Anda di halaman 1dari 131

1

ANALISIS DAN OPINI TERHADAP INSTRUKSI PRESIDEN NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG
REVITALISASI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN UNTUK PENINGKATAN KUALITAS DAN
SUMBER DAYA MANUSIA

A. Membuat peta jalan pengembangan SMK


Secara umum, kondisi SMK saat ini menunjukkan hal-hal sebagai berikut:
1. Sebagian besar SMK saat ini hanya menyelenggarakan fungsi tunggal, yaitu menyiapkan lulusannya
untuk bekerja.
2. Kebanyakan SMK saat ini menyiapkan siswanya hanya untuk bekerja pada bidang keahlian tertentu
sebagai pekerja/karyawan/pegawai. Sangat sedikit sekali SMK yang sengaja menyiapkan siswanya
untuk menjadi wirausahawan (pengusaha).
3. SMK kurang cepat tanggap terhadap tuntutan-tuntutan pembangunan ekonomi tingkat lokal,
nasional, regional, dan internasional.
4. Keselarasan antara dunia SMK dan dunia kerja dalam dimensi kuantitas, kualitas, lokasi, dan waktu,
belum terorganisir secara formal.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional 2005-2025 (UU 17/2007) menetapkan bahwa visi Indonesia tahun 2025
adalah: “Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan makmur.” Lebih jauh lagi, UU 17/2007 juga
mencanangkan idaman kemajuan pada tahun 2045 sebagai berikut, yaitu: “Mengangkat Indonesia
menjadi negara maju dan merupakan kekuatan 12 besar dunia pada tahun 2025 dan 8 besar dunia pada
tahun 2045 melalui pertumbuhan ekonomi tinggi yang inklusif dan berkelanjutan.” UU 17/ 2007 juga
menyatakan bahwa untuk mewujudkan visi tersebut ditempuh melalui 8 misi pembangunan nasional
sebagai berikut:
a. Mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan
falsafah Pancasila;
b. Mewujudkan bangsa yang berdaya-saing;
c. Mewujudkan masyarakat demokratis berlandaskan hukum;
d. Mewujudkan Indonesia aman, damai, dan bersatu;
e. Mewujudkan pemerataan pembangunan yang berkeadilan;
f. Mewujudkan Indonesia asri dan lestari;
g. Mewujudkan Indonesia menjadi Negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan
kepentingan nasional,
h. Mewujudkan Indonesia berperan penting dalam pergaulan dunia internasional.

Departemen Pendidikan Nasional (sekarang Kementerian Pendidikan dan


Kebudayaan/Kemdikbud) menyusun rencana induk pembangunan pendidikan nasional yang disebut
2

Cetak Biru Insan Indonesia Cerdas dan Kompetitif 2025. Cetak Biru inilah yang digunakan oleh
Kemendikbud sebagai acuan penyusunan 4 tahapan rencana pembangunan jangka menengah nasional
(RPJMN) bidang pendidikan sebagai berikut: (1) RPJMN 1: 2005-2010 adalah peningkatan kapasitas
dan modernisasi; (2) RPJMN 2: 2010-2015 adalah penguatan pelayanan; (3) RPJMN 3: 2015-2020
adalah peningkatan daya saing regional; dan (4) RPJMN 4: 2020-2024 adalah peningkatan daya saing
internasional. Pengembangan SMK Model dirancang untuk kepentingan tersebut. Sebagai penajaman
dari UU 17/2007 tentang RPJPN, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian telah menyusun
Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) untuk periode tahun
2011- 2025 dengan menempuh tiga (3) strategi utama, yaitu:
1. Pengembangan potensi ekonomi daerah melalui 6 (enam) koridor ekonomi yang meliputi Sumatera,
Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali-Nusa Tenggara, dan Papua-Maluku. MP3EI telah membuat
tema/peta perekonomian yang akan dikembangkan melalui 6 koridor ekonomi tersebut berdasarkan
keunggulan dan potensi strategis masing-masing wilayah..
2. Pengembangan konektivitas intra dan inter koridor dalam skala nasional dan internasional
merupakan strategi utama ke 2 MP3EI dalam rangka untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang
tinggi, inklusif, dan merata dengan slogan “locally integrated and globally connected”.
3. Peningkatan kapasitas sumber daya manusia dan ilmu pengetahuan serta teknologi di dalam koridor.

SMK sangat dekat hubungannya dengan teknologi karena teknologi merupakan alat utamanya.
Kedekatan hubungan SMK dan teknologi bukan barang baru karena teknologi merupakan bagian dari
kehidupan SMK. UNESCO (1992) memprediksi bahwa perubahan teknologi akan membuat SMK
melakukan de-skilling pendidikan kejuruan disatu sisi dan disisi lain akan menuntut pendidikan kejuruan
mengajarkan kemampuan multi-skilling. UNESCO juga menyarankan agar perencanaan kurikulum
pendidikan kejuruan memberi prioritas pada multi-skilling, flexibility, retrainability, entrepreneurship,
credit transfer, dan continuing education. Saran UNESCO tersebut sebenarnya telah tertampung dalam
White Paper tentang pengembangan pendidikan kejuruan di Indonesia yang disebut Skills Toward 2020.
Kemajuan teknologi menuntut SMK untuk melakukan perubahan-perubahan terhadap
kompetensi lulusannya, kurikulumnya, proses belajar mengajarnya, penilaian prestasi belajarnya,
pendidik dan tenaga kependidikannya, sarana dan prasarananya, pendanaannya, dan pengelolaannya.
Disamping itu, dengan potensi teknologi yang dimiliki oleh SMK, sudah saatnya SMK melakukan
perubahan fungsinya, dari fungsi tunggal yang hanya menyiapkan siswanya untuk bekerja sebagai
karyawan menjadi SMK yang memiliki fungsi majemuk untuk melayani kemajemukan tuntutan
masyarakat. Khusus untuk pengembangan kurikulum pendidikan kejuruan, UNESCO (1992) juga
menyarankan agar pendidikan kejuruan memiliki kurikulum yang komponen-komponennya terdiri atas
broad academic base, basic training, specialized training, dan industrial upskilling yang benar-benar
mampu menyiapkan siswanya untuk bekerja dan berkembang di tempat kerjanya.
3

Trilling dan Fadel (2010) menyarankan agar pendidikan pada abad 21 mampu menghasilkan
“innovative, inventive, self-motivated and self-directed, creative problem solvers to confront
increasingly complex global problem”. Saran tersebut sebenarnya telah diterapkan oleh di beberapa
negara yang telah menyadari sepenuhnya betapa pentingnya memiliki satuan-satuan pendidikan yang
cerdas, berkualitas tinggi, dan unggul. Menanggapi ajakan United Nation, Indonesia telah menerbitkan
Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2009 tentang Pengembangan Ekonomi Kreatif
yang isi utamanya mencakup pengembangan industri-industri kreatif sebagai berikut, yaitu: periklanan,
arsitektur, pasar seni dan barang antic. Pengembangan SMK Model untuk Masa Depan kerajinan, desain,
model (fashion), film, video, fotografi, permainan interaktif, musik, seni pertunjukan, penerbitan dan
percetakan, layanan komputer dan piranti lunak, radio dan televisi, dan riset dan pengembangan. Tentu
saja pengembangan ekonomi kreatif tidak terbatas pada cakupan industri kreatif tersebut, yang lain
masih banyak. Oleh karena itu, setiap SMK agar mengembangkan industri kreatif sesuai dengan
karakteristik kejuruan masing-masing. Untuk menghadapi tuntutan-tuntutan eksternal sebagaimana
disebut sebelumnya, sudah saatnya Indonesia mengembangkan SMK Model.
Pengembangan SMK Model diarahkan untuk menghasilkan insan Indonesia cerdas, berjati diri
Indonesia, dan berkeunggulan komparatif dan kompetitif secara regional dan internasional melalui
peningkatan ketersediaan, keterjangkauan, kualitas dan relevansi, kesetaraan dan kepastian memperoleh
layanan SMK Model. Dalam penyelenggaraan SMK Model, upaya peningkatan mutu, relevansi,
efektivitas, dan efisiensi harus dilakukan secara optimal dan terus menerus, baik terhadap input, proses,
maupun outputnya. SMK Model dituntut untuk menjadi sekolah cerdas (kreatif, inovatif, inisiatif, cepat,
tepat, dan cekat) dalam mengembangkan program-programnya, dan memiliki keunggulan-keunggulan
dibanding dengan SMK-SMK lain dalam inputnya (kurikulum, guru, fasilitas, dan sebagainya),
prosesnya (pembelajaran, manajemen, kepemimpinan, dan sebagainya), dan outputnya (mutu lulusan
dan mutu produk-produk lain yang dihasilkan). Satu hal mendasar yang harus dilakukan oleh SMK
Model adalah membangun kerjasama, kolaborasi, dan sinergi dengan dunia kerja, mulai dari perumusan
kompetensi, penyusunan bahan ajar, pelaksanaan kegiatan, hingga sampai evaluasi dan sertifikasi
kompetensi.
Program-program di SMK Model disusun selaras dengan kebutuhan peserta didik dan
kemajemukan kebutuhan masyarakat serta dunia kerja dalam berbagai sektor dan sub-sub sektornya,
baik sektor primer, sekunder, tersier maupun kuarter. Oleh karena itu, keselarasan (link & match) antara
SMK Model dan dunia kerja merupakan imperatif, baik dalam dimensi kuantitas (jumlah), kualitas
(kompetensi), lokasi (tempat), maupun waktu (kapan). SMK Model dapat menyelenggarakan beragam
jalur pendidikan, baik formal maupun non-formal, selaras dengan kebutuhan masyarakat lokal, nasional,
regional, dan internasional. Oleh karena itu, berbagai alternatif jalur, jenis, dan jenjang pendidikan yang
selaras dengan kebutuhankebutuhan tersebut harus disediakan melalui program-program yang berpihak
kepada kemajemukan kebutuhan masyarakat. Model dituntut untuk mengembangkan program-program
4

berdasarkan keunggulan lokal, berdasarkan karakteristik dan kebutuhan Indonesia karena Indonesia
memiliki kekayaan alam yang beragam dan melimpah serta kemajemukan sektor-sektor pembangunan,
baik sektor primer (pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan/kelautan, dsb.), sektor sekunder
(industri, perusahaan, dsb.), sektor tersier/jasa langsung (bank, transportasi, dsb.), maupun sektor
kuarter/jasa tidak langsung (konsultan, penasehat, dan sebagainya).
Untuk mendukung pembangunan ekonomi masa depan Indonesia, MP3EI menyarankan agar
setiap kabupaten/kota dikembangkan sekurang- kurangnya 1 community college yang selaras dengan
potensi ekonomi daerah yang bersangkutan. Karena jumlah kabupaten/kota di Indonesia kurang lebih
500, maka sekurangkurangnya harus dibangun 500 community colleges di seluruh tanah air. Kalau
pengembangan community college saja sekitar 500, tentu saja pengembangan SMK akan jauh lebih
banyak jumlahnya. Jika diasumsikan setiap kabupaten/kota sekurang-kurangnya dikembangkan 2 SMK
yang bermutu tinggi dan yang memiliki fungsi majemuk, maka sekurangkurangnya harus dikembangkan
1000 SMK Model yang tersebar di seluruh tanah air.
B. Menyempurnakan dan menyelaraskan kurikulum SMK dengan kompetensi sesuai kebutuhan
pengguna lulusan (link and match)
Selama dekade terakhir, sekolah menengah kejuruan di Indonesia telah menjadi sasaran kritik
yang substansial bagi kurangnya keterampilan yang memadai dan pengetahuan lulusan yang tidak sesuai
dengan kebutuhan industri, dan menjadikan pengusaha tidak puas dengan kualitas lulusan SMK.
Sedangkan lulusan mengeluh tentang ketidakmampuan pelatihan sekolah dalam memberikan pendidikan
keterampilan, sehingga membuat sulitnya mencari pekerjaan yang memuaskan sesuai dengan
ketersmpilan yang dimiliki. Keadaan ketenagakerjaan di Indonesia dalam setahun terakhir menunjukkan
bahwa jumlah pengangguran pada Agustus 2014 mencapai 7,2 juta orang dengan Tingkat Pengangguran
Terbuka (TPT) cenderung meningkat, sebesar 5,94% dibandingkan dengan TPT pada Februari 2014
sebesar 5,70%. Pada Agustus 2014, TPT untuk pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan menempati
posisi tertinggi yaitu sebesar 11,24%, disusul oleh TPT Sekolah Menengah Atas sebesar 9,55%,
sehingga dapat disimpulkan bahwa pengangguran yang ada di Indonesia masih menjadi suatu masalah
yang harus segera diselesaikan (Badan Pusat Statistik, 05 November 2014).
Dalam realitas baru ini, sekolah menengah kejuruan menghadapi tantangan untuk terus
mengevaluasi program, isi, pelaksanaan, dalam memperbarui kurikulum. Sekolah menengah kejuruan perlu
mengintegrasikan materi teori atau praktik kejuruan dengan kompetensi yang ada di industri. Pendidikan
kejuruan harus mampu mengjarkan kompetensi yang memenuhi kebutuhan masa depan lulusan dengan
melihat realitas tempat kerja dan teknologi yang berkembang. Banyaknya siswa yang tidak dapat
langsung bekerja atau menganggur dimungkinkan disebabkan dari kurang sesuainya kompetensi siswa
SMK dengan kebutuhan industri. Hal lain disebabkan banyak dalam pembuatan kurikulum yang dibuat
pada tahun sebelumnya dipakai secara terus menerus tanpa konsolidasi dengan DU/DI, dan tanpa mengalami
perubahan kurikulum yang disesuaikan dengan kemajuan industri. Semula diharapkan dengan pengembangan
5

SMK tingkat pengangguran akan dapat ditekan, karena pendidikan SMK didasarkan pada kurikulum yang
membekali lulusannya dengan keterampilan tertentu untuk mengisi lapangan kerja atau membuka lapangan usaha
sendiri. Selain itu, SMK juga dapat diarahkan untuk mengangkat keunggulan lokal sebagai modal daya saing
bangsa. Kurikulum SMK sangat memungkinkan untuk dikembangkan sesuai dengan potensi wilayah dan lapangan
kerja. Khusus untuk SMK acuan untuk program produktif mengambil dari SKKNI (Standar Kompetensi
Kerja Nasional Indonesia). Pembenahan kurikulum, merupakan salah satu yang harus menjadi fokus dalam rangka
perbaikan lulusan SMK. Namun, pembenahan ini harus juga melibatkan semua unsur terkait sehingga
hasilnya bisa signifikan. Apalagi mengingat kebijakan pemerintah yang akan terus meningkatkan
proporsi pendidikan kejuruan (SMK) ini hingga 70:30 dibandingkan dengan pendidikan menengah
(SMA). Keinginan kuat pemerintah ini harus diimbangi dengan pembenahan kurikulum SMK. Salah satu upaya
dalam hal pengembangan SMK adalah melalui pengembangan program keahlian yang relevan dengan
kebutuhan industri.
Ketua Dewan Pembina Politeknik dan juga dosen UI mengatakan bahwa konsep Link and Match
antara lembaga pendidikan dan dunia kerja dianggap ideal. Jadi, ada keterkaitan antara pemasok tenaga
kerja dengan penggunanya. Menurut Soemarso, dengan adanya hubungan timbal balik membuat
perguruan tinggi dapat menyusun kurikulum sesuai dengan kebutuhan kerja. Contoh nyata Link and
Match dengan program magang. Perbaikan magang, dimaksudkan agar industri juga mendapatkan
manfaat. Menjalankan Link and Match bukanlah hal yang sederhana. Karena itu, idealnya, ada tiga
komponen yang harus bergerak simultan untuk menyukseskan program Link and Match yaitu perguruan
tinggi, dunia kerja (perusahaan) dan pemerintah. Dari ketiga komponen tersebut, peran perguruan tinggi
merupakan keharusan dan syarat terpenting. Kreativitas dan kecerdasan pengelola perguruan tinggi
menjadi faktor penentu bagi sukses tidaknya program tersebut. Ada beberapa langkah penting yang
harus dilakukan suatu perguruan tinggi untuk menyukseskan program Link and Match. Perguruan tinggi
harus mau melakukan riset ke dunia kerja. Tujuannya adalah untuk mengetahui kompentensi (keahlian)
apa yang paling dibutuhkan dunia kerja dan kompetensi apa yang paling banyak dibutuhkan dunia kerja.
Kompetensi keahlian inilah yang menjadi ujung tombak menciptakan link and match SMK dengan dunia kerja.
Direktorat Pembinaan SMK selalu melaksanakan evaluasi dan penataan kembali kompetensi keahlian SMK.
Tujuannya adalah untuk meningkatkan relevansi kompetensi keahlian di SMK dengan kebutuhan dunia
kerja, baik dalam hal kualitas maupun kuantitas. Kebijakan ini adalah salah satu bentuk nyata
dari perencanaan pendidikan kejuruan dengan pendekatan terhadap kebutuhan industri. Keadaan yang
ironis, ketika lulusan sudah dididik di sekolah dengan guru yang berkompeten, sudah mempunyai
fasilitas baik, dan sudah melaksanakan praktik industri namun pengangguran masih relatif
belum berkurang. Dari uraian di atas menunjukkan bahwa barangkali tidak terserapnya lulusan SMK
pada dunia industri disebabkan kurang relevannya kurikulum SMK dengan kompetensi yang dibutuhkan
di dunia kerja.
6

C. Meningkatkan jumlah dan kompetensi bagi pendidik dan tenaga kependidikan SMK
Fuad Hassan, mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, secara terus terang mengakui bahwa
pokok persoalan pendidikan yang sering dibahas dalam berbagai kesempatan selama ini lebih terfokus
kepada masalah kurikulum ketimbang dengan masalah pendidik (Kompas, 28 Februari 2000). Padahal,
telah menjadi pemahaman umum bahwa masalah pendidik jauh lebih penting daripada masalah
kurikulum dan komponen pendidikan lain. Organisasi pembinaan profesional guru seperti Kelompok
Kerja Guru (KKG), Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), Musyawarah Kerja Kepala Sekolah
(MKKS), dan Musyawarah Kerja Pengawas Sekolah (MKPS) yang selama ini terlibat dalam upaya
peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan kini seperti telah mengalami mati suri. Oleh karena
itu, tidak ada cara lain yang harus ditempuh kecuali dengan memberdayakan organisasi pembinaan
profesional itu. Dari banyak organisasi pembinaan profesional itu, beberapa di antaranya yang tetap
eksis dengan segala kemandiriannya, tanpa mengandalkan adanya subsidi dari pihak manapun juga.
Sebagai salah satu contoh, MGMP Matematika Kota Surakarta, secara rutin telah memiliki kegiatan
yang cukup inovatif, seperti mengadakan lomba mata pelajaran Matematika bagi peserta didik di
kawasan Surakarta dan sekitarnya, dan bersamaan dengan acara itu diadakan pula acara seminar
pendidikan matematika untuk para guru matematika. Acara yang cukup meriah seperti itu dilaksanakan
secara bergilir dari satu sekolah ke sekolah lain yang dinilai mau dan mampu menjadi tuan rumahnya.
Mutu pendidikan dipengaruhi oleh faktor majemuk. Faktor yang satu saling berpengaruh terhadap
faktor yang lainnya. Namun demikian, faktor yang paling penting adalah guru, karena hitam-putihnya
proses belajar mengajar di dalam kelas banyak dipengaruhi oleh mutu gurunya. Guru dikenal sebagai
‘hidden curriculum’ atau kurikulum tersembunyi, karena sikap dan tingkah laku, penampilan
profesional, kemampuan individual, dan apa saja yang melekat pada pribadi sang guru, akan diterima
oleh peserta didiknya sebagai rambu-rambu untuk diteladani atau dijadikan bahan pembelajaran. Bagi
sebagian besar orangtua siswa, sosok pendidik atau guru masih dipandang sebagai wakil orangtua ketika
anak-anaknya tidak berada di dalam keluarga.
Pada era teknologi informasi, guru memang tidak lagi dapat berperan sebagai satu-satunya sumber
informasi dan ilmu pengetahuan. Peran guru telah berubah lebih menjadi fasilitator, motivator, dan
dinamisator bagi peserta didik. Dalam era teknologi informasi peserta didik dengan mudah dapat
mengakses informasi apa saja yang tersedia melalui internet. Dalam kondisi seperti itu, maka guru
diharapkan dapat memberikan peran yang lebih besar untuk memberikan rambu-rambu etika dan moral
dalam memilih informasi yang diperlukan. Dengan kata lain, peran pendidik tidak dapat digantikan oleh
apa dan siapa, serta dalam era apa saja. Untuk dapat melaksanakan peran tersebut secara efektif dalam
proses pendidikan, pendidik dan tenaga kependidikan harus ditingkatkan mutunya dengan skenario yang
jelas.
Langkah pertama: peningkatan gaji dan kesejahteraan guru
7

1. Mohammad Surya, Ketua Umum Pengurus Besar PGRI, menyatakan dengan tegas bahwa “semua
keberhasilan agenda reformasi pendidikan pada akhirnya ditentukan oleh unsur yang berada di front
terdepan, yaitu guru. Hak-hak guru sebagai pribadi, pemangku profesi keguruan, anggota masyarakat
dan warga negara yang selama ini terabaikan, perlu mendapat prioritas dalam reformasi”. Hak utama
pendidik yang harus memperoleh perhatian dalam kebijakan pemerintah adalah hak untuk
memperoleh penghasilan dan kesejahteraan dengan standar upah yang layak, bukan ‘upah
minimum’. Kebijakan “upah minimun” boleh jadi telah menyebabkan pegawai bermental kuli, bukan
pegawai yang mengejar prestasi. Itulah sebabnya, maka langkah pertama peningkatan mutu pendidik
dan tenaga kependidikan adalah memberikan kesejahteraan guru dengan gaji yang layak untuk
kehidupannya. Alasan kedua, karena peningkatan gaji dan kesejahteraan merupakan langkah yang
memiliki dampak yang paling berpengaruh (multiplier effects) terhadap langkah-langkah lainnya.
Kenaikan gaji dapat dilakukan secara menyeluruh dan bertahap. Hal ini terkait dengan maraknya
tindak korupsi yang telah mencapai tingkat yang berbahaya seperti virus yang telah menjangkiti
semua aspek kehidupan manusia. akan diberikan kenaikan gaji adalah para pendidik dan tenaga
kependidikan yang telah mencapai standar kompetensi yang telah ditetapkan. Oleh karena itu saat ini
terdapat berbagai pangkat dan golongan pegawai, maka kenaikan gajinya juga diselaraskan dengan
pangkat dan golongan pegawai tersebut. Dengan demikian, uji kompetensi harus dilakukan dahulu
secara jujur dan transparan. Untuk itu, maka instrumen uji kompetensi harus disiapkan secara
matang. Jangan ada kecurangan dalam proses uji kompetensi ini. Jika terjadi kecurangan dalam
pelaksanaan uji kompetensi, maka secara otomatis akan dapat merusak seluruh komponen dalam
sistem ini.
2. Langkah kedua: alih tugas profesi dan rekruitmen guru untuk menggantikan guru atau
pendidik yang dialihtugaskan ke profesi lain
Langkah kedua ini merupakan konsekuensi dari langkah pertama. Para pendidik yang tidak
memenuhi standar kompetensi harus dialihtugaskan kepada profesi lain. Syaratnya, (1) mereka telah
diberikan kesempatan untuk mengikuti diklat dan pembinaan secara intensif, tetapi tidak
menunjukkan adanya perbagian yang signifikan, (2) guru tersebut memang tidak menunjukkan
adanya perubahan kompetensi dan juga tidak ada indikasi positif untuk meningkatkan
kompetensinya. Jika syarat tersebut telah dilakukan, maka mereka harus rela dan pantas untuk
dialihtugaskan dari profesi guru menjadi tenaga lain yang sesuai, misalnya tenaga administrasi, atau
kalau perlu dipensiundinikan. Untuk mengganti tenaga pendidik yang telah dialihtugaskan ke profesi
lain tersebut perlu diadakan seleksi (rekruitmen) secara jujur dan transparan, sesuai standar
kualifikasi yang telah ditetapkan. Rekruitmen pendidik yang jujur dan transparan ini telah dilakukan
oleh Paulo Freirie dalam rangka reformasi pendidikan di Brazilia. Crass program seperti guru bantu
sebaiknya tidak dilakukan di masa-masa mendatang, karena program seperti ini sama dengan ibarat
memasang bom waktu yang berbahaya, terutama jika tidak mengelola program ini dengan baik.
8

Program guru bantu dapat saja dimasukkan menjadi satu sistem dalam rekruitmen guru. Artinya,
proses rekruitmen guru dilakukan dengan mekanisme melalui guru bantu. Jadi, untuk ikut rekruitmen
guru seseorang harus melalui guru bantu. Guru bantu yang tidak lulus tes secara otomatis menjadi
masa akhir kontrak kerja untuk menjadi guru bantu.
3. Langkah ketiga: membangun sistem sertifikasi pendidik dan tenaga kependidikan, serta sistem
penjaminan mutu pendidikan sebagaimana diamanatkan dalam PP Nomor 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan
Langkah ini merupakan langkah yang amat besar, yang akan memberikan dukungan bagi
pelaksanaan langkah pertama, yang juga sangat berat, karena terkait dengan anggaran belanja negara
yang sangat besar. Penataan sistem sertifikasi pendidik dan tenaga kependidikan tidak boleh tidak
harus dilakukan untuk menjamin terpenuhinya berbagai standar nasional pendidikan yang telah
ditetapkan. Untuk pendidik yang akan diangkat menjadi PNS harus diterapkan standar minimal
kualifikasi pendidikan. Sementara bagi guru yang sudah memiliki pengalaman tidak perlu dituntut
untuk memenuhi standar ijazah tersebut, karena hanya akan menyebabkan terjadinya apa yang
disebut dengan ‘jual beli ijazah’ yang juga dikenal dengan ‘STIA’ atau ‘sekolah tidak ijazah ada’.
Yang diperlukan bagi mereka adalah pendidikan profesi dan sistem diklat berjenjang yang harus
dihargai setara dengan kualifikasi pendidikan tertentu. Jika sistem sertifikasi ini telah mulai berjalan,
maka sistem kenaikan pangkat bagi pendidik dan tenaga kependidikan sudah waktunya disesuaikan.
Kenaikan pangkat pendidik dan tenaga kependidikan bukan semata-mata sebagai proses administrasi
semata-mata, melainkan lebih merupakan proses penting dalam sertifikasi yang berdasarkan
kompetensi.
4. Langkah keempat: membangun satu standar pembinaan karir (career development path)
Seiring dengan pelaksanaan sertifikasi tersebut, disusunlah satu standar pembinaan karier. Sistem itu
harus dalam bentuk dokumen yang disyahkan dalam bentuk undang-undang atau setidaknya berupa
peraturan pemerintah yang harus dilaksanakan oleh aparat otonomi daerah. Sebagai contoh, untuk
menjadi instruktur, atau menjadi kepala sekolah, atau pengawas, seorang pendidik harus memiliki
standar kompetensi yang diperlukan, dan harus melalui proses pencapaian yang telah baku. Standar
pembinaan karir ini akan dapat dilaksanakan dengan matap apabila memenuhi prasyarat antara lain
jika sistem sertifikasi pendidik dan tenaga kependidikan telah berjalan dengan lancar. Selain itu,
langkah keempat ini akan berjalan lancar jika sistem kenaikan pangkat pegawai berdasarkan
sertifikasi sudah berjalan.
5. Langkah kelima: meneruskan peningkatan kompetensi melalui kegiatan diklat, dan
pendidikan profesi dari lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK), serta melibatkan
organisasi pembinaan profesi guru dan tenaga kependidikan
Sebagaimana dijelaskan pada langkah sebelumnya, proses rekruitmen guru baru harus dilaksanakan
secara jujur dan transparan, dan dengan menggunakan standar kualifikasi yang telah ditetapkan.
9

Standar kualifikasi tersebut tidak dapat ditawar-tawar. Sementara itu, untuk para pendidik yang
sudah berpengalaman perlu diberikan kesempatan untuk mengikuti penataran yang dilaksanakan oleh
lembaga inservice training yang juga sudah terakreditasi. Selain itu, mereka juga disyaratkan untuk
mengikuti pendidikan profesi yang dapat dilaksanakan oleh lembaga tenaga kependidikan (LPTK)
yang juga harus terakreditasi. Upaya peningkatan kompetensi bagi pendidik dan tenaga kependidikan
harus dilaksanakan secara terencana dan terprogram dengan sistem yang jelas. Jumlah pendidik yang
besar di negeri ini memerlukan penanganan secara sinergis oleh semua instansi yang terkait dengan
preservice education, inservice training, dan on the job training. Kegiatan sinergis peningkatan mutu
pendidik dan tenaga kependidikan harus melibatkan organisasi pembinaan profesi guru, seperti
Kelompok Kerja Guru (KKG), Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), Musyawarah Kerja
Kepala Sekolah (MKKS), dan Musyawarah Kerja Penilik Sekolah (MKPS). Sudah tentu termasuk
PGRI, organisasi perjuangan para guru.

D. Meningkatkan kerjasama dengan Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, dan dunia usaha/industry


Rencana Pembangunan Jangka Panjang 2005-2025 menempatkan peningkatan kualitas SDM
Indonesia sebagai salah satu fokus Pembangunan Jangka Menengah 2010 – 2014. Tenaga kerja
Indonesia yang besar jumlahnya, apabila dapat ditingkatkan kualitasnya dan dapat dioptimalkan
pendayagunaannya, akan dapat menjadi modal dasar pembangunan yang kuat dalam mendorong
pertumbuhan ekonomi dan daya saing nasional di pasar global. Peningkatan kualitas SDM Indonesia,
terutama yang berkaitan dengan aspek pendidikan dan kompetensinya, telah diatur dalam Undang-
Undang No.20 Tahun 2003 Tentang Pendidikan Nasional dan Undang-Undang No.13 Tahun 2003
Tentang Ketenagakerjaan. Dalam kaitannya dengan peningkatan kualitas SDM melalui pelatihan kerja,
telah diterbitkan Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 2006 Tentang Sistem Pelatihan Kerja Nasional.
Sistem Pelatihan Kerja Nasional ini menggariskan prinsip-prinsip dasar pelatihan berbasis kompetensi.
Sistem Pelatihan Kerja Nasional, disusun dan dikembangkan sejalan dengan Rekomendasi International
Labor Organization (ILO) No.195 Tahun 2004 Tentang Human Resource Development. Rekomendasi
ILO tersebut juga menggariskan pentingnya pengembangan sumber daya manusia berbasis kompetensi
yang bersifat ”Life long learning”.
Sistem Pelatihan Kerja Nasional, yang selanjutnya disingkat Sislatkernas, bertumpu pada tiga
pilar utama, yaitu mengacu pada standar kompetensi, dilaksanakan dengan prinsip pelatihan berbasis
kompetensi dan sertifikasi kompetensi lulusannya dilaksanakan secara independen. Konstelasi
kelembagaan SISLATKERNAS terdiri dari 5 (lima) lembaga, yaitu lembaga standar kompetensi,
lembaga pelaksana pelatihan berbasis kompetensi, lembaga akreditasi lembaga pelatihan, lembaga
sertifikasi kompetensi dan lembaga koordinasi pelatihan kerja. Sislatkernas dilaksanakan di tingkat pusat
maupun di tingkat daerah. Pelaksanaan Sislatkernas di tingkat pusat menjadi tanggung jawab
10

Pemerintah, dalam hal ini adalah Menteri yang membidangi ketenagakerjaan. Pelaksanaan Sislatkernas
di daerah menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah Propinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
Kenyataan menunjukkan bahwa sampai saat ini, pelaksanaan Sslatkernas di daerah, baik di tingkat
propinsi maupun di tingkat kabupaten/kota, belum berjalan sebagaimana mestinya. Banyak infrastruktur
Sislatkernas yang belum terbangun di daerah, bahkan masih ada daerah yang belum mengenal dan
memahami tentang apa itu Sislatkernas. Akibatnya, pelatihan kerja di daerah, baik penyelenggaraan
maupun pembinaannya, masih banyak yang belum beranjak dari paradigma lama sebelum adanya
Sislatkernas. Pelaksanaan Sislatkernas, terutama di daerah, perlu lebih didorong dan difasilitasi, baik
oleh Pemerintah maupun oleh Pemerintah Daerah, sesuai dengan tugas dan wewenang penyelenggaraan
otonomi daerah di bidang ketenagakerjaan. Agar supaya pelaksanaan Sislatkernas di tingkat pusat dan di
tingkat daerah dapat terpadu dan sinerjik, diperlukan adanya Pedoman Penyelenggaraan Sistem
Pelatihan Kerja Nasional di Daerah. Peran Pemerintah menjadi salah satu kunci penting di dalam banyak
hal yang berhubungan dengan ketenagakerjaan. Informasi Pekerja Kota Tasikmalaya, pada kesempatan
ini mencoba menggalinya dari UU. No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. kesempatan kerja.
Pelatihan kerja diselenggarakan dan diarahkan untuk membekali, meningkatkan, dan
mengembangkan kompetensi kerja guna meningkatkan kemampuan, produktivitas, dan kesejahteraan
dengan memperhatikan kebutuhan pasar kerja dan dunia usaha, baik di dalam maupun di luar hubungan
kerja yang diselenggarakan berdasarkan program pelatihan yang mengacu pada standar kompetensi kerja
dan dapat dilakukan secara berjenjang. Pelatihan kerja diselenggarakan oleh lembaga pelatihan kerja
pemerintah dan/atau lembaga pelatihan kerja swasta dan diselenggarakan di tempat pelatihan atau tempat
kerja serta dapat bekerja sama dengan swasta. Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah melakukan
pembinaan pelatihan kerja dan pemagangan yang ditujukan ke arah peningkatan relevansi, kualitas, dan
efisiensi penyelenggaraan pelatihan kerja dan produktivitas yang dilakukan melalui pengembangan
budaya produktif, etos kerja, teknologi, dan efisiensi kegiatan ekonomi, menuju terwujudnya
produktivitas nasional.
Lembaga penempatan tenaga kerja swasta sebagaimana dimaksud dalam melaksanakan pelayanan
penempatan tenaga kerja wajib memiliki izin tertulis dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk. Pelaksana
penempatan tenaga kerja dari instansi pemerintah yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan
sebagaimana dimaksud dilarang memungut biaya penempatan, baik langsung maupun tidak langsung,
sebagian atau keseluruhan kepada tenaga kerja dan pengguna tenaga kerja. Lembaga penempatan tenaga
kerja swasta hanya dapat memungut biaya penempatan tenaga kerja dari pengguna tenaga kerja dan dari
tenaga kerja golongan dan jabatan tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
Pemerintah bertanggung jawab mengupayakan perluasan kesempatan kerja baik di dalam maupun
di luar hubungan kerja dengan cara bersama-sama dengan masyarakat mengupayakan perluasan
kesempatan kerja baik di dalam maupun di luar hubungan kerja. Semua kebijakan pemerintah baik pusat
maupun daerah di setiap sektor diarahkan untuk mewujudkan perluasan kesempatan kerja baik di dalam
11

maupun di luar hubungan kerja. Lembaga keuangan baik perbankan maupun non perbankan, dan dunia
usaha perlu membantu dan memberikan kemudahan bagi setiap kegiatan masyarakat yang dapat
menciptakan atau mengembangkan perluasan kesempatan kerja. Perluasan kesempatan kerja di luar
hubungan kerja dilakukan melalui penciptaan kegiatan yang produktif dan berkelanjutan dengan
mendayagunakan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia dan teknologi tepat guna yang
dilakukan dengan pola pembentukan dan pembinaan tenaga kerja mandiri, penerapan sistem padat karya,
penerapan teknologi tepat guna, dan pendayagunaan tenaga kerja sukarela atau pola lain yang dapat
mendorong terciptanya perluasan kesempatan kerja. Pemerintah menetapkan kebijakan ketenagakerjaan
dan perluasan kesempatan kerja serta bersama-sama masyarakat mengawasi pelaksanaan kebijakan
sebagaimana dimaksud. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dapat dibentuk badan
koordinasi yang beranggotakan unsur pemerintah dan unsur masyarakat. Semua ketentuan mengenai
perluasan kesempatan kerja, dan pembentukan badan koordinasi sebagaimana dimaksud diatur dengan
Peraturan Pemeritah.
Dalam melaksanakan hubungan industrial, pemerintah mempunyai fungsi menetapkan kebijakan,
memberikan pelayanan, melaksanakan pengawasan, dan melakukan penindakan terhadap pelanggaran
peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan. Dalam melaksanakan hubungan industrial,
pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruhnya mempunyai fungsi menjalankan pekerjaan sesuai
dengan kewajibannya, menjaga ketertiban demi kelangsungan produksi, menyalurkan aspirasi secara
demokratis, mengembangkan keterampilan, dan keahliannya serta ikut memajukan perusahaan dan
memperjuangkan kesejahteraan anggota beserta keluarganya. Dalam melaksanakan hubungan industrial,
pengusaha dan organisasi pengusahanya mempunyai fungsi menciptakan kemitraan, mengembangkan
usaha, memperluas lapangan kerja, dan memberikan kesejahteraan pekerja/buruh secara terbuka,
demokratis, dan berkeadilan.
Lembaga kerja sama tripartit memberikan pertimbangan, saran, dan pendapat kepada pemerintah
dan pihak terkait dalam penyusunan kebijakan dan pemecahan masalah ketenagakerjaan. Keanggotaan
Lembaga Kerja sama Tripartit terdiri dari unsur pemerintah, organisasi pengusaha, dan serikat
pekerja/serikat buruh. Tata kerja dan susunan organisasi Lembaga Kerja sama Tripartit sebagaimana
dimaksud diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pengesahan peraturan perusahaan oleh Menteri atau
pejabat yang ditunjuk harus sudah diberikan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak
naskah peraturan perusahaan diterima. Apabila peraturan perusahaan telah sesuai sebagaimana
ketentuan, maka dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kerja sudah terlampaui dan peraturan perusahaan
belum disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk, maka peraturan perusahaan dianggap telah
mendapatkan pengesahan.
Dalam mewujudkan pelaksanaan hak dan kewajiban pekerja/buruh dan pengusaha, pemerintah
wajib melaksanakan pengawasan dan penegakan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan.
Pelaksanaan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan dalam mewujudkan hubungan industrial
12

merupakan tanggung jawab pekerja/buruh, pengusaha, dan pemerintah. Sekurang-kurangnya dalam


waktu 7 (tujuh) hari kerja sebelum mogok kerja dilaksanakan, pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat
buruh wajib memberitahukan secara tertulis kepada pengusaha dan instansi yang bertanggung jawab di
bidang ketenagakerjaan setempat.
Pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah, dengan segala upaya
harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja. Dalam hal segala upaya telah
dilakukan, tetapi pemutusan hubungan kerja tidak dapat dihindari, maka maksud pemutusan hubungan
kerja wajib dirundingkan oleh pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh atau dengan pekerja/buruh
apabila pekerja/buruh yang bersangkutan tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh. Dalam hal
perundingan sebagaimana dimaksud benar-benar tidak menghasilkan persetujuan, pengusaha hanya
dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja/buruh setelah memperoleh penetapan dari lembaga
penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Permohonan penetapan pemutusan hubungan kerja
diajukan secara tertulis kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial disertai alasan
yang menjadi dasarnya. Permohonan penetapan sebagaimana dimaksud dapat diterima oleh lembaga
penyelesaian perselisihan hubungan industrial apabila telah dirundingkan dengan Pekerja/Serikat
Pekerja. Penetapan atas permohonan pemutusan hubungan kerja hanya dapat diberikan oleh lembaga
penyelesaian perselisihan hubungan industrial jika ternyata maksud untuk memutuskan hubungan kerja
telah dirundingkan, tetapi perundingan tersebut tidak menghasilkan kesepakatan. Kewenangan penyidik
pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.

E. Meningkatkan akses sertifikasi lulusan SMK dan akreditasi SMK


Indonesia sangat memerlukan pendidikan kejuruan yang banyak dan bermutu, menyangkut berbagai
cabang profesi. Selain itu lulusan Pendidikan Menengah kejuruan memang tidak langsung masuk ke
Pendidikan Tinggi setelah lulus SMK. Akan tetapi setelah menjalankan pekerjaannya seorang lulusan SMK
yang berminat melanjutkan ke Pendidikan Tinggi dapat melakukan itu dengan memenuhi syarat yang
ditetapkan Pendidikan Tinggi. Sistem pendidikan sekolah harus bersifat terbuka dan memberikan
kemungkinan kepada siapa saja memasuki Pendidikan Tinggi, asalkan memenuhi syarat-syarat yang
ditetapkan. Dalam syarat itu faktor pengalaman bekerja tidak dapat diabaikan dan harus pula diperhitungkan
sebagai faktor yang meningkatkan kemampuan orang tersebut. Di Jerman seorang yang cukup lama bekerja
di pabrik dan menunjukkan prestasi tinggi dalam pekerjaannya, tanpa mempunyai ijazah Abitur (tanda lulus
gymnasium) dapat masuk pendidikan tinggi setelah melewati beberapa syarat. Maka tidak benar untuk
menganggap pendidikan kejuruan lebih rendah dari pendidikan akademik. Setiap pendidikan mempunyai
fungsinya sendiri bagi kehidupan bangsa. Bangsa Indonesia sangat memerlukan pendidikan kejuruan yang
luas dan bermutu agar dapat mengembangkan daya saing tinggi dalam era globalisasi.
13

SMK mempunyai fungsi penting untuk mendidik dan membentuk kader tingkat menengah bagi
berbagai kegiatan produksi bangsa. Maka boleh dikatakan bahwa produktivitas Indonesia sangat tergantung
kemampuan SMK membentuk kader itu. Dalam kenyataan hingga belum lama ini SMK kurang dapat
memenuhi tuntutan itu secara memuaskan, kecuali beberapa SMK yang lulusannya dicari dan diburu oleh
banyak perusahaan. Pada umumnya SMK dinilai kurang dapat memberikan kecakapan kejuruan yang
diperlukan dunia industri. Bahkan ada perusahaan yang memilih merekrut lulusan SMA dan kemudian
dilengkapi dengan latihan sendiri dalam perusahaan, ketimbang merekrut lulusan SMK. Kalau hal ini tidak
diperbaiki, maka mayoritas SMK hanya merupakan pemborosan uang dan waktu belaka yang sangat
merugikan masyarakat dan anak didik. Sebab itu sudah sangat jauh waktunya untuk membawa SMK
melaksanakan fungsinya yang sebenarnya. Hasil didiknya harus menjadi tumpuan produktivitas perusahaan
yang dicari oleh banyak perusahaan. Untuk meningkatkan mutu SMK harus ada syarat bahwa untuk lulus
SMK murid itu harus menempuh dan lulus ujian dalam kejuruannya. Ujian ini dilakukan Asosiasi Profesi
bersangkutan (sebagai anggota Kamar Dagang dan Industri, KADIN) bersama Pemerintah Pusat. Maka ujian
ini dapat disamakan dengan Ujian Nasional bagi murid SMA. Hasil lulus ujian itu memberikan kepada
lulusan SMK satu ijazah atau certificate yang dikeluarkan Asosiasi Profesi tersebut. Dengan ijazah itu
lulusan SMK dapat diterima perusahaan yang memerlukan keahliannya di mana saja, bahkan di luar
Indonesia kalau Asosiasi Profesi itu anggota Asosiasi Profesi Internasional atau ASEAN.
Semua SMK dengan begitu dimotivasi dan didorong untuk mendidik dan membentuk muridnya
sesuai dengan syarat-syarat yang diletakkan Asosiasi Profesi. Karena memiliki ijazah Asosiasi Profesi
berarti jaminan mendapat pekerjaan yang sesuai dengan kecakapan serta mendapat penghasilan yang
memadai. Makin banyak lulusannya memenuhi tuntutan itu, makin tinggi penilaian umum terhadap SMK
tersebut. Pendidikan SMK yang bertitikberat pada pembentukan kecakapan kejuruan tidak boleh
mengabaikan hal-hal yang pada umumnya juga diperlukan seorang untuk bekerja baik. Sebab itu
pembentukan karakter seperti telah diuraikan dalam penyelenggaraan SMA, juga berlaku di SMK, yaitu
kemampuan berpikir, berbuat dan berperasaan. Penguasaan bahasa juga penting bagi lulusan SMK, baik
bahasa Indonesia, Inggris dan asing lainnya. Kegiatan ekstra-kurikuler juga perlu dikembangkan,
sebagaimana di SMA. Meskipun mungkin cabang kegiatan tidak seperti SMA.
UUSPN No. 20 tahun 2003 pasal 15, menyatakan pendidikan menengah kejuruan bertujuan untuk
menyiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu. Tujuan tersebut dapat dijabarkan
lagi oleh Dikmenjur (2003) menjadi tujuan umum dan tujuan khusus, sebagai berikut: Tujuan umum,
sebagai bagian dari sistem pendidikan menengah kejuruan SMK bertujuan: (1) menyiapkan peserta didik
agar dapat menjalani kehidupan secara layak, (2) meningkatkan keimanan dan ketakwaan peserta didik, (3)
menyiapkan peserta didik agar menjadi warga negara yang mandiri dan bertanggung jawab, (4) menyiapkan
peserta didik agar memahami dan menghargai keanekaragaman budaya bangsa Indonesia, dan (5)
menyiapkan peserta didik agar menerapkan dan memelihara hidup sehat, memiliki wawasan lingkungan,
pengetahuan dan seni. Tujuan khusus, SMK bertujuan : (1) menyiapkan peserta didik agar dapat bekerja,
14

baik secara mandiri atau mengisi lapangan pekerjaan yang ada di dunia usaha dan industri sebagai tenaga
kerja tingkat menengah, sesuai dengan bidang dan program keahlian yang diminati, (2) membekali peserta
didik agar mampu memilih karir, ulet dan gigih dalam berkompetensi dan mampu mengembangkan sikap
profesional dalam bidang keahlian yang diminati, dan (3) membekali peserta didik dengan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) agar mampu mengembangkan diri sendiri melalui jenjang pendidikan
yang lebih tinggi.Kompetensi lulusan pendidikan kejuruan sebagai subsistem dari sistem pendidikan
nasional menurut Depdikbud (2001) adalah : (1) penghasil tamatan yang memiliki keterampilan dan
penguasaan IPTEK dengan bidang dari tingkat keahlian yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan, (2)
penghasil tamatan yang memiliki kemampuan produktif, penghasil sendiri, mengubah status tamatan dari
status beban menjadi aset bangsa yang mandiri, (3) penghasil penggerak perkembangna industri Indonesia
yang kompetitif menghadapi pasar global, (4) penghasil tamatan dan sikap mental yang kuat untuk dapat
mengembangkan dirinya secara berkelanjutan.
Untuk menentukan kelulusan, siswa SMK diharuskan menempuh ujian kompetensi, yang bertujuan
untuk mengetahui tingkat pencapaian siswa selama belajar di SMK. Dengan diadakannya ujian kompetensi
pada siswa SMK, yang juga melibatkan dunia industri sebagai penguji eksternal, diharapkan itu sebagai tes
awal terhadap sisa sebelum masuk ke dunia industri. Ujian kompetensi juga bertujuan meningkatkan kualitas
pendidikan itu sendiri dengan cara mendengar masukan dari dunia industri. Hendaknya pemerintah
Indonesia membangun kerjasama yang sinergis dengan dunia industri. Sehingga kurikulum yang diterapkan
di SMK itu sama dengan kebutuhan yang ada di dunia industri, sehingga lulusan SMK dapat langsung
menjadi tenaga yang produktif dan siap pakai. Pemerintah Indonesia harus fokus pada SMK, bukan hanya
gencar membangun dan mendirikan sekolah-sekolah baru, tapi juga merancang kuriklum yang sesuai
dengan kebutuhan dunia industri.
Untuk meningkatkan keterampilan dan keahlian sumber daya manusia, perlu perubahan
kebijaksanaan berkenaan dengan pendidikan kejuruan. Upaya-upaya itu antara lain perubahan dari sistem
pendidikan supply-driven atas kebutuhan masyarakat luas ke sistem pendidikan demand-driven yang
dipandu oleh kebutuhan pasar kerja, perubahan dari sistem pendidikan yang berbasis sekolah dengan
pemberian ijazah ke sistem pendidikan yang memberikan kompetensi sesuai dengan standar nasional yang
baku. Salah satu upaya peningkatan keterampilan dan keahlian sumber daya manusia yang dikembangkan
adalah sistem pendidikan kejuruan berdasarkan kompetensi yang dipacu oleh kebutuhan pasar.
Pengembangan sistem ini didasarkan kepada asumsi bahwa sistem pendidikan kejuruan supply-driven yan
diterapkan selama ini tidak dapat memenuhi kebutuhan pelanggan, baik pelanggan masa kini maupun
pelanggan maa depan. Sistem pendidikan berdasarkan kompetensi mengupayakan agar keluaran dari suatu
lembaga pendidikan kejuruan memiliki keterampilan dan keahlian yang relevan dengan kebutuhan pasar.
Upaya ini dilakukan dengan mengembangkan suatu standar kompetensi dengan masukan dari industri dan
badan usaha lain. Standar kompetensi yang dihasilkan selanjutnya digunakan sebagai pemberian sertifikat
kompetensi. Dengan demikian maka sistem pendidikan kejuruan yang dikembangkan mempunyai ciri, di
15

samping mengacu pada profesi dan keterampilan yang baku, juga dipandu oleh kebutuhan pasar kerja yang
nyata. Sistem pendidikan yang dikembangkan berfokus tidak hanya pada pendidikan formal, tetapi juga
meliputi non-formal. Ada tiga jenis siswa yang merupakan sasaran sistem pendidikan kejuruan yang harus
dikembangkan; yaitu siswa sekolah kejuruan formal, para karyawan yang sudah bekerja, dan para generasi
muda calon pekerja.
Standar kompetensi digunakan sebagai ukuran untuk menilai tingkat keterampilan dan
profesionalisme ketiga jenis siswa tanpa memandang darimana dan bagaimana diperoleh, baik melalui
lembaga pendidikan formal, pendidikan luar sekolah (off job training) atau pelatihan sambil bekerja (on the
job training). Setiap individu dapat menempuh ujian di lembaga yang telah ditentukan dan memperoleh
sertifikat kompetensi sesuai dengan keterampilan yang dimiliki. Untuk lembaga pendidikan kejuruan formal,
kepada para lulusan akan diberikan sertifikat kompetensi sesuai dengan tingkat keterampilan dan keahlian
yang dimiliki, disamping Surat Tanda Tamat Belajar (STTB) yang selama ini diberikan. Sertifikat
kompetensi yang telah dimiliki oleh seseorang akan digunakan sebagai dasar untuk pengembangan
kompetensi ke tingkat selanjutnya.
Lembaga pendidikan luar sekolah (off the job training), atau lembaga pelatihan sambil bekerja (on the
job training) mengacu pada standar kompetensi yang baku. Sistem juga memberi penghargaan kemampuan
awal sebelum memasuki suatu program pendidikan. Hal ini dilakukan dengan melakukan transfer kredit.
Dengan demikian, untuk memasuki suatu program tertentu seorang siswa hanya perlu menambah
kekurangan keterampilan dan pengetahuannya saja melalui bridging course atau bridging training. Dengan
sistem ini, seorang yang berdasarkan pengalaman dan hasil uji kompetensi yang dilakukan, telah memiliki
keterampilan dan keahlian tertentu dapat memasuki suatu program dengan tidak harus menempuh pelajaran
yang tidak dikuasai. Untuk menjadi tenaga kerja yang profesional, siswa tidak hanya perlu memiliki
pengetahuan dan keerampilan, tetapi perlu memiliki kiat (arts). Pengetahuan dan keterampilan dapat
dipelajari dan dilatih di sekolah, akan tetapi unsur kiat hanya dapat dikuasai melalui proses pembiasan dan
internalisasi. Sekolah pada umumnya hanya dapat memberikan berbagai keterampilan dan pengetahuan
dalam bentuk simulasi sehingga tidak mungkin diharapkan untuk menghasilkan tenaga kerja yang
profesional. Oleh karena itu, diperlukan suatu kerjasama yang erat antara sekolah dan industri, baik dalam
perencanaan dan penyelenggaraan, maupun dalam pengolalaan pendidikan. Sehubungan dengan itu perlu
dikembangkan suatu sistem pendidikan kejuruan yang disebut sistem ganda.
Dalam era pasar setiap industri akan mengupayakan nilai tambah terhadap produksinya dan ini akan
dilakukan dengan memanfaatkan teknologi-teknologi tinggi. Sementara itu, teknologi itu sendiri
berkembang secara terus menerus. Para ahli melaporkan bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi berubah 15
% setiap tahun dan perubahan ini akan meningkat menjadi 2 kali lipat dalam lima tahun. Suatu hal yang
perlu difahami bahwa teknologi tinggi tidak dapat memberikan nilai tambah terhadap upaya manusia.
Sesungguhnya, penerapan Pendidikan Sistem Ganda (PSG) di SMK telah berjalan sejak tahun 1993/1994
hingga sekarang. Sistem ini merupakan implementasi dari konsep make and match. Dengan PSG,
16

perancangan kurikulum, proses pembelajaran, dan penyelenggaraan evaluasinya didesain dan dilaksanakan
bersama-sama antara pihak sekolah dan industri. Diharapkan nantinya para lulusan SMK akan menjadi para
lulusan yang siap kerja. Melalui PSG, siswa belajar di dua tempat, yaitu sekolah dan industri. Di sekolah,
para siswa belajar teori dari para guru atau instruktur yang kegiatannya yang pada umumnya dibiayai
pemerintah. Sedangkan kegiatan belajar yang diselenggarakan di perusahaan/industri, artinya para siswa ini
belajar dan mendapatkan pelatihan praktik dari para instruktur dari pihak sekolah yang bersangkutan.
Pembiayaannya dilakukan oleh perusahaan terkait.
Pada awalnya bagi para siswa SMK, diberlakukan masa praktik kerja industri selama 3 bulan. Namun
menurut Gatot, hasil dan prosesnya dinilai kurang efisien dan terlalu sebentar. Maka, mulai tahun 1999
hingga sekarang, diterapkan masa praktik kerja industri selama 6 bulan. Malah, sebenarnya waktu 6 bulan
ini juga masih dirasa cukup singkat bagi proses praktik kerja industri. Gatot membandingkannya dengan
sistem pendidikan kejuruan yang ada di . Jerman. Dalam sepekan, selama 2 hari anak-anak mendapatkan
teori di kelas, sedangkan tiga hari berikutnya kegiatan pembelajaran berlangsung di industri. Mungkin, di
Indonesia masih perlu berubah setahap demi setahap. Setelah pemberlakuan masa praktik kerja yang
diperpanjang menjadi 6 bulan, proses ini juga memudahkan para siswa untuk memperoleh peluang praktik
kerja ke luar negeri. Kegiatan praktik kerja di luar negeri ini telah dilakukan sejak tahun 1999. Pada
mulanya, Direktorat Pendidikan Menengah dan Kejuruan (Dikmenjur) mengirimkan 200 kepala sekolah
SMK untuk melakukan studi banding ke Malaysia. Berikutnya, giliran para siswanya yang diberangkatkan
magang ke luar negeri. Di tahun yang sama, sekitar 400 siswa SMK berangkat praktik kerja ke luar negeri.
Direktorat Dikmenjur juga mendorong dan memberi kesempatan bagi para guru, kepala sekolah,
pejabat Dinas Pendidikan dan pengajaran di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota untuk ikut memperluas
pengetahuan konsep penyelenggaraan pendidikan kejuruan di luar negeri.
Kini setiap tahun, Direktorat Dikmenjur telah mengirim 100 sampai 200 pejabat terkait dengan
penyelenggaraan pendidikan kejuruan untuk berangkat ke luar negeri. Mereka dikirim dalam beberapa
gelombang, ke negara yang berbeda-beda, dengan biaya yang sebagian ditanggung oleh pemda masing-
masing, sebagian lainnya ditanggung oleh Direktorat Dikmenjur. Menginjak periode kepemimpinan Dr.
Joko Sutrisno, Direktorat Dikmenjur (sejak 2005) lebih menyempurnakan desain reposisi pendidikan SMK
melalui beberapa terobosan. Beberapa hal diantaranya adalah mengembangkan SMK bertaraf internasional
dengan metode bilingual, pencitraan kredibilitas SMK melalui program sosialisasi, dan memenuhi
kebutuhan peralatan produksi secara mandiri lewat unit produksi di masing-masing SMK.
Standar kompetensi itu pun disusun setelah berkonsultasi dengan para pengelola industri, pengelola
perusahaan, para pekerja, dan asosiasi profesi. Setiap program keahlian harus memiliki sederet kompetensi.
Ukurannya menyangkut pada dua hal, yaitu presisi dan waktu. Misalnya, seorang tenaga kerja cleaning
service di sebuah hotel dikatakan memiliki kompetensi jika ia bisa membersihkan toilet dalam waktu 7
menit. Artinya, seseorang dikatakanan kompeten jika ia dapat menyelesaikan pekerjaan di bidangnya dengan
cermat, tepat, dan cepat sesuai standar waktu yang telah ditentukan. Kurikulum berbasis kompetensi yang
17

mengacu pada CBT, isinya lebih sederhana dibandingkan dengan kurikulum tahun 1994 yang lalu.
Kurikulum berbasis kompetensi, lebih menekankan pada tujuan (hasil) atau out put nya, dan bukan pada
proses yang terlalu mengacu pada text book (buku panduan pelajaran/buku paket). Dalam pelaksanaannya,
diberikan pula rekomendasi tahapan-tahapan yang harus dicapai. Namun tahapan ini hanya bersifat acuan
saja, dan proses pencapaiannya menjadi tanggung jawab dan kreatifitas sekolah masing-masing. Selain itu,
Direktorat Dikmenjur juga memasukkan pelajaran komputer dan kewirausahaan sebagai mata pelajaran
wajib bagi semua siswa SMK di seluruh Indonesia. Pertimbangannya adalah tuntutan kebutuhan yang cukup
tinggi dari dunia industri atas kompetensi siswa di bidang komputerisasi dan kewirausahaan. ’Tongkat
estafet’ peningkatan mutu lulusan SMK, dilanjutkan Dr. Joko Sutrisno dengan peningkatan kualitas guru
kejuruan yang juga dibidani oleh P4TK (Pusat Pengembangan Penataran Pendidik dan Tenaga
Kependidikan) melalui program pendidikan dan pelatihan yang diadakan rutin lima tahun sekali dengan
jumlah peserta sekitar 4.000 s/d 5.000 orang guru kejuruan. Joko menuturkan bahwa pelaksanaan diklat
selama ini belum mempunyai format yang baku. Untuk kedepan, ia mengharapkan Direktorat Jenderal
PMPTK (Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan) dapat membuat format baku pelatihan
yang sesuai dengan kebutuhan pengembangan dan peningkatan mutu lulusan SMK. Di sisi lain, Direktorat
Dikmenjur juga menuturkan masih kurangnya pasokan tenaga guru kejuruan dari lulusan pendidikan guru
kejuruan. Selama ini pasokan tenaga guru kejuruan hanya mencapai angka 4.500 pertahun dan masih jauh
dari kebutuhan tenaga guru (sebanyak 10.000 orang pertahunnya) di seluruh Indonesia. Tapi Joko tetap
optimis. Direktorat Dikmenjur sedang melakukan penelitian jumlah kebutuhan guru SMK di seluruh
Indonesia yang dipandu oleh Universitas Negeri Semarang. “Targetnya diselesaikan akhir tahun 2007. Data
kebutuhannya akan lebih detail. Dan pihak kami akan terus mendorong pemerintah pusat dan daerah untuk
menambah jumlah rekrutmen tenaga guru kejuruan,“ tegas Joko.
Dalam rangka mendukung upaya peningkatan mutu lulusan SMK, pemerintah mengalokasikan
anggaran khusus untuk peningkatan mutu SMK. Tahun 2007, alokasi dananya naik sebesar 50% dibanding
tahun 2006, menjadi sekitar Rp 1,6 triliun. Untuk anggaran peningkatan mutu SMK tahun 2008, sudah ada
kenaikan mencapai 25% hingga dananya meningkat menjadi Rp 1,9 triliun. Jumlah yang sangat
menggembirakan untuk mendukung program peningkatan mutu para lulusannya. Pihak Direktorat
Dikmenjur juga sangat optimis terhadap kompetensi lulusan SMK. Joko menjelaskan bahwa sesungguhnya
SMK melahirkan para lulusan yang lebih siap adaptasi dan siap latih. “Kami melahirkan para lulusan yang
bukan hanya siap kerja saja, tetapi juga cerdas dan kreatif,” ujarnya sedikit berpromosi.
Idealnya pihak dunia usaha, industri, dunia kerja yang lebih berperan menentukan, mendorong, dan
menggerakkan pendidikan kejuruan, karena mereka adalah pihak yang lebih berkepentingan dari sudut
kebutuhan tenaga kerja. Asosiasi kejuruan di Indonesia merupakan kumpulan lembaga pendidikan kejuruan
(SMK, Program Diploma, Politeknik, FT, FPTK, JPTK, P3G Teknologi dan Kesenian, dan Balai-balai
Diklat Industri), serta kumpulan orang-orang sebagai pendidik (guru, instruktur, dosen, widyaiswara) pada
lembaga pendidikan teknologi dan kejuruan.
18

F. Membentuk kelompok kerja pengambang SMK


Khususnya dalam hubungan antara Depdikbud, industri dan Departemen-departemen lain yang terkait
hanya akan mampu melaksanakan misinya dalam pendidikan dan pelatihan kejuruan dengan sebaik-baiknya,
bila semuanya mengacu dan bekerja di dalam satu kerangka kerja yang sama. Sebagai langkah awal,
Pengurus Pusat KADIN memprakarsai suatu forum antara Depdikbud, Depnaker, Departemen-departemen
lain, dan industri guna membahas masalah-masalah ini. Dengan demikian akan tercipta langkah-langkah
menuju konsensus nasional terhadap sistem yang berlandaskan kompetensi industri tersebut.
Lingkup Depdikbud, khususnya untuk pelaksanaan usulan-usulan yang berkaitan dengan standar-standar
keterampilan industri mengusulkan supaya dibentuk suatu Unit Pelaksana Standar Keterampilan
Kejuruan (UPSKK) di lingkungan Depdikbud, sehingga dapat dengan segera memulai mengembangkan
standar-standar kompetensi industri, khususnya di sektor-sektor industri yang sudah menyatakan minatnya
untuk berpartisipasi. Ini tentunya meliputi industri-industri yang telah termasuk di dalam MPKN.
Menyangkut beberapa hal yang berkaitan dengan Depdikbud sendiri. Hal-hal ini antara lain
mengenai peninjauan ulang terhadap struktur dari program-program SMK, perlunya perubahan-
perubahan dalam proses belajar mengajar untuk memacu fleksibilitas, pengakuan terhadap apa yang telah
dipelajari sebelumnya (recognition of prior learning) dan kemungkinan alih jalur dan program
(transferability). Ada juga hal-hal yang menyangkut prioritas pengembangan SMK khususnya investasi
dalam perangkat keras dan fasilitas dan perbaikan mutu serta pelimpahan wewenang, prakarsa, dan
pengelolaan bagi masing-masing SMK negeri maupun swasta Hal-hal ini perlu mendapat perhatian di
lingkungan Depdikbud karena menyangkut hubungan antar beberapa direktorat.
Sistem pendidikan berada didalam lingkup tanggungjawab Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. Depdikbud menyediakan dana dan arahan kebijakan untuk lembaga-lembaga pendidikan
pemerintah dan mengawasi pendaftaran, ujian dan fungsi-fungsi koordinasi lain untuk lembaga pendidikan
swasta. Lembaga pendidikan swasta mendapat bantuan yang terbatas sifatnya dari pemerintah. Dalam sistem
pendidikan dan pelatihan di Indonesia, pendidikan luar sekolah menyediakan kursus-kursus khusus dalam
berbagai bidang baik kejuruan maupun non-kejuruan. Lembaga-lembaga penyelenggara pendidikan
dalam sektor ini harus terdaftar di Depdikbud. Selain Depdikbud, beberapa departemen pemerintah lain
juga melaksanakan program-program pelatihan. Departemen Tenaga Kerja (Depnaker) mempunyai lebih
dari 150 pusat pelatihan yang disebut sebagai BLK. BLK disediakan bagi para pencari kerja baru, termasuk
lulusan sekolah yang belum bekerja. BLK telah mulai mengembangkan sistem permagangan. Departemen-
departemen lain juga mempunyai pusat pelatihan dan SMK yang relevan dengan bidang mereka. Sebagai
contoh, Departemen. Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi mempunyai beberapa SMK, pusat pelatihan dan
lembaga pendidikan tinggi yang sesuai dengan ruang lingkup departemen tersebut.
Dalam Struktur Organisasi Depdikbud terdapat empat Direktur Jenderal yang langsung berada di
bawah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Salah satunya adalah. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar
dan Menengah (Dikdasmen). Di bawah Dirjen Dikdasmen ada Direktorat Pendidikan Menengah
19

Kejuruan (Dikmenjur) yang bertanggung jawab atas pengelolaan 700 SMK Negeri. Direktorat Sekolah
Swasta mempunyai tugas dan wewenang dalam pembinaan bagi seluruh sekolah swasta, termasuk
didalamnya ± 3.000 SMK swasta. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi bertanggung jawab terhadap
masalah-masalah pendidikan tinggi termasuk Politeknik. Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah,
Pemuda dan Olah Raga bertanggung jawab antara lain atas registrasi dan pengawasan/ pembinaan
penyelenggaraan pendidikan luar sekolah.
Menjelang tahun 2020 perekonomian Indonesia akan berubah dan berkembang ke arah
perekonornian global, sehingga perusahaan dan industrinya dituntut untuk mampu bersaing di pasar
regional maupun global. Oleh karena itu, Indonesia harus mampu mengelola dan mengembangkan berbagai
sumber dayanya dengan baik. Untuk dapat mencapai tujuan ini, kerja sama yang erat antara penyelenggara
pendidikan dan pelatihan dengan industri harus dikembangkan dalam menetapkan berbagai standar keahlian,
pengembangan kurikulum, dan kebijakan pengelolaan sistem. Secara umum usulan pengembangan ini
dirancang atas dasar kebijakan ‘LINK and MATCH’ yang sedang diterapkan oleh Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan (Depdikbud). Selain itu, diusulkan pula rencana kebijakan pengembangan sistem
`Pelatihan berbasis kompetensi industri’ (Competency Based Training) di Indonesia serta tindak
lanjutmya.
Sampai saat ini banyak perusahaan dan industri Indonesia telah berjalan dengan balk dan
menguntungkan sekalipun dengan pekerja yang memiliki keterampilan, produktivitas dan gaji yang
rendah. Kondisi tersebut pasti tidak dapat dipertahankan terus menerus. Banyak negara di kawasan di
sekitar Indonesia yang lebih belakangan dalam pembangunan ekonominya. Negara-negara tersebut akan
menggantikan Indonesia dalam menghasilkan produk-produk dengan memakai teknologi yang
berproduktivitas rendah dan upah rendah. Sasaran Indonesia di kemudian hari adalah menuju pada produk-
produk yang makin berkualitas tinggi dengan teknologi yang makin canggih sehingga tercapai produktivitas
dan efisiensi yang makin tinggi pula. Hal ini berlaku baik dalam sektor produksi maupun jasa. Sasaran
tersebut dicapai melalui standar keterampilan nasional yang diarahkan untuk memenuhi kebutuhan industri
dan lentur dalam menghadapi perubahan yang terjadi. Berbagai perubahan sebagai akibat dari faktor-faktor
ekonomi dan demografi tersebut dipakai sebagai latar belakang oleh Satuan Tugas dalam merumuskan
usulan dan saran-sarannya.
Mendikbud telah menyatakan bahwa kebijakan LINK and MATCH bukanlah merupakan usaha
untuk membuat perencanaan pasar kerja secara tepat, tetapi lebih dikaitkan dengan tingkat masukan
(entry level) ke dunia kerja dari program-program Pendidikan dan Pelatihan Kejuruan. Kebijakan tersebut
merupakan alat atau wahana untuk membangun kemitraan dengan industri dalam menyusun prioritas
maupun substansi program-program Pendidikan dan Pelatihan Kejuruan. Perencanaan program-program
Pendidikan dan Pelatihan Kejuruan harus memperhatikan kecenderungan pasar kerja agar para siswa dapat
meraih kesempatan maksimal dalam memperebutkan lapangan kerja yang tersedia dan dengan keterampilan
dasar yang diperolehnya mampu mengembangkan karir kerjanya.
20
21

Kurikulum adalah perangkat mata pelajaran dan program pendidikan yang diberikan oleh suatu
lembaga penyelenggara pendidikan yang berisi rancangan pelajaran yang akan diberikan kepada peserta
pelajaran dalam satu periode jenjang pendidikan.Rancangan ideal kurikulum ditinjau dari Intruksi Presiden
Nomor 9 Tahun 2016 tentang revitalisasi SMK adalah sebagai berikut:
a. Membuat peta jalan pengembangan SMK. Kurikulum SMK harus mencakup empat hal sesuai dengan
dimensi peta jalan pengembangan SMK yaitu:
1. Tata kelola lembaga
Kurikulum dikelola dan dikembangkan oleh kelembagaan yang berwenang, kurikulum
dikembangkan sesuai dengan kualitas dari lembaga itu sendiri, dan kurikulum yang
diterapkan mendapat lisensi sertifikat sesuai dengan lulusan yang dihasilkan.
2. Guru dan tenaga pendidik
Guru mampu menjalankan proses pembelajaran sesuai dengan kurikulum yang digunakan,
kurikulum mengatur tentang pelatihan berkelanjutan yang harus dilaksanakan oleh guru, serta
pengembangan kurikulum juga harus dicermati dari sisi hasil magang guru di industri.
3. Kualitas Pembelajaran
Kurikulum harus menata ulang dan update spektrum bidang keahlian, kesesuaian silabus dan
RPP yang sesuai dengan model kurikulum yang digunakan, up to date materi kejuruan,
proses KBM, dan kurikulum harus mengatur program magang di industri.
4. Kebekerjaan lulusan
Kurikulum harus dengan jelas memaparkan portofolio lulusan, hubungan industri dengan
sekolah pada kurikulum tersebut, dan transisi jenjang karier dan retooling.
b. Menyempurnakan dan menyelaraskan kurikulum SMK dengan kompetensi sesuai kebutuhan
pengguna lulusan (link and match). Kurikulum SMK berisi tentang kompetensi siswa sesuai dengan
dunia industri yang menggunakan lulusan SMK. Dalam hal ini, kurikulum SMK harus disusun sesuai
dengan kondisi pengelolaan yang dilakukan industri tersebut, sehingga bentuk pelaksanaan yang ada
pada industri harus dimasukkan ke dalam kurikulum sesuai paket keahlian yang diinginkan.
c. Meningkatkan jumlah dan kompetensi bagi pendidik dan tenaga kependidikan SMK. Rancangan
kurikulum yang ideal berdasarkan hal ini terdiri dari beberapa hal, yaitu:
1. Kurikulum yang baik merupakan pengembangan kurikulum dari banyak sisi. Setiap guru
memiliki pendapat yang berbeda sesuai dengan pegalaman-pengalaman yang didapat.
Semakin banyak guru yang sesuai pada setiap paket keahlian maka semakin terperinci
kurikulum yang dikembangkan. Weber dan Croker (1983) dalam jurnal Tjun, Lauw Tjun.,
dkk (2012) mengungkapkan bahwa “semakin banyak pengalaman seseorang, maka hasil
pekerjaannya semakin akurat dan lebih banyak memori tentang struktur kategori yang rumit”.
Selain itu Meinhard (1978) dalam jurnal Tjun, Lauw Tjun., dkk (2012) juga mengatakan
bahwa “semakin banyak pengetahuan (pandangan) mengenai bidang yang digelutinya
22

sehingga mengetahui berbagai masalah secara lebih mendalam sehingga akan lebih mudah
mengikuti perkembangan yang semakin kompleks”.
2. Kompetensi merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus
dimiliki, dihayati, dikuasai, dan diaktualisasikan oleh pendidik dan tenaga kependidik dalam
melaksanakan tugas keprofesionalan. Christiawan, Yulius Jogja (2002) menjelaskan bahwa
emakin tinggi tingkat kompetensinya maka semakin mudah tenaga pendidik dan
kependidikan mengembangkan kurikulum yang akan digunakan dan semakin tinggi
kompetensi akan semakin baik kualitas hasil evaluasi kurikulum.
d. Meningkankan kerja sama dengan kementrian/lembaga, pemerintah daerah, dan dunia usaha/industri.
Kurikulum yang harus disusun harus menyesuaikan beberapa pihak yaitu dari kemernterian sendiri,
pemerintah daerah, dan dari dunia industri. Kurikulum yang ideal harus berisikan kerja sama dari
ketiga lembaga tersebut. Kurikulum yang dimaksud berisi aturan-aturan dari lembaga, pemda, dan
industri. Adapan seluruh aturan tersebut dikelompokkan tergantung dari jenis kerja samanya.
e. Meningkatkan akses sertifikasi lulusan SMK dan akreditasi SMK
Berdasarkan tinjauan poin ini, kurikulum SMK harus berisi tentang sertifikasi lulusan SMK serta
akreditasi yang didapatkan oleh SMK tersebut. Kurikulum harus mencerminkan kondisi lulusan
sehingga mampu untuk mendapatkan sertifikikasi. Kurikulum berisi panduan sertifikasi lulusan SMK
agar dapat diakses dengan mudah. Pada dasarnya, akreditasi SMK meningkatkan kurikulum. Artinya,
secara otomatisasi akreditas SMK akan membentuk rencana kurikulum terbaik pada saat itu.

f. Membentuk kelompok kerja pengembangan SMK.


Pengembangan SMK akan berimbas juga pada pengembangan kurikulum ideal. Kurikulum yang
disusun melalui kerja sama dari tim akan semakin baik jika dibandingkan kurikulum yang disusun
sendiri. Hal ini sesuai dengan Tenner dan Detoro ( 2006) dalam jurnal Alisyahbana, Farid., dkk
(2015) mengatakan bahwa “kerjasama tim adalah sekelompok orang-orang yang bekerja bersama
untuk mencapai tujuan yang sama dan tujuan tersebut akan lebih mudah diperoleh dengan melakukan
kerjasama tim dari pada dilakukan sendiri”.
23

Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2016 tentang revitalisasi Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK) dalam rangka peningkatan kualitas dan daya saing Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia pada bagian khusus
kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, sebagai berikut:
a. membuat peta jalan pengembangan SMK;
b. menyempurnakan dan menyelaraskan kurikulum SMK dengan kompetensi sesuai kebutuhan pengguna lulusan
(link and match);
c. meningkatkan jumlah dan kompetensi bagi pendidik dan tenaga kependidikan SMK;
d. meningkatkan kerja sama dengan Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, dan Dunia Usaha/Industri;
e. meningkatkan akses sertifikasi lulusan SMK dan akreditasi SMK; dan
f. membentuk kelompok kerja Pengembangan SMK.
Analisis rancangan kurikulum jika ditinjau dari instruksi presiden tersebut akan dijabarkan sebagaimana berikut:
A. Membuat Peta Jalan Pengembangan SMK
Peta jalan revitalisasi pendidikan kejuruan dijabarkan dalam dimensi berikut:
a) Kualitas pembelajaran dibuktikan dengan adanya penataan spektrum bidang keahlian, kurikulum—
silabus—RPP, materi kejuruan, proses KBM, dan program magang industri. Sehingga dari hal tersebut
berdampak pada kurikulum yang dibentuk berupa standar isi dan prosesnya disesuaikan dengan kebutuhan
DU/DI.
b) Kebekerjaan lulusan dibuktikan dengan adanya portofolio lulusan: sertifikasi, raport dan ijazah, adanya
hubungan industri, penempatan dan penelusuran tamatan, dan transisi jenjang karier dan retooling.
Aplikasi pada kurikulum ada pada standar sarana dan prasarana serta standar penilaian yang nantinya akan
berdampak pada kompetensi lulusan pada bidang keahliannya.
c) Pemenuhan kuantitas dan kualitas guru dibuktikan dengan adanya pemenuhan kualitas dan kuantitas guru,
pelatihan berkelanjutan, magang guru di industri. Dengan diberlakukannya hal ini, maka diharapkan
kurikulum pada standar pendidik dan tenaga kependidikannya akan mampu memberikan ilmu termasuk
keprofesionalitasannya dalam bidang yang ditekuni karena juga mendapatkan ilmu dari industri yang telah
didapat oleh gurunya.
d) Tatakelola lembaga dibuktikan dengan adanya pengelolaan kelembagaan, disparitas kualitas lembaga,
percepatan akreditasi dan lisensi sertifikasi. Hal tersebut berdampak pada standar pengelolaan dan standar
pembiayaan SMK yang akan lebih optimal karena pembukaan jurusan dan SMK akan didasarkan pada peta
kebutuhan wilayah atas bidang tersebut.

B. Menyempurnakan dan Menyelaraskan Kurikulum SMK dengan Kompetensi Sesuai Kebutuhan Pengguna
Lulusan (Link and Match)
Konsep link and match (keterkaitan dan kesepadanan) merupakan konsep keterkaitan antara lembaga
pendidikan dengan dunia kerja, atau dengan kata lain link and match ini adalah keterkaitan antara pemasok
tenaga kerja dengan penggunanya. Dengan adanya keterkaitan ini maka pendidikan sebaagi pemasok tenaga
kerja dapat mengadakan hubungan-hubungan dengan DU/DI.
24

Dengan link dan match ini suatu lembaga khususnya SMK bisa mengadakan kerja sama dengan pihak lain
khususnya dengan perusahaan atau industri agar siswa bisa magang di perusahaan tersebut. Adanya link and
match tersebut sekolah dapat mengetahui kompentensi (keahlian) apa yang paling dibutuhkan dunia kerja dan
kompetensi apa yang paling banyak dibutuhkan dunia kerja. Selain itu, sekolah juga akan dapat memprediksi
dan mengantisipasi keahlian (kompetensi) apa yang diperlukan dunia kerja dan teknologi sepuluh tahun ke
depan. Terpenting, sekolah harus menjalin relasi dan menciptakan link dengan banyak perusahaan agar
bersedia menjadi arena belajar kerja (magang) bagi siswa yang akan lulus. Magang langsung (on the spot) ke
dunia kerja seperti itu, lulusan tidak hanya siap secara teori tetapi juga siap secara praktik.
Pendidikan formal termasuk SMK dianggap sebagai penentu dalam menunjang pertumbuhan ekonomi, dan
titik temu antara pendidikan dan pertumbuhan ekonomi adalah produktivitas kerja, dengan asumsi bahwa
semakin tinggi mutu pendidikan, semakin tinggi produktivitas kerja, semakin tinggi pula pengaruhnya terhadap
pertumbuhan ekonomi suatu masyarakat.

C. Meningkatkan Jumlah dan Kompetensi Bagi Pendidik dan Tenaga Kependidikan SMK
Guru Sekolah Menengah Kejuruan yang disingkat Guru SMK adalah guru pada satuan pendidikan
formal yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan. Guru sekolah kejuruan adalah guru yang mengajar
pada sekolah kejuruan yang memiliki kompetensi pedagogis, kepribadian, profesional dan sosial. Guru
Kejuruan pada program produktif memiliki karakteristik dan persyaratan (kompetensi) profesional yang
spesifik, yaitu antara lain:
1. Memiliki keahlian praktis yang memadai pada semua bidang studi (mata pelajaran) produktif;
2. Mampu menyelenggarakan pembelajaran (diklat) yang relevan dengan kompetensi yang dibutuhkan
oleh dunia kerja;
3. Mampu merancang pembelajaran (diklat) di sekolah dan di dunia usaha atau industri.
Peningkatan kuantitas dan kualitas pendidik dan tenaga kependidikan memberikan hasil yang signifikan
atas keberhasilan SMK. Dalam Dimensi Peta Jalan Revitalisasi Pendidikan Kejuruan dijelaskan bahwa tantangan
pada kondisi saat ini salah satunya ada pada pemenuhan kuantitas dan kualitas guru. Sehingga muncullah solusi
dan kondisi masa depan untuk membuat peta kebutuhan guru kejuruan dan melakukan pemenuhan kebutuhan
guru kejuruan secara nasional. Pemerintah dalam hal ini telah memberikan dukungan kebijakan dan program
berupa penambahan formasi guru kejuruan, pemanfaatan tenaga ahli industri, pemanfaatan mahasiswa tingkat
akhir sebagai guru bantu, pelaksanaan Rekohnisi Pengalaman Lampau (RPL), memanfaatkan Teknologi ICT.
Selain itu juga dilakukan pelatihan guru secara berkelanjutan dengan solusi adanya grand desain pelatihan
guru dan kompetensi guru kejuruan. Program yang dilakukan adalah dengan mengadakan training Kompetensi
Guru di P4TK dan industri berjenjang-kontinyu serta melakukan pendampingan guru di sekolah dalam proses
pembelajaran.
25

Program magang guru di sekolah dan industri dengan solusi program penguatan kompetensi guru melalui
kerja lapangan dan magang di industri dengan adanya dukungan kebijakan program Teaching Factory di SMK,
program magang di industri bagi guru kejuruan secara periodik.
Pemaparan tersebut memberikan arahan bagi pengembangan kurikulum agar disesuaikan juga dengan
tujuan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas pendidik dan tenaga kependidikan. Hal itu bisa dilakukan
dengan cara standar yang diberlakukan untuk pendidik dan tenaga kependidikan yang mengajar di SMK, selain
dilihat dari standar yang sudah ada, maka perlu lebih ditingkatkan dengan diwajibkannya guru untuk magang di
industri agar lebih memahami kebutuhan DU/DI saat ini dan meningkatkan profesionalitas guru di bidang
keahliannya. Selain itu perlunya lebih mengasah pemahaman guru utuk memanfaatkan teknologi ICT agar
mampu meningkatkan kinerja pendidik dan tenaga kependidikan.
Adanya mahasiswa tingkat akhir dan tenaga ahli industri diharapkan akan memberikan dampak baik bagi
pendidikan kejuruan karena bisa lebih menjangkau kebutuhan guru kejuruan secara nasional.

D. Meningkatkan Kerja Sama dengan Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, dan Dunia Usaha/Industri
Berikut dijabarkan arah kebijakan dan strategi pencapaian sasaran strategis Direktorat Pembinaan SMK
2015-2019, salah satunya menyatakan:
Penguatan Peran Siswa, Guru, Tenaga Kependidikan, Orangtua, dan Aparatur Institusi Pendidikan dalam
Ekosistem Pendidikan Kejuruan. Arah kebijakan yang diterapkan dalam melaksanakan tujuan strategis ini
melalui Penerapan pendidikan karakter di sekolah. Strategi ini bertujuan untuk:
 Memotivasi pihak sekolah dan Pemerintah Daerah setempat dalam pengembangan mental dan akhlak
mulia ke siswa SMK di lingkungan daerahnya masing-masing.
 Menumbuhkan disiplin dan tanggungjawab terhadap kegiatan di sekolah maupun di luar sekolah.
 Terciptanya generasi muda yang tangguh dan siap menuju ke kehidupan yang lebih baik di masyarakat.
 Memiliki budi pekerti dan kebersamaan sebagai upaya untuk menggalang persatuan dan kesatuan generasi
muda mendatang.
Adanya kerja sama SMK dengan Pemda maupun DU/DI diharapkan akan lebih mengembangkan kurikulum
pada bagian kompetensi siswa. Sehingga ketika siswa magang atau bekerja di DU/DI akan lebih terasah
kemampuannya pada bidang yang ditekuninya.

E. Meningkatkan Akses Sertifikasi Lulusan SMK dan Akreditasi SMK


Direktur Pembinan Sekolah Menengah Kejuruan, Kementerian Pendidikan dan kebudayaan
(Kemdikbud) Mustaghfirin mengatakan, lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) akan terima
sertifikasi kelayakan untuk menghadapi persaingan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Lulusan yang
memperoleh sertifikasi adalah lulusan yang memenuhi persyaratan. Mulai dari pembelajaran yang
benar, ada alat uji sesuai standar kompetensi , dan asesor yang memiliki sertifikat. Sertifikasi kelayakan
tersebut diberikan oleh Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) dan Asosiasi Profesi.
26

Menurut Mustaghfirin, lulusan yang mendapat sertifikasi dari BNSP adalah lulusan yang benar-
benar memiliki skill seperti, kecekatan, kerapihan, dan keterampilan untuk menggerakkan
perekonomian negara. Sertifikasi dilakukan karena pada umumnya lulusan SMK, langsung terjun ke
dunia kerja sebelum melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya. Mustagfirin menambahkan,
Kemdikbud juga melakukan pengembangan pendidikan kreatif bagi siswa SMK, dengan tujuan untuk
menjadikan peserta didik sebagai subyek pembelajar lulusan yang miliki karakter, kompetensi, mandiri,
bertanggung jawab, kreatif, inovatif, dan kewirausahaan. Untuk mendukung semuanya, Mustaghfirin
mengatakan, harus ada kecakapan dalam berkomunikasi seperti mampu mengunakan bahasa asing.
Setidaknya bisa membaca, menulis, dan mendengar secara efektif yang membuat lulusan SMK dapat
berpikir kritis (beritasatu.com)
Hal tersebut memberikan dampak bahwa nantinya kurikulum yang dikembangkan harus berorientasi
juga pada kecakapan siswa agar nantinya mampu untuk berkontribusi atas kemajuan perekonomian
negaranya.

F. Membentuk Kelompok Kerja Pengembangan SMK


Dengan adanya kelompok kerja pengembangan SMK, maka diharapkan mampu untuk semakin
meningkatkan mutu SMK termasuk dari sisi kurikulumnya sehingga keluarannya sesuai dengan yang diharapkan
oleh dunia usaha dan dunia industri. Selain itu juga dengan melakukan pengembangan pola pembelajaran.
Dengan adanya aktivitas pengembangan yang kontinyu, diharapkan siswa nantinya setelah bersinergi dengan
dunia usaha dan dunia industri maka akan menjadi tenaga kerja yang profesional sehingga mampu
berkontribusi.
27

SEPTEMBER 2016

Bagaimana sebaiknya rencana ideal kurikulum SMK, ditinjau dari 6 hal dibawah ini:
a. Membuat peta jalan pengembangan SMK;
b. Menyempurnakan dan menyelenggarakan kurikulum SMK dengan kompetensi sesuai kebutuhan
pengguna lulusan (link and match);
c. Meningkatkan jumlah dan kompetensi bagi pendidik dan tenaga kependidikan SMK;
d. Meningkatkan kerjasama dengan Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, dan dunia
usaha/industri;
e. Meningkatkan akses sertifikasi lulusan SMK dan akreditasi SMK;
f. Membentuk kelompok kerja pengambang SMK.

Rancangan ideal kurikulum SMK terkait revitalisasi SMK


a. Pengambangan kegiatan pembelajaran pada jenjang SMK harus dilakukan secara maksimal
untuk mengikuti persaingan global. Dengan kebijakan diatas diharapkan pemerintah dapat
menyediakan pendidik, tenaga kependidikan, sarana, dan prasarana SMK yang memadai dan
berkualitas. Melakukan penataan kelembagaan SMK yang meliputi program kejuruan yang
dibuka dan lokasi SMK, serta mengembangkan SMK unggulan sesuai dengan potensi wilayah
masing-masing. Khusus untuk Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Presiden
memberikan enam instruksi yang perlu direalisasikan, Keenam instruksi tersebut adalah:
membuat peta jalan SMK, menyempurnakan dan menyelaraskan kurikulum SMK dengan
kompetensi sesuai kebutuhan pengguna lulusan (link and match), meningkatkan jumlah dan
kompetensi bagi pendidik dan tenaga kependidikan SMK, meningkatkan kerja sama dengan
kementerian/lembaga, pemerintah daerah, dan dunia usaha/industri, meningkatkan akses
sertifikasi lulusan SMK dan akreditasi SMK, dan membentuk Kelompok Kerja Pengembangan
SMK.
b. Penyempurnaan dan penyelenggaraan kurikulum SMK harus di awali dengan perbaikan
kurikulum yang sesuai dengan output yang di butuhakan untuk memasuki dunia kerja saat ini.
Kurikulum yang harus di terapkan untuk jenjang SMK harus mampu menciptakan dan
mengeksplor skill yang dimiliki oeh peserta didik. Kurikulum SMK seharusnya mampu
menghasilkan sumber daya manusia yang siap untuk terjun di dunia kerja dengan skill yang
dimilikinya. Penyajian kurikulum SMK di sekolah harus benar-benar bisa menciptakan dan
mengeksplor skill yang dimiliki peserta didik. Pelaksanaan praktik secara maksimal yang ada di
sekolah harus mampu meningkatkan kemampuan yang dimiliki peserta didik. Kurikulum yang
ada harus mampu mengaplikasikan semua teori-teori keilmuan didalam kegiatan praktik
lapangan yang dilakukan.
c. Didalam menyempurnakan revitalisasi SMK selain adanya kurikulum yang sesuai dengan
kebutuhan kegiatan pembelajaran harus diimbangi dengan tenaga pendidik dan tenaga
kependidikan yang mumpuni dan memadahi. Dimilikinya tenaga pendidik yang kompeten akan
mampu meningkatkan kualitas output yang maksimal. Semua tenaga pendidik dan tenaga
kependidikan harus mimiliki kompetensi yang sesuai dengan bidang keahlian yang di milikinya.
Peningkatan jumlah tenaga pendidik yang berkualitas akan mampu meningkatkan kualitas
pembelajaran yang dilakukan di jenjang SMK. Selain itu pemerintah juga perlu meningkatkan
kegiatan pelatihan atau peningkatan kualiatas bagi tenaga pendidik dan tenaga kependidikan.
Dimilikinya tenaga pendidik yang kompeten akan mampu menerapkan kurikulum SMK tepat dan
maksimal.
28

d. Peningkatan jumlah kerjasama dengan pihak-pihak kementerian/lembaga, pemerintah daerah,


dan dunia usaha/industri juga akan menambah kesempatan bagi peserta didik untuk mencoba
mengeksplor skill yang dimilikinya serta semua ilmu dan pengalaman praktik yang didapatkan
dari sekolah. Selain itu dengan peningkatan jumlah kerjasama yang dimiliki oleh pihak sekolah
dengan pihak-pihak yang terkait juga akan membantu para lulusan SMK untuk mendapatkan
pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya. Semakin banyak dan semakin luasnya akses yang di
sediakan oleh kementerian, lembaga atau industri akan membantu memudahkan lulusan SMK
untuk mengeksplor sumberdaya yang dimilikinya. Kurikulum SMK harus dirancang sesuai
dengan output yang dibutuhakan oleh lembaga, instansi atau industri yang sesuai dengan tuntutan
kerja saat ini. Dengan dimilikinya sumberdaya yang berkualitas akan meningkatkan minat para
pencari tenaga kerja untuk memilih lulusan SMK.
e. Sertifikasi lulusan SMK dan akreditasi SMK akan membantu para lulusan SMK untuk mencari
pekerjaan yang layak, bagi pihak sekolah dengan dimilikinya akreditasi sekolah yang baik maka
mutu pendidikan di sekolah akan semakin maksimal. Sertifikat lulusan SMK akan membktikan
bahwa lulusan SMK benar-benar memiliki keahlian yang sesuai dengan kemampuannya.
Rancangan kurikulum SMK harus benar-benar memuat semua skill yang dibutuhkan dalam dunia
kerja saat ini, meliputi kemampuan kognitif, afektif dan pesikomotor.
f. Pembentukan kelompok kerja pengambang SMK akan semakin membantu kemudahan dalam
mengambangkan revitalisasi SMK, dimana dalam melaksanakan kegiatan ini akan dilakukan
perencanaan, pengaplikasian, pengevaluasian pengambangan SMK. Kelompok kerja akan lebih
fokus dalam menghadapi semua persolan yang terjadi di jenjang SMK dan menciptakan solusi
yang tepat untuk mengatasi masalah-masalah yang ada.
29

Presiden Jokowi menekan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2016 tentang Revitalisasi Sekolah
Menengah Kejuruan. Analisis di dasari oleh seminar nasional pendidikan kejuruan dengan tema tantangan
pendidikan kejuruan di abad 21.
1. Membuat peta jalan pengambangan SMK
a. Tatakelola Lembaga
1) Pengelolaan Kelembagaan
2) Disparitas kualitas lembaga
3) Percepatan Akrediotasi dan lisensi sertifikasi.
b. Kualitas Pembelajaran
1) Penataan Spektrum Bidang Keahlian
2) Kurikulum – Silabus- RPP
3) Materi Kejuruan
4) Proses KBM
5) Program magang Industri
c. Guru dan tenaga Pendidik
1) Pemenuhan kualitas dan kuantitas Guru
2) Pelatihan berkelanjutan
3) Magang guru di industri
d. Kebekerjaan Lulusan
1) Portofolio Lulusan : Sertifikasi, raport dan ijazah
2) Hubungan industri
3) Penempatan dan penelusuran tamatan
4) Transisi jenjang karier dan retooling.
Dimensi Peta Jalan Revitalisasi Pendidikan Kejuruan Peta Jalan Kebekerjaan SMK Generasi baru siswa
mengharapkan lingkungan belajar yang mengintegrasikan perangkat digital, menampung gaya hidup
mobilitas tinggi, menyesuaikan dengan gaya belajar individu, mendorong kolaborasi dan kerja sama tim.
Dengan membuat peta jalan seperti yang telah dijelaskan, arah perkembangan SMK mengenai tata
kelola lembaga diharapkan SMK dapat mengelola lembaga, meningkatkan kualitas lembaga dan akreditasi
serta sertifikasi dengan baik dengan pembinaan SMK Rujukan, SMK Mandiri, SMK Aliansi, dan SMK
Konsorsium, Pemetaan kebutuhan industri dengan kompetensi keahlian yang ada di SMK, koordinasi dan
penyatuan unit pembinaan lembaga dengan PTK, Mengkoordinasi dukungan akreditasi antara pemerintah
dengan provinsi.
Kualitas pembelajaran diharapkan SMK dapat menata kembali spektrum bidang keahlian yang
diampu SMK sesuai dengan kebutuhan industri, Kurikulum-silabus-RPP, materi kejuruan, proses KBM,
program magang di industri diharapkan match dengan yang dibutuhkan di duania industri.
Guru dan tenaga pendidik diharapkan memiliki kualitas dan kuantitas guru yang baik, guru diberikan
pelatihan berkelanjutan agar dapat mengetahui teknologi terbaru, guru magang di industri agar guru tahu
30

secara real bagaimana kerja di industri dan teknologi seperti apa yang telah di terapkan di industri pada saat
ini.
Keberhasilan lulusan SMK, diharapkan siswa SMK yang telah lulus memmiliki raport dan ijazah sesuai
dengan bidang keahliannya, memiliki sertifikat yang menggambarkan kompetensi keahlian yang dimiliki,
sekolah seharusnya memiliki hubungan dengan industri dengan baik agar lulusan dapat ditempatkan di
tempat industri tersebut.

2. Menyempurnakan dan menyelaraskan kurikulum SMK dengan kompetensi sesuai kebutuhan


pengguna lulusan (link and match)
a. Penyelarasan dilaksanakan secara periodik dan melibatkan penggunaan lulusan
b. Penyelarasan adalah mempertemukan antara sisi pasokan dan sisi permintaan yang mencakup
dimensi kualitas, kompetensi, kuantitas, lokasi dan waktu
c. Penyelarasan juga mencakup pengembangan SMK 4 tahun yang memiliki nama kompetensi
dan SKL yang berbeda dengan SMK 3 tahun.
Kurikulum SMK dibuat sesuai dengan kebutuhan di dunia industri, agar siswa yang telah
lulus dapat bekerja sesuai dengan kompetensi keahliannya yang sama dengan kebutuhan atau
pekerjaan di dunia industri. Penyelarasan kurikulum dirancang secara periodik agar teknologi yang
berkembang di SMK selaras dengan teknologi yang ada di dunia kerja, jadi siswa SMK tidak
ketinggalan kemajuan teknologi yang berkembang di industri. Pengembangan SMK 4 tahun
diharapkan lulusan sudah dapat langsung bekerja di industri dan lulusan sudah diakui sama dengan
program diploma 1.

3. Meningkatkan jumlah dan kompetensi bagi pendidik dan tenaga kependidikan


Rencana Aksi Penyediaan dan Peningkatan Kualitas Guru :
a. Pemenuhan 90 ribu guru baru SMK/SMA-LB bersertifikat kompetensi
b. 100 % guru/instruktur punya pengalaman di DUDI.
c. Kerjasama Kemendikbud –Kemenristekdikti (penugasan Politeknik menghasilkan guru
vokasi dan penguatan LPTK )
d. Pemanfaatan tenaga ahli industri sebagai guru
e. Pelatihan/magang guru vokasi di DUDI
Tindak lanjut Agenda Pelaksanaan Penjadwalan Penyiapan
a. Desain Peta kebutuhan dan pengadaan kompetensi guru kejuruan SMK;
b. Kolaborasi dengan Industri dan perguruan tinggi dlm program pengadaan guru kejuruan;
c. Panduan Program kerja
Penyediaan tenaga kependidikan yang ahli dan memiliki kompetensi yang sesuai dengan
kebutuhan SMK diwajibkan memiliki pengalaman di DUDI, mewajibkan guru mengikuti kegiatan
31

guru vokasi dan LPTK, Guru dapat di ambil dari tenaga ahli di industri yang dapat memberikan
pengetahuan nyata kepada siswa SMK. Guru-guru di berikan pelatihan atau magang di tempat
industri guru vokasi di DUDI.

4. Meningkatkan kerjasama dengan Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, dan dunia


usaha/industri
Kerjasama dengan Pemerintah daerah dan industri untuk membangun infrastruktur pendidikan
vokasi. Tindak lanjut Agenda Pelaksanaan Penjadwalan Penyiapan:
a. Pemetaan kebutuhan daerah yang belum memiliki SMK
b. Penguatan juknis pendirian USB
c. Sosialisasi tentang program USB SMK
Kerjasama kementrian atau lembaga, pemerintah daerah dan dunia usaha atau industri sangat diperlukan
dalam membangun SMK baru dan ruang kelas baru untuk menampung siswa baru. Infrastruktur pendidikan
vokasi harus di selaraskan dengan kebutuhan dengan dunia industri.

5. Pengumpulan dan verifikasi proposal Meningkatkan akses sertifikasi lulusan SMK dan akreditasi SMK
Rencana Aksi Akreditasi dan Penyelenggaraan:
a. 100% akreditasi A pada satuan pendidikan dan bidang keahlian
b. 100% penyelenggaraan pendidikan vokasi terintegrasi pada bidang keahlian unggulan.
c. Pembinaan satuan pendidikan untuk memenuhi SNP (Standar Nasional Pendidikan).
d. Integrasi proses KBM dan pemanfaatan sumberdaya secara bersama.
Tindak lanjut Agenda Pelaksanaan Penjadwalan Penyiapan
a. Pembuatan peta jalan dan strategi akreditasi berbasis visitasi dan berbasis online;
b. Juknis pelatihan asesor
Bidang keahlian yang ada di SMK harus berakreditasi A, penyelenggaraan pendidikan vokasi terintegrasi pada
bidang keahlian unggulan, SMK diberi pembinaan untuk memenuhi Standar nasional Pendidikan, proses KBM
dan pemanfaatan sumberdaya dilaksanakan secara bersama, sehingga lulusan SMK memiliki sertifikasi dan
akreditasi SMK yang baik.

6. Membentuk kelompok kerja pengembang SMK.


Kelompok kerja pengembang SMK:
a. Penyusunan INPRES tentang Revitalisasi Sekolah Menengah Kejuruan dalam Rangka Peningkatan
Kualitas dan Daya Saing Sumber Daya Manusia Indonesia.
b. Pengembangan 150 SMK bidang Kemaritiman, Pariwisata, Pertanian, dan Industri Kreatif.
c. Tindak lanjut kunjungan Presiden Joko Widodo ke Jerman.
 Pengiriman 30 orang guru SMK untuk training ke Jerman.
 Mendatangkan 10 orang Senior Expert Jerman ke SMK
32

 Kerjasama Kemendikbud dengan BiBB (German Federal Institute for Vocational Education
and Training).
 Kerjasama dengan Kadin Trier Germany : Pilot Project Dual System di 6 SMK di Jateng dan
Jatim.
d. Pilot project pendidikan vokasi terintegrasi (SMK – Kursus – SMA-LB - industri) di Batam, Solo,
Malang. Perlu dibentuk: Gugus Tugas Revitalisasi Pendidikan Vokasi di tingkat Nasional yang
melibatkan K/L terkait dan industri.
Gugus ini bertugas untuk menyusun, antara lain :
1) Peta Jalan Revitalisasi Pendidikan Vokasi Nasional
2) Kerangka regulasi untuk mendorong pengembangan pendidikan vokasi.
3) Penyelarasan pembelajaran (kurikulum, sistem pengujian dan sertifikasi
4) Penyediaan sumber daya (guru/instruktur dan fasilitas untuk praktik)
5) Pengelolaan pendidikan kejuruan yang terintegrasi dalam satu kelembagaan, serta
mengimplementasikan sistem ganda (dual system: 30% teori di sekolah – 70% praktik di
industri).
Pembentukan kelompok-kelompok diatas dimaksudkan untuk mendapatkan kelompok kerja pengembang
SMK yang dapat memperbaiki kualitas SMK dan lulusan SMK secara optimal.
Rancangan kurikulum ditinjau dari enam aspek yang telah dijabarkan, yaitu : Membuat peta jalan
pengambangan SMK, Menyempurnakan dan menyelaraskan kurikulum SMK dengan kompetensi sesuai
kebutuhan pengguna lulusan (link and match), Meningkatkan jumlah dan kompetensi bagi pendidik dan
tenaga kependidikan, Meningkatkan kerjasama dengan Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, dan
dunia usaha/industri, Pengumpulan dan verifikasi proposal, Meningkatkan akses sertifikasi lulusan SMK dan
akreditasi SMK, Membentuk kelompok kerja pengembang SMK jika keenam aspek tersebut dijalankan
dengan baik maka perkembangan kurikulum di SMK sesuai dengan harapan pemerintah yaitu meningkatkan
mutu pendidikan, dan menghasilkan tenaga kerja dengan kompetensi berstandar global.
33

Tugas
1. Bagaimana sebaiknya rancangan ideal kurikulum SMK, ditinjau dari 6 instruksi Presiden terkait
revitalisasi SMK, sebagai berikut.
a. Membuat peta jalan pengambangan SMK;
b. Menyempurnakan dan menyelaraskan kurikulum SMK dengan kompetensi sesuai kebutuhan
pengguna lulusan (link and match);
c. Meningkatkan jumlah dan kompetensi bagi pendidik dan tenaga kependidikan;
d. Meningkatkan kerjasama dengan Kementrian/Lembaga, Pemerintah Daerah, dan dunia usaha indutri;
e. Meningkatkan akses sertifikasi lulusan SMK dan akreditasi SMK;
f. Membuat kelompok kerja pengambang SMK.

Jawaban
a. Membuat Peta Jalan Pengambangan SMK

A. Kualitas Pembelajaran
1. Penataan Spektrum Bidang Keahlian
Sesuai dengan SK Dirjen Mendikbud nomor 7013/D/KP/2013 tentang Spektrum Keahlian
Pendidikan Menengah Kejuruan menimbang bahwa Spektrum Keahlian Pendidikan Menengah
Kejuruan yang berlaku perlu dilakukan penyesuaian sejalan tuntutan kurikulum, perkembangan
ilmu pengetahuan, teknologi dan kebutuhan dunia kerja. Adapun spektrum keahlian tersebut
dikelompokkan menjadi bidang keahlian, program keahlian, dan paket keahlian. Hal ini ditujukan agar
teori dan praktek pada saat materi di sekolah harus seimbang sehingga pada saat terjun ke lapangan
kualitas SDM benar-benar bagus dan dapat bersaing. Perlu adanya dukungan kebijakan dan program
34

seperti: Perdirjen tentang Harmonisasi Spektrum Bidarg keahlian SMK; Penguatan SMK program 4
tahun; Sinkronisasi pemhinaan dan pengembangan SMK sesuai dengan UU Nomor 23/2014.

2. Kurikulum, Silabus, RPP


Kurikulum, silabus di SMK lebih condong ke arah akademis disbanding kejuruan. Perlu adanya
Revisi stander lsi, SKL, Standar Proses, dan Standar Penilaian sesuai dengan bidang kejuruan,
Penguatan pendidikan karakter dan budaya bangsa. Kurikulum sebaiknya dikembangkan dengan
penyempurnaan pola pikir berkaitan dengan pola pembelajaran, yaitu: (1) berpusat pada peserta didik;
(2) pembelajaran interaktif (interaktif antara guru – peserta didik – masyarakat – lingkungan alam –
sumber/media lainnya); (3) pembelajaran dirancang secara jejaring (peserta didik dapat menimba ilmu
dari siapa saja dan dari mana saja yang dapat dihubungi, serta dapat diperoleh melalui internet); (4)
pembelajaran bersifat aktif (peserta didik didorong untuk aktif mencari informasi melalui pendekatan
saintifik); (5) belajar kelompok (berbasis tim); (6) pembelajaran berbasis multimedia; (7) pembelajaran
berbasis pengguna dengan memperkuat pengembangan potensi khusus yang dimiliki setiap peserta
didik; (8) pola pembelajaran menggunakan ilmu pengetahuan jamak; dan (9) pembelajaran yang
mengembangkan pola berpikir kritis. Jadi, Kurikulum 2013 diharapkan dapat menjawab tantangan yang
dihadapi masyarakat Indonesia. Diperlukan juga dukungan kebijakan dan program seperti Percepatan
penerbitan Permendikbud tentang standar Nasional Pendidikan bagi SMK, Review PP no. 19 tahun 2005
dan perubahannya dengan PP no. 32/2015.

3. Materi Kejuruan
Materi Pembelajaran Kejuruan belum terbarukan sesual dengan perkembangan teknologi dan
kebutuhan kebekerjaan. Materi kejuruan sudah seharusnya memiliki kesesuaian dengan materi yang
dibutuhkan di SMK untuk diajarkan kepada para peserta didiknya. Uraian materi seharusnya meliputi
materi yang diajarkan di SMK dan mendukung materi yang diujikan pada uji kompetensi SMK dan
sesuai dengan kurikulum. Solusinya bisa dengan mengadopsi dan adaptasi materi pembelajaran kejuruan
dari industry dan negara maju serta penulisan materi pembelajaran hasil kolaborasi guru dan expert
lndustri. Diperlukan dukungan kebijakan dan program seperti: Penerjemahan buku kejuruan; Percepatan
pembuatan buku pegangan kejuruan; Pembuatan modul kejuruan oleh guru bekerjasama dergan tenaga
ahli industri.

4. Proses KBM
Prestasi belajar merupakan hasil belajar yang dicapai setelah melalui kegiatan belajar mengajar
(KBM). Prestasi belajar dapat ditunjukkan melalui nilai studi yang telah diberikan oleh guru dari jumlah
bidang studi yang dipelajari oleh peserta didik. Kegiatan pembelajaran tentunya selalu mengharapkan
akan menghasilkan pembelajran yang maksimal.dalam proses pencapaiannya. Prestasi belajar sangat
35

dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satu faktor utama yang paling mempengaruhi adalah
keberhasilan guru.

5. Program Magang Industri


Magang merupakan syarat utama untuk melalui proses pendidikan. Masalah magang telah diatur
dalam Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan khususnya pasal 21 – 30. Dan lebih
spesifiknya diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi no. Per.22/Men/IX/2009
tentang Penyelenggaraan Pemagangan di Dalam Negeri. Dalam kegiatan magang, siswa akan memiliki
kesempatan untuk mengaplikasikan semua ilmu yang telah dipelajari dan mempelajari detail tentang
seluk beluk standar kerja yang profesional. Pengalaman ini kemudian menjadi bekal dalam menjalani
jenjang karir yang sesungguhnya.

B. Tata Kelola Lembaga


1. Pengelolaan Kelembagaan
Untuk pelaksanaan tata kelola yang baik, diperlukan adanya: 1) Komitmen yang kuat baik
dari pihak-pihak di dalam lembaga pendidikan tersebut maupun pihak-pihak di luar lembaga
pendidikan seperti pemerintah, swasta, dan masyarakat; 2) Koordinasi yang baik, integritas,
profesionalisme, serta etos kerja dan moral tinggi; 3) Pengembangan dan penerapan sistem
pertanggungjawaban yang tepat, jelas, dan nyata yang berakar pada penyelenggaraan pendidikan
yang efektif, efisien, bersih, dan bertanggung jawab. Pembukaan jurusan dan pendirian lembaga tak
terkendali dan tidak sesuai dengan kebutuhan wilayah juga menjadi masalah dalam penglolaan
lembaga, maka diperlukan dukungan kebijakan dan program seperti: inpres tentang revitalisasi SMK,
peratunan tentang pembukaan dan penutupan SMK berdasar peta kebutuhan wilayah.

2. Disparitas Kualitas Lembaga


Persoalan ketidakadilan pemerintah ini dirasakan sangat jelas oleh para guru terutama oleh
mereka yang berada di sekolah-sekolah swasta, misalnya dalam mengakses peluang dan kesempatan
bahkan informasi untuk membina dan meningkatkan karir profesi keguruan. Demikian juga lembaga
pendidikan swasta selama ini sering menjadi obyek pungli bagi oknum pejabat dan pengawas
pendidikan. Terkait dengan masalah demokrasi pendidikan ini, telah jelas dinyaakan dalam Pasal 4
ayat (1) Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa
Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan
menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa. Dan
dalam pasal 11 Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional ayat (1) juga dinyatakan bahwa
36

Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin
terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi.

3. Percepatan Akreditasi dan Lisesnsi Sertifikasi


Akreditasi dan sertifikasi lembaga tidak seimbang dengan pertumbuhan. Akreditasi
dan sertifikasi adalah upaya yang sangat positif untuk semakin meningkatkan mutu sekolah,
terlebih variasi mutu yang dicapai oleh lembaga persekolah masih belum merata. Dalam
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional pada Bab I, Pasal 1, dan ayat 32 dikemukakan
bahwa akreditasi adalah kegiatan penilaian kelayakan program dalam satuan pendidikan
berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan. Sedangkan Sertifikasi sebagai tanda kewenangan
bagi seseorang menggambarkan kompetensi yang harus dimiliki. Pencapaian Mutu Sekolah
melalui kegiatan Akreditas Sekolah diarahkan pada hal-hal berikut ini: 1) proses akreditasi
mengarah pada peningkatan kualitas sekolah, 2) melihat dan memperoleh gambaran kinerja
sekolah yang sebenarnya, 3) sebagai alat pembinaan, pengembangan, dan peningkatan mutu
pendidikan di sekolah, 4) kelayakan sekolah dalam penyelenggaraan dan pelayanannya, 5)
gambaran menyeluruh bagi masyarakat tentang tingkat sekolah dimana anaknya berada
dengan sekolah-sekolah lainnya. Solusi dan kondisi masa depan yang diharapkan adalah
koordinasi dukungan akreditasi antara pemerintah dengan Provinsi, revitalisasi SMK sebagai
lembaga sertifikasi profesi bagi lulusan. Perlu adanya dukungan dan program seperti:
kordinasi pengargggaran pelaksanaan akreditasi SMK antara Kemdikbud dengan
Pemerintah.

C. Guru dan Tenaga Pendidik


1. Pemenuhan Kualitas dan Kuantitas Guru
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kualitas berarti tingkat baik buruknya sesuatu,
sedangkan kuantitas berarti jumlah. Jadi, kualitas guru merupakan baik buruknya guru, sedangkan
kuantitas berarti jumlah guru yang ada di Indonesia saat ini. Kendati secara kuantitas guru di
Indonesia cukup memadai, namun secara kualitas mutu guru di Indonesia ini umumnya masih
rendah. Guru harus memiliki Profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya
sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan pembelajaran,
melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan
pelatihan, melakukan penelitian dan melakukan pengabdian masyarakat. Perlu adanya dukungan dan
program seperti: adanya peta kebutuhan guru kejuruan secara nasional, pemenuhan kebutuhan guru
kejuruan secara nasional, penambahan formasi guru kejuruan, pemanfaatan tenaga ahli industri,
pemanfaatkan mahasiswa tingkat akhir sebagai guru bantu, serta pelaksanaan rekohnisi pengalaman
lampau [RPL], memanfaatkan teknologi ICT.
37

2. Pelatihan Berkelanjutan
Tujuan umum pelatihan berkelanjutan adalan untuk meningkatkan kualitas Iayanan
pendidikan di sekolah dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan. Manfaat pelatihan
berkelanjutan yang terstruktur, sistematik, dan memenuni kebutunan peningkatan
keprofesian guru bagi guru yaitu dapat memenuni standar dan mengembangkan
kompetensinya seningga mampu melaksanakan tugas-tugas utamanya secara efektif sesuai
dengan kebutunan belajar peserta didik untuk menghadapi kehidupan di masa datang.

3. Magang Guru di Industri


Magang guru dapat meningkatkan relevansi kompetensi keahlian guru produktif dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang ada di dunia usaha dan dunia industri. Guru
dapat melihat secara nyata, tamatan seperti apa yang dicari, yang dibutuhkan oleh dunia usaha dan
dunia industri itu nantinya. Tamatan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) seyogyanya adalah orang-
orang yang kompeten, dan profesional di bidangnya. Mampu bersaing dengan calon-calon tenaga
kerja tamatan sekolah lainnya.

D. Kebekerjaan Lulusan
1. Portofolio Lulusan: Sertifikasi, Raport, dan Ijazah
Portofolio dan raport siswa masih bernuansa akademis dan belum menggamharkan
kemampuan kompetensinya. Bedasarkan hal tersebut, perlu adanya pembelajaran berhasis
kompetensi sehingga siswa mendapatkan sertifikat yang menggambarka kompetensi yang
dimiliki. Perlu adanya dukungan kebijakan dan program seperti: Pengaturan scedul pembelajaran
sehinga siswa mam peruleh hehempa sertifikat kompetensi. Selain itu, sekolah juga memberi
kesempatan kepada siswa dari sekolah lain atau masyarakat untuk mengikuti proses
mendapatkan sertifikat kompetensi.

2. Hubungan Industri
Huhurgan industri yang dilakukan di sekolah masih bersifat individual dan tidak
terstruktur. Perlu dilakukannya pemetaan-pemetaan industri dan tatakelola huhungan
industry dibakukan. . Perlu adanya dukungan kebijakan dan program seperti: Inpres SMK tentang
hubungan industri, penataan pelaksanaan magang di industri/lapargan, dan pengembangan
instruktur di industri sebagai pemhina program magang.

3. Penempatan dan Penelusuran Tamatan


Penempatan dan penelusuran lulusan SMK belum tertata. Diperlukan adanya sistem
yang mendata kebutuhan tamatan, penempatan, dan penelusuran tamatan. Oleh sebab itu,
38

diperlukan adanya pembuatan sistem pendataan tentang kebutuhan tamatan, penempatan


dan penelusuran tamatan.

4. Transisi Jenjang Karier dan Retooling


Belum ada program transisi jenjang karier dan penguatan lulusan maka diperlukan
program transisi karier lulusan SMK dan pelaksanaan program retooling untuk peningkatan
kebekerjaan. Pernyataan di atas perlu dukungan kebijakan dan program seperti penataan
anggaran program transisi jenjang karier dan program retooling kebekerjaan.

b. Menyempurnakan dan Menyelaraskan Kurikulum SMK Dengan Kompetensi Sesuai Kebutuhan


Pengguna Lulusan (Link and Match)
Penyelarasan adalah mempertemukan antara sisi pasokan dan sisi permintaan yang
mencakup Dimensi : Kualitas, Kompetensi, Kuantitas, Lokasi dan Waktu. Untuk menciptakan link and
mach antara pendidikan dan dunia kerja/ usaha/industri, diperlukan usaha-usaha antara kedua pihak. Dunia
kerja/usaha/idustri dituntut untuk lebih membuka diri terhadap pendidikan, baik dalam arti sikap maupun
tindakan nyata termasuk menjadi menjadi tempat magang dan praktek lapangan bagi para peserta didik. Di
pihak lain, dunia pendidikan dituntut untuk melakukan konsolidasi mulai tahap perencanaan sampai
implementasi dan evaluasinyasehingga kebijakan ini mempunyai arti yang maksimal, sesuai dengan
tujuannya.Adapun strategi dasar implementasi untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dalam link and
match adalah: 1) Menggiatkan kunjungan lapangan dan praktek lapangan sebagai bagian integral kurikulum,
2) Meningkatkan program magang di dunia usaha/industry, 3) Meningkatkan jumlah dan mutu sarana,
prasarana, dan tenaga 4) Meningkatkan daya tarik SMK sebagai pilihan yang mempunyai prospek yang baik
untuk masa depan.

c. Meningkatkan Jumlah Dan Kompetensi Bagi Pendidik Dan Tenaga Kependidikan


Profesi pendidik dan tenaga kependidikan adalah dua profesi yang saling berkaitan dalam sebuah
sistem pendidikan, sekalipun keduanya memiliki lingkup yang berbeda. Hal ini dapat dlihat dari pengertian
tenaga pendidik dan kependidikan yang tertuang dalam pasal 39 UU No. 20 tahun 2003 ayat (1) dan (2)
tentang Sisdiknas sebagai berikut: 1) Tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi,
pengelolaan, penembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada
satuan pendidikan, 2) Tenaga pendidik merupakan tenaga professional yang bertugas merencanakan dan
melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan,
serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan
tinggi.
Tujuan pengelolaan tenaga pendidik dan kependidikan berbeda dengan sistem manajerial sumber
daya manusia pada konteks bisnis. Di dunia pendidikan tujuan pengelolaan SDM lebih mengarah kepada
39

pembangunan pendidikan yang bermutu, membentuk SDMyang hamdal, produktif, kreatif, berprestasi.
Tujuan dari pengelolaan tenaga pendidik dan kependidikan adalah agar mereka memiliki kemampuan,
motivasi, dan kretivitas untuk: 1) Mewujudkan sistem sekolah yang mampu mengatasi kelemahan-
kelemahannya sendiri, 2) Secara berkesinambungan menyesuaikan program pendidikan sekolah tehadap
kebutuhan kehidupan peserta didik dan persaingan terhadap kehidupan masyarakat secara sehat dan dinamis,
3) Menyediakan bentuk kepemimpinan yang mampu mewujudkan human organization yang pengertiannya
lebih darirelationship pada setiap jenjang manajemen orgaanisasi pendidikan nasional. Dari uraian diatas
dapat disimpulkan bahwa tujuan pengelolaan tenaga pendidik dan kependidikan secara umum adalah: 1)
Memungkinkan lembaga pendidikan mendapatkan dan mempertahankan tenaga kerja yang handal, loyal,
serta memiliki dedikasi yang timggi terhadap pendidikan, 2) Meningkatkan dan memperbaiki kapasitas yang
dimiliki oleh karyawan, 3) Mengembangkan system kerja dengan kinerja tinggi, 4) Menciptakan iklim kerja
yang harmonis.

d. Meningkatkan Kerjasama Dengan Kementrian/Lembaga, Pemerintah Daerah, Dan Dunia Usaha


Indutri
Peningkatan kerjasama dengan Kementrian/Lembaga, Pemerintah Daerah, Dan Dunia Usaha Indutri
diperuntukan untuk memperlancar proses daripada pengembangan SMK ini dimana diinstruksikan untuk
Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristek Dikti) agar:
a) Mempercepat penyediaan guru kejuruan SMK melalui pendidikan, penyetaraan, dan pengakuan; b)
Mengembangkan program studi di Perguruan Tinggi untuk menghasilkan guru kejuruan yang dibutuhkan
SMK. Menteri Perindustrian, Menteri Ketenagakerjaan, Menteri Perhubungan, Menteri Kelautan dan
Perikanan, Menteri BUMN, Menteri ESDM, Menteri Kesehatan, Menteri Keuangan, dan Kepala Badan
Nasional Sertifikasi Profesi diinstruksikan untuk menyusun proyeksi pengembangan, jenis kompetensi (job
title) khususnya yang terkait dengan lulusan SMK. Khusus kepada para Gubernur, Presiden
menginstruksikan untuk: a) Memberikan kemudahan pada masyarakat untuk mendapatkan pelayanan
pendidikan SMK yang bermutu sesuai dengan potensi wilayah masing-masing; b) Menyediakan pendidik,
tenaga kependidikan, sarana dan prasarana SMK yang memadai dan berkualitas; c) Melakukan penataan
kelembagaan SMK yang meliputi program kejuruan yang dibuka dan lokasi SMK; d) Mengembangkan
SMK unggulan sesuai dengan potensi wilayah masing-masing. Presiden juga menginstruksikan kepada
Menko bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan untuk melakukan pemantauan dan evaluasi
pelaksanaan inpres ini paling singkat 6 bulan sekali dan melaporkan hasilnya.

e. Meningkatkan Akses Sertifikasi Lulusan SMK Dan Akreditasi SMK


Seperti yang sudah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya bahwa akreditasi dan sertifikasi
lembaga tidak seimbang dengan pertumbuhan. Akreditasi dan sertifikasi adalah upaya yang sangat
positif untuk semakin meningkatkan mutu sekolah, terlebih variasi mutu yang dicapai oleh lembaga
40

persekolah masih belum merata. Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional pada Bab I,
Pasal 1, dan ayat 32 dikemukakan bahwa akreditasi adalah kegiatan penilaian kelayakan program
dalam satuan pendidikan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan. Sedangkan Sertifikasi sebagai
tanda kewenangan bagi seseorang menggambarkan kompetensi yang harus dimiliki. Pencapaian
Mutu Sekolah melalui kegiatan Akreditas Sekolah diarahkan pada hal-hal berikut ini: 1) proses
akreditasi mengarah pada peningkatan kualitas sekolah, 2) melihat dan memperoleh gambaran
kinerja sekolah yang sebenarnya, 3) sebagai alat pembinaan, pengembangan, dan peningkatan mutu
pendidikan di sekolah, 4) kelayakan sekolah dalam penyelenggaraan dan pelayanannya, 5) gambaran
menyeluruh bagi masyarakat tentang tingkat sekolah dimana anaknya berada dengan sekolah-
sekolah lainnya. Solusi dan kondisi masa depan yang diharapkan adalah koordinasi dukungan
akreditasi antara pemerintah dengan Provinsi, revitalisasi SMK sebagai lembaga sertifikasi profesi
bagi lulusan. Perlu adanya dukungan dan program seperti: kordinasi pengargggaran pelaksanaan
akreditasi SMK antara Kemdikbud dengan Pemerintah.

f. Membuat Kelompok Kerja Pengambang SMK


Kelompok kerja tidak memiliki kebutuhan ataupun kesempatan untuk terlibat di dalam kerja
kolektif yang memerlukan upaya gabungan dari seluruh anggota tim. Akibatnya, kinerja mereka
sekadar kumpulan kontribusi parsial dari seluruh individu anggota kelompok. Tidak ada sinergi
positif yang menciptakan tingkat kinerja keseluruhan yang lebih besar ketimbang totalitas input yang
mereka berikan. Sementara itu, Tim Kerjamengembangkan sinergi positif melalui upaya yang
terkoordinasi. Koordinasi merupakan salah salah satu fungsi manajemen yang memegang peranan
sama penting dan setara dengan fungsi-fungsi manajemen lainnya, kesuksesan koordinasi akan
menjamin keberhasilan pelaksanaan pekerjaan atau pencapaian tujuan organisasi. Untuk itu perlu
pemahaman yang mendalam tentang konsep koordinasi yang meliputi pengertian koordinasi, tujuan
koordinasi, tipe koordinasi dan prinsip-prinsip koordinasi. Pemahaman yang baik atas koordinasi
memungkinkan kita mampu dapat merencanakan dan melaksanakan koordinasi dengan baik

Jadi dari pembahasan di atas, ditentukan bahwa alasan pengembangan atau revitalisasi SMK
bisa dilihat pada data SMK tahun 2014-2015.
41

Kompetensi sumber daya manusia, khususnya yang dibutuhkan dalam dunia kerja tidak dapat
dilepaskan dari penyelenggaraan pendidikan menengah kejuruan. Hal itu sejalan dengan pemikiran
Sukamto (Wena, 1996:2) yang menyatakan bahwa pendidikan kejuruan menyediakan program keahlian
yang bertujuan untuk membantu anak didik mengembangkan potensinya ke arah suatu pekerjaan atau karir.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pendidikan menengah kejuruan merupakan suatu bentuk satuan
pendidikan kejuruan yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang yang sesuai
42

dengan bidang keahliannya.


Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan salah satu lembaga pendidikan yang bertanggung
jawab untuk menciptakan sumber daya manusia yang memiliki kemampuan, keterampilan, dan keahlian
dalam bidang tertentu. Dengan bekal keahlian itu lulusannya diharapkan dapat menempati pasar kerja yang
sesuai dengan bidang keahlian dan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan kerja.
Upaya pemerintah khususnya Depdiknas agar setiap individu memperoleh kesempatan untuk
mendapatkan pendidikan yang bermutu dengan utuh diwujudkan melalui tiga pilar utama yaitu: (1)
pemerataan dan perluasan akses pendidikan; (2) peningkatan mutu, relevansi dan daya saing; dan (3)
penguatan tata kelola, akuntabilitas dan pencitraan publik.
43

1. Membuat Peta Jalan Pengembangan SMK;


a) Peta jalan pengembangan SMK dapat dilihat dari rencana program pemerintah Indonesia dalam
dunia pendidikan, yaitu pada tahun 2020 jumlah untuk SMK sebanyak 70% dan 30% untuk SMU.
Perubahan jumlah sekolahan ini terpicu data yang diperoleh di lapangan bahwa pengangguran
produktif kebanyakan adalah lulusan SMU. Pada dasarnya SMU diprogram untuk mereka yang
melanjutkan ke tingkat yang lebih tinggi, sedangkan pembekalan skill (untuk SMU) bisa dikatakan,
tidak ada. Berbeda dengan dunia SMK, mereka dituntut untuk menguasai skill serta diharapkan dapat
menciptakan lapangan pekerjaan sendiri. SMK dapat menghasilkan lulusan yang berkualitas dari segi
keterampilan kerja, maka dari itu saat ini banyak perusahaan yang membutuhkan lulusan dari SMK.
Dinas Pendidikan telah menganjurkan untuk lebih memilih SMK karena lebih menjanjikan dalam
dunia kerja. Dimasukkannya anak-anak ke sekolahan kejuruan adalah agar siswa cepat mendapat
pekerjaan selepas lulus, dengan bekal keterampilan yang didapat dari sekolahan. Jadi, sebetulnya,
sekolah kejuruan juga berperan aktif dalam pengentasan kemiskinan yang ada di masyarakat, dengan
pembekalan keterampilan serta mempersiapkan siswa untuk dapat mandiri. Semakin banyaknya
siswa yang belajar di sekolah kejuruan, semakin dapat ditekan pula angka kemiskinan yang ada di
masyarakat. Harapan semua pihak, terutama dunia pendidikan dan pemerintah Indonesia adalah
siswa yang telah lulus dapat berwirausaha, sehingga angka pengangguran dapat ditekan.
b) Selain itu pemerintah juga membuat program tentang penunjukan SMK Rujukan untuk tiap-tiap
Kabupaten Kota untuk menjadi sekolah percontohan / rujukan di bidangnya masing-masing.
Misalkan di Kota Probolinggo terdapat 2 SMK yang menjadi SMK rujukan yaitu SMK Negeri 2
Probolinggo dalam bidang teknik dan SMK Negeri 4 Probolinggo dalam bidang maritim kelautan.
c) Pemerintah juga membuat sebuah rencana untuk mengubah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
menjadi Balai Latihan Kerja (BLK). Jadi tiap jurusan produktif itu akan dijadikan Balai Latihan
Kerja (BLK) untuk menambah kompetensi siswa di program masing-masing.

2. Menyempurnakan dan Menyelaraskan Kurikulum SMK dengan Kompetensi Sesuai Kebutuhan


Pengguna Lulusan (Link and Match);
Mendikbud telah menyatakan bahwa kebijakan Link and Match bukanlah merupakan usaha
untuk membuat perencanaan pasar kerja secara tepat, tetapi lebih dikaitkan dengan tingkat
masukan (entry level) ke dunia kerja dari program-program Pendidikan dan Pelatihan Kejuruan.
Kebijakan tersebut merupakan alat atau wahana untuk membangun kemitraan dengan industri dalam
menyusun prioritas maupun substansi program-program Pendidikan dan Pelatihan Kejuruan.
Perencanaan program-program Pendidikan dan Pelatihan Kejuruan harus memperhatikan
kecenderungan pasar kerja agar para siswa dapat meraih kesempatan maksimal dalam memperebutkan
lapangan kerja yang tersedia dan dengan keterampilan dasar yang diperolehnya mampu
mengembangkan karir kerjanya.
44

Kurikum sekolah adalah suatu rencana atau penjabaran dari berbagai kegiatan belajar untuk
membentuk profil lulusan sesuai tujuan yang ditetapkan. Keterkaitan sekolah smk dengan dunia kerja
menyebabkan kurikulum yang diimplementasikan di sekolah harus memenuhi kriteria minimal tuntutan
yang ditetapkan dunia kerja. Komunikasi dan kerjasama yang berkesinambungan antara sekolah dengan
industri sebagai pemangku kepentingan merupakan cara sekolah untuk menyelaraskan kurikulum
dengan dunia kerja (link and match).

Link and match pada dasarnya merupakan cara memandang bahwa pendidikan merupakan bagian
integral dari kehidupan masyarakat, oleh sebab itu pendidikan harus dirancang dan dilaksanakan dalam
kaitan harmonis dan selaras dengan aspirasi dan kebutuhan yang tumbuh dan berkembang di
masyarakat, sehingga hasilnya akan benar-benar sesuai dengan tuntutan kebutuhan yang dirasakan oleh
masyarakat.
Untuk menyempurnakan dan menyelaraskan kurikulum dengan dunia kerja terdapat beberapa hal-
hal seperti dibawah ini, yaitu :
a) Sinkronisasi Kurikulum berarti kegiatan pengaturan jalannya proses pembelajaran di sekolah dan
proses kerja di institusi pasangan/pengguna lululusan yang dikondisikan secara bersamaan.
b) Jalannya proses pembelajaran di SMK yang diatur dalam kurikulum harus secara serentak
mengikuti jalannya proses kerja di institusi pasangan/pengguna lululusan.
c) Sinkronisasi kurikulum di tingkat sekolah dibantu pihak dunia usaha/dunia industri (du/di)
dan dinas pendidikan setempat.
d) Pengguna lulusan/institusi pasangan atau DUDI bertindak sebagai pengkaji tingkat relevansi
antara ruang lingkup kompetensi yang ada di sekolah dengan ruang lingkup kompetensi yang
dibutuhkan oleh pihak du/di atau dunia kerja

3. Meningkatkan jumlah dan kompetensi bagi pendidik dan tenaga kependidikan SMK;
Seperti yang telah kita ketahui bersama bahwa jumlah tenaga pendidik untuk Sekolah Menengah
Kejuruan sangat kurang, hal tersebut juga dibahas di Koran Kompas. Berita di Koran Kompas tersebut
berjudul “Guru SMK kekurangan 90.000 guru produktif”. Di SMK, guru produktif hanya 22 persen.
Bisa kita bayangkan jumlah tenaga pendidik atau guru SMK hanya 22 persen saja, sedangkan sekolah
SMK tiap tahun mengalami penjumlahan yang sangat signifikan. Dalam koran tersebut dijelaskan
bahwa guru produktif berjumlah 35.057 orang sedangkan guru adaptif dan normatif (agama, bahasa,
matematika, dan lain2) sebanyak 126.599 orang. Sehingga guru SMK kekurangan 90.000 guru
produktif. Dari berita di Koran Kompas tersebut dapat kita ketahui bahwa revitalisasi Sekolah
Menengah kejuruan (SMK) untuk meningkatkan jumlah dan kompetensi bagi pendidik dan tenaga
kependidikan SMK sudah tepat.
45

Terdapat beberapa penelitian yang telah dilakukan dalam rangka usaha untuk meningkatkan
kompetensi bagi tenaga pendidik atau guru Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yaitu :
a) Penelitian yang dilakukan oleh Sri Sumaryati, FKIP Universitas Negeri Surakarta dengan judul
“Peningkatan Kompetensi Profesional Guru Melalui Pelatihan Model-Model Pembelajaran
Inovatif”. Dalam penelitian tersebut dipaparkan bahwa pelatihan model pembelajaran inovatif untuk
guru di SMK Bhinneka karya I Boyolali ini merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan
profesionalisme guru, khususnya dalam kemampuan dan keterampilan menggunakan model-model
pembelajaran yang inovatif. Dengan dimilikinya kemampuan ini, diharapkan guru di SMK
Bhinneka karya I Boyolali pada khususnya dan guru di Indonesia pada umumnya dapat selalu
berinovasi dalam upayanya meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, karena hanya dengan
pendidikan yang bermutu Indonesia dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
b) Penelitian yang dilakuka oleh Lativa Hartiningtyas, Universitas Negeri Malang dengan judul
“Meningkatkan Kompetensi Pedagogik dan Profesional Guru SMK Melalui Pemberdayaan
Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB)”. Dalam penelitian tersebut dipaparkan bahwa
hasil penelitian menunjukkan bahwa guru-guru SMK melaksanakan Pengembangan Keprofesian
Berkelanjutan (PKB) secara berkala untuk mengembangkan kompetensi diri. Pada komponen
Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) Pelaksanaan Pengembangan Diri telah
dilaksanakan dengan baik dan sesuai dengan Pedoman PKB. Guru-guru telah memiliki kompetensi
yang cukup baik namun tetap perlu mengembangkan kompetensinya agar dapat menyesuaikan diri
dengan perkembangan dan kemajuan teknologi. Sedangkan pada komponen publikasi dan inovasi
telah cukup baik pelaksanaannya, namun perlu untuk lebih ditingkatkan lagi agar tenaga pendidik
benar-benar dapat mengembangkan kompetensinya, terutama pada kompetensi pedagogik dan
profesional.

4. Meningkatkan kerjasama dengan Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, dan dunia


usaha/industri;
Wayong, 2010. tentang ”Relevansi Pendidikan Sistem Ganda (PSG) pada Sekolah Kejuruan dengan
Kebutuhan Dunia Kerja”. Dalam kesimpulannya menyatakan bahwa kemitraan antara lembaga
pendidikan dengan dunia usaha/industri merupakan kunci pokok keberhasilan Pendidikan Sistem Ganda
(PSG) pada Sekolah Kejuruan, dimana penyelenggaraan pendidikan dirancang, dilaksanakan dan
dievaluasi bersama, sehingga relevansi kompetensi lulusan terhadap tuntutan pasar kerja meningkat.
Indikator relevansi terkait dengan masatunggu mendapat pekerjaan, kesesuaian antara bidang keahlian
dan jenis pekerjaan dan keterserapan di dunia kerja. Di samping itu, agar Pendidikan Sistem Ganda
(PSG) relevan bagi SMK dan kebutuhan dunia kerja, maka pihak sekolah perlu : 1) Memahami budaya
kerja industri yang dikemas dalam pola pembelajaran, 2) Mengenalkan sekolah dengan program
keahlian yang ada pada dunia kerja, 3) Melakukan promosi dengan menyebarkan brosur ke dunia kerja
46

yang berisikan kompetensi-kompetensi yang dimiliki siswa, 4) Mengundang industri dan lembaga yang
terkait dalam temu wicara untuk menginformasikan program dan sebagai jembatan untuk pelaksanaan
prakerin dan recruitmen.
Kemitraan antara pendidikan kejuruan dengan pihak swasta sudah selayaknya mendapat dukungan
dari pemerintah salah satunya adalah dukungan biaya sebagai salah satu strategi untuk mencapai
keberhasilan dalam pengelolaan dan revitalisasi di suatu negara. Hal ini diyakini bahwa kemitraan
kerjasama pendidikan kejuruan akan memberikan perubahan. Dengan pendidikan kejuruan yang
memadai memastikan produksi tenaga kerja terampil yang memiliki pengetahuan dan sikap yang
dibutuhkan untuk karir professional.
Bentuk kerjasama antara dunia pendidikan dan dunia industri dalam mengembangkan konsep
pendidikan bisa diawali dengan cara menyelaraskan dan menggembangkan komunikasi yang
berkelanjutan terhadap kondisi dan perkembangan industri serta kebutuhan kompetensi industri agar
dapat disesuaikan dengan program pendidikan pada sekolah menengah kejuruan (SMK), sehingga siswa
memperoleh bekal yang cukup dan memadai untuk dapat bersaing pada dunia kerja. Selain hal diatas
bentuk kerjasama yang dilakukan sekolah menengah kejuruan adalah melaksanakan program praktik
kerja industri (prakerin) bagi peserta didik pada di dunia usaha dan dunia industri. Dengan cara
demikian, dunia usaha mendapatkan tenaga kerja sesuai dengan spesifikasi dan kebutuhan.
Indikator keberhasilan sekolah dalam menjalin kemitraan dengan dunia usaha dan industri
ditunjukkan: a) terbentuknya tim kerja kehumasan yang mampu menjalin kemitraan dengan dunia usaha
dan industri, b) terlaksananya penjajagan kerjasama dengan mitra yang terkait untuk memperoleh
masukan sebelum peklaksanaan program, c) terealisasinya kontrak kerjasama yang dituangkan dalam
nota kesepahaman dengan pihak yang dijadikan mitra, dan d) terealisasinya berbagai kegiatan dalam
kerangka mensukseskan pelaksanaan program seperti pertukaran pelajar, guru, kepala sekolah, serta
pemagangan dalam upaya penambahan wawasan serta kompetensi (Depdiknas, 2009:64). Dengan
demikian penyelenggraan kemitraan pendidikan akan efektif, ditunjukan dengan keberhasilan dalam
mencapai indikator yang sudah ditentukan dalam kebijakan dalam menjalin kerjasama, seperti
peningkatan kualitas pembelajaran, kualitas keberhasilan siswa, keselarasan dan relevansi kurikulum
dengan dunia kerja serta meningkatnya tingkat keterserapan lulusan di dunia kerja.

5. Meningkatkan akses sertifikasi lulusan SMK dan akreditasi SMK;


a) Mengadakan LSP (Lembaga sertifikasi profesi) yang nantinya murid SMK tidak perlu melakukan
UKK (Uji Kompetensi Keahlian).
b) Pemerintah menyiapkan lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dapat memenuhi standar
internasional. Karena itu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menggandeng
Badan Nasional Sertifikasi Profesi dan sejumlah negara maju untuk mengembangkan pendidikan
vokasi. Menteri Anies mengatakan bahwa “Lulusan SMK Harus Berstandar Internasional”.
47

Pemerintah menyiapkan lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dapat memenuhi standar
internasional. Karena itu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menggandeng
Badan Nasional Sertifikasi Profesi dan sejumlah negara maju untuk mengembangkan pendidikan
vokasi. "Kita juga bekerjasama dengan pemerintah Jerman," kata Anies Baswedan, Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan, saat membuka Lomba Kompetensi Siswa SMK di Universitas Negeri
Malang, Senin, 23 Mei 2016. Kementerian menyusun modul dengan standar tinggi untuk
meningkatkan kompetensi siswa lulusan SMK.
c) Para guru juga menjalani pelatihan khusus agar kompetensi siswa lulusan SMK sesuai dengan
standar internasional. Ini akan membuat lulusan SMK bisa bekerja di berbagai bidang, baik di dalam
negeri dan luar negeri. Ini termasuk menyuplai tenaga kerja untuk pasar kawasan ASEAN menyusul
diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN.
Anies menjelaskan sejumlah produk dalam negeri sulit menembus pasar ekspor karena tidak
memenuhi standar kualitas internasional. Ini seperti produk pertanian yang cara pengolahannya
tidak mengikuti standar. Ini terjadi karena tenaga kerja tidak memiliki sertifikasi yang sesuai dengan
standar internasional. Tugas BNSP, kata dia, adalah menguji dan menyiapkan standar kualitas dari
para lulusan SMK.
d) Pemkot Surabaya Siapkan Sertifikasi Siswa SMK agar Pede Hadapi MEA
Pemkot Surabaya melakukan terobosan dengan memberikan bantuan permakanan bagi siswa SMK.
Program yang bergulir sejak 2010 itu bertujuan mendukung siswa yang harus menghabiskan waktu
ekstra di sekolah lantaran kegiatan praktikum. “Dengan demikian, siswa tak perlu risau memikirkan
kebutuhan makannya. Kami berharap, program pemenuhan kebutuhan makan siswa tersebut dapat
memacu kinerja praktik kejuruan di sekolah,” terang Ikhsan, Kepala Dinas Pendidikan (Dispendik)
Surabaya. Kadispendik Ikhsan mengatakan, tidak ada kata berhenti berinovasi dalam program-
program pendidikan. Tahun depan, Pemkot bakal memfasilitasi sertifikasi bagi tiga ribu pelajar
SMK negeri dan swasta di Surabaya. “Anggaran sudah dipersiapkan tahun ini, pelaksanaan
sertifikasi mulai 2016,” ujar Ikhsan. Pejabat kelahiran Pontianak ini menambahkan, sertifikasi
sangat dibutuhkan guna mendukung lulusan SMK agar lebih mudah mengakses dunia kerja.
Apalagi, era masyarakat ekonomi ASEAN (MEA) menuntut kualitas SDM yang tinggi. Dengan
mengantongi sertifikat keahlian, para lulusan SMK diharapkan lebih pede saat terjun pada
persaingan global. “Seluruh program sertifikasi ini akan ditanggung oleh APBD Surabaya,”
tuturnya.

6. Membentuk kelompok kerja pengembang SMK.


48

Membentuk kelompok kerja pengembang Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sangat perlu
dilakukan agar lulusan SMK dapat memiliki kualitas yang tinggi. Anies menjelaskan sejumlah produk
dalam negeri sulit menembus pasar ekspor karena tidak memenuhi standar kualitas internasional. Ini
seperti produk pertanian yang cara pengolahannya tidak mengikuti standar. Ini terjadi karena tenaga
kerja tidak memiliki sertifikasi yang sesuai dengan standar internasional. Tugas Badan Nasioanl
Sertifikasi Profesi (BNSP), kata dia, adalah menguji dan menyiapkan standar kualitas dari para lulusan
SMK.

Kemendikbud juga mendirikan sub direktorat penyelarasan kejuruan, yang bertugas


menyelaraskan keterampilan siswa dengan kebutuhan perkembangan industri. Ini dilakukan dengan
memastikan bahan ajar sesuai kebutuhan industri. Sehingga tenaga pengajar, modul dan lulusan
memenuhi standar internasional. Kemendikbud mengerjakan sektor utama pendidikan kejuruan meliputi
matirim kelautan, wisata, pertanian perkebunan, dan peternakan. Sekolah juga bisa langsung
bekerjasama dengan dunia usaha. Para siswa mengikuti pendidikan secara teori dan praktek pada tahun
pertama di sekolah. Pada tahun kedua, mereka bekerja praktek di industri. Dan pada tahun ketiga,
mereka bersiap untuk ujian nasional.
Selain itu dalam membuat kelompok kerja pengembang SMK, Depdikbud bekerja sama dengan
Depnaker, Balai Latihan Kerja (BLK) dan Industri. Jika SMK sudah memiliki kerja sama yang baik
dengan Industri, maka peserta didik SMK dapat melakukan PSG di Industri tersebut dan diperhatikan
dengan baik oleh pihak industri sehingga peserta didik SMK dapat memperoleh ilmu yang sesuai
dengan dunia kerja. Hal tersebut membuat kualitas lulusan SMK menjadi tinggi. Kemudian melakukan
kerja sama dengan Balai Latihan Kerja (BLK) sehingga peserta didik akan mendapatkan keterampilan
atau yang ingin didalami dibidang keahliannya masing-masing.
49

PEMBAHASAN

Kompetensi Inti merupakan terjemahan atau operasionalisasi SKL dalam bentuk kualitas yang
harus dimiliki mereka yang telah menyelesaikan pendidikan pada satuan pendidikan tertentu atau jenjang
pendidikan tertentu, gambaran mengenai kompetensi utama yang dikelompokkan ke dalam aspek sikap,
pengetahuan, dan keterampilan yang harus dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas dan
mata pelajaran. Kompetensi Inti harus menggambarkan kualitas yang seimbang antara pencapaian hard
skills dan soft skills.
Kompetensi inti dirancang seiring dengan meningkatnya usia peserta didik pada kelas tertentu.
Melalui kompetensi inti, integrasi vertikal berbagai kompetensi dasar pada kelas yang berbeda dapat dijaga.
Rumusan kompetensi inti menggunakan notasi sebagai berikut:
1. Kompetensi Inti-1 (KI-1) untuk kompetensi inti sikap spiritual;
2. Kompetensi Inti-2 (KI-2) untuk kompetensi inti sikap sosial;
3. Kompetensi Inti-3 (KI-3) untuk kompetensi inti pengetahuan; dan
4. Kompetensi Inti-4 (KI-4) untuk kompetensi inti keterampilan.
Hasil belajar dirumuskan dalam tiga kelompok ranah taksonomi meliputi ranah sikap, pengetahuan,
dan keterampilan. Landasan perumusan ranah tersebut ke dalam kompetensi inti dalam kurikulum 2013
adalah sebagai berikut :

A. LANDASAN FILOSOFI
Umumnya klasifikasi perilaku hasil belajar yang digunakan berdasarkan taksonomi Bloom yang
pada Kurikulum 2013 yang telah disempurnakan oleh Anderson dan Krathwohl dengan pengelompokan
menjadi : (1) Sikap (affective) merupakan perilaku, emosi dan perasaan dalam bersikap dan merasa, (2)
Pengetahuan (cognitive) merupakan kapabilitas intelektual dalam bentuk pengetahuan atau berpikir, (3)
Keterampilan (psychomotor) merupakan keterampilan manual atau motorik dalam bentuk melakukan.

1. Ranah sikap dalam Kurikulum 2013 merupakan urutan pertama dalam perumusan kompetensi
lulusan, selanjutnya diikuti dengan rumusan ranah pengetahuan dan keterampilan. Ranah sikap dalam
Kurikulum 2013 menggunakan olahan Krathwohl, dimana pembentukan sikap peserta didik ditata
secara hirarkhis mulai dari menerima (accepting) , menjalankan (responding), menghargai (valuing),
menghayati (organizing/internalizing), dan mengamalkan (characterizing/actualizing).
a. Pada tingkat receiving atau attending, peserta didik memiliki keinginan memperhatikan
suatu fenomena khusus atau stimulus, misalnya kelas, kegiatan, musik, buku, dan sebagainya.
Tugas pendidik mengarahkan perhatian peserta didik pada fenomena yang menjadi objek
pembelajaran sikap. Misalnya pendidik mengarahkan peserta didik agar senang membaca buku,
50

senang bekerjasama, dan sebagainya. Kesenangan ini akan menjadi kebiasaan, dan hal ini yang
diharapkan, yaitu kebiasaan yang positif.
b. Responding merupakan partisipasi aktif peserta didik, yaitu sebagai bagian dari perilakunya.
Pada tingkat ini peserta didik tidak saja memperhatikan fenomena khusus tetapi ia juga bereaksi.
Hasil pembelajaran pada ranah ini menekankan pada pemerolehan respons, berkeinginan memberi
respons, atau kepuasan dalam memberi respons. Tingkat yang tinggi pada kategori ini adalah
minat, yaitu hal-hal yang menekankan pada pencarian hasil dan kesenangan pada aktivitas khusus.
Misalnya senang membaca buku, senang bertanya, senang membantu teman, senang dengan
kebersihan dan kerapian, dan sebagainya.
c. Valuing melibatkan penentuan nilai, keyakinan atau sikap yang menunjukkan derajat
internalisasi dan komitmen. Derajat rentangannya mulai dari menerima suatu nilai, misalnya
keinginan untuk meningkatkan keterampilan, sampai pada tingkat komitmen. Valuing atau
penilaian berbasis pada internalisasi dari seperangkat nilai yang spesifik. Hasil belajar pada
tingkat ini berhubungan dengan perilaku yang konsisten dan stabil agar nilai dikenal secara jelas.
Dalam tujuan pembelajaran, penilaian ini diklasifikasikan sebagai sikap dan apresiasi.
d. Pada tingkat organization, nilai satu dengan nilai lain dikaitkan, konflik antar nilai
diselesaikan, dan mulai membangun sistem nilai internal yang konsisten. Hasil pembelajaran pada
tingkat ini berupa konseptualisasi nilai atau organisasi sistem nilai. Misalnya pengembangan
filsafat hidup.
e. Tingkat ranah afektif tertinggi adalah characterization nilai. Pada tingkat ini peserta didik
memiliki sistem nilai yang mengendalikan perilaku sampai pada waktu tertentu hingga terbentuk
gaya hidup. Hasil pembelajaran pada tingkat ini berkaitan dengan pribadi, emosi, dan sosial.

2. Ranah pengetahuan pada Kurikulum 2013 menggunakan taksonomi Bloom olahan Anderson,
dimana perkembangan kemampuan mental (intelektual) peserta didik dimulai dari C1 yakni mengingat
(remember); peserta didik mengingat kembali pengetahuan dari memorinya. Tahapan perkembangan
selanjutnya C2 yakni memahami (understand); merupakan kemampuan mengonstruksi makna dari
pesan pembelajaran baik secara lisan, tulisan maupun grafik. Lebih lanjut tahap C3 yakni menerapkan
(apply); merupakan penggunaan prosedur dalam situasi yang diberikan atau situasi baru. Tahap lebih
lanjut C4 yakni menganalisis (analyse); merupakan penguraian materi kedalam bagian-bagian dan
bagaimana bagian-bagian tersebut saling berhubungan satu sama lainnya dalam keseluruhan struktur.
Tingkatan taksonomi pengetahuan selanjutnya C5 yakni mengevaluasi (evaluate); merupakan
kemampuan membuat keputusan berdasarkan kriteria dan standar. Kemampuan tertinggi adalah C6
yakni mengkreasi (create); merupakan kemampuan menempatkan elemen-elemen secara bersamaan ke
dalam bentuk modifikasi atau mengorganisasikan elemen-elemen ke dalam pola baru (struktur baru).
51

3. Ranah keterampilan pada Kurikulum 2013 yang mengarah pada pembentukan keterampilan
abstrak menggunakan gradasi dari Dyers yang ditata sebagai berikut: mengamati (observing), menanya
(questioning), mencoba (experimenting), menalar (associating), menyaji (communicating), dan
mencipta (creating). Adapun keterampilan kongkret menggunakan gradasi olahan Simpson dengan
tingkatan: persepsi, kesiapan, meniru, membiasakan gerakan, mahir, menjadi gerakan alami, dan
menjadi gerakan orisinal.

Tabel 1. Perkembangan Keterampilan Simpson dan Dave


Tingkat Tingkatan Tingkat
NO Taksonomi Uraian Taksonomi Uraian Kompetensi
Simpson Dave Minimal/Kelas
1.  Persepsi  Menunjukkan Imitasi Meniru kegiatan V/Kelas X
perhatian untuk yang telah
melakukan suatu didemonstra-sikan
gerakan. atau dijelaskan,
 Menunjukkan meliputi tahap coba-
 Kesiapan kesiapan mental coba hingga
dan fisik untuk mencapai respon
melakukan suatu yang tepat.
gerakan.
 Meniru gerakan
secara terbimbing.
 Meniru
2. Membiasakan Melakukan gerakan Manipulasi Melakukan suatu V/Kelas XI
gerakan mekanistik. pekerjaan dengan
(mechanism) sedikit percaya dan
kemampuan melalui
perintah dan berlatih.
3. Mahir (complex Melakukan gerakan Presisi Melakukan suatu VI/Kelas XII
or overt response) kompleks dan tugas atau aktivitas
termodifikasi. dengan keahlian dan
kualitas yang tinggi
dengan unjuk kerja
yang cepat, halus,
dan akurat serta
efisien tanpa bantuan
atau instruksi.

4. Menjadi gerakan Menjadi gerakan Artikulasi Keterampilan


alami alami yang berkembang dengan
(adaptation) diciptakan sendiri baik sehingga
atas dasar gerakan seseorang dapat
yang sudah dikuasai mengubah pola
sebelumnya. gerakan sesuai
dengan persyaratan
khusus untuk dapat
digunakan mengatasi
52

Tingkat Tingkatan Tingkat


NO Taksonomi Uraian Taksonomi Uraian Kompetensi
Simpson Dave Minimal/Kelas
situasi problem yang
tidak sesuai SOP.
5. Menjadi tindakan Menjadi gerakan Naturalisasi Melakukan unjuk
orisinal baru yang orisinal kerja level tinggi
(origination) dan sukar ditiru oleh secara alamiah,
orang lain dan tanpa perlu berpikir
menjadi ciri khasnya. lama dengan
mengkreasi langkah
kerja baru.

Catatan: pada lampiran Permendikbud Nomor 104 Tahun 2014, taksonomi olahan Dave tidak dicantumkan
tetapi dapat digunakan sebagai pengayaan, karena cukup familier digunakan di lingkungan pendidikan
kejuruan.

B. LANDASAN YURIDIS
Landasan yuridis Kurikulum 2013 adalah:
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional;
3. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional,
beserta segala ketentuan yang dituangkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional; dan
4. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
5. Implementasi Landasan Yuridis dalam Kurikulum 2013 pada Peraturan Pemerintah Nomor 19
Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19
Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
a. Pasal 77A Tentang Kerangka Dasar Kurikulum
1) Kerangka Dasar Kurikulum berisi landasan filosofis, sosiologis, psikopedagogis, dan
yuridis sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan.
2) Kerangka Dasar Kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai:
a) Acuan dalam Pengembangan Struktur Kurikulum pada tingkat nasional
b) Acuan dalam Pengembangan muatan lokal pada tingkat daerah dan
c) Pedoman dalam Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
b. Pasal 77B Struktur Kurikulum
1) Struktur Kurikulum merupakan pengorganisasianKompetensi Inti, Kompetensi Dasar,
muatan Pembelajaran, mata pelajaran, dan beban belajarpada setiap satuan
pendidikan dan program pendidikan.
2) Kompetensi Inti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tingkat
kemampuan untuk mencapai Standar Kompetensi Lulusan yang harus dimiliki
53

seorang Peserta Didik pada setiap tingkat kelas atau program yang menjadi landasan
Pengembangan Kompetensi dasar.
3) Kompetensi Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tingkat
kemampuan dalam konteks muatan Pembelajaran, pengalaman belajar, atau mata
pelajaran yang mengacu pada Kompetensi inti.
4) Struktur Kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
pengorganisasian mata pelajaran untuk setiap satuan pendidikan dan/atau program
pendidikan.
c. Pasal 77C Tentang Kompetensi Inti
1) Kompetensi Inti merupakan tingkat kemampuan untuk mencapai Standar
Kompetensi Lulusanyang harus dimiliki seorang Peserta Didik pada setiap tingkat
kelas atau program yang menjadi landasan Pengembangan Kompetensi dasar.
2) Kompetensi Inti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup: sikap spiritual,
sikap sosial,pengetahuan, dan keterampilan yang berfungsi sebagai pengintegrasi
muatan Pembelajaran, mata pelajaran atau program dalam mencapai Standar
Kompetensi Lulusan.
d. Pasal 77D Tentang Kompetensi Dasar
1) Kompetensi Dasar mencakup sikap spiritual,sikap sosial, pengetahuan, dan
keterampilan dalam muatan Pembelajaran, mata pelajaran, atau mata kuliah.
2) Kompetensi Dasar dikembangkan dalam konteks muatan Pembelajaran, pengalaman
belajar, mata pelajaran atau mata kuliah sesuai denganKompetensi inti.
e. Pasal 77E Tentang Beban ajar
1) Beban belajar memuat:
a) Jumlah jam belajar yang dialokasikan untuk Pembelajaran suatu tema,
gabungan tema, mata pelajaran; atau
b) Keseluruhan kegiatan yang harus diikuti Peserta Didik dalam satu minggu,
semester,dan satu tahun pelajaran.
2) Beban belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a) Kegiatan tatap muka
b) Kegiatan terstruktur dan
c) Kegiatan mandiri.
f. Pasal 77F Tentang Silabus
1) Silabus merupakan rencana Pembelajaran pada mata pelajaran atau tema tertentu
dalam pelaksanaan kurikulum.
2) Silabus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup:
a) Kompetensi inti
b) Kompetensi dasar
c) Materi pembelajaran
d) Kegiatan pembelajaran
54

e) Penilaian
f) Alokasi waktu dan
g) Sumber belajar.
C. LANDASAN TEORITIS/AKADEMIK
Relevasi Kurikulum 2013 terhadap pembangunan pendidikan karakter
(Artikel Oleh : Drs. Tuwuh Rustantoro, M.Pd. Widyaiswara LPMP Jawa Tengah)
Kurikulum 2013 telah mengamanatkan untuk memberikan kesempatan pada siswa dalam
mengembangakan domain sikap, pengetahuan dan keterampilan yang dituangkan dalam standar Kompetensi
Lulusan (SKL) baik tingkat SD, SMP maupun SMA/SMK yang selanjutnya di uraikan dalam Kompetensi
Inti (KI) yang terdiri dari KI sikap spiritual, KI sikap sosial , KI pengetahuan dan KI keterampilan.
Kompetensi inti ini menjadi payung bagi semua mata pelajaran yang diajarkan pada jenjang sekolah
tertentu. Kompetensi Inti ini selanjutnya dijabarkan di masing-masing mata pelajaran dalam bentuk
Kompetensi Dasar (KD) yang meliputi KD yang berasal dari sikap spiritual, KD yang berasal dari sikap
social, KD yang berasal dari pengetahuan, dan KD dari keterampilan. Dalam proses pembelajaran yang
dilakukan guru terhadap siswa harus mencakup KD sikap spiritual, KD sikap sosial, KD pengetahuan dan
KD keterampilan sehingga kompetensi yang berkembang dalam pribadi siswa tentu menyeluruh ari semua
domain sikap, pengetahuan dan keterampilan.
Sejalan dengan pendidikan karakter sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan
moral, pendidikan watak yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan
keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik & mewujudkan kebaikan, kurikulum 2013 menekankan
pada pembentukan sikap. Salah satu ciri kurikulum 2013 adalah selalaui mengaitkan antar sikap,
pengetahuan, dan keterampilan dalam satu kontek pembelajaran. Guru menyampaikan materi dari KD yang
berasal dari KI 3 yaitu unsur pengetahuan, selanjutnya dikembangkan KD yang berasal dari KI 4 yaitu unsur
keterampilan, barulah di pikirkan sikap ( KD yang berasal dari KI 1 dan 2) apa yang akan dikembangkan
melalaui KD 3 dan KD 4 itu. Dengan demikian satu proses pembelajaran berlangsung siswa akan
mengembangkan aspek sikap, pengetahuan dan keterampilan secara bersama-sama, artinya dengan
kurikulum 2013 itu akan terbangun pendidikan karakter secara otomatis karena penanaman nilai-nilai
kehidupan (nilai-nilai karakter) terintegrasi dalam setiap proses pembelajaran.
Kurikulum 2013 dikembangkan atas teori “pendidikan berdasarkan standar” (standard-based
education), dan teori kurikulum berbasis kompetensi (competency-based curriculum). Pendidikan
berdasarkan standar menetapkan adanya standar nasional sebagai kualitas minimal warganegara yang dirinci
menjadi standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan,
standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan.
Kurikulum berbasis kompetensi dirancang untuk memberikan pengalaman belajar seluas-luasnya bagi
peserta didik dalam mengembangkan kemampuan untuk bersikap, berpengetahuan, berketerampilan, dan
bertindak. Kurikulum 2013 menganut: (1) pembelajaan yang dilakukan guru (taught curriculum) dalam
55

bentuk proses yang dikembangkan berupa kegiatan pembelajaran di sekolah, kelas, dan masyarakat; dan (2)
pengalaman belajar langsung peserta didik (learned-curriculum) sesuai dengan latar belakang, karakteristik,
dan kemampuan awal peserta didik. Pengalaman belajar langsung individual peserta didik menjadi hasil
belajar bagi dirinya, sedangkan hasil belajar seluruh peserta didik menjadi hasil kurikulum.
Sebagai negara bangsa yang besar dari segi geografis, suku bangsa, potensi ekonomi, dan
beragamnya kemajuan pembangunan dari satu daerah ke daerah lain, sekecil apapun ancaman disintegrasi
bangsa masih tetap ada. Maka, kurikulum harus mampu membentuk manusia Indonesia yang mampu
menyeimbangkan kebutuhan individu dan masyarakat untuk memajukan jatidiri sebagai bagian dari bangsa
Indonesia dan kebutuhan untuk berintegrasi sebagai satu entitas bangsa Indonesia.
Berbagai elemen masyarakat telah memberikan kritikan, komentar, dan saran berkaitan dengan
beban belajar siswa, khususnya siswa sekolah dasar. Beban belajar ini bahkan secara kasatmata terwujud
pada beratnya beban buku yang harus dibawa ke sekolah. Beban belajar ini salah satunya berhulu dari
banyaknya matapelajaran yang ada di tingkat sekolah dasar. Maka, kurikulum pada tingkat sekolah dasar
perlu diarahkan kepada peningkatan 3 (tiga) kemampuan dasar, yakni baca, tulis, dan hitung, dan
pembentukan karakter.
Pada saat ini, upaya pemenuhan kebutuhan manusia telah secara nyata mempengaruhi secara
negatif lingkungan alam. Pencemaran, semakin berkurangnya sumber air bersih adanya potensi rawan
pangan pada berbagai belahan dunia, dan pemanasan global merupakan tantangan yang harus dihadapi
generasi muda di masa kini dan di masa yang akan datang. Kurikulum seharusnya juga diarahkan untuk
membangun kesadaran dan kepedulian generasi muda terhadap lingkungan alam dan menumbuhkan
kemampuan untuk merumuskan pemecahan masalah secara kreatif terhadap isu-isu lingkungan dan
ketahanan pangan.
Dengan berbagai kemajuan yang telah dicapai, mutu pendidikan Indonesia harus terus ditingkatkan.
Hasil riset PISA (Program for International Student Assessment), studi yang memfokuskan pada literasi
bacaan, matematika, dan IPA menunjukkan peringkat Indonesia baru bisa menduduki 10 besar terbawah dari
65 negara. Hasil Riset TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study) menunjukkan
siswa Indonesia berada pada rangking amatrendah dalam kemampuan (1) memahami informasi yang
komplek, (2) teori, analisis dan pemecahan masalah, (3) pemakaian alat, prosedur dan pemecahan masalah
dan (4) melakukan investigasi. Hasil-hasil ini menunjukkan perlu ada perubahan orientasi kurikulum,
dengan tidak membebani peserta didik dengan konten namun pada aspek kemampuan esensial yang
diperlukan semua warga negara untuk berperan serta dalam membangun negaranya pada abad 21.
56

BAB II
PEMBAHASAN
A. Perbedaan Pendidikan Kejuruan dan Pendidikan Vokasi

1. Tentang Pendidikan Kejuruan


Pengertian
Pendidikan Kejuruan merupakan pendidikan formal tingkat menengah yang menyiapkan peserta
didik untuk bersaing di dunia Industri dalam bidang tertentu.

Tujuan Pendidikan Kejuruan


Pendidikan kejuruan bertujuan mencetak tenaga kerja siap pakai yang terampil, kompeten, dan
dapat dapat bersaing di dunia Industri atau dunia usaha serta pasar pasar global.

Penyelenggaraan Pendidikan Kejuruan akan efektif bila :


 Ada Latihan yang dapat membentuk kebiasaan kerja serta kebiasaan berfikir dengan baik
 Gurunya berpengalaman dalam menerapkan keterampilan dan pengetahuan pada orasi kerja yang riil.
 Alat / media pembelajaran yang memadai
 Administrasi dan pengelolaannya fleksibel dan berbasis kebutuhan

Karakteristik Pendidikan kejuruan :


 Mempersiapkan Lulusan untuk masuk ke dunia kerja
 Didasarkan atas kebutuhan dunia kerja
 Fokus pada penguasaan pengetahuan keterampilan dan sikap serta memahami nilai-nilai
 Hubungan/kerjasama dengan dunia kerja
 Responsif dan antisipatif terhadap perkembangan teknologi
 Fasilitas memadai dan Up To Date

Strategi Pembelajaran Pendidikan Kejuruan


Pendekatan strategi belajar mengajar, diarahkan pada terwujudnya proses belajar tuntas yang
memacu peserta didik dapat belajar secara efektif dan kreatif sesuai bakat, minat, dan kemampuan
masing-masing. Dengan memperhatikan keselarasan dan keseimbangan antara
 Dimensi tujuan pembelajaran
 Pengembangan kreatifitas dan disiplin
 Pengembangan persaingan dan kerjasama
 Pengembangan berpikir yang baik
57

 Pelatihan yang baik


Dipandang dari segi kegiatannya, pendekatan strategi belajar mengajar dapat dikembangkan melalui :
 Kegiatan tatap muka
 Kegiatan ekstrakurikuler
 Kegiatan Kokurikuler untuk memperdalam materi
 Program normative
 Program adaptive
 Program produktif

2. Tentang Pendidikan Vokasi


Pengertian
Pendidikan Vokasi merupakan pendidikan formal yang berada di tingkat Perguruan Tinggi yaitu mulai
dari diploma hingga Sarjana yang menyiapkan Mahasiswanya untuk bekerja di dunia Industri atau dunia
kerja lainnya dengan keahlian terapan tertentu.

Tujuan Pendidikan Vokasi


Yang menjadi tujuan utama dalam pendidikan vokasi adalah membangun Delapan Kompetensi Lulusan,
yakni :
1. Communication Skills
2. Critical and Creative Thinking
3. Information/Digital Literacy
4. Inquiry/Reasoning Skills
5. Interpersonal Skills
6. Multicultural/Multilingual Literacy
7. Problem Solving
8. Technological Skills

Strategi Pembelajaran Pendidikan Vokasi


Strategi pembelajaran yang diterapkan sangat tergantung di mana tempat pendidikan berlangsung. Jika
tempat pendidikan di sekolah/kampus pendidikan vokasi , maka strategi-strategi di bawah ini relevan untuk
58

dipakai. Namun, jika tempat pendidikan di DUDI dan di teaching factory, maka strategi yang paling tepat
adalah learning by doing, dengan diikuti metode evaluasi performance test. Untuk memberikan gambaran
strategi pembelajaran mana yang akan dipilih di sekolah, di bawah ini disampaikan contoh-contoh strategi
pembelajaran yang bisa dipakai.
1. Teori dan praktek komunikasi (presentasi dan diskusi)
2. Aplikasi teori matematika dalam kehidupan sehari-hari
3. Teori dan aplikasi computer untuk berbagai keperluan
4. Melakukan penelitian laboratorium/lapangan
5. Membuat karya ilmiah dalam bahasa Indonesia Baku
6. Teori dan praktek bahasa Inggris (reading, listening, conversation)
7. Project work dan praktek kewirausahaan
8. Praktek kejuruan di bengkel/laboratorium/lapangan

B. Konsep dan Prinsip Dasar Pendidikan Teknologi Kejuruan


a) Pengertian dan Istilah
Pendidikan Teknologi dan Kejuruan adalah pendidikan yang diselengggarakan bagi para siswa yang
merencanakan dan mengembangkan karirnya pada bidang keahlian tertentu untuk bekerja secara produktif.
Istilah Pendidikan Teknologi sesungguhnya sudah mencakup istilah Pendidikan Kejuruan. Istilah
Pendidikan Teknologi Kejuruan pada awalnya terdiri dari kelompok sekolah-sekolah kejuruan teknologi
seperti ST,STM,STMP, dan sekolah- sekolah kejuruan non teknologi lainnya seperti SKKP, SKKA, SMTK,
SMEA, dll. Oleh karena itu pengkajian dalam arti yang tidak menunjuk pada jenis sekolah tetapi kepada
misi sistem secara keseluruhan perlu dilakukan.
Istilah ”kejuruan” berasal dari istilah ”juru” yang memiliki pengertian sempit yaitu tenaga terampil
setengah terdidik (semi skilled). Dari pengertian tersebut kurang memumgkinkan apabila membicarakan
suatu sistem pendidikan yang luas cakupannya mulai dari SMTP,SMTA, Sekolah Tinggi, sampai Politeknik
dan meliputi bidang yang banyak ragamnya tentulah tidak begitu sesuai untuk tercakup semuanya ke dalam
istilah ”Pendidikan Kejuruan ”.
Kejuruan dalam bahasa Inggris yaitu ”Vocational”, sehingga pendidikan kejuruan akan mencakup
apa yang di negara lain dikenal dengan istilah ”Vocational Education”, sedang untuk pendidikan yang
menghasilkan lulusan setingkat teknisi (apapun bidang spesialisasi yang dipelajari) akan disepadankan
dengan istilah ”Technical Education”. Berdasarkan ulasan itu maka dapat digabungkan tentang Pendidikan
Teknologi dan Kejuruan adalah ”Vocational and Technical Education”.

b) Landasan Eksistensi
59

1. Landasan Filsafat
Filsafat adalah apa yang diyakini sebagai suatu pandangan hidup dan landasan berpikir yang dianggap
benar dan baik
Menurut keberadaannya filsafat ini terbagi menjadi dua aliran yaitu eksistensialisme dan esensialisme
a.) Eksistensialisme berpandangan bahwa pendidikan kejuruan harus mengembangkan eksistensi
manusia untuk bertahan hidup, bukan merampasnya. Hal ini sejalan dengan penjelasan UU no 20 tahun
2003, bahwa pendidikan teknologi kejuruan mempersiapkan peserta didik untuk memasuki dunia kerja.
b.) Esensialisme berpandangan bahwa pendidikan kejuruan harus mengaitkan dirinya dengan sistem-
sistem yang lain seperti ekonomi, politik, sosial, ketenaga kerjaan serta religi dan moral.
2. Landasan Yuridis
Landasan Yuridis adalah seperangkat konsep peraturan perundang-undangan yang menjadi titik
tolak sistem pendidikan Indonesia yaitu menurut Undang-Undang Dasar 1945. Berikut ini adalah undang-
undang yang mengatur tentang pendidikan kejuruan.
a. UUD 1945 mengamanatkan kepada pemerintah melalui usaha penyelenggaraan sistem pendidikan
nasional untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bagnsa yang diatur dengan Undang-Undang.
b. UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 pasal 15, menjelaskan bahwa SMK merupakan
“pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama dalam bidang pekerjaan
tertentu”. Dan Pasal 38 yang menyatakan bahwa kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan
dasar dan menengah ditetapkan pemerintah melalui BSNP.
c. Kepmendikbud No. 323/U/1997 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Sistem Ganda di SMK.
d. PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
e. Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi.
f. Permendiknas No. 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Kelulusan.
g. Permendiknas No. 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Permendiknas No. 22 dan No. 23
tentang Standar Isi dan Standar Kelulusan
h. Ketentuan-ketentuan lain yang berhubungan dengan penyeleggaraan pendidikan dan pelatihan di
SMK.

b) Perspektif tentang Visi dan Misi


Della terkenal dengan 4 asumsi yang berkaitan dengan pengajaran dalam bidang mekanik, yaitu:
 Pendidikan ditempuh dalam waktu yang sesingkat mungkin (in short education)
60

 Selalu diupayakan suatu cara untuk memberikan pengajaran yang cukup untuk jumlah siswa yang
banyak dalam satu waktu
 Dilakukan dengan metode yang akan memberikan pelajaran praktek di bengkel dengan pemenuhan
pengetahuan yang mencukupi
 Memungkinkan guru dapat menetapkan perkembangan siswa setiap waktu
Setiap Fakultas di Universitas manapun pasti punya visi dan misi, misalnya visi misi dari Fakultas
Teknik Universitas Negeri Malang

Visi
A. Terwujudnya fakultas yang unggul dan menjadi rujukan dalam pengembangan pendidikan teknologi
kejuruan dan keteknikan.
Misi
 Menyelenggarakan pendidikan untuk menghasilkan lulusan yang unggul dan berdaya saing tinggi
dalam bidang pendidikan teknologi kejuruan dan keteknikan.
 Menyelenggarakan penelitian dan pengembangan ilmu untuk menghasilkan karya akademik yang
unggul dan menjadi rujukan dalam bidang pendidikan teknologi kejuruan dan keteknikan.
 Membangun masyarakat melalui penerapan IPTEK yang relevan bagi kesejahteraan dan
kemanusisan.
 Menjalin kerjasama dengan pihak dalam dan luar negeri untuk meningkatkan kualitas dan kinerja
fakultas
 Memberdayakan alumni dalam rangka peningkatan peran dan citra fakultas.
 Membangun organisasi yang sehat berdasarkan prinsip otonomi, akuntabilitas, aktreditasi, dan
evaluasi diri secara berkesinambungan

c) Prospek Keberadaan di Indonesia


Keberadaan sekolah Kejuruan di Negara Indonesia ini telah ada sebelum merdeka. Sekolah
kejuruan mulai berdiri sejak zaman penjajahan Belanda seperti di SMKN 4 Malang. Menurut Dedi
Supriadi (2002) menyebut Sekolah Pertukangan Surabaya adalah sekolah kejuruan pertama di
Indonesia yaitu berdiri pada tahun 1853.
Pendidikan Teknologi Kejuruan dahulu terdiri dari kelompok sekolah-sekolah kejuruan
teknologi seperti ST,STM,STMP, dan sekolah- sekolah kejuruan non teknologi lainnya seperti
SKKP, SKKA, SMTK, SMEA, dll.
Dahulu sitra SMK sebagai sekolah kelas dua setelah SMA atau dahulu dikenal dengan
sebutan SMU sangat melekat pada Masyarakat. Banyak Orang tua beranggapan bahwa jalan sukses
bagi anak-anak adalah menyekolahkan ke SMU, dengan harapan dapat melanjutkan ke Perguruan
Tinggi karena ingin menyandang Predikat Sarjana.
61

Namun sejak krisis ekonomi pada tahun 1997 angka pengangguran bertambah banyak.
Struktur tenaga kerja di Indonesia menggambarkan dari 76 juta tenaga kerja ternyata didominasi oleh
orang yang tidak memiliki keterampilan dan hanya 19 juta yang meniliki keterampilan. Sementara
itu 4,5 juta orang memiliki keahlian khusus. Akhirnya Indonesia sulit bersaing dengan Negara lain
dalam menghadapi era Globalisasi.
Akhirnya Indonesia mengembangkan system pendidikannya dan membentuk SMK dan
mempromosikannya ke Iklan-iklan. Dan kini peminat SMK tidak kalah dengan SMA. Bahkan
banyak Lembaga pendidikan swasta yang mendirikan SMK Swasta.
Menurut Masdea Rahmat Ainun Huda (2014), Keberadaan SMK telah menjamur di semua
kota di Indonesia khususnya di Pulau Jawa. Pilihan SMK adalah pilihan favorit bagi kebanyakan
orang karena lebih singkat sekolahnya dan tidak perlu melanjutkan ke Perguruan tinggi kalau ingin
masuk ke dunia kerja.
Contoh keberadaan SMK di Kotaku Mojokerto hanya dua SMK Negeri tetapi ada lima lebih
SMK swasta. Itu menandakan bahwa pihak swasta tidak kalah bersaing dengan pihak Negeri.
Masalah biaya juga tidak kalah bersaing. Terbukti bahwa kebanyakan SMK Swasta di Mojokerto
biayanya lebih murah daripada Negeri.
Pihak perusahaan Industri juga banyak yang mencari Lulusan dari SMK karena dinilai punya
keterampilan. Jadi pilihan SMK adalah pilihan yang tepat bagi Lulusan SMP yang ingin melanjutkan
studinya.

e) Prinsip Pendidikan Kejuruan


Prinsip Pendidikan Teknologi Kejuruan didefinisikan sebagai pendidikan untuk menyiapkan dan pelayanan
arahan untuk program dan kontruksi kurikulum, evaluasi, seleksi praktik intruksional, dan kebijakan
pembangunan.
Contoh Prinsip pendidikan teknologi kejuruan menurut Barlow (1974) meliputi :
 Dikembangkan dan diselenggarakan untuk warga Negara
 Disediakan melalui pendidikan secara umum
 Membuat variable pendidikan kejuruan untuk semua
 Integrasikan teori dan praktek didalam pendidikan kejuruan
 Melibatkan pemberi kerja di dalam program kejuruan
 Melibatkan pemerintah secara umum
 Menyediakan penguasaan belajardan intruksi secara individual

LANDASAN PENDIDIKAN KEJURUAN

a. LANDASAN FILOSOFI
62

Pendidikan kejuruan dilandasi oleh aliran filosofi eksistensialisme, esensiallisme, dan pragmatism.
Pandangan aliran essensialisme dalam pendidikan melibatkan pembelajaran dasar keterampilan, seni dan ilmu
pengetahuan yang telah dikembangkan di masa lalu, artinya filosofi essensialisme berpandangan bahwa pendidikan
kejuruan harus mengaitkan dirinya dengan sistem-sistem yang lain seperti ekonomi, politik, sosial, ketenaga kerjaan
serta religi dan moral. Aliran eksistensialisme berpandangan bahwa manusia memiliki kebebasan memilih sesuai
dengan tujuan hidupnya dan memiliki tanggung jawab dalam menentukan bagimana hidupnya kelak, artinya filosofi
eksistensialisme berpandangan untuk mengembangkan eksistensi manusia untuk bertahan hidup, bukan
merampasnya. Hal ini sejalan dengan penjelasan UU no 20 tahun 2003, bahwa pendidikan teknologi kejuruan
mempersiapkan peserta didik untuk memasuki dunia kerja. Sedangkan aliran filosofi pragmatism mengajarkan
bahwa hidup di dunia ini merupakan suatu proses dimulai dari tingkatan terendah dan berkembang maju dan
meningkat. Belajar harus lebih banyak difokuskan melalui tindakan daripada melalui buku. Merujuk dari beberapa
pandangan aliran filosofi tersebut, dan juga karakteristik pendidikan kejuruan yang lebih menonjolkan kemampuan
keterampilan yang diperoleh dari pengalaman belajar praktik, maka filosofi yang mendasari pendidikan kejuruan
adalah pragmatism yang dikemukakan oleh John Deway.
Landasan filosofi yang mendasari pendidikan kejuruan harus mampu menjawab dua pertanyaan yaitu
pertama “apa yang harus diajarkan ?” dan kedua “Bagaimana harus mengajarkan ?”, karena prinsip dasar dari
pendidikan kejuruan adalah individu dan perannya dalam suatu masyarakat dalam transmisi standar sosial. Secara
filosofis, penyusunan kurikulum SMK perlu mempertimbangkan perkembangan psikologis peserta didik dan
perkembangan atau kondisi sosial budaya masyarakat. Pendidikan kejuruan merupakan tanggung jawabbersama
antara keluarga, masyarakat dan pemerintah dan akan menyatu dalam diri perserta didik, menjadi kesatuan utuh,
saling mengisi dan diharapkan dapat saling memperkaya secara positif.
b. LANDASAN YURIDIS
Landasan yuridis pendidikan Indonesia adalah seperangkat konsep peraturan perundang-undangan yang
menjadi titik tolak sistem pendidikan Indonesia, yang menurut Undang-Undang Dasar 1945. Diantaranya adalah
sebagai berikut :
1. UUD 1945 mengamanatkan kepada pemerintah melalui usaha penyelenggaraan sistem pendidikan
nasional untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bagnsa yang diatur dengan Undang-Undang.
2. UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 pasal 15, menjelaskan bahwa SMK merupakan
“pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama dalam bidang pekerjaan
tertentu”. Dan Pasal 38 yang menyatakan bahwa kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan
dasar dan menengah ditetapkan pemerintah melalui BSNP.
3. Kepmendikbud No. 323/U/1997 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Sistem Ganda di SMK.
4. PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
5. Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi.
6. Permendiknas No. 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Kelulusan.
63

7. Permendiknas No. 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Permendiknas No. 22 dan No. 23
tentang Standar Isi dan Standar Kelulusan
8. Ketentuan-ketentuan lain yang berhubungan dengan penyeleggaraan pendidikan dan pelatihan di
SMK.
c. LANDASAN EKONOMI
Pendidikan kejuruan adalah pendidikan ekonomi sebab diturunkan dari kebutuhan pasar kerja, memberi
dampak terhadap kekuatan ekonomi nasional, melayani tujuan sistim ekonomi. Karenanya pendidikan kejuruan
harus memperhatikan permintaan pasar (demand driven) dan antisipatif terhadap perubahan kebutuhan pasar
(market driven). Pengembangannya perlu memperhatikan studi sektor ekonomi, studi kebijakan pembangunan
ekonomi, dan studi permintaan tenaga kerja (man-power).
Pendidikan kejuruan harus dijalankan atas dasar prinsip investasi SDM (human capital investment).
Akibatnya selain meningkatkan produktivitas nasional, meningkatkan pula daya saing tenaga kerja di pasar kerja
global. Oleh karenayan pendidikan kejuruan menganut azas efisien. Artinya Pendidikan kejuruan dijalankan atas
dasar prinsip-prinsip efisiensi, baik internal maupun eksternal. Demikian juga pendidikan kejuruan dijalankan atas
dasar prinsip investasi (human-capital). Artinya kita berpedoman bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang,
semestinya orang yang bersangkutan akan semakin produktif, dan dengan demikian orang yang lebih produktif akan
mendapat upah yang lebih besar. Inilah esensi human capytal theory yang menjadi dasar penyelenggaraan
pendidikan kejuruan.
1. PERMASALAHAN PEDIDIKAN KEJURUAN
Permasalahan pada pendidikan kejuruan dapat ditinjau dari beberapa aspek yaitu antara lain :
a. Aspek Budaya
Pemahaman tentang budaya dapat diartikan sebagai hubungan antara pendidikan kejuruan dengan kearifan
lokal. Dari aspek ini permalasahan pada pendidikan kejuruan yang bisa di lihat dan diamati adalah Pendirian SMK
kurang memperhatikan dan tidak mementingkan potensi, kebutuhan keterampilan dan kearifan lokal di daerah
masing-masing. Pendirian kompetensi keahlian SMK cenderung berdasarkan “trendy” yakni saat ini Zaman Digital
sehingga SMK Bidang Keahlian Teknologi Informasi dan Komunikasi menjamur pendiriannya karena diminati oleh
masyarakat dari daerah perkotaan sampai daerah pedesaan yang menimbulkan ketidak relevanan kompetensi
lulusan SMK dengan kompetensi yang dibutuhkan oleh dunia usaha dan dunia industri di daerah. Sehingga banyak
diantara lulusan yang tidak dibutuhkan, sedangkan lulusan yang dibutuhkan daerah berkurang. Pada akhirnya,
lulusan banyak yang menganggur atau berpindah tempat mencari pekerjaan di kota lain dan hal ini akan
berkolaborasi pada tingkat urbanisasi yang tinggi.
b. Aspek Hubungan Antar Bangsa
Hubungan antar bangsa dalam hal ini dikaji dari salah satu elemen bangsa yaitu masyarakat. Masyarakat
dalam hal ini adalah dunia usaha dan dunia industri. Permasalahan pendidikan kejuruan yang bisa diamati disini
adalah kurangnya kerjasama perusahaan, lembaga pemerintah, dunia usaha dan dunia industri dalam pelaksanaan
pendidikan sistem ganda yaitu terjalinnya sinergi antara SMK dan industri. Ini terbukti dalam pelaksanaan Praktek
Kerja Industri (Prakerin) banyak karyawan, pegawai dan staff perusahaan yang acuh tak acuh terhadap siswa dalam
64

pelaksanaan Prakerin bahkan terdapat beberapa perusahaan besar yang menolak siswa prakerin dengan alasan
merepotkan. Faktor lain yang menjadi masalah sering ada perlakuan yang tidak sama antara satu perusahaan
dengan lainnya terkait waktu prakerin.
c. Aspek Pendidikan
Pada aspek ini ada beberapa permasalahan pendidikan kejuruan baik itu ditinjau dari kurikulum SMK, Sarana dan
Prasarana, Guru dan lulusan SMK itu sendiri.
1) Kurikulum SMK yang digunakan tidak selaras dengan kompetensi yang sesuai pengguna lulusan (link and
match) sehingga belum mampu memenuhi tuntutan dunia kerja, dunia industri dan dunia usaha.
2) Kurangnya fasilitas sarana dan prasarana pendidikan, kurangnya fasilitas uji kompetensi dan fasilitas
sertifikasi SMK.
3) Kurangnya jumlah guru produktif SMK dan kurangnya kualitas guru produktif SMK serta tidak semua
program studi yang ada di SMK ada calon gurunya di Lembaga Pendidikan Tenaga Keguruan (LPTK). Contoh
Program Studi Animasi yang ada di SMK di perguruan tinggi keguruan sampai saat ini belum ada Program
Studi Animasi, yang ada masih sangat umum, misalnya Pendidikan Teknologi Informasi. Hal ini akan
berimbas pada lulusan SMK yang dihasilkan.
4) Kuantitas lulusan SMK yang tidak terserap di dunia usaha dan dunia industri cukup tinggi disebabkan
rendahnya kompetensi lulusan, ketidaksesuaian kompetensi yang dilatih di SMK dengan kebutuhan
perusahaan/ dunia industri/ dunia usaha dan kurangnya kesiapan mental bekerja lulusan SMK

2. SOLUSI PERMASALAHAN PENDIDIKAN KEJURUAN PADA POINT no. 2


Dari beberapa permasalahan dan tantangan pada ponit no. 2, maka perlu diambil tindakan sebagai langkah-
langkah solusi masalah untuk mensukseskan pelaksanaan Program Revitalisasi SMK dalam menghadapi daya saing
ketenagakerjaan diantaranya adalah sebagai berikut :
1) Pendirian SMK kurang memperhatikan dan tidak mementingkan potensi, kebutuhan keterampilan dan
kearifan lokal di daerah masing-masing. Untuk mengatasi masalah ini pemerintah telah
menginstruksikan gubernur untuk melakukan penataan kelembagaan SMK yang meliputi program
kejuruan yang di buka dan pemilihan lokasi SMK akan disesuaikan dengan peta kebutuhan tenaga kerja
yang disediakan oleh kementerian SDM, serta mengembangkan SMK unggulan sesuai dengan potensi
wilayahnya masing-masing. Pihak sekolah agar mensosialisasikan kepada masyarakat tentang bidang-
bidang keahlian yang sesuai dengan potensi daerah dan menata kembali bidang keahlian yang tidak
sesuai dengan kebutuhan pasar atau daerah dengan bidang keahlian yang baru dan dibutuhkan daerah
bekerjasama dengan masyarakat, dunia usaha/dunia industri dan pemerintah daerah.
2) Dalam mengatasi permasalahan kurangnya kerjasama perusahaan, lembaga pemerintah, dunia usaha
dan dunia industri dalam pelaksanaan pendidikan sistem ganda adalah :
(a) Pemerintah harus membuat aturan yang jelas mengenai teknis pelaksanaan prakerin dan waktu
pelaksanaannya.
65

(b) Kepala daerah diharapkan membuat peraturan yang mewajibkan bagi perusahaan untuk menerima
siswa prakerin dari sekolah sebagai program teaching factory.
(c) Sekolah membangun kerja sama yang baik dengan pemerintah, masyarakat dan dunia usaha/dunia
industri dan asosiasi-asosiasi perusahaan. Dalam hal ini sekolah perlu punya cara untuk menarik
perusahaan atau industri terkait untuk diajak kerja sama.
(d) Sekolah mempunyai sistem penyelarasan kurikulum, seluruh mata pelajaran yang diajarkan di
sekolah sudah terlebih dahulu melewati verifikasi dari dunia industri.
3) Untuk mengatasi masalah ketidaksesuaian kurikulum SMK sehingga belum mampu memenuhi
kebutuhan dunia kerja dan dunia industri pemerintah melalui Inpres Nomor 9 Tahun 2016 telah
menginstruksikan kepada Mendikbud agar: Membuat peta jalan pengembangan SMK dan
menyempurnakan atau menyelaraskan kurikulum SMK dengan kompetensi sesuai dengan pengguna
lulusan (link and match). Untuk itu perlu diambil tindakan diantaranya :
(a) Penyelarasan kurikulum SMK dengan SKKNI (Standard Kompetensi Kerja Nasional Indonesia), harus
ada konsep yang jelas, terarah mengenai sistem pendidikan dan pelatihan SMK untuk
menyesuaikan kompetensi dan kualitas lulusan SMK sehingga sesuai dan dapat memenuhi
kebutuhan dunia usaha dan dunia industri.
(b) Verifikasi kurikulum melalui penyempurnaan materi pembelajaran, penilaian, praktik kerja
lapangan bagi guru dan peserta didik di industri, pengembangan kompetensi peserta didik dan
pengembangan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan.
(c) Standarisasi sistem pendidikan dan pelatihan di SMK. Penyelenggaraan pembelajaran yang
mengarah pada pelayanan dan kualitas, diharapkan seluruh mata pendidikan dan pelatihan yang
diajarkan dan dilatihkan di sekolah terlebih dahulu melalui verifikasi dari dunia industri. Setelah
melalui tahap verifikasi, silabus yang sudah diperbaiki dan ditelaah sesuai dengan permintaan
industri kemudian ditetapkan dan diajarkan kepada siswa.
(d) Meningkatkan akses sertifikasi lulusan SMK melalui program percepatan pemberian lisensi bagi
SMK sebagai lembaga sertifikasi profesi pihak pertama.
4) Kurangnya fasilitas sarana dan prasarana pendidikan, kurangnya fasilitas uji kompetensi dan fasilitas
sertifikasi SMK, untuk itu diambil tindakan solusi masalah sebagai berikut :
(a) Sekolah berusaha secara maksimal untuk melengkapi sarana dan prasarana sekolah sehingga
memenuhi standard pelayanan minimal bahkan sampai mampu mencapai 8 Standar pendidikan.
(b) Pemerintah meningkatkan bantuan dalam memberikan biaya investasi berupa bantuan peralatan,
komputer dan laboratorium, bantuan fisik berupa bantuan ruang kelas baru, rehab dan ruang
praktek siswa.
(c) Meningkatkan jumlah bantuan Teaching Factory dari DU/DI dan Unit produksi.
5) Untuk mengatasi masalah kurangnya jumlah guru produktif SMK dan kurangnya kualitas guru produktif
SMK tindakan yang dilakukan adalah :
66

(a) Peningkatan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan oleh sekolah melalui seminar,
workshop, diklat dan magang guru di dunia industri.
(b) Mendatangkan guru tamu dari dunia usaha/dunia industri.
(c) Pemerintah melaksanakan Program alih fungsi guru dengan cara merekrut guru bidang produktif
dan adaptif untuk dilatih menjadi guru bidang kejuruan.
(d) Mempercepat Program Sertifikasi bagi pendidik dan tenaga kependidikan
(e) Meningkatkan peran lembaga Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga
Kependidikan (P4TK) dalam menciptakan tenaga pendidik yang lebih profesional.
(f) Menyiapkan lulusan vokasi di politeknik sebagai guru produktif karena pendidikan di politeknik
menerapkan praktek 70%
6) Masalah selanjutnya berkaitan dengan kualitas lulusan SMK. Seharusnya pendidikan kejuruan
memberikan kemampuan khusus bagi siswa sehingga terserap di dunia kerja karena SMK merupakan
lembaga pendidikan formal tingkat menengah berbasis kejuruan yang menciptakan tenaga kerja dengan
keterampilan tertentu dengan kemampuan nilai kinerja yang baik. Tetapi dalam kenyataannya banyak
perusahaan yang menolak lulusan SMK, dalam hal ini perusahaan masih memandang bahwa lulusan
SMK belum memenuhi standard atau persyaratan sebagai karyawan dan belum memiliki kesiapan
mental bekerja. Untuk mengatasi masalah ini diperlukan solusi berupa :
(a) Dari Pihak Sekolah :
1) Menerapkan sistem pembelajaran abad 21 yang mengarah pada inisiatif dan kemandirian
dengan pengembangan program kewirausahaan (entrepreneurship).
2) Adanya unit produksi dan jasa sebagai sarana praktek kewirausahaan yang bekerjasama
dengan industri dan pemerintah dalam hal pelatihan dan memberi kesempatan kepada siswa
untuk dapat mempromosikan produk dan jasanya kepada masyarakat/konsumen.
Diharapkan pemerintah dan industri ikut serta mengembangkan program unit usaha SMK
dengan memberi pinjaman modal kerja dan pelatih khusus yang disertai dengan
pengawasan.
3) Terjalinnya kerja sama (link and match) antara sekolah dengan dunia industri/ dunia usaha,
lembaga pemerintahan dan asosiasi-asosiasi perusahaan seperti Apindo (Asosiasi Pengusaha
Indonesia), HIPMI (Himpunan Pengusaha Muda Indonesia), Ipemi (Ikatan Pengusaha
Muslimah Indonesia), Kadin (Kamar Dagang Indonesia), dan perguruan tinggi.
(b) Dari pihak pemerintah :
1) Pemerintah melalui Kemendikbud melakukan revitalisasi SMK sesuai kebutuhan dan potensi
daerah masing-masing. Banyak di antara lulusan yang tidak dibutuhkan, tapi diminati oleh
masyarakat. Sedangkan lulusan yang dibutuhkan justru berkurang. Pada akhirnya, lulusan
akan banyak yang berpindah tempat mencari pekerjaan di kota lain. Revitalisasi ini dengan
penambahan guru sesuai kebutuhan daerah. Penyediaan bahan dan materi workshop SMK
serta sertifikasi lulusan SMK.
67

2) Kemendikbud berupaya melakukan penguatan kerja sama industri dan penguatan


kelembagaan SMK agar menjadi Lembaga Sertifikasi Profesi Pihak Pertama (LSP-PI) agar
memberikan nilai tambah pada lulusan SMK.
3) Meningkatkan jumlah SMK program belajar empat tahun.
4) Memperbesar anggaran untuk peningkatan kualitas SMK baik melalui dana Biaya
Operasional Sekolah, Kartu Indonesia Pintar maupun dana bantuan dari Direktorat
pembinaan SMK.
68

Soal Nomor 1 :
Tujuan utama pembelajaran di bidang kejuruan untuk memfasilitasi tumbuh kembangnya keteramplan hidup
(life skills) siswa, baik sebagai job creator, maupun job seeker. Untuk itu modus dan cara pembelajaran
perlu mengacu pada prinsip learning through work, learning for work, dan learning at work. Jelaskan (a)
makna dari keterampilan hidup siswa, baik sebagai job creator, maupun job seeker; (b) prinsip dasar
learning through work, learning for work, dan learning at work; dan (c) dan mengapa modus pembelajaran
di bidang kejuruan perlu menggunakan modus dan cara learning through work, learning for work, dan
learning at work ?
JAWABAN
a. Makna dari keterampilan hidup siswa, baik sebagai job creator, maupun job seeker
Keterampilan hidup (life skills) merupakan hal yang harus dimiliki peserta didik, karena
mempunyai peranan yang besar dalam penentuan keputusan peserta didik untuk memilih pekerjaaan
yang sesuai dengan kompetensinya. Keterampilan hidup sebagai inti dari kompetensi dan hasil pendidikan
adalah keterampilan yang dimiliki seseorang untuk berani menghadapi problema hidup dan kehidupan
dengan wajar tanpa merasa tertekan, kemudian secara proaktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi
sehingga akhirnya mampu mengatasinya (Depdiknas, 2006:22). Menurut WHO, life skills atau katerampilan
hidup adalah kemampuan perilaku positif dan adaptif yang mendukung seseorang untuk secara efektif
mengatasi tuntutan dan tantangan, selama hidupnya. Adapun katerampilan hidup yang dimaksud menurut
WHO, terdiri dari: (1) keterampilan memecahkan masalah; (2) keterampilan berpikir kritis; (3) keterampilan
mengambil keputusan; (4) keterampilan berpikir kreatif; (5) keterampilan komunikasi interpersonal; (6)
keterampilan bernegosiasi; (7) keterampilan mengembangkan kesadaran diri;(8) keterampilan berempati; (9)
keterampilan mengatasi stress dan emosi.
Keterampilan hidup siswa sebagai job creator dapat diartikan bahwa dari bekal ketekaterampilan
hidup yang dimiliki oleh peserta didik, mereka akan mampu tampil dan berhasil sebagai job creator, yaitu
sebagai pencipta lapangan kerja atau sebagai seorang wirausaha. Atas bekal keterampilan yang dimiliki,
peserta didik akan menempatkan dirinya dengan keyakinan akan kemampuannya sebagai seorang pencipta
lapangan kerja dan sanggup untuk memecahkan masalah, berpikir kritis dan kreatif, katerampilan
bernegoisasi, berempati, dan mampu menghadapi tekanan. Sebagai job creator merupakan solusi terbaik
untuk mengurangi jumlah pengangguran yang ada. Hal tersebut dikarenakan job creator dapat merekrut
orang sebanyak-banyak hanya dengan bermodalkan keterampilan yang ia miliki. Job creator ini biasa
dikenal dengan sebutan pengusaha atau wirausaha. Pengusaha merupakan kontribusi terbesar bagi kemajuan
suatu bangsa, sebab dapat mengentaskan masyarakat dari kemiskinan atau keterpurukan ekonomi suatu
bangsa, bahkan ditinjau dari segi politik pengusaha dapat meningkatkan harkat sebagai bangsa yang mandiri
dan bermartabat. Seorang wirausahawan atau job creator harus komitmen terhadap dirinya sendiri dan orang
lain, komitmen terhadap dirinya sendiri dapat dibuat dengan identifikasi cita-cita, harapan dan target-target
yang direncanakan dalam hidupnya. Sedangkan komitmen wirausahawan terhadap orang lain terutama
69

konsumennya adalah memberikan pelayanan prima kepada konsumennya. Seorang job creator juga harus
kreatif dan inovatif. Untuk memenangkan persaingan, seorang wirausahawan harus memiliki daya kreatifitas
yang tinggi. Dimana daya kreatifitas tersebut harus dilandasi dengan cara berpikir yang maju, penuh dengan
gagasan-gagasan baru yang berbeda.
Sedangkan keterampilan hidup yang dimiliki siswa sebagai job seeker (pencari kerja), diharapkan
dapat digunakan secara optimal dan mampu menjawab tantangan kebutuhan tenaga kerja. Dengan dasar
pengembangan keterampilan hidup, maka pembelajaran berubah, yang awalnya pembelajaran yang bersifat
teaching center menjadi pembelajaran yang bersifat student center. Pembelajaran yang bersifat teaching
center dilakukan secara sepihak oleh pelaksana pendidik atau oleh guru, mulai dari kegiatan perencanaan,
penyusunan program pembelajaran , pelaksanaan dan evaluasinya. Sedangkan pembelajaran yang bersifat
student center dilakukan oleh guru dengan kegiatan pembelajaran berpusat pada siswa.
Dengan demikian memiliki keterampilan hidup yang baik, maka seorang siswa akan lebih
mudah dalam memposisikan diri untuk menjadi seorang Job Creator (pencipta lapangan kerja) maupun
Job Seeker (pencari kerja). Oleh karena itu, perlu dikembangkan aspek berpikir kreatif-produktif (creative-
productive thinking), kiat pengambilan keputusan (decision making), kiat pemecahan masalah (problem
solving), keterampilan belajar bagaimana belajar (learning how to learn), keterampilan berkolaborasi
(collaboration), dan pengelolaan diri (self management) (Mukhadis, 2013:42).

b. Prinsip dasar learning through work, learning for work, dan learning at work
Pembelajaran di SMK akan tepat jika didesain untuk membekali siswa dengan pengembangan
keterampilan hidup yang nyata karena dengan mengembangkan keterampilan hidup siswa, siswa dilatih
untuk bekerja dan menjadi trampil. Pengembangan keterampilan di bidang kejuruan, dengan baik akan
mampu bersaing di dunia industri dan dunia usaha. Pembelajaran di bidang kejuruan pada saat ini
menerapkan pembelajaran keterampilan hidup sehingga pembalajaran di SMK harus menggunakan prinsip
learning through work, learning for work, dan learning at work.
Prinsip learning through work merupakan pembelajaran yang membekali siswa untuk bisa
bekerja. Pembelajaran di SMK harusnya membekali siswa dengan pengembangan keterampilan hidup
seperti yang dijelaskan di atas karena dengan mengembangkan keterampilan hidup siswa, sekolah sudah
menyiapkan siswa untuk bekerja. Misalnya saja pengembangan keterampilan vokasional, sekolah
mengembangkan keterampilan vokasional siswa dengan baik sehingga mampu bersaing di dunia industri
dan dunia usaha. Setelah dibekali dengan keterampilan siap kerja dan bisa bekerja, maka siswa juga harus
dibekali dengan keterampilan pada saat bekerja atau dengan kata lain sekolah harus mengunakan prinsip
learning at work.
70

Learnig for work pada prinsipnya merupakan pembelajaran yang membekali siswa untuk bisa
bekerja. Dengan demikian sekolah membekali siswa tentang kondisi di dunia pekerjaan. Oleh karena itu
sistem prakerin di sini sangat berperan penting, dengan adanya prakerin, siswa mampu mendapatkan nilai-
nilai dan pesan-pesan yang ada di dunia usaha dan dunia industri. Sehingga siswa sudah siap dan sudah bisa
bekerja di DU/DI karena bekal yang mereka miliki saat sekolah dan prakerin.
Setelah dibekali dengan keterampilan siap kerja dan bisa bekerja, maka siswa juga harus dibekali
dengan keterampilan pada saat bekerja atau dengan kata lain sekolah harus mengunakan prinsip learning at
work. Pengembangan keterampilan hidup juga mengembangkan kemamupuan siswa dalam berkomunikasi.
Kemampuan siswa utnuk berkomunikasi ini merupakan bekal siswa dalam menyesuaikan diri pada waktu
bekerja. Dengan komunikasi yang baik siswa mampu bekerjasama dengan orang lain dengan baik, bisa
menciptakan suasan kondusif di tempat kerja sehingga menciptakan manusia yang produktif dan menjadi
sebuah keuntungan di dunia pekerjaan.
Dengan demikian, melalui pelaksanaan pelaksanaan WBL (Work Base Learning) yang
berorientasi pada learning through work, learning for work, dan learning at work dapat membangun
sinergitas antara dunia usaha/industri dengan dunia pendidikan dapat menyiapkan tenaga kerja dan sumber
daya manusia yang unggul, kompetitif dan berkarakter.

c. Mengapa modus dan cara pembelajaran di bidang kejuruan lebih berorientasi pada learning
through work, learning for work dan learning at work ?
Dalam membentuk output yang kompeten pada bidangnya, sekolah kejuruan sangat sesuai jika
pembelajaran dirancang dengan berorientasi berbasis kerja. Mutu lulusan pendidikan kejuruan dianggap
relevan oleh para pengguna lulusan, yang dalam hal ini adalah sektor dunia usaha dan dunia industri (DUDI)
apabila apa yang mereka dapatkan sama dengan atau lebih besar dari yang mereka harapkan. Maka modus
pembelajaran yang berorientasi kerja, dengan setting mirip tempat kerja serta disain pekerjaan yang
disiapkan mengacu pada bidang pekerjaan yang diminati oleh siswa akan efektif menghasilkan output yang
berdaya saing tinggi. Sampul yang sesuai untuk setting pembelajaran berorientasi kerja akan membentuk
kebiasaan mengenal lingkungan kerja yaitu Work Based Learning (WBL) . Lulusan SMK tidak hanya
memiliki pengetahuan dari bidang studi atau keahliannya saja, tetapi juga kemampuan adaptasi terhadap
lingkungan kerja baru dimana mereka bergabung, membawa keterampilan-keterampilan komunikasi yang
luar biasa, kemampuan memimpin dan dipimpin, dan kemampuan yang teruji dapat berfungsi secara efisien
dan efektif.
Pada UU No.20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menjelaskan bahwa pendidikan
kejuruan merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan siswa terutama untuk bekerja dalam
bidang tertentu. Oleh karena itu, pembelajaran bidang kejuruan mempunyai tujuan untuk mempersiapkan
siswa untuk menjadi tenaga kerja yang terampil. Dalam mempersiapkan tenaga terampil, pembelajaran
kejuruan harus mampu mensinergikan komponen pembelajaran dengan bidang pekerjaan di dunia industri.
71

Untuk mencapai tujuan tersebut, maka modus dan cara pembelajaran yang sangat cocok adalah yang
berorientasi pada bagaimana memberi pengalaman langsung kepada siswa agar bisa mempersiapkan diri
menghadapi dunia kerja yang sesungguhnya. Oleh karena itu prinsip learning through work, learning for
work, dan learning at work merupakan suatu upaya untuk menciptakan kebermaknaan pembelajaran bagi
seorang siswa di SMK.
Soal Nomor 2 :
Modus dan cara pembelajaran di bidang kejuruan berdasarkan prinsip learning through work, learning for
work, dan learning at work agar tidak mengingkari harkat dan martabat manusia perlu dirancang dan
dilaksanakan berlandaskan pada aspek filosofis, psikologis, teknologis, neoroscience, dan teori belajar
pembelakajran. Jelaskan : (a) makna landasan filosofis, psikologis, teknologis, neoroscience, dan teori
belajar pembelajaran tersebut; dan (b) mengapa perencanaan dan pelaksanaan pembelajaaran di bidang
kejuruan perlu mempertimbangkan landasan filosofis, psikologis, teknologis, neoroscience, dan teori belajar
pembelakajran ?; (c) berikan contoh modus dan cara pembelajaran yang memenuhi tuntutan landasan
pembelajaran tersebut dalam bidang kejuruan ?
JAWABAN
a. Makna landasan filosofis, psikologis, teknologis, neoroscience, dan teori belajar pembelajaran.
1) Landasan Filosofis
Menurut Suyitno (2009:6-7), Filosofis berasal dari bahasa Yunani yang terdiri atas suku kata
philein/philos yang artinya cinta dan sophos/Sophia yang artinya kebijaksanaan, hikmah, ilmu,
kebenaran. Filsafat dimaknai sebagai suatu pengetahuan yang mencoba untuk memahami hakikat
segala sesuatu untuk mencapai kebenaran atau kebijaksanaan. Filsafat pendidikan merupakan pola
pikir filsafat dalam menjawab masalah-masalah yang berkaitan dengan perencanaan dan
implementasi pendidikan (Abduhak, 2007).
Makna landasan filosofis dalam rancangan pembelajaran merupakan gagasan-gagasan atau
konsep-konsep yang bersifat normatif. Landasan filosofis pendidikan dikatakan bersifat normatif,
sebab landasan filosofis pendidikan tidak berisi konsep-konsep tentang pendidikan apa adanya
(fakta), melainkan berisi tentang konsep-konsep pendidikan yang seharusnya atau yang dicita-citakan
(ideal), yang disarankan oleh filsuf tertentu untuk dijadikan titik tolak dalam rangka praktek
pendidikan dan/atau studi pendidikan.
2) Landasan Psikologis
Kajian psikologi yang erat hubungannya dengan pendidikan adalah yang berkaitan dengan
kecerdasan, berpikir, dan belajar (Tirtaraharja, 2005:106). Makna landasan psikologis dalam
pembelajaran,yaitu mempelajari gejala kejiwaan yang ditampakkan dalam bentuk perilaku baik
manusia ataupun hewan yang pemanfaatannya untuk kepentingan manusia ataupun aktivitas -
aktivitas individu baik yang disadari ataupun yang tidak disadari yang diperoleh melalui suatu proses
atau langkah-langkah ilmiah tertentu serta mempelajari penerapan dasar-dasar atau prinsip-prinsip,
72

metode, teknik, dan pendekatan psikologis untuk memahami dan memecahkan masalah-masalah
dalam pendidikan.
3) Landasan Teknologis
Makna landasan teknologi, semua system yang diciptakan oleh manusia untuk sesuatu tujuan
tertentu, yang pada intinya adalah mempermudah manusia dalam memperingan usahanya,
meningkatkan hasilnya, dan menghemat tenaga serta sumber daya yang ada. Teknologi itu pada
hakikatnya adalah bebas nilai, namun penggunaannya akan sarat dengan aturan nilai dan estetika.
Menurut Mukhadis (2013:124) kecepatan laju perubahan pentahapan peradaban teknologi (sebagai
wujud dialektika teknologi) dalam suatu bangsa sangat tergantung dari empat unsur utama teknologi
yang bersinergi dan saling memfasilitasi, yaitu humanware, technoware, infoware, dan organoware.
Unsur perangkat manusia (humanware), yaitu bagaimana manusia sebagai pelaku
pemanfaatan, pengembangan dan pelestarian teknologi dapat selalu meningkatkan kemampuannya
mulai dari tahapan mengenal sampai mengembangkan suatu inovasi dari teknologi pada era itu.
Unsur perangkat teknologi (technoware), yaitu karakteristik teknologi yang digunakan pada suatu
era, baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Karakteristik teknologi yang bersifat kuantitatif
lebih mengacu pada wujud fisik (hardware) dari teknologi sebagai alat pemecahan masalah dalam
kehidupan sehari-hari. Karakteristik teknologi yang bersifat kualitatif lebih mengacu pada hal-hal
yang terkait dengan perangkat lunak (software) dan mekanisme penggunaannya dalam pemecahan
masalah dalam kehidupan sehari-hari. Unsur perangkat informasi (infoware), yaitu karakteristik
informasi yang terkait dengan penemuan, pemanfaatan dan pengembangan teknologi yang dijadikan
dasar untuk melakukan evaluasi atas segala kelemahan dan berbagai kiat dalam upaya mencari suatu
alternatif pemecahan masalah dalam kehidupan nyata. Unsur perangkat organisasi (organoware),
yaitu karakteristik dari suatu peradaban teknologi yang lebih mengarah pada kelembagaan dalam
upaya penemuan, pemanfaatan dan pengembangan suatu produk teknologi sebagai sarana pemecahan
masalah dalam kehidupan.
4) Landasan Neoroscience
Makna landasan neoroscience, Ilmu neural (neural science) adalah menjelaskan perilaku
manusia dari sudut pandang aktivitas yang terjadi di otak. Neurosains merupakan bidang ilmu yang
mengkhususkan pada studi saintifik dari sistem syaraf. Neurosains juga mengkaji mengenai
kesadaran dan kepekaan otak dari segi biologi, persepsi, ingatan, dan kaitannya dengan
pembelajaran. Bagi teori Neurosains, sistem saraf dan otak merupakan asas fisikal bagi proses
pembelajaran manusia. Neurosains dapat membuat hubungan diantara proses kognitif yang terdapat
di dalam otak dengan tingkah laku yang akan dihasilkan. Hal ini dapat diartikan bahwa, setiap
perintah yang diproses oleh otak akan mengaktifkan daerah-daerah penting otak (Harun, 2003).
5) Landasan Teroi Belajar Pembelajaran
73

Makna landasan teori belajar dan pembelajaran adalah tuntutan terhadap pelayanan
pembelajaran ditunjang oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pada dekade 90-an
terjadi pergeseran konsep pembelajaran. Pergeseran tersebut, fokus pada orientasi belajar dan hasil
belajar. Oleh sebab itu model mengajar bergeser ke arah model belajar. Asumsi pergeseran tersebut,
bertolak dari peserta didik yang diharapkan dapat meningkatkan upaya dirinya memperkaya
pengetahuan, sikap dan keterampilan. Guru di sekolah bukan lagi satu-satunya sumber pengetahuan,
akan tetapi bagian integral dalam sistem pembelajaran. Dalam membahas tentang model
belajar, perlu berpijak dari teori belajar yang ada. Teori belajar dan pembelajaran bermuara pada
empat model utama, yaitu: (a) behaviorisme yang menganggap faktor lingkungan sebagai rangsangan
dan respon peserta didik terhadap rangsangan itu ialah responsnya; (b) kognitivisme, memiliki
perspektif bahwa para peserta didik memproses infromasi dan pelajaran melalui upayanya
mengorganisir, menyimpan, dan kemudian menemukan hubungan antara pengetahuan yang baru
dengan pengetahuan yang telah ada; (c) konstruktivisme, proses pembelajaran yang menerangkan
bagaimana pengetahuan disusun dalam diri manusia; dan (d) humanisme yang mengedepankan
pentingnya emosi dalam dunia pendidikan.

b. Mengapa perencanaan dan pelaksanaan pembelajaaran di bidang kejuruan perlu


mempertimbangkan landasan filosofis, psikologis, teknologis, neoroscience, dan teori belajar
pembelakajran ?
Tujuan dari pendidikan adalah memanusiakan manusia. Untuk memenuhi tujuan pendidikan
tersebut tentu saja kita tidak boleh melupakan harkat dan martabat manusia (HMM). Dalam HMM tersebut
dijelaskan ada 3 unsur yang terkandung di dalamnya yaitu hakikat manusia, dimensi kemanusiaan, dan
pancadaya manusia. Ketiga hal tersebut menjelaskan bahwa manusia merupakan manusia yang seutuhnya
dan makhluk yang paling tinggi derajatnya di dunia. Perencanaan pembelajaran yang disusun oleh pendidik
hendaknya selalu memperhatikan hakikat manusia, dimensi kemanusiaan, dan pancadaya manusia. Dalam
proses pembelajaran inilah seorang pendidik berinteraksi dan menyampaikan pesan dan materi-materi yang
terkandung di dalam pelajaran. Dalam penyampaian pesan-pesan ini seorang pendidik tidak boleh lepas dari
landasan-landasan pembelajaran (landasan filosofis, psikologis, teknologi, neuroscience, dan teori belajar
pembelajaran) serta memperhatikan hakikat manusia, dimensi kemanusiaan, dan pancadaya manusia.
Seorang pendidik dalam menyampaikan pelajaran tidak didasari oleh landasan-landasan tersebut, maka
dengan pasti pembelajaran yang dilakukan akan menyimpang ke segala arah yang akhirnya tujuan dari
pendidikan (memanusiakan manusia) tidak akan terwujud walaupun kurikulum setiap tahun berubah.

c. Contoh modus dan cara pembelajaran yang memenuhi tuntutan landasan pembelajaran dalam
bidang kejuruan ?
74

Untuk mencapai tujuan pembelajaran di SMK, maka modus dan cara pembelajaran yang sangat
cocok adalah yang berorientasi pada bagaimana memberi pengalaman langsung kepada siswa agar bisa
mempersiapkan diri menghadapi dunia kerja yang sesungguhnya. Oleh karena itu prinsip learning through
work, learning for work, dan learning at work merupakan suatu upaya untuk menciptakan kebermaknaan
pembelajaran bagi seorang siswa di SMK. Modus Pembelajaran yang cocok untuk hal itu adalah modus
pembelajaran work based learning (WBL).
Dalam modus pembelajaran worked based learning (WBL). Worked Based Learning (WBL)
merupakan model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada guru untuk mengelola pembelajaran
di kelas dengan mendisainkan satu bidang pekerjaan. Melalui pembelajaran berbasis kerja / Worked Based
Learning , kreativitas dan motivasi siswa akan meningkat. Pembelajaran berbasis kerja memuat tugas-tugas
yang kompleks. Pembelajaran dengan bekerja di tempat kerja atau work based learning memberi manfaat-
manfaat kepada siswa dalam menguasai pengetahuan-pengetahuan dan keterampilan-keterampilan baru
yang tidak bisa didapatkan pada pembelajaran teoritis dan praktis di dunia.Tujuannya agar siswa memiliki
kemandirian dalam menyelesaikan tugas yang dihadapinya. Proses WBL menggunakan beberapa landasan,
yaitu landasan filosofis (progesivisme) yang memusatkan pembelajaran pada anak. Landasan yang
digunakan selanjutnya adalah teori belajar dan pembelajaran, landasan sosiologis, dan landasan
neuroscience.

Soal Nomor 3 :
Fasilitasi berkembangnya keterampilan hidup siswa melalui pembelajaran di bidang kejuruan penting
berlandaskan pada trilogi harkat dan martabat manusia (HMM) yaitu harkat manusia, dimensi kemanusiaan,
dan pancadaya manusia. Jelaskan (a) makna trilogi HMM dan dimensi-dimensinya sebagai landasan
pembelajaran; (b) mengapa trilogi HMM dan dimensinya penting dalam upaya optimalisasi fasilitasi
pengembangan keterampilan hidup unggul dan berkarakter; (c) berikan contoh unjuk kerja keterampilan
hidup unggul dan berkarakter sebagai hasil pembelajaran di bidang kejuruan !
JAWABAN
a. Makna trilogi HMM dan dimensi-dimensinya sebagai landasan pembelajaran
Trilogi HMM adalah segenap spektrum kemanusiaan yang menyatu, berdinamika dan bersinergi
dari sinilah ditetapkan tujuan pendidikan yang ingin dicapai. Harkat dan Martabat Manusia (HMM) yang
mengandung butir-butir bahwa hakikat manusia yaitu : (a) makhluk yang terindah dalam bentuk dan
pencitraannya; (b) makhluk yang tertinggi derajatnya; (c) makhluk yang beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Kuasa; (d) khalifah dimuka bumi; dan (e) pemilik Hak-hak Asasi Manusia (HAM).
Sedangkan diri manusia dapat dilihat adanya lima dimensi kemanusiaan, yaitu : (1) dimensi
kefitrahan; (2) dimensi keindividualan; (3) dimensi kesosialan; (4) dimensi kesusilaan; dan ( 5) dimensi
keberagamaan. Dalam diri manusia dikaruniai lima jenis bibit yang dalam hal ini disebut Pancadaya, yaitu:
(1) daya cipta, (2) daya karsa, (3) daya rasa, (4) daya karya, dan (5) daya taqwa.
75
76

a. Model pembelajaran Blended learning


Istilah blanded learning menjadi sangat popular saat ini, terutama seiring dengan kemajuan teknologi
yang sangat pesat. Secara umum, blanded learning memiliki tiga makna antara lain; 1)
perpaduan/integrasi pembelajaran tradisional dengan pendekatan berbasis web on-line; 2) kombinasi
media dan peralatan (misalnya buku teks) yang digunakan dalam lingkungan e-learning, dan 3)
kombinasi dari sejumlah pendekatan belajar-mengajar terlepas dari teknologi yang digunakan. Model
pembelajran blended learning merupakan gabungan dua lingkungan belajar. Ada pembelajaran tatap muka di
lingkungan tradisional dan ada lingkungan pembelajaran terdistribusi yang berkembang sebagai teknologi
baru yang kemungkinan diperluas untuk distribusi komunikasi dan interaksi. Model pembelajaran Blended
learning merupakan jenis pembelajaran yang menggabungkan pengajaran klasikal (face to face) dengan
pengajaran online (Sari, 2013). Blended learning menawarkan fleksibilitas dalam hal waktu, tempat, dan
variasi metode pembelajaran yang lebih banyak dibandingkan metode online maupun face to face.
Berdasarkan penelitian Pratiwi, dkk (2013) model blended learning dapat mengatasi kelemahan dari model
pembelajaran kooperatif yakni mengenai waktu, dimana proses pembelajaran kooperatif memakan
waktu lama sehingga biasanya terjadi kekurangan jam pelajaran, untuk mengatasi kekurangan jam
pelajaran.
b. Penggunaan Blended Learning
Terdapat tiga alasan utama mengapa blended learning digunakan, yakni:
1. Berkontribusi dalam pengembangan dan dukungan strategi interaktif tidak hanya dalam mengajar tatap
muka, tetapi juga dalam pendidikan jarak jauh. Mengembagkan kegiatan terkait dengan hasil
pembelajaran yaitu fokus pada interaksi peserta didik, bukan hanya penyebaran konten. Selain itu,
dapat menawarkan lebih banyak informasi yang tersedia bagi peserta didik, umpan balik yang lebih
baik dan lebih cepat dalam komunikasi yang lebih kaya antara dosen/tutor dan mahasiswa;
2. Akses untuk belajar merupakan salah satu faktor kunci yang mempengaruhi pertumbuhan pembelajaran
lingkungan. Peserta didik dapat mengakses materi setiap saat dan dimana saja. Selanjutnya, mereka
dapat melanjutkan sesuai dengan kemampuannya. Sebagai konsekuensinya, peserta didik harus
memiliki stumulasi dan motivasi yang tinggi;
3. Peningkatan efektivitas biaya terutama berlaku untuk guru-guru yang berstatus PNS atau guru tetap di
mana orang secara permanen sibuk dan hampir tidak pernah mampu untuk menghadiri kelas-kelas
penuh waktu tatap muka. Namun model blanded learning memungkinkan untuk mengontrol
pembelajaran meskipun dari jarak jauh.
c. Karakteristik Model Pembelajaran Blended Learning
Karakteristik Model Pembelajaran Blended Learning menurut Jhon Watson adalah :
1. Pembelajaran yang menggabungkan berbagai cara penyampaian, model pengajaran, gaya
pembelajaran, serta berbagai media berbasis teknologi yang beragam.
2. Sebagai sebuah kombinasi pengajaran langsung (face-to-face), belajar mandiri, dan belajar mandiri
via online.
77

3. Pembelajaran yang didukung oleh kombinasi efektif dari cara penyampaian, cara mengajar dan
gaya pembelajaran.
4. Guru dan orang tua pembelajar memiliki peran yang sama penting, guru sebagai fasilitator, dan
orang tua sebagai pendukung.
d. Sintak Model Pembelajaran Blended Learning
Menurut Jared M. Carmen, proses perancangan Model Pembelajaran Blended Learning adalah :
1. Live Event
Pembelajaran langsung atau tatap muka secara terpadu dalam waktu dan tempat yang sama
(classroom) ataupun waktu sama tapi tempat berbeda (virtual classroom).
2. Self-Paced Learning
Mengkombinasikan pembelajaran konvensional dengan pembelajaran mandiri (self-pace Learning)
yang memungkinkan peserta didik belajar kapan saja, dimana saja secara online.
3. Collaboration
Mengkombinasikan kolaborasi, baik kolaborasi pengajar, maupun kolaborasi antar peserta didik
yang kedua-duanya bisa lintas sekolah/kampus.
4. Assessment
Perancang harus mampu meramu kombinasi jenis assessment online dan offline baik bersifat tes
maupun non tes.
5. Performance Support Materials
Memastikan kesiapan sumber daya untuk mendukung proses pembelajaran. Bahan belajar
disiapkan dalam bentuk digital, dapat diakses oleh peserta didik baik secara offline maupun secara
online.

e. Landasan Model Pembelajaran Blanded Learning


Berdasarkan komponen yang ada dalam Blended Learning maka teori belajar yang mendasari model
pembelajaran tersebut adalah:
1. Teori belajar Konstuktivisme (individual learning). Karakteristik teori belajar konstruktivisme
(individual learning) untuk Blended Learning adalah sebagai berikut:
a. Siswa yang aktif
b. Siswa membangun pengetahuannya sendiri
c. Subyektif, dinamis dan Subjective, dynamic and expanding
d. Pemrosesan dan pemahaman informasi
e. Belajar Siswa memiliki cara belajar sendiri.
Individual learning dalam teori ini pelajar adalah peserta yang aktif, kalau dapat membangun
pengetahuan mereka sendiri, secara subjektif, dinamis dan berkembang. Kemudian memproses dan
78

memahami suatu informasi, sehingga pelajar memilih pembelajarannya sendiri. Pelajar membangun
pengetahuan mereka berdasarkan atas pengetahuan dari pengalaman yang mereka alami sendiri.
2. Teori belajar kognitif. Pendekatan kognitif menekankan bagan sebagai satu struktur pengetahuan
yang diorganisasi (Brunner,1990; Gagne et.al., 1993 dalam Putrayana (2013)). Menurut Bloom
(1956) yang dikutip Putrayana (2013) mengindentifikasi enam tingkatan belajar kognitif yaitu
“pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, dan sintesis”.
3. Teori belajar konstruktivisme sosial yang dikembangkan oleh Vygotsky. Menurut Vigotsky (1978)
yang dikutip Putrayana (2013) adalah sebagai berikut: Cara peserta didik membangun pengetahuan,
berpikir, beralasan, dan merenungkannya secara unik dibentuk oleh hubungan mereka dengan orang
lain. Ia mengemukakan bahwa bimbingan yang diberikan oleh yang orang lebih mampu lainnya,
memungkinkan pelajar untuk terlibat adalah tingkat aktivitas yang tidak bisa dikelola sendiri .
Konstruktivisme sosial disebut juga collaborative learning. Karakteristik teori belajar tersebut adalah
sebagai berikut (Putrayana, 2013): Teori ini membuat pelajar membangun pengetahuan, berfikir,
mencari alasan, dan dicerminkan dengan bentuk yang unik melalui berhubungan dengan yang lain.
Pelajar belajar dari penyelesaian masalah yang nyata, pelajar juga bergabung pada suatu pembangkit-
pengetahuan. Pengajar juga masuk ke dalam sebagai pelajar bersama-sama dengan siswanya. Bentuk
tugas juga akan diolah dan pengetahuan dinilai dan diciptakan lalu membangun pengetahuan yang
baru.
79

MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE LEARNING

A. Pengertian
Cooperative Learning mengacu pada metode pengajaran dimana siswa bekerja bersama dalam
kelompok kecil saling membantu dalam belajar. Kebanyakan melibatkan siswa dalam kelompok
yang terdiri dari 4 (empat) siswa yang mempunyai kemampuan yang berbeda (Slavin, 1994), dan ada
yang menggunakan ukuran kelompok yang berbeda-beda (Cohen, 1986; Johnson & Johnson, 1994;
Kagan, 1992; Sharan & Sharan, 1992).

B. Alasan digunakan
Alasan digunkannya model pembelajaran cooperative learning karena dapat meningkatkan aktivitas
belajar siswa dan prestasi akademiknya, membantu siswa dalam mengembangkan keterampilan
berkomunikasi secara lisan, mengembangkan keterampilan sosial siswa, meningkatkan rasa percaya diri
siswa, membantu meningkatkan hubungan positif antar siswa.

Sedangkan menurut Slavin (dalam Soliatin, 2007 : 318) mengemukakan dua alasan mengapa
menggunakan model pembelajaran kooperatif ini yaitu, pertama, beberapa hasil penelitian membuktikan
bahwa penggunaan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi belajar siswa sekaligus dapat
meningkatkan kemampuan hubungan sosial, menumbuhkan sikap menerima kekurangan diri dan orang lain,
serta dapat meningkatkan harga diri. Kedua, pembelajaran kooperatif dapat merealisasikan kebutuhan siswa
dalam belajar berfikir, memecahkan masalah, dan mengintegrasikan pengetahuan dengan keterampilan. Dari
dua alasan tersebut, maka pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pembelajaran yang dapat
memperbaiki sistem pembelajaran yang selama ini memiliki kelemahan.

C. Karakteristik
Roger dan David Johnson dalam Suprijono (2010:58), mengatakan bahwa tidak semua belajar
kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur dalam
model pembelajaran kooperatif harus diterapkan. Lima unsur itu menurut Roger dan David Johnson dalam
Suprijono (2010:58) adalah sebagai berikut:
1) Positive interdependence (saling ketergantungan positif)
2) Personal responsibility interaction (tanggung jawab perseorangan)
3) Face to face promotive interaction (Interaksi promotif)
4) Interpersonal skill (komunikasi antar anggota)
5) Group processing (pemrosesan kelompok)

Selain lima unsur penting yang terdapat dalam model pembelajaran kooperatif, model pembelajaran
ini juga mengandung prinsip-prinsip yang membedakan dengan model pembelajaran lainnya. Menurut
Slavin dalam Trianto (2010:61-62) konsep utama dari belajar kooperatif adalah sebagai berikut:
1) Penghargaan kelompok, yang akan diberikan jika kelompok mencapai kriteria yang ditentukan
80

2) Tanggungjawab individual, bermakna bahwa suksesnya kelompok tergantung pada belajar individual
semua anggota kelompok. Tanggungjawab ini terfokus dalam usaha untuk membantu yang lain dan
memastikan semua anggota kelompok telah siap menghadapi evaluasi tanpa bantuan yang lain.
3) Kesempatan yang sama untuk sukses, bermakna bahwa siswa telah membantu kelompok dengan cara
meningkatkan belajar mereka sendiri.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri pembelajaran kooperatif adalah:
1) Adanya kerjasama antaranggota kelompok
2) Setiap anggota kelompok mempunyai tanggungjawab
3) Anggota kelompok mempunyai rasa saling ketergantungan
4) Setiap kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki latar belakang yang berbeda-beda
5) Adanya penghargaan kepada kelompok

D. Sintaks
Menurut Agus Suprijono (2010 : 65) sintaks model pembelajaran cooperative learning terdiri dari 6
(enam) fase seperti di pada tabel di bawah ini.
Fase-fase Perilaku guru
Fase 1: present goal and set Menjelaskan tujuan pembelajaran dan mempersiapkan
Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan peserta didik siap belajar
peserta didik
Fase 2: present information Mempresentasikan informasi kepada peserta didik
Menyajikan informasi secara verbal

Fase 3: organize student into learning team Memberikan penjelasan kepada peserta didik tentang
Mengorganisasi peserta didik ke dalam tim-tim tata cara pembentukan tim belajar dan membantu
belajar kelompok melakukan transisi yang efisien
Fase 4: assist team work and study Membantu tim-tim belajar selama peserta didik
Membantu kerja tim dan belajar mengerjakan tugasnya
Fase 5: test on materials Menguji pengetahuan peserta didk mengenai berbagai
Mengevaluasi materi pembelajaran atau kelompok-kelompok
mempresentasikan hasil kerjanya.
Fase 6: provide recognition Mempersiapkan cara untuk mengakui usaha dan
Memberikan pengakuan dan penghargaan prestasi individu maupun kelompok.

E. Analisis Landasan yang digunakan dan kemengapaannya


Model pembelajaran kooperatif pada dasarnya tidak berevolusi dari sebuah teori individu atau
pendekatan tunggal dalam belajar. Dilihat dari landasan psikologi belajar, pembelajaran kooperatif
dipengaruhi oleh psikologi belajar kognitif holistik yang menekankan bahwa belajar adalah proses berpikir.
Selain itu, psikologi humanistik juga mendasari model pembelajaran ini yang beranggapan bahwa
perkembangan kognitif harus diimbangi dengan perkembangan pribadi. Teori lain yang mendasari model ini
adalah teori Gestalt dan teori Medan. Gestalt beranggapan bahwa keseluruhan lebih memberi makna
daripada bagian yang terpisah. Sementara teori Medan beranggapan bahwa setiap tingkah laku bersumber
dari ketegangan (tension). Ketegangan itu muncul karena ada kebutuhan (need). Jika kebutuhan tidak
81

terpenuhi maka selamanya induvidu berada dalam situasi tegang. Akhir dari ini adalah setiap induvidu
membutuhkan interaksi dengan induvidu lain yang akan membentuk anggota kelompok (Wina Sanjaya,
2006 : 241).

Dalam belajar kooperatif tidak terlihat dominasi siswa yang pandai terhadap siswa di bawah rata-
rata, menurut Slavin (1995: 5) pertanggungjawaban difokuskan pada anggota tim untuk menolong siswa
lainnya dalam belajar. Menurut Roger dan David Johnson dalam Anita Lie (2004 : 31) menyatakan bahwa
tidak semua kerja kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif merupakan
pembelajaran yang melibatkan para siswa bekerja secara kelompok untuk mencapai suatu tujuan dimana di
dalamnya terdapat: (1) positive interdepedence (saling ketergantungan positif); (2) individual accountability
(tanggung jawab perorangan); (3) face to face promotive interuction (tatap muka); (4) appropriate use of
collaborative skills (komunikasi antar anggota); dan (5) group processing (evaluasi proses kelompok).

Pada dasarnya juga tujuan pembelajaran kooperatif berbeda dengan kelompok tradisional yang menerapkan
sistem kompetisi, di mana keberhasilan individu diorientasikan pada kegagalan orang lain. Sedangkan tujuan
dari pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi di mana keberhasilan individu ditentukan atau
dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya (Slavin, 1995:5). Model pembelajaran kooperatif
dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran menurut Ibrahim (2000), yaitu: (1)
Hasil Belajar Akademik, (2) Penerimaan terhadap perbedaan individu, dan (3) Pengembangan Keterampilan
Sosial.
82

1. Definisi model pembelajaran berbasis masalah


Rumusan dari Dutch (1994), Problem Based Learning (PBL) merupakan metode instruksional yang menantang
siswa agar senantiasa belajar, bekerja sama dengan kelompok untuk mencari solusi masalah berdasarkan
realitas. Masalah tersebut digunakan untuk mengaitkan rasa keingintahuan serta kemampuan analisis siswa dan
inisiatif atas materi pelajaran.
Suyatno (2009:58) juga menyatakan bahwa model pembelajaran berdasarkan masalah adalah proses
pembelajaran yang titik awal pembelajaran dimulai berdasarkan masalah dalam kehidupan nyata siswa
dirangsang untuk mempelajari masalah berdasarkan pengetahuan dan pengalaman telah mereka miliki
sebelumnya (prior knowledge) untuk membentuk pengetahuan dan pengalaman baru. Sanjaya (2006:214)
menyatakan bahwa strategi pembelajaran berbasis masalah diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran
yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah.
Menurut Arends yang dikutip oleh Trianto (2007:68), menyatakan bahwa model pembelajaran berdasarkan
masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran di mana siswa mengerjakan permasalahan yang autentik
dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan keterampilan
berpikir tingkat lebih tinggi, mengembangkan kemandirian dan percaya diri.
Sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Slavin, menurut Pierce dan Jones (Howey et al, 2001) dalam
pelaksanaan PBM terdapat proses yang harus dimunculkan antara lain: keterlibatan (engagement), inkuiri dan
investigasi (inquiry and investigation), kinerja (performance), tanya jawab dan diskusi (debriefing).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pembelajaran berbasis masalah akan melatih siswa agar aktif dalam
memberikan solusi masalahnya dengan berbekal ilmu yang telah dimilikinya. Keaktifan didapatkan dengan
adanya desain bahan ajar yang sesuai dengan pengetahuan siswa, sedangkan guru memberikan intervensi
berupa arahan agar siswa menemukan solusi masalahnya.
2. Alasan model pembelajaran berbasis masalah digunakan
Siswono (2009) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara pemecahan masalah dengan kemampuan berpikir
kreatif. Hal tersebut karena berpikir kreatif merupakan suatu proses yang difungsikan ketika memunculkan suatu
ide baru dengan menggabungkan gagasan-gagasan yang sebelumnya dilakukan.
Sehingga perincian manfaat yang akan didapatkan dalam proses pembelajaran berbasis masalah antara lain: 1)
menjadi teknik yang cukup bagus untuk memahami isi pelajaran, 2) menantang kemampuan siswa serta
memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa, 3) meningkatkan aktivitas
pembelajaran siswa, 4) membantu siswa bagaimana menstansfer pengetahuan mereka untuk memahami
masalah dalam kehidupan nyata, 5) membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan
bertanggung jawab dalam pembelajaran, 6) mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan
mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru, 7) memberi kesempatan
pada siswa yang mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata, dan 8) mengembangkan
minat siswa untuk secara terus menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir.
83

Dari penjelasan diatas maka diperlukan model pembelajaran berbasis masalah memfasilitasi siswa untuk
menjadi pebelajar secara aktif dalam menyelesaikan masalah, hal ini diungkapkan oleh Barbara dan
Younghoon (Tan, 2004: 168).
Albanese dan Mitchel (Tan, 2004:7) memperkuat bahwa dibandingkan dengan model pembelajaran
konvensional, lebih baik digunakan model pembelajaran berbasis masalah yang mampu mengkonstruksi konsep
dan mengembangkan keterampilan proses. Sebagai solusi atas permasalahan diatas, digunakan model
pembelajaran berbasis masalah sebagai
suatu model pembelajaran yang menggunakan masalah sebagai titik tolak pembelajaran.

3. Karakteristik model pembelajaran berbasis masalah


Menurut Arends Problem Based Learning (PBL) memiliki karakteristik sebagai berikut:
a) Pengajuan pertanyaan atau masalah. Pembelajaran berdasarkan masalah mengorganisasikan pengajaran
disekitar pertanyaan dan masalah yang dua-duanya secara sosial penting dan secara pribadi bermakna untuk
siswa.
b) Berfokus pada keterkaitan antar disiplin. Meskipun pembelajaran berdasarkan masalah mungkin berpusat
pada mata pelajaran tertentu (IPA, matematika, ilmu-ilmu sosial), masalah-masalah yang diselidiki telah
dipilih benar-benar nyata agar dalam pemecahannya, siswa meninjau masalah itu dari banyak mata
pelajaran.
c) Penyelidikan autentik. Pembelajaran berdasarkan masalah mengharuskan siswa melakukann penyelidikan
autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata.
d) Menghasilkan produk dan memamerkannya. Pembelajaran berdasarkan masalah menuntut siswa untuk
menghasilkan produk tertentu dalam karya nyata. Produk tersebut bisa berupa laporan, model fisik, video
maupun program komputer.
e) Kolaborasi dan kerja sama. Pembelajaran bersdasarkan masalah dicirikan oleh siswa yang bekerja sama satu
dengan yang lainnya, paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok kecil.
4. Sintaks model pembelajaran berbasis masalah
Arends (2008:57) menyatakan bahwa langkah-langkah model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based
Learning) dijabarkan sebagai berikut: fase 1 yaitu memberikan orientasi masalah kepada siswa, setelah itu
masuk ke fase 2 dengan mengorganisasikan siswa untuk belajar, lalu beralih ke fase 3 dimana pada fase ini guru
membimbing investigasi mandiri maupun kelompok, kemudian berlanjut ke fase 4, pada fase ini siswa diminta
untuk mengembangkan dan mempresentasikan artefak (hasil karya) yang telah mereka hasilkan, dan diakhiri
oleh fase 5 yang pada fase ini kegiatan dilakukan dengan menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan
masalah yang telah dilakukan.
5. Analisis landasan diterapkannya model pembelajaran berbasis masalah
Menurut Oon Sen Tan (2004:7), ketika peserta didik mempelajari sesuatu dan diberikan masalah, hal tersebut
memberikan siswa tantangan untuk berfikir lebih dalam. Menurut Supinah (2010), pembelajaran berbasis
masalah berlandaskan pada tiga aliran pikiran utama yang berkembang pada abad dua puluh, yaitu: 1) pemikiran
84

John Dewey dan Kelas Demokratisnya yang menyatakan bahwa sekolah seharusnya mencerminkan masyarakat
yang lebih besar dan kelas merupakan laboratorium untuk pemecahan masalah kehidupan yang nyata; 2)
pemikiran Jean Piaget yang mengatakan bahwa rasa ingin tahu (curiousity) pada anak akan memotivasinya untuk
secara aktif menyelidiki dan membangun teori-teori terkait lingkungannya; 3) pemikiran Lev Vygotsky dengan
Konstruktivismenya
yang berpandangan bahwa interaksi sosial dengan teman lain memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya
perkembangan intelektual siswa. Jadi pembelajaran berbasis masalah adalah salah satu cara siswa belajar
memecahkan masalah yang erat kaitannya dengan kehidupan nyata siswa.
85

1. Apa model pembelajaran Work-Place Learning itu?


Work-Place Learning adalah model pembelajaran berbasis di tempat kerja. Secara konsep Work-
Place Learning hampir mirip dengan Work Based Learning karena sama-sama pembelajaran berbasis
tempat kerja, namun Work-Place Learning lebih mengarahkan kepada pembelajaran siswa di tempat
kerja. Work-Place Learning merupakan pembelajaran yang menggambarkan suatu program di SMK di
mana antara sekolah dan organisasi atau perusahaan secara bersama-sama merancang pembelajaran di
tempat kerja sehingga program ini memenuhi kebutuhan peserta didik, dan berkontribusi dalam
pengembangan perusahaan. Depdiknas (2003:11) mengemukakan bahwa belajar di tempat kerja adalah
suatu strategi pembelajaran yang memungkinkan siswa menggunakan konteks tempat kerja untuk
mempelajari materi pembelajaran berbasis sekolah dan bagaimana materi tersebut dipergunakan kembali
di tempat kerja atau sejenisnya dan berbagai aktivitas dipadukan dengan materi pelajaran untuk
kepentingan siswa. Work-Place Learning merupakan program yang diselenggarakan secara formal di di
tempat kerja yang memang berorientasi melatih calon tenaga ahli untuk siap bekerja (David Boud and
Nicky Solomon, 2003). Tujuannya adalah agar siswa secara langsung mendapatkan pembelajaran di
tempat kerja secara nyata dan real..
2. Mengapa model pembelajaran Work-Place Learning itu digunakan?
Model pembelajaran Work-Place Learning digunakan karena kombinasi pembelajaran teori di
ruang kelas dan perpustakaan (theoretical learning) serta pembelajaran praktek di lab (practical
learning) dirancang sedemikian rupa dalam rangka menghasilkan lulusan dengan tingkat mutu tertentu
yang siap memasuki dunia kerja. Keberhasilan pendidikan di LPTK tidak hanya diukur dari segi mutu-
nya saja melainkan juga dari segi relevansi-nya. Mutu lulusan pendidikan LPTK dianggap relevan oleh
para pengguna lulusan, yang dalam hal ini adalah sektor dunia usaha dan dunia industri (DUDI) apabila
apa yang mereka dapatkan sama dengan atau lebih besar dari yang mereka. Sehingga dengan adanya
model pembelajaran Work-Place Learning, siswa bisa belajar sesuai dengan tempat kerja yang real dan
hasil yang diharapkan sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pihak industri.
3. Bagaiamana karakteristik model Work-Place Learning?
Karakteristik model pembelajaran Work-Place Learning, David Boud (Boud & Solomon, 2003)
mendeskripsikan bahwa:
a. Merupakan kemitraan antara organisasi eksternal dengan institusi pendidikan yang ditetapkan
dengan kontrak;
b. Pembelajar dilibatkan sebagai pekerja (dengan membuat perencanaan belajar yang dinegosiasikan);
c. Program pembelajaran dirumuskan dari kebutuhan tempat kerja dan peserta, dan tidak hanya dari
kurikulum akademik yang telah disusun;
d. Program pembelajaran diadaptasi secara individu setiap pembelajar sesuai pengalaman
pendidikan/kerja/latihan mereka sebelumnya;
e. Program pembelajaran sebagai proyek/tugas-tugas yang terintegrasi di tempat tugas;
86

f. Hasil pembelajaran diukur oleh institusi pendidikan.


4. Bagaimana sintaks model Work-Place Learning?
Guru Siswa
1. Membantu peserta didik untuk 1. Memperhatikan dan mengamati apa
menjadi aktif dalam mengidentifikasi yang dipaparkan guru serta mencari
kebutuhan dan aspirasi mereka dan referensi mengenai kegiatan dan
mengelola proses pembelajran materi yang disampaikan oleh guru.
(Graham, S., Rhodes, G. & Shiel, G. 2. Secara individu maupun kelompok
2006). mengidentifikasi kegiatan yang akan
2. Memberikan gambaran kegiatan dan dilakukan. Misalnya dalam mata
materi yang akan dipelajari pelajaran tata hiding, siswa akan
3. Bertindak sebagai konsultan proses berperan sebagai pemiliki restoran,
(Stephenson, 1998a) pelayan makanan dan minuman.
4. Membantu peserta didik 3. Masing-masing siswa harus
mengembangkan kemampuan memahami sub bagian mana yang
mereka refleksi kritis dan akan dipelajari lebih dulu dan
penyelididkan (Graham, S., Rhodes, mencari informasi tugas-tugas untuk
G. & Shiel, G. 2006). sub bagian dengan di dampingi guru.
5. Membantu peserta didik 4. Berperan seakan-akan telah
mengidentifikasi dan bekerja dengan menerima order untuk pembuatan
isu-isu etis (Graham & Rhodes 2007, restoran dan pelayanan makan dan
Moore 2007). minum seperti di restoran sesuai
6. Membantu pelajar membuat dengan langkah-langkah yang telah
penggunaan efektif sumber daya di instruksikan oleh guru sesuai
kerja (Moore 2007) dengan kondisi lapangan.
7. Mengembangkan keterampilan 5. Mengerjakan mulai dari awal sampai
akademik peserta didik dan dengan selesai dengan arahan guru.
membantu mereka menggunakannya
di tempat kerja (Rhodes & Shiel
2007).
8. Menyediakan keahlian spesialis
(Stephenson, 1998a)
9. Inspirasi dan mendorong peserta
didik (More 2007)

5. Analisis landasan yang digunakan pada model Work-Place Learning dan mengapa landasan itu
digunakan?
Landasan yang digunakan pada model Work-Place Learning adalah:
a. Landasan filosofi
Berdasarkan pemaparan diatas Work-Place Learning dikembangkan bersadarkan faham
konstruktivisme. Dimana konstruktivisme mengembangkan atmosfer pembelajaran yang menuntut
peserta didik untuk menyusun sendiri pengetahuannya (Bell, 1995: 28). Sedangkan Work-Place
Learning adalah suatu strategi pembelajaran yang memungkinkan siswa menggunakan tempat kerja
untuk mempelajari materi pelajaran berbasis sekolah di tempat kerja dan berbagai aktivitas
dipadukan dengan materi pembelajaran untuk kepentingan siswa. Dengan demikian siswa dituntut
87

benar-benar memahami pengetahuan dan keterampilan yang relevan antara kegiatan di tempat kerja
dan pembelajaran yang dilakukan di sekolah.
b. Landasan psikologi
Sesuai dengan filsafat yang mendasarinya bahwa pengetahuan terbentuk karena aktifnya subjek,
maka dipandang dari sudut psikologis, Work-Place Learning berpijak pada aliran
psikologis. Menurut aliran ini proses belajar terjadi karena pemahaman individu akan lingkungan.
Ada beberapa hal yang perlu diyakini, yakni: (1) belajar bukanlah menghafal akan tetapi belajar
adalah proses mengkonstruksi pengetahuan sesuai dengan pengetahuan yang mereka miliki; (2)
belajar adalah proses pemecahan masalah; (3) belajar adalah proses pengalaman sendiri yang
berkembang secara bertahap dari yang sederhana menuju yang komplek; dan (4) belajar pada
hakikatnya adalah menangkap pengetahuan dari kenyataan. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat
disimpulkan bahwa, semakin banyak pengalaman yang didapat, maka akan semakin banyak pula
pengetahuan yang diperoleh. Kemudian pada landasan psikologis ini, bagaimana siswa bisa
menghubungkan pengalaman sendiri dengan materi yang telah diperolehnya, dan bagaimana siswa
bisa memecahkan masalah-masalah yang dihadapi yang berhubungan dengan materi pelajaran,
karena dengan memecahkan masalah, siswa akan berkembang secara utuh yang mana bukan hanya
perkembangan intelektual saja, akan tetapi juga mental dan emosi.
c. Landasan sosiologi
Landasan sosiologis dalam pembelajaran merupakan landasan yang menjadi alat untuk
mendeskripsikan dan menjelaskan institusi, kelompok sosial, dan proses sosial yang merupakan
hubungan sosial di dalamnya individu memperoleh pengalaman. Landasan sosiologis mendasari
Work-Place Learning karena dalam pembelajaran Work-Place Learning mendorong agar siswa dapat
menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa
dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan
nyata. Pembelajaran di tempat kerja dimana pembelajaran ini merupakan satu kekuatan kepada
sebuah organisasi dalam mencapai prestasi yang progresif. Dalam menuju era ekonomi,
pembelajaran merupakan faktor yang penting bagi organisasi untuk mempunyai daya saing yang
tinggi dalam menghadapi dunia global. Trend organisasi pembelajaran (Simon et al., 2000) dan
pembelajaran sepanjang hayat (David Abdulai, 2001). Kini pembelajaran bukan saja tertumpu
kepada institusi pendidikan malah pembelajaran bersifat lebih fleksibel dan dilaksanakan dalam
konteks yang lebih luas seperti mana di tempat kerja. Menurut Johnson et al. (2002) dan Moses
(2012), pembelajaran di tempat kerja ada secara formal atau informal telah mengambil alih peranan
pendidikan dan latihan bagi pekerja dalam organisasi. Ini sejajar dengan keperluan organisasi yang
memerlukan pekerja yang mempunyai pengetahuan dan kemahiran yang tinggi seterusnya berdaya
saing dalam menghadapi budaya berteknologi tinggi dan era globalisasi.
88

Soal :
No.4. Pembelajaran di SMK sesuai kurikulum 2013 dilaksanakan dengan scientific approaches untuk
memfasilitasi terbentuknya ketrampilan hidup. Namun bila dilihat dari standar proses PP no. 19/2005 saat
ini terkesan “ kelas sebagai pusat mengajar , bukan pusat belajar “. Untuk itu , tumbuhkembangnya
ketrampilan how to think ,how to learn, dan how to create masih dikesani rendah. (a) Identifikasi minimal 3
faktor utama penyebab disertai alasannya; (b) berikan prioritas alternatif pemecahannya; dan (c) berikan
jaminan akan keterlaksanaan dan keberhasilannya !

Jawaban :
Pendidikan sebagai pilar kemajuan bangsa, dijadikan tumpuan harapan masyarakat untuk dapat berfungsi
sebagai wadah agen perubahan. Segala unsur pendukung dan sistem yang ada didalamnya disiapkan untuk
dapat bergerak dan saling bersinergi mencapai harapan tersebut. Namun dapat dilihat, banyak kendala dan
permasalahan yang ada pada unsur pendukung dan sistem yang diciptakan pada upaya memaksimalkan
penyelenggaraan pendidikan .
Terbitnya peraturan dari pemangku kebijakan, disiapkan untuk dapat menata dan meningkatkan kegiatan
pembelajaran . Berbagai peraturan yang diterbitkan pada dunia pendidikan di Indonesia, silih berganti
datang dengan saling melengkapi atas kekurangan yang ada pada peraturan yang terdahulu, tidak lain
bertujuan untuk senantiasa melengkapi yangterdahulu. PP no. 15 tahun 2005 pada standar proses
mengindikasikan “kelas sebagai pusat mengajar, bukan pusat belajar”. Maka dapat dibahas disini :
a. 3 faktor utama penyebabnya antara lain:
(1) pemahaman PP yang kurang mendalam oleh pendidik; pada PP no.19 th 2005 pasal 19 ayat 2
tertulis ...”dalam proses pembelajaran pendidik memberikan keteladanan”, disini pemahaman para
pendidik adalah mereka (para pendidik) merasa sebagai contoh yang paling benar untuk tauladan peserta
didiknya di kegiatan pembelajaran. Guru sebagai sumber informasi, guru yang menuntun peserta didik,
guru yang menjelaskan materi, guru yang mengevaluasi hasil belajar , sehingga teaching center cukup
dominan dilakukan jika mengacu pada PP no 19 th 2005 tersebut; (2) input (peserta didik) pasif ;
pendidikan lingkup keluarga ada yang mendoktrin anaknya untuk menjadi anak yang patuh,tidak
melawan pendapat orang lain,nrimo ing pandum ( menerima apa yang diberikan ) dari kebiasaan dalam
keluarga yang seperti ini terbawa pada peserta didik terbiasa untuk menjadi ‘siswa yang baik’, dalam
pembelajaran peserta didik hanya menerima pemberian informasi dari guru, kalau bertanya takut
dianggap bodoh , kalau aktif dan sering bertanya takut disangka melawan guru, sehingga jika diibaratkan
balita maka peserta didik hanya makan makanan yang disuapkan oleh ibunya , pentingnya
mengembangkan potensi peserta didik untuk dilaksanakan oleh pendidik ditegaskan dan diatur juga oleh
pemerintah dalam PP no 19 th 2005 pasal 19 ayat 1, tertulis ” ... memotivasi peserta didik untuk
berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian
sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik “ , pemerintah
menganggap perlu untuk mengubah pola pembelajaran dari teacher center menjadi student center yang
efektif dengan adanya peraturan tersebut , tinggal bagaimana guru dapat melaksanakannya; (3) keutuhan
89

pemahaman makna, perubahan kebutuhan masyarakat diiringi dinamika berubahnya Kompetensi


Dasar pada mata pelajaran. Peserta didik hanya berupaya untuk tuntas pada semua Kompetensi Dasar,
tidak memahami makna belajar secara utuh. Sekolah hanya berlomba – lomba meluluskan sejumlah
peserta didik seperti jumlah ketika mereka masuk. Saat Ujian Nasional dijadikan syarat kelulusan,
penmbelajaran selama kurun waktu 3 tahun hanya diukur oleh ujian 4 mata pelajaran. Pembelajaran
hanya berorientasi nilai lelulusan.Sekolah pun disibukkan dengan target jumlah siswa yang lulus untuk
pencitraan sekolah.Guru mata pelajaranpun dipacu untuk dapat memenuhi target ketuntasan. Peserta
didik disuguhkan dengan serangkaian menu target pencapaian Kompetensi Dasar. Pemahaman ilmu
pengetahuan baru sampai pada permukaan. Pemaknaan belajar sudah bergeser menjadi pemaknaan
kelulusan.
b. Alternatif pemecahan yang dapat dilakukan antara lain :
(1) jika diterbitkan peraturan tentang perubahan kebijakan pendidikan,diikuti dengan sosialisasi dan
diklat kompetensi sesuai perubahan yang diharapkan bagi guru. Diklat dan sosialisasi diikuti dengan
monitoring dan evaluasi pelaksanaan secara berkala; (2) dilakukan seleksi penguasaan kompetensi bagi
guru, baik pedagogik ataupun profesional, dengan harapan guru dalam melaksanakan keprofesiannya
secara maksimal dan sadar akan tugas tanggung jawabnya,dan yang paling penting bangga menjadi guru,
serta bekerja dengan iklas. Langkah tersebut menentukan kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru,
jika yang diharapkan pembelajaran yang menempatkan peserta didik sebagai “student center”karena
guru sebagai ujung tombak keberhasilan perubahan pada satu bangsa; (3) memiliki mental untuk sadar
pentingnya menguasai ilmu pengetahuan terus menerus dikampanyekan pada generasi penerus (peserta
didik) . Penggunaan media informasi dibatasi dan ada filter budaya. Tidak dapat dipungkiri bahwa saat
ini “budaya instant dan egois” sangat dominan menggeser budaya santun dan kreatif. Lunturnya rasa
keingintahuan,lunturnya budaya membaca, dan terlebih lagi lunturnya budaya menghargai orang lain
terutama pada orang yang lebih tua usianya , sudah mulai dianggap biasa. Ini akan menjadi bahaya laten
yang dapat meruntuhkan eksistensi bangsa Indonesia kita. Penguasaan ilmu pengetahuan sangat perlu
diimbangi dengan kecerdasan emosional.
c. Jaminan akan keterlaksanaan dan keberhasilan:
dengan cara membentuk peserta didik untuk menjadi manusia yang dimanusiakan, hendaknya dipahami
bersama tentang rencana, arah tujuan, pelaksanaan dan evalusi dalam pendidikan, demi mencapai hasil
yang lebih baik daripada hasil sebelumnya. Kegiatan pendidikan serta sistem yang dijalankan hendaknya
disusun dengan melihat Harkat dan martabat manusia (HMM) dengan tujuan memuliakan manusia.Guru
sebagai manusia yang memiliki peran pendidik hendaknya memahami peserta didik dengan melihat
peserta didik dengan pandangan 5dimensi manusia karena dimata Sang Pencipta pendidik dan peserta
didik sama-sama ciptaan Tuhan. Lima dimensi manusia antara lain melihat manusia dari : (1) dimensi
kefitrahan; (2) dimensi keindividualan; (3)dimensi kesosialan; (4) dimensi kesusilaan; (5) dimensi
keberagaman. Pendidik yang paham dengan peserta didiknya akan dapat menciptakan suasana belajar
90

yang menyenangkan ,saling menghargai dan mencapai keterserapan materi yang maksimal. Perbedaan
yang ada di peserta didik harus disikap dengan kreatifitas pendidik dalam membuat menu pembelajaran
yang proposional bagi peserta didiknya. Di ibaratkan seseorang yang akan membuat suatu karya busana
dengan kain yang berbeda ketebalan kainnya, maka sang penjahit harus dapat memilih benang yang
sesuai dengan masing- masing tebal kain tersebut. Pendidik yang sudah dapat memahami lima dimensi
diatas, tidak akan memperlakukan peserta didik dengan tindakan yang sama jika menghadapi hambatan
dalam pembelajaran, karena yang dihadapi memang beda. Prinsip how to think,how to learn, how to
create, akan mudah dilaksanakan di kegiatan pembelajaran dengan sikap pedagogik yang optimal yang
bersinergi dengan pemahaman dimensi manusia seutuhnya.

Soal:
No. 1. Esensi pembelajaran bidang kejuruan sebagai proses memfasilitasi keterampilan how to think,how to
learn,dan how to create untuk membentuk individu yang siap berperan sebagai job creator, job seeker, dan
high degree pursuer unggul; Jelaskan makna (a) ketrampilan how to think,how to learn dan how to create;
(b) kemampuan job creator, job seeker, dan high degree pursuer unggul; dan (c) hubungan antara
ketrampilan butir (a) dan kemampuan butir (b)!
Jawaban:
a. Makna ketrampilan how to think, how to learn dan how to create:
dapat dimaknai pada tujuan mendasar dari pendidikan, yaitu belajar tentang apapun dan menggunakan
pikiran untuk memperoleh pengetahuan. Pada proses pembelajaran didalamnya terdapat kegiatan
berpikir untuk mengetahui dan memecahkan masalah. Pendidik sebagai fasilitator dan peserta didik
sebagai subjek dalam pembelajaran hendaknya sama-sama dapat memaknai mengapa harus belajar dan
memiliki pengetahuan. Pada pendidikan kejuruan pengembangan rasa keingintahuan, mendasari
ketrampilan berpikir peserta didik untuk memahami suatu informasi. Penggunaan ketrampilan berpikir
untuk memahami pengetahuan yang bermakna secara produktif perlu dibiasakan pada peserta didik.
Kemampuan peserta didik untuk berpikir secara kreatif akan melatih dan memberikan pengalaman
peserta didik untuk dapat memecahkan suatu masalah, mencari solusi pemecahan, dan mengevaluasi
tidakan yang sudah dilakukan atas dasar pengetahuan yang dimilikinya. Dalam Mukhadis (2009 )
menyebutkan bahwa berpikir kritis merupakan kemampuan untuk mengidentifikasi,memahami masalah
dan mampu menemukan alternatif pemecahan secara efektif dan efisien. Peserta didik diharapkan
mampu untuk berpikir kritis dalam upaya membentuk individu yang unggul sehingga mampu bersaing
dalam era teknologi yang sangat pesat. Ketrampilan how to learn dimaknai bahwa setiap individu atau
peserta didik harus senantiasa menyiapkan dirinya untuk siap menghadapi tantangan persaingan
penguasaan iptek yang memadai melalui belajar. Perkembangan iptek yang sangat cepat harus diimbangi
dengan penguasaan ilmu pengetahuan yang cukup bahkan lebih.Kemampuan untuk senantiasa belajar
dan mengembangkan informasi yang sangat tinggi merupakan awal sukses dimasa depan (Mukhadis:
2009).
91

Ketrampilan how to create, sebagai kelanjutan, dalam proses belajar menghasilkan perubahan
peningkatan kompetensi, serta pemilihan dan penerimaan secara sadar terhadap nilai, sikap,
penghargaan, perasaan, serta kemauan untuk berbuat atau merespon suatu permasalahan . Pendidikan
membekali manusia tidak sekedar untuk mengetahui, tetapi lebih jauh untuk terampil berbuat atau
mengerjakan sesuatu sehingga menghasilkan sesuatu yang bermakna bagi kehidupan. Dengan
kemampuan yang dimiliki, sebagai hasil dari proses pendidikan, dapat dijadikan sebagai bekal untuk
mampu berperan dalam lingkungan di mana individu tersebut berada, dan sekaligus mampu
menempatkan diri sesuai dengan perannya.
b. Kemampuan job creator, job seeker, dan high degree pursuer unggul; pendidikan pada akhirnya akan
menghasilkan lulusan yang akan bersaing dalam dunia pekerjaan. Berbekal pengetahuan yang dimiliki
dan ketrampilan yang dikuasai para lulusan harus mampu memenangkan persaingan ketika menjadi job
seeker. Pendidikan kejuruan membekali peserta didik dengan kompetensi keahlian sesuai bidang, namun
bidang keahlian yang dikuasai secara optimal saja tidaklah cukup untuk menjadi good job
seeker,kemampuan memprediksi peluang bidang keahlian yang akan dan sedang dibutuhkan juga harus
dikuasai. Akan sia-sia jika pengetahuan dan ketrampilan yang sudah dikuasai dengan baik jika pada
akhirnya hal tersebut tidak dibutuhkan lagi pada dunia kerja karena perubahan .
Ketrampilan menjadi job creator bagi para lulusan SMK perlu sikap entrepeneur, unggul, dan
inovatif. Dunia usaha tidak akan memilih individu yang biasa,tapi individu yang luas biasa baik
pengetahuan, ketrampilan dan sikapnya. Seorang job creator dari lulusan kejuruan, selayaknya
memiliki jiwa kompetitif dan entrepeneur handal dalam menghadapi panggung persaingan dunia usaha
yang sangat penuh sesak. Pengetahuan ,ketrampilan, jiwa entrepeneur, yang kompetitif menjadi modal
utama untuk ikut mengisi persaingan job creator, maka kemampuan untuk mensinergi semua kekuatan
tersebut sangatlah diperlukan.
Oleh karena itu, proses pembelajaran harus mampu pula untuk membentuk peserta didik menjadi
manusia yang kreatif, mampu untuk berkreasi dalam bidangnya untuk menciptakan pekerjaan. Pekerjaan
yang diciptakan selayaknya bidang yang dapat menjawab kebutuhan masyarakat, dan bermanfaat.
Disinilah kreatifitas tinggi dan kekuatan mental kreatif akan mendukung keberhasilan.
Kemampuan high degree pursuer, adalah kemampuan sebagai individu yang berdaya saing tinggi.
Mampu tampil sebagai sosok handal yang sanggup bersaing di era global, maka lulusan kejuruan sudah
seharusnya disiapkan sebagai high degree pursuer,dengan meggunakan ketrampilan yang unggul dan
berdaya saing tinggi.
c. Hubungan antara ketrampilan butir (a) dan kemampuan butir (b);
Ketrampilan how to think, how to learn dan how to create, adalah modal dasar yang disiapkan
pendidikan kejuruan dengan mengoptimalkan pada semua kegiatan pembelajaran. Komponen terpenting
dalam kegiatan pembelajaran adalah peranan pendidik. Pendidik sebagai insan yang berperan
merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi kegiatan pembelajaran memegang peranan penting
92

untuk menentukan keberhasilan tujuan ,yaitu menciptakan pembelajaran yang menyenangkan dengan
menempatkan peserta didiknya sebagaimana manusia dalam dimensi manusia, sehingga lulusan yang
dihasilkan adalah individu yang dapat berperan sesuai kebutuhan dunia kerja unggul dalam dunia
persaingan. Sebagai job creator mereka akan mampu sebagai penyedia lapangan kerja,sebagai job seeker
ketrampilannya diakui oleh para stake holder,serta masing-masing memiliki high degree pursuer,yaitu
mampu tampil handal dan berdaya saing tinggi.
Soal :
No 2. Fasilitasi berkembangnya ketrampilan how to think,how to learn,dan how to create dapat optimal,
apabila pembelajaran di bidang kejuruan berlandaskan pada trilogi harkat dan martabat manusia ( HMM),
yaitu hakikat manusia, dimensi kemanusiaan, dan pancadaya manusia. Jelaskan (a) pengertian trilogi HMM
dan dimensi-dimensinya sebagai landasan pembelajaran; (b) Hubungan trilogi HMM dan dimensinya dalam
memfasilitasi pengembangan potensi how to think,how to learn, dan how to create; dan (c) berikan contoh
proporsi interelasi antara dimensi panca daya dan hakikat manusia dalam konteks pembelajaran !

Jawaban:
a. Pengertian trilogi HMM dan dimensi – dimensinya sebagai landasan pembelajaran

Dimensi Kemanusiaan

Trilogi HMM adalah segenap spektrum kemanusiaan yang menyatu, berdinamika dan bersinergi
dari sinilah ditetapkan tujuan pendidikan yang ingin dicapai. Harkat dan Martabat Manusia (HMM)
yang mengandung butir-butir bahwa hakikat manusia yaitu : (a) makhluk yang terindah dalam
bentuk dan pencitraannya; (b) makhluk yang tertinggi derajatnya; (c) makhluk yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa; (d) khalifah dimuka bumi; dan (e) pemilik Hak-hak
Asasi Manusia (HAM).
Sedangkan diri maanusia dapat dilihat adanya lima dimensi kemanusiaan, yaitu : (1) dimensi
kefitrahan; (2) dimensi keindividualan; (3) dimensi kesosialan; (4) dimensi kesusilaan; dan ( 5)
dimensi keberagamaan.
Dalam diri manusia dikaruniai lima jenis bibit yang dalam hal ini disebut Pancadaya, yaitu: (1) daya
cipta, (2) daya karsa, (3) daya rasa, (4) daya karya, dan (5) daya taqwa.
b. Hubungan trilogi HMM dan dimensinya dalam memfasilitasi pengembangan potensi how to think,
how to learn, dan how to create;
Berlandaskan HMM maka ditetapkan tujuan pendidikan yang ingin dicapai. Untuk mencapai tujuan
pendidikan dilakukan proses pembelajaran, yang merupakan interaksi antara manusia dengan
manusia (pendidik dan peserta didik). Proses pembelajaran dalam pendidikan pada hakikatnya
93

adalah proses pengembangan segenap potensi/dimensi yang ada melalui pancadaya. Pendidikan
merupakan wahana bagi pengembangan manusia. Pendidikan menjadi media bagi pemuliaan
kemanusiaan manusia yang tercermin dalam HMM dengan dimensi kemanusiaan dan pancadaya
serta HMM . Pendidikan terjadi di antara manusia oleh manusia dan untuk manusia, serta hanya
mungkin terjadi dalam hubungan antar manusia.
c. contoh proporsi interelasi antara dimensi panca daya dan hakikat manusia dalam konteks
pembelajaran;
Hubungan antar manusia satu dengan manusia yang lain akan menumbuhkan situasi hubungan,
dimana situasi ini menjadi lahan bagi tumbuhnya situasi pendidikan.

(Sumber :Prayitno:2008)

Pendidik dalam situasi formal peranannya akan lebih dominan dalam situasi pendidikan. Dalam
situasi pendidikan terdapat komponen-komponen terdiri dari : (1) peserta didik; (2) pendidik; (3)
tujuan pendidikan; dan (4) proses pembelajaran.Kualitas pendidikan dalam situasi pendidikan
ditentukan oleh kualitas komponen-komponen tersebut. Masing-masing komponen tersebut ketika
ada interaksi ataupun tidak ada interaksi, dapat dikembalikan pada HMM yang mengandung hakekat
manusia,dimensi kemanusiaan dan panca daya.Jika diuraikan adalah sebagai berikut :
(1) Peserta didik,adalah manusia yang memiliki HMM sepenuhnya. Pendidikan akan
mengembangkan HMM sepenuhnya,sehingga peserta didik dapat menjadi manusia seutuhnya.
(2) Pendidik, adalah manusia yang memiliki HMM dan kandungannya sepenuhnya. Sebagai
pendidik harus melayani pengembangan peserta didik .HMM pendidik telah berkembang
daripada HMM peserta didik.
(3) Tujuan pendidikan ,adalah arah yang akan dicapai demi mencapai tujuan hidup manusia sesuai
HMM dengan isinya yaitu harkat manusia,dimensi kemanusiaan dan panca daya
(4) Proses pembelajaran, adalah proses pendidikan yang dijalani peserta didik,dalam upaya mencapai
tujuan pendidikan.Proses pembelajaran berlangsung dalam interaksi komponen didalamnya
peserta didik dan pendidik dengan muatan tujuan pendidikan.Dalam proses pembelajaran terjadi
interaksi HMM peserta didik dengan pendidik.( Suyitno : 2008)

Soal :
94

No.3. Menurut Morris, (dalam Miller,1985), esensi dasar filosofi pelaksanaan pembelajaran di bidang
kejuruan paling tidak ada empat, yaitu), esensialisme, eksistensialisme, pragmatisme (dengan progresivisme
dan rekonstriksionisme) dan ekletisisme. Jelaskan: (a) makna keempat landasan filosofi tersebut; (b) rasional
dari setiap filosofi tersebut sebagai landasan pembelajaran; dan (c) mengapa keempat filosofi tersebut
sebagai landasan pembelajaran dibidang kejuruan?

Jawaban :
a. makna keempat landasan filosofi (esensialisme, eksistensialisme, pragmatisme (dengan
progresivisme dan rekonstriksionisme ) dan ekletisisme) ;
1. Landasan filosofi esensialisme dalam pembelajaran, bahwa pembelajaran yang dirancang
pendidik mampu untuk mengaitkan intisari mata pelajaran dengan kondisi yang lain antara lain
ekonomi, politik, sosial, religi, ketenagakerjaan dan moral untuk mendapatkan makna hidup.
2. Landasan filosofi eksistensialisme dalam pembelajaran, bahwa pembelajaran diarahkan untuk
mendorong setiap individu agar mampu mengembangkan semua potensi manusia untuk
pemenuhan diri.
3. Landasan filosofi pragmatisme dalam pembelajaran, bahwa pembelajaran merupakan jalan
utama untuk mendapatkan pengalaman, serta untuk menyusun tata kehidupan baru dengan
bekerja sama dengan sesama manusia.
4. Landasan filosofi ekletisme dalam pembelajaran,bahwa pembelajaran merupakan upaya manusia
untuk memperoleh pengalaman-pengalaman yang baik untuk bekal hidup manusia.
b. Rasional dari setiap filosofi tersebut sebagai landasan pembelajaran;
Pembelajaran sebagai upaya untuk menggali dan memahami ilmu pengetahuan,memperoleh
pengalaman sehingga dari apa yang diperoleh manusia pada situasi pendidikan mampu untuk
memaknai hidup dan memanfaatkan demi memuliakan martabatnya.Pembelajaran hendaknya
direncanakan, dilaksanakan dan dievaluasi oleh pendidik dengan landasan filosofi esensial yaitu
pembelajaran yang mampu mengaitkan materi pelajaran dengan berbagai ilmu dan situasi yang ada
disekitarnya, pembelajaran juga dapat mengoptimalkan upaya untuk mengungkapkan potensi diri
peserta didik seperti makna landasan eksistensialisme dalam pembelajaran.Semua kegiatan dalam
situasi belajar mampu menggali potensi peserta didik yang pasti berbeda-beda. Dalam situasi
pendidikan pula, pembelajaran dilakukan sebagai wahana interaksi,komunikasi antar manusia antara
lain antara pendidik dengan peserta didik ,antar peserta didik atau antara semua manusia yang
terlibat dalam situasi pendidikan tertentu. Pada pembelajaran akan menciptakan suasana
kerjasama,diskusi, saling menghargai pendapat, pengungkapan ide dimana pada akhirnya akan
timbul satu kesepakatan atau kesimpulan untuk mengambil makna yang terbaik atas kegiatan
pembelajaran saat itu.
c. Keempat filosofi tersebut sebagai landasan pembelajaran dibidang kejuruan; kolaborasi yang
harmonis dengan menempatkan landasan filosofi
95

esensialisme, eksistensialisme, pragmatisme, dan ekleptisme sangat sesuai digunakan sebagai


landasan pembelajaran kejuruan, karena dapat dimunculkan dalam bentuk pembelajaran yang
penuh makna,mampu melihat keragaman peserta didik,pembelajaran tersaji dengan situasi yang
menyenangkan, kegiatan pembelajaran terlaksana dengan rasa ikhlas dan penuh kesadaran untuk
mendapatkan ilmu dan pengalaman,sehingga setiap manusia yang terlibat dalam situasi pendidikan
tersebut memahami intisari kebaikan tujuan pembelajaran tanpa rasa terpaksa, namun justru dapat
menjadikan stimulus untuk ingin belajar yang lebih banyak lagi demi menjadi manusia yang mulia
dimata Sang Pencipta dan bermanfaat bagi sesama. Cerminan pencapaian keberhasilan
pengaplikasian landasan pembelajaran tersebut akan tampak pada peserta didik yang memiliki
kecakapan hidup (life skills), dalam Mukhadis ( 2013:41) lebih jauh dijelaskan :
“ ...Representasi sikap ini pada pebelajar adalah tumbuh kembangnya sikap berani dan
percaya diri dalam menghadapi problematika kehidupan secara wajar ( tanpa merasa
tertekan)
dalam mencari, memilih dan yang pada akhirnya menemukan
setiap alternatif pemecahan masalah yang dihadapi”.

Pembelajaran terlaksana atas dasar kesadaran manusia,bukan keterpaksaan. Pendidik harus


mampu menciptakan situasi pembelajaran yang mampu mendorong peserta didik untuk belajar.
96

Soal Nomor 1 :
Esesnsi pembelajaran bidang kejuruan sebagai proses memfasilitasi keterampilan how to think, how to learn,
dan to create untuk membentuk individu yang siap berperan sebagai job creator, job seeker, dan high degree
pursuer unggul. Jelaskan makna:
a) Keterampilan how to think, how to learn, dan how to create;
b) Kemampuan job creator, job seeker, dan high degree pursuer unggul;
c) Hubungan antara keterampilan butir (a) dan kemampuan butir (b).
Jawaban :
a) Makna keterampilan how to think, how to learn dan how to create :
Keterampilan how to think dapat dimaknai dengan tujuan dasar dari pendidikan, yaitu belajar
tentang apapun dan menggunakan pikiran untuk memperoleh pengetahuan. Pada proses pembelajaran
didalamnya terdapat kegiatan berpikir untuk mengetahui dan memecahkan masalah. Pada pendidikan
kejuruan pengembangan rasa keingintahuan, mendasari keterampilan berpikir peserta didik untuk
memahami suatu informasi. Penggunaan keterampilan berpikir untuk memahami pengetahuan yang
bermakna secara produktif perlu dibiasakan pada peserta didik. Kemampuan peserta didik untuk
berpikir secara kreatif akan melatih dan memberikan pengalaman peserta didik untuk dapat
memecahkan suatu masalah, mencari solusi pemecahan, dan mengevaluasi tindakan yang sudah
dilakukan atas dasar pengetahuan yang dimilikinya. Mukhadis (2009) menyebutkan bahwa berpikir
kritis merupakan kemampuan untuk mengidentifikasi, memahami masalah dan mampu menemukan
alternatif pemecahan secara efektif dan efisien. Salah satu komponen dasar dari berfikir kritis dan
keterampilan pemecahan masalah (critical thinking and problem solving) adalah kemampuan bertanya
yang baik. Oleh karena itu, peserta didik diharapkan mampu untuk berpikir kritis dalam upaya
membentuk individu yang unggul sehingga mampu bersaing dalam era teknologi yang sangat pesat.
Keterampilan how to learn dimaknai bahwa setiap individu atau peserta didik harus senantiasa
menyiapkan dirinya untuk siap menghadapi tantangan persaingan penguasaan iptek yang memadai
melalui belajar. Perkembangan iptek yang sangat cepat harus diimbangi dengan penguasaan ilmu
pengetahuan yang cukup bahkan lebih. Kemampuan untuk senantiasa belajar dan mengembangkan
informasi yang sangat tinggi merupakan awal sukses dimasa depan (Mukhadis: 2009). Selanjutnya
dijelaskan oleh Harefa (2010) yang dirujuk oleh Mukhadis (2013) bahwa Sesuai dengan sifat
fenomena dialektika era global dan teknologi, agar laju dan irama perkembangan antara tuntutan
kebutuhan dan alternatif pemecahan masalah untuk memenuhi kebutuhan yang dihadapi esensinya
terletak pada kemampuan melakukan learning, un-learning,danre-learning. Kemampuan learning
merupakan proses untuk mencari, mengumpulkan informasi, pengetahuan dan keterampilan, serta
nilai-nilai hidup. Begitu juga, kemampuan un-learning merupakan proses kemauan untuk
meninggalkan atau melepas berbagai pola pikir yang sudah tidak sesuai, dan ketinggalan era serta
kebiasaan yang tidak mendukung kemajuan dalam pengembangan mindset baru. Sedangkan
97

kemampuan re-learning merupakan proses memperbaiki mindset yang sudah tidak sesuai dengan
tuntutan zaman (dialektika fenomena zaman), dengan melakukan adopsi berbagai pola piker yang
lebih berkualitas dan relevan.
Keterampilan how to create dimaknai sebagai kelanjutan, dalam proses belajar menghasilkan
perubahan peningkatan kompetensi, serta pemilihan dan penerimaan secara sadar terhadap nilai, sikap,
penghargaan, perasaan, serta kemauan untuk berbuat atau merespon suatu permasalahan. Pendidikan
membekali manusia tidak sekedar untuk mengetahui, tetapi lebih jauh untuk terampil berbuat atau
mengerjakan sesuatu sehingga menghasilkan sesuatu yang bermakna bagi kehidupan. Dengan
kemampuan yang dimiliki, sebagai hasil dari proses pendidikan, dapat dijadikan sebagai bekal untuk
mampu berperan dalam lingkungan di mana individu tersebut berada, dan sekaligus mampu
menempatkan diri sesuai dengan perannya.
b) Kemampuan job creator, job seeker, dan high degree pursuer unggul;
Pendidikan pada akhirnya akan menghasilkan lulusan yang akan bersaing dalam dunia
pekerjaan. Hari Sudrajat (2003) mengemukakan bahwa : “Muara dari suatu proses pendidikan, apakah
itu pendidikan yang bersifat akademik ataupun pendidikan kejuruan adalah dunia kerja, baik sektor
formal maupun sektor non formal”. Berbekal pengetahuan dan sikap yang dimiliki serta keterampilan
yang dikuasai para lulusan harus mampu memenangkan persaingan ketika menjadi job seeker.
Pendidikan kejuruan membekali peserta didik dengan kompetensi keahlian sesuai bidangnya masing-
masing. Akan tetapi bidang keahlian yang dikuasai secara optimal saja tidaklah cukup untuk menjadi
good job seeker, selain itu juga kemampuan memprediksi peluang bidang keahlian yang akan dan
sedang dibutuhkan juga harus dikuasai. Akan sia-sia jika pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang
sudah dikuasai dengan baik jika pada akhirnya hal tersebut tidak dibutuhkan lagi pada dunia kerja
karena perubahan. Oleh karena itu, Pendidikan Kejuruan dalam hal ini SMK, diharapkan
menghasilkan SDM yang kompeten dengan memiliki kemampuan (Skill, Attitude,
dan Knowledge) yang sesuai dengan kebutuhan kompetensi dunia kerja serta mampu sebagai
wahana dalam upaya mengfasilitasi berkembangnya keterampilan individu atau kelompok
sebagai pencari kerja (Job Seeker) yang kompetitif.
Kemampuan menjadi job creator bagi para lulusan SMK perlu sikap entrepreneur yang inovatif
dan unggul. Seorang job creator dari lulusan kejuruan, selayaknya memiliki jiwa kompetitif dan
entrepreneur handal dalam menghadapi panggung persaingan dunia usaha yang sangat penuh sesak.
Pengetahuan, keterampilan, dan sikap jiwa entrepreneur, yang kompetitif menjadi modal utama untuk
ikut mengisi persaingan job creator, maka kemampuan untuk mensinergi semua kekuatan tersebut
sangatlah diperlukan. Dengan kata lain kemampuan untuk menjadi job creator memerlukan tindakan
yang kreatif dan inovatif sesuai dengan kebutuhan di pasar kerja. Oleh karena itu, proses pembelajaran
harus mampu pula untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang kreatif, mampu untuk
98

berkreasi (inovatif) dalam bidangnya untuk menciptakan pekerjaan. Pekerjaan yang diciptakan
selayaknya bidang yang dapat menjawab kebutuhan masyarakat, dan bermanfaat bagi masyarakat.
Kemampuan high degree pursuer adalah kemampuan sebagai individu yang berdaya saing
tinggi. Mampu tampil sebagai sosok handal yang sanggup bersaing di era global. Maka lulusan
kejuruan sudah seharusnya disiapkan sebagai high degree pursuer unggul, dengan meggunakan
keterampilan yang unggul dan berdaya saing tinggi. Karena itu, Pendidikan Kejuruan diharapkan
mampu berperan dalam menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan unggul sesuai
kebutuhan kompetensi dunia kerja. Dengan kata lain pendidikan kejuruan dalam hal ini
SMK, diharapkan menghasilkan SDM yang kompeten dengan memiliki kemampuan (Skill, Attitude,
dan Knowledge) yang sesuai dengan kebutuhan kompetensi dunia kerja serta mampu sebagai wahana
dalam upaya mengfasilitasi berkembangnya kemampuan individu atau kelompok yang memiliki daya
enduransi yang tinggi serta unggul dalam berkompetisi (High Degree Pursuer) dalam kancah global.
c) Hubungan antara keterampilan butir (a) dan kemampuan butir (b) :
Keterampilan how to think, how to learn, dan how to create adalah modal dasar yang disiapkan
pendidikan kejuruan Khususnya di SMK untuk mengoptimalkan semua kegiatan pembelajaran.
Komponen terpenting dalam kegiatan pembelajaran adalah peranan para pendidik. Pendidik sebagai
insan yang berperan merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi kegiatan pembelajaran
memegang peranan penting untuk menentukan keberhasilan tujuan pembelajaran, yaitu menciptakan
pembelajaran yang menyenangkan dengan menempatkan peserta didiknya sebagaimana manusia
dalam dimensi kemanusiaannya, sehingga lulusan yang dihasilkan adalah individu yang dapat
berperan sesuai kebutuhan dunia kerja unggul dalam dunia persaingan. Sebagai job creator mereka
akan mampu sebagai penyedia lapangan kerja, sebagai job seeker keterampilannya diakui oleh para
stake holder, serta masing-masing memiliki high degree pursuer, yaitu mampu tampil handal dan
berdaya saing tinggi.
Mukhadis (2013:8) mengemukakan bahwa pendidikan kejuruan dan pendidikan vokasi sebagai
wahana dalam upaya memfasilitasi berkembangnya keterampilan individu atau kelompok untuk dapat
berperan sebagai pencipta atau pembuka lapangan kerja (job creator) atau individu atau kelompok
sebagai pencari kerja yang kompetitif (job seeker), dan individu atau kelompok yang memiliki
kemampuan daya endurasi yang tinggi dalam berkompetensi (high degree pursuer) dalam kancah
global. Hal ini selaras dengan karakteristik manusia sebagai sumberdaya dalam era global yang
dituntut memiliki kemampuan: (1) berpikir kritis, peka, mandiri, dan bertanggung jawab, (2) bekerja
secara tim, berkepribadian yang baik, dan terbuka terhadap perubahan, serta berbudaya kerja yang
tinggi, dan (3) berpikir global dalam memecahkan masalah lokal, dan memiliki daya emulasi yang
tinggi.

Soal Nomor 2 :
99

Fasilitas berkembangnya keterampilan how to think, how to learn, dan how to create dapat optimal, apabila
pembelajaran di bidang kejuruan berlandaskan pada trilogy harkat dan martabat manusia (HMM), yaitu
hakikat manusia, dimensi kemanusiaan, dan pancadaya manusia. Jelaskan:
a) Pengertian trilogi HMM dan dimensi-dimensinya sebagai landasan pembelajaran;
b) Hubungan trilogy HMM dan dimensinya dalam memfasilitasi pengembangan potensi how to think,
how to learn, dan how to create;
c) Berikan contoh proporsi interelasi antara dimensi pancadaya dan hakikat manusia dalam
pengembangannya melalui latar/peristiwa pembelajaran.
Jawaban :
a) Pengertian trilogi HMM dan dimensi-dimensinya sebagai landasan pembelajaran;
Trilogi HMM adalah segenap spektrum kemanusiaan yang menyatu, berdinamika dan bersinergi
dalam diri manusia. Dalam upaya pengembangan manusia melalui pendidikan, komponen HMM
dikembangkan secara serempak, seirama, agar segenap spektrum HMM secara seimbang mencapai
keoptimalan perkembangannya. Harkat dan Martabat Manusia (HMM) yang mengandung butir-butir
hakikat manusia yaitu : (a) makhluk yang terindah dalam bentuk dan pencitraannya; (b) makhluk yang
tertinggi derajatnya; (c) makhluk yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa; (d)
khalifah dimuka bumi; dan (e) pemilik Hak-hak Asasi Manusia (HAM). Dalam diri manusia
dikaruniai lima jenis kemampuab yang dikenal dengan Pancadaya, yaitu: (1) daya cipta, (2) daya
karsa, (3) daya rasa, (4) daya karya, dan (5) daya taqwa.

Penampilan kemanusiaan manusia sehari-hari tampak melalui aktualisasi dimensi-dimensi


kemanusiaannya, yaitu dimensi kefitrahan, keindividualan, kesosialan, kesusilaan, dan keberagamaan.
Penampilan kelima dimensi kemanusiaan ini sesungguhnya merupakan aktualisasi keseluruhan
spektrum HMM yang telah terkembangkan berkat pengembangan pancadaya melalui pendidikan.
Dimensi kefitrahan adalah kebenaaran dan keluhuran, dimensi keindividualan adalah potensi dan
perbedaan, dimensi kesosialan adalah komunikasi dan kebersamaan, dimensi kesusilaan adalah nilai
dan moral, dan dimensi keberagamaan adalah iman dan taqwa. Kelima dimensi kemanusiaan tersebut
merupakan satu kesatuan, saling terkait dan berpengaruh. Pada dasarnya menyatu, berdinamika dan
100

bersinergi sejak awal kejadian individu, sampai akhir kehidupannya. Kelima menuju kepada
perkembangan individu menjadi “manusia seutuhnya”.
b) Hubungan trilogy HMM dan dimensinya dalam memfasilitasi pengembangan potensi how to
think, how to learn, dan how to create;
Dalam upaya pengembangan keterampilan how to think , how to learn dan how to create
manusia dibekali dengan adanya harkat dan martabat yang dibawanya sejak ia dilahirkan di dunia.
Trilogy harkat dan martabat manusia saling berkaitan dalam rangka untuk mengembangkan potensi
kemamuan berpikir kritis (critical thingking) sebagai bagian dari keterampilan berpikir (How to
Think), yang dimana manusia memiliki rasa keingintahuan yang sangat tinggi, manusia diberikan akal
pikiran untuk mengetahui aturan yang ada dilingkungannya. Oleh Karena itu manusia yang ada
dimuka bumi ini tidak dapat terlepas dari bantuan dan kontribusi dari manusai lainnya. Sehingga setiap
manusia memiliki keterampilan belajar atau how to learn. Manusia memiliki perbedaan keterampilan
belajar yang berbeda- beda untuk dapat dikembangkan oleh masing-masing dirinya. Sehingga jika
dimensi tersebut oleh manusia dikembangkan secara penuh dan tepat oleh para pendidik maka akan
memberikan dampak yang besar kepada peserta didik dalam kegiatan belajar megajarnya. Untuk
pancadaya cipta, taqwa, karya, karsa dan daya rasa yang ada dalam diri manusia diharakan dapat
mengembangkan kemampuan how to create. Kreativitas siswa dapat dipupuk dan ditanamkan serta
dikembangkan. Oleh karena itu, kreativitas siswa perlu dilatih dan dikembangkan sehingga dibutuhkan
peran yang sangat penting oleh para pendidik agar bisa mengembangkan diri secara tepat dan positif
bagi dirinya sendiri atau bermanfaat bagi masayarakat sekitar.
c) Berikan contoh proporsi interelasi antara dimensi pancadaya dan hakikat manusia dalam
pengembangannya melalui latar/peristiwa pembelajaran.
Manusia diciptakan untuk saling memberikan kontribusi yang baik, baik bagi dirinya sendiri
atau orang yang ada di lingkungannya. Semuanya mencakup kedalam unsur HMM yaitu hakikat
manusia, dimensi kemanusiaan dan pancadaya, yang semuanya tergabung ke dalam trilogi HMM.
Situasi ini menjadi lahan bagi tumbuhnya situasi pendidikan.

(Sumber : Prayitno : 2008)


Pendidik dalam situasi formal peranannya akan lebih dominan dalam situasi pendidikan. Dalam
situasi pendidikan terdapat komponen-komponen terdiri dari : (1) peserta didik; (2) pendidik; (3)
tujuan pendidikan; dan (4) proses pembelajaran. Kualitas pendidikan dalam situasi pendidikan
101

ditentukan oleh kualitas komponen-komponen tersebut. Masing-masing komponen tersebut ketika ada
interaksi ataupun tidak ada interaksi, dapat dikembalikan pada HMM yang mengandung hakekat
manusia, dimensi kemanusiaan dan panca daya. Jika diuraikan adalah sebagai berikut :
(5) Peserta didik adalah manusia yang memiliki HMM sepenuhnya. Pendidikan akan
mengembangkan HMM sepenuhnya, sehingga peserta didik dapat menjadi manusia seutuhnya.
(6) Pendidik adalah manusia yang memiliki HMM dan kandungannya sepenuhnya. Sebagai
pendidik harus melayani pengembangan peserta didik. HMM pendidik telah berkembang
daripada HMM peserta didik.
(7) Tujuan pendidikan , adalah arah yang akan dicapai demi mencapai tujuan hidup manusia sesuai
HMM dengan isinya yaitu harkat manusia, dimensi kemanusiaan dan panca daya.
(8) Proses pembelajaran, adalah proses pendidikan yang dijalani peserta didik, dalam upaya
mencapai tujuan pendidikan.Proses pembelajaran berlangsung dalam interaksi komponen
didalamnya peserta didik dan pendidik dengan muatan tujuan pendidikan.Dalam proses
pembelajaran terjadi interaksi HMM peserta didik dengan pendidik. (Suyitno : 2008).

Soal Nomor 3 :
Menururt Morris, (dalam Miller, 1985), esensi dasar filosofi pelaksanaan pembelajaran di bidang kejuruan
paling tidak ada empat, yaitu esensialisme, eksistensialisme, pragmatism (dengan progresivisme dan
rekonstruksionisme), dan eklektisisme. Jelaskan:
a) Makna keempat landasan filosofi tersebut;
b) Rasional dari setiap filosofi tersebut sebagai landasan pembelajaran;
c) Mengapa keempat filosofi relevan sebagai dasar pembelajaran di bidang kejuruan ?
Jawaban :
a) Makna keempat landasan filosofi esensialisme, eksistensialisme, pragmatisme (dengan
progresivisme dan rekonstriksionisme) dan ekletisisme ;
1. Landasan filosofi esensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang
memiliki kejelasan dan tahan lama, yang meberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang
mempunyai tata yang jelas. Dalam pembelajaran, Esensiliasme memandang bahwa pembelajaran
yang dirancang pendidik mampu untuk mengaitkan intisari mata pelajaran dengan kondisi yang
lain antara lain ekonomi, politik, sosial, religi, ketenagakerjaan dan moral untuk mendapatkan
makna hidup.
2. Landasan filosofi eksistensialisme dalam pembelajaran, bahwa pembelajaran diarahkan untuk
mendorong setiap individu agar mampu mengembangkan semua potensi manusia untuk
pemenuhan diri. Dalam eksistensialisme bahwa yang nyata adalah yang dapat kita alami. Oleh
102

karena itu, Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan dan memberi makna melalui pangalaman
nyata.
3. Landasan filosofi pragmatisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa yang benar apa yang
membuktikan dirinya sebagai benar dengan perantaraan akibat-akibatnya yang bermanfaat secara
praktis. Landasan filosofi pragmatism dalam pembelajaran merupakan jalan utama untuk
mendapatkan pengalaman, serta untuk menyusun tata kehidupan baru dengan bekerja sama
dengan sesama manusia.
4. Landasan filosofi eklektisme dalam pembelajaran, bahwa pembelajaran merupakan upaya
manusia untuk memperoleh pengalaman-pengalaman yang baik untuk bekal hidup manusia.
Filsafat eklektik pada hakikatnya adalah ingin memilih yang terbaik dari banyak pendekatan.
b) Rasional dari setiap filosofi tersebut sebagai landasan pembelajaran;
Pembelajaran sebagai upaya untuk menggali dan memahami ilmu pengetahuan, memperoleh
pengalaman sehingga dari apa yang diperoleh manusia pada situasi pendidikan mampu untuk
memaknai hidup dan memanfaatkan demi memuliakan martabatnya. Pembelajaran hendaknya
direncanakan, dilaksanakan dan dievaluasi oleh pendidik dengan landasan filosofi esensialisme yaitu
pembelajaran yang mampu mengaitkan materi pelajaran dengan berbagai ilmu dan situasi yang ada
disekitarnya,
Pembelajaran juga dapat mengoptimalkan upaya untuk mengungkapkan potensi diri peserta
didik seperti makna landasan eksistensialisme dalam pembelajaran. Semua kegiatan dalam situasi
belajar mampu menggali potensi peserta didik yang pasti berbeda-beda. Pada konteks pembelajaran
pada pendidikan kejuruan. Pembelajaran harus memfokuskan pada pengalaman-pengalaman individu.
Secara umum, eksistensialisme menekankn pilihan kreatif, subjektifitas pengalaman manusia dan
tindakan kongkrit dari keberadaan manusia atas setiap skema rasional untuk hakekat manusia atau
realitas.
Dalam situasi pendidikan pula, pembelajaran dilakukan sebagai wahana interaksi, komunikasi
antar manusia antara lain antara pendidik dengan peserta didik, antar peserta didik atau antara semua
manusia yang terlibat dalam situasi pendidikan tertentu. Hal ini akan menjadi pengalaman tersendiri
bagi subjek pembelajaran. Tujuan pendidikan menggunakan pengalaman sebagai alat menyelesaikan
hal-hal baru dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan masyarakat. Hal ini adalah rasionalitas dari
filosofi pragmatisme. Sehingga Pada pembelajaran akan menciptakan suasana kerjasama, diskusi,
saling menghargai pendapat, pengungkapan ide dimana pada akhirnya akan timbul satu kesepakatan
atau kesimpulan untuk mengambil makna yang terbaik atas kegiatan pembelajaran saat itu. Sesuatu itu
benar/baik, karena ia bermanfaat/berguna. Aliran filsafat pendidikan eklektisisme mengambil prinsip-
prinsip edukatif yang relevan dalam pembelajran. Akan tetapi filsafat eklektik hanyalah sarana untuk
memperingan tugas. Hal tersebut juga dibuktikan dengan isi SK dan KD kurikulum 2013 yang tidak
jelas dan terkesan dipaksa-paksakan. Akibatnya akan terjadi problematika selama proses transfer of
103

learning dari guru kepeserta didik. Jika suatu kegiatan pembelajaran terjadi masalah pada transfer of
learning maka akan menyebabkan hasil belajarpun tidak akan membuahkan hasil yang maksimal.
Akibatnya tujuan pendidikan pun gagal tercapai. Berdasarkan masalah-masalah yang ditimbulkan
ketidaktepatan filsafat pengembangan kurikulum, dapat diambil kesimpulan bahwa sebaiknya sebelum
dilakukan pemilihan dasar pengembangan kurikulum maka sebaiknya perlu ditinjau lagi terlebih
dahulu seberapa siap potensi mental dari pendidik dan peserta didik untuk menghadapi sebuah
perubahan baru, serta seberapa kuat daya dukung lingkungan fisik pembelajarannya.
c) Mengapa keempat filosofi relevan sebagai dasar pembelajaran di bidang kejuruan ?
Penggabungan dalam menempatkan landasan filosofi esensialisme, eksistensialisme,
pragmatisme, dan eklektisme sangat sesuai digunakan sebagai landasan pembelajaran kejuruan. Hal
yang menjadikan alasan karena hal ini dapat dimunculkan dalam bentuk pembelajaran yang penuh
makna, mampu melihat keragaman peserta didik, pembelajaran tersaji dengan situasi yang
menyenangkan, kegiatan pembelajaran terlaksana dengan rasa ikhlas dan penuh kesadaran untuk
mendapatkan ilmu dan pengalaman, sehingga setiap manusia yang terlibat dalam situasi pendidikan
tersebut memahami intisari kebaikan tujuan pembelajaran tanpa rasa terpaksa, namun justru dapat
menjadikan stimulus untuk ingin belajar yang lebih banyak lagi demi menjadi manusia yang mulia
dimata Sang Pencipta dan bermanfaat bagi sesama. Cerminan pencapaian keberhasilan pengaplikasian
landasan pembelajaran tersebut akan tampak pada peserta didik yang memiliki kecakapan hidup (life
skills). Mukhadis (2013:41) lebih jauh menjelaskan bahwa “...Representasi sikap ini pada pebelajar
adalah tumbuh kembangnya sikap berani dan percaya diri dalam menghadapi problematika kehidupan
secara wajar (tanpa merasa tertekan) dalam mencari, memilih dan yang pada akhirnya menemukan
setiap alternatif pemecahan masalah yang dihadapi”. Hal ini akan menjadikan kesimpulan bahwa
pembelajaran terlaksana atas dasar kesadaran manusia, bukan keterpaksaan. Pendidik harus mampu
menciptakan situasi pembelajaran yang mampu mendorong peserta didik untuk belajar.

Soal Nomor 4 :
Pembelajaran di SMK sesuai kurikulum 2013 dilaksanakan dengan scientific approaches untuk
memfasilitasi terbentuknya keterampilan hidup. Namun bila dilihat dari standar proses PP.19/2005 saat ini
masih terkesan “kelas sebagai pusat mengajar, bukan sebagai pusat belajar”. Untuk itu, tumbuh kembangnya
keterampilan how to think, how to learn, dan how to create masih dikesani rendah. Lakukan:
a) Identifikasi minimal 3 faktor utama penyebab disertai alasannya;
b) Berikan prioritas alternatif pemecahannya;
c) Berikan jaminan akan keterlaksanaan dan keberhasilannya.
Jawaban :
Pendidikan sebagai pilar kemajuan bangsa, dijadikan tumpuan harapan masyarakat untuk dapat
berfungsi sebagai wadah agen perubahan. Segala unsur pendukung dan sistem yang ada didalamnya
104

disiapkan untuk dapat bergerak dan saling bersinergi mencapai harapan tersebut. Namun dapat dilihat,
banyak kendala dan permasalahan yang ada pada unsur pendukung dan sistem yang diciptakan pada
upaya memaksimalkan penyelenggaraan pendidikan.
Terbitnya peraturan dari pemangku kebijakan, disiapkan untuk dapat menata dan
meningkatkan kegiatan pembelajaran . Berbagai peraturan yang diterbitkan pada dunia pendidikan di
Indonesia, silih berganti datang dengan saling melengkapi atas kekurangan yang ada pada peraturan
yang terdahulu, tidak lain bertujuan untuk senantiasa melengkapi yangterdahulu. PP no. 15 tahun
2005 pada standar proses mengindikasikan “kelas sebagai pusat mengajar, bukan pusat belajar”. Maka
dapat dibahas disini :
a) 3 faktor utama penyebab disertai alasannya;

1. Tidak tersedianya fasilitas technology information and communication (TIK) yang memadai atau
kurangnya optimalisasi sarana dan prasarana yang dimiliki. Di sisi lain, guru dituntut untuk
dapat melaksanakan pembelajaran dengan efektif, inovatif, kreatif, dan bermutu melalui
pemanfaatan fasilitas dan sumber belajar yang tersedia, baik by design maupun by utilizations.
2. Peserta didik pasif ; pendidikan lingkup keluarga ada yang mendoktrin anaknya untuk menjadi
anak yang patuh walaupaun peserta didik belum tahu hal yang disampaikan. Dari kebiasaan
dalam keluarga yang seperti ini terbawa oleh peserta didik karena terbiasa untuk menjadi ‘siswa
yang baik’. Dalam pembelajaran peserta didik hanya menerima pemberian informasi dari guru,
kalau bertanya takut dianggap bodoh, kalau aktif dan sering bertanya takut disangka melawan
guru. Pentingnya mengembangkan potensi peserta didik untuk dilaksanakan oleh pendidik
ditegaskan dan diatur juga oleh pemerintah dalam PP no 19 th 2005 pasal 19 ayat 1, tertulis ” ...
memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi
prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik
serta psikologis peserta didik“, pemerintah menganggap perlu untuk mengubah pola
pembelajaran dari teacher center menjadi student center yang efektif dengan adanya peraturan
tersebut , tinggal bagaimana guru dapat melaksanakannya.
3. Pemahaman PP yang kurang mendalam oleh pendidik; pada PP no.19 tahun 2005 pasal 19 ayat 2
tertulis bahwa “...dalam proses pembelajaran pendidik memberikan keteladanan”, disini
pemahaman para pendidik adalah mereka (para pendidik) merasa sebagai contoh yang paling
benar untuk tauladan peserta didiknya di kegiatan pembelajaran. Guru sebagai sumber informasi,
guru yang menuntun peserta didik, guru yang menjelaskan materi, guru yang mengevaluasi
hasil belajar , sehingga teaching center cukup dominan dilakukan jika mengacu pada PP no 19
th 2005 tersebut.
b) Berikan prioritas alternatif pemecahannya;
1. Pengoptimalan peranan technology information and communication (TIK) untuk mendukung
kegiatan belajar dan mengajar. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa mengintegerasikan TIK
105

dalam kehidupan khususnya dalam aspek pendidikan merupakan hal yang sangat penting. TIK
merupakan alat untuk mendapatkan nilai tambah dalam menghasilkan suatu informasi yang
cepat, lengkap, akurat, transparan dan mutakhir untuk memberikan nilai tambah pada
pembelajaran dengan fungsi untuk capturing (menangkap), interpreting (menafsirkan), storing
(menyimpan), dan transmitting (mengirimkan) informasi dan memberikan akses global (Kadir,
2013).
2. Penggunaan teori belajar behaveoristik. Pandangan teori belajar behavioristik bahwa perubahan
tingkah laku seseorang karena ada rangsangan eksternal. Dalam belajar terjadi pengkondisian
dan pemberian stimulus sebagai sebagai instrumental conditioning. Peserta didik dianggap
sebagai seorang yang pasif, merespon bila ada stimulus. Peserta didik diibaratkan kertas putih
dan dapat dibentuk melalui penguatan positif maupun negatif. Konsep dari teori belajar
behavioristik adalah respon perubahan perilaku yang teramati, terukur, dan ternilai konkrit
karena stimulus dari luar. Kunci pokok dan prinsip dasar stimulus dalam belajar adalah
pengkondisian lingkungan belajar (Putu Sudira: 2006: 161). Teori belajar behavioristik
bermanfaat pula untuk menghadapi pembelajar kejuruan yang pasif. Guru mendesain
pembelajaran sedemikian rupa sebagai bentuk stimulus agar mendapat respon pembelajar. Di
Indonesia umumnya siswa SMK masih cenderung pasif dalam proses pembelajaran apalagi
siswa pemula atau kelas X.
3. Jika diterbitkan peraturan tentang perubahan kebijakan pendidikan, diikuti dengan sosialisasi
dan diklat kompetensi sesuai perubahan yang diharapkan bagi guru. Diklat dan sosialisasi diikuti
dengan monitoring dan evaluasi pelaksanaan secara berkala.
c) Berikan jaminan akan keterlaksanaan dan keberhasilannya.
Terdapat empat pilar utama masyarakat berbasis pengetahuan, yaitu: (1) pendidikan, (2) TIK, (3)
sains dan teknologi, dan (4) inovasi (GesCI, 2011). Sebagai pilar kedua, TIK dianggap sebagai alat
penting dalam mempersiapkan dan mendidik peserta didik dengan keterampilan yang dibutuhkan
dalam lingkungan kerja global, sehingga peserta didik dapat terus beradaptasi dengan inovasi
teknologi berkelanjutan di dunia kerja, dan membuat peserta didik lebih mudah untuk mengakses
pengetahuan. Peran TIK tersebut sangat berhubungan erat dengan dunia pendidikan kejuruan yang
tujuannya adalah untuk menghasilkan lulusan yang siap kerja, berjiwa wirausaha, cerdas kompetitif
dan memiliki jati diri bangsa, mampu mengembangkan keunggulan lokal dan dapat bersaing di pasar
global, serta mampu melakukan sinergi secara komperhensif dan produktif antara keterampilan how to
think, how to learn, dan how to create (Mukhadis, 2013). Lebih jauh TIK dianggap sebagai mesin
pertumbuhan dan alat untuk pemberdayaan, dengan implikasi yang besar agar lulusan SMK dapat
berperan sebagai pencipta lapangan kerja (job creator) yang professional, pencari kerja (job seeker)
yang kompetitif atau sebagai individu atau kelompok yang memiliki daya enduransi yang tinggi dalam
berkompetisi (high degree pursuer) yang unggul. Gambaran tersebut merupakan isyarat bagi guru
106

sebagai perancang pembelajaran, agar bisa merenovasi diri, dari pola pembelajaran konvensional
untuk selanjutnya dirubah ke pola pembelajaran yang terintegrasi TIK.
Kegiatan pendidikan serta sistem yang dijalankan hendaknya disusun dengan melihat Harkat dan
martabat manusia (HMM) dengan tujuan memuliakan manusia. Dengan cara membentuk peserta didik
untuk menjadi manusia yang dimanusiakan, hendaknya dipahami bersama tentang rencana, arah
tujuan, pelaksanaan dan evalusi dalam pendidikan, demi mencapai hasil yang lebih baik daripada hasil
sebelumnya. Guru sebagai manusia yang memiliki peran pendidik hendaknya memahami peserta didik
dengan melihat peserta didik dengan pandangan lima dimensi manusia karena dimata Sang Pencipta
pendidik dan peserta didik sama-sama ciptaan Tuhan.
Lima dimensi manusia antara lain melihat manusia dari : (1) dimensi kefitrahan; (2) dimensi
keindividualan; (3) dimensi kesosialan; (4) dimensi kesusilaan; (5) dimensi keberagaman. Pendidik
yang paham dengan peserta didiknya akan dapat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan.
saling menghargai dan mencapai keterserapan materi yang maksimal. Perbedaan yang ada di peserta
didik harus disikap dengan kreatifitas pendidik dalam membuat menu pembelajaran yang proposional
bagi peserta didiknya. Di ibaratkan seseorang yang akan membuat suatu karya dengan baham yang
berbeda-beda, maka sang dia harus dapat memilih baham yang sesuai dengan masing- masing fugsi
baham tersebut dalam hasil karyamya. Pendidik yang sudah dapat memahami lima dimensi diatas,
tidak akan memperlakukan peserta didik dengan tindakan yang sama jika menghadapi hambatan
dalam pembelajaran, karena yang dihadapi memang beda. Prinsip how to think, how to learn, how to
create, akan mudah dilaksanakan di kegiatan pembelajaran dengan sikap pedagogik yang optimal yang
bersinergi dengan pemahaman dimensi manusia seutuhnya.
107

PEMBAHASAN

A. Jenis Materi

Materi pembelajaran terdiri dari berbagai macam jenis. Setiap standar kompetensi dan kompetensi
dasar memerlukan jenis materi yang berbeda-beda dalam kegiatan pembelajaran. Adapun jenis-jenis materi
pembelajaran menurut Reigeluth (1987) adalah sebagai berikut :
1. Fakta
Materi fakta meliputi segala hal yang berwujud kenyataan dan kebenaran.
2. Konsep
Materi konsep adalah segala yang berwujud pengertian-pengertian baru yang bisa timbul sebagai hasil
pemikiran.
3. Prosedur
Materi prosedur mencakup langkah-langkah secara sistematis dalam mengerjakan sesuatu aktivitas
4. Prinsip
Materi prinsip berupa hal-hal utama, pokok, dan memiliki posisi terpenting.

Masalah yang masih terjadi di SMK terkait dengan jenis materi adalah guru mengajar tidak sesuai
dengan jenis materinya. Misalkan terdapat materi yang berupa prosedur seperti perakitan komputer namun
guru mengajar dengan menerangkan dan meminta siswa menghafal seperti mengajar materi jenis konsep.
Hal ini tentu sangat menentukan kompetensi yang akan dimiliki siswa, karena kompetensi yang di harapkan
terpenuhi pada materi prosedur tidak akan tercapai jika diajarkan dengan jenis materi konsep. Banyak faktor
yang menyebabkan kesalahan perlakuan berdasarkan jenis materi ini, salah satunya adalah keterbatasan
waktu atau guru hanya berusaha menghabiskan materi tanpa memikirkan konten yang harus diterima oleh
siswa.

Solusi masalah ini merurut kelompok kami dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu :
1. Identifikasi standar kompetensi dan kompetensi dasar
Sebelum menentukan materi pembelajaran terlebih dahulu perlu di identifikasi aspek- aspek
keutuhan kompetensi yang harus dipelajari atau dikuasai peserta didik. Aspek tersebut perlu ditentukan,
karena setiap standar kompetensi dan kompetensi dasar memerlukan jenis materi yang berbeda-beda
dalam kegiatan pembelajaran. Harus ditentukan apakah standar kompetensi dan kompetensi dasar yang
harus dikuasai peserta didik termasuk ranah kognitif, psikomotor ataukah afektif.
2. Identifikasi jenis-jenis materi pembelajaran
108

Identifikasi dilakukan berkaitan dengan kesesuaian materi pembelajaran dengan tingkatan


aktivitas/ranah pembelajarannya. Materi yang sesuai untuk
ranah kognitif ditentukan berdasarkan perilaku yang menekankan aspek intelektual,seperti
pengetahuan, pengertian,dan keterampilan berpikir.
Materi yang akan dibelajarkan perlu diidentifikasi secara tepat agar pencapaian kompetensinya dapat
diukur. Di samping itu, dengan mengidentifikasi jenis-jenis materi yang akan dibelajarkan,maka guru
akan mendapatkan ketepatan dalam metode pembelajarannya. Sebab, setiap jenis materi pembelajaran
memerlukan strategi, metode, media, dan sistem evaluasi yang berbeda-beda.
3. Memilih jenis materi yang sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar
Cara yang paling mudah untuk menentukan jenis materi pembelajaran yang
akan dibelajarkan adalah dengan mengetahui tentang kompetensi dasar yang harus dikuasai peserta
didik. Dengan mengacu pada kompetensi dasar, kita akan mengetahui apakah materi yang harus kita
belajarkan berupa fakta,konsep, prinsip, prosedur, aspek sikap, atau keterampilan motorik.
Contohnya:
Kompetensi dasar yang harus dikuasai peserta didik berupa kemampuan untuk menyatakan suatu
definisi ,menuliskan ciri khas sesuatu, mengklasifikasikan atau mengelompokkan beberapa contoh
objek sesuai dengan suatu definisi. Berarti materi yang diajarkan adalah konsep.

B. Cakupan atau Ruang Lingkup Materi Pembelajaran


Cakupan atau ruang lingkup, kedalaman, dan urutan penyampaian materi pembelajaran penting
diperhatikan. Ketepatan dalam menentukan cakupan, ruang lingkup, dan kedalaman materi pembelajaran
akan menghindarkan guru dari mengajarkan terlalu sedikit atau terlalu banyak, terlalu dangkal atau terlalu
mendalam.
Umumnya guru SMK memberikan konsep materi pembelajaran pada kelompok mata pelajaran
bidang non-keahlian kepada peserta didik diberikan secara terpisah tanpa menghubungkan langsung
dengan materi bidang keahlian peserta didik. Sehingga siswa beranggapan bahwa mata pelajaran tersebut
berdiri sendiri tanpa adanya keterkaitan langsung dengan mata pelajaran yang lain khususnya materi
pembelajaran pada bidang keahlian. Artinya materi pembelajaran yang disampaikan belum dikaitkan
dengan kehidupan nyata khusunya di bidang keahlian peserta didik yang diajarkan. Oleh karena itu
membentuk anggapan peserta didik bahwa pelajaran tersebut kurang menarik dan tidaklah penting.
Masalah penting yang sering dihadapi guru dalam kegiatan pembelajaran adalah memilih atau
menentukan materi pembelajaran atau bahan ajar yang tepat dalam rangka membantu siswa mencapai
kompetensi. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa dalam kurikulum atau silabus, materi bahan ajar
hanya dituliskan secara garis besar dalam bentuk “materi pokok”. Menjadi tugas guru untuk menjabarkan
materi pokok tersebut sehingga menjadi bahan ajar yang lengkap.
109

Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah adanya kesalahan konsep yaitu dengan
pemilihan strategi dalam menyajikan materi tersebut. Penyajian materi yang tidak dikaitkan dengan
kehidupan nyata (kontekstual) khusunya dibidang keahlian peserta didik semakin membentuk anggapan
bahwa materi pelajaran tersebut di SMK tidaklah penting. Pembelajaran yang bersifat kontekstual akan
dapat mengubah pandangan dan pola piker peserta didik terhadap lingkungan serta menjawab rasa ingin
tahu peserta didik tentang fenomena yang ditemui setiap hari. Peserta didik dapat menggunakan konsep
dasar dan pengetahuan yang telah diterima dari kegiatan pembelajaran untuk menyelesaikan permasalahan
yang ada dalam kehidupan nyata, hal itulah yang akanmenyebabkan proses kegiatan belajar peserta didik
menjadi lebih meaningfull (bermakna).

C. Urutan Materi Pembelajaran


Urutan penyajian (sequencing) bahan ajar sangat penting untuk menentukan urutan mempelajari
atau mengajarkannya. Tanpa urutan yang tepat, jika di antara beberapa materi pembelajaran mempunyai
hubungan yang bersifat prasyarat (prerequisite) akan menyulitkan siswa dalam mempelajarinya.
Permasalahan yang lazim kita temui dalam penyusunan materi pembelajaran berkaitan dengan urutan materi
pembelajaran yaitu guru kurang mempertimbangkan urutan tingkat kesukaran dari materi pembelajaran yang
diberikan. Akhirnya urutan materi pembelajaran tidak memperhatikan kesinambungan (kontinuitas) dan
materi pembelajaran tidak disusun secara sistematis.
Materi pembelajaran yang sudah ditentukan ruang lingkup serta kedalamannya dapat diurutkan
melalui dua pendekatan pokok, yaitu: pendekatan prosedural, dan hierarkis. Pendekatan prosedural yaitu
urutan materi pembelajaran secara prosedural menggambarkan langkah-langkah secara urut sesuai dengan
langkah-langkah melaksanakan suatu tugas. Misalnya langkah-langkah menelpon, langkah-langkah
mengoperasikan peralatan kamera video. Sedangkan pendekatan hierarkis menggambarkan urutan yang
bersifat berjenjang dari bawah ke atas atau dari atas ke bawah. Materi sebelumnya harus dipelajari dahulu
sebagai prasyarat untuk mempelajari materi berikutnya.

D. Perlakuan Terkait Materi Pembelajaran


Setiap materi pembelajaran seharusnya memiliki perlakuaan yang berbeda-beda. Maksud dari
perlakuan disini adalah cara guru mengajarkannya kepada siswa. Tidak semua materi pembelajaran akan
memiliki perlakuan yang sama dalam mengajarkannya. Pemilihan perlakuan yang tepat akan membuat
keberhasilan dari pembelajaran itu sendiri. Misalkan pembelajaran pemrograman tidak akan berhasil bila
menggunakan perlakuan atau cara mengajar ceramah ataupun siswa diminta untuk menghafal melainkan
harus dengan praktek.
Masih banyak masalah yang terjadi terkait perlakuan terkait dengan materi pembelajaran. Masalah
yang terjadi tersebut mayoritas terkait dengan metode atau strategi yang digunakan guru dalam mengajar
sama. Penelitian yang dilakukan oleh Nurhidayah (2016) menunujukkan, berdasarkan hasil analisis
110

kebutuhan angket yang telah diberikan kepada siswa, diperoleh bahwa guru mengajar dengan strategi
yang sama. Hal ini berdampak pada tingkat kepemahaman siswa. Hal ini terlihat pada banyaknya siswa
yang tidak menjawab pertanyaan angket tentang materi dengan benar dan jelas. Strategi pembelajaran
yang kurang bervariatif ini sangat berpengaruh pada siswa karena strategi yang digunakan guru sangat
berpengaruh terhadap tercapainya sasaran belajar. Menurut penelitian yang dilakukan Dewi (2012), proses
pembelajaran menjadi monoton karena metode mengajar guru tidak bervariasi padahal metode mengajar
guru akan mempengaruhi pencapaian kompetensi siswa.
Solusi untuk menangani masalah tersebut menurut kelompok kami adalah guru harus memilih
metode yang tepat untuk mengajar serta harus memiliki metode yang bervariasi dengan mempertimbangkan
materi yang di ajarkan. Menurut (Yamin, 2008:154), guru perlu memilih model yang tepat dari sekian
banyak model pembelajaran, tidak disarankan menggunakan model pembelajaran berdasarkan kebiasaan,
tetapi berdasarkan materi dan sasaran yang akan dicapai. Oleh karena itu, perlu adanya perubahan strategi
pembelajaran untuk meningkatkan kepemahaman siswa. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Rabiman
(2015), dalam memilih metode pembelajaran yang tepat untuk mata pelajaran produktif di SMK harus
mempertimbangkan tujuan dan materi pembelajaran, karakteristik siswa, kemampuan guru, ketersediaan alat
pendukung dan bisa tidaknya diterapkan.
E. Sumber Materi Pembelajaran
Sumber belajar adalah salah satu bagian penting untuk tercapainya tujuan pembelajaran yaitu siswa
memiliki kompetensi yang diharapkan. Sumber belajar sendiri dapat berupa data atau wujud tertentu, baik
secara terpisah maupun secara terkombinasi. Namun sumber belajar berupa buku di SMK jumlanya terbatas.
Menurut penelitian Santoso (2016), rata-rata rasio buku per siswa untuk SMK adalah 0,25. Masih jauh dari
kondisin ideal rasio 1:1, satu siswa satu buku. Masalah yang lebih besar tidak hanya terletak pada
ketersediaan buku tetapi juga dalam pendayagunaan buku pelajaran tersebut dalam kerangka peningkatan
mutu pendidikan. Kecenderungan sekolah untuk mengganti buku setiap tahun ajaran baru semakin
memberatkan orang tua siswa. Selain itu juga menimbulkan pemborosan yang tidak perlu, karena buku
yang ada di sekolah tidak dapat dimanfaatkan oleh siswa tahun berikutnya.
Menurut kelompok kami, solusi terkait masalah sumber belajar ini adalah dengan memanfaatkan
fasilitas internet sebagai sumber pembelajaran. Namun penggunaan internet yang sembarangan sebagai
sumber belajar juga akan menimbulkan masalah baru, oleh karena itu haruslah pandai-pandai memilih
sumber yang akurat. Guru pun harus mengawasi dalam proses pemilihan sumber belajar, agar siswa tidak
malah salah dalam memahami suatu konsep yang sumbernya tidak jelas.
Solusi lain terkait sumber pembelajaran juga diungkapkan oleh beberapa penelitian. Menurut Midun
(2016), Setiap komponen pendidikan, terutama lembaga/sekolah, pembelajar, dan pebelajar untuk
memanfaatkan big data dalam aktivitas pembelajaran. Big data dalam bentuk e-book, e-journal, e-news,
dan lain-lain dipakai sebagai sumber belajar dalam pembelajaran. Hal itu dimungkinkan dengan hadirnya
fasilitas akses internet yang semakin banyak. Selain komputer, seseorang dapat mengakses ilmu
111

pengetahuan dan berbagai informasi online melalui laptop dan notebook, PC tablet, iPod dari apple,
telepon seluler/genggam (handphon), telepon pintar (smartphone). Menurut Kurniawan (2016), siswa dan
guru diharapkan terbiasa melakukan perbandingan sumber untuk mengecek kebenaran informasi yang
diterima. Pembiasaan terahir terkait kehidupan siswa di era digital, siswa dan guru diharapkan terbiasa untuk
juga memperhatikan sumber/situs yang sedang di tuju. Siswa dan guru tidak bisa dengansemudahnya
memanfaatkan sumber belajar dari internet yang tidak jelas sumbernya.
112

BAB III

KESIMPULAN

Masalah terkait pesan pembelajaran dibagi kedalam lima hal, yaitu :


1. Jenis materi pembelajaran
Guru kadang mengajar tidak sesuai dengan jenis dari materi pembelajaran sehingga membuat
kompetensi yang diharapkan tidak tercapai. Misalkan materi jenis prosedur yang seharusnya
membutuhkan ketrampilan (psikomotor) namun diajarkan dengan jenis konsep yang hanya memerlukan
pengetahuan (kognitif).
2. Cakupan atau ruang lingkup materi pembelajaran
Umumnya guru SMK memberikan konsep materi pembelajaran pada kelompok mata pelajaran bidang
non-keahlian kepada peserta didik diberikan secara terpisah tanpa menghubungkan langsung dengan
materi bidang keahlian peserta didik.
3. Urutan materi pembelajaran
Guru kurang mempertimbangkan urutan tingkat kesukaran dari materi pembelajaran yang diberikan.
Akhirnya urutan materi pembelajaran tidak memperhatikan kesinambungan (kontinuitas) dan materi
pembelajaran tidak disusun secara sistematis.
4. Perlakuan terkait materi pembelajaran
Metode atau strategi yang digunakan guru dalam mengajar sama tanpa memperhatikan materi
pembelajarannya.
5. Sumber materi pembelajaran
Sumber materi pembelajaran berupa buku di SMK, jumlahnya masih sangat kurang.

Solusi dari permasalahan-permasalahan terkait pesan pembelajaran ini adalah sebagai berikut :
1. Identifikasi standar kompetensi dan kompetensi dasar
2. Identifikasi jenis-jenis materi pembelajaran
3. Memilih jenis materi yang sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar
4. Mengajarkan materi secara urut, atau mengajarkan materi yang merupakan materi prasaratnya terlebih
dahulu.
5. Memilih strategi atau metode yang tepat dalam menyajikan materi. Metode yang dipilih harus bervariasi
yang disesuaikan dengan materi pembelajaran.
6. Memanfaatkan big data dalam bentuk e-book, e-journal, e-news, dan lain-lain sebagai sumber belajar
dalam pembelajaran.
113

PEMBAHASAN

A. Kurikulum SMK yang Masih Belum Relevan Dengan Kebutuhan DUDI


Dilansir dari Jakarta Post pada 17 Mei 2016, kurikulum yang ada saat ini masih belum memenuhi
kebutuhan dunia industri, dari sekitar 1600 SMK Rujukan, hanya sekitar 200 SMK yang telah memiliki
lisensi sebagai LSP-1; dari 128 kompetensi keahlian, hanya 10 persen yang telah mempunyai Standar
Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI); terbatasnya jumlah asesor dan tempat uji kompetensi;
hanya 32 Balai Latihan Kerja (BLK) yang terakreditasi; kapasitas BLK per tahun mencapai 29 ribu orang
dengan sarana-prasarana yang terbatas; kurikulum di SMK belum selaras dengan program pendidikan di
Politeknik; dan terakhir, keterbatasan daya tampung kampus politeknik (kurang dari 4% daya tampung
Perguruan Tinggi) sebagai jenjang pendidikan lanjutan bagi lulusan SMK.
Kurikulum diklat kejuruan harus memperhatikan relevansinya baik terhadap konteks pendidikan
maupun konteks lapangan kerja. Relevansi kurikulum terhadap konteks lapangan kerja menyangkut
persoalan-persoalan yang berkaitan dengan daya dukung masyarakat dunia kerja baik dalam hal ketersediaan
bantuan fisik maupun non-fisik, kemungkinan pengumpulan sumber informasi untuk masukan perencanaan
dan penyempurnaan kurikulum, serta ketersediaan masyarakat dunia usahadan industri untuk membantu
sebagai anggota penasehat kurikulum (advisory committee).
Dua tahun terakhir pengangguran lulusan SMK meningkat dari 7.21% menjadi 9.05% dengan jumlah
847.365 menjadi 1.174.366. Pada tahun 2016 Badan Pusat Statistik (BPS) merilis jumlah pengangguran
SMK menjadi 9.84% yang berjumlah 1.348.227.

Persentase Pengangguran Lulusan SMK

7.21% 9.05% 9.84%

Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016

Source: Badan Pusat Statistik


114

Jumlah Pengangguran Lulusan SMK

1174366

847365 1348227

Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016


Source: Badan Pusat Statistik

Dari grafik diatas banyaknya siswa yang tidak dapat langsung bekerja atau menganggur salah satu
penyebabnya adalah kurang sesuainya kompetensi lulusan SMK dengan kebutuhan industri. Hal ini
disebabkan banyak dalam pembuatan kurikulum yang di buat pada tahun sebelumnya dipakai secara terus-
menerus tanpa konsolidasi dengan DU/DI, dan tanpa mengalami perubahan kurikulum yang disesuaikan
dengan kemajuan industri. Keadaan yang ironis ketika lulusan yang sudah dididik di sekolah dengan guru
yang berkompeten, sudah mempunyai fasilitas baik, dan sudah melaksanakan praktik industri, namun
pengangguran masih relatif belum berkurang. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terserapnya lulusan SMK
pada DU/DI disebabkan kurang relevannya kurikulum SMK dengan kompetensi yang dibutuhkan di dunia
kerja.
Kurikulum SMK masih belum relevan dengan kebutuhan DUDI. Bahkan ada kompetensi utama
yang diajarkan di SMK padahal kompetensi tersebut tidak dibutuhkan di SMK. Berikut ini adalah contoh
ketidak-relevanan kurikulum SMK dengan DUDI berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Arina
Hidayati pada tulisannya yang berjudul Relevansi Kompetensi Lulusan SMK dengan Kebutuhan Dunia
Usaha dan Dunia Industri. Ketidak-relevanan ini ditujukkan pada Tabel Perbandingan rata-rata Kompetendi
Lulus dan SMKN 1 Batang dengan Kompetensi Kebutuhan DUDI.

Tabel 1. Perbandingan rata-rata Kompetensi Lulusan dan SMKN 1 Batang dengan Kompetensi
Kebutuhan DUDI
115

Dari tabel diatas jelas dapat terlihat bahwa beberapa kompetensi seperti praktek akutansi dan
mengelola akuntansi modal menjadi standar kompetensi utama yang diajarkan di SMK padahal kompetensi
tersebut tidak dibutuhkan di Dunia Usaha dan Dunia Industri. Hal tersebut menunjukkan bahwa masih
belum relevannya kurikulum SMK dengan kebutuhan DUDI.

B. Kurikulum, Silabus, dan Pembelajaran di SMK Lebih Condong ke Arah Akademis


Dibandingkan Kejuruan.
Problematika kurikulum SMK lainnya ialah pembelajaran di SMK lebih condong ke arah akademis
dibandingkan kejuruan. Pelaksanaan KBM hanya bertumpu pada pembelajaran di kelas. Padahal seharusnya
untuk dapat meningkatkan kompetensi siswa perlunya dilakukan pelaksaan praktek yang banyak seperti
melalui pelaksanaan teaching factory. Menurut (Nasrullah, 2016:121), bahwa dengan adanya model
teaching factory yang diterapkan di SMK akan memberikan dampak yang positif serta efisien dalam
menghasilkan output siswa yang berkualitas dengan langkah positif yang ditawarkan melalui kebijakan
pemerintah guna mengembangkan kemampuan entrepreneurship pada siswa. Namun sayangnya hanya
sedikit sekali SMK yang telah menerapkan model teaching factory ini. Sebagai contohnya, SMK di
Yogyakarta yang menerapkan teaching factory hanya berjumlah 6% (Harian Jogja, Minggu 30 Mei 2016).
Menurut data tersebut jelas terlihat bahwa pelaksanaan kurikulum di SMK kebanyakan hanya bertumpu
pada pembelajaran di kelas saja, padahal siswa juga membutuhkan pengalaman dari lingkungan sekitarnya
yang dapat dilakukan melalui pelaksanaan unit produksi untuk menambah kompetensi yang dimiliki siswa.

C. Kurikulum tidak Berjalan Bersinambungan Bersama Sarana Dan Prasarana yang Memadai
116

Berjalannya suatu kurikulum akan sangat bergantung pada sarana prasarana pendidikan yang
dimiliki. Sementara data data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2013 dari 2.697 SMK
Negeri di Indonesia hanya 200 SMK yang memiliki Sarana dan Prasarana memadai. Hal ini menunjukkan
masih banyak sekolah yang belum memiliki sarana dan prasarana yang lengkap. Sarana dan prasarana
tersebut seperti laboratorium, perpustakaan, computer dan lain-lain. Hal ini menunjukkan bahwa masalah
kurikulum juga terletak dari sarana dan prasarana yang kurang merata. Selain itu kurikulum di Indonesia
juga terlalu komplek sehingga membebani siswa dan guru yang menjadikan kurang maksimalnya
pembelajaran. Salah satu penunjang proses belajar mengajar adalah sarana penunjang kegiatan kurikulum.
117

Soal Nomor 1 :
Tujuan utama pembelajaran di bidang kejuruan untuk memfasilitasi tumbuh kembangnya keteramplan hidup
(life skills) siswa, baik sebagai job creator, maupun job seeker. Untuk itu modus dan cara pembelajaran
perlu mengacu pada prinsip learning through work, learning for work, dan learning at work. Jelaskan (a)
makna dari keterampilan hidup siswa, baik sebagai job creator, maupun job seeker; (b) prinsip dasar
learning through work, learning for work, dan learning at work; dan (c) dan mengapa modus pembelajaran
di bidang kejuruan perlu menggunakan modus dan cara learning through work, learning for work, dan
learning at work ?
JAWABAN
d. Makna dari keterampilan hidup siswa, baik sebagai job creator, maupun job seeker
Keterampilan hidup (life skills) merupakan hal yang harus dimiliki peserta didik, karena
mempunyai peranan yang besar dalam penentuan keputusan peserta didik untuk memilih pekerjaaan
yang sesuai dengan kompetensinya. Keterampilan hidup sebagai inti dari kompetensi dan hasil pendidikan
adalah keterampilan yang dimiliki seseorang untuk berani menghadapi problema hidup dan kehidupan
dengan wajar tanpa merasa tertekan, kemudian secara proaktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi
sehingga akhirnya mampu mengatasinya (Depdiknas, 2006:22). Menurut WHO, life skills atau katerampilan
hidup adalah kemampuan perilaku positif dan adaptif yang mendukung seseorang untuk secara efektif
mengatasi tuntutan dan tantangan, selama hidupnya. Adapun katerampilan hidup yang dimaksud menurut
WHO, terdiri dari: (1) keterampilan memecahkan masalah; (2) keterampilan berpikir kritis; (3) keterampilan
mengambil keputusan; (4) keterampilan berpikir kreatif; (5) keterampilan komunikasi interpersonal; (6)
keterampilan bernegosiasi; (7) keterampilan mengembangkan kesadaran diri;(8) keterampilan berempati; (9)
keterampilan mengatasi stress dan emosi.
Keterampilan hidup siswa sebagai job creator dapat diartikan bahwa dari bekal ketekaterampilan
hidup yang dimiliki oleh peserta didik, mereka akan mampu tampil dan berhasil sebagai job creator, yaitu
sebagai pencipta lapangan kerja atau sebagai seorang wirausaha. Atas bekal keterampilan yang dimiliki,
peserta didik akan menempatkan dirinya dengan keyakinan akan kemampuannya sebagai seorang pencipta
lapangan kerja dan sanggup untuk memecahkan masalah, berpikir kritis dan kreatif, katerampilan
bernegoisasi, berempati, dan mampu menghadapi tekanan. Sebagai job creator merupakan solusi terbaik
untuk mengurangi jumlah pengangguran yang ada. Hal tersebut dikarenakan job creator dapat merekrut
orang sebanyak-banyak hanya dengan bermodalkan keterampilan yang ia miliki. Job creator ini biasa
dikenal dengan sebutan pengusaha atau wirausaha. Pengusaha merupakan kontribusi terbesar bagi kemajuan
suatu bangsa, sebab dapat mengentaskan masyarakat dari kemiskinan atau keterpurukan ekonomi suatu
bangsa, bahkan ditinjau dari segi politik pengusaha dapat meningkatkan harkat sebagai bangsa yang mandiri
dan bermartabat. Seorang wirausahawan atau job creator harus komitmen terhadap dirinya sendiri dan orang
lain, komitmen terhadap dirinya sendiri dapat dibuat dengan identifikasi cita-cita, harapan dan target-target
yang direncanakan dalam hidupnya. Sedangkan komitmen wirausahawan terhadap orang lain terutama
118

konsumennya adalah memberikan pelayanan prima kepada konsumennya. Seorang job creator juga harus
kreatif dan inovatif. Untuk memenangkan persaingan, seorang wirausahawan harus memiliki daya kreatifitas
yang tinggi. Dimana daya kreatifitas tersebut harus dilandasi dengan cara berpikir yang maju, penuh dengan
gagasan-gagasan baru yang berbeda.
Sedangkan keterampilan hidup yang dimiliki siswa sebagai job seeker (pencari kerja), diharapkan
dapat digunakan secara optimal dan mampu menjawab tantangan kebutuhan tenaga kerja. Dengan dasar
pengembangan keterampilan hidup, maka pembelajaran berubah, yang awalnya pembelajaran yang bersifat
teaching center menjadi pembelajaran yang bersifat student center. Pembelajaran yang bersifat teaching
center dilakukan secara sepihak oleh pelaksana pendidik atau oleh guru, mulai dari kegiatan perencanaan,
penyusunan program pembelajaran , pelaksanaan dan evaluasinya. Sedangkan pembelajaran yang bersifat
student center dilakukan oleh guru dengan kegiatan pembelajaran berpusat pada siswa.
Dengan demikian memiliki keterampilan hidup yang baik, maka seorang siswa akan lebih
mudah dalam memposisikan diri untuk menjadi seorang Job Creator (pencipta lapangan kerja) maupun
Job Seeker (pencari kerja). Oleh karena itu, perlu dikembangkan aspek berpikir kreatif-produktif (creative-
productive thinking), kiat pengambilan keputusan (decision making), kiat pemecahan masalah (problem
solving), keterampilan belajar bagaimana belajar (learning how to learn), keterampilan berkolaborasi
(collaboration), dan pengelolaan diri (self management) (Mukhadis, 2013:42).

e. Prinsip dasar learning through work, learning for work, dan learning at work
Pembelajaran di SMK akan tepat jika didesain untuk membekali siswa dengan pengembangan
keterampilan hidup yang nyata karena dengan mengembangkan keterampilan hidup siswa, siswa dilatih
untuk bekerja dan menjadi trampil. Pengembangan keterampilan di bidang kejuruan, dengan baik akan
mampu bersaing di dunia industri dan dunia usaha. Pembelajaran di bidang kejuruan pada saat ini
menerapkan pembelajaran keterampilan hidup sehingga pembalajaran di SMK harus menggunakan prinsip
learning through work, learning for work, dan learning at work.
Prinsip learning through work merupakan pembelajaran yang membekali siswa untuk bisa
bekerja. Pembelajaran di SMK harusnya membekali siswa dengan pengembangan keterampilan hidup
seperti yang dijelaskan di atas karena dengan mengembangkan keterampilan hidup siswa, sekolah sudah
menyiapkan siswa untuk bekerja. Misalnya saja pengembangan keterampilan vokasional, sekolah
mengembangkan keterampilan vokasional siswa dengan baik sehingga mampu bersaing di dunia industri
dan dunia usaha. Setelah dibekali dengan keterampilan siap kerja dan bisa bekerja, maka siswa juga harus
dibekali dengan keterampilan pada saat bekerja atau dengan kata lain sekolah harus mengunakan prinsip
learning at work.
119

Learnig for work pada prinsipnya merupakan pembelajaran yang membekali siswa untuk bisa
bekerja. Dengan demikian sekolah membekali siswa tentang kondisi di dunia pekerjaan. Oleh karena itu
sistem prakerin di sini sangat berperan penting, dengan adanya prakerin, siswa mampu mendapatkan nilai-
nilai dan pesan-pesan yang ada di dunia usaha dan dunia industri. Sehingga siswa sudah siap dan sudah bisa
bekerja di DU/DI karena bekal yang mereka miliki saat sekolah dan prakerin.
Setelah dibekali dengan keterampilan siap kerja dan bisa bekerja, maka siswa juga harus dibekali
dengan keterampilan pada saat bekerja atau dengan kata lain sekolah harus mengunakan prinsip learning at
work. Pengembangan keterampilan hidup juga mengembangkan kemamupuan siswa dalam berkomunikasi.
Kemampuan siswa utnuk berkomunikasi ini merupakan bekal siswa dalam menyesuaikan diri pada waktu
bekerja. Dengan komunikasi yang baik siswa mampu bekerjasama dengan orang lain dengan baik, bisa
menciptakan suasan kondusif di tempat kerja sehingga menciptakan manusia yang produktif dan menjadi
sebuah keuntungan di dunia pekerjaan.
Dengan demikian, melalui pelaksanaan pelaksanaan WBL (Work Base Learning) yang
berorientasi pada learning through work, learning for work, dan learning at work dapat membangun
sinergitas antara dunia usaha/industri dengan dunia pendidikan dapat menyiapkan tenaga kerja dan sumber
daya manusia yang unggul, kompetitif dan berkarakter.

f. Mengapa modus dan cara pembelajaran di bidang kejuruan lebih berorientasi pada learning
through work, learning for work dan learning at work ?
Dalam membentuk output yang kompeten pada bidangnya, sekolah kejuruan sangat sesuai jika
pembelajaran dirancang dengan berorientasi berbasis kerja. Mutu lulusan pendidikan kejuruan dianggap
relevan oleh para pengguna lulusan, yang dalam hal ini adalah sektor dunia usaha dan dunia industri (DUDI)
apabila apa yang mereka dapatkan sama dengan atau lebih besar dari yang mereka harapkan. Maka modus
pembelajaran yang berorientasi kerja, dengan setting mirip tempat kerja serta disain pekerjaan yang
disiapkan mengacu pada bidang pekerjaan yang diminati oleh siswa akan efektif menghasilkan output yang
berdaya saing tinggi. Sampul yang sesuai untuk setting pembelajaran berorientasi kerja akan membentuk
kebiasaan mengenal lingkungan kerja yaitu Work Based Learning (WBL) . Lulusan SMK tidak hanya
memiliki pengetahuan dari bidang studi atau keahliannya saja, tetapi juga kemampuan adaptasi terhadap
lingkungan kerja baru dimana mereka bergabung, membawa keterampilan-keterampilan komunikasi yang
luar biasa, kemampuan memimpin dan dipimpin, dan kemampuan yang teruji dapat berfungsi secara efisien
dan efektif.
Pada UU No.20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menjelaskan bahwa pendidikan
kejuruan merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan siswa terutama untuk bekerja dalam
bidang tertentu. Oleh karena itu, pembelajaran bidang kejuruan mempunyai tujuan untuk mempersiapkan
siswa untuk menjadi tenaga kerja yang terampil. Dalam mempersiapkan tenaga terampil, pembelajaran
kejuruan harus mampu mensinergikan komponen pembelajaran dengan bidang pekerjaan di dunia industri.
120

Untuk mencapai tujuan tersebut, maka modus dan cara pembelajaran yang sangat cocok adalah yang
berorientasi pada bagaimana memberi pengalaman langsung kepada siswa agar bisa mempersiapkan diri
menghadapi dunia kerja yang sesungguhnya. Oleh karena itu prinsip learning through work, learning for
work, dan learning at work merupakan suatu upaya untuk menciptakan kebermaknaan pembelajaran bagi
seorang siswa di SMK.
Soal Nomor 2 :
Modus dan cara pembelajaran di bidang kejuruan berdasarkan prinsip learning through work, learning for
work, dan learning at work agar tidak mengingkari harkat dan martabat manusia perlu dirancang dan
dilaksanakan berlandaskan pada aspek filosofis, psikologis, teknologis, neoroscience, dan teori belajar
pembelakajran. Jelaskan : (a) makna landasan filosofis, psikologis, teknologis, neoroscience, dan teori
belajar pembelajaran tersebut; dan (b) mengapa perencanaan dan pelaksanaan pembelajaaran di bidang
kejuruan perlu mempertimbangkan landasan filosofis, psikologis, teknologis, neoroscience, dan teori belajar
pembelakajran ?; (c) berikan contoh modus dan cara pembelajaran yang memenuhi tuntutan landasan
pembelajaran tersebut dalam bidang kejuruan ?
JAWABAN
d. Makna landasan filosofis, psikologis, teknologis, neoroscience, dan teori belajar pembelajaran.
6) Landasan Filosofis
Menurut Suyitno (2009:6-7), Filosofis berasal dari bahasa Yunani yang terdiri atas suku kata
philein/philos yang artinya cinta dan sophos/Sophia yang artinya kebijaksanaan, hikmah, ilmu,
kebenaran. Filsafat dimaknai sebagai suatu pengetahuan yang mencoba untuk memahami hakikat
segala sesuatu untuk mencapai kebenaran atau kebijaksanaan. Filsafat pendidikan merupakan pola
pikir filsafat dalam menjawab masalah-masalah yang berkaitan dengan perencanaan dan
implementasi pendidikan (Abduhak, 2007).
Makna landasan filosofis dalam rancangan pembelajaran merupakan gagasan-gagasan atau
konsep-konsep yang bersifat normatif. Landasan filosofis pendidikan dikatakan bersifat normatif,
sebab landasan filosofis pendidikan tidak berisi konsep-konsep tentang pendidikan apa adanya
(fakta), melainkan berisi tentang konsep-konsep pendidikan yang seharusnya atau yang dicita-citakan
(ideal), yang disarankan oleh filsuf tertentu untuk dijadikan titik tolak dalam rangka praktek
pendidikan dan/atau studi pendidikan.
7) Landasan Psikologis
Kajian psikologi yang erat hubungannya dengan pendidikan adalah yang berkaitan dengan
kecerdasan, berpikir, dan belajar (Tirtaraharja, 2005:106). Makna landasan psikologis dalam
pembelajaran,yaitu mempelajari gejala kejiwaan yang ditampakkan dalam bentuk perilaku baik
manusia ataupun hewan yang pemanfaatannya untuk kepentingan manusia ataupun aktivitas -
aktivitas individu baik yang disadari ataupun yang tidak disadari yang diperoleh melalui suatu proses
atau langkah-langkah ilmiah tertentu serta mempelajari penerapan dasar-dasar atau prinsip-prinsip,
121

metode, teknik, dan pendekatan psikologis untuk memahami dan memecahkan masalah-masalah
dalam pendidikan.
8) Landasan Teknologis
Makna landasan teknologi, semua system yang diciptakan oleh manusia untuk sesuatu tujuan
tertentu, yang pada intinya adalah mempermudah manusia dalam memperingan usahanya,
meningkatkan hasilnya, dan menghemat tenaga serta sumber daya yang ada. Teknologi itu pada
hakikatnya adalah bebas nilai, namun penggunaannya akan sarat dengan aturan nilai dan estetika.
Menurut Mukhadis (2013:124) kecepatan laju perubahan pentahapan peradaban teknologi (sebagai
wujud dialektika teknologi) dalam suatu bangsa sangat tergantung dari empat unsur utama teknologi
yang bersinergi dan saling memfasilitasi, yaitu humanware, technoware, infoware, dan organoware.
Unsur perangkat manusia (humanware), yaitu bagaimana manusia sebagai pelaku
pemanfaatan, pengembangan dan pelestarian teknologi dapat selalu meningkatkan kemampuannya
mulai dari tahapan mengenal sampai mengembangkan suatu inovasi dari teknologi pada era itu.
Unsur perangkat teknologi (technoware), yaitu karakteristik teknologi yang digunakan pada suatu
era, baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Karakteristik teknologi yang bersifat kuantitatif
lebih mengacu pada wujud fisik (hardware) dari teknologi sebagai alat pemecahan masalah dalam
kehidupan sehari-hari. Karakteristik teknologi yang bersifat kualitatif lebih mengacu pada hal-hal
yang terkait dengan perangkat lunak (software) dan mekanisme penggunaannya dalam pemecahan
masalah dalam kehidupan sehari-hari. Unsur perangkat informasi (infoware), yaitu karakteristik
informasi yang terkait dengan penemuan, pemanfaatan dan pengembangan teknologi yang dijadikan
dasar untuk melakukan evaluasi atas segala kelemahan dan berbagai kiat dalam upaya mencari suatu
alternatif pemecahan masalah dalam kehidupan nyata. Unsur perangkat organisasi (organoware),
yaitu karakteristik dari suatu peradaban teknologi yang lebih mengarah pada kelembagaan dalam
upaya penemuan, pemanfaatan dan pengembangan suatu produk teknologi sebagai sarana pemecahan
masalah dalam kehidupan.
9) Landasan Neoroscience
Makna landasan neoroscience, Ilmu neural (neural science) adalah menjelaskan perilaku
manusia dari sudut pandang aktivitas yang terjadi di otak. Neurosains merupakan bidang ilmu yang
mengkhususkan pada studi saintifik dari sistem syaraf. Neurosains juga mengkaji mengenai
kesadaran dan kepekaan otak dari segi biologi, persepsi, ingatan, dan kaitannya dengan
pembelajaran. Bagi teori Neurosains, sistem saraf dan otak merupakan asas fisikal bagi proses
pembelajaran manusia. Neurosains dapat membuat hubungan diantara proses kognitif yang terdapat
di dalam otak dengan tingkah laku yang akan dihasilkan. Hal ini dapat diartikan bahwa, setiap
perintah yang diproses oleh otak akan mengaktifkan daerah-daerah penting otak (Harun, 2003).
10) Landasan Teroi Belajar Pembelajaran
122

Makna landasan teori belajar dan pembelajaran adalah tuntutan terhadap pelayanan
pembelajaran ditunjang oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pada dekade 90-an
terjadi pergeseran konsep pembelajaran. Pergeseran tersebut, fokus pada orientasi belajar dan hasil
belajar. Oleh sebab itu model mengajar bergeser ke arah model belajar. Asumsi pergeseran tersebut,
bertolak dari peserta didik yang diharapkan dapat meningkatkan upaya dirinya memperkaya
pengetahuan, sikap dan keterampilan. Guru di sekolah bukan lagi satu-satunya sumber pengetahuan,
akan tetapi bagian integral dalam sistem pembelajaran. Dalam membahas tentang model
belajar, perlu berpijak dari teori belajar yang ada. Teori belajar dan pembelajaran bermuara pada
empat model utama, yaitu: (a) behaviorisme yang menganggap faktor lingkungan sebagai rangsangan
dan respon peserta didik terhadap rangsangan itu ialah responsnya; (b) kognitivisme, memiliki
perspektif bahwa para peserta didik memproses infromasi dan pelajaran melalui upayanya
mengorganisir, menyimpan, dan kemudian menemukan hubungan antara pengetahuan yang baru
dengan pengetahuan yang telah ada; (c) konstruktivisme, proses pembelajaran yang menerangkan
bagaimana pengetahuan disusun dalam diri manusia; dan (d) humanisme yang mengedepankan
pentingnya emosi dalam dunia pendidikan.

e. Mengapa perencanaan dan pelaksanaan pembelajaaran di bidang kejuruan perlu


mempertimbangkan landasan filosofis, psikologis, teknologis, neoroscience, dan teori belajar
pembelakajran ?
Tujuan dari pendidikan adalah memanusiakan manusia. Untuk memenuhi tujuan pendidikan
tersebut tentu saja kita tidak boleh melupakan harkat dan martabat manusia (HMM). Dalam HMM tersebut
dijelaskan ada 3 unsur yang terkandung di dalamnya yaitu hakikat manusia, dimensi kemanusiaan, dan
pancadaya manusia. Ketiga hal tersebut menjelaskan bahwa manusia merupakan manusia yang seutuhnya
dan makhluk yang paling tinggi derajatnya di dunia. Perencanaan pembelajaran yang disusun oleh pendidik
hendaknya selalu memperhatikan hakikat manusia, dimensi kemanusiaan, dan pancadaya manusia. Dalam
proses pembelajaran inilah seorang pendidik berinteraksi dan menyampaikan pesan dan materi-materi yang
terkandung di dalam pelajaran. Dalam penyampaian pesan-pesan ini seorang pendidik tidak boleh lepas dari
landasan-landasan pembelajaran (landasan filosofis, psikologis, teknologi, neuroscience, dan teori belajar
pembelajaran) serta memperhatikan hakikat manusia, dimensi kemanusiaan, dan pancadaya manusia.
Seorang pendidik dalam menyampaikan pelajaran tidak didasari oleh landasan-landasan tersebut, maka
dengan pasti pembelajaran yang dilakukan akan menyimpang ke segala arah yang akhirnya tujuan dari
pendidikan (memanusiakan manusia) tidak akan terwujud walaupun kurikulum setiap tahun berubah.

f. Contoh modus dan cara pembelajaran yang memenuhi tuntutan landasan pembelajaran dalam
bidang kejuruan ?
123

Untuk mencapai tujuan pembelajaran di SMK, maka modus dan cara pembelajaran yang sangat
cocok adalah yang berorientasi pada bagaimana memberi pengalaman langsung kepada siswa agar bisa
mempersiapkan diri menghadapi dunia kerja yang sesungguhnya. Oleh karena itu prinsip learning through
work, learning for work, dan learning at work merupakan suatu upaya untuk menciptakan kebermaknaan
pembelajaran bagi seorang siswa di SMK. Modus Pembelajaran yang cocok untuk hal itu adalah modus
pembelajaran work based learning (WBL).
Dalam modus pembelajaran worked based learning (WBL). Worked Based Learning (WBL)
merupakan model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada guru untuk mengelola pembelajaran
di kelas dengan mendisainkan satu bidang pekerjaan. Melalui pembelajaran berbasis kerja / Worked Based
Learning , kreativitas dan motivasi siswa akan meningkat. Pembelajaran berbasis kerja memuat tugas-tugas
yang kompleks. Pembelajaran dengan bekerja di tempat kerja atau work based learning memberi manfaat-
manfaat kepada siswa dalam menguasai pengetahuan-pengetahuan dan keterampilan-keterampilan baru
yang tidak bisa didapatkan pada pembelajaran teoritis dan praktis di dunia.Tujuannya agar siswa memiliki
kemandirian dalam menyelesaikan tugas yang dihadapinya. Proses WBL menggunakan beberapa landasan,
yaitu landasan filosofis (progesivisme) yang memusatkan pembelajaran pada anak. Landasan yang
digunakan selanjutnya adalah teori belajar dan pembelajaran, landasan sosiologis, dan landasan
neuroscience.

Soal Nomor 3 :
Fasilitasi berkembangnya keterampilan hidup siswa melalui pembelajaran di bidang kejuruan penting
berlandaskan pada trilogi harkat dan martabat manusia (HMM) yaitu harkat manusia, dimensi kemanusiaan,
dan pancadaya manusia. Jelaskan (a) makna trilogi HMM dan dimensi-dimensinya sebagai landasan
pembelajaran; (b) mengapa trilogi HMM dan dimensinya penting dalam upaya optimalisasi fasilitasi
pengembangan keterampilan hidup unggul dan berkarakter; (c) berikan contoh unjuk kerja keterampilan
hidup unggul dan berkarakter sebagai hasil pembelajaran di bidang kejuruan !
JAWABAN
b. Makna trilogi HMM dan dimensi-dimensinya sebagai landasan pembelajaran
Trilogi HMM adalah segenap spektrum kemanusiaan yang menyatu, berdinamika dan bersinergi
dari sinilah ditetapkan tujuan pendidikan yang ingin dicapai. Harkat dan Martabat Manusia (HMM) yang
mengandung butir-butir bahwa hakikat manusia yaitu : (a) makhluk yang terindah dalam bentuk dan
pencitraannya; (b) makhluk yang tertinggi derajatnya; (c) makhluk yang beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Kuasa; (d) khalifah dimuka bumi; dan (e) pemilik Hak-hak Asasi Manusia (HAM).
Sedangkan diri manusia dapat dilihat adanya lima dimensi kemanusiaan, yaitu : (1) dimensi
kefitrahan; (2) dimensi keindividualan; (3) dimensi kesosialan; (4) dimensi kesusilaan; dan ( 5) dimensi
keberagamaan. Dalam diri manusia dikaruniai lima jenis bibit yang dalam hal ini disebut Pancadaya, yaitu:
(1) daya cipta, (2) daya karsa, (3) daya rasa, (4) daya karya, dan (5) daya taqwa.
124

1) Hakikat Manusia
Manusia adalah makhluk yang paling indah dan sempurna dalam pencitraannya. Citra
kesempurnaan dan keindahan manusia diwujudkan melalui penampilan budaya dan peradaban yang
terus berkembang. Kebudayaan itu adalah ciptaan manusia dan syarat bagi kehidupan manusia.
Manusia menciptakan kebudayaa dan kebudayaan itu sendiri menjadikan manusia makhluk yang
berbudaya. Manusia juga disebut dengan makhluk yang memiliki peradaban (Civil Society).
Melalui peradaban ini manusia dapat mengembangkan pola pikir, berbuat dan bertindak serta
merasakan yang merupakan cerminan dari kebudayaannya.
Manusia adalah makhluk yang paling tinggi derajatnya. Manusia memiliki jiwa dan raga.
Raga manusia termasuk kedalam derajat terendah, sementara ruh manusia termasuk ke dalam
derajat tertinggi. Hikmah yang terkandung dalam hal ini ialah bahwa manusia mesti mengemban
beban amanat pengetahuan tentang Allah. Karena itu mereka harus mempunyai kekuatan dalam
kedua dunia ini untuk mencapai kesempurnaan. Sebab tidak sesuatupun di dunia ini yang memiliki
kekuatan yang mampu mengemban beban amanat. Manusia mempunyai kekuatan ini melalui esensi
sifat-sifatnya (sifat-sifat ruhnya), bukan melalui raganya.
Manusia adalah khalifah dimuka bumi. Manusia sebagai makhluk yang sangat lemah,
disisi lain dinobatkan sebagai "khalifah" (wakil Allah). Bertugas mengatur alam semesta dan
merupakan wakil Allah untuk menjadi saksi-Nya serta mengungkapkan rahasia-rahasia firman-Nya.
Dalam dunia pendidikan,manusia telah ditugaskan untuk memakmurkan, mengelola atau mengatur
kehidupan dibumi,untuk dimanfaatkan bagi kehidupan,tanpa merusak tatanan dan
keharmonisannya. Artinya manusia ditugaskan untuk membimbing generasi kini dan yang akan
datang, serta menjalin keharmonisan dalam kehidupan bermasyarakat.
Makhluk yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Tujuan pendidikan
diarahkan kepada upaya pembentukan sikap takwa. Dengan demikian pendidikan ditujukan kepada
upaya untuk membimbing dan mengembangkan potensi peserta didik secara optimal agar dapat
menjadi hamba Allah yang takwa.
Manusia adalah makhluk pemilik hak asasi manusia (HAM) Manusia dalam menjalani
kehidupannya telah dilengkapi dengan hak dasar (HAM) yang dikrarkan untuk dijalankan bagi
sesama manusia. Hak dasar ini yang mengatur tata kehidupan manusia, sehingga dalam
menjalankan aktifitas kehidupan tidak mengalami benturan dengan aturan yang telah ditetapkan.
Aturan tersebut antra lain adalah kebebasan dalam menjalankan/menentukan nasib dalam
menjalankan kehidupan. Manusia jug memiliki kebebasan dalam menjalan perintah,dalam hal ini
tentu masih dalam bingkai keempat butir harkatdan martabat manusia.(HMM).
2) Dimensi Kemanusiaan
125

Demensi kefitrahan. Berdasarkan dimensi ini, tujuan pendidikan diarahkan kepada


pencapaian target yang berkaitan dengan hakikat penciptaan manusia oleh Allah SWT. Dari sudut
pandangan ini, maka pendidikan bertujuan untuk membimbing perkembangan peserta didik secara
optimal agar menjadipengabdi kepada Allah yang setia. Berangkat dari tujuan ini, maka aktivitas
pendidikan diarahkan kepada upaya membimbing manusia agar dapat menempatkan diri dan
berperan sebagai individu yang taat dalam menjalankan ajaran agama Allah.
Dimensi keindividualan. Manusia merupakan makhluk ciptaan yang unik. Secara umum
manusia memiliki sejumlah persamaan. Namun di balik itu sebagai individu, manusia juga memiliki
berbagai perbedaan antara individu yang satu dengan yang lainnya. Kenyataan ini menunjukkan
bahwa manusia sebagai individu secara fitrah memiliki perbedaan. Tujuan pendidikan diarahkan pada
usaha mebimbing dan mengembangkan potensi peserta didik secara optimal, dengan tidak
mengabaikan adanya factor perbedaan individu, serta menyesuaikan pengembangannya dengan kadar
kemampuan dari potensi yang dimiliki masing-masing.
Dimensi kesosialan. Manusia adalah makhluk sosial, yaitu makhluk yang memiliki dorongan
untuk hidup berkelompok secara bersama-sama. Oleh karena itu dimensi sosial mengacu kepada
kepentingan sebagai makhluk sosial, yang didasarkan pada pemahaman bahwa manusia hidup
bermasyarakat. Dalam hidup bermasyarakat, manusia mengenal sejumlah lingkungan sosial, dari
bentuk satuan yang terkecil hingga yang paling kompleks, yaitu rumah tangga hingga ke lingkungan
yang paling luas seperti negara. Pendidikan dalam konteks ini adalah merupakan usaha untuk mem-
bimbing dan mengembangkan potensi peserta didik secara optimal agar mereka dapat berperan
serasi dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat lingkungannya.
Dimensi kesusilaan. Dalam dimensi ini manusia dipandang sebagai sosok individu yang
memiliki potensi fitriyah. Maksudnya bahwa sejak dilahirkan, pada diri manusia sudah ada
sejumlah potensi bawaan yang diperoleh secara fitrah. Pendidikan ditujukan kepada upaya
pembentukan manusia sebagai pribadi yang bermoral. Tujuan pendidikan dititikberatkan pada upaya
pengenalan terhadap nilai-nilai yang baik dan kemudian menginternalisasikannya, serta
mengaplikasikan nilai-nilai tersebut dalam sikap dan perilaku melalui pembiasaan.
Dimensi keberagamaan. Mengacu kepada dimensi ini, maka tujuan pendidikan diarahkan
kepada upaya pembentukan sikap takwa. Dengan demikian pendidikan ditujukan kepada upaya
untuk membimbing dan mengembangkan potensi peserta didik secara optimal agar dapat
menjadi hamba allah yang takwa.
3) Panca daya
Daya taqwa merupakan basis dan kekuatan pengembangan yang secara hakiki ada pada
diri manusiua untuk melaksanakan perintah dan menjauhi larangan dari tuhan yang maha kuasa.
Tujuan pendidikan pada pada daya takwa ini adalah dalam upaya pembentukan sikaf takwa.
126

Dengan demikian pendidikan ditujukan pada upaya membimbing dan mengembangankan potensi
peserta didik secara optimal agar dapat menjadi hamba yang bertakwa kepada sang khalik.
Daya cipta berhubungan dengan kemampuan akal,pikiran,kecerdasan dan fungsi otak,
yang sering disebut dengan komponen kognitif. Dalam taxonomy bloom ada enam tingkatan
berpikir yang harus dikembangkan untuk membangun proses berpikir yang komprehensif dari
tingkatan yang paling rendah sampai pada tingkatan yang paling tinggi, yaitu
knowledge,understanding, application, analysis, synthesis, and evalution
Daya rasa mengarah pada kekuatan perasaan atau emosi yang sering disebut dengan
kmponen afektif. Dalam daya ini peserta didik dibentuk untuk dapat,menerima (receiving)merespon
(responding),menilai atau menghargai (valuing) dalam prose pembelajaran.
Daya karsa merupakan kekuatan yang mendorong individu untuk melakukan sesuatu.
Dorongan dalam pendidikan yang juga sering disebut dengan motivasi. Motivasi ini bisa saja dari
dalam individu (intrinsict) dan dari luar individu (extrinsict). Kedua motivasi ini akan
mempengaruhi peserta didik dalam prose belajar mengajar.
Daya karya mengarah pada hasil atau produk nyata yang langsung dapat digunakan atau
dimanfaatkan oleh dirinya sendiri, orang lain atau lingkungan. Dalam taxonomy pendidikan,daya
ini meliputi imitation, manipulation,precision, and articulation. Dalam taxonomy ini, peserta didik
usahakan untuk dapat mendemonstarasikan, memanpulasi proses kegiatan dengan akurat dan
effisien terhadap apa yang telah diberikan oleh pendidik.

c. Mengapa trilogi HMM dan dimensinya penting dalam upaya optimalisasi fasilitasi
pengembangan keterampilan hidup unggul dan berkarakter

Tujuan pembelajaran adalah proses untuk memanusiakana manusia, dalam proses pembelajaran
dikembangkan keterampilan hidup unggul dan berkarakter. Memahami trilogi harkat dan martabat manusia
akan dapat membuat pendidik, para stakeholder di dunia pendidikan mengerti apa tujuan pendidikan dan
pembelajaran itu sebenarnya. Sehingga dalam pembuatan kurikulum para stakeholder di dunia pendidikan
mampu menyesuaikan proporsi yang diberikan peserta didik. Dengan demikian proses pembelajaran di
dalam kelas yang dilakukan oleh pendidik dapat mengembangkan keterampilan hidup unggul dan
berkarakter sehingga tujuan pembelajaran untuk memanusiakan manusia tersebut dapat tercapai.

d. Contoh unjuk kerja keterampilan hidup unggul dan berkarakter sebagai hasil pembelajaran di
bidang kejuruan
Pembelajaran di kejuruan yang didesain untuk mengembangkan katerampilan hidup yang unggul
dan berkarakter, karena katerampilan hidup mempengaruhi pola pikir dalam menjalani kehidupan di
masyarakat. Contoh unjuk kerja katerampilan hidup unggul dan berkarakter sebagai hasil pembelajaran di
127

bidang kejuruan, misalnya: pada unjuk kerja pemasangan instalasi listrik, peserta didik memahami bahwa
ilmu yang dipelajari bermanfaat untuk bekal kehidupannya kelak (daya rasa), peserta didik mampu
mensyukuri atas adanya pemenemuan ilmu (daya taqwa) tentang instalasi listrik, peserta didik melakukan
praktek instalasi listrik dengan kesungguhan dan penuh kreasi ( daya karya dan daya cipta), dan peserta
didik memiliki tekad untuk belajar dan menyadari dengan mengggunakan ilmu yang diperolehnya maka
kehidupannya akan membawa manfaat ( daya karsa).

Soal Nomor 4 :
Pembelajaran yang berlandaskan pada trilogi HMM di bidang kejuruan, berpotensi mensinergikan energi
pembelajaran (pendidik, peserta didik, dan latar) yang mengarah pada terjadinya peristiwa pembelajaran
bermakna (meaningful learning). jelaskan: (a) makna energi pembelajaran dalam konteks trilogi HMM
sebagai dasar membangun pembelajaran yang bermakna; (b) energi pembelajaran dari dimensi pendidik,
peserta didik, dan latar yang membentuk pembelajaran bermakna; dan (c) berikan contoh energi
pembelajaran dari dimensi pendidik, peserta didik, latar pembelajaran, dan sinergi dari ketiga energi tersebut
dalam peristiwa pembelajaran bidang kejuruan !
JAWABAN
a. Makna energi pembelajaran dalam konteks trilogi HMM sebagai dasar membangun
pembelajaran yang bermakna
Makna energi pembelajaran dalam konteks trilogi HMM sebagai dasar membangun pembelajaran
bermakna yaitu dengan adanya energi pembelajaran yang berkonteks trilogi HMM yang meliputi hakikat
manusia, dimensi kemanusiaan serta panca daya manusia, maka pembelajaran dilaksanakan dengan
mengutamakan potensi yang dimiliki peserta didik, direncanakan, dilaksanakan, dengan upaya
mengembangkan panca daya peserta didik.
Dengan melakukan pembelajaran manusia bisa mengembangkan kemampuan panca daya mereka,
sehingga mereka bisa menjadi manusia seutuhnya dan bisa disebut sebagai manusia. Pembelajaran yang
bermakna bertujuan untuk mengembangkan karakter, sehingga konteks trilogi HMM ini sangat penting
sebagai dasar atau landasan pembelajaran.

b. Energi pembelajaran dari dimensi pendidik, peserta didik, dan latar yang membentuk
pembelajaran bermakna
Energi pembelajaran berasal dari 3 macam energi pembelajaran, yaitu: guru, peserta didik dan
lingkungan, maka dengan bersinerginya 3 energi pembelajaran dalam kegiatan pembelajaran dapat tercipta
kegiatan pembelajaran yang terencana, terlaksana, serta tercapainya tujuan pendidikan yang mengedepankan
tujuan untuk meningkatkan martabat manusia. Dari sisi energi pembelajaran dari dimensi pendidik, pendidik
merupakan sumber dari keberhasilan pendidikan. Jadi energi pendidik adalah kemampuan dan kekuatan
128

pendidik dalam mensinergikan energi dalam dirinya sendiri, energi dari lingkungan, dan energi dari peserta
didik.
Dari sisi energi pembelajaran dari dimensi peserta didik, energi pembelajaran yang dimiliki akan
dapat menghadirkan situasi belajar yang membangkitkan minat belajar yang tinggi, pelaksanaan
pembelajaran yang menyenangkan dengan kondisi yang teratur, serta energi dari dukungan lingkungan yang
representatif.
Sedangkan Dari sisi energi pembelajaran dari dimensi latar merupakan pengaruh lingkungan
pembelajaran mereka yang akan menjadikan peserta didik akan memahami diri mereka sebagai manusia
seutuhnya. Lingkungan tersebut terdiri dari berbagai macam, lingkungan fisik (luas ruangan, udara, cahaya)
diatur sehingga nyaman dalam belajar. Lingkungan social diupayakan untuk mengembangkan suasana sosio-
emosional yang menyejukkan dan memberikan harapan. Lingkungan budaya dibuat menjadi kaya, dinamis
dan memberikan aksesabilitas yang tinggi. Jika kondisi lingkungan disinergikan dengan baik pada
lingkungan peserta didik maka itulah yang disebut energi pembelajaran dari dimensi latar (lingkungan).

c. Contoh energi pembelajaran dari dimensi pendidik, peserta didik, latar pembelajaran, dan
sinergi dari ketiga energi tersebut dalam peristiwa pembelajaran bidang kejuruan
1) Contoh energi pembelajaran dari dimensi peserta didik : (1) motivasi dari pendidik pada peserta
didik dengan berbagai macam bentuk, misalnya saja dengan pemberian award berupa nilai, pujian,
pengalaman yang positif, dll; (2) pendidik jeli melihat potensi yang dimiliki masing-masing peserta
didiknya, karena dengan pengembangan bakat peserta didik, mereka akan lebih termotivasi dalam
pembelajaran;
2) Contoh energi pembelajaran dari dimensi pendidik, dapat dilihat dari beberapa segi yaitu komitmen,
dedikasi, tanggungjawab. Komitmen merupakan janji untuk melakukan sesuatu dengan sungguh-
sungguh dalam hati. Komitmen pendidik dalam mengajar inilah yang menjadikannya energi dalam
tubuh pendidik. Dedikasi merupakan wujud tindakan yang didasarkan pada komitmen yang telah
diikrarkan (dalam hati). Berdedikasi berarti berani dalam menghadapi kesulitan dan rintangan serta
resiko yang timbul. Pendidik yang berkomitmen dan berdidikasi melaksanakan fungsi dan tugasnya
dengan bertanggungjawab kepada lima pihak, yaitu: (1) diri sendiri, bahwa ia telah melaksanakan
apa yang perlu/ harus dilaksanakannya; (2) ilmu dan profesi, bahwa ia telah menunaikan kaidah-
kaidah keilmuan dalam profesinya sesuai dengan tuntutan keilmuan dan keprofesionalannya; (3)
peserta didik, bahwa ia telah berbuat sesuatu yang menguntungkan peserta didik dalam
pengembangan potensi dirinya; (4) pemangku kepentingan, bahwa ia telah memenuhi kewajiban
sebagaimana diletakkan kepadanya, oleh orang tua peserta didik, pimpinan satuan pendidikan,
pemerintah atau yayasan, dan masyarakat pada umumnya; (5) Tuhan Yang Maha Esa, bahwa ia telah
berbuat sesuatu sesuai dengan beriman dan ketakwaannya kepadaNya.
129

3) Contoh energi pembelajaran dari dimensi latar (lingkungan) : lingkungan fisik (luas ruangan, udara,
cahaya) diatur sehingga nyaman dalam belajar. Lingkungan sosial diupayakan untuk
mengembangkan suasana emosional yang menyejukkan dan memberikan harapan. Lingkungan
budaya dibuat menjadi kaya, dinamis dan memberikan aksesabilitas yang tinggi.
Ketiga energi tersebut bersinergi dalam pembelajaran dimana pendidik komitmen, dedikasi, dan
tanggungjawab. Pendidik jeli melihat potensi yang dimiliki masing-masing peserta didiknya, karena
dengan pengembangan bakat peserta didik, mereka akan lebih termotivasi dalam pembelajaran. Demikian
juga dengan latar (lingkungan) belajar, lingkungan fisik (luas ruangan, udara, cahaya) diatur sehingga
nyaman dalam belajar, sehingga pendidik dan peserta didik merasa nyaman dan aman dalam belajar.

Soal Nomor 5 :
Pembelajaran di SMK saat ini, bila dilihat dari penerapan prinsip trilogi HMM dikesani belum optimal
mensinergikan energi pembelajaran sebagai kekuatan pembelajaran. Hal ini disebabkan belum optimalnya
dukungan pilar kewibawaan dan kebudayaan (lazim disebut sebagai high touch), dan pilar kewiyataan dan
kebudayaan (lazim disebut sebagai high tech) dalam perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran. Jelaskan
(a) pengertian pilar kewibawaan; kewiyataan, dan kebudayaan dalam konteks HMM; (b) berikan contoh real
dari ketiga pilar tersebut dalam optimalisasi mensinergikan energi pembelajaran yang mampu memfasilitasi
terjadinya pembelajaran bermakna; dan (c) mengapa prinsip trilogi HMM, kewibawaan, kewiyataan, dan
kebudayaan belum bersinergi secara optimal sebagai wujud konkret energi pembelajaran di SMK ?
JAWABAN
a. Pengertian pilar kewibawaan; kewiyataan, dan kebudayaan dalam konteks HMM
1) Pilar kewibawaan merupakan perangkat hubungan antar-personal yang mempertautkan peserta didik
dengan pendidik dalam suatu pendidikan (Prayitno, 2009). Artinya kewibawaan merupakan
interaksi atau hubungan timbal balik antara pendidik dan peserta didik. Peserta didik menyerahkan
dirinya seutuhnya kepada pendidik untuk dididik menjadi manusia seutuhnya, dan pendidik penuh
tanggung jawab mendidik dan mengawal peserta didik sesuai dengan konteks HMM agar menjadi
manusia seutuhnya. Dalam Prayitno (2009) juga dijelaskan ada 5 unsur utama dalam kewibawaan ini
yaitu (1) pengakuan dan penerimaan, merupakan kesadaran dan pemahaman pendidik tentang
segenap kandungan HMM yang sepenuhnya melekat pada diri peserta didik; (2) kasih sayang dan
kelembutan, merupakan warna dan kualitas hubungan yang berawal dari pendidik kepada peserta
didik, dalam bentuk komunikasi dan sentuhan lainnya; (3) penguatan, merupakan upaya pendidik
untuk menguatkan, memantapkan atau meneguhkan hal-hal tertentu yang ada pada diri peserta didik;
(4) tindak tegas yang mendidik, adalah upaya pendidik untuk mengubah tingkah laku peserta didik
yang kurang dikehendaki melalui penyadaran peserta didik atas kekeliruan dengan menjunjung
tinggi HMM dan hubungan baik antara pendidik dan peserta didik; (5) pengarahan dan keteladanan,
130

merupakan ketaat asasan (konsistensi) penampilan pendidik dengan materi yang patut diteladani
peserta didik.
2) Pilar kewiyataan merupakan perangkat praktik pembelajaran yang terkait langsung dengan (1) materi
pembelajaran yang diturunkan langsung dari tujuan-tujuan pendidikan dan dilaksanakan dengan arah
pengembangan pancadaya; (2) pengembangan dan aplikasi metode pembelajaran, (3) alat bantu
pembelajaran, (4) lingkungan pembelajaran; (5) penilaian hasil pembelajaran (Prayitno, 2009).
Dengan demikian, kewiyataan merupakan alat, atau sumber, atau pendukung pembelajaran yang
penggunaannya dilakukan oleh peserta didik dengan tidak meninggalkan konteks HMM.
3) Pilar kebudayaan merupakan pencerminan kearifan-kearifan budaya nasional Indonesia yang dapat
diangkat menjadi kaidah-kaidah penting dalam teori, praksis dan perwujudan proses pembelajaran
(Prayitno, 2009). Pilar pendidikan Indonesia tidak boleh lepas dari kearifan budaya lokal, karena hal
ini mampu menumbuhkan rasa nasionalisme peserta didik dalam menjalani kehidupan. Pilar
kebudayaan dan unsur kewibawaan mampu menjangkau (to touch) kedirian peserta didik dalam
proses pembelajaran. Pilar kebudayaan juga mampu menjiwai kewiyataan sehingga terwujudnya
praktik pembelajaran dengan tekonlogi yang tinggi (high tech).

b. Contoh real dari ketiga pilar tersebut dalam optimalisasi mensinergikan energi pembelajaran
yang mampu memfasilitasi terjadinya pembelajaran bermakna
Seorang pendidik jika mengamalkan tiga pilar tersebut maka peserta didik mudah untuk
mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya. Misalnya saat pendidik mengajar peserta didik di kelas,
pendidik memberikan kasih sayangnya untuk siswa, memberikan penguatan akan bakat yang dimiliki
peserta didik dengan menggunakan media, sumber, dan pendukung pembelajaran dengan baik,karena
pendidik menyadari sepenuhnya bahwa kegiatan belajar menganut prinsip” Among” seperti prinsip yang
dilakukan oleh Ki Hajar Dewantara. Dasar untuk membentuk manusia seutuhnya sudah ada sejak jaman
sebelum Indonesia merdeka, dimana pada saat itu perguruan Taman Siswa yang didirikan oleh Ki Hajar
Dewantara pada tahun 1922, menghendaki bahwa pendidikan tidak hanya membentuk manusia intelek,
namun lebih pada pemeliharaan dan latihan susila (Dewantara,1989). Selanjutnya disebutkan pula bahwa
seorang guru punya dua kewajiban yaitu: (1) “mengajar” yang maknanya adalah memberikan ilmu
pengetahuan, menuntun gerak pikiran, melatih kecakapan dan kepandaian supaya anak didik menjadi orang
yang pandai, berpengetahuan dan cerdas; (2) “mendidik”, artinya menuntun tumbuhnya budi pekerti dalam
kehidupan anak didik,supaya kelak menjadi manusia berpribadi yang beradab.

c. Mengapa prinsip trilogi HMM, kewibawaan, kewiyataan, dan kebudayaan belum bersinergi
secara optimal sebagai wujud konkret energi pembelajaran di SMK
Pembelajaran di SMK saat ini masih lepas dari konteks HMM karena pada dasarnya
pembelajaran di SMK masih terdapat penyimpangan yang menjadi budaya yang kurang mendidik di sektor
131

pendidikan. Misalnya saja pada pengukuran ketuntasan pembelajaran yang sama tanpa melihat
potensi/panca daya yang dimiliki oleh peserta didik. Hal ini tentu mencederai energi pembelajaran dan
konteks HMM ini. Pendidik kurang menyadari tanggung jawab mereka sebagai pendidik sehingga menjadi
energi pembelajaran. Jika tanggung jawab ini kurang diperhatikan oleh pendidik, maka mendidikan akan
melanggar batasan-batasan dan aturan-aturan dalam konteks HMM ini.

Anda mungkin juga menyukai