KELAS B
KELOMPOK 5 :
FAKULTAS FARMASI
2017
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas petunjuk-Nya
sehingga dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Pentingnya Berkomunikasi Bagi
Profesi Farmasi”. Dalam penyusunan makalah ini penulis memperoleh bantuan dari beberapa
literatur yang penulis dapat, dan penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada Ibu Dra. Refdanita, M.Si., Apt. yang telah memberikan waktu untuk menyelesaikan
makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam proses pembelajaran dan penulisan makalah masih
terdapat kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh karna itu kami mengharapkan
pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kemajuan ilmu
Tim Penyusun
ii
DAFTAR ISI
COVER......................................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN........................................................................1
I.2.Rumusan Masalah................................................................................2
I.3. Tujuan.................................................................................................2
iii
II.10 Tips Untuk Para Apoteker Dan Calon-Calon Apoteker Dalam
Menangani Pasien ………………………………………………….17
III.1. Kesimpulan........................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam pelayanan kesehatan pasien di rumah sakit terdapat 4 pilar tenaga kesehatan
profesional yang sangat berperan, yaitu klinisi, farmasis, perawat dan ahli gizi. Sehingga ada peran
masing-masing profesi kesehatan dalam medical care, pharmaceutical care, nursing care dan
nutrition care. Dalam beberapa tahun ini di beberapa rumah sakit di luar negeri telah berkembang
pelayanan kesehatan bersama yang bersifat kolaboratif di antara beberapa profesi kesehatan
tersebut mulai saat pasien masuk rumah sakit, selama dirawat sampai dengan pada saat pasien
keluar rumah sakit. Pelayanan kolaboratif ini juga sebagian sudah mulai diterapkan di beberapa
rumah sakit di Indonesia yang sudah berjalan pelayanan farmasi kliniknya, misalnya RS Dr
Soetomo, RS Bethesda Jogyakarta, RSAL Dr Ramelan dlsbnya. Hal ini adalah sebagai adanya
jaminan patient safety dan medication safety dan keberhasilan terapi yang optimal. Di samping itu
tuntutan hukum bila terjadi malpraktek, bertambah kompleksnya penyakit dan terapi yang dihadapi
memunculkan drug related problems (DRP) yang memerlukan peran farmasis yang berkompeten
untuk secara kolaboratif bersama tenaga kesehatan lainnya, khususnya dokter di rumah sakit untuk
dapat mengidentifikasi, mencegah dan menyelesaikan masalah DRP tersebut. Dalam menyongsong
BPJS / SJSN 2014 yad peran farmasis di rumah sakit tentunya semakin besar diperlukan agar obat
utama. Dalam hal komunikasi kesehatan pada pelayanan kesehatan primer harus dimulai
dengan dialog atau diskusi antara berbagai pihak seperti petugas kesehatan dan warga lokal.
Tantangan utama dalam komunikasi kesehatan terutama dalam promosi kesehatan adalah
bagaimana cara merangkul pelayanan primer dalam mensukseskan promosi kesehatan yang
berkesinambungan dengan menggunakan berbagai strategi. Seperti partisipasi yang efektif dari
5
berbagai pihak sector terkait, selain itu diperlukan adanya peran professional dalam
individu yang bertindak sebagai sumber dan individu yang bertindak sebagai penerima;
dengan menggunakan metode pendekatan diagnosis diferensial dan penerapan kriteria KIE
ideal.
Oleh karena itu, apoteker harus mengambil sikap untuk memberi informasi atau
konseling kepada pasien. Konseling yang diberikan kepada pasien merupakan perhatian
farmasis, dimana pengobatan pasien membutuhkan keterlibatan dan tanggung jawab apoteker
dalam upaya pencapaian tujuan optimal dari terapi obat. Dengan begitu kehadiran apoteker di
apotik yang memiliki pengetahuan kontekstual tentang profesinya akan sangat dibutuhkan oleh
masyarakat dan dengan cara ini pula maka kehadiran apoteker akan dirasakan manfaatnya oleh
masyarakat.
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, maka rumusan masalah
1.C Tujuan
Tujuan yang diharapkan penulis setelah pembaca membaca makalah ini adalah :
6
1. Pembaca dapat mengetahui definisi dari komunikasi
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kata komunikasi berasal dari bahasa latin coomunicare yang berarti berpartisipasi
suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain. Dari pengertian itu jelas bahwa
orang lain. Jadi, yang terlibat dalam komunikasi itu adalah manusia, karena itu,
komunikasi yang dimaksudkan disini adalah komunikasi manusia atau sering kali disebut
seseorang kepada orang lain untuk memberi tahu atau untuk mengubah sikap, pendapat,
atau perilaku, baik langsung secara lisan, maupun tak langsung melalui media (Effendy,
2004:4).
Komunikasi adalah suatu yang dapat dipahami sebagai hubungan atau saling
gagasan, harapan, dan pesan yang disampaikan melalui lambang tertentu, mengandung
arti, yang dilakukan oleh penyampai pesan ditujukan kepada penerima pesan (Edwar
Depari, AW Widjaja,2000). Komunikasi adalah proses yang mana symbol verbal dan
8
Komunikasi berasal dari bahasa lain “communis” yang berarti “bersama”.
Sedangkan menurut kamus, definisi komunikasi dapat meliputi ungkapan-ungkapan
seperti berbagai informasi atau pengetahuan, memberi gagasan atau bertukar pikiran,
informasi, atau yang sejenisnya dengan tulisan atau ucapan. Definisi lain terbatas pada
situasi stimulas-response. Pesan dengan sengaja disampaikan untuk mendapat respon,
seperti pertanyaan yang diajukan memerlukan jawaban, instruksi yang diberikan perlu
diikuti.
Komunikasi merupakan salah satu aspek penting yang mutlak dikuasai oleh
seorang farmasis dalam melakukan praktek kefarmasian khususnya di masyarakat.
Apoteker yang handal dalam komunikasi akan mampu memberi penjelasan dengan
baik dan jelas kepada pengguna jasa atau layanan kefarmasian baik itu pasien, tenaga
kesehatan maupun pihak lain yang terkait dengan pekerjaannya. Seorang Apoteker
yang komunikatif tentunya tidak cukup dengan hanya mampu menjelaskan saja tetapi
akan menjadi nilai tambah jika dapat memberi pemahaman dan mengedukasi
pengguna sehingga pengguna benar-benar merasakan manfaat dari layanan yang
diberikan Apoteker (Utami dan Hermansyah, 2012)
Idealnya, maka farmasis baik diminta ataupun tidak harus selalu pro aktif
melaksanakan KIE (komunikasi, informasi dan edukasi) mengenai obat sehingga
dapat membuat pasien merasa aman dengan obat yang dibeli (Susyanty dan Hayanti,
2007)
9
informasi yang tidak berguna. Menguasai suatu kosa kata yang cukup sederhana bagi
pasien untuk dimengerti sewaktu menerangkan suatu pengobatan, sangat penting
untuk keberhasilan edukasi. Pasien yang gagal mengerti instruksi dari resep sering
menyebabkan gagal kemauan, karena itu informasi harus disajikan kepada pasien
dalam bahasa yang ia dapat mengerti (Siregar, 2005)
1. Komunikasi Verbal
2. Komunikasi Non-verbal
10
II.C Proses Komunikasi
Proses komunikasi pada hakekatnya adalah penyampaian pikiran atau perasaan oleh
seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan). Pikiran bisa merupakan gagasan,
informasi, opini, dan lain-lain. Perasaan bisa berupa keyakinan, kepastian, keragu-raguan,
kekhawatiran, kemarahan, keberanian, kegairahan, dan sebagainya dari lubuk hati (Susanti,
2007).
11
II.D Teknik Dalam Berkomunikasi
banyak diterapkan saat berhadapan dengan pasien menurut Mahmud Machfoedz, adalah:
2) Menyampaikan Informasi
Menyampaikan informasi merupakan suatu tindakan penyuluhan
kesehatan yang ditujukan kepada pasien dan keluarga.Tujuan tindakan ini adalah
12
untuk memfasilitasi klien dalam pengambilan keputusan. Penyampaian informasi
perlu memperhatikan faktor-faktor sebagai berikut:
II.E Informasi
Tidak ada rumus untuk jumlah informasi yang harus apoteker berikan kepada pasien.
Pada umumnya, pasien menghendaki informasi yang cukup dan akan membantunya
menyelesaikan terapi semudah dan seaman mungkin (Siregar, 2005).
Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat,
tidak bias, etis, bijaksana dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi:
cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta
makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi (Witjaksono, 2009)
Aspek-aspek yang perlu diinformasikan pada saat menyerahkan obat kepada pasien,
setidaknya harus diberikan informasi mengenai hal-hal sebagai berikut : Nama obat, Indikasi,
Aturan pakai : dosis rute (oral, topikal), frekuensi penggunaan, waktu minum obat
(sebelum/sesudah makan, tidak bersamaan dengan obat lain)
1. Cara menggunakan :
13
a. Sediaan berbentuk sirup/suspensi harus dikocok terlebih dahulu.
b. Antasida harus dikunyah terlebih dahulu
c. Tablet sublingual diletakkan di bawah lidah, bukan ditelan langsung tablet bukal
diletakan diantara gusi dan pipi, bukan ditelan langsung.
d. Teknik khusus dalam menggunakan inhaler, obat tetes mata/tetes telinga/tetes
hidung dan suppositoria.
e. Sediaan dengan formulasi khusus seperti tablet lepas lambat
2. Cara penyimpanan
3. Berapa lama obat harus digunakan
4. Apa yang harus dilakukan jika terlupa minum atau menggunakan obat
5. Kemungkinan terjadi efek samping yang akan dialami dan bagaimana mencegah
atau meminimalkannya (ISFI, 2010).
14