8
9
10
EPIDEMIOLOGI EPILEPSI
Fitri Oktaviani, Herlyani Khosama
PENDAHULUAN
Epilepsi mnerupakan salah satu penyakit neurologi tertua, ditemukanb pada
semua
umur dan dapat menyebabkan hendaya serta mortalitas. Diduga terdapat sekitar 50
juta
orang dengan epilepsi didunia(WHO, 2012). Populasi epilepsi aktif
(penderita dengan
bangkitan tidak terkontrol atau yang memerlukan pengobatan) diperkirakan
antara 4
hingga 10 /.1000 penduduk /tahun, dinegara berkembang diperkirakan 6 hingga 10/1000
penduduk.
PREVALENSI
Prevalensi dinegara sedang berkembang ditemukan lebih tinggi dari pada negara
maju.
Dilaporkan prevaqlensi dinegara maju berkisar antara 4-7 /1000 orang dan
5-74/1000
orang dinegara sedang berkembang. Daerah pedalaman memiliki angka prevalensi lebih
tinggi dibendingkan daerah perkotaan yaitu 15,4/1000 (4,8-49,6) dipedalaman dan
10,3
(2,8-37,7) diperkotaan.
Pada negara maju, prevalensi median epilepsi yang aktif (bangkitan dalam
5
tahun terakhir) adalah 4,9/1000 (2,3-10,3), sedanglkan pada negara
berkembang
dipedalaman 12,7 /1000(3,5-45,5) dan diperkotaan 5,9 (3,4-10,2).
2
dinegara Asia,
prevalensi epilkepsi aktif tertinggi dilap[orkan divietnam 10,7/1000 orang, dan
terendah
ditaiwan 2,8/1000 orang.
3,4
11
lama. Rerata usia kasus baru adalah 25,06 ± 16,9 tahun, sedangkan rerata
usia pada
kasus lama adalah 29,2 ± 16,5 tahun. Sebanyak 77,9% pasien berobat
pertama kali ke
dokter spesialis saraf, 6,8% berobat ke dokter umum, sedangkan sisanya
berobat ke
dukun dan tidak berobat.
INSIDENSI
Insidensi median epilepsi di dunia 50,4 per 100.000/tahun (33,6-75,6).
Pada negara
dengan pendapatan per kapita yang tinggi, insidensi median 45,0 (30,3-66,7) dan
paada
negara dengan pendapatan per kapita menengah dan rendah adalah 81,7 (28,0-239,5).
5
Di Asia, contohnya adalah insidensi epilepsi di Cina adalah 35/100.000
orang
per tahun, dan di India 49,3/100.000 orang per tahun.
3,6
Puncak insiden di negara Cina
(Shanghai) pada usia 10-30 tahun dan >60 tahun, sedangkan di India
puncaknya pada
usia 10-19 tahhun.
3
Insidens epilepsi di negara maju mengikuti distribusi bimodal dengan
puncak
pertama pada usia balita dan puncak kedua pada usia 65 tahun.
7
Angka insiden di negara
maju dilaporkan >130/100.000 orang/tahun pada usia > 65 tahun, 160/100.000
orang/tahun pada usia >80 tahun. Insiden status epileptikus dilaporkan
sebesar 60-
80/100.000 orang/tahun setelah usia 60 tahun, dengan angka mortalitas 2
kali lebih
besar dibandingkan dewasa muda. Sekitar 35% kasus epilepsi yang baru
ditemukan
pada usia lanjut (>75 tahun) adalah status epileptikus.
8,9
Pada negara sedang berkembang insidens epilepsi lebih tinggi sekitar
(100-
190/100.000 orang/tahun). Distribusi bimodal tidak tampak pada negara
berkembang.
Beberapa negara berkembang melaporkan puncak insiden epilepsi tertinggi
pada usia
dewasa muda, tanpa peningkatan pada usia tua.
8,9,10
12
epilepsi mencapai USD 12,5 triliun per tahun, 14% adalah biaya pengobatan
langsung
dan 86% biaya tidak langsung.
11
Di negara sedang berkembang, diperkirakan ¾ pasien epilepsi tidak
mendapatkan pengobatan yang diperlukan. Sekitar 9 dari 10 pasien epilepsi
di Afrika
tidak mendapatkan pengobatan (treatment gap). Di beberapa negara dengan pendapatan
rendah dan menengah, ketersediaan obat antiepilepsi (OAE) sangat rendah
dan harga
OAE relative mahal. Ketersediaan OAE generic sekitar kurang dari 50%.
1
MORTALITAS
Angka mortalitas akibat epilepsi di negara berkembang dilaporkan lebih
tinggi
dibandingkan negara maju. Di Laos dilaporkan case fatality rate mencapai
90,0 per
1000 orang pertahun . Angka mortalitas epilepsi pada anak di Jepang dilaporkan 45
per
1000 orang pertahun. Di Taiwan 9 per 1000 orang pertahun , dimana orang
dengan
epilepsi memiliki resiko kematian 3 kali lebih tinggi dibandingkan populasi
normal.
3
DAFTAR PUSTAKA
1. WHO. Epilepsi. WHO fact sheet October 2012; number 999. Available at: http://
www.who.int/mediacentre/factsheet/fs 999/en/. Diunduh pada tanggal 28 Februari
20014.
2. Ngugi AK, Bottomley C, Kleinschmidt I, Sander JW, Newton C.Estimation
of
the burden of active and life epilepsi: A meta analytic approach.
Epilepsi 2010;
51(5): 883-90.
3. Li SC, Schoenberg BS, Wang CC, Cheng XM, Zhou SS, Bolis CL. Epidemiology
of epilepsi in urban areas of people‘s republic of China. Epilepsia
1985; 26(5):
391-4.
4. Mac TL, Tran DC, Quet F, Odermatt P, Peux PM, Tan CT. Epidemiolog,
aetology, and clinical management of epilepsi in Asia: A systematic
review.
Lancet Neurol 2007; 6: 533-43.
5. Kelompok Studi Epilepsi PERDOSSI. Epidemiuologi pasien epilepsi di 18 rumah
sakit di Indonesia. 2003 (data primer)
6. Ngugi AK, Kariuki SM, Bottmley C, Kleinshmidt I, Sander JW, Newton
CR.
Incidence of Epilepsi: A Systematic review and meta analysis. Neurology
2011;
77: 1005: 31-2.
7. Lim SH. Seizures and epilepsi in the elderly: Epidemiology and
etiology of
seizures and epilepsi in the elderly in Asia. Neurology Asia 2004; 9 (Suppl.1): 31-
2
8. Banerjee PN, Filipi D, Hauser WA, The descriptive epidemiogy of
epilepsi- a
review. Epilepsi Res. 2009; 85(1): 31-45.
9. Li S, Wang X, Wang J. Cerebrovascular disease and post-traumatic
epilepsi.
Neurol Asia 2004; 9(suppl): 12-3.
10. Hui AC, Kwan P. Epidemiology and management of epilepsi in Hong Kong:
an
overview. Seizure 2004; 13: 244-6
11. Cardarelli WJ, Pharm D, Smith BJ. The burden of epilepsi to patiens and
payer.
Am J Manag Care 2010 Dec; 16 (12 Suppl): S331-6.
14
DEFINISI
Definisi konseptual:
1
o Epilepsi:
Kelainan otak yang ditandai dengan kecendrungan untuk menimbulkan
bangkitan epileptic yang terus menerus, dengan konsekuensi neurobiologis,
kognitif, psikologis, dan sosial.
Definisi ini mensyaratkan terjadinya minimal 1 kali bangkitan epileptic.
o Bangkitan epileptik:
Terjadinya tanda/gejala yang bersifat sesaat akibat aktivitas neuronal yang
abnormal dan berlebihan di otak.
Definisi operasional/definisi praktis 1
Epilepsi adalah suatu penyakt otak yang ditandai dengan kondisi/gejala berikut:
1. Minimal terdapat 2 bangkitan tanpa provokasi atau 2 bangkitan refleks dengan
jarak waktu antar bangkitan pertama dan kedua lebih dari 24 jam.
2. Satu bangkitan tanpa provokasi atau 1 bangkitan refleks dengan kemungkinan
terjadinya bangkitan berulang dalam 10 tahun kedepan sama dengan (minimal
60%) bila terdapat 2 bangkitan tanpa profokasi/ bangkitan refleks
(misalkan
bangkitan pertama yang terjadi 1 bulan setelah kejadian stroke, bangkitan
pertama pada anak yang disertai lesi structural dan epileptiform dischargers)
3. Sudah ditegakkan diagnosis sindrom epilepsi.
Bangkitan refleks adalah bangkitan yang muncul akibat induksi oleh faktor
pencetus
spesifik, seperti stimulasi visual, auditorik, somatosensitf, dan somatomotor.
2
KLASIFIKASI
Klasifikasi yang ditetapkan oleh International League Against Epilepsi
(ILAE) terdiri
atas dua jenis klasifikasi, yaitu klasifikasi untuk jenis bangkitan epilepsi dan
klasifikasi
untuk sindrom epilepsi.
BAB 2
15
16
17
ETIOLOGI EPILEPSI
Etiologi epilepsi dapat dibagi ke dalam tiga kategori, sebagai berikut:
5
1. Idiopatik: tidak terdapat les structural di otak atau deficit
neurologis. Diperkirakan
mempunyai predisposisi genetic dan umumnya berhubungan dengan usia.
2. Kriptogenik: dianggap simtomatis tetapi penyebabnya belum diketahui. Termasuk
di
sini adalah sindrom West, sindrom Lennox-Gastaut, dan epilepsi mioklonik.
Gambaran klinis sesuai dengan ensefalopati difus.
3. Simtomatis: bangkitan epilepsi disebabkan oleh kelainan/lesi structural
pada otak,
misalnya; cedera kepala, infeksi SSP, kelainan congenital, lesi desak
ruang,
gangguan peredaran darah otak, toksik (alkohol,obat), metabolic, kelainan
neurodegeneratif.
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Fisher S.G; Acevedo C; Arzimanoglou A et.al. A Practical Clinical
Definition of
Epilepsi. Epilepsia 2014: 1-8
2. Rudolf G; Valenti MP; Hirsch E. Genetic Reflex Epilepsies. Orphanet
Encyclopedia,
March 2004. http//www.orpha.net/data/patho/GB/uk-GeneticReflexEpilepsies.pdf
3. Commission on Classification and Terminology of the International Leage
Against
Epilepsi. Proposal for Revised Clinical and Electroencephalographic
Classification
of Epileptic Seizure. Epilepsia 1981; 22: 489-501
4. Commission on Classification and Terminology of International Leage
Against
Epilepsi. Proposal for Revised Classsification of Epilepsies and Epileptic
Syndrome.
Epilepsia July-August 1989; 30(4):389-99.
5. Panayiotopoulus CP. The Epilepsies Seizure, Syndrome and Management. Blandom
Medical Publishing. UK; 2005; 1-26.
19
DIAGNOSIS
Diagnosis epilepsi ditegakkan terutama dari anamnesis, yang didukung dengan
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
1
Ada tiga langkah dalammenegakkan diagnosis epilepsi, yaitu sebagai berikut:
1
1. Langkah pertama: pastikan adanya bangkitan epileptic
2. Langkah kedua: tentukan tipe bangkitan berdasarkan klasifikasi ILAE
1981
3. Langkah ketiga: tentukan sindroma epilepsi berdasarkan klasifikasi
ILAE 1989
20
dapat diminta menirukan gerakan bangkitan atau merekam
video saat bangkitan)
o Apakah terdapat lebih dari satu pola bangkitan?
o Apakah terdapat perubahan pola dari bangkitan sebelumnya
o Aktivitas penyandang saat terjadi bangkitan, misalnya saat
tidur, saat terjaga, bermain video game, berkemih, dan lain-
lain.
Pasca bangkitan/ post- iktal:
Bingung, langsung sadar, nyeri kepala, tidur, gaduh gelisah, Todd’s
paresis.
b. Faktor pencetus: kelelahan, kurang tidur, hormonal, stress psikologis,
alkohol.
c. Usia awitan, durasi bangkitan, frekuensi bangkitan, interval terpanjang
antara bangkitan, kesadaran antara bangkitan.
d. Terapi epilepsi sebelumnya dan respon terhadap OAE sebelumnya
i. Jenis obat antiepilepsi
ii. Dosis OAE
iii. Jadwal minumOAE
iv. Kepatuhan minum OAE
v. Kadar OAE dalam plasma
vi. Kombinasi terapi OAE
e. Penyakit yang diderita sekarang, riwayat penyakit neurologis psikiatrik
maupun sistemik yang mungkin menjadi penyebab maupun
komorbiditas.
f. Riwayat epilepsi dan penyakit lain dalam keluarga
g. Riwayat saat berada dalam kandungan, kelahiran, dan tumbuh kembang
h. Riwayat bangkitan neonatal/ kejang demam
i. Riwayat trauma kepala, stroke, infeksi susunan saraf pusat (SSP), dll.
21
- Trauma kepala
- Tanda-tanda infeksi
- Kelainan congenital
- Kecanduan alcohol atau napza
- Kelainan pada kulit (neurofakomatosis)
- Tanda-tanda keganasan.
Pemeriksaan neurologis
3
Untuk mencari tanda-tanda defisit neurologis fokal atau difus yang dapat
berhubungan dengan epilepsi. Jika dilakukan dalam beberapa menit setelah
bangkitan, maka akan tampak pascabangkitan terutama tanda fokal yang tidak
jarang dapat menjadi petunjuk lokalisasi, seperti:
- Paresis Todd
- Gangguan kesadaran pascaiktal
- Afasia pascaiktal
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan elektro-ensefalografi (EEG)
Rekaman EEG merupakan pemeriksaan yang paling berguna pada
dugaan suatu bangkitan untuk:
o Membantu menunjang diagnosis
o Membantu penentuan jenis bangkitan maupun sintrom epilepsi.
o Membatu menentukanmenentukan prognosis
o Membantu penentuan perlu/ tidaknya pemberian OAE.
Pemeriksaan pencitraan otak
Berguna untuk mendeteksi lesi epileptogenik diotak. MRI beresolusi
tinggi ( minimal 1,5 Tesla) dapat mendiagnosis secara non-invasif
berbagai macam lesi patologik misalnya mesial temporal sclerosis,
glioma, ganglioma, malformasi kavernosus, DNET ( dysembryoplastic
neuroepithelial tumor ), tuberous sclerosiss.
4
Fuctional brain imaging seperti Positron Emission Tomography (PET),
Singel Photon Emission Computed Tomography (SPECT) dan Magnetic
22
Pemeriksaan laboratorium
o Pemeriksaan hematologis
Pemeriksaan ini mencakup hemoglobin, leukosit dan hitung jenis,
hematokrit, trombosit, apusan darah tepi, elektrolit (natrium,
kalium, kalsium, magnesium), kadar gula darah sewaktu, fungsi
hati (SGOT/SGPT), ureum, kreatinin dan albumin.
- Awal pengobatan sebagai salah satu acuan dalam
menyingkirkan diagnosis banding dan pemilihan OAE
- Dua bulan setelah pemberian OAE untuk mendeteksi
samping OAE
- Rutin diulang setiap tahun sekali untuk memonitor
samping OAE, atau bila timbul gejala klinis akibat efek
samping OAE.
6
23
o EKG
DIAGNOSIS BANDING
6
Ada beberapa gerakan atau kondisi yang menyerupai kejang epileptic,
seperti pingsan
(Syncope), reaksi konversi, panik dan gerakan movement disorder. Hal ini
sering
membingungkan klinisi dalam menentukan diagnosis dan pengobatannya. Tabel
3.1
menunjukkan beberapa pembeda antara kejang epileptic dengan berbagai
kondisi yang
menyerupainya.
24
25
26
27
28
29
30
31
DAFTAR PUSTAKA
1. Panayiotopoulos CP. The Epilepsies Seizure, Syndromes and Management.
Blandom Medical Publishing. UK; 2005; 1-26
2. Steinlein, OK. Genetic Mechanisms That Underlie Epilepsi. Neuroscience
2004; 400-408.
3. Engel J. Fejerman N, Berg AT, Wolf P. Classification of Epilepsi. In Engel
J, Pedley TA. Epilepsi A Comprehensive Textbook 2
nd
Ed. Voln one.
Lippincott Williams & Wilkins. USA; 2008; 767-772.
4. Molshe SL, Pedley TA. Overview: Diagnostik Evaluation In Epilepsi, A
comprehensive Texbook/ editors Jerome Engel JR. Tomothy A. Pedley, 2
nd
ed, Vol I, Lippincott Williams & Wilkins, 2008, pp: 783-784.
5. Leppik, IE. Laboratory Tests. In Epilepsi A Comprehensive Textbook/
editors Jerome Engel JR. Tomothy A Pedley, 2
nd
ed, Vol I. Lippicott
Williams & Wilkins, 2008, pp: 791-796.
6. Scottish Intercollegiate Guidelines Network. Diagnosis and Management of
Epilepsi in Adults A national Clinical Guideline. SIGN.2003.
7. NICE. The Epilepsies: The diagnosis and management of the Epilepsies
in
adult and children in primary and secondary care. NICE Clinical Guideline.
2012. pp 76-79.
8. Harsono. Klasifikasi Bangkitan Epilepsi dan Penjelasannya dalam
Epilepsi.
Edisi Kedua. Gadjah Mada University Press. 2007. Hal: 26-35.
9. Wyllie E. Appendix Proposal for Revised classification of Epilepsies
and
Epileptic Syndrome in the Treatment of Epilepsi; Principles and Practice,
Philadelphia/Lodon, 1993, pp: 494-497.
10. Khalil BA, Misulis KE. Pattern of EEG Activity in Certain Forms of
Epilepsi in Atlas of EEG and Sezure Semiology, Philadelphia, 2006, pp:
153-154.
TERAPI
BAB 4
32
Setelah membuat diagnosis yang tepat, hal yang perlu diperhatikan sebelum
menentukan terapi obat anti epilepsi (OAE) adalah berapa besar kemungkinan
terjadinya bangkitan berulang, berapa besar kemungkinan terjadinya
konsekuensi
psikososial, masalah pekerjaa, atau keadaan fisik akibat bangkitan
selanjutnya dan
pertimbangkan untung rugi antara pengobatan dan efek samping yang
ditimbulkan.
Ketepatan diagnosis merupakan dasara terapi, diagnosis yang kurang tepat
dapat
menyebabkan terapi yang tidak tepat juga.
1,2,3
TUJUAN TERAPI
Tujuan utama terapi epilepsi adalah mengupayakan penyandang epilepsi dapat
hidup
normal dan tercapai kualitas hidup optimal untuk penyandangmental yang
dimilikinya.
Harapannya adalah ‖bebas bangkitan, tanpa efek samping‖. Untuk tercapainya
tujuan
tersebut diperlukan beberapa upaya, antara samping/dengan efek samping yang
minimal, menurunkan angka kesakitan dan kematian.
4-6
33
OAE kedua harus memiliki mekanisme kerja yang berbeda dengan OAE pertama
Penyandang dengan bangkitan tunggal direkomendasikan untuk dimulai terapi
bila
kemungkinan kekambuhan tinggi, yaitu bila:
10,11
34
Efek samping OAE perlu diperhatikan (Tabel 4.4), demikian pula halnya
dengan
profil farmakologis tiap OAE (Table 4.5) dan interaksi farmnakokinetik
antar-OAE
(Tabel 4.6)
Strategi untuk menceghah efek samping:
o Pilih OAE yang paling cocok untuk karakteristik penyandang
o Gunakan titrasi dengan dosis terkecil dan rumatan terkecil mengacu pada
sindrom epilepsi dan karakteristik penyandang.
OAE
Bangkitan
fokal
Bangkitan
umum
sekunder
Bangkitan
tonik
klonik
Bangkitan
lena
Bangkitan
Mioklonik
Phenytoin + (A) + (A) + (C) - -
Carbamazepine + (A) + (A) + (C) - -
Valproic acid + (B) + (B) + (C) + (A) +(D)
Phenobarbital + (C) + (C) + (C) 0 ? +
Gabapentin + (C) + (C) ?+ (D) 0 ?-
Lamotrigine + (C) + (C) + (C) + (A) +-
Topiramate + (C) + (C) + (C) ? ? + (D)
Zonisamide + (A) + (A) ?+ ? + ? +
Levetiracetam + (A) + (A) ?+ (D) ? + ? +
Oxcarbamazepine + (C) + (C) + (C) - -
Clonazepam + (C) - - - -
Level of confidence:
A: efektif sebagai monoterapi; B: sangat mungkin efektif sebagai
monoterapi; C:
mungkin efektif sebagai monoterapi; D: berpotensi untuk efektif sebagi monoterapi
35
36
37
38
39
40
41
42
43
PENGHENTIAN OAE
5,6,18
Pada dewasa; penghentian OAE secara bertahap dapat dipertimbangkan setelah
3-5
tahun bebas bangkitan. OAE dapat dihentikan tanpa kekambuhan pada 60%
pasien.
Dalam hal penghentian OAE, maka ada hal penting yang perlu diperhatikan,
yaitu
syarat umum untuk menghentikan OAE dan kemungkinan kambuhan bangkitan setelah
OAE dihentikan.
Syarat umum untuk menghentikan pemberian OAE adalah sebagai berikut:
Setelah minimal 3 tahun bebas bangkitan dan gambaran EEG normal
Penghentian OAE disetujui oleh penyandang atau keluarganya.
Harus dilakukan secara bertahap, 25% dari dosis semula setiap bulan dalam
jangkat
waktu 3-6 bulan
Bila dilakukan lebih dari 1 OAE, maka penghentian dimulai dari 1 OAE
yang
bukan utama.
Kekambuhan setelah penghentian OAE akan lebih besar kemungkinannya pada
keadaan sebagai berikut:
5,19,20
Semakin tua usia kemungkinan timbul kekambuhan semakin tinggi
Epilepsi simtomatis
Gambaran EEG yang abnormal
Bangkitan yang sulit terkontrol dengan OAE
Tergantung bentuk sindrom epilepsi yang diderita, sangat jarang pada
sindrom
epilepsi benigna dengan gelombang tajam pada daerah sentrotemporal, 5-25% pada
epilepsi lena masa anak kecil,25-75%, epilepsi parsial
kriptogenik/simtomatis, 85-
95% pada epilepsi mioklonik pada anak, dan JME.
Penggunaan lebih dari satu OAE.
Telah mendapat terapi 10 tahun atau lebih (kemungkinan kekambuhan lebih
kecil
pada penyandang yang telah bebas bangkitan selama 3-5 tahun, atau lebih dari lima
tahun).
20
Bila bangkitan timbul kembali maka gunakan dosis efektif terakhir (sebelum
pengurangan dosis OAE), kemudian dievaluassi kembali.
Rujukan ke spesialis epilepsi perlu ditimbangkan bila:
6
Tidak responsive terhadap 2 OAE pertama
Ditemukan efek samping yang signifikan dengan terapi
44
Intervensi Psikologi
Relaksasi, behavioral cognitive therapy, dan biofeedback
Tabel 4.7 Kombinasi OAE yang dapat digunakan pada epilepsi resisten OAE
Kombinasi OAE Indikasi
Sodium Valproat+etosuksimid
Karbamasepin+sodium valproat
Sodium Valproat+Lamotrigin
Topiramat+Lamotrigin
Bangkitan Lena
Bangkitan parsial/ kompleks
Bangkitan parsial/ Bangkitan umum
Bangkitan parsial/ Bangkitan umum
STATUS EPILEPTIKUS
Definisi
Status epileptikus (SE) adalah bangkitan yang berlangsung lebuh dari 30
menit, atau
adanya dua bangkitan atau lebih dan diantara bangkitan-bangkitan tadi
tidak terdapat
45
46
Pemeriksaan Umum
Stadium 1 (0-10 menit) SE
Dini
Pertahankan patensi jalan napas dan resusitasi
Berikan oksigen
Periksa fungsi kardiorespirasi
Pasang infuse
Stadium 2 (0-30 menit)
Monitor pasien
Pertimbangkan kemungkinan kondisi non epileptic
Terapi antiepilepsi emergensi
Pemeriksaan emergensi (lihat di bawah)
Berika glukosa (D50% 50 ml) dan/atau thiamine 250 mg i.v bila ada kecurigaan
penyalahgunaan alkohol atau defisiensi nutrisi
Terapi asidosis bila terdapat asidosis berat
Stadium 3(0-60 menit) SE
Menetap
Pastikan etiologi
Siapkan untuk rujuk ke ICU
Identifikasi dan terapi komplikasi medis yang terjadi
Vasopressor bila diperlukan
Stadium 4 (30-90 menit)
Pindah ke ICU
Perawatan intensif dan monitor EEG
Monitor tekanan intrakranial bila dibutuhkan
Berikan antiepilepsi rumatan jangka panjang
47
Stadium premonitor
(sebelum ke rumah
sakit)
SE Dini
SE Menetap
SE Refrakter
a
Diazepam 10-20 mg per rektal, dapat diulangi 15 menit
kemudian bila kejang masih berlanjut, atau midazolam 10
mg diberikan intrabuccal( belum tersedia di Indonesia. Bila
bangkitan berlanjut, terapi sebagai berikut.
48
49
50
SE Lena atipikal
SE Tonik
SE nonkonvulsivus pada
penyandang koma
Benzodiazepin I.V./ oral
Clobazam oral
Valproate oral
Lamotrigine oral
Phenytoin i.v. atau
Phenobarbital
Valproate i.v
Lorazepam/Phenytoin/
Phenobarbital i.v.
Benzodiazepine
Lamotrigine, topiramate,
methylphenidate, steroid
oral
methylphenidate, steroid
Anestesia dengan
thiopentone, Phenobarbital,
propofol atau midazolam
51
52
53
DAFTAR PUSTAKA
1. David W. Chadwick, Roger J. Porter, Emilio Perucca, John M. Pellock:
Overview: General approaches to treatment. In Engel J, Pedley TA. Epilepsi
A
Comprehensive Textbook 2
nd
Ed.Vol one. Lippincott Williams & Wilkins. USA
1117-1118.
2. John M. Freeman, Timothy A. Pedley. Indications for treatment. In
Engel J,
Pedley TA. Epilepsi A Comprehensive Textbook 2
nd
Ed.Vol one. Lippincott
Williams & Wilkins. USA 1119-1123.
3. Panayiotopoulos CP.General Aspects on the Diagnosis of Epileptic
Seizures
and Epileptic Syndrome in Clinical Guide to Epileptic syndrome and their
Treatment. Based on the new ILAE diagnostic cheme. Ozfordshire: Blandon
Medical Publishing, 2010, pp: 172-199
4. Lawrence J, Hirsch, Timothy A. Pedley. Goals of Therapy. In A Comprehensive
Textbook 2
nd
Ed.Vol.1. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia.2008;
1125-1128.
5. Dulac O, Leppik IF. Initiating and Discontinuing Treatment in
Comprehensive
Textbook Epilepsi. Lippincott-Raven 1
st
ed. Philadelphia.1998; 1237-46
6. Brodie MJ,Schacter SC,Kwan P. Fast Facts: Epilepsi 3
rd
Ed. Health Press
Limited. UK 2005:37-84
7. Cockerell OC.Shorvon OD.Epilepsi current concepts. London: current
Medical
Literature 1996.
8. National institute of clinical Excellence. The epilepsies: the
diagnosis and
management of the epilepsies in adult and children in primary and
secondary
car. NICE Clinical guideline 137. London January,2012
9. KwanP, Schacter SC, Brodie MJ. Drug resistant epilepsi. New England Journal
Medicine 2011: 365: 919-26. (Supplementary appendix)
10. Gummit RJ. The Epilepsi Handbook: The practical management of seizure.
2
nd
ed
. New York: Raven Press 1995: 12-22
11. Perucha E. General Principles of Mediacal Treatment. In Sorvon S, Perucha E,
Fish D, Dodson E. The Treatment of Epilepsi 2
nd
ed. Blacwell science. USA
2004; 139-160
54
55
56
Epilepsi pada perempuan memperlihatkan hal yang unik terkait dengan interaksi
antara hormone endokrin dan mekanisme epilepsi. Kedua hal tersebut saling
mempengaruhi, yaitu hormon endokrin berpengaruhi, yaitu hormon endokrin
berpengaruh terhadap epilepsi, demikian pula sebaliknya.
1
Berdasarkan perubahan fisiologis yang terjadi pada perempuan, akan dibahas :
Epilepsi pada pubertas
Epilepsi pada menstruasi (epilepsi katamenial)
Epilepsi pada kehamilan
Epilepsi pada persalinan
Epilepsi pada menyusui
Epilepsi pada penggunaan kontrasepsi
Epilepsi pada menopause
57
Sampai saat ini belum ada terapi yang spesifik untuk epilepsi katamenial.
Beberapa
terapi yang bias membantu mengurangi frekuensi bangkitan epilepsi adalah
sebagai
berikut.
Tambahkan OAE yang bekerja cepat seperti Klobazam. Dosis Klobazam 20-30
mg/hari diberikan 10 hari selama periode mentruasi,
7,8
TERATOGENITAS
Tidak ada OAE yang dianggap pasti aman pada kehamilan . Malformasi
congenital
mayor meningkat 2-3 kali pada bayi dari ibu yang mendapatkan obat
antiepilepsi
monoterapi. Terdapat peningkatan efek teratogenisitas yang lebih tinggi
pada ibu
menggunakan asam valproat serta penggunaan politerapi.
12
Oleh karena itu, direkomendasikan pemberian asam folat pada perempuan yang
merencanakan kehamilan pada saat hamil terutama pada trimester pertama dengan dosis
1-5 mg perhari untuk mencegah defek neural tube.
5,10,11,14,16,17.
Pemberian asam folat perikonsepsial juga berhubungan positif dengan IQ
anak yang
lahir dari perempuan menggunakan obat antiepilepsi.
13
Beberapa obat antiepilepsi
58
Jenis OAE yang sedang digunakan jangan diganti bila tujuannya hanya
untuk
mengurangi resiko teratogenik.
5,15
59
Kadar OAE diperiksa awal setiap trimester dan pada bulan terakhir
kehamilan.
Juga dapat dipantau bila ada indikasi (misalnya bila terjadi bangkitan atau
ragu
dengan ketaatan minum obat)
Dosis OAE dapat dinaikkan apabila kadar OAE turun dibawah kadar OAE
sebelum kehmailan, atau sesuai kebutuhan klinik.
5,16
60
Apabila bayi dari ibu yang menggunakan fenobarbital terlihat mengantuk, maka
dianjurkan untuk memberikan susu botol berseling dengan ASI.
16
61
DAFTAR PUSTAKA
1. Harden CL.Interaction Between Epilepsi and Endocrine Hormones: Effect
on
The Lifelong Health of Epileptic Women. AdvStudMed.2001 ; 3(8A); S720-
S725.
2. WHELESS JW , KIM HL. Adolescent seizures and epilepsi syndromes.
Epilepsia. 43(Suppl.3 ): 33-52, 2002.
3. Appleton RE, Neville BGR. Teenagers with epilepsi. Arch Dis Child 1999; 81:
76-79
4. Harden CL, Frye CA. Hormone changes in epilepsi.In Engel J, Pedley
TA.
Epilepsi A Comprehensive textbook 2
nd
Ed. Vol 1. Lippincott Williams &
Wilkins. USA; 2008, p.2037-2041
5. Weil S, Deppe C, Noachtar S. The Treatment of women with
epilepsi.Dtsch
Arzteble Int 2010; 107(45) :787-93.DOI: 10.3238/arztebl.2010.0787
6. Verrotti A, D‘Egidio C, Agostinelli S, Verrotti C, Pavavone P.
Diagnosis and
management of catamenial seizures : a review. International Journal of women
Health 2012; 4: 535-541.
7. Feely M, Gibson J. Intermittent clobazam for catamenial epilepsi:
tolerance
avoided.Journal of Neurology, Neurosurgery, and Psychiatry 1984; 47; 1279-
1282
8. Camfield P, Camfield C. Benzodiazepines used primarily for chronic
treatment (clobazam, clonazepam, clorazepate and nitrazepam). In shorvon S,
Perucca E, Engel J. The treatment of epilepsi 3
rd
edition. Wiley-Blackwell.
USA, 2008,p.421-430.
9. Neufeld MY. Acetazolamide. In shorvon S, Perucca E, Engel J. The treatment
of epilepsi 3
rd
edition. Wiley-Blackwell. USA, 2009, p. 399-410.
10. Morel MJ. Epilepsi in women. Am Fam Physician 2002,66: 1489-94.
11. Hart LA,sibai BM. Seizures in pregnancy: Epilepsi, eclampsia, and
stroke.
Seminars in perinatology; 2013.37: 207-224.
12. Mawer G, Briggsa M, Bakerb GA, Bromleyb R, Coylea H, Eatockb J, et
al.
Pregnancy with epilepsi : obstetric and neonatal outcome of a controlled study.
Seizure.2010 March ; 19 (2): 112-119.
62
13. Kimford J Maedor, Gus A baker, Nancy Browning, Morris J Cohen, Rebecca L
Bromley et al for the NEAD study Group. Fetal antiepileptic drug
exposure
and cognitive outcomes at age 6 years (NEAD study): a Prospective
observational study. Lancet Neurol.2013 March; 12 (3): 244-252.
14. Reimers A, Brodtkorb E. Second-generation antiepileptic drugs and pregnancy
: a guide for clinicians. Expert Rev. Neurother; 2012; 12 (6): 707-717.
15. Kimford Jay Meador. Women and epilepsi.AAN 2007.
16. Crawford P. Best Practice Guidelines for the Management of women
with
Epilepsi. Epilepsia, 2005; 46 (suppl.9): 117-124.
17. Harden CL, Meador KJ, Pennel PB, et al. Practice Parameter update:
Management issues for women with epilepsi—Focus on pregnancy (an
evidence-based review): Teratogenesis and perinatal outcomes: Report of the
Quality Standars Subcommittee and Therapeutics and Technology Assesment
Subcommittee of the American Academy of Neurology and American Epilepsi
Society. Neurology, 2009; 73: 133-141.
18. Harden CL, Meador KJ, Pennel PB,et al. Practice Parameter update:
Management issues for women with epilepsi—Focus on Pregnancy (an
evidence-based review): vitamin K, folicacid, blood levels, and
Therapeutics
and Technology and American Academy of Neurology and American Epilepsi
Society. Neurology, 2009; 73; 142-149.
19. Harden CL, Hopp J, Ting TY, Pennell PB, French JA, Hauser WA, et
all.
Management issues for women with epilepsi-Focus on pregnancy (an
evidence-based review) : I. Obstetrical complications and chage in seizure
frequency. Epilepsia, 2009; 50 (5): 1229-1236.
20. Reddy DS. Clinical pharmacokinetic interactions between antiepilepstic
drugs
and hormonal contraceptives. Expert Rev Clin Pharmacol. 2010; 3 (2): 183-
192.
63
64
TATALAKSANA
o Tidak ada terapi efektif.
10
PROGNOSIS
o Morbiditas dan mortalitas tinggi. Lima puluh persen penyandang hidup
dengan gngguan psikomotor dan defisit neurogis berat.
o Sindrom ini dapat berlanjut menjadi sindroma west (75 %), dan
selanjutnya sindroma lennox gastaut(12%).
10,11
SINDROMA WEST
Awitan pad usia 4-6 bulan, jarang sebelum usia3 bulan atau setelah 12 bulan,
laki-laki
lebih banyak dari pada perempuan dengan perbandingan 3:2 insiden 3-
5/10.000
kelahiran hidup
12
ETIOLOGI
o Idopatik
o Kriptogenik (10-40%)
o Simtomatis (70-80%):
Prenatal: atrofi otak 50%, malformasi SSP seperti agenesis
corpus callosum, polimikrogilia, lissensefali, hemimegaensefali,
dysplasia kortikal fokal, schizencephaly dan termasuk sindroma
neurokutan seperti tuberous sclerosis complex (TSC), sturge-
Weber atau foetopathy, sindroma Down. Gangguan metaboliki
seperti penyakit Menkes, fenilketonuri atau gangguan
mitokondria seperti mutasi NARP.
Perinatal: ensefalopati hipoksik-iskemik, hipoglikemia saat masa
perinatal atau komplikasi terjadinya hipotrofi fetal akibat
perdarahan intra uterin atau suatu toksemia, trauma, perdarahan
intracranial, infeksi.
Postnatal: iskemia, trauma, infeksi dan tumor papiloma pleksus
Khoroid
13
MANIFESTASI KLINIS
o Spasme infantile berupa gerakan aksial singkat dan mendadak lebih
sering fleksi disbanding ektensi ektremitas atau berupa campuran fleksi
ektremitas atas dengan ektensi ektremitas bawah, simetris/asimetris,
diikuti dengan teriakan. Dapat terbatas pada leher saja atau kontraksi
aksial diikuti spasme tonik selama 10 detik. Pada umumnya terjadi 20-40
kadang sampai 100 spasme dengan interval waktu antaranya 5-30
detik
13,14
GAMBARAN EEG
o interiktal : hypsarrhythmia berupa gelombang tajam multifocal dengan
amplitudo tinggi dengan irama dasar tidak beraturan,simetris pada 2/3
kasus, asimetris pada 1/3 kasus.
65
PENCITRAAN
o CT scan kepala : hidraensefali, schizencephaly dan agenesis corpus
collusum
o MRI: disgenesis kortikal, gangguan migrasi neorun, gangguan
mielinasi.
13,14
TATALAKSANA
o Belum ada terapi yang efektif
o ACTH dengan dosis 150 unit/m
2
/hari atau 20-40 unit/.m
2
/hari dapat
menurunkan kejang pada 60-80% kasus. Dosis diturunkan perlahan
dalam 4-8 minggu. Observasi kemungkinan efek samping berupa:
edema, perdarahan lambung, berat badan meningkat, hipertensi, iritasi
atau infeksi didaerah injeksi, lebih mudah sakit, dan kematian.
Bangkiatan dapat timbul kembali8 pada 1/3 kasus, tetapi kemungkinan
dapat berespons pada pemberian kembali ACTH atau menggunakan
dosis yang tinggi (dan kemudian perlahan diturunkan kembali).
o Valproate, Zonisamide, Vigabatrin, Topiramate dapat digunakan.
o Diet ketogenik
o Dapat dipertimbangkan operasi bila terdapat lesi structural fokal.
13,15
PROGNOSIS
o Sangat tergantung etiologi, kematian pada 50% kasus sebelum usia 10
tahun. Retardasi mental pada 80-90 % kasus, pada kriptogenik prognosis
lebih baik.
6,15
Sindroma lennox-gastaut
Awitan 1-7 tahun, puncak pada usia 1-5 tahun, laki-laki banding perempuan
20:14.
Insidensi 2,8/10.000 kelahiran hidup, 5-10% pada anak dengan epilepsi yang
intraktabel.
Etiologi
o Cacat otak structural
o Gangguan metabolisme otak.
16,17
Manifestasiklinis
o Mioklonik, lena atipikal, atonik, tonik dan tonik klonik atau status
epileptikus non-konvulsif (se-nk)
o Retardasi mental.
16.17
Gambarabeeg
o Eeg interiktal :slow spike wave complex (sswc) menyeluruh dengan
irama dasar lambat.
o Eegiktal : bangkitan tonik, tampak aktivitas cepat> 10 hz; lena
atipikal,
swc; mioklonik : polyspikes; atonik : seluruh aktivitas eeg menunjukkan
amplitude yang rendah (flattening of all eeg activity).
9,18,19
66
Tatalaksana
o Asam valproate, klonazepam( untuk mioklonik), dan fenitoin
(untuktonik), lamotrigin, levetir asetam, zonisamid atau topiramat.
o Diet ketogenik
o Terapi operatif pada kasus reprakter bilater dapat lesi structural yang
jelas. Corpus collosumpada refractory drop attacks.
18,19
Prognosis
o Kemungkinan besar bangkitan tidak dapat dikontrol dengan obat.
o Buruk bila sebelumnya terdapat sindroma-west, gangguan kognitif atau
neurologis.
2.17
Kriteria diagnosis
1. Status perkembangan dan neurologii normal.
2. Bangkitan selama 4-20 detik dan sering, mendadak dan disertai dengan
gangguan kesadaran. Sering disertai dengan automatism.
3. Eegikat : spike danduble spike wavecomplex3hz, menyeluruh dengan
amplitude tinggi, kemudian melambat, berlangsung 4-20 detik.
21
Manifestasiklinis
1. Hanya gangguan kessadaran (10%)
2. Lena disertai dengan komponik klonik ringan, biasanya melibatkan mata (50%)
3. Lena dengan kelainan atonia menyebabkan kelemahan bertahap kepala dan
lengan (20%)
4. Lena dengan kelompok klonik (rotasi mata keatas)
5. Lena denagan komponen otomatisme (pasien tetap dengan apa yang dilakukan)
atau de novo berupa menggigit bibir atau menelan (60%)
6. Lena dengan komponen otonom (misalnya dilatasi pupil, flusing,takikardia).
23
Eeg
Eeg interiktal: irama dasar normal atau irama delta-areaposterior yang,
sinusoidal,
dapat bersifat simetris atau sering asinetris pada oksipito parietal dan
oksipital
(oirda).
Tatalaksana: monoterapi dengan sodium valproate, etosuksimid, atau
lamotigrin.
Levetiracetam dan topiramat dapat digunakan. Pada kasus yang resisten,
asam
valproate dapat ditambah dengan lamotigrin dalam dosis kecil.
Prognosis
o Baik
67
o Kurang dari 10% kasus berkembang menjadi spada usia 8-15 tahun atau
kadang-kadang 20-30 tahun.
o Dapat berkembang menjadi juvenile myoclonic epilepsy.
21,23
Manifestasiklinis
o Trias bangkitan sebagai berikut
1. Bangkitan mioklonik saat bangun tidur biasanya pada
ektremitas atas (proksimal atau distal) berupa elevasi bahu
dan ektensi siku dengan durasi singkat yang lebih dari satu
detik.
2. Bangkitan umum tonik klonik (gtcs), dicetuskan oleh sleep
deprivation dan saat dibangunkan dari tidur.
3. Bangkitan absanstipikal> 1/3 kasus dengan gangguan
kesadaran ringan.
24,25
Prognosis
o Prognosis baik, 80-90% terkontrol dengan obat
o Pasien yang mempunyai ketiga trias bangkitan resisten terhadap
pengobatan.
24
68
Gambraneeg
o Eeg interiktal:
Irama dasar pada umumnya normal.
o Spike wave yang terletak disentro temporal (centrotemporal
wave/cts) atau area rolandic. Eegiktal : terdapat pengurangan
spontan cts sebelum iktal, pada daerah rolandic dan terdiri atas
gelombang lambat bercampur dengan aktivitas cepat dan
gelombang paku.
Tatalaksana
o Oag tidak diperlukan pada sebagian anak oae yang dapat
diberikan adalah karbamazepin, lamotrigin, levetiracetam,
soldium valproate.
32
69
Daftarpustaka
1. Forsgen l. Incidens and prevalence.in: wallacesj, farelk.eds. Epilepsy
in
children.2
nd
ed. Crcpres, new york, 2004: 21-3
2. Scottish intercollageate guidelines network (sign). Diagnosis and
mangementof epilepsies in children and young people, a national clinical
guidelines. Edinburg. 2005; 4-10.
3. Wilmshurtsjm. Approach to epilepsy in chailhood. Cme. 2004; 22:427-
433.
4. Nordkidr. Pedley ta. The use of elctroencephalography in the diagnosis
of epilepsy in childhood. Pediatric epilepsy.3
rd
ed. Demos. New york
2008: 195-211.
5. National institute for clinical exellence (nice). The epilepsies, the
diagnosis and management of the epilepsies in adults and children in
primary dansecondary care. Clinical guiodeline20:2004: 8-73.
6. Panayyiotopolouscp.a clinical guide to epileptic syndromes and their
treatment. Bladon medical publishing 2002: 11-35.
7. Ohtahara s, yamatogi, y. Ohtahara syndrome; with special reference to its
depelopmental aspects for diferretiating from early myoclonic
encephalophaty. Epilepsy res. 2006; 70(suppl): s58-s67.
8. Panayyiotupolous c, editor. Ohtaharasyndrome. In; atlas of epilepsy
spinger-verlaglondonltd:2010. P.848-50.
9. Ohtahara s. Yamtogi y. Epileptic encephalopathies in early infancy
withsu[pression-burst. Journal of clinicalneurophysiology. 2003; 20:
398-407.
10. Beal jc, cheian k, moshesl. Early onset
epilepticencephalopathiesohtahara syndrome and early myoclonic
encephalopathy. Pediatric neurology2012: 47: 317-23.
70
PENDAHULUAN
Epilepsi pada lanjut usia (≥65 tahun) seringkali terlambat terdiagnosis
karena
menyerupai gejala penyakit lain.
1,2
Diagnosis epilepsi seringkali baru dipikirkan bila
disertai bangkitan tonik klonik umum (generalized tonic clonic seizure),
padahal tidak
seperti epilepsi pada anak atau usia muda, bentuk bangkitan ini lebih jarang
terjafi pada
lanjut usia.
3,4
Pemberian dan pemilihan obat antiepilepsi pada lanjut usia perlu lebih
berhati-
hati, karena terjadi perubahan parameter farmakodinamik dan farmakokinetik,
adanya
penyakit komorbid, kemungkinan gangguan metabolik, dan interaksi dengan
obat lain
karena penderita lanjut usia seringkali mengkonsumsi banyak obat lain.
5,6,7
ETIOLOGI
Stroke merupakan 30-50% penyebab epilepsi pada lanjut usia.
8
Perdarahan
intraserebral merupakan penyebab tersering (15%) dan pada kelompok stroke
yang
paling jarang adalah lakunan infark (2%).
9
Insidensi timbulnya bangkitan epilepsi pada
demensia berkisar 2-16%.
9
Trauma merupakan penyebab lain dari timbulnya epilepsi
pada lanjut usia, demikian pula penggunaan berbagai obat merupakan faktor
penting
yang dapat memprovokasi timbulnya bangkitan epilepsi.
9
DIAGNOSIS
Pada umumnya sindrom epilepsi pada lanjut usia adalah epilepsi fokal,
dengan
dan tanpa bangkitan umum sekunder.
1,9
Gambaran klinis dapat menyerupai gejala
penyakit pembuluh darah otak (transient ischemic attack), demensia, atau
kelainan
jantung.
1,2
Pada usia tua, fokus epileptik cenderung lebih sering terjadi pada
lobus frontal
dan parietal, berbeda dengan gejala klinis yang berhubungan dengan
epilepsi dengan
fokus di lobus temporal pada penderita epilepsi usia yang lebih muda,
sehingga aura
dizziness dapat lebih sering muncul dibanding gejala khas epilepsi lobus
temporal.
4
Padahal gejala dizziness juga sering timbul pada penyakit neurologi lain,
penyakit
jantung maupun penyakit sistem organ lainnya.
1,2
Gejala bangkitan parsial kompleks seperti gangguan kesadaran, pandangan kosong,
atau
tampak bingung pada epilepsi lanjut usia sering disalahartikan sebagai
onset gejala
BAB 7
71
72
PROGNOSIS
Pasien epilepsi lanjut usia mempunyai angka mortalitas dua sampai tiga
kali
lebih tinggi daripada populasi umum.
10
Epilepsi pada lanjut usia umumnya mempunyai
respon yang baik terhadap pengobatan.
10
DAFTAR PUSTAKA
1. Panayiotopoulos. A Clinical guide to epileptic syndromes and their treatmment.
Springer Health Care Ltd, 2010: 219-22
2. French JA, Delanty N. Therapeutic strategies in epilepsi. Atlas
Medical
Publishing Ltd. Barcelona Spain, 2009:175.
3. Werhan KJ.Epilepsi in the elderly. Dtsch Artebl Int 2009; 106(9): 135-42.
4. Luggen AS. Epilepsi in the elderly. Clinical Advisor, 2009:1-3.
73
BEDAH EPILEPSI
Aris Catur Bintoro, Herlina Suryawati
75
Zona epileptogenik bilateral dan difus
76
DAFTAR PUSTAKA
1. Engel J, Cascino GD, Shield WD. Surgically remediable syndromes, in Engel J,
Pedley TA: Epilepsi a comprehensive text book. 2
nd
ed. Lippincott Williams &
Wilkins. Philadelphia. 2008; 1761-1769
2. Kwan P, Arzimanoglou A, Berg AT, Brodie MJ, Hauser WA, Mathern G,
Moshe SL, Perucca E, Wiebe S, French J. Definition of drug resistant epilepsi:
Consensus proposal by the ad hoc Task Force of the ILAE Commission on
Theurapetic Strategies. Epilepsia, 2010; 51(6): 1069-1077.
3. Carreno M, Luders HO. General principles of presurgical evaluation. In
HO
luders and YG Comair (eds) Epilepsi Surgery. Lippincort William &
Wilkins,
Philadelphia, pp 51-62
4. Engel J. Overview of surgical treatment of epilepsi, in Shorvon S,
Perucca E,
Engel J, Moshe S: The treatment of epilepsi. 3
rd
ed. Wiley-Blackwell\
77
78
79
Pilihan pekerjaan menjadi penting dalam hubungannya dengan perbaikan kualitas hidup
penyandang epilepsi. Prinsip pilihan pekerjaan adalah sebagai berikut :
Disesuaikan dengan jenis, frekuensi, dan waktu timbul bangkitan
Risiko kerja yang minimal
Tidak bekerja sendiri dan dibawah pengawasan
Jadwal kerja yang teratur
Lingkungan kerja (atasan atau teman kerja) tahu kondisi penyandang
epilepsi
dan dapat memberikan pertolongan awal dengan baik, maka epilepsi jangan
dirahasiakan
Bila memungkinkan perusahaan memfasilitasi asrama bagi penyandang yang
dekat dengan tempat kerja
Ada komunikasi yang baik antara atasan dengan dokter yang merawat
Pilihan Jenis Olahraga
Pilihan jenis olahraga yang diperbolehkan dengan pertimbangan :
Dilakukan di lapangan / gedung olahraga
Olahraga yang dilakukan di jalan umum (balap, lari maraton, bersepeda)
dan
diketinggian (naik gunung, panjat tebing) sebaiknya dihindari
Pengawasan khusus dan atau alat bantu diperlukan untuk beberapa jenis
olahraga, seperti renang, atletik, senam
ASPEK MENGEMUDI
Kekhawatiran tentang kemungkinan terjadinya kecelakaan lalu lintas bagi
penyandang
epilepsi yang mengemudi kendaraan bermotor merupakan hal yang wajar. Rasa
khawatir tadi terutama disebabkan oleh kemungkinan munculnya bangkitan
sewaktu
penyandang epilepsi sedang mengemudi, sementara kendaraan melaju dengan
kecepatan tinggi. Sehubungan dengan hal ini, maka tiap negara menerapkan
peraturan
khusus tentang hal penyandang epilepsi untuk memperoleh surat izin
mengemudi
(SIM), sesuai dengan hukum yang berlaku di negara tersebut.
80
Pemberian SIM kepada penyandang epilepsi didasarkan atas prinsip telah bebas
bangkitan minimal 3 tahun berdasarkan surat keterangan dokter spesialis
saraf.
Larangan mutlak bagi penyandang epilepsi untuk mengoperasikan transportasi umum.
KESIMPULAN
Keadaan masalah psikososial mengakibatkan kesulitan penyandang epilepsi
untuk
menentukan masa depannya dan berinteraksi secara sosial. Dengan demikian,
perlu
adanya peningkatan pengetahuan masyarakat luas mengenai epilepsi yang ditinjau
dari
berbagai aspek sehingga kualitas hidup orang dengan epilepsi dapat
ditingkatkan
semaksimal mungkin. Disarankan menggunakan kalung tanda pengenal bagi
penyandang epilepsi setiap saat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Jacoby A. Theoritical and methodological issues in measuring quality
of life.
Dalam : Quality of life in epilepsi chapter 4. University of Liverpool,
UK,
Harwood academic Publisher, 2010; hlm 43-51.
2. Shackleton DP, Kasteleijin DGA, de Craen AJM. Vandenbroucke JP,
Watendrop RGJ. Living with epilepsi, longterm prognosis and psychosocial
outcomes. Neurology 2003; 61:64-70.
3. Hermanm B, Bishop M. Impact of epilepsi on quality of life in adults : a
review.
Dalam : Quality of life in epilepsi chapter 4. University of Liverpool,
UK,
Harwood academic Publisher, 2010; hlm 10-115.
4. Austin JK, de Boer HM, Shafer PO. Disruption in social functioning
and
services facilitating adjustment for the child and adult. In : Engel J Jr, Pedley
TA
9eds0. Epilepsi: a comphrehensive texbook. 2
nd
ed. Vol 3. Philadelphia :
Lippincott Williams & Wilkins; 2008.
5. Jerome Engel, Jr., M.D., AMA‘s Science News Department at 312-464-
2410,
the AAN Press Room at 415-978-3521 or email kstone@aan.com
6. Betts Tim. Managing the person with epilepsi. In : Dam.M(ed).
Practical
approach to epilepsi. Pergamon Press, Inc. 1991. P.137-160.
7. Devinsky OA. Guide to understanding and living with epilepsi.
Philadelphia :
FA Davis Company 1994; p.3-5,201-216,290-294.
81
ASPEK MEDIKOLEGAL
Christ Rumantir, Anwar Wardy, Rusli Dhanu
82
DASAR HUKUM
Menurut KUHP, epilepsi adalah bagian dari penyakit kejiwaan. UU 8-02
perlindungan konsumen, UU Praktik Kedokteran, UU No. 23 tahun 052 tentang
kesehatan, UU No. 36 tahun 2009, dan Permenkes 512 tahn 2007, tidak
satupun pasal
menyangkut aspek perlindungan hukum sehubungan engan penyandang epilepsi,
baik
yang diakibatkan oleh dirinya atau orang lain.
2
MASALAH MEDIKOLEGAL
Masalah pekerjaan
Diberhentikan dari pekerjaan karena mendapat bangkitan sewaktu bekerja
dan
bagaimana mendapat hak pesangon.
Diberhentikan dari pekerjaan karena ketahuan mengkonsumsi OAE, baik dari
laporan dokter perusahaan atau tagihan perusahan.
Diberhentikan dari pekerjaan karena mengkonsumsi OAE yang diindikasikan
untuk
penyakit lain seperti nyeri atau penanganan pascaherpes.
Diberhentikan dari pekerjaan karena mengelola mesin yang berbahaya
meskipun
bangkitan sudah terkontrol.
Dokter spesialis saraf selalu berusaha menjadi penengah antara
penyandang dan
pemberi pekerjaan dalam masalah pemutusan hubungan kerja
Penyandang epilepsi membutuhkan pekerjaan sederhana, mesin dan bahan kimia
tertentu, atau bersifat menetap (tidak dalam kerja ―shift‖) untuk menghindari
gangguan
tidur.
4
Epilepsi dan Tindak Pidana Kejahatan
Kasus Kriminal
Terhadap penyandang epilepsi yang telah melakukan tindak kejahatan yang
murni
selama bangkitan, perlu dipertimbangkan beberapa faktor, antara lain apakah
individu sebelumnya adalah penyandang epilepsi, tipe bangkitan, perilaku
selama
bangkitan berlangsung, dan perilaku selama tidak terjadi bangkitan.
3
83
84
Epilepsi dan Hak untuk Mengemudi (kendaraan Darat, Laut, dan Udara)
Kekhawatiran tentang kemungkinan terjadinya kecelakaan lalu lintas bagi
penyandang epilepsi yang mengemudi kendaraan merupakan hal yang wajar.
Rasa
khawatir tadi terutama disebabkan oleh kemungkinan munculnya bangkitan sewaktu
penyandang epilepsi sedang mengemudi, sementara kendaraan yang melaju
dengan
kecepatan tinggi.
Suatu kecelakaan dapat terjadi untuk alasan yang lain; misalnya stres
berat akibat
suatu perjalanan jauh yang memicu bangkitan. Dalam kasus ini, maka polisi
harus
menyadari keterbatasan pengetahuannya akan hilangnya kesadaran penyandang
epilepsi saat bangkitan, untuk itu harus dikomunikasikan dengan jelas.
Adakalanya penyandang epilepsi selalu dapat merasakan ada aura sebelum bangkitan
terjadi
4
dan mereka dapat menepikan kendaraan dan berhenti sejenak dan tetap
berada dalam kendaraan sampai setelah bangkitan. Kemungkinan ini harus diketahui
oleh polisi jika dalam tugasnya menemukan kendaraan yang diparkir dan pengemudi
tidak berespon ketika polisi mendekat.
3,4,6,7
85
86
87
88
o Mempunyai riwayat bangkitan dengan frekuensi tinggi dan lama bangkitan yang
panjang akan berbeda pendekatannya.
o Mengenal dan dapat menhindari pencetus.
o Jenis aktivitas atau pekerjaan penyandang epilepsi akan berbeda pendekatannya.
o Hentikan aktivitas dan pekerjaan begitu bangkitan terjadi kembali.
o Kunjungan ulang penyandang epilepsi setelah 6 bulan atau 1 tahun
kepada
dokter yang merawat dan tercatat di rekam medis.
o Aura atau tanda – tanda lain sebelum bangkitan dengan kesadaran penuh
dianggap sebagai bangkitan.
o Kejang demam pada masa anak dan berhenti setelah usia 5 tahun tidak dianggap
sebagai bagian dari riwayat epilepsi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Jerome Angel, Jr., M.D., AMA‘s Science News Department at 312-464-
2410,
the AAN Press Room at 415-978-3521 or email kstone@aan.com
2. Kamus Istilah, menurut peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia,
suplemen 2001, PT Tatanusa, Jakarta, Indonesia.
3. Roy G Beran, Epilepsy and Law, The International Center For Health, Law and
Ethics Library, Yozmot Publ.Ltd, Tel-Aviv 61560, Israel,2000.
4. Epilepsy : Medicolegal Issues.
http://emedicine.medscape.com/article/1148461-
overview#a30.
5. Duncan JS. Institute of Neurology, University colllege London, National
Hospital for Neurology and Neurosurrgery, Queen Square, London, and
National Society for Epilepsy. Medico-legal aspects of epilepsy. 2009.
http://www.epilepsisociety.org.uk/forprofessionals/ articles-1/ socialaspe
cts/maincontent/chapter56duncan.pdf.
6. P Fenwick and M Walker. Epilepsy and the Law. The Maudsley Hospital,
London, and Department of Clinical Neurology, Institute of Neurology,
Queen
Square, London, and National Society for Epilepsy, Chalfont St Peter,
Bucks.
http://www.epilepsisociety.org.uk/forprofessionals/articles-
1/socialaspectd/main_content/ chapter55fenwickwalker.pdf
7. Driving and the law. http://www.epilepsy.com/epilepsy/rights_driving#1.
89
90
PENDAHULUAN
Elektroensefalogram (EEG) merupakan pemeriksaan terpenting pada suatu
bangkitan
epileptik, yang tidak dapat digantikan oleh pemeriksaan lain. EEG dapat
membantu
menegakkan diagnosis maupun untuk membantu membuat klasifikasi bangkitan
atau
sindrom epilepsi. Pada beberapa keadaan EEG bahkan dapat membantu
menentukan
prognosis dan perlu tidaknya terapi.
1,2
BAB 11
91
Pelaporan EEG
Pendahuluan
Di dalam pendahuluan perlu dituliskan apakah penyandang epilepsi
mendapat
premedikasi (chloralhidrat/melatonin) atau persiapan khusus seperti
pengurangan tidur
Tuliskan juga kesadaran penyandang pada awal perekaman apakah
komposmentis, delirium, somnolen, sopor atau koma.
Bila penyandang puasa perlu dicantumkan pada awal pelaporan (makan terakhir
jam...)
Cantumkan obat-obatan yang sedang dikonsumsi bila hal ini mempengaruhi
hasil perekaman
Jumlah elektroda perlu dicantumkan bila tidak memenuhi standar (21 buah) atau
digunakan penggunaan elektroda tambahan.
Perlu juga dicantumkan lama perekaman, bila lama perekaman, bila lama
perekaman lebih cepat atau lebih lama dari20-30 menit.
Deskripsi Rekaman EEG
Deskripsi rekaman bersifat objektif, perlu dicantumkan karakteristik normal dan
abnormal dari rekaman tersebut.
Dimulai dari irama dasar, aktivitas dominan, terangkan tentangg;
frekuensi,kuantitas, lokasi, amplitudo, simetris/asimetris, ritmik/ireguler.
Kemudian lakukan penilaian yang sama untuk aktivitas yang nondominan
dan
abnormalitas
Respon terhadap buka tutup mata dan prosedur aktivasi perlu juga
dinilai baik
normal maupun abnormal
Bila tidak dilakukan aktivasi hiperventilasi atau stimulasi fotik, perlu
dicantumkan mengapa tidak dilakukan
Interpretasi meliputi :
Kesan EEG
o Interpretasi adalah kesan pembaca tentang normalatau abnormalnya hasil
rekaman, buatlah singkat dan padat , jangan berkepanjangan
92
93
DAFTAR PUSTAKA
1. Flink RPB, Guekht AB, et al. Guidelines for the Use of Methodology
in The
diagnosis of Epilepsy. International league Against Epilepsi Commision Report.
Commision on European Affairs. Subcommission on European Guidelines. Acta
Neurologica. Scandinavia, 2002;106(1):1-7
2. Panayiotopoulous CP, A Clinical Guide to Epileptic Syndromes and the
treatment. Oxfordshire. UK. Bladon Medical Publishing, 2010
3. Lawrence J Hirsch, Hiba Arif. Elektroencephalography (EEG) in the
diagnosis
of seizures and epilepsy. Official reprint from
UpToDate®www.uptodate.com.2010;1-25.
4. Ebersole JS, Pedley TA. Current practice of clinical
Electroencephalography
Third Edition. Lippincott Williams & Wilkins.USA.2003
5. Epstein CM, Bej MD,Schaefer NF, Lagerlund TD, et al. Guidelines
Revision.
American Clinical Neurophysiology Society.2006.
6. Luders HO, Noachtar S, Atlas and Classification of
Eletroencephalograpy.
W.B.Saunders Company. Philadephia.2000.
LAMPIRAN
94
Bangun ……… %
Aktivitas Frekuensi Amplitudo Distrbusi Keterangan
Irama
dasar
Beta
PSWY
Daerah posterior
kepala, simetris
Bifrontal,
simetris
Daerah posterior
kepala
Kontinu, ritmis, berkurang
dengan buka mata
Kontinu, ritmis
Intermiten,bercampur dengan
irama dasar, berkurang dengan
buka mata
Vertex sharp
transient
Spindels
Simetris
Frontosentral
Frontosentral
Ritmis, irama dasar
berkurang
Durasi 150-200
msec
95
Bioksipital Simetris
Keterangan:
Frekuensi (Hz) Amplitudo L : < 20 μV, M : 20-70 μV, H : 70-150 Μv
PSWY : Posterior Slow Wave of The Youth
POSTS : Positive Occipital Sharp Transient Singkatan lain dapat
dicantumkan disini
misalnya SWC : Spike wave complex sesuai dengan temuan yang didapat
Kesan EEG:
Normal/Abnormal (I/II/III)*
Korelasi:
Dikorelasikan antara temuan EEG dengan gambaran kilns (untuk menjawab pertanyaan
klinis)
96