Identifikasi Resiko Keselamatan Pasien
Identifikasi Resiko Keselamatan Pasien
1. Latar Belakang
Saat ini isu penting dan global dalam Pelayanan Kesehatan adalah
Keselamatan Pasien (Patient Safety). Isu ini praktis mulai dibicarakan kembali
pada tahun 2000-an, sejak laporan dan Institute of Medicine (IOM) yang
menerbitkan laporan: to err is human, building a safer health system. Laporan
itu mengemukakan penelitian di rumah sakit di Utah dan Colorado serta New
York. Di Utah dan Colorado ditemukan KTD (Adverse Event) sebesar 2.9%,
dimana 6.6% diantaranya meninggal. Sedangkan di New York KTD adalah
sebesar 3.7% dengan angka kematian 13.6%. Angka kematian akibat KTD
pada pasien rawat inap diseluruh Amerika yang berjumlah 33.6 juta pertahun
sberkisar 44.000 – 98.000 per tahun. Publikasi WHO pada tahun 2004,
mengumpulkan angka-angka penelitian rumah sakit di berbagai Negara :
Amerika, Inggis, Denmark dan AuStandardalia, ditemukan KTD dengan
rentan 3.2 – 16.6%. dengan data tersebut, berbagai Negara segera melakukan
penelitian dan mengembangan Sistem Keselamatan Pasien.Keselamatan
pasien adalah suatu disiplin baru dalam pelayanan kesehatan yang
mengutamakan pelaporan, analisis, dan pencegahan medical error yang sering
menimbulkan Kejadian Tak Diharapkan (KTD) dalam pelayanan kesehatan.
Frekuensi dan besarnya KTD tak diketahui secara pasti sampai era 1990-an,
ketika berbagai Negara melaporkan dalam jumlah yang mengejutkan pasien
cedera dan meninggal dunia akibat medical error. Menyadari akan dampak
error pelayanan kesehatan terhadap 1 dari 10 pasien di seluruh dunia maka
World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa perhatian terhadap
Keselamatan Pasien sebagai suatu endemis. Organisasi kesehatan dunia WHO
juga telah menegaskan pentingnya keselamatan dalam pelayanan kepada
pasien: “Safety is a fundamental principle of patient care and a critical
component of quality management.” (World Alliance for Patient Safety,
Forward Programme WHO, 2004), sehubungan dengan data KTD di Rumah
Sakit di berbagai negara menunjukan angka 3 – 16% yang tidak kecil.
Sejak berlakunya UU No. 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen dan UU
No. 29 tentang Praktik Kedokteran, muncullah berbagai tuntutan hukum
kepada Dokter dan Rumah Sakit. Hal ini hanya dapat ditangkal apabila Rumah
Sakit menerapkan Sistem Keselamatan Pasien. Sehingga Perhimpunan Rumah
Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) membentuk Komite Keselamatan Pasien
Rumah Sakit (KKP-RS) pada tanggal 1 Juni 2005. Selanjutnya Gerakan
Keselamatan Pasien Rumah Sakit ini kemudian dicanangkan oleh Menteri
Kesehatan RI pada Seminar Nasional PERSI pada tanggal 21 Agustus 2005, di
Jakarta Convention Center Jakarta. KKP-RS telah menyusun Panduan Tujuh
Langkah Menuju Keselamatan Pasien bagi staf RS untuk mengimplemen-
tasikan Keselamatan Pasien di Rumah Sakit. Di samping itu pula KARS
(Komisi Akreditasi Rumah Sakit) Depkes telah menyusun Standard
Keselamatan Pasien Rumah Sakit yang akan menjadi salah satu Standard
Akreditasi Rumah Sakit. Pada tahun 2011 Kementerian Kesehatan RI
mengeluarkan Permenkes 1691 tahun 2011 tentang Keselamatan Pasien
Rumah Sakit sebagai pedoman bagi penerapan Keselamatan Pasien di rumah
sakit. Dalam permenkes 1691 tahun 2011 dinyatakan bahwa rumah sakit dan
tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit wajib melaksanakan program
1
2
DIREKTUR
KETUA
WKL KETUA
SEKRETARIS
F. Uraian Tugas
1. Ketua:
4
Resiko klinis yang didapat oleh pasien dirumah sakit dapat bersumber dari
kondisi penyakit pasien itu sendiri (Resiko Medis) atau dapat juga bersumber
dari kondisi diluar dari kondisi penyakit yang diderita pasien selama dirawat di
Rumah Sakit (Resiko Non Medis). Resiko Medis adalah resiko yang timbul
akibat intervensi ataupun akibat tidak melakukan intervensi yang seharusnya
dilakukan atau tidak seharusnya dilakukan sehingga menimbulkan keadaan
kejadian yang tak diharapkan, kejadian nyaris cedera, kecacatan, atau
kematian. Resiko Non Medis adalah resiko yang diakibatkan kondisi sarana
dan prasarana rumah sakit yang dapat membahayakan pasien seperti tempat
tidur yang tidak punya pelindung untuk pasien anak, dan pasien tidak sadarkan
diri, atau akibat dari lantai yang licin dsb.
Manajemen risiko adalah pendekatan proaktif untuk mengidentifikasi,
menilai dan menyusun prioritas risiko, dengan tujuan untuk menghilangkan
atau meminimalkan dampaknya. Manajemen risiko rumah sakit adalah
kegiatan berupa identifikasi dan evaluasi untuk mengurangi risiko cedera dan
7
Mapping out proses dan prosedur perawatan atau jalan keliling dan
menanyakan kepada petugas tentang identifikasi risiko pada setiap
lokasi.
Membuat checklist risiko dan menanyakan kembali sebagai umpan balik
Penilaian Resiko (Risk Assesment) merupakan proses untuk membantu
organisasi menilai tentang luasnya risiko yang dihadapi, kemampuan
mengontrol frekuensi dan dampak risiko. Rumah Sakit harus mempunyai
Standard yang berisi Program Risk Assessment tahunan, yakni Risk Register:
1. Risiko yang teridentifikasi dalam 1 tahun
2. Informasi Insiden Keselamatan Pasien, klaim litigasi dan komplain,
investigasi eksternal & internal, external assessments dan Akreditasi
3. Informasi potensial risiko maupun risiko aktual (menggunakan
RCA&FMEA)
Penilaian risiko Harus dilakukan oleh seluruh staf dan semua pihak yang
terlibat termasuk Pasien dan Publik dapat terlibat bila memungkinkan. Area
yang dinilai:
1. Operasional
2. Finansial
3. Sumber daya manusia
4. Standardategik
5. Hukum/Regulasi
6. Teknologi
Kriteria:
4.1. Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (desain) yang
baik, mengacu pada visi, misi, dan tujuan rumah sakit, kebutuhan pasien,
petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang
sehat, dan faktor-faktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien sesuai
dengan “Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit”.
4.2. Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja yang
antara lain terkait dengan: pelaporan insiden, akreditasi, manajemen
risiko, utilisasi, mutu pelayanan, keuangan.
4.3. Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif terkait dengan
semua insiden, dan secara proaktif melakukan evaluasi satu proses kasus
risiko tinggi.
4.4. Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil
analisis untuk menentukan perubahan sistem yang diperlukan, agar
kinerja dan keselamatan pasien terjamin.
Kriteria:
5.1. Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien.
11
Standard:
1. Rumah sakit merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi
keselamatan pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi internal dan
eksternal.
2. Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat.
Kriteria:
7.1. Perlu disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses
manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-hal terkait
dengan keselamatan pasien.
7.2. Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk
merevisi manajemen informasi yang ada.
Bangunlah komitmen dan fokus yang kuat dan jelas tentang keselamatan
pasien di rumah sakit.
Langkah penerapan :
A. Untuk Rumah Sakit :
1) Pastikan ada anggota Direksi atau Pimpinan yang tanggung jawab
atas keselamatan pasien.
2) Identifikasi setiap bagian rumah sakit, orang-orang yang dapat
dilakukan untuk menjadi “penggerakan dalam gerakan keselamatan
pasien”
3) Prioritaskan keselamatan pasien dalam agenda rapat direksi/
pimpinan maupun rapat-rapat manajemen rumah sakit.
4) Masukan keselamatan pasien dalam semua program latihan staff
rumah sakit dan pastikan latihan ini diikuti dan diukur
efektivitasnya.
B. Untuk Unit/ Tim :
1) Nominasikan “penggerak” dalam team sendiri untuk memimpin
gerakan keselamatan pasien.
2) Jelaskan kepada team relevansi dan pentingnya serta manfaat bagi
mereka dengan menjalankan gerakan keselamatan pasien.
3) Tumbuhkan sikap kesatria yang menghargai laporan insiden.
Langkah penerapan :
A. Untuk Rumah Sakit
- Lengkapi rencana implementasi sistem pelaporan insiden kedalam
maupun keluar, yang harus dilaporkan ke KKP-RS.
B. Untuk Unit/Tim
- Berikan semangat kepada rekan kerja untuk secara aktif melaporkan
setiap insden yang terjadi dan insiden yang telah dicegah. Tetapi
tetap terjadi juga karena mengandung bahan pelajaran yang penting.
analisis lain, yang jelas mencakup semua insiden yang telah terjadi
dan minimum satu kali pertahun untuk proses resiko tinggi.
B. Untuk Unit/ Tim
1) Diskusikan dalam team pengalaman dari hasil analisis insiden.
2) Identifikasi unit atau bagian lain yang mungkin terkena dampak
dimasa depan dan beginilah pengalaman tersebut secara lebih luas.
I. TUJUAN
A. Tujuan Umum
Menurunnya insiden kejadian tidak diharapkan dan kejadian nyaris
cedera pasien (KTD dan KNC) dan meningkatnya mutu pelayanan dan
keselamatan pasien
B. Tujuan Khusus
1. Terlaksananya sistem pelaporan dan pencatatan insiden KTD dan
KNC.
2. Diketahui penyebab insiden KTD dan KNC pasien sampai pada
akar masalah
3. Didapatkannya pembelajaran untuk perbaikan asuhan kepada
pasien
II. SASARAN
25
IV. KEGIATAN
Rekapitulasi kejadian tidak diharapkan (incident report) RSU Sari
Mutiara Medan berupa berupa format yang akan diisi setiap hari di unit
pelayanan serta dilaporkan setiap hari, mingguan, bulanan sesuai
kebutuhan meliputi (Format terlampir):
consent
2 Ketidaklengkapan pengisian catatan Rekam Medis
medis
3 Kesalahan penulisan identitas pasien Pendaftaran
4 Sample tertukar Laboratorium
5 Sample rusak Laboratorium
6 Salah obat dan salah orang Inst. Farmasi
7 Pasien dekubitus R. Rawat Inap
8 Pasien phelebitis R. Rawat Inap
9 Pasien jatuh dari tempat tidur R. Rawat Inap
10 Pasien terpeleset Poliklinik dan R.
Rawat Inap
Penting!, mengingat nama dan identitas pasien yg lain adalah wajib. Oleh
karena itu :
3. Pada gelang pasien tertera minimal dua identitas, yaitu nama dan nomor
RM. Identitas tidak boleh menggunakan nomor kamar atau lokasi pasien.
Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan yang
dipahami oleh resipien/penerima akan mengurangi kesalahan, dan
menghasilkan peningkatan keselamatan pasien. Komunikasi dapat secara
elektronik, lisan, atau tertulis. Komunikasi yang paling mudah mengalami
kesalahan adalah perintah diberikan secara lisan dan yang diberikan melalui
telpon. Komunikasi lain yang mudah terjadi kesalahan adalah pelaporan
kembali hasil pemeriksaan klinis, seperti laboratorium klinis menelpon unit
pelayanan untuk melaporkan hasil pemeriksaan segera /cito.
H Hotel U Uniform
I India V Victor
J Juliet W Whiskey
K Kilo X X ray
L Lima Y Yankee
M Mike Z Zulu
28
1. Elektrolit pekat (KCl 7.46%, Meylon 8.4%, MgSO4 20%, NaCl 3%)
tidak disimpan dalam unit pasien kecuali dibutuhkan secara klinis, dan
tindakan dilakukan untuk mencegah penggunaan yang tidak
seharusnya pada area yang diijinkan sesuai kebijakan.
2. Elektrolit pekat yang disimpan dalam unit perawatan pasien memiliki
label yang jelas dan disimpan di tempat dengan akses terbatas.
3. Obat-obatan yang memerlukan kewaspadaan tinggi lainnya : Golongan
opioid, anti koagulan, trombolitik, anti aritmia, insulin, golongan
agonis adrenergic, anestetik umum, kemoterapi, zat kontras, pelemas
otot dan larutan kardioplegia.
Tips :
1. Pemberian elektorlit pekat harus dengan pengenceran dan
menggunakan label khusus.
2. Setiap pemberian obat menerapkan Prinsip 7 Benar.
3. Pastikan pengeceran dan pencampuran obat dilakukan oleh orang yang
kompeten.
4. Pisahkan atau beri jarak penyimpanan obat dengan kategori LASA
(Look Alike Sound Alike).
5. Tidak menyimpan obat kategori kewaspadaan tinggi dimeja dekat
pasien tanpa pengawasan.
6. Biasakan mengeja nama obat dengan kategori LASA, saat memberi /
menerima instruksi.
29
- Ambil kertas tissue atau kain lap disposable, keringkan kedua tangan
- Tutup kran dengan sikut atau bekas kertas tissue yang masih di tangan.
5 Gangguan penglihatan* 1
Keterangan: Pasien diobsrevasi selama 24 jam jika hasil score > 10 atau
yang diberi tanda bintang (*) pasien beresiko jatuh. Lakukan tindakan
pencegahan (Patient Safety)
Untuk pasien anak digunakan skala Humpty Dumpty dalam table berikut:
No Parameter Kriteria Nilai Sko
1 Usia < 3 Tahun 4
3-7 Tahun 3
7-13 Tahun 2
≥ 13 Tahun 1
Diagnosis lainnya 1
Gangguan Kognitif Tidan menyadari keterbatasan dirinya 3
Lupa akan adanya keterbatasan 2
Orientasi baik terhadap diri sendiri 1
Faktor Lingkungan Riwayat jatuh/bayi diletakkan ditempat tidur 4
dewasa
Pasien menggunakan alat Bantu/bayi 3
diletakkan dalam tempat tidur bayi/perabot
rumah
Pasien diletakkan di tempat tidur 2
Area diluar rumah sakit 1
Pembedahan/Sedasi/Anastesi Dalam 24 Jam 3
Dalam 48 Jam 2
> 48 Jam atau tidak menjalani 1
pembedahan/sedasi/anestesi
Penggunaan Medikamentosa Penggunaan multiple: sedative, obat 3
hypnosis, barbiturate, fenotiazin,
antidepresan, pencahar, diuretic, nakose
Penggunaan salah satu obat diatas 2
Penggunaan medikasi lainnya/tidak ada 1
medikasi
Jumlah Skor Humpty Dumpty
3. Berjalan kadang-kadang
4. Dapat berjalan
4 Mobilitas 1. Tidak mampu bergerak sama
sekali
2. Sangat terbatas
3. Tidak ada masalah
4. Tanpa keterbatasan
5 Nutrisi 1. Sangat buruk
2. Kurang mencukupi
3. Mencukupi
4. Sangat baik
6 Pergeseran dan 1. Bermasalah
pergerakan 2. Potensial bermasalah
3. Keterbatasan ringan
4. Tanpa keterbatasan
Jumlah Score
Keterangan:
Score : 20-23 point: risiko rendah terjadi dekubitus
Score : 15-19 point: risiko sedang terjadi dekubitus
Score : 11-14 point: risiko tinggi terjadi dekubitus
Score : 6-10 point: risiko sangat tinggi terjadi dekubitus
mengalami KTD (Kejadian Tidak Diharapkan). KTD, baik yang tidak dapat
dicegah (non error) maupun yang dapat dicegah (error), berasal dari berbagai
proses asuhan pasien.
Mengingat masalah keselamatan pasien merupakan masalah yang
penting dalam sebuah rumah sakit, maka diperlukan Standard keselamatan
pasien rumah sakit yang dapat digunakan sebagai acuan bagi rumah sakit di
Indonesia. Standard keselamatan pasien rumah sakit yang saat ini digunakan
mengacu pada “Hospital Patient Safety Standardds” yang dikeluarkan oleh
Join Commision on Accreditation of Health Organization di Illinois pada
tahun 2002 yang kemudian disesuaikan dengan situasi dan kondisi di
Indonesia. Pada akhirnya untuk mewujudkan keselamatan pasien butuh upaya
dan kerjasama berbagai pihak dari seluruh komponen pelayanan kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
5. Kemkes RI. 2010. Pedoman Teknis Fasilitas Rumah Sakit Kelas B. Pusat
Sarana, Prasarana dan Peralatan Kesehatan, Sekretariat Jenderal,
KEMKES-RI