Anda di halaman 1dari 8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Korosi


Korosi merupakan penurunan kualitas yang disebabkan oleh reaksi kimia
bahan logam dengan unsur-unsur lain yang terdapat di alam atau peristiwa
bereaksinya logam dengan lingkungan yang mengakibatkan rusaknya sifat-sifat
logam yang menguntungkan sebagai bahan konstruksi (Sidiq, 2013). Korosi yang
terjadi pada logam tidak dapat dihindari, tetapi hanya dapat dicegah dan
dikendalikan sehingga struktur atau komponen mempunyai masa pakai yang lebih
lama. Contoh peristiwa korosi adalah bereaksinya besi dengan oksigen di udara
menghasilkan FeO atau Fe2O3. Besi oksida tidak lagi bersifat logam. Akibatnya,
konstruksi yang terbuat dari besi tersebut menjadi rusak dan rapuh.
Korosi merupakan penurunan kualitas yang disebabkan oleh reaksi kimia
bahan logam dengan unsur-unsur lain yang terdapat di alam. Korosi yang di
berdasarkan proses elektro-kimia (electrochemical process) terdiri dari 4 komponen
utama yaitu anode (anoda). Anoda biasanya terkorosi dengan melepaskan elektron-
elektron dari atomatom logam netral untuk membentuk ionion yang bersangkutan.
Ion-ion ini mungkin tetap tinggal dalam larutan atau bereaksi (Sidiq, 2013).
Komponen selanjutnya adalah cathode (katoda), katoda biasanya tidak
mengalami korosi, walaupun mungkin menderita kerusakan dalam kondisi-kondisi
tertentu. Reaksi yang terjadi pada katoda berupa reaksi reduksi. Reaksi pada katoda
tergantung pada pH larutan yang bersangkutan. Anoda dan Katoda harus terhubung
secara elektris Antara anoda dan katoda harus ada hubungan listrik agar arus yang
ada di dalam sel korosi dapat mengalir. Hubungan secara fisik tidak diperlukan jika
anoda dan katoda merupakan salah satu bagian dari sebuah logam yang sama.
Diketahui hampir mustahil untuk mencegah korosi, maka mengendalikan
tingkat korosi bisa menjadi solusi paling hemat. Insinyur-insinyur korosi kemudian
terus dilibatkan di dalam menaksir ongkos solusi-solusi mereka kepada pencegahan
korosi dan menaksir masa penggunaan dari peralatan. Mengenali dan
memperkirakan kapan korosi akan terjadi, dan dengan mengerti mekanisme yang
yang terjadi maka ahli korosi akan mengeliminasi korosi dengan desain yang bagus.
2.2. Macam-Macam Korosi
Korosi dapat dibedakan ke dalam banyak kategori. Menurut lokasi
korosinya, korosi terbagi menjadi dua, yaitu uniform corrosion (korosi menyeluruh)
dan localized corrosion (korosi lokal). Khusus korosi menyeluruh, seluruh
permukaan yang terkontaminasi dengan lingkungan terkorosi merata. Khusus jenis
korosi lokal, yang terkorosi hanya bagian tertentu saja dari logam (Widharto, 2001).
Berdasarkan lingkungannya, korosi dapat dibedakan menjadi dua kategori,
yaitu korosi lingkungan gas (dry corrosion) yang terjadi pada atmosfer atau
lingkungan gas lain dan korosi lingkungan cairan (wet corrosion) yang terjadi pada
lingkungan air maupun lingkungan cairan lain. Korosi juga dapat dibedakan
berdasarkan suhu korosi yang melingkungi dari konstruksi logam (Utami, 2009).
2.2.1. Galvanic Corrosion
Galvanic corrosion adalah jenis korosi yang terjadi ketika dua macam
logam yang berbeda berkontak secara langsung dalam media korosif. Logam yang
memiliki potensial korosi lebih tinggi akan terkorosi lebih hebat daripada jika
logam tersebut tanpa logam lain, dan tidak dihubungkan langsung dengan logam
yang memiliki potensial korosi yang lebih rendah. Sedangkan logam yang memiliki
potensial korosi yang lebih rendah akan kurang terkorosi daripada jika logam
tersebut tanpa logam lain, dan tidak dihubungkan langsung dengan logam yang
memiliki potensial korosi yang lebih tinggi. Terlihat di kasus ini, terbentuk sebuah
sel galvanik, dengan logam yang berpotensial korosi lebih tinggi sebagai anoda dan
logam yang berpotensial korosi lebih rendah sebagai katoda (Roberge, 1999).

Gambar 2.1. Galvanic Corrosion


(Sumber: Jones, 1991)
2.2.2. Korosi celah
Korosi celah termasuk jenis korosi lokal. Jenis korosi ini terjadi pada celah-
celah konstruksi, seperti kaki-kaki konstruksi, drum maupun tabung gas. Korosi
jenis ini juga dapat dilihat pada celah antara tube dari heat exchanger dengan tube
sheet-nya. Adanya korosi bisa ditandai dengan warna cokelat di sekitar celah. Tipe
korosi ini terjadi akibat terjebaknya elektrolit sebagai lingkungan korosif di celah-
celah yang terbentuk diantara peralatan-peralatan konstruksi (Roberge, 1999).
2.2.3. Korosi Sumuran atau Pitting
Pitting corrosion termasuk korosi lokal. Jenis korosi ini mempunyai bentuk
khas yaitu seperti sumur, sehingga disebut korosi sumuran. Korosi sumuran terjadi
karena adanya serangan korosi lokal pada permukaan logam sehingga membentuk
cekungan atau lubang pada permukaan logam. Korosi logam pada baja tahan karat
terjadi karena rusaknya lapisan pelindung (passive film) (Sidiq, 2013).

Gambar 2.2. Pitting Corrosion


(Sumber: Jones, 1991)

2.2.4. Intergranular Corrosion atau Korosi Batas Butir


Jenis korosi intergranular corrosion termasuk korosi lokal. Intergranular
corrosion terjadi pada batas-batas butir logam. Hal ini dapat terjadi karena
tingginya tingkat energi dari daerah batas butir dibandingkan dengan daerah dalam
butir kristal. Intergranular corrosion sering terjadi pada daerah sekitar bagian
tempat yang di-welding atau disebut heat affected zone. Korosi yang menyerang
pada batas butir akibat adanya segregasi dari unsur pasif seperti krom meninggalkan
batas butir sehingga pada batas butir bersifat anodik (Trethewey, 1991).
2.2.5. Selective Leaching Corrosion
Selective leaching corrosion adalah korosi berupa pelarutan unsur-unsur
tertentu dari paduan logam atau berupa campuran logam. Akibatnya struktur
menjadi rapuh karena keropos. Contoh korosi jenis selective leaching corrosion
adalah peristiwa dezincification. Dezincification yaitu penghilangan unsur seng
yang terjadi dalam logam paduan antara seng dan tembaga (Trethewey, 1991).
2.2.6. Korosi Erosi atau Abrasion Corrosion
Erosi atau abrassion corrosion adalah proses korosi yang bersamaan
dengan erosi atau abrasi. Korosi jenis ini biasanya menyerang peralatan yang
lingkungannya adalah fluida yang bergerak, fluida korosif yang bergerak
diperhebat oleh adanya dua fase atau lebih dalam fluida tersebut, misalnya adanya
fase liquid dan gas secara bersamaan, adanya fase liquid dan solid secara bersamaan
ataupun adanya fase liquid, gas dan solid secara bersamaan. Kavitasi adalah contoh
erosion corrosion pada peralatan yang berputar di lingkungan fluida yang bergerak,
seperti impeller pompa dan sudu-sudu turbin. Abrassion corrosion biasanya banyak
terjadi di dalam saluran gas-gas buang hasil pembakaran (Roberge, 1999).
2.2.7. Stress Corrosion Cracking
Stress Corrosion Cracking (SCC) adalah cracking akibat adanya stress dan
terjadinya korosi secara bersamaan. Korosi jenis ini hanya terjadi jika kedua unsur
penyebabnya, yaitu stress dan lingkungan korosif berada secara bersama-sama.
Stress corrosion cracking tidak akan ada jika hanya ada stress atau hanya ada
lingkungan korosif saja. Tipe korosi model SCC ini biasanya terjadi pada stainless
steel. Hal ini disebabkan karena ketika korosi, pada permukaan logam terbentuk
lapisan corrosion product berupa Cr2O3 yang merupakan bahan keramik. Ketika
ada stress, maka lapis keramik tersebut tidak tahan sehingga pecah (Roberge, 1999).
2.2.8. Differential Aeration Corrosion
Differential aeration corrosion adalah jenis korosi lokal akibat perbedaan
konsentrasi oksigen dalam lingkungan korosif. Daerah dengan konsentrasi oksigen
yang lebih rendah akan mengalami korosi lebih hebat. Jenis korosi ini dapat dilihat
misalnya pada paku yang tertancap di dinding. Bagian luar yang berhubungan
dengan lebih banyak oksigen (udara) terlihat masih bagus, sementara bagian dalam
yang tertancap di dinding yang kurang oksigen sudah terkorosi (Roberge, 1999).
2.2.9. Fretting Corrosion
Fretting corrosion adalah korosi yang terjadi pada konstruksi yang bergerak
dengan mengalami gesekan. Jenis korosi ini biasa terjadi pada sumbu yang berputar
dan bergesekan. Material logam yang berputar dan tergesek tersebut mengalami
keausan akibat gesekan dan mengalami korosi secara bersamaan. Sempitnya
clearance maka corrosion product ikut berputar bersama logam yang terkorosi.
Korosi jenis ini mengakibatkan konstruksi menjadi longgar, menambah clearance
ataupun mengurangi tingkat kedapnya packing atau sealing (Roberge, 1999).
2.2.10. Kerusakan Akibat Hidrogen atau Hydrogen Attack
Hydrogen attack mengakibatkan logam menjadi rapuh akibat penetrasi
hidrogen ke kedalaman logam. Peristiwa perapuhan ini biasa disebut dengan
hydrogen embrittlement. Kerusakan ini disebabkan karena serangan hidrogen yaitu
reaksi antara hidrogen dengan karbida pada baja dan membentuk metana sehingga
menyebabkan terjadinya dekarburasi, rongga, atau retak pada permukaan logam.
2.2.11. Microbiological Corrosion
Mikrobiologi dapat menyebabkan korosi, baik secara aktif melalui
kegiatannya, maupun secara pasif melalui keberadaannya. Aktifitas mikroba dapat
menghasilkan senyawa-senyawa yang korosif, yang pada gilirannya akan
mengkorosikan logam. Ada mikroba yang dapat hidup pada lingkungan aerobik,
dan ada pula jaringan yang dapat hidup pada kondisi anaerobik (Trethewey, 1991).
2.2.12. Korosi Aliran (Flow Induced Corrosion)
Korosi Aliran digambarkan sebagai efek dari aliran terhadap terjadinya
korosi. Meskipun mirip, antara korosi aliran dan korosi erosi adalah dua hal yang
berbeda. Korosi aliran adalah peningkatan laju korosi yang disebabkan oleh
turbulensi fluida dan perpindahan massa akibat dari aliran fluida diatas permukaan
logam. Korosi erosi adalah naiknya korosi dikarenakan akibat adanya benturan
secara fisik pada permukaan oleh partikel yang terbawa fluida (Roberge, 1999).

2.3. Faktor yang Mempengaruhi Laju Korosi


Adanya oksigen yang terlarut akan menyebabkan korosi pada metal seperti
laju korosi pada mild stell alloys akan bertambah dengan meningkatnya kandungan
oksigen. Reaksi korosi secara umum pada besi karena adanya kelarutan oksigen
adalah karbon dioksida (CO2). Faktor kedua adalah penambahan temperatur.
Umumnya menambah laju korosi walaupun kenyataannya kelarutan oksigen
berkurang dengan meningkatnya temperatur. Apabila metal pada temperatur yang
tidak uniform, maka akan besar kemungkinan terbentuk korosi. Faktor ketiga
adalah pH. Diketahui pH netral adalah 7, sedangkan ph < 7 bersifat asam dan
korosif, sedangkan untuk pH > 7 bersifat basa juga korosif (Sidiq, 2013).
Faktor ketiga adalah padatan terlarut klorida (Cl), klorida menyerang
lapisan mild steel dan lapisan stainless steel. Padatan ini menyebabkan terjadinya
pitting, crevice corrosion, dan juga menyebabkan pecahnya alloys. Karbonat (CO3),
kalsium karbonat sering digunakan sebagai pengontrol korosi dimana film karbonat
diendapkan sebagai lapisan pelindung permukaan metal, tetapi dalam produksi
minyak, hal ini akan cenderung menimbulkan masalah scale (Sidiq, 2013).

2.4. Dampak Korosi


Korosi yang terjadi pada logam tidak dapat dihindari, tetapi hanya dapat
dicegah dan dikendalikan sehingga struktur atau komponen mempunyai masa pakai
yang lebih lama. Setiap komponen atau struktur mengalami tiga tahapan utama
yaitu perancangan, pembuatan dan pemakaian. Ketidakberhasilan salah satu aspek
seperti korosi menyebabkan komponen akan mengalami kegagalan. Kerugian yang
akan dialami dengan adanya korosi meliputi finansial dan safety, diantaranya adalah
penurunan dari kekuatan material, penipisan downtime dari equipment, retak dan
pitting, kebocoran fluida, embrittlement, penurunan sifat permukaan, material,
penurunan nilai atau hasil produksi, dan modification (Trethewey, 1991).

2.5. Pengendalian Korosi


Korosi sangat sulit untuk dicegah, korosi hanya dapat dikendalikan
dampaknya. Dasar pengetahuan tentang proses korosi yang dapat menjelaskan
mekanisme dari korosi, maka dapat dilakukan usaha-usaha untuk pencegahan
terbentuknya korosi. Pengubahan media korosi merupakan interaksi antara logam
dengan media sekitarnya, maka pengubahan media sekitarnya akan dapat
mengubah laju korosi. Ada tiga situasi yang dapat terjadi yaitu media sekitar atau
lingkungan berupa gas, media sekitar berupa larutan dengan ion-ion tertentu dan
logam terbenam dalam tanah, dan juga logam atau paduan dalam suatu lingkungan
korosif tertentu untuk mengurangi resiko terjadinya korosi (Uhlig, 2000).
Proteksi katodik (cathodic protection) adalah jenis perlindungan korosi
dengan menghubungkan logam yang mempunyai potensial lebih tinggi ke struktur
logam sehingga tercipta suatu sel elektrokimia dengan logam berpotensial rendah
bersifat katodik dan terproteksi. Macam proteksi katodik yaitu impressed current
galvanic, sacrificial anode galvanic zinc, application zinc, metallizing zinc.
Proteksi anodik (anodic protection) adalah upaya pengendalian korosi yang
lain. Adanya arus anodik akan meningkatkan laju ketidak-larutan logam dan
menurunkan laju pembentukan hidrogen. Hal ini bisa terjadi untuk logam-logam
active-passive seperti Ni, Fe, Cr, Ti dan paduannya. Jika arus yang lewat logam
dikontrol seksama (dengan potentiostat) maka logam akan bersifat pasif dan
pembentukan logam-logam tidak terlarut akan berkurang (Widharto, 2001).
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya korosi
adalah dengan penggunaan inhibitor korosi. Secara umum suatu inhibitor adalah
suatu zat kimia yang dapat menghambat atau memperlambat suatu reaksi kimia.
Sedangkan inhibitor korosi adalah suatu zat kimia yang bila ditambahkan kedalam
suatu lingkungan, dapat menurunkan laju penyerangan korosi lingkungan itu
terhadap suatu logam. Mekanisme penghambatannya lebih dari satu jenis.
Sejumlah inhibitor menghambat korosi melalui cara adsorpsi untuk
membentuk suatu lapisan tipis yang tidak nampak dengan ketebalan beberapa
molekul saja, ada pula yang karena pengaruh lingkungan membentuk endapan yang
nampak dan melindungi logam dari serangan yang mengkorosi logamnya dan
menghasilkan produk yang membentuk lapisan pasif (Dalimunthe, 2004).
Pengendalian yang lain adalah pengubahan media (environment change).
Korosi merupakan interaksi antara logam dengan media sekitarnya, maka
pengubahan media sekitarnya akan dapat mengubah laju korosi. Ada tiga situasi
yang dapat terjadi yaitu media sekitar atau lingkungan berupa gas, media sekitar
berupa larutan dengan ion-ion tertentu dan logam terbenam dalam tanah.
Pengendalian yang lain yaitu pelapisan (coatings). Prinsip umum dari pelapisan
yaitu melapiskan logam induk dengan suatu bahan atau material pelindung. Jenis-
jenis coating yaitu metallic coatings paint, organic coatings, chemical conversion
coatings, dan miscellaneous coatings (enamel, thermoplastics).
DAFTAR PUSTAKA

Dalimunthe, I. S. 2004. Kimia dari Inhibitor Korosi. Medan: Universitas Sumatra


Utara.
Jones, D.A. 1991. Principle and Prevention of Corrosion. New York: Mc. Millan
Publishing Company.
Roberge, P. R. 1999. Handbook of Corrosion Engineering. New York: McGraw-
Hill Companies Inc.
Sidiq, M. F. 2013. Analisa Korosi dan Pengendaliannya. Jurnal Voundry. Vol. 3(1)
: 1-6.
Trethewey, K. R. 1991. Korosi untuk Mahasiswa Sains dan Rekayasa. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Utami, I. 2009. Proteksi Katodik dengan Anoda Tumbal Sebagai Pengendali Laju
Korosi Baja dalam Lingkungan Aqueous. Jurnal Teknik Kimia. Vol. 3(2) : 1-6
Uhlig. H.M. 2000. Uhlig`s Corrosion Handbook Second Edition. New York: John
Wiley & Sons Inc.
Widharto, S. 2001. Karat dan Pencegahannya. Jakarta: PT. Pradnya Paramita.

Anda mungkin juga menyukai