumlah substrat tidak menambah
jumlah kompleks enzim-substrat.
PERCOBAAN ENZIM
A. Kerja Enzim Urease
Tujuan:
Mengukur aktivitas enzim urease.

Dasar:
Urease merubah ureum menjadi CO2 dan NH3 (ammonia). Karena
amonia bersifat basa, maka pembentukannya dapat diukur dengan larutan
fenolftalein (indikator asam-basa).

Alat dan bahan:


1. Larutan ureum 1%.
2. Larutan urease
3. Fenolftalein 1%.
4. Tabung reaksi dan pipet.
5. Rak tabung
6. Penutup tabung
7. Penangas air
8. Penjepit tabung
9. label

Cara Kerja:
1. Siapkan dua buah tabung reaksi bersih dan kering dan berikan label 1
dan 2.
2. Masukkan 5 mL larutan ureum 1%. Tambahkan 1 tetes fenolftalein 1%.
Kemudian tambahkan 1 mL larutan urease dan ditutup. Setelah
beberapa menit, cairan yang tadinya tidak berwarna akan berwarna
merah oleh karena terbentuknya amoniak.
3. Kerjakan lagi langkah 1 tetapi dengan larutan urease yang telah
dipanaskan hingga mendidih dan didinginkan kembali. Dengan prosedur
sebagai berikut:
a. Siapkan tabung reaksi yang berisi urease 3 mL, panaskan hingga
mendidih dan didinginkan.
b. Masukkan 5 mL larutan ureum 1% pada tabung 2. Tambahkan 1
tetes fenolftalein 1%.
c. Lalu masukkan 1 mL larutan urease yang telah dipanaskan dan
didinginkan di atas dan ditutup. Disini tidak akan timbul warna merah.
Mengapa demikian?
4. Gambarlah hasil percobaan dari tabung-tabung tersebut.

Hasil Percobaan:

Analisis dan kesimpulan:


B. Enzim Schardinger Dalam Susu
Tujuan:
Mengidentifikasi enzim schardinger dalam susu.

Dasar:
Dalam susu terdapat semacam enzim dehidrogenase yaitu Schardinger.
Enzim ini sanggup mengambil hidrogen dari aldehid dan sebagai H akseptor
digunakan biru metil. Biru metil akan tereduksi menjadi senyawa berwarna
putih (leukometilen) dalam keadaan aerob.

Alat dan bahan:


1. Susu segar.
2. Larutan biru metil dan formaldehida: 25 mg biru metil dilarutkan dalam
195 mL akuades dan kedalamnya ditambahkan 5 mL formaldehida 40 %.
3. Parafin liquid.
4. Penangas air
5. Penjepit tabung
6. Tabung reaksi
7. Rak tabung
8. Pipet
9. Label

Cara kerja:
1. Sediakan 3 tabung reaksi bersih dan kering. Berikan label 1,2 dan 3.
2. Tabung reaksi 1 diisi dengan 5 mL susu ditambah dengan 5 tetes
campuran biru metil dan formaldehida kemudian dikocok. Kemudian
tambahkan sejumlah parafin liquid.
3. Tabung reaksi 2 diisi dengan 5 mL susu ditambah tetes campuran biru
metil dan formaldehide
4. Tabung reaksi 3 diisi dengan 5 mL susu yang terlebih dahulu dimasak
dan didinginkan kembali ditambahkan 5 tetes campuran biru metil dan
formaldehida kemudian dikocok. Kemudian tambahkan sejumlah parafin
liquid.
5. Ketiga tabung reaksi tersebut dimasukkan ke dalam water bath pada
suhu 37 – 40 oC selama 5 menit.
6. Gambarlah hasil percobaan dari ketiga tabung tersebut. Buatlah
kesimpulan dari setiap percobaan!

Hasil percobaan:

Analisis dan kesimpulan:


C. Enzim peroksidase susu
Tujuan:
Mengidentifikasi enzim peroksidase dalam susu.

Dasar:
Susu mengandung suatu enzim peroksidase yaitu enzim yang
mengkatalisis reaksi:
H2O2 H2O + O2
Untuk menunjukkan adanya enzim ini dapat dipakai benzidin yang bila
teroksidasi akan menimbulkan warna biru atau guaiak yang bila teroksidasi
akan berwarna merah.

Alat dan bahan:


1. Susu segar.
2. Larutan guaiak.
3. Larutan H2O2 3%.
4. Tabung reaksi
5. Rak Tabung
6. pipet

Cara kerja:
1. Siapkan sebuah tabung bersih dan kering.
2. Kedalam tabung reaksi dimasukkan 3 mL susu ditambah 1 mL larutan
guaiak dan 1 mL larutan H2O2 3%.
3. Amati hasil yang timbul setelah percobaan!
Hasil percobaan:

Analisis dan kesimpulan:

D. Pengaruh suhu terhadap kecepatan reaksi enzimatik


Tujuan:
Membuktikan bahwa kecepatan reaksi enzimatik sampai suhu tertentu
sebanding dengan kenaikan suhu, dan reaksi paling cepat berlangsung
pada suhu optimum.

Dasar:
Suhu yang sangat rendah akan menyebabkan terhentinya kerja enzim
secara reversible, karena dalam keadaan tersebut tidak terjadi benturan
antara partikel E dan S. Akibatnya kompleks E-S yang sangat penting dalam
reaksi enzimatik tidak terbentuk, sehingga P juga tidak terbentuk (lihat
gambar 4.1). Bila suhu dinaikkan sedikit demi sedikit benturan E dan S
untuk membentuk kompleks E-S akan makin meningkat sehingga P yang
terbentuk makin banyak (lihat gambar 4.2). Keadaan ini terjadi sampai pada
suhu tertentu, yaitu suhu optimum. Suhu yang lebih tinggi dari suhu
optimum menyebabkan enzim terdenaturasi. Akibatnya meskipun benturan
E dengan S meningkat, kompleks ES tidak terbentuk karena enzim
terdenaturasi. Akibatnya pembentukan P berkurang. Denaturasi enzim
dapat terjadi ireversibel terutama bila suhu lingkungan jauh melampaui suhu
optimum.

Alat dan bahan:


1. Liur 100x sebagai sumber enzim amilase
2. Larutan pati 0,4 mg/mL
3. larutan iodium.
4. Bejana berisi es dan berisi air suhu 0 oC, 25 oC, 37 oC, 60 oC dan 100 oC.
5. Tabung reaksi 6 pasang, dan rak tabung.
6. Penjepit tabung
7. Penangas air
8. Waterbath
9. Aquades

Cara kerja:
1. Siapkan 6 pasang tabung reaksi yang bersih:
a. Pasangan tabung pertama ditempatkan dalam bejana yang berisi es
(0 oC).
b. Pasangan kedua ditempatkan dalam bejana berisi air, yang suhunya
dipertahankan tetap pada 25 oC.
c. Pasangan tabung ketiga ditempatkan di rak tabung pada suhu ruang.
d. Pasangan tabung keempat ditempatkan dalam penangas air yang
suhunya dipertahankan tetap pada 37 oC.
e. Pasangan tabung kelima ditempatkan dalam penangas air yang
suhunya dipertahankan tetap pada 60 oC.
f. Pasangan tabung keenam ditempatkan dalam penangas air mendidih
(100 oC).
Tiap pasangan tabung diberi tanda ‘B’ untuk blanko & ‘U’ untuk uji.
Keram pasangan tabung pada setiap suhu selama paling sedikit 5 menit.
2. Pipetkan kedalam tiap-tiap tabung :

LARUTAN TABUNG B TABUNG U


Larutan pati 0,4 mg/mL 1 mL 1 mL
Keram pasangan tabung dari tiap suhu minimal selama 5 menit
Liur (diencerkan 100x) - 200 µL
Campurkan baik-baik, keram lagi dari tiap suhu tepat 1 menit
Larutan iodium (untuk suhu 60oC dan 100 oC 1 mL 1 mL
penambahan dilakukan diluar penangas)
Air suling 8 mL 8 mL

Segera baca serapan (A) pada panjang gelombang 680 nm. Hitung
selisih serapan (∆A) antara tabung B (pada t = 0 menit) dengan tabung U
dari tiap suhu.

3. Buatlah tabel berikut ini:

Abs Blanko
SUHU Abs Uji (U) ∆Abs/MENIT (V)
(B)
0 oC
25 oC
Suhu ruang (…….oC)
37 oC
60 oC
100 oC
4. Buatlah kurva yang menggambarkan hubungan kecepatan reaksi
enzimatik (v = ∆Abs/menit) dengan suhu.

Hasil percobaan:

Analisis dan kesimpulan:


E. Pengaruh pH Terhadap Aktivitas Enzim
Tujuan:
Membuktikan bahwa pH mempenguhi kecepatan reaksi enzimatik.

Dasar:
Enzim bekerja pada kisaran pH tertentu dan menunjukkan kerja
maksimum pada pH optimum. Di luar pH optimum aktifitas enzim dapat
terganggu.

Alat dan bahan:


1. Liur 100x sebagai sumber enzim amilase
2. Larutan pati 0,4 mg/mL dilarutkan dalam berbagai pH (1, 3, 5, 7, 9 dan
11).
3. Larutan iodium.
4. Tabung reaksi
5. Rak tabung dan Pipet
6. Aquades
7. Waterbath

Cara kerja:
1. Siapkan 6 pasang tabung reaksi bersih. Tiap pasangan tabung diberi
tanda ‘B’ untuk blanko dan ‘U’ untuk uji.
2. Pipetkan ke dalam tiap-tiap tabung:

LARUTAN TABUNG B TABUNG U


Larutan pati dengan berbagai pH (1, 3, 5, 7, 9,
1 mL 1 mL
11)
Keram pasangan tabung pada suhu 37 oC minimal selama 5 menit
Liur (diencerkan 100x) - 200 µL
Campurkan baik-baik, keram lagi pada suhu 37 oC tepat 1 menit
Larutan iodium 1 mL 1 mL
Air suling 8 mL 8 mL
3. Segera baca serapan (A) pada panjang gelombang 680 nm. Hitung
selisih serapan (∆A) antara tabung B (pada t = 0 menit) dengan tabung U
dari tiap pH
4. Buatlah tabel berikut ini:

Abs Blanko
pH Abs Uji (U) ∆Abs/MENIT (V)
(B)
1
3
5
7
9
11

5. Buatlah kurva yang menggambarkan hubungan kecepatan reaksi


enzimatik (v = ∆Abs/menit) dengan pH.
Hasil Percobaan:

Analisis dan Kesimpulan:

F. Pengaruh Kadar Enzim Terhadap Aktivitas Enzim


Tujuan:
Membuktikan bahwa kecepatan reaksi enzimatik berbanding lurus
dengan konsentrasi enzim.

Dasar:
Pada konsenrasi substrat tertentu, penambahan enzim dengan
konsentrasi bertingkat akan meningkatkan pembentukan kompleks enzim-
substrat, sehingga jumlah produk yang terbentuk akan meningkat.
Alat dan bahan:
1. Liur 100x , 200x, 300x, 400x dan 500x
2. Larutan pati 0,4 mg/ml
3. Larutan iodium
4. Tabung reaksi
5. Rak tabung
6. Aquades
7. Label
8. Waterbath

Cara kerja:
1. Siapkan 5 pasang tabung reaksi yang bersih. Tiap pasangan tabung
diberi tanda ‘B’ untuk blanko dan ‘U’ untuk uji.
2. Pipetkan kedalam tiap-tiap tabung:

LARUTAN TABUNG B TABUNG U


Larutan pati 0,4 mg/ml 1 mL 1 mL
Keram pasangan tabung pada suhu 37 oC minimal selama 5 menit
Liur dengan pengenceran 100x, 200x,
- 200 µL
300x, 400x dan 500x
Campurkan baik-baik, keram lagi pada suhu 37 oC tepat 1 menit
Larutan iodium 1 mL 1 mL
Air suling 8 mL 8 mL

3. Segera baca serapan (A) pada panjang gelombang 680 nm. Hitung
selisih serapan (∆A)! antara tabung B (pada t = 0 menit) dengan tabung
U dari tiap konsentrasi enzim.
4. Buatlah tabel berikut ini :

Pengenceran Enzim Abs Blanko (B) Abs Uji (U) ∆Abs/MENIT (V)
500x
400x
300x
200x
100x

5. Buatlah kurva yang menggambarkan hubungan kecepatan reaksi


enzimatik (v = ∆Abs/menit) dengan konsentrasi enzim.

Hasil percobaan:
Analisis dan kesimpulan

Anda mungkin juga menyukai