Laporan Praktikum Material-Uji Kekerasan
Laporan Praktikum Material-Uji Kekerasan
Tanggal diterima
Nilai
Oleh :
NPM : 1415021065
Kelompok : 10
LABORATORIUM MATERIAL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
2015
2
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Makna nilai kekerasan suatu material berbeda untuk kelompok bidang ilmu
yang berbeda. Bagi insinyur metalurgi nilai kekerasan adalah ketahanan
material terhadap penetrasi sementara untuk para insinyur disain nilai tersebut
adalah ukuran dari tegangan alir, untuk insinyur lubrikasi kekerasan berarti
ketahanan terhadap mekanisme keausan, untuk para insinyur mineralogi nilai
Itu adalah ketahanan terhadap goresan, dan untuk para mekanik work-shop
lebih bermakna kepada ketahanan material terhadap pemotongan dari alat
potong. Begitu banyak konsep kekerasan material yang dipahami oleh
kelompok ilmu, walaupun demikian konsep-konsep tersebut dapat.
Dihubungkan pada satu mekanisme yaitu tegangan alir plastis dari material
yang diuji. Uji kekerasan merupakan pengujian yang paling efektif karena
dengan pengujian ini, kita dapat dengan mudah mengetahui gambaran sifat
mekanis suatu material. Meskipun pengukuran hanya dilakukan pada suatu
titik, atau daerah tertentu saja, nilai kekerasan cukup valid untuk menyatakan
kekuatan suatu material. Dengan dengan melakukan uji keras, material dapat
dengan mudah di golongkan sebagai material ulet atau getas. Uji keras juga
dapat digunakan sebaagai salah satu metode untuk mengetahui pengaruh
perlakuan panas atau dingin terhadap material. Material yang telah
mengalami cold working, hot working, dan heat treatment, dapat diketahui
gambaran perubahan kekuatannya, dengan mengukur kekerasan permuakaan
suatu material. Oleh sebab itu, dengan uji kekerasan kita dapat dengan mudah
melakukan quality control terhadap material untuk mengetahui kualitas dari
material yang diuji sehingga dapat digunakan atau dipakai pada benda sesuai
3
dengan kapasitasnya. Maka dari itu praktikum pengujian kekerasan ini sangat
penting dilakukan oleh mahasiswa agar memahami dan mampu melakukan
pengujian kekerasan material, dan juga mampu melakukan perhitungan nilai
kekerasan dari material yang diuji.
B. Tujuan
A. Pengertian Kekerasan
suatu bahan uji memberikan pengertian bahwa nilai kekerasan bahan rendah,
sebaliknya diagonal jejakan lebih pendek memberikan pengertian bahwa nilai
kekerasan bahan tinggi. Makin besar beban, diagonal indentasi (d) makin
besar pula di sisi lain makin besar diagonal indentasi maka nilai kekerasan
makin rendah. Hal ini tentu saja terkait dengan ketahanan bahan terhadap
deformasi yang dilakukan indentor.
2. Unsur Paduan
Unsur paduan logam juga berpengaruh dalam sifat kekerasan logam,
beberapa jenis unsur dalam paduan logam adalah sebagai berikut:
a. Karbon (C)
Pada baja karbon biasanya kekerasan dan kekuatannya meningkat
sebanding dengan kekuatan karbonnya, tetapi keuletannya menurun
dengan naiknya kadar karbon. Persentase kandungan karbon akan
memberikan sifat lain pada baja karbon.
b. Mangan (Mn)
Mangan berfungsi untuk memperbaiki kekuatan tariknya dan
ketahanan ausnya. Unsur ini memberikan pengerjaan yang lebih
mengkilap atau bersih dan menambah kekuatan dan ketahanan
panas.
c. Silikon (Si)
Silikon untuk memperbaiki homogenitas pada baja. Selain itu, dapat
menaikkan tegangan tarik dan menurunkan kecepatan pendinginan
kritis sehingga baja karbon lebih elastis dan cocok dijadikan sebagai
bahan pembuat pegas.
d. Posfor (P)
Posfor dalam baja dibutuhkan dalam persentase kecil yaitu
maksimum 0,04 % yang berfungsi untuk mempertinggi kualitas serta
daya tahan material terhadap korosi. Penambahan posfor
dimaksudkan pula untuk memperoleh serpihan kecil-kecil pada saat
permesinan.
e. Belerang (S)
Sulfur dimaksudkan untuk memperbaiki sifat-sifat mampu mesin.
Keuntungan sulfur pada temperatur biasa dapat memberikan
ketahanan pada gesekan tinggi.
8
f. Khrom (Cr)
Khrom dengan karbon membentuk karbida dapat menmbah keliatan,
menaikkan daya tahan korosi dan daya tahan terhadap keausan yang
tinggi, keuletan berkurang.
g. Nikel (Ni)
Sebagai unsur paduan dalam baja konstruksi dan baja mesin, nikel
memperbaiki kekuatan tarik, sifat tahan panas dan sifat magnitnya.
h. Molibden (Mo)
Molibden mengurangi kerapuhan pada baja karbon tinggi,
menstabilkan karbida, serta memperbaiki kekuatan baja.
i. Titanium (Ti)
Titanium adalah logam yang lunak tetapi biola dipadukan dengan
nikel dan karbon akan lebih kuat, tahan aus dan tahan korosi.
j. Wolfram/Tungsten (W/T)
Paduan ini dapat membentuk karbida yang stabil yang sangat keras,
menahan suhu pelumasan dan mengembalikan perubahan
bentuk/struktur secara perlahan-lahan.
4. Diagram TTT
Diagram TTT adalah suatu diagram yang menghubungkan transformasi
austenit terhadap waktu dan temperatur.
Jika dilihat dari bentuk grafiknya diagram ini mempunyai nama lain yaitu
diagram S atau diagram C. Proses perlakuan panas bertujuan untuk
memperoleh struktur baja yang diinginkan agar cocok dengan
penggunaan yang direncanakan. Struktur yang diperoleh merupakan hasil
dari proses transformasi dari kondisi awal. Proses transformasi ini dapat
dibaca dengan menggunakan diagram fasa namun untuk kondisi tidak
setimbang diagram fasa tidak dapat digunakan, untuk kondisi seperti ini
maka digunakan diagram TTT. Melalui diagram ini dapat dipelajari
kelakuan baja pada setiap tahap perlakuan panas, diagram ini juga dapat
10
5. Perlakuan Panas
a. Hardening
Hardening bertujuan untuk memperoleh kekerasan maksimum pada
baja. Untuk baja hypoeutectoid dipanaskan sampai (20-30)ºC. Untuk
baja eutectoid dan hypoeutectoid (20-30)ºC diatas Ac1. Selanjutnya
ditahan pada temperatur tersebut selama waktu tertentu dan
didinginkan cepat didalam air atau oli, tergantung pada komposisi
kimia, bentuk dan dimensinya. Kecepatan pendinginan harus sesuai
supaya transformasi yang sempurna dari austenit menjadi martensit.
Kekerasan maksimum yang dapat dicapai setelah proses hardening
sangat tergantung pada karbon. Semakin tinggi kadar karbon,
semakin tinggi pula kekerasan maksimum yang dicapai.
b. Annealing
Annealing adalah untuk meningkatkan keuletan menghilangkan
tegangan dengan lama, menghaluskan ukuran butiran dan
meningkatkan sifat mampu mesin. Prosesnya adalah dengan
memanaskan baja pada temperatur tertentu, kemudian holding
beberapa saat, kemudian didinginkan secara perlahan dalam dapur
pemanas atau media terisolasi.
c. Normalizing
Proses ini bertujuan untuk menghaluskan struktur butiran yang
mengalami pemanasan berlebihan, menghilangkan tegangan dalam
dan memperbaiki sifat meknik. Prosesnya dengan pemanasan sampai
(30-50)ºC diatas AC3 an didingingkan pada udara sampai temperatur
11
6. Benda Kerja
Benda kerja yang digunakan adalah St 37. St 37 adalah baja dengan
tensile strength (tegangan tarik) sebesar 37MPa (mega pascal) = 37
kg/mm2. demikian seterusnya. Yang dijadikan acuan mutu baja adalah
kuat tariknya (St 37,) karena baja memang memiliki kemampuan tahanan
tarik yang luar biasa, sedangkan kuat tekannya (tegangan tekan) sangat
lemah. Oleh karena sifat ini, maka St 37 sering digunakan sebagai salah
satu unsur penyusun beton (baja "tulangan" pada beton). (Faisol,2013).
Keterangan:
BHN = Brinell Hardness Number
P = Beban yang diberikan (kgf)
D = Diameter indentor (mm)
d = Diameter lekukan rata-rata hasil indentasi
Kelebihan metoda Brinell :
Sangat dianjurkan untuk material-material atau bahan-bahan uji yang
bersifat heterogen.
Kekurangan metoda Brinell :
Butuh ketelitian saat mengukur diameter lekukan hasil indentasi.
Pengujian bisa menyita waktu hingga 5 menit untuk setiap lekukan hasil
indentasi, belum termasuk persiapan dan perhitungannya.
3. Metode Meyer
Metode Meyer hampir sama dengan Metode Brinell, yang membedakan
adalah pada meyer yang diperhatikan adalah projected area pada bekas
indentasi sedangkan pada Brinell adalah pada luas area permukaan.
Rata–rata tekanan antara permukaan indentor dan indentasinya sama
dengan beban dibagi projected area dari bekas indentasi.
4. Metode Kerucut
Metode ini termasuk metode Rockwell yang dalam penerapannya
menggunakan indentor berupa sebuah batu intan berbentuk piramida
dengan sudut puncak 120º. Pada metode ini beban awal dipasang sebesar
10 kgf dan ujung kerucut masuk sedikit ke dalam bahan. Hal ini pertama
kali dilakukan agar terhindar dari ketidakrataan permukaan. Selanjutnya
penunjuk jam diset pada kedudukan 100. Lalu beban utama sebesar 140
kgf dipasang, sehingga beban seluruhnya sebesar 150 kgf yang
menyebabkan kerucut masuk lebih dalam lagi dan penunjuk jam
kembali. Setelah beberapa saat beban utama diambil kembali, maka
kerucut tersebut merapat kembali karena bentuk elastis dari bahan yang
diukur. Penunjuk jam ukur akan berputar sedikit naik, kedudukan
penunjuk saat itulah dinyatakan dalam HRC (dengan skala 0 s/d 100).
19
6. Metode Peluru
Pada dasarnya metode ini sama dengan metode kerucut, hanya pada
metode ini menggunakan penetrator sebuah peluru baja yang dikeraskan
dengan diameter 1/16 inchi menggunakan beban tertentu dalam
bahannya. Skala yang dipakai adalah 30 s/d 130, dengan skala 30
dianggap beban yang lunak dan 130 adalah beban yang paling keras.
Prinsip kerjanya menggunakan dua beban yaitu beban minor (beban
awal) dan beban mayor (beban utama), mula-mula peluru ditekan pada
bahan dengan beban awal sebesar 10 kgf, kemudian ditambahkan beban
utama sebesar 90 kgf. Setelah beberapa lama beban utama diambil dan
pengukur menunjukkan beberapa mm peluru ke dalam bahan. Pada
metode ini kelebihan dan kekurangannya sama dengan metode kerucut,
karena ketelitiannya tidak akurat, maka metode ini hampir tidak dipakai.
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam percobaan kali ini adalah
sebagai berikut:
1. Hardness Tester
3. Anvil
4. Spesimen
6. Mikroskop
7. Indentor
B. Prosedur Percobaan
1. Metode Rockwell
a. Menyiapkan bahan spesimen yang akan di uji (baja karbon rendah).
b. Memilih indentor yang sesuai dengan spesimen uji.
c. Memasang indentor dengan cincin (ring) ke plunger rod.
d. Memilih permukaan spesimen yang rata dan bersih .
e. Memutar handwhell mendekati indentor (untuk menaikan spesimen
hingga spesimen menyentuh indentor).
f. Memberi beban awal sebesar 10 Kg yang ditandai dengan angka 3
atau titik merah pada skalaminor.
g. Mengkalibrasi skala mayor ke angka 0.
h. Menyiapkan stopwatch.
i. Menekan crank handle kedepan minimal 10 detik.
j. Menarik kembali crank handle ke posisi awal.
k. Membaca nilai kekerasan pada skala mayor dan mencatatnya di tabel
hasil.
l. Melakukan percobaan selam 3 kali.
2. MetodeVickers
a. Menyiapkan bahan spesimen yang akan di uji (baja karbon rendah).
b. Memilih indentor yang sesuai dengan spesimen uji.
c. Memasang indentor dengan cincin (ring) ke plunger rod.
d. Memilih permukaan spesimen yang rata dan bersih.
e. Memutar handwhell mendekati indentor (untuk menaikan spesimen
hingga spesimen menyentuh indentor).
f. Memberi beban awal sebesar 10 Kg yang ditandai dengan angka 3
atau titik merah pada skala minor.
g. Mengkalibrasi skala mayor ke angka 0.
h. Menyiapkan stopwatch.
25
3. Metode Brinell
a. Menyiapkan bahan spesimen yang akan di uji (baja karbon rendah).
b. Memilih indentor bola baja dengan diameter 5 mm.
c. Memasang indentor dengan cincin (ring) ke plunger rod.
d. Memilih permukaan spesimen yang rata dan bersih .
e. Memutar handwhell mendekati indentor (untuk menaikan spesimen
hingga spesimen menyentuh indentor)
f. Memberi beban awal sebesar 10 Kg yang ditandai dengan angka 3
atau titik merah pada skala minor.
g. Menyiapkan stopwatch.
h. Menekan crank handle kedepan minimal 20 detik.
i. Menarik kembali crank handle ke posisi awal.
j. Melakukan percobaan selam 3 kali..
4. Mikroskop
a. Memilih lensa mikroskop ukuran 40 kali pembesaran.
b. Memfokuskan diameter utama dengan mata lensa.
c. Menghidupkan lampu.
d. Mencari diameter pada spesimen .
e. Mengukur besar diameter.
f. Mencatat besar diameter pada tabel.
g. Mematikan lampu.
h. Melepas spesimen dari meja uji..
26
A. Hasil
Adapun hasil dari peraktikum uji kekerasan yang sudah dilakukan adalah
sebagai berikuk :
1. Metode Rockwell
Tabel 4.1. Tabel Hasil Pengamatan Rockwell.
Nilai
Rata-
Jenis Beban No. Warna kekerasan
Indentor rata
Material (P) Kg Test Skala Rockwell
HRC
(HRC)
Baja 1 1/16 Merah 67.8
100
Karbon 2 1/16 Merah 68 68
Rendah 3 1/16 Merah 68.2
Nilai kekerasan
68.2
68.1
68
67.9 Kekerasan
Rockwell (HRC)
67.8
67.7
67.6
1 2 3
No. Test
Hal itu dibuktikan pada grafik diatas, dimana grafik percobaan menurun
ini dikarenakan faktor lengkungan, beban, penumbuk dan kekerasan
bahan. .
2. Metode Brinell
Tabel 4.2 Tabel Hasil Pengamatan Brinell.
Beban Nilai
Jenis (p) No. D d Kekerasan Rata-rata
Material Test Brinell
Kg
(mm) (mm) (BHN) (BHN)
1 5 0,9 127,3885
Baja 2 5 0,9 127,3885 127,3883
100
Karbon 3 5 0,8 127,388
Dari gambar data hasil pengujian brinell bisa dijelaskan bahwa pengujian
kekerasan dengan menggunakan metode brinell menggunakan indentor
berukuran D= 5 mm dan pada saat pengujian diberikan beban sebesar
1000 N atau 100 kg. Hasil yang didapat dari pengujian tersebut berupa
nilai kekerasan brinell pada percobaan 1 sebesar 127,3885 , percobaan 2
sebesar 127,3885 , dan percobaan 3 sebesar 127,388. Maka dari hasil
percobaan tersebut didapat rata-rata sebesar 127,3883. Perbedaan yang
terjadi pada pengujian brinell ini sangat kecil, bahkan hasil nya hampir
sama, jadi pengujian yang dilakukan cukup akurat.
28
Nilai Kekerasan
127.3884
127.3882
127.388 Nilai Kekerasan
Brinel (BHN)
127.3878
127.3876
1 2 3
No. Test
Salah satu permasalahan pada uji brinell adalah bahwa BHN tergantung
pada beban P untuk lekukan yang sama. Umumnya BHN menurun
seiring dengan penurunan beban. ASTM standar memberikan spesifikasi
secara detail untuk pengujian brinell. Uji brinell tidak dipengaruhi oleh
goresan dan kekasaran permukaan, jejak brinel yang besar ukurannya
dapat mempengaruhi dan menghalangi pemakaian uji tersebut untuk
benda uji yang kecil atau pada bagian yang kritis terhadap tegangan,
dimana lekukan yang terjadi dapat menyebabkan kegagalan dalam
pengujian.
3. Metode Vickers
Adapun data hasil paraktikum uji kekerasan dengan metode
vickersadalah sebagai berikut
Tabel 4.3 Tabel hasil pengamatan vickers.
Beban Nilai
Jenis (p) No. d1 d2 Kekerasan Rata-rata
Material Test (mm) (mm) Vickers
Kg
(VHN) (VHN)
Baja 1 0,9 1,1 92,7
Karbon 100 2 0,9 1 102,714 99,376
Rendah 3 0,9 1 102,714
newton atau 100 kg. Hasil yang didapat dari pengujian tersebut berupa
pada pengujian pertama sebesar 92,7 , ke-dua sebesar 102,714 , dan ke-
tiga sebesar 102,714. Maka dari hasil tersebut didapat rata-rata sebesar
99,376 ini berarti nilai kekerasan material yang diuji coba selama 3 kali
hasilnya tidak jauh berbeda. Hasil yang didapat berbeda-beda
dikarenakan permukaan dari spesimen yang kurang rata. Pada saat
pemasangan spesimen kesalahan yang terjadi tergantung pada
lengkungan, beban, penumbuk dan kekerasan bahan. Hal itu dibuktikan
pada grafik diatas, dimana grafik percobaan menurun ini dikarenakan
faktor lengkungan, beban, penumbuk dan kekerasan bahan. Perbedaan
hasil yang diperoleh melalui percobaan vickers dapat diamati melalui
grafik berikut.
100
95
Nilai Kekerasan
90 Vickers (VHN)
85
1 2 3
No. Test
B. Pembahasan
Aplikasi metode Brinell dan rockwell pada dunia kerja adalah untuk
mengetahui kekuatan suatu material yang digunakan untuk membangun suatu
konstruksi atau industri logam didunia, karena uji kekerasan ini adalah salah
satu hal yang sangat penting untuk membuat hidup manusia lebih aman dan
nyaman serta efisien karena alat-alat, teknologi, transportasi dan lain-lain
yang kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari. Hal –hal yang
mempengaruhi terjadinya fatik (kelelahan pada material) :
1. Penyelesaian permukaan
Karena retak fatik seringkali berada pada dekat komponen, kondisi
permukaan merupakan hal yang perlu diperhatikan pada fatik. Bekas
permesinan dan ketidak rataan lain harus dihilangkan dan usaha ini
berpengaruh sekali terhadap sifat fatik. Lapisan permukaan yang diberi
tekanan dengan tumbukan partikel akan meningkatkan umur fatik.
2. Pengaruh temperature
Pengaruh temperatur terhadap fatik mirip dengan pengaruh temperatur
terhadap kekuatan tarik maksimum. Kekuatan fatik paling tinggi pada
temperatur rendah, dan berkurang secara bertahap dengan naiknya
temperatur.
3. Frekuensi siklus tegangan
Pengaruh frekuensi siklus tegangan terhadap umur fatik untuk berbagai
jenis logam umumnya tidak ada, meskipun penurunan frekuensi biasanya
menurunkan umur fatik. Efek ini bertambah bila temperatur uji fatik kita
naikkan bila umur fatik cenderung bergantung pada waktu uji seluruhnya
dan tidak pada jumlah siklus.
4. Lingkungan .
Fatik yang terjadi didalam lingkungan korosif biasanya disebut fatik
32
korosi. Telah diketahui bahwa kikisan korosi oleh media cair dapat
menimbulkan lubang – lubang etsa yang bersifat sebaga tekuk. Akan
tetapi bila mana serangan korosi terjadi secara serentak bersamaan
dengan pembebanan fatik efek perusakan jauh lebih besar dibandingkan
dari efek tekuk semata.
33
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA