Anda di halaman 1dari 10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Rickets atau rakhitis adalah pelunakan tulang pada anak-anak berpotensi menyebabkan
patah tulang dan kelainan bentuk. Rickets adalah salah satu penyakit anak yang paling sering di
banyak negara berkembang.

Penyebab utama adalah kekurangan vitamin D, namun kekurangan kalsium yang


memadai dalam diet juga dapat menyebabkan rickets (kasus diare berat dan muntah dapat
menjadi penyebab kekurangan). Meskipun dapat terjadi pada orang dewasa, sebagian besar kasus
terjadi pada anak-anak menderita gizi buruk, biasanya dihasilkan dari kelaparan atau kelaparan
selama tahap awal masa kanak-kanak.

Epidemiologi

Di negara-negara muslim dan juga masyarakat non-muslim di India dan Cina, angka kejadian
rickets masih tinggi. Hal ini mungkin disebabkan oleh kebiasaan berpakaian sehingga kulit
kurang mendapatkan sinar matahari. Rickets sering terjadi pada bayi yang mendapat ASI yang
berkepanjangan tanpa pemberian makanan tambahan dan tidak mendapatkan sinar matahari yang
cukup. Biasanya rickets terjadi pada anak usia 1-2 tahun dan masa remaja karena memerlukan
vitamin D yang lebih banyak untuk pertumbuhannya.

Patofisiologi

Pembentukan tulang baru dimulai dengan osteoblast, yang menyebabkan pengendapan


matriks dan selanjutnya mineralisasi (pemasukan mineral). Osteoblast mengekskresi kolagen dan
selanjutnya mengubah polisakarida, fosfolipid, fosfatase alkali dan pirofosfatase sampai terjadi
mineralisasi bila ada cukup kalsium dan fosfor. Penyerapan tulang terjadi bila osteoklas
mensekresi enzim pada permukaan tulang, melarutkan dan memindahkan matriks dan mineral.
Osteosit yang ditutup oleh tulang menyerap maupun mengendapkan kembali tulang. Faktor-
faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tulang kurang dimengerti, tetapi fosfor, kalsium,
fluorida, dan hormon pertumbuhan semuanya mempunyai beberapa pengaruh.

Pada rickets, pertumbuhan tulang tidak sempurna akibat dari kemunduran atau penekanan
pertumbuhan kartilago epifisis normal dan kalsifikasi normal. Perubahan ini tergantung pada
defisiensi kalsium dan garam fosfor serum untuk mineralisasi. Sel kartilago gagal untuk
menyempurnakan siklus proliferasi dan degenerasi normalnya, dan kegagalan penetrasi kapiler
selanjutnya terjadi dengan cara selapis demi selapis. Hasilnya adalah garis epifisea tidak teratur,
berjumbai-jumbai pada ujung batang. Kegagalan kegagalan matriks osseosa dan kartilaginosa
memineralisasi daerah persiapan kalsifikasi, disertai dengan pengendapan osteoid yang dibentuk
baru, menghasilkan daerah tidak teratur, lebar, berjumbai-jumbai jaringan tidak kaku (metafisis
rakitis). Daerah ini, menimbulkan deformitas skelet, menjadi terkompresi dan menonjol ke
lateral, menghasilkan pelebaran ujung tulang dan tasbeh rickets. Mineralisasi pada tulang
subperiosteal juga kurang; korteks yang ada sebelumnya diserap dengan cara yang normal tetapi
diganti dengan jaringan esteoid pada seluruh batang, yang gagal memberi mineral. Jika proses ini
berlanjut, batang kehilangan kekuatannya, dan hasilnya korteks tulang melunak dan menipis
yang dengan mudah dirubah bentuk oleh penekanan; yang berakibat deformitas dan fraktur.

Kolekalsiferol (yaitu vitamin D3) dibentuk di kulit dari 5-dihydrotachyterol. Hidroksilasi


dari steroid terjadi dalam 2 fase. Fase pertama terjadi di dalam hati, di mana hasil hidroksilasi
memproduksi kalsidol, yang beredar dalam plasma Sebagai metabolit vitamin D dan dianggap
sebagai indicator yang baik terhadap status vitamin D secara keseluruhan. Fase kedua terjadi
hidroksilasi di ginjal., dimana kalsidol mengalami hidroksilasi menjadi metabolit aktif kalsitriol.
Kalsitriol bekerja dengan mengatur metabolism kalsium dengan meningkatkan asupan
ataupun penyerapan kalsium dan fosfor dari reabsorpsi di usus, serta melepaskan kalsium dan
fosfat pada tulang. Kalsitriol juga dapat langsung memfasilitasi kalsifikasi tulang. Tindakan ini
meningkatkan konsentrasi kalsium dan fosfor dalam cairan ekstraseluler. Peningkatan kalsium
dan fosfor dalam cairan ekstraseluler pada gilirannya akan mengarah pada kalsifikasi osteoid,
terutama pada ujung tulang metapysela dan juga seluruh osteoid pada tulang rangka. Hormone
paratiroid memfasilitasi langkah hidroksilasi dalam metabolism vitamin D.

Dalam keadaan kekurangan vitamin D, hipokalsemia berkembang, yang meransang


kelebihan hormone paratiroid, yang merangsang kehilangan fosfor ginjal lebih lanjut mengurangi
deposisi kalsium dalam tulang. Kelebihan hormone paratiroid juga menghasilkan perubahan di
tulang serupa dengan yang terjadi pada hiperparatiroidisme. Pada awal perjalanan rakatis,
konsentrasi kalsium dalam serum menurun. Setelah respon paratiroid, konsentrasi kalsium
biasanya kembali ke kisaran normal., meskipun tingkat fosfor tetap rendah. Alkalin fosfatase
yang dihasilkan oleh sel osteoblas terlalu aktif diproduksi, kondisi ini memberikan manifestasi
kebocoran pada cairan ekstraseluler sehingga konsentrasi alkaline fosfat meningkat.

Malabsorpsi lemak di usus dan penyakit hati atau ginjal dapat menghasilkan gambaran
klinis dan biokimia sekunder riketsia. Obat antikonvulsan (misalnya: fenobarbital, fenitoin) dapat
mempercepat metabolism kalsidiol, sehingga menyebabkan kekurangan dan rakitis, terutama
pada anak-anak yang mengalami terapi anti kejang dalam jangka waktu lama.

Etiologi

Vitamin D dibutuhkan untuk penyerapan kalsium dari usus. Jadi jika tubuh kita
kekurangan vitamin D, maka kalsium tidak dapat diserap dari usus sehingga menyebabkan
hipokalsemia (kurangnya kalsium dalam darah) yang pada akhirnya akan menuju pada
deformitas (kelainan bentuk) dari tulang dan gigi serta gejala lain seperti kejang, pertumbuhan
yang terganggua, dan lemas. Penyebab lain dari rakitis adalah genetik. Telah diketahui bahwa
penyakit rakitis dapat diturunkan dari orangtua. Telah diketahui bahwa sinar matahari
mempunyai peranan penting terhadap pembentukan vitamin D pada tubuh kita. Maka dari itu
terdapat beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan kejadian rakitis, yaitu :

1. Bayi yang menyusui dari ibu yang jarang terkena sinar matahari
2. Bayi yang jarang terkena sinar matahari
3. Gejala dan tanda lain yang dapat ditemukan adalah hipokalsemia, tengkorak yang
lunak, pembengkakan kostokondral (rachitic rosary) dan pergelangan tangan.
Klasifikasi

 Rickets akibat gangguan hati dan saluran cerna

Pada pasien dengan gangguan hati dan saluran cerna akan terjadi penurunan absorbs vitamin
D sehinga dapat menyebabkan rickets. Hati berperan penting dalam metabolism vitamin D
karena menghasilkan enzim 25-hidroksilase yang dapat mengubah vitamin D menjadi 25-OHD.
Kelainan sirkulasi enterohepatik dan penyakit kolestasis terutama hepatobiliaris juga dapat
menyebabkan rickets ataupun osteomalasia. Pada sebagian besar penyakit hati kronik rata-rata
kadar 25-OHD plasma dibawah normal.

Berkurangnya kadar 25-OHD dapat terjadi setelah reseksi usus halus dan pasien malabsorbsi
yang disebabkan oleh kistik fibrosis dan penyakit seliak. Kejaidan rickets ini relative jarang dan
kemungkinan merupakan gabungan dari gangguan absorbs vitamin D dan kalsium. Kadar 25-
OHD dan 1,25(OH)2D dalam darah dibawah normal dapat dijadikan petanda adanya rickets
akibat gangguan hati atau gangguan saluran cerna.

 Rickets akibat pengobatan antikonvulsi

Pengobatan antikonvulsi yang lama telah dihubungkan dengan meningkatnya insiden rickets
dan osteomalasia. Rickets biasanya terjadi pada pasien yang mendapatkan pengobatan
fenobarbital dan atau fenitoin. Pada pemeriksaan laboratorium terdapat penurunan kadar kalsium
dan 25-OHD dalam darah, sedangkan kadar 1,25(OH)2D biasanya masih dalam batas normal.

Antikonvulsi diketahui menyebabkan aktivasi enzim hepatic sitokrom hidroksilasi yang


dapat menghambat metabolism 25-OHD dan menigkatkan metabolism vitamin D menjadi bentuk
yang tidak aktif.

 Rickets akibat ketergantungan vitamin D tipe I ( Vitamine D Dependent Rachitis –


VDDR Type I )

Penyakit ini disebabkan oleh defisiensi 1α-hidroksilase yang diproduksi oleh ginjal. Rickets
tipe ini bersifat herediter yang diturunkan secara resesif autosomal dan angka kejadiannya sangat
jarang. Gejala klinisnya sama dengan rickets yang akibat defisiensi vitamin D, tetapi gejala
klinisnya tetap ada walaupun telah diberikan vitamin D dengan dosis adekuat.

 Rickets akibat ketergantungan vitamin D tipe II I ( Vitamine D Dependent Rachitis –


VDDR Type II )

Penyakit ini disebabkan oleh organ target yang resisten terhadap 1,25(OH)2D. Penyakit ini
ditandai dengan onset penyakit yang cepat disertai dengan hipokalsemia, hipoparatiroid, dan
kadar 1,25(OH)2D dalam darah yang sangat tinggi. Setengah dari kasus rickets ini disertai
dengan gejala alopesia dan kebanyakan terjadi pada usia 1 tahun pertama.
Pengobatan tipe ini sangat sulit. Baru-baru ini dilaporkan keberhasilan pengobatan vddr tipe
II dengan memberikan kalsium parenteral dengan suplementasi fosfat. Pengobatan VDDR tipe II
ini pada pasien biasanya responsive terhadap pemberian 1,25(OH)2D atau 1α-hidroksilase dosis
tinggi. Namun sebagian pasien tidak memberikan respon dengan pengobatan yang sama.
Beberapa pasien dapat sembuh spontan setelah berusia 7-9 tahun, meskipun ada beberapa pasien
yang meninggal pada usia 3 tahun pertama.

 Rickets akibat defisiensi fosfat ( Rickets Fosfatemia )

Penyakit rickets ini jarang dilaporkan dan merupakan penyakit ginjal herediter yang
diturunkan secara X-linked. Penyakit rickets ini disebabkan oleh gangguan reabsorbsi fosfat pada
tubulus proksimal. Manifestasi klinis yang utama adalah terjadinya gangguan pertumbuhan dan
deformitas tulang terutama ekstremitas bawah. Selain itu sering disertai dengan kelainan gigi
geligi berupa lubang-lubang kecil yang dapat menjadi infeksi. Dalam beberapa bulan lahir,
manifestasi penyakit ini biasanya belum tampak tetapi kemudian berkembang secara progresif.
Terdapatnya fosfat dalam urin merupakan petunjuk yang sangat membantu dalam menegakkan
diagnosis penyakit ini.

Pengobatan rickets jenis ini dalah dengan pemberian garam fosfat 1-3g/hari dalam 4-6 dosis
dan 1,25(OH)2D dengan dosis 15-20 μg/hari. Pemberian 1,25(OH)2D ditujukan untuk
mengurangi kebutuhan fosfat dan mencegah hipokalsemia serta hiperparatiroid.

Manifestasi Klinis

Terdapat beberapa gejala dan tanda yang pada rickets, yaitu :

1. Pada bayi, dapat dijumpai keadaan kejang, kaku, pertumbuhan fisik yang lambat,
kelemahan, dan gagal tumbuh.
2. Pada anak yang sudah mulai berjalan, dapat dijumpai keadaan seperti deformitas dari
tulang terutama bagian kaki seperti genu varum (bengkoknya lutut kearah luar seperti
membentuk busur panah)atau genu vakgum (bertemunya kedua lutut jika kaki diluruskan,
lutut bengkok kearah dalam).

Perubahan tulang rickets dapat di ketahui sesudah beberapa bulan defisiensi vitamin D
pada bayi yang minum ASI dari ibu yang menderita osteomalasia rickets dapat timbul dalam 2
bulan. Rickets tampak pada akhir usia tahun pertama selama tahun ke dua. Kemudian pada masa
anak, rickets akibat kekurangan vitamin D nampak jarang.
Salah satu dari tanda rickets awal, kraniotabes adalah karena penipisan lempeng luar
tengkorak dan terdeteksi dengan menekan kuat di atas oksiput. Sensasi bola pimpong akan
terasa. Kraniotabes dekat garis sutural merupakan varial normal. Bayi berat badan lahir rendah
sangat rentan terhadap terjadinya rickets awal dan terhadap kraniumtabes. Pembesaran
sambungan kostokonhondral yang dapat di raba ( tasbih rakhitis ) dan penebalan pergelangan
tangan dan kaki merupakan bukti perubahan penulangan awal yang lain. Penambahan keringat,
terutama sekitar kepala, dapat juga ada.

 Kepala
o Kraneotabes dapat hilang sebelum akhir tahun pertama, walaupun proses rickets
terlanjur. Kelembekan tenggorokan dapat berakibat perataan dan kadang kadang
asimetri kepala permanen. Fontanela anterior lebih besar dari normal :
penutupannya dapat tertunda sampai sesudah tahun ke dua. Sebagian sentral
tulang farientale dan frontal sering menebal, membentuk penonjolan atau
peninggian , yang menyebabkan kepala tampak seperti kotak ( caput quadratum )
kepala mungkin lebih besar dari pada normal dan dapat tetap demikian selama
hidup. Keluarannya gigi sementara mungkin tertunda dan mungkin ada cacat
email dan karies yang luas. Gigi yang permanen yang sedang mengapur dapat
juga terkena, insisifus canines, dan molar pertama biasanya menunjukkan cacat
email.

 Thorak
o Pembesaran sambungan kostokhondral dapat menjadi menonjol ; manic manic
kosta tampak. Sisi thorax menjadi datar, dan lekukan longitudinal terjadi sebelah
posterior tasbihnya. Sternum dengan kartilago yang berdekatan tampak di
tonjolkan kedepan , membentuk apa yang di sebut deformitas dada burung.
Sepanjang tepi bawah dada terjadi depresi horizontal, sulkus horizon. Yang sesuai
dengan isensir diagfragma ke kosta mungkin ada berbagai deformitas thorak lain,
termasuk deformitas koset bahu.

 Kolumna spinalis
o Sering ada lengkung ke lateral ( skoliosis ) tingkat sedang sampai berat dan
kifosis dapat tampak pada daerah dorsal lumbal. Anak penderita rickets ketika
duduk lordosi daerah lumbal dapat tampak pada posisi tengak.

 Pelvis
o Pada anak dengan lordosis, sering bersamaan dengan deformitas pelvis ,yang juga
merupakan keterlambatan pertumbuhan dan jalan masuk pelvis sempit dengan
penonjolan promontorium. jalan keluar dengan perpindahan bagian kaudal
sacrum.

 Ekstremitas.
o Rakitis berlanjut pembesaran epifisis pada pergelangan tangan dan kaki menjadi
lebih nyata. Penekukan batang femur, tibia, dan fibula yang lunak menimbulkan
kaki bengkok atau kaki pengkar keluar, femur dan tibia juga melengkung ke
anterior. Coxa vara kadang-kadang akibat rakitis. Deformitas kolumna vertebralis,
pelvis dan kaki berakibat pengurangan tinggi badan.

 Ligamentum
o Relaksasi ligamentum membantu menghasilkan deformitas dan sebagian
menyebabkan kaki pengkar keluar ekstensi sendi lutut berlebihan.

 Otot
o Otot kurang berkembang dan kurang tonus. Sebagai akibatnya, anak dengan
rakhitis setengah berat terlambat dalam berdiri dan berjalan, perut gendut
tergantung sebagian besar pada kelemahan otot otot abdomen menyebabkan
kelemahan lambung dan dinding usus.

Diagnosis

Diangnosa rahkitis didasarkan pada riwayat asupan vitamin D yang tidak cukup pada
pengamatan klinik, diperkuat secara kimia dan pemeriksaan roentgenografi. kadar kalsium di
bawah 4 mg/dl, dan alkali pospatase serum naik. kadar urin AMP siklik naik dan kadar 25-
hidroliksikole kalsiumkalsiverum serum menurun.

 Pemeriksaan Tambahan

Pemeriksaan tambahan yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan kadar kalsium dan
alkalin fosfatase dalam darah. Dapat ditemukan bahwa kadar kalsium pada penderita rickets
adalah dibawah normal, sedangkan kadar alkalin fosfatase biasanya meningkat. Selain itu, untuk
menegakkan diagnosis rickets dapat dilakukan pemeriksaan roentgen tulang. Pada pemeriksaan
ini, dapat terlihat adanya kepadatan tulang yang berkurang terutama pada daerah epifisis tulang
(daerah pertumbuhan tulang).

 Perubahan Roentgenografi

Rakhitis aktif. Roentgenografi pergelangan tangan paling baik untuk diagnosis awal
karena perubahan-perubahan khas ulna dan radius terjadi pada stadium awal. Ujung distal
tampak melebar, konkaf (melengkung) dan berjumbai, berbeda dengan ujung agak konveks yang
secara normal berbatas tegas. Jarak dari ujung distal ulna dan radius ke tulang metacarpal
bertambah karena metafisis rakhitis luas, yang tidak terkalsifikasi, tidak tampak pada
roentgenogram. Kepadatan pada batang mengurang, tetapi trabekula secara luar biasa menojol.
Penyembuhan awal ditunjukkan oleh penampakkan garis persiapan kalsifikasi. Garis ini
dipisah dari ujung distal batang oleh daerah dengan kalsifikasi mengurang, daerah jaringan
osteoid. Ketika kemajuan penyembuhan dan jaringan osteoid menjadi mengapur, batang tumbuh
kearah garis persiapan kalsifikasi sampai bersatu.

Penatalaksanaan

Pengobatan untuk rakitis dapat diberikan secara bertahap selama beberapa bulan atau di
hari dosis tunggal 15.000 mcg (600.000 U) vitamin D. jika metode berthap dipilih, 125-250 mcg
(5000-10.000 U) diberikan harian 2-3 bulan sampai penyembuhan tercapai dan konsentrasi alkali
fosfatase mendekati kisaran refernsi.oleh karena metode ini membutuhkan perawatan harian,
kesuksesan bergantung pada kepatuhan.

Jika dosis vitamin D diberikan dalam satu hari, biasanya dibagi menjadi 4 atau 6 dosis
oral. Suntikan intramuscular juga tersedia. Vitamin D baik disimpan dalam tubuh dan secara
bertahap dirilis selama beberapa minggu. Terapi tunggal menghindari masalah dengan kepatuhan
dan mungkin membantu dalam membedakan rakatis gizi dari rakitis hipofosfatemia keluarga
(FHR).

ASI mengandung sedikit sedikit vitamin D dan sedikit mengandung fosfor. Oleh karena
itu, bayi dengan berat badan kurang dari 1.500 g perlu diberikan suplemen khusu (misalnya
vitamin D, kalsium, fosfat) jika ASI adalah sumber utama makanan mereka.

Komplikasi

Infeksi pernafasan seperti bronchitis dan bronkheopenemonia sering pada bayi rahkitis
dan atelektasis paru sering disertai deformitas dada berat. Anemia karena defisiensi besi atau
infeksi yang menyertai sering timbul pada rakhitis berat.

Prognosis

Jika jumlah vitamin D di berikan cukup, penyembuhan mulai dalam beberapa hari dan
membalik berlahan lahan samapai struktur tulang menjadi normal. Bahkan pembengkokan kaki
yang agak berat dapat menghilang dalam beberapa tahun tanpa osteotomi.rakhitis sendiri bukan
merupakan penyakit yang mematikan , tetapi komplikasi dan infeksi menyertai seperti
pneumonia, tuberculosis dan enteritis yang lebih mungkin menyebabkan kematian pada anak
rakhitis dari pada, pada anak normal.
Pencegahan

Rakhitis dapat dicegah degan pemaparan terhadap sinar ultraviolet atau dengan
pemberian vitamin D oral. Cahaya matahari menjadi agen profilaksis,mungkin efektif didaerah
beriklim sedang hanya beberapa bulan musim panas di daerah yang bebas kabut. Kebutuhan
harian vitamin D adalah 10 ug atau 400 IU. Susu evaporasi diperkaya dengan konsentrat vitamin
D sehingga 1 qt susu penuh segar atau satu kaleng susu evavorasi mengandung sejumlah
kebutuhan ini. Bayi yang di lahirkan prematur atau bayi meminum ASI yang ibunya tidak
terpapar pada cahaya matahari yanag cukup harus mendapat tambahan vitamin D setiap hari.
Vitamin D harus juga di berikan pada ibu hamil dan menyusui.
Daftar pustaka

1. Batubara, Jose RL, dkk. Rickets. Bab 11. Buku Ajar Endokrinologi Anak, edisi pertama.
IDAI 2010. 320-323
2. Holick MF. Vitamin D deficiency. N Engl J Med. 2007;357:266-281.
3. Keller, Kathy A.; Barnes, Patrick D. (22 September 2008). "Rickets vs. abuse: a national
and international epidemic". Pediatric Radiology 38 (11): 1210–1216
4. Rajakumar, Kumaravel (1). "Vitamin D, Cod-Liver Oil, Sunlight, and Rickets: A
Historical Perspective". Pediatrics 112 (2): e132–e135.
5. http://health.detik.com/readpenyakit/584/rakhitis
6. http://www.medicinenet.com/rickets/article.htm
7. http://www.mayoclinic.com/print/rickets/DS00813/DSECTION=all&METHOD=print

Anda mungkin juga menyukai