Oleh :
RIFIAN RIA INDARTI
NIM. 13DB277141
A. Latar Belakang
Menurut World Health Organization (WHO) setiap tahunnya kira-kira
3% (3,6 juta) dari 120 juta bayi baru lahir mengalami asfiksia, hampir 1 juta
bayi ini meninggal. Di Indonesia, dari seluruh kematian bayi, sebanyak 57%
meninggal. Penyebab kematian bayi baru lahir di Indonesia adalah bayi
berat lahir rendah (29%), asfiksia (27%), trauma lahir, tetanus neonatorum,
infeksi lain dan kelainan kongenital (Winkjosastro, 2008). Angka kematian
bayi dan balita (2008-2012) bahwa semua angka kematian bayi dan balita
hasil survey demografi kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 lebih rendah
daripada hasil SDKI 2007.Hasil SDKI 2012 adalah 32 kematian per 100
kelahiran hidup dan kematian balita adalah 40 kematian per 1000 kelahiran
hidup dan kemtian terjadi pada neonatus (SDKI, 2012)
Upaya untuk memperbaiki kesehatan ibu, bayi baru lahir dan anak
telah menjadi prioritas utama bagi pemerintah, bahkan sebelum Millenium
Developtment goal’s ditetapkan AKI dan AKB merupakan salah satu
indikator utama untuk menentukan derajat kesehatan suatu Negara, AKI dan
AKB mengindikasikan kemampuan dan kualitas pelayanan kesehatan,
kapasitas pelayanan kesehatan, kualitas pendidikan dan pengetahuan
masyarakat, kualitas kesehatan lingkungan, sosial budaya serta hambatan
dalam memperoleh akses terhadap pelayanan kesehatan (Sarwono, 2010).
Menurut data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Ciamis jumlah
kematian bayi umur 0-28 hari tahun 2015 adalah 129 bayi dengan penyebab
tertinggi yaitu BBLR 48,06 % lalu penyebab kedua yaitu asfiksia 25,58 %,
karena cacat bawaan 14,7% , karena hipotermi yaitu 1,55 %, yang karena
lain-lain 10,07 %. Dari data Rumah Sakit Kabupaten Ciamis tahun 2015
jumlah pasien dari 1034 bayi yang ada di perinatologi 86 bayi meninggal.
Pada tahun 2015 kejadian asfiksia di RSUD Kabupaten Ciamis yaitu 53 bayi.
Kejadian asfiksia di RSUD Kabupaten Ciamis yaitu 5,12 % dari 1034 bayi.
Asfiksia neonatorum merupakan suatu keadaan pada bayi baru lahir
yang mengalami gagal bernafas secara spontan dan teratur segera setelah
1
2
lahir, sehingga bayi tidak dapat memasukan oksigen dan tidak dapat
mengeluarkan zat asam arang dari tubuhnya (Dewi, 2010).
Adapun faktor yang dapat menimbulkan asfiksia yaitu: pre eklampsia,
eklampsia, perdarahan abnormal (plasenta previa dan solusia plasenta),
partus lama atau macet,demam selama persalinan,infeksi berat (malaria,
shifilis, TBC, HIV) ,kehamilan post matur (sesudah 42 minggu kehamilan),
keadaan bayi yaitu bayi premature (sebelum 37 minggu kehamilan),
persalinan sulit (letak sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi
vakum, forcep), kelainan congenital, air ketuban bercampur mekoneum
(warna kehijauan), tali pusat, lilitan tali pusat, tali pusat pendek, simpul tali
pusat, prolapus tali pusat (Dewi, 2010).
Klasifikasi asfiksia dan tanda gejala klinis:
1. Asfiksia ringan
Pada asfiksia ringan ,tanda dan gejala yang sering muncul
adalah sebagai berikut :
a. Bayi tampak sianosis
b. Adanya retraksi sela iga
c. Bayi merintih
d. Adanya pernafasan cuping hidung
e. Bayi kurang aktifitas
2. Asfiksia sedang
Pada asfiksia sedang,tanda dan gejala yang muncul adalah
sebagai berikut :
a. Freuensi jantung menurun menjadi 60-80 x/menit
b. Usaha nafas lambat
c. Tonus otot biasanya dalam keadaan baik
d. Bayi masih bereaksi terhadap rangsangan yang diberikan
e. Bayi tampak sianosis
3. Asfiksia Berat
Pada asfiksia berat,bayi akan mengalami asidosis sehingga
memerlukan perbaikan dan resusitasi aktif dengan segera. Tanda dan
gejala yang muncul adalah sebagai berikut :
a. Frekuensi jantung kecil yaitu < 40x/menit
b. Tidak ada usaha nafas
3
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas,maka rumusan masalah pada
studi kasus ini adalah : “Bagaimana asuhan kebidanan komprehensif pada
bayi baru lahir dengan asfiksia berat di RSUD Kabupaten Ciamis”?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melakukan asuhan kebidanan komprehensif
pada bayi baru lahir dengan asfiksia berat dengan pendekatan
manajemen kebidanan menurut 7 langkah Varney dan
pendokumentasian kebidanan dengan metode SOAP.
2. Tujuan Khusus
a. Dapat melakukan pengkajian data dasar pada bayi baru lahir
dengan asfiksia berat di RSUD Kabupaten Ciamis.
b. Dapat menginterpretasi data dasar pada bayi baru lahir dengan
asfiksia berat di RSUD Kabupaten Ciamis.
c. Dapat mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial pada bayi
baru lahir dengan asfiksia berat di RSUD Kabupaten Ciamis.
d. Dapat mengidentifikasi dan menetapkan penanganan segera pada
bayi baru lahir dengan asfiksia berat di RSUD Kabupaten Ciamis.
e. Dapat merencanakan asuhan yang menyeluruh pada bayi baru lahir
dengan asfiksia berat di RSUD Kabupaten Ciamis.
4
D. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Hasil informasi ini dapat digunakan sebagai bahan informasi bagi perke
mbangan ilmu kebidanan, khususnya dalam pemberian asuhan
kebidanan yang komprehensif
2. Manfaat Praktis
a. Bagi lahan praktek
Manfaat bagi RSUD Ciamis dapat mempertahankan semua
pelayanan yang sudah maksimal dan dapat meningkatkan
pelayanan kebidanan khususnya penanganan pada bayi baru lahir.
b. Bagi institusi
Manfaat bagi institusi dapat dijadikan sebagai bahan untuk
kepustakaan bagi studi banding selanjutnya.
c. Bagi Penulis
Manfaat bagi penulis, dapat memahami cara penyusunan
dokumentasi asuhan kebidanan komprehensif pada pasien dengan
pendekatan 7 langkah Varney.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar
1. Bayi Baru Lahir
a. Pengertian bayi baru lahir
Bayi baru lahir disebut juga neonatus ialah bayi yang baru
mengalami proses kelahiran dan harus menyesuaikan diri dengan
kehidupan intrauteri ke kehidupan ekstrauteri. Beralih dari
ketergantungan mutlak pada ibu menuju kemandirian fisiologi
(Rukiyah, dkk, 2010)
b. Penanganan bayi baru lahir
Hal-hal yang dibutuhkan pada saat bayi baru lahir adalah :
1) Penilaian awal bayi baru lahir
Segera lakukan penilaian awal pada bayi baru lahir
secara tepat dan cepat 0-30 detik. Nilai kondisi bayi baru lahir
dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
a) Apakah bayi menangis dengan kuat atau bernapas dengan
tanpa kesulitan.
b) Apakah bayi bergerak dengan aktif atau dalam keadaan
lemah.
c) Apakah warna kulit bayi merah muda, pucat atau biru.
2) Membersihkan jalan nafas
Bayi normal akan menangis spontan segera setelah lahir.
Apabila bayi tidak langsung menangis, penolong segera
membersihkan jalan nafas, dengan cara sebagai berikut :
a) Letakkan bayi dalam posisi terlentang ditempat yang keras
dan hangat.
b) Gulung sepotong kain dan letakkan dibawah bahu
sehingga leher bayi lebih lurus dan kepala tidak menekuk.
Posisi kepala diatur lurus sedikit tengadah ke belakang.
c) Bersihkan hidung, rongga mulut dan tenggorokan bayi
dengan menggunakan penghisap lendir.
5
6
d) Tepuk kedua kaki bayi sebanyak 2-3 kali atau gosok kulit
bayi dengan kain kering. Dengan rangsangan ini biasanya
bayi segera menangis
3) Memotong dan merawat tali pusat
Tali pusat dipotong sebelum atau sesudah plasenta lahir
tidak begitu menentukan dan tidak akan mempengaruhi bayi,
kecuali pada bayi kurang bulan. Apabila bayi lahir tidak
menangis, maka tali pusat segera dipotong untuk memudahkan
melakukan tindakan resusitasi pada bayi. Tali pusat dipotong 5
cm dari dinding perut bayi dengan menggunakan gunting steril
dan diikat dengan pengikat steril. Apabila masih terjadi
perdarahan dapat dibuat ikatan baru. Luka tali pusat
dibersihkan dan dirawat dengan dibilas sabun, dikeringkan dan
dibiarkan terbuka jangan dibungkus dengan menggunakan
apapun.
4) Mempertahankan suhu tubuh bayi
Pada waktu bayi baru lahir, bayi belum mengatur tetap
suhu badannya dan membutuhkan pengaturan dari luar untuk
membuatnya tetap hangat. Bayi baru lahir harus dibungkus
dengan kain kering dan hangat
5) Memberi vitamin k
Kejadian perdarahan karena defisiensi vitamin k pada
bayi baru lahir dilaporkan cukup tinggi, berkisar 0,25 -0,5 %.
Maka pemberian vitamin k setelah bayi lahir bertujuan untuk
mencegah perdarahan tersebut.
6) Memberi salep mata
Dibeberapa negara perawatan mata bayi baru lahir
secara hukum diharuskan untuk mencegah terjadinya oftamia
neonatorum. Didaerah dimana prevalensi gonorrhea tinggi.
Setiap bayi baru lahir perlu diberi salep mata setelah 1 jam bayi
lahir. Pemberian obat mata eritromisin 0,5 % atau tetrasiklin 1
% dianjurkan untuk pencegahan penyakit mata karena klamida
(penyakit menular seksual).
7
7) Identifikasi bayi
Apabila bayi dilahirkan ditempat bersalin yang
persalinannya mungkin lebih dari persalinan. Maka sebuah alat
pengenal yang efektif harus diberikan kepada setiap bayi baru
lahir dan harus tetap ditempatnya sampai waktu bayi
dipulangkan.
8) Pemantauan bayi baru lahir
Tujuan pemantauan bayi baru lahir adalah untuk
mengetahui aktifitas bayi normal atau tidak dan identifikasi
masalah kesehatan bayi baru lahir yang memerlukan perhatian
keluarga dan penolong persalinan serta tindak lanjut petugas
kesehatan
a) Dua jam pertama sesudah lahir
Hal–hal yang dinilai waktu pemantauan bayi pada
jam pertama sesudah lahir meliputi kemampuan
menghisap, bayi tampak aktif dan lunglai, bayi kemerahan
atau biru.
b) Sebelum penolong persalinan meninggalkan ibu dan
bayinya
Penolong persalinan melakukan pemeriksaan dan
penilaian terhadap ada tidaknya masalah kesehatan yang
memerlukan tindak lanjut, seperti bayi kecil atau kurang
bulan, gangguan pernapasan, hipotermia, infeksi, cacat
bawaan dan trauma lahir.
Ayat yang berhubungan dengan bayi baru lahir Surah Al Hajj
ayat 5
8
6) Paritas
Paritas adalah jumlah persalinan yang telah dilakukan
ibu. Paritas 2-3 merupakan paritas yang paling aman ditinjau
dari sudut kematian maternal. Paritas 1 dan paritas lebih dari 4
mempunyai angka kematian maternal yang disebabkan
perdarahan pasca persalinan lebih tinggi. Paritas yang rendah
(paritas satu), ketidaksiapan ibu dalam menghadapi persalinan
yang pertama merupakan faktor penyebab ketidakmampuan
ibu hamil dalam menangani komplikasi yang terjadi dalam
kehamilan, persalinan dan nifas (Winkjosastro, 2007).
7) Lama persalinan
Menurut tinjuauan teori beberapa keadaan pada ibu dapat
menyebabkan aliran darah ibu melalui plasenta berkurang
sehingga aliran oksigen ke janin berkurang yang dapat
menyebabkan terjadi asfiksia pada bayi baru lahir yaitu partus
lama atau partus macet dan persalinan sulit, seperti letak
sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum dan
vorcep (JNPK-KR, 2008).
f. Penilaian asfiksia pada bayi baru lahir
Penilaian awal
Penilaian awal dilakukan pada setiap BBL untuk
menentukan apakah tindakan resusitasi harus segera dimulai
Segera setelah lahir, dilakukan penilaian pada setiap bayi dengan
cara petugas bertanya pada dirinya sendiri dan harus menjawab
dengan segera dalam waktu yang singkat tentang umur kehamilan,
keadaan air ketuban, nafas bayi, tonus otot bayi.
Bila semua jawaban “Ya”, berarti bayi baik dan tidak
memerlukan tindakan resusitasi. Pada bayi ini segera dilakukan
asuhan pada bayi normal. Bila salah satu atau lebih jawaban
16
2) Denyut jantung
Kaji frekuensi jantung dengan mengauskultasikan denyut
apeks atau merasakan denyutan umbilicus. Klasifikasikan
menjadi > 100 atau <100 x/menit. Angka ini merupakan titik
batas yang mengindikasikan ada atau tidak nya hipoksia yang
signifikan. Catatan : bayi dengan frekuensi jantung < 60
x/menit, khususnya bayi tanpa frekuensi jantung, membutuhkan
pendekatan yang lebih darurat. Awalnya curah jantung mungkin
tidak mampu mencukupi perfusi arteri coroner, sampai pada
akhirnya tidak mampu sama sekali, walaupun dilakukan
ventilasi.
3) Warna
Kaji bibir dan lidah bayi yang dapat berwarna biru atau
merah muda. Sianosis perifer (akrosianosis) merupakan hal
yang normal pada beberapa jam pertama bahkan hari. Bayi
yang pucat mungkin mengalami syok atau anemia berat.
Tentukan apakah bayi berwarna merah muda, biru atau pucat.
Adapun dua komponen lainnya adalah tonus dan respon
terhadap rangsangan (Muslihatun, 2010).
j. Penatalaksanaan asfiksia
Menurut Atikah dan Cahyo (2010) penatalaksanaan asfiksia
adalah sebagai berikut :
1) Tindakan umum
a) Bersihkan jalan nafas
Kepala bayi diletakan lebih rendah agar lendir
mudah mengalir, bila perlu digunakan larinyoskop untuk
membantu penghisapan lendir dari saluran nafas yang
19
2) Tindakan khusus
a) Asfiksia berat
Berikan O2 dengan tekanan positif dan intermiten
melalui pipa endotrakeal, dapat dilakukan dengan tiupan
udara yang telah diperkaya O2. Tekanan O2 yang diberikan
tidak 30 cm H 20. Bila pernafasan spontan tidak timbul
lakukan message jantung dengan ibu jari yang menekan
pertengahan sternum 80-100 x/menit
b) Asfiksia sedang/ringan
Pasang relkiek pernafasan (hisap lendir, rangsang
nyeri) selama 30-60 detik. Bila gagal lakukan pernafasan
kodok (frog breathing) 1-2 menit yaitu kepala ektensi
maksimal beri O2 1-2 x/menit melalui kateter dalam hidung,
buka mulut dan hidung serta gerakan dagu ke atas-bawah
secara teratur 20x/menit penghisapan cairan lambung
untuk mencegah regurgitasi.
3) Resusitasi
Setelah melakukan penilaian dan memutuskan bahwa
bayi baru lahir memerlukan resusitasi, maka tindakan resusitasi
harus segera dilakukan. Penundaan pertolongan dapat
membahayakan bayi. Pemotongan tali pusat bayi dapat
dilakukan di atas perut ibu atau dekat perineum.
a) Tindakan resusitasi bayi baru lahir dengan tidak bernafas
atau bernafas mengap-mengap.
Adapun 6 (enam) langkah awal tersebut adalah
sebagai berikut :
(1) Jaga bayi tetap hangat :
(2) Atur posisi bayi
(3) Hisap lendir
(4) Keringkan dan rangsang bayi
(5) Atur kembali posisi kepala bayi dan bungkus bayi
(6) Lakukan penilaian apakah bayi bernafas normal, tidak
bernafas atau bernafas megap-megap
21
Tahap II : Ventilasi
Ventilasi adalah merupakan tahapan tindakan
resusitasi untuk memasukan sejumlah volume udara ke
dalam paru dengan tekanan positip untuk membuka alveoli
paru agar bayi bisa bernafas spontan atau teratur.
(1) Pasang sungkup, dan pegang sungkup agar menutupi
mulut dan hidung bayi.
(2) Ventilasi 2 kali
b) Tindakan resusitasi bayi baru lahir dengan air ketuban
bercampur mekonium.
Mekonium adalah feces pertama dari bayi baru
lahir. Mekonium bersifat kental, pekat dan berwarna hijau
kehitaman. Biasanya bayi baru lahir mengeluarkan
mekonium pertama kali sesudah persalinan (12-24 jam
pertama). Untuk itu diperlukan pertolongan segera dengan
melakukan tindakan resusitasi bayi baru lahir dengan air
ketuban bercampur mekonium. Langkah-langkah tindakan
resusitasi BBL dengan air ketuban bercampur mekonium
sama dengan pada BBL yang air ketubannya tidak
bercampur mekonium, hanya berbeda pada :
(1) Saat kepala lahir sebelum bahu keluar, isap lendir dari
mulut lalu hidung.
(2) Setelah seluruh badan bayi lahir, lakukan penilaian
apakah bayi bernafas normal?
(3) Jika bernafas potong tali pusat, dilanjutkan dengan
langkah awal.
(4) Jika tidak bernafas, letakan bayi di atas perut ibu
dengan posisi kepala didekat penolong, buka mulut
lebar, usap mulut dan ulangi isap lendir, potong tali
pusat, dilanjutkan dengan langkah awal. Tetapi perlu
diingat bahwa pemotongan tali pusat dapat
merangsang pernafasan bayi, apabila masih ada air
ketuban dan mekonium di jalan nafas, bayi bisa
tersendak (aspirasi) (Atikah dan Cahyo, 2010)
22
C. Kewenangan Bidan
Berdasarkan peraturan menteri kesehatan (permenkes) Nomor
1464/menkes/per/x/2010 pasal 11 tentang izin dan penyelenggaraan praktik
bidan, kewenangan yang dimiliki bidan, berwenang melakukan asuhan bayi
baru lahir normal termasuk resusitasi, pencegahan hipotermi, inisiasi
27
menyusui dini, injeksi vitamin k, perawatan bayi baru lahir pada masa
neonatal (0-28 hari), dan perawatan tali pusat, penanganan hipotermi pada
bayi baru lahir dan segera merujuk, penanganan kegawatdaruratan,
dilanjutkan dengan rujukan, pemberian imunisasi rutin sesuai program
pemerintah, pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita dan anak pra
sekolah, pemberian konseling dan penyuluhan, pemberian surat keterangan
kelahiran, pemberian surat keterangan kematian.
Atikah,. P & Cahyo,.S. I. (2010) BBLR : Berat Badan Lahir Rendah. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Dewi, Vivian Nanny Lia, (2011) Asuhan Neonatus dan Anak Balita. Jakarta :
Salemba Medika.
Purnamaningrum, (2010) Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Jakarta : Trans Info
Medika.
Rukiyah, Ai Yeyeh, Lia Yulianti. (2010) Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Jakarta
: Salemba Medika.
Sujianti, Dwi Maryanti, Tri Budiarti. (2011) Buku Ajar Neonatus Anak dan Balita.
Yogyakarta : Nuha Medika.