0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
52 tayangan8 halaman
Bab ini membahas tentang tinjauan pustaka mengenai korosi, termasuk pengertian korosi, proses elektrokimia korosi, dan berbagai jenis korosi seperti galvanik corrosion, pitting, intergranular corrosion, dan jenis korosi lainnya beserta gambaran visualnya.
Bab ini membahas tentang tinjauan pustaka mengenai korosi, termasuk pengertian korosi, proses elektrokimia korosi, dan berbagai jenis korosi seperti galvanik corrosion, pitting, intergranular corrosion, dan jenis korosi lainnya beserta gambaran visualnya.
Bab ini membahas tentang tinjauan pustaka mengenai korosi, termasuk pengertian korosi, proses elektrokimia korosi, dan berbagai jenis korosi seperti galvanik corrosion, pitting, intergranular corrosion, dan jenis korosi lainnya beserta gambaran visualnya.
Korosi merupakan penurunan kualitas yang disebabkan oleh reaksi kimia bahan logam dengan unsur-unsur lain yang terdapat di alam atau peristiwa bereaksinya logam dengan lingkungan yang mengakibatkan rusaknya sifat-sifat logam yang menguntungkan sebagai bahan konstruksi (Sidiq, 2013). Korosi yang terjadi pada logam tidak dapat dihindari, tetapi hanya dapat dicegah dan dikendalikan sehingga struktur atau komponen mempunyai masa pakai yang lebih lama. Contoh peristiwa korosi adalah bereaksinya besi dengan oksigen di udara menghasilkan FeO atau Fe2O3. Besi oksida tidak lagi bersifat logam. Akibatnya, konstruksi yang terbuat dari besi tersebut menjadi rusak dan rapuh. Korosi merupakan penurunan kualitas yang disebabkan oleh reaksi kimia bahan logam dengan unsur-unsur lain yang terdapat di alam. Korosi yang di berdasarkan proses elektro-kimia (electrochemical process) terdiri dari 4 komponen utama yaitu anode (anoda). Anoda biasanya terkorosi dengan melepaskan elektron- elektron dari atomatom logam netral untuk membentuk ionion yang bersangkutan. Ion-ion ini mungkin tetap tinggal dalam larutan atau bereaksi (Sidiq, 2013). Komponen selanjutnya adalah cathode (katoda), katoda biasanya tidak mengalami korosi, walaupun mungkin menderita kerusakan dalam kondisi-kondisi tertentu. Reaksi yang terjadi pada katoda berupa reaksi reduksi. Reaksi pada katoda tergantung pada pH larutan yang bersangkutan. Anoda dan Katoda harus terhubung secara elektris Antara anoda dan katoda harus ada hubungan listrik agar arus yang ada di dalam sel korosi dapat mengalir. Hubungan secara fisik tidak diperlukan jika anoda dan katoda merupakan salah satu bagian dari sebuah logam yang sama. Diketahui hampir mustahil untuk mencegah korosi, maka mengendalikan tingkat korosi bisa menjadi solusi paling hemat. Insinyur-insinyur korosi kemudian terus dilibatkan di dalam menaksir ongkos solusi-solusi mereka kepada pencegahan korosi dan menaksir masa penggunaan dari peralatan. Mengenali dan memperkirakan kapan korosi akan terjadi, dan dengan mengerti mekanisme yang yang terjadi maka ahli korosi akan mengeliminasi korosi dengan desain yang bagus. 2.2. Macam-Macam Korosi Korosi dapat dibedakan ke dalam banyak kategori. Menurut lokasi korosinya, korosi terbagi menjadi dua, yaitu uniform corrosion (korosi menyeluruh) dan localized corrosion (korosi lokal). Khusus korosi menyeluruh, seluruh permukaan yang terkontaminasi dengan lingkungan terkorosi merata. Khusus jenis korosi lokal, yang terkorosi hanya bagian tertentu saja dari logam (Widharto, 2001). Berdasarkan lingkungannya, korosi dapat dibedakan menjadi dua kategori, yaitu korosi lingkungan gas (dry corrosion) yang terjadi pada atmosfer atau lingkungan gas lain dan korosi lingkungan cairan (wet corrosion) yang terjadi pada lingkungan air maupun lingkungan cairan lain. Korosi juga dapat dibedakan berdasarkan suhu korosi yang melingkungi dari konstruksi logam (Utami, 2009). 2.2.1. Galvanic Corrosion Galvanic corrosion adalah jenis korosi yang terjadi ketika dua macam logam yang berbeda berkontak secara langsung dalam media korosif. Logam yang memiliki potensial korosi lebih tinggi akan terkorosi lebih hebat daripada jika logam tersebut tanpa logam lain, dan tidak dihubungkan langsung dengan logam yang memiliki potensial korosi yang lebih rendah. Sedangkan logam yang memiliki potensial korosi yang lebih rendah akan kurang terkorosi daripada jika logam tersebut tanpa logam lain, dan tidak dihubungkan langsung dengan logam yang memiliki potensial korosi yang lebih tinggi. Terlihat di kasus ini, terbentuk sebuah sel galvanik, dengan logam yang berpotensial korosi lebih tinggi sebagai anoda dan logam yang berpotensial korosi lebih rendah sebagai katoda (Roberge, 1999).
Gambar 2.1. Galvanic Corrosion
(Sumber: Jones, 1991) 2.2.2. Korosi celah Korosi celah termasuk jenis korosi lokal. Jenis korosi ini terjadi pada celah- celah konstruksi, seperti kaki-kaki konstruksi, drum maupun tabung gas. Korosi jenis ini juga dapat dilihat pada celah antara tube dari heat exchanger dengan tube sheet-nya. Adanya korosi bisa ditandai dengan warna cokelat di sekitar celah. Tipe korosi ini terjadi akibat terjebaknya elektrolit sebagai lingkungan korosif di celah- celah yang terbentuk diantara peralatan-peralatan konstruksi (Roberge, 1999). 2.2.3. Korosi Sumuran atau Pitting Pitting corrosion termasuk korosi lokal. Jenis korosi ini mempunyai bentuk khas yaitu seperti sumur, sehingga disebut korosi sumuran. Korosi sumuran terjadi karena adanya serangan korosi lokal pada permukaan logam sehingga membentuk cekungan atau lubang pada permukaan logam. Korosi logam pada baja tahan karat terjadi karena rusaknya lapisan pelindung (passive film) (Sidiq, 2013).
Gambar 2.2. Pitting Corrosion
(Sumber: Jones, 1991)
2.2.4. Intergranular Corrosion atau Korosi Batas Butir
Jenis korosi intergranular corrosion termasuk korosi lokal. Intergranular corrosion terjadi pada batas-batas butir logam. Hal ini dapat terjadi karena tingginya tingkat energi dari daerah batas butir dibandingkan dengan daerah dalam butir kristal. Intergranular corrosion sering terjadi pada daerah sekitar bagian tempat yang di-welding atau disebut heat affected zone. Korosi yang menyerang pada batas butir akibat adanya segregasi dari unsur pasif seperti krom meninggalkan batas butir sehingga pada batas butir bersifat anodik (Trethewey, 1991). 2.2.5. Selective Leaching Corrosion Selective leaching corrosion adalah korosi berupa pelarutan unsur-unsur tertentu dari paduan logam atau berupa campuran logam. Akibatnya struktur menjadi rapuh karena keropos. Contoh korosi jenis selective leaching corrosion adalah peristiwa dezincification. Dezincification yaitu penghilangan unsur seng yang terjadi dalam logam paduan antara seng dan tembaga (Trethewey, 1991). 2.2.6. Korosi Erosi atau Abrasion Corrosion Erosi atau abrassion corrosion adalah proses korosi yang bersamaan dengan erosi atau abrasi. Korosi jenis ini biasanya menyerang peralatan yang lingkungannya adalah fluida yang bergerak, fluida korosif yang bergerak diperhebat oleh adanya dua fase atau lebih dalam fluida tersebut, misalnya adanya fase liquid dan gas secara bersamaan, adanya fase liquid dan solid secara bersamaan ataupun adanya fase liquid, gas dan solid secara bersamaan. Kavitasi adalah contoh erosion corrosion pada peralatan yang berputar di lingkungan fluida yang bergerak, seperti impeller pompa dan sudu-sudu turbin. Abrassion corrosion biasanya banyak terjadi di dalam saluran gas-gas buang hasil pembakaran (Roberge, 1999). 2.2.7. Stress Corrosion Cracking Stress Corrosion Cracking (SCC) adalah cracking akibat adanya stress dan terjadinya korosi secara bersamaan. Korosi jenis ini hanya terjadi jika kedua unsur penyebabnya, yaitu stress dan lingkungan korosif berada secara bersama-sama. Stress corrosion cracking tidak akan ada jika hanya ada stress atau hanya ada lingkungan korosif saja. Tipe korosi model SCC ini biasanya terjadi pada stainless steel. Hal ini disebabkan karena ketika korosi, pada permukaan logam terbentuk lapisan corrosion product berupa Cr2O3 yang merupakan bahan keramik. Ketika ada stress, maka lapis keramik tersebut tidak tahan sehingga pecah (Roberge, 1999). 2.2.8. Differential Aeration Corrosion Differential aeration corrosion adalah jenis korosi lokal akibat perbedaan konsentrasi oksigen dalam lingkungan korosif. Daerah dengan konsentrasi oksigen yang lebih rendah akan mengalami korosi lebih hebat. Jenis korosi ini dapat dilihat misalnya pada paku yang tertancap di dinding. Bagian luar yang berhubungan dengan lebih banyak oksigen (udara) terlihat masih bagus, sementara bagian dalam yang tertancap di dinding yang kurang oksigen sudah terkorosi (Roberge, 1999). 2.2.9. Fretting Corrosion Fretting corrosion adalah korosi yang terjadi pada konstruksi yang bergerak dengan mengalami gesekan. Jenis korosi ini biasa terjadi pada sumbu yang berputar dan bergesekan. Material logam yang berputar dan tergesek tersebut mengalami keausan akibat gesekan dan mengalami korosi secara bersamaan. Sempitnya clearance maka corrosion product ikut berputar bersama logam yang terkorosi. Korosi jenis ini mengakibatkan konstruksi menjadi longgar, menambah clearance ataupun mengurangi tingkat kedapnya packing atau sealing (Roberge, 1999). 2.2.10. Kerusakan Akibat Hidrogen atau Hydrogen Attack Hydrogen attack mengakibatkan logam menjadi rapuh akibat penetrasi hidrogen ke kedalaman logam. Peristiwa perapuhan ini biasa disebut dengan hydrogen embrittlement. Kerusakan ini disebabkan karena serangan hidrogen yaitu reaksi antara hidrogen dengan karbida pada baja dan membentuk metana sehingga menyebabkan terjadinya dekarburasi, rongga, atau retak pada permukaan logam. 2.2.11. Microbiological Corrosion Mikrobiologi dapat menyebabkan korosi, baik secara aktif melalui kegiatannya, maupun secara pasif melalui keberadaannya. Aktifitas mikroba dapat menghasilkan senyawa-senyawa yang korosif, yang pada gilirannya akan mengkorosikan logam. Ada mikroba yang dapat hidup pada lingkungan aerobik, dan ada pula jaringan yang dapat hidup pada kondisi anaerobik (Trethewey, 1991). 2.2.12. Korosi Aliran (Flow Induced Corrosion) Korosi Aliran digambarkan sebagai efek dari aliran terhadap terjadinya korosi. Meskipun mirip, antara korosi aliran dan korosi erosi adalah dua hal yang berbeda. Korosi aliran adalah peningkatan laju korosi yang disebabkan oleh turbulensi fluida dan perpindahan massa akibat dari aliran fluida diatas permukaan logam. Korosi erosi adalah naiknya korosi dikarenakan akibat adanya benturan secara fisik pada permukaan oleh partikel yang terbawa fluida (Roberge, 1999).
2.3. Faktor yang Mempengaruhi Laju Korosi
Adanya oksigen yang terlarut akan menyebabkan korosi pada metal seperti laju korosi pada mild stell alloys akan bertambah dengan meningkatnya kandungan oksigen. Reaksi korosi secara umum pada besi karena adanya kelarutan oksigen adalah karbon dioksida (CO2). Faktor kedua adalah penambahan temperatur. Umumnya menambah laju korosi walaupun kenyataannya kelarutan oksigen berkurang dengan meningkatnya temperatur. Apabila metal pada temperatur yang tidak uniform, maka akan besar kemungkinan terbentuk korosi. Faktor ketiga adalah pH. Diketahui pH netral adalah 7, sedangkan ph < 7 bersifat asam dan korosif, sedangkan untuk pH > 7 bersifat basa juga korosif (Sidiq, 2013). Faktor ketiga adalah padatan terlarut klorida (Cl), klorida menyerang lapisan mild steel dan lapisan stainless steel. Padatan ini menyebabkan terjadinya pitting, crevice corrosion, dan juga menyebabkan pecahnya alloys. Karbonat (CO3), kalsium karbonat sering digunakan sebagai pengontrol korosi dimana film karbonat diendapkan sebagai lapisan pelindung permukaan metal, tetapi dalam produksi minyak, hal ini akan cenderung menimbulkan masalah scale (Sidiq, 2013).
2.4. Dampak Korosi
Korosi yang terjadi pada logam tidak dapat dihindari, tetapi hanya dapat dicegah dan dikendalikan sehingga struktur atau komponen mempunyai masa pakai yang lebih lama. Setiap komponen atau struktur mengalami tiga tahapan utama yaitu perancangan, pembuatan dan pemakaian. Ketidakberhasilan salah satu aspek seperti korosi menyebabkan komponen akan mengalami kegagalan. Kerugian yang akan dialami dengan adanya korosi meliputi finansial dan safety, diantaranya adalah penurunan dari kekuatan material, penipisan downtime dari equipment, retak dan pitting, kebocoran fluida, embrittlement, penurunan sifat permukaan, material, penurunan nilai atau hasil produksi, dan modification (Trethewey, 1991).
2.5. Pengendalian Korosi
Korosi sangat sulit untuk dicegah, korosi hanya dapat dikendalikan dampaknya. Dasar pengetahuan tentang proses korosi yang dapat menjelaskan mekanisme dari korosi, maka dapat dilakukan usaha-usaha untuk pencegahan terbentuknya korosi. Pengubahan media korosi merupakan interaksi antara logam dengan media sekitarnya, maka pengubahan media sekitarnya akan dapat mengubah laju korosi. Ada tiga situasi yang dapat terjadi yaitu media sekitar atau lingkungan berupa gas, media sekitar berupa larutan dengan ion-ion tertentu dan logam terbenam dalam tanah, dan juga logam atau paduan dalam suatu lingkungan korosif tertentu untuk mengurangi resiko terjadinya korosi (Uhlig, 2000). Proteksi katodik (cathodic protection) adalah jenis perlindungan korosi dengan menghubungkan logam yang mempunyai potensial lebih tinggi ke struktur logam sehingga tercipta suatu sel elektrokimia dengan logam berpotensial rendah bersifat katodik dan terproteksi. Macam proteksi katodik yaitu impressed current galvanic, sacrificial anode galvanic zinc, application zinc, metallizing zinc. Proteksi anodik (anodic protection) adalah upaya pengendalian korosi yang lain. Adanya arus anodik akan meningkatkan laju ketidak-larutan logam dan menurunkan laju pembentukan hidrogen. Hal ini bisa terjadi untuk logam-logam active-passive seperti Ni, Fe, Cr, Ti dan paduannya. Jika arus yang lewat logam dikontrol seksama (dengan potentiostat) maka logam akan bersifat pasif dan pembentukan logam-logam tidak terlarut akan berkurang (Widharto, 2001). Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya korosi adalah dengan penggunaan inhibitor korosi. Secara umum suatu inhibitor adalah suatu zat kimia yang dapat menghambat atau memperlambat suatu reaksi kimia. Sedangkan inhibitor korosi adalah suatu zat kimia yang bila ditambahkan kedalam suatu lingkungan, dapat menurunkan laju penyerangan korosi lingkungan itu terhadap suatu logam. Mekanisme penghambatannya lebih dari satu jenis. Sejumlah inhibitor menghambat korosi melalui cara adsorpsi untuk membentuk suatu lapisan tipis yang tidak nampak dengan ketebalan beberapa molekul saja, ada pula yang karena pengaruh lingkungan membentuk endapan yang nampak dan melindungi logam dari serangan yang mengkorosi logamnya dan menghasilkan produk yang membentuk lapisan pasif (Dalimunthe, 2004). Pengendalian yang lain adalah pengubahan media (environment change). Korosi merupakan interaksi antara logam dengan media sekitarnya, maka pengubahan media sekitarnya akan dapat mengubah laju korosi. Ada tiga situasi yang dapat terjadi yaitu media sekitar atau lingkungan berupa gas, media sekitar berupa larutan dengan ion-ion tertentu dan logam terbenam dalam tanah. Pengendalian yang lain yaitu pelapisan (coatings). Prinsip umum dari pelapisan yaitu melapiskan logam induk dengan suatu bahan atau material pelindung. Jenis- jenis coating yaitu metallic coatings paint, organic coatings, chemical conversion coatings, dan miscellaneous coatings (enamel, thermoplastics). DAFTAR PUSTAKA
Dalimunthe, I. S. 2004. Kimia dari Inhibitor Korosi. Medan: Universitas Sumatra
Utara. Jones, D.A. 1991. Principle and Prevention of Corrosion. New York: Mc. Millan Publishing Company. Roberge, P. R. 1999. Handbook of Corrosion Engineering. New York: McGraw- Hill Companies Inc. Sidiq, M. F. 2013. Analisa Korosi dan Pengendaliannya. Jurnal Voundry. Vol. 3(1) : 1-6. Trethewey, K. R. 1991. Korosi untuk Mahasiswa Sains dan Rekayasa. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Utami, I. 2009. Proteksi Katodik dengan Anoda Tumbal Sebagai Pengendali Laju Korosi Baja dalam Lingkungan Aqueous. Jurnal Teknik Kimia. Vol. 3(2) : 1-6 Uhlig. H.M. 2000. Uhlig`s Corrosion Handbook Second Edition. New York: John Wiley & Sons Inc. Widharto, S. 2001. Karat dan Pencegahannya. Jakarta: PT. Pradnya Paramita.