Anda di halaman 1dari 6

TUGAS TEKNOLOGI PASCA PANEN

SAWI PUTIH Brassica rapa

PAPER

Oleh :

Abdi Ikhsan Nugroho 20160210041

PRODI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
Desember, 2017
A. Kemasakan Buah
A. 1. Informasi Umum
Menurut Haryanto et al (1995) sawi putih (Bressica rapa) merupakan tanaman
sawi yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat, karena memiliki rasa yang paling
enak di antara sawi jenis lainnya. Tanaman ini dapat dibudidayakan di tempat yang
kering. Sawi jenis ini bila sudah dewasa memiliki daun yang lebar dan berwarna hijau
tua. Tangkainya panjang, tetapi lemas dan halus, serta batangnya pendek tetapi tegap dan
bersayap.
A. 2. Indeks Kemasakan
Tanaman sawi putih dapat dipanen pada tahap setelah bagian yang dapat dimakan
setelah bagian yang dapat dimakan telah mencpai ukuran yang sudah dapat dimanfaatkan.
Dalam hal pemanenan perlu diperhatikan umur panen dan cara panennya. Karena mutu
yang baik dapat diperoleh jika tingkat kemasakan telah mencapai kadar optimal dan cara
panen yang baik serta penanganan pasca panen yang baik. Umur panen sawi putih pada
umumnya 70 hari, namun ada juga yang dapat dipanen pada umur 40 hari dengan indeks
panen daun berwarna hijau terang, tekstur batang tegar dan lebar daun berkisar 12-19 cm
( Edi, S dan Bobihoe, J. 2010).
Dalam proses pemaneenan sebaiknya melihat keadaan fisik tanaman sai yang akan
dipanen seperti warna, bentuk, dan ukuran daun. Panen sayur sawi dimulai pada pukul
7.00 pagi. Suhu panen optimum untuk sawi putih yaitu berkisar 20 sampai 30 hari. Bagian
daun terluar harus berselubung dengan baik, pinggiran daun harus tipis dan halus.
Dengan memanfaatka waktu panen yang maksimal akan menghasilkan kualitas tahan
yang sempurna ketibang memasuki masa paen yang kurang maksimal. Hal ini akan
berdampak pada kerusakan yang disebabkan karena pengeringan daun dan pencokelatan
pada daun.
A. 3. Indeks Kualitas
Standarisasi terhadap kualitas suatu produk merupakan hal yang terpenting, karena
dengan menghasilkan kualitas produk yang maksimal akan menjadkan kepuasan
tersendiri bagi para konsumen. Hal ini dapat dijadikan sebagai patokan harga melalui
grade/kelas : A, B, C, D, atau 1, 2, 3, 4. Ada pun didalam sawi putih terdapat beberapa
standararisasi yang didasarkan pada ukuran, keseragaman, bentuk, dan warna. Setelah
pemangkasan daun luar, sawi putih akan ditandaidengan adanya warna putih dengan
ditutupi warna kekuningan serta tidak adanya bagian dari sawi yang robek.sawi putih
akan cept berubah menjadi kehijauan ketika terpapar sinar matahari secara langsung dan

2
adanya perubahan rasa. Sawi putih yang baik tidak memiliki jejak hijau tetapi akan
berwarna putih dengan tepi daun menguning.

B. Lingkunngan Penyimpanan dan Sifat Komoditas


B. 1. Temperatur dan Freezing Injury
Dalam budidaya sawi putih harus diketahui terlebih dahulu keadaan iklim yang
cocok untuk pembudidayaan, karena keadaan iklim ini salah satu faktor awal atau utama
untuk keberhasilan perkembagan budidaya sawi putih ini kedepannya. Sawi putih harus
disimpan dalam ruang dengan suhu 0o C (32 F) dan RH 95-100%. Umur simpan dapat
mencapai dari 2 sampai 4 minggu pada suhu 2o C (36 F). 1 sampai 2 minggu pada suhu
5o C (41 F) dan sekitar 1 minggu pada 15o C (59 F). Sawi setelah dipanen segera disimpan
itempat yang dingin/sejuk, tidak terkena sinar matahari, agar panas yang terbawa dari
kebun dapat segera didinginkan dan mengurangi penguapan,sehingga kesegaran buah
dapat bertahan lebih lama. Bila fasilitas tersedia, preecooling ini sebaiknya dilakukan
pada temperatur rendah (sekitar 10o) dalam waktu 1-2 jam (Andreas, K. 2011).
B. 2. Kelambaban Optimum
Kelembaban udara yang sesuai untuk pertumbuhan tanamn sawi putih yang
optimal berkisar antara 80%-90%. Kelembaban udara diatas 90% akan berdampak negatif
terhadap pertumbuhan yang abnormal, tidak subur, kualitas daun tidak baik, dan apabila
penanaman ditujukan unntuk pembenihan maka produksi biji pun rendah. Curah hujan
yang baik untuk tanaman sawi putih ini adalah 1000-1500 mm/tahun. Perlu diketahui
bahwa tanaman sawi putih di menyukai lingkungan air yang berlebihan sehingga terjadi
penggenangan (Antonio L, 2007).
B.3. Laju Respirasi
Laju respirasi yang terjjadi pada buah dan sayuran ditentukan dengan pengukuran
laju O2 serta laju pengeluaran CO2 . Untuk mendapatkan mL CO2 kg-1 h-1, membagi mg
kg-1 h-1 tingkat sebesar 2,0 pada 0o C (32 F), 1,9 pada 10o C (42 F), dan 1,8 pada 20o C
(62 F). Untuk menghitung produksi panas, kalikan mg kg-1 h-1 dengan 220 untuk
mendapatkan BTU per ton per hari atau 61 untuk mendapatkan kkal per ton per hari.
B. 4. Laju Produksi Etilen
Pada sawi putih, produksi etilen sangat rendah sekita 0,1 sampai 0,2 µL kg-1 h-
1, tetapi paparan etilena dapat menghasilkan gangguan fisiologis seperti warna cokelat
muda bercak dan penuaan dipercepat.

3
B. 5. Respon Terhadap Etilen
Sawi putih cukup sensitif terhadap paparan etilen.Gejala utama dari cedera
etilena dipercepat pembusukan dan perubahan warna dari tepi daun. Etilen juga bisa
diharaokan untuk mendorong daun amputasim tetapi efek ini mungkin memerlukan
waktu yang sangat laa pada suhu penyimpanan yang rendah.
B. 6. Respon Terhadap Controlled Atmosphere
Lama penyimpanan hampir bisa dua kali ipat oleh penyimpanan dalam 3 sampai
4% O2 dengan 4 sampai 5% CO2 pada tahun 0o C(32 F). CA penyimpanan penundaan
penghijauan ujung daun dalam cahaya dan daun menyebar. Pemberian O2 yang rendah
pada CA dengan 1,5% mencegah daun menguning karena degradasi klorofil (O’Hare et
a, 1995). Kombinasi 5% CO2 dengan 3% O2 bisa mencegah daun menguning dan penuaan
selam penyimpanan (Wang and Herner, 1989).

C. Kerusakan Fisik dan Fisiologis


Kerusakan sayur sawi putih cukup besar berupa daun cepat layu serta batang
berkurang ketegarangannya. Hal ini disebabkan oleh penanganan pasca panen yang
buruk. Sawi putih yang sudah dipotong ditumpuk dan dibiarkan diterik matahari tanpa
pelindung, kondisi ini dilakukan hinga sayur dapat diangkut ke rumah petani atau ke
pasar. Sayur yang terkena sinar matahari langsung, akan berakibat pada penguapan sel-
sel daun yang cukup tinggi sehinggga sayur mudah menjadi layu karena ketegaran pada
setiap jaringan yang berkurang. Karena didalam jaringan sawi putih terdapat gelembung
yang penuh dengan sari makanan dan mengandung air. Ketika jaringan tersebut terkena
paparan sinar mataari secara langsung atau terkena benturan dan pecah, dampaknya
sayuran akan menjadi kuning, keras, layu, dan tekstur atau kandungan vitaminnya ikut
musnah (Sumoprastowo, 2004).
Kerusakan sayur pada saat pemanenan adalah daun berlobang, tangkai daun
patah sehingg akan mempercepat pelayuan. Selain itu ketika pada proses pengikatan
sayur akan berdampak terjadiinya patah batang daun dan menjadikan kondisi sayur
tampak tidak segar sehhingga mengakibatkan nilai jual sawi akan rendah. Oleh karena
itu, proses pemanenan dan penanganan sayuran perlu dilakukan secara hati-hatiagar luka
maupunn memar dapat ditekan serendah mungkin hingga buah dan sayuran yang dipanen
dapat dipertahankan mutunya dalam waktu yang lebih lama (Pantastico, 1989).

4
D. Kerusakan Karena Penyakit
Jenis penyakit yang menyerang tanaman sawi ialah berasal dari berbagai jenis
patogen seperti jamur, bakteri, dan virus. Patogen akan menyerang tanaman sawi ketika
dilapangan (sebelum panen), hanya saja patogen saat itu dalam keadaan dorman, dan
setelah pemanenan dan kondisi lingkungan mendukung, patogen aka aktif sehingga akan
terjadi perkembangan penyakit yang ditandai dengan penyakit (sympthon).

5
DAFTAR PUSTAKA

Andreas Klieber, Kerry Porter, and Graham Collins.. 2001. Chinese Cabbage Management
before and after Harvest. Departement of Horticulture, Viticulture and Oenology, University of
Adelaide, Waite cmpus, PMB 1, Glen Osmond SA 5064. Australia.
http://aciar.gov.au/files/node/2249/p105chapter2.pdf. Diakses pada tanggal 7 Desember 2017
Antonio L Acedo Jr. And Katinka Weinberger. 2007. Best Pratices in Postharvest
Management of Leavy Vegetables in Greatermekong Subregion Countries. Proceedings. AVRDC
– The World Vegetable Center, ADB Postharvest Project Office Vientiane, Laos.
http://203.64.245.61/fulltext_pdf/EB/2001-2010/eb0125.pdf. Diakses pada tanggal 7 Desember
2017
Edi S & Bobihoe J. 2010. Budidaya Tanaman Sayuran. Balai Besar Pengkajian dan
Pengembangan Teknologi Pertanian. Jambi
Haryanto, E, T. Suhartini dan E Rahayu. 2002. Sawi dan Selada. Penebar Swadaya. Jakarta
Pantastico, Er. B. 1989. Fisiologi Pasca Panen, Penanganan dan Pemanfaatan Buah-buahan
dan Sayur-sayuran Tropika dan Sub-tropika (Terjemahan Kamaryani). Gadjahmada University
Press. Yogyakarta. 409 Hal
Suhartono, T. 2002. Bertanam Sawi dan Selada. Penebar Swadaya. Jakarta
Sumoprastowo, R.M. 2004. Memilih dan Menyimpan Sayur-mayur, Buah-buahan, dan
Bahan Makanan. Bumi Aksara. Jakarta
Wang, H, and R.C. Herner. 1989. Effect of CA storage on the Ultrastructure of Chloroplast
and Chlorophyll Content of Chinese Mustrad. In E. Kupferman, and M Petterson, eds,
Proceedings of the 5th International Controlled Atmosphere Research Conference, vol2, pp. 9-
17. Wenatchee, WA.

ALAMAT WEBSITE
http://blog.umy.ac.id/abdiikhsan/2017/12/07/pasca-panen-sawi-putih/

Anda mungkin juga menyukai