Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manusia adalah mahluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain
sehingga manusia harus memiliki kemampuan untuk bergerak atau
melakukan aktivitas demi memenuhi kebutuhan bersama. Dalam melakukan
aktivitas tersebut harus mempunyai kondisi tubuh yang sehat. Sehat menurut
WHO adalah suatu keadaan yang sempurna baik secara fisik, mental dan
sosial serta tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan.
Salah satu aktivitas yang biasanya dilakukan adalah olahraga. Olahraga
merupakan kebutuhan yang tidak asing lagi. Keberadaannya pun
dikenal setiap orang diseluruh penjuru dunia karena olahraga adalah
kebutuhan penting untuk menjaga kesehatan tubuh. Olahraga memiliki tujuan
tertentu dan aturan-aturan tertentu seperti adanya aturan waktu, target denyut
nadi, jumlah pengulangan gerakan dan dilakukan dengan mengandung unsur
rekreasi. Namun banyak orang yang melakukan kegiatan olahraga tidak
sesuai dengan aturan-aturan yang telah ditentukan atau secara tidak sengaja
melakukan gerakan yang salah sehingga dapat menyebabkan cedera (Dunkin,
2004).
Cedera olahraga ialah segala macam cedera yang timbul, baik pada
waktu berlatih, saat pertandingan maupun sesudah pertandingan. Cedera ini
biasanya dikarenakan oleh kurangnya pemanasan, beban olahraga yang
berlebih atau tidak melakukan gerakan dengan benar atau karena adanya
kelemahan otot, tendon dan ligament. Cedera dapat mengenai otot, tendon,
saraf, kulit, ligamen, maupun tulang. Cedera yang paling sering terjadi adalah
sprain atau cedera ligament (Dunkin, 2004).
Kaki dan pergelangan kaki sangat berperan penting dalam melakukan
aktivitas seperti berdiri, berjalan, berlari ataupun melompat, saat melakukan
aktivitas tersebut kaki dan pergelangan kaki merupakan pusat tumpuan berat
badan sehingga sering menjadi sasaran cedera, untuk itu sangat dibutuhkan
sendi ankle yang kuat agar dapat menjaga stabilitas pada saat berolahraga.
Jika terjadi gerakan yang salah atau ankle yang tidak stabil dapat
menyebabkan cidera yang disebut sprain ankle. Sprain ankle biasanya terjadi

1
pada olahraga yang memerlukan gerakan melompat, berputar dan gerakan
memutar seperti basket, voli, sepak bola, atau olahraga yang memerlukan
perubahan arah ledakan seperti sepak bola, tenis, atau pada aktivitas fisik
dengan gerakan yang sering memicu sprain ankle adalah gerakan inversi dan
plantar fleksi yang tiba-tiba saat kaki tidak menumpu sempurna pada lantai
atau pada permukaan yang tidak rata (Nyska & Gideon, 2002).
Menurut hasil penelitian The Cedera Nasional Surveillance System
Elektronik (NEISS) di Amerika menunjukkan bahwa setengah dari
semua keseleo pergelangan kaki (58,3%) terjadi selama kegiatan atletik,
dengan basket (41,1%), football (9,3%), dan soccer (7,9%). Hal ini dapat
membuktikan bahwa persentase tertinggi sprain ankle adalah selama
berolahraga.
Sprain ankle atau keseleo pergelangan kaki adalah kondisi terjadinya
penguluran dan atau kerobekan pada ligamentum lateral compleks. Hal ini
disebabkan oleh adanya gaya inversi dan plantar fleksi yang tiba-tiba saat
kaki tidak menumpu sempurna pada lantai/ tanah, dimana umumnya terjadi
pada permukaan lantai/ tanah yang tidak rata. Faktor-Faktor yang
menyebabkan orang terkena sprain ankle kronik adalah Kelemahan otot
terutama otot-otot di sekitar sendi pergelangan kaki (muscle weakness),
lemah atau longgarnya ligament-ligament yang berada pada sendi ankle,
cedera ankle yang berulang, fleksibilitas yang buruk, kurang melakukan
pemanasan dan peregangan saat sebelum berolahraga, keseimbangan yang
buruk, permukaan lapangan olahraga yang tidak rata, dan biasa terjadi karena
pemakaiaan sepatu atau alas kaki yang tidak tepat (Kurniawan, 2013).
Sprain ankle adalah cedera olahraga umum dan sering dianggap sebagai
hal yang sepele oleh atlet dan pelatih. Studi epidemiologi yang dilakukan
pada tiga kategori Hong Kong Chinese atlet yaitu tim nasional, atlet yang
kompetitif dan atlet rekreasi. Studi ini menunjukkan bahwa sebanyak 73%
dari semua atlet memiliki keseleo pergelangan kaki berulang dan 59% dari
atlet memiliki kecacatan yang signifikan dan gejala sisa yang menyebabkan
penurunan kinerja atletik mereka.
Penderita khususnya olahragawan yang mengalami sprain ankle derajat
I tidak begitu memperhatikan kondisi yang dialaminya karena hanya merasa
nyeri ringan dan sedikit bengkak sehingga tidak dibawa ke dokter /

2
fisioterapi. Karena kondisinya tidak diperhatikan, mereka tetap melakukan
aktivitas olahraga sehingga dapat terjadi penguluran yang berulang pada
ligamentum talofibular anterior. Penguluran yang berulang-ulang akan
menimbulkan nyeri yang meningkat pada sisi lateral ankle, biasanya bersifat
intermittent atau kadang-kadang konstan, dan cenderung meningkat jika
melakukan aktivitas olahraga. Kondisi ini menjadi sprain anke kronik.
Penanganan awal yang baik dapat mengurangi problem yang
diakibatkan sprain ankle. Problem yang biasanya terjadi pada sprain ankle
kronis adalah peningkatan intensitas nyeri, menurunnya fleksibilitas jaringan,
tonus dan kekuatan otot menurun, keseimbangan menurun yang dapat
menyebabkan penurunan stabilitas ankle sehingga terjadi gangguan
menumpu, berjalan, dan melompat atau fungsi dari ankle menjadi terganggu
akibatnya performance dari ankle tidak maksimal.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimanakah Anatomi Fisiologi Sendi Ankle?
2. Apa definisi dari Ankle Sprain?
3. Apa saja klasifikasi dari Ankle Sprain?
4. Bagaimana etiologi dari Ankle Sprain?
5. Bagaimana patofisiologi dari Ankle Sprain?
6. Bagaimana WOC dari Ankle Sprain?
7. Bagaimana manifestasi klinis Ankle Sprain?
8. Apa saja pemeriksaan diagnostik pada Ankle Sprain?
9. Bagaimana penatalaksanaan medis pada Ankle Sprain?
10. Apa saja komplikasi dari Ankle Sprain?
11.Bagaimana prognosis pada kasus Ankle Sprain?
12. Bagaimana asuhan keperawatan pada Ankle Sprain?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan makalah ini agar mahasiswa mengetahui dan
dapat melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan Ankle
Sprain.
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa dapat:
1. Mengetahui anatomi fisiologi Sendi Ankle
2. Mengetahui definisi Ankle Sprain
3. Mengetahui klasifikasi Ankle Sprain
4. Mengetahui etiologi Ankle Sprain
5. Mengetahui patofisiologi dari Ankle Sprain
6. Mengetahui WOC dari Ankle Sprain

3
7. Mengetahui manifestasi klinis Ankle Sprain
8. Mengetahui pemeriksaan diagnostik Ankle Sprain
9. Mengetahui penatalaksanaan Ankle Sprain
10.Mengetahui komplikasi Ankle Sprain
11.Mengetahui prognosis Ankle Sprain
12.Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan Ankle Sprain

1.4 Manfaat
Adapun manfaat yang ingin dicapai dengan adanya makalah ini adalah
sebagai berikut:
1. Mahasiswa
Mahasiswa mampu menjelaskan dan memahami definisi, patofisiologi,
manifestasi klinis, penatalaksanaan medis pada pasien dengan Ankle
Sprain dapat menerapkan asuhan keperawatan, khususnya untuk
mahasiswa keperawatan.
2. Dosen
Makalah ini dapat dijadikan tolak ukur sejauh mana mahasiswa mampu
mengerjakan tugas yang diberikan oleh dosen dan sebagai bahan
pertimbangan dosen.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Sendi Ankle


Sendi pergelangan kaki terdiri atas sebuah kantung yang dibentuk poleh
ujung-ujung bawah tibia dan fibula. Talus dapat digerakkan pada sumbu
transversal dengan cara mirip engsel, karena itu pergelangan kaki tergolong
sendi sinovial jenis engsel. Bentuk tulang-tulang dan kekuatan ligamen-
ligamen dan tendon di sekitarnya menjadikan sendi kuat dan stabil. (Moore &
Agur, 2002 ; Snell, 1998)

a. Permukaan Articular
Ujung-ujung distal tibia dan fibula membentuk sebuah sosok (lekuk
dalam) yang mencakup talus. Permukaan medial malleolus lateralis
bersendi dengan permukaan lateral talus. Tibia bersendi dengan talus di
dua tempat, yaitu permukaan inferior tibia membentuk atap sosok tadi,
malleolus medialis tibia bersendi dengan permukaan medial talus. (Moore
& Agur, 2002)

4
Kedua malleolus memegang talus erat-erat sewaktu tulang ini
berumbang-ambing ke depan dan ke belakang pada gerak sendi
pergelangan kaki. Sendi pergelangan kaki bersifat amat stabil pada
dorsofleksi karena pada posisi ini permukaan artikular superior talus
(trochlea), mengisi pebuh sosok yang dibentuk oleh kedua malleolus.
Cengkraman kedua malleolus pada talus adalah paling kuat jika kaki
berada dalam posisi dorsofleksi karena gerak demikian mendorong bagian
trochlea ke belakang, dan sedikit memencarkan tibia dan fibula.
Pemencaran demikian dibatasi oleh ligamentum interosseum yang
kuat dan oleh ligamentum tibiofibulare interior posterius yang
mempersatukan tulang-tulang tungkai bawah. Pada fleksi plantar kaki
sendi pergelangan kaki relatif kurang stabil karena permukaan artikular
proksimal talus lebih sempit di sebelah posterior dan menempati sosok
tibiofibular hanya untuk sebagian. (Moore & Agur, 2002)

b. Simpai Sendi
Capsula fibrosa bersifat tipis di sebelah depan dan belakang, tetapi
pada kedua sisi diperkuat oleh ligamentum collaterale yang kuat.
Proksimal simpai melekat pada tepi permukaan artikular tibia dan kedua
malleolus dan distal pada talus. (Moore & Agur, 2002)

c. Ligamentum
Di sebelah medial capsula fibrosa diperkuat oleh ligamentum
mediale (deltoideum) yang sangat kuat dengan puncaknya (proksimal)
melekat pada malleolus medialis. Di bawah (inferior), serat-serat dalamnya
melekat pada daerah non-artikular permukaan medial corpus tali; serat-

5
serat superfisial melekat pada sisi medial talus, sustentaculum tali
(ligamentum tibiotalare anterius dan ligamentum tibiotalare posterius),
ligamentum calcaneonaviculare plantare (ligamen tibiocalcaneum) dan
tuberosistasossis navicularis (ligamentum tibionaviculare). Ligamentum
tibionaviculare, ligamentum tibiotalare anterius dan ligamentum tibiotalare
posterius, dan ligamen tibiocalcaneum merupakan bagian-bagian yang
membentuk ligamentum mediale atau deltoideum. (Moore & Agur, 2002 ;
Snell, 1998)
Di sebelah lateral capsula fibrosa diperkuat oleh ligamentum lateral
yang lebih lemah dari ligamentum mediale yang terdiri tiga bagian:
(Moore & Agur, 2002 ; Snell, 1998)
1) Ligamentum talofibulare anterius yang lemah, carik yang pipih yang
berjalan dari melleolus lateralis ke permukaan lateral tallus.
2) Ligamentum talofibulare posterius, berkas tebal dan cukup kuat,
melintas horisontal dalam arah medial, sedikit posterior terhadap fossa
malleoli ke tuberculum laterale tali.
3) Ligamentum calcaneofibulare, seutas tali yang bulat, melintas dalam
arah posteroinferior dari ujung malleolus lateralis ke permukaan lateral
calcaneus.

d. Membrana Sinovial
Membran ini melapisi simpai dan berjalan sedikit ke atas di depan
ligamentum interosseum artikulasio tibiofibularis inferior. (Snell, 1998)

6
e. Perdarahan
Arteri-arteri berasal dari rami malleolares arteriae fibularis dan
arteria tibialis posterior dan anterior. (Moore & Agur, 2002)

f. Persarafan
Saraf-saraf berasal dari nervus tibilais dan nervus fibularis
profundus, cabang nervus fibularis communis. (Moore & Agur, 2002)

g. Pergerakan
Fleksio (jari-jari kaki menuju ke atas) dan plantar fleksio ( jari-jari
menuju ke bawah). Dorsofleksio dikerjakan oleh m. tibialis anterior, m.
extentor hallucis longus, m. extensor digitorum longus, dan m. peroneus
tertius. Peristiwa inidibatasi oleh tegangnya tendon calcaneus, serat-serat
posterior lig. Mediale, dan lig. Calcaneofibulare. Plantarfleksio dikerjakan
oleh m. gastrocnemius, m. soleus, m. plantaris, m. peroneus longus, m.
peroneus brevis, m. tibialis posterior, m. pleksor digitorum longus, dan m.
fleksor hallucis longus. Peristiwa ini dibatasi oleh tegangganya otot
berlawanan, serat-serat anterior lig. mediale, dan lig. talofibulare anterius.
(Snell, 1998)
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, selama dorsofleksio sendi
pergelangan kaki, bagian anterior yang lebih lebar dari trochlear tali
dipaksakan di antara malleolus medialis dan lateralis, yang
menyebabkannya agak terpisah dan mengencangkan ligamen art.
tibiofibularis inferior. Susunan demikian sangat menambah kestabilan
sendi pergelangan kaki bila kaki sedang dalam posisi awal gerak maju

7
dalam berjalan, berlari, atau melompat. Sedangkan bila sendi pergelangan
kaki dalam keadaan plantar fleksio sempurna, ligamen dari art.
tibiofibularis inferior kurang diregangkan, dan memungkinkan sedikit
rotasi, abduksio, dan aduksio. (Snell, 1998)

2.2 Definisi Ankle Sprain


Sprain adalah cedera pada sendi, dimana tejadi robekan (biasanya tidak
komplet) dari ligament, keduanya disebabkan karena stress yang mendadak
ataupun penggunaan yang berlebihan (Giam dan Teh, 1993: 193-195).
Cedera pergelangan kaki (cedera ankle) terjadi ketika ligamen, yang
mendukung tulang-tulang pergelangan kaki teregang atau robek. Sprain atau
keseleo merupakan keadaan ruptur total atau parsial pada ligamen penyangga
yang mengelilingi sebuah sendi. Biasanya kondisi ini terjadi sesudah gerakan
memuntuir yang tajam. (Kowalak, 2011).

2.3 Klasifikasi
1. Tingkat I
a. Merupakan robekan dari beberapa ligamen akan tetapi tidak
menghilangkan dan menurunkan fungsi sendi tersebut.
b. Pasien bisa merawat sendiri selama proses rehabilitasi.
c. Masa penyembuhan antara 2-6 minggu.
d. Terjadi rasa sakit, pembengkakan kecil, sedikit perdarahan tetapi tidak
terjadi leksitas abnormal.
2. Tingkat II
a. Terjadi kerusakan ligamen yang cukup lebih besar tetapi tidak sampai
terjadi putus total.
b. Terjadi ruptur pada ligamen sehingga menimbulkan penurunan fungsi
sendi.
c. Rasa sakit/nyeri, bengkak terjadi perdarahan yang lebih banyak.

8
3. Tingkat III
a. Terjadi rupture komplit dari ligamen sehingga terjadi pemisahan
komplit ligamen dari tulang.
b. Untuk bisa pulih kembali maka diperlukan tindakan operasi dan
fisioterapi dan rata-rata memakan waktu 8-10 minggu.
c. Pada tingkatan ini ligamen pada lutut mengalami putus secara total dan
lutut tidak dapat digerakkan.

Menurut Sri Sumartiningsih, 2012. Tingkatan keseleo dapat dibagi


menjadi; keseleo ringan, sedang atau keseleo parah.
1) Keseleo ringan biasanya hanya terjadi pada ligament talofibula
anterior, yang dapat mengakibatkan retak pada sebagian tulang
tertentu.
2) Keseleo tingkat sedang meliputi talofibula anterior dan calcaneo fibula
ligament dapat memperparah terjadinya kerusakan pada struktur
ligament.
3) Keseleo tingkat parah meliputi kedua ligament seperti pada posterior
talofibula ligamentdan dapat menimbulkan putus urat otot yang
kompleks atau kadang-kadang retak atau patah tulang (Paul, 2002;
115).

2.4 Etiologi
Menurut (Kowalak, 2011) etiologi meliputi :
a. Pemuntiran mendadak dengan tenaga yang lebih kuat daripada kekuatan
ligamen dengan menimbulkan gerakan sendi di luar kisaran gerak normal.
b. Fraktur atau dislokasi yang terjadi secara bersamaan.
Faktor-faktor berikut dapat berkontribusi terhadap peningkatan risiko keseleo
pergelangan kaki:
a. Otot lemah
b. karena peregangan berlebihan dari ligamen akibat keseleo pergelangan
kaki berulang;
c. Berjalan pada permukaan yang tidak rata;
d. Mengenakan sepatu hak tinggi
dikarenakan lemahnya posisi sendi pergelangan kaki dengan tumit tinggi,
dan pijakan yang kecil.

2.5 Patofisiologi

9
Terkilir pada pergelangan kaki biasanya disebabkan oleh gerakan ke sisi
luar/samping (lateral) atau sisi dalam/tengah (medial) dari pergelangan kaki
yang terjadi secara mendadak. Terkilir secara invesi yaitu kaki berbelok dan
atau membengkok ke dalam dan terbalik. Tipe ini merupakan cedera yang
paling umum terjadi pada pergelangan kaki (Arnheim, 1985; 473 Peterson
dan Renstrom, 1990; 345-346). Hal ini disebabkan oleh banyaknya tulang
penstabil pada sisi belah samping yang mengakibatkan tekanan pada kaki
menjadi terbalik. Jika kekuatan tersebut cukup besar, pembengkokan dari
pergelangan kaki tejadi sampai medial malleolus kehilangan stabilitasnya dan
menciptakan titik tumpu untuk lebih membalikkan pergelangan kaki (Arheim,
1985; 473).
Ketika serabut otot ligamentum untuk eversi tidak cukup kuat untuk
menahan atau melawan kekuatan inversi, maka serabut ligamentum sisi
sebelah samping menjadi tertekan atau robek. Biasanya terkilir pada kaki
bagian samping meliputi satu atau dua robekan pada serabut ligamentum. Jika
satu ligamentum robek, biasanya termasuk juga ligamentum calcanae fibular
akan robek.
Tekanan yang kuat pada tumit menekan kaki menjadi inverse,
membuatnya lebih mungkin untuk terjadi sprain pada sisi sebelah
luar/samping. Kebalikannya, kaki yang pronasi, kelebihan gerakan atau
adanya tekanan dari telapak kaki sisi sebelah dalam/tengah secara
longitudinal lebih memungkinkan untuk terjadi eversi sebagai salah satu pola
sprain pada pergelangan kaki(Arnheim, 1985; 473).
Cedera sprain pada pergelangan kaki dengan pola eversi lebih jarang
terjadi daripada cedera sprain dengan pola inverse. Mekanisme yang biasa
terjadi adalah olahragawan yang tiba-tiba menapakkan kakinya pada lubang
di lapangan olahraga menyebabkan kaki tergerak dengan paksa dan
menanamkan kaki pada gerakan yang eksternal. Dengan mekanisme ini
ligamentum anterior tibiofibular, ligamentum interosseus dan ligamentum
deltoid menjadi robek. Perobekan pada ligamentum tersebut menyebabkan
talus bergerak secara lateral, terutama mengakibatkan degenarasi pada
persendian, dan juga berakibat adanya ruangan abnormal antara medial

10
malleolus dan talus (Arheim, 1985; 473, Peterson dan renstrom, 1990; 342-
343).
Kekuatan inversi secara tiba-tiba dapat menyebakan berbagai intensitas
seperti menyebabkan patah pada kaki bagian bawah. Perputaran yang tidak
diharapkan pada ligamentum lateral dapat menyebabkan bagian tulang
menjadi avulsi dari malleolus. Satu situasi yang khusus adalah ketika lateral
malleolus teravulsi oleh tulang calcaneo fibula, dan talus melawan medial
malleolus untuk menghasilkan patah yang kedua kalinya. Kejadian ini disebut
bimalleolar fracture. (Sri Sumartiningsih, 2012)

2.6 WOC
(Terlampir)

2.7 Manifestasi Klinis


Secara umum manifestasi terjadinya Ankle Sprain yaitu:
a. Nyeri
b. Pembengkakan
c. Gangguan mobilitas akibat rasa nyeri
Menurut (Sri Sumartiningsih, 2012):
Setelah cedera, penderita mengeluh sakit tersiksa yang berlebihan pada
aspek anterolateral pada sendi pergelangan kaki. Perabaan di atas sakit
tersebut hanya di bawah malleolus lateral. Dengan penyebaran terjadi di
tempat bengkak yang berlebihan pada daerah pergelangan kaki sisi lateral dan
anterior, persamaan tes ditunjukkan adaya ketidakseimbangan, sinar X
diindikasikan tidak patah tulang. Sprain ini akan diklasifikasikan menjadi
tingkat II.
2.8 Komplikasi
(Walter, 2008)
Komplikasi Ankle Sprain biasanya terkait dengan cedera seperti patah
tulang atau dislokasi, cedera osteochondral pada talus, kompromi
neurovaskular, tendon pecah atau subluxation, trauma, arthtomy, penguncian
Cedera sendi atau syndesmotic. Arahan harus dipertimbangkan jika diagnosis
tidak pasti atau jika pasien memiliki rasa sakit yang parah. Komplikasi angkle
sprain bertambah parah apabila kejadian ini terjadi berulang harus
meningkatkan kekhawatiran karena menyebabkan gangguan mekanik dan
fungsional. Pasien dapat terdeteksi dengan diagnosis sekunder dan harus

11
menyelesaikan penyebab kronis agar mengurangi komplikasi lainnya dan
menjamin lebih lanjut dengan hasil pemeriksaan MRI atau CT-Scan.
Komplikasi paling umum pada Ankle sprain meliputi:
1. Sakit kronis
Sakit kronis seperti patah tulang, kerusakan saraf atau tendon robek.
2. Ketidakstabilan sendi pergelangan kaki
Ankle Sprain dapat sembuh secara tidak benar, sering mengakibatkan
gerakan abnormal. Jika ini terjadi, kemungkinan dapat berulang kembali
dan mengalami pembengkakan.
3. Kekakuan
Hal ini terjadi karena radang yang parah sehingga pembengkakan di area
yang cedera dan jaringan parut. Kekakuan paling sering mengakibatkan
rasa sakit dan bahkan Osteoartritis.
4. Pembengkakan
ketika pergelangan kaki tidak sembuh-sembuh dengan benar,
pembengkakan lokal dapat terjadi. Hal ini mengakibatkan jangkauan gerak
terbatas dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam rutinitas yang
biasa.
5. Artritis pada Ankle
ketika waktu penyembuhan lebih lama dari waktu normal untuk
menyembuhkan dan tidak bisa menyingkirkan cedera, jika terlalu lama
dapat menderita dari arthritis.
2.9 Pemeriksaan Diagnostik
1. Foto rongten untuk membedakan pada tulang yang patah dan untuk
menentukan luasnya degenarasi dan mengesampingkan malignansi

Foto rontgen
2. X-Rays
X-Ray digunakan untuk melihat berapa luas robekan dari ligamen, hal ini
terutama berguna untuk ligamenta lateral. Diastasis sendi (syndesmosis)
tibiofibular distal penting sekali untuk dikenali. Tapi tidak ada suatu cara
khusus untuk melihat luasnya diastasis ini. Suatu fraktur fibula diatas
permukaan sendi talocrural (dapat sampai setinggi 1/3 proksimal fibula)

12
secara tersendiri (tanpa fraktur tibia pada ketinggian yang sama), selalu
harus diperhatikan akan kemungkinan adanya suatu diastasis. Diastasis
juga jelas bila ada subluksasi talus menjauhi malleolus medialis. Tapi bila
tidak terdapat subluksasi ini, belum berarti tidak adanya suatu diastasis.
3. Radiologi
Pemeriksaan radiologik perlu dilakukan bilamana dicurigai adanya patah
tulang atau disangka adanya suatu robekan ligamen. Biasanya pemotretan
dari dua sudut, anteroposterior dan lateral sudah akan memberikan
jawaban adanya hal-hal tersebut. Pandangan oblique tidak banyak dapat
menambah keterangan lain. Untuk mendapatkan pandangan yang lebih
baik mengenai permukaan sendi talocrural, suatu pandangan
anteroposterior dengan kaki dalam inversi dapat dilakukan

2.10 Penatalaksanaan
2.10.1 Perawatan Keseleo Pergelangan Kaki (Sri Sumartiningsih, 2012)
Tingkatan keseleo dapat menentukan perawatan yang diperlukan dan
sampai berapa lama perawatan tersebut dilakukan sebelum melakukan
latihan-latihan tertentu. Meskipun beberapa keseleo tingkat ringan mungkin
akan memperbolehkan untuk melakukan aktivitas latihan kembali dalam 2
sampai 3 hari, keseriusan dari keseleo sedang dan tingkat parah tidak boleh
untuk diremehkan. Memberikan perawatan secara tidak tepat dapat
menyebabkan pergelangan kaki menjadi tidak stabil yang kronis, yang dapat
menyebabkan suatu saat dapat mengalami cedera kembali, keterbatasan
menekan dalam melakukan aktivitas olahraga, mengakibatkan arthritis secara
dini pada sendi pergelangan kaki, dan kadang-kadang perlu untuk dilakukan
pembedahan.
Para atlet yang ingin menghindari terjadinya komplikasi ini, setiap
mengalami cedera keseleo seharusnya dievaluasi dan dirawat sebagaimana
mestinya.
1. Keseleo tingkat ringan
Anamnesis: ketidaknyamanan pada kaki, pembengakakan ringan, sedikit
atau tanpa adanya memar.
Perawatan yang dilakukan sebaiknya meliputi:
a. berhenti dari aktivitas
b. pengompresan dengan es selama 20 sampai 30 menit

13
c. kaki yang keseleo harus tetap terangkat (dinaikkan ke atas) sedapat
mungkin
d. jika terjadi pembengkakan, pengomperasan dengan es harus terus
menerus diulang dalam satu hari.
Perawatan yang digunakan tersebut dinamakan metode RICE, yaitu:
Rest (istirahat), Ice(pemakain es), Compression(pengomperasan), dan
Elevation(elevasi).
Pemakaian metode RICE untuk mengatasi keseleo ringan, biasanya
berlanjut selama 2 sampai 3 hari, kemudian dapat diikuti dengan
melakukan olahraga lari kembali secara bertahap.

2. Keseleo tingkat sedang


Cedera ini dapat menimbulkan rasa sakit yang luar biasa pada sekitar pada
bagian luar pergelangan kaki dibanding pada keseleo ringan, seperti
timbulnya pembengkakan dan memar selama 12 sampai 24 jam.
Perawatan pada kasus ini:
a. sama seperti cedera keseleo ringan; yaitu penggunaan metode RICE.
b. Keseleo ini memerlukan perlindungan lebih, contohnya pemakaian
pembalut yang halus untuk menyembuhkan ligament.

14
c. Seseorang yang menderita keseleo tingkat sedang dengan rasa sakit
yang parah sebaiknya mendapatkan perawatan yang professional,
karena kemungkinan terjadi kerusakan ligament.
d. Sebaiknya dilakukan penyinaran roentgen untuk memastikan
kerusakan apa saja yang telah terjadi pada tulang tersebut.
e. Penghentian aktivitas olahraga selama 2 sampai 3 minggu.
f. Setelah kondisi ligament tersebut sembuh, latihan-latihan olahraga
yang melibatkan pergelangan kaki dapat dilanjutkan program
rehabilitasi
3. Keseleo tingkat parah
Merupakan jenis cedera yang serius, ditandai terjadinya suara
robekan atau pecah pada daerah yang mengalami keseleo seringkali kita
rasakan atau kita dengar, akan terjadi rasa sakit secaa cepat dan rasa nyeri
selama 5 menit. Meskipun dimungkinkan untuk dapat berjalan secara
cepat setelah terjadi keseleo, namun rasa sakit dan nyeri akan meningkat
selama 30 menit, kemudian berlanjut dengan tidak dapat atau sulit untuk
bejalan. Akan terjadi memar pada bagian luar pergelangan kaki, telapak
kaki dan kaki bagian bawah.
Berjalan atau berlari sesaat setelah terjadi keseleo akan lebih
memperburuk pembengkakan, memar dan kerusakan yang terjadi di
ligament
Perawatan sebagai berikut:
a. Perawatan awal dapat dilakukan, seperti pada cedera keseleo yang
lebih ringan menggunakan metode RICE.
b. Penggunaan crutch(tongkat ketiak) dapat juga digunakan untuk
mengistirahatkan secara total bagian pergelangan yang kaki yang
keseleo.
c. Bila ligament pergelangan kaki benar-benar putus, dilakukan
pembedahan.
d. Apabila semua ligament telah rusak namun pergelangan kaki tetap
stabil (dapat ditentukan dengan menekan pergelangan kaki sampil
menyinarinya dengan sinar X), perlu dipergunakan pembalut dan gips
selama 4 sampai 6 minggu. Setelah tahap penyembuhan selesai
dilkaukan program rehabilitasi.

2.10.2 Rehabilitasi Pergelangan Kaki

15
Program ini dilakukan setelah ligament pergelangan benar-benar
sembuh. Lamanya program ditentukan oleh tingkatan cedera keseleo.
Pelaksanaan program rehabilitasi sebaiknya mulailah dengan latihan
pertama dilakukan tanpa merasa sakit, baru kemudian bisa
melanjutkan latihan berikutnya.
1. Latihan jangkauan gerakan dengan tanpa melakukan perlawanan.
Dilakukan sambil duduk, gerakkan kaki ke atas dan kebawah pada
daerah pergelangan kaki 30 sampai 40 kali. Kemudian lakukan
invert (gerakan kaki memutar kaki ke dalam) dan evert(gerakan
memutar kaki keluar) 30 sampai 40 kali. Latihan ini sebaiknya
diulangi 4 sampai 5 kali setiap hari.
2. Latihan inversi-eversi, dilakukan sambil berdiri. Dengan berdiri
tegak dengan jarak kaki antara 12 sampai 18 inchi, secara
bergantian menaikkan bagian dalam dan bagian luar dari kaki
sampai lutut sedikit dibengkokkan. Ulangi 20-30 kali, 3 sampai 4
kali sehari.
3. Latihan menguatkan otot peroneal.
Letakkan sebuah gelang karet yang besar, melingkari kedua kaki
yang lurus sambil duduk dilantai dengan kedua kaki lurus. Dengan
gelang karet tersebut untuk melakukan gerakan
berlawanan,bentangkan kaki. Kedua pergerlangan sebaiknya
berjarak 4 sampai 6 inchi. Perlahan-lahan biarkan kaki membalik
(menelungkup). Latihan ini sebaiknya dilakukan 20-30 kali, tiga
kali sehari.
4. Berjalan jinjit dengan mengenakan sepatu. Berdiri pada jari-jari
kaki dengan mengenakan sepatu dan berjalan mengeliling jarak
semampunya atau selama 5 menit. Lakukan berulang 2 sampai 3
kali sehari.
5. Berjalan dengan menggunakan tumit kaki dengan menggunakan
sepatu.
6. Secara bertahap lakukan kembali aktivitas olahraga, setelah
melakukan latihan peningkatan kekuatan pada pergelangan kaki
anda dan rasa sakit berkurang, dapat melakukan aktivitas
fisik/fitness dengan normal. Setelah berjalan terasa nyaman dapat
melakukan jogging, berlari mengelilingi lintasan angka delapan

16
yang memangjang, perlahan-lahan ikuti lintasan angka delapan,
yang panjangnya sekitar 20 sampai 30 yard, dan memendek secara
bertahap dan mempercepat pada saat belokan. Latihan ini akan
membantu meningkatkan daerah gerakan dan menguatkan otot-otot
sekitar dan dapat menstabilkan pegelangan kaki.

2.11 Prognosis
Tingkat pemulihan tergantung pada keparahan keseleo dan usia dan
kesehatan pasien. Kebanyakan orang pulih sepenuhnya dari keseleo, terutama
Grade I dan II, kembali ke kegiatan olahraga atau normal dapat terjadi pada
2-6 minggu dengan manajemen yang tepat dan pengobatan. Pasien dengan
cedera lebih parah (misalnya lengkap pecah – Grade III) akan memerlukan
waktu lebih lama untuk rehabilitasi sehingga dapat berfungsi optimal. Setelah
keseleo signifikan terjadi, sendi mungkin tidak sekuat sebelum cedera.
Dengan latihan rehabilitasi yang tepat, beberapa kekuatan dan stabilitas
mungkin kembali.

17
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Asuhan Keperawatan Umum


A. Pengkajian
Anamnesa
1. Data Demografi Klien :
Berupanama, usia, jenis kelamin, suku / bangsa, alamat, agama,
tanggal MRS, jam MRS, diagnosa. Ankle Sprain pada umumnya
sering terjadi pada athlete.
2. Keluhan Utama
Keluhan utama yang dikeluhkan oleh sebagian besar klien dengan
Ankle Sprain berupa nyeri, tidak bisa berjalan dengan kaki yang sakit
dan benkak.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Merupakan gangguan yang berhubungan dengan gangguan yang
dirasakan saat ini. Berapakah skala nyeri, nyeri di daerah mana saja,
nyeri biasanya hilang dan timbul. Apakah pasien ada rasa mengeluh
tidak bisa berjalan.
4. Riwayat Penyakit Sebelumnya :
Tanyakan pada klien apakah klien pernah mengalami penyakit serupa
sebelumnya, riwayat cedera dan apakah dirawat dirumah sakit.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga:
Tanyakan apakah ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit
serupa dengan klien.

Pemeriksaan Fisik

18
a. Keadaan Umum : Klien biasanya tidak bisa berjalan karena rasa
nyeri dan tanda tanda vital terjadi peningkatan RR karena respon dari
terjadinya Ankle Sprain.
b. Review Of System (ROS)
1) B1 (breathing)
Pengkajian adanya peningkatan RR karena anxietas
2) B2 (blood)
Terjadi peningkatan tekanan darah, biasanya pasien bingung dan
gelisah.
3) B3 (brain)
Biasanya klien ditemukan dalam kesadaran biasanya sadar penuh.
4) B4 (bladder)
Tidak ada masalah.
5) B5(bowel)
Pada pemeriksaan B5 dilakukan auskultasi bising usus klien adakah
peningkatan atau penurunan.
6) B6(bone)
Pemeriksaan kekuatan otot dan membandingkannya dengan
ekstremitas yang lain, pengukuran skala nyeri pada persendian
Ankle. Adanya bengkak dan kemerahan pada daerah yang terkilir.
Pemeriksaan Diagnostik
1. Foto Rontgen
2. X-ray
3. Radiologi

B. Analisa Data

No. Data Etiologi Masalah


keperawatan
1 DS : Nyeri
Klien mengeluh nyeri pada Tekanan /kekerasan
pergelangan kaki kanan langsung

19
DO :
Klien tampak meringis Kerusakan fragmen
P : nyeri timbul sudah 1,5 tahun tulang,cidera jarin gan lunak
yang lalu
Q : klien mengeluh nyeri seperti Tekanan kapiler otot naik
tertekan
R : nyeri hanya disekitar area Histamin menstimulasi otot
yang membengkak
S : skala nyeri 5 (0-10) Nyeri
T : klien mengeluh nyeri sejak 1,5
tahun yang lalu
2 DS : klien mengungkapkan sulit Pergeseran tulang Gangguan
untuk bergerak bebas mobilitas
Deformitas Fisik
DO : pergerakan terbatas ,klien
menggunakan alat bantu gerak Ekstremitas tidak dapat
(kursi roda) berfungsi dengan baik

Gangguan mobilitas
3 DS : Klien mengungkapkan Kurang pengetahuan tentang Ansietas
cemas setiap kali dirinya terlibat penyakit yang diderita

tindakan medis
Cemas dan gelisa

DO : wajah tampak tegang,TD : Ansietas
120/90 N: 78 x /m, R : 20 x/m, S:
36,5 C

C. Diagnosa Keperawatan Umum


Diagnosa keperawatan yang berkaitan dengan Ankle Sprain menurut
Nanda adalah sebagai berikut:
a. Nyeri berhubungan dengan kerusakan fragmen tulang,cidera jaringan
lunak
b. Gangguan mobilitas berhubungan dengan nyeri pada daerah fragmen
yang berubah

20
c. Ansietas berhubungan dengan status kesehatan

D. Intervensi
1. Nyeri b.d kerusakan fragmen tulang ,cidera jaringan lunak.
Tujuan : Dalam waktu 1x24 jam pasien tidak merasa nyeri
Kriteria Hasil :
a. RR 12x/ menit
b. Skala nyeri : 0
c. Klien nampak tenang
d. Klien tidak meringis
Intervensi :
1. Kaji Tingkat nyeri (perhatikan lokasi, karakteristik nyeri dan kaji
tingkat nyeri dengan standar PQRST)
Rasional : Memberikan informasi tentang efetivitas intervensi
2. Pertahankan mobilisasi bagian tirah baring
Rasional : Menghilangkan nyeri dan mencegah kesalahan posisi
tulang.
3. Dorong pasien untuk mendiskusikan masalah sehubungan dengan
cidera
Rasional :Membantu untuk menghilangkan ansietas pasien dapat
merasakan kebutuhan untuk menghilangkan pengalaman
kecelakaan.
4. Dorong menggunakan tekhnik manajemen
Rasional : Memfokuskan kembali perhatian ,meningkatkan rasa
kontrol,dan dapat meningkatkan kemampuan koping dalam
manajemen nyeri
5. Kolaborasi program terapi sesuai indikasi
Rasional : Diberikan untuk menurunkan nyeri dan atau spasme
otot.

2. Gangguan mobilitas berhubungan dengan nyeri pada daerah fragmen


yang berubah.
Tujuan : Dalam waktu 2x24 jam pasien bisa melakukan mobilitas
secara fisik
Kriteria hasil:

21
a. Mempertahankan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang
mungkin.
b. Mempertahankan posisi fungsional
Intervensi:
1. Kaji derajat imobilitas yang dihasilkan oleh cedera dan
perhatikan persepsi pasien terhadap imobilisasi.
Rasional : Pasien mungkin dibatasi oleh pandangan diri/persepsi
diri tentang keterbatasan fisik aktual,memerlukan
informasi/intervensi untuk meningkatkan kemajuan kesehatan.
2. Instruksikan pasien untuk/bantu dalam rentang gerak pasien
/aktif pada ekstremitas yang sakit dan yang tak sakit.
Rasional : Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk
meningkatkan tonus otot ,mempertahankan gerak sendi.

3. Ansietas b.d status kesehatan


Tujuan : dalam waktu 1 x 24 jam tingkat kecemasan pasien berkurang
atau hilang
Kriteria hasil :
a. Pasien menyatakan kecemasan berkurang
b. Pasien mengenal perasaannya
c. Pasien dapat mengidentifikasi penyebab atau factor yang
memengaruhinya
d. Pasien kooperatif terhadap tindakan
e. Wajah pasien tampak rileks
Intervensi :
1. Bantu pasien mengekspresikan perasaan marah, kehilangan,
dan takut
Rasional : Cemas berkelanjutan memberikan dampak pada
perburukan gejala
2. Hindari konfrontasi
Rasional : Konfrontasi dapat meningkatkan rasa marah,
menurunkan kerja sama, dan mungkin memperlambat
penyembuhan
3. Beri lingkungan yang tenang dan suasana penuh istirahat
Rasional : Mengurangi rangsangan eksternal yang tidak perlu

22
4. Beri kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan
ansietasnya
Rasional : Dapat menghilangkan ketegangan terhadap
kekhawatiran yang tidak diekspresikan
5. Berikan privasi untuk pasien dan orang terdekat.
Rasional : Memberi waktu untuk mengekspresikan perasaan,
menghilangkan cemas, dan perilaku adaptasi. Adanya teman dan
keluarga dapat menurunkan perasaan terisolasi.
6. Kolaborasi : Berikan obat anticemas sesuai indikasi
Rasional : Meningkatkan relaksasi dan menurunkan kecemasan.

E. Evaluasi
1. Setelah dilakukan intervensi keperawatan semua
risiko yang mungkin terjadi dapat dihindari.
2. Setelah dilakukan intervensi keperawatan semua
masalah dapat tertangani secara penuh.
3. Setelah dilakukan intervensi keperawatan masalah
dapat tertangani sebagian dna akan dilanjutkan hingga masalah dapat
tertangani secara penuh.
4. Setelah dilakukan intervensi keperawatan pasien
dapat merasakan perubahan dalam keadaan yang lebih nyaman.

3.2 Asuhan Keperawatan Kasus


Kasus
Nn. S usia 17 tahun datang ke RSUA pada tanggal 31 Maret 2015 pukul
08.00 WIB. Nn. S mengeluhkan sejak peristiwa jatuh dari lomba lari
marathon merasa nyeri di daerah pergelangan kaki kanan, setelah itu dibawa
ke tukang urut untuk diobati setelah sembuh tiba – tiba Nn. S mengalami hal

23
yang sama, namun sekarang jauh lebih bengkak dari kejadian sebelumnya.
Hasil pemeriksaan X-ray Nn. S mengalami Ankle Sprain dextra. Pemeriksaan
TTV pasien menunjukkan suhu 36,8 ºC, RR= 25 x/menit, TD = 110/50
mmHg, Nadi : 80 x/menit. Dari hasil laboratorium trombosit pasien 491000/
ul.

A. Pengkajian
1. Identitas:
a. Nama : Nn. S
b. Jenis Kelamin : Perempuan
c. Umur : 17 Tahun
d. Agama : Islam
e. Pendidikan : SMA
f. Pekerjaan : Pelajar dan Atlit lari maraton
g. Alamat : Sidoarjo
h. Tanggal Masuk : 31 Maret 2015
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama:
Klien mengeluh nyeri pada pergelangan kaki kanannya/ angkle dengan
skala nyeri 5 dari ( 0-10)
b. Riwayat penyakit sekarang :
Klien datang ke poli tanggal 31 Maret 2015 dengan keluhan nyeri ± 1,5
tahun yang lalu serta membengkak di kaki kanannya dengan skala nyeri 5
dari (0-10), klien mengeluh nyeri seperti tertekan, nyeri hanya disekitar
area yang bengkak saja, nyeri hilang timbul,. Klien datang bersama adik
dan ibunya . klien mengungkapkan tidak dapat berjalan menggunakan kaki
kanannya, sehingga klien datang menggunakan kursi roda.
c. Riwayat penyakit dahulu :
Sebelum di bawa ke rumah sakit, ± 1,5 tahun lalu klien terjatuh dari lomba
lari maraton, kemudian klien melakukan pengobatan alternatif (tukang
urut) selama itu kaki klien tidak menunjukan kesembuhan,justru terasa
semakin bengkak dan sakit.
d. Riwayat penyakit keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami hal seperti pasien
3. Pemeriksaan fisik
a. Tingkat kesadaran : composmentis
b. Tanda- tanda vital
- Tekanan darah : 110/50 mmhg

24
- Nadi : 80 x / menit
- RR : 25 x/ menit
- Suhu : 36,8 C
c. Review of System
B1 (Breath)
RR : 25x/menit
B2 (Blood)
TD: 110/50 mmHg
B3 (Brain)
GCS : E= 4 V=5 M= 6
B4 (Bladder)
Tidak ada masalah
B5 (Bowel)
Tidak ada masalah
B6 (Bone)
Terdapat pembengkakan di pergelangan kaki kanan di palpasi teraba
nyeri,dan hangat
4. Pemeriksaan Penunjang
X-ray : Ankle Sprain Dextra
5. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Rujukan Satuan
Hematologi
- Darah lengkap
 Hemoglobin
5,9  1 bulan pria: 13,7 – 17,5 , g/dl
wanita : 12,0 – 14,0
 Eritrosit 4,5 – 6,5
 Leukosit
 Trombosit 3,47  1 bulan : 5000-10000 juta/ul
 Hematokrit  150.000 – 450.000
8200
 LED L : 40 – 48 , Pr : 36,42
491000 /ul
 Hitung jenis
L: 0-10, Pr : 0-15
 Basofil 18,2 %
 Eosinofil >120 mm/jam
 Batang 0-1
 Segmen %
 Limfosit 1-3
0 %
 Monosit 2-6
3 %
Masa pendarahan 50-70
0 %

25
Masa pembekuan 48 20-40 %
49 2-8 %
0 1-3 %
3 9-15 Menit\
12

B. Analisa Data

No. Data Etiologi Masalah


keperawatan
1 DS : Nyeri
Klien mengeluh nyeri pada Tekanan /kekerasan
pergelangan kaki kanan langsung

DO :
Klien tampak meringis Kerusakan fragmen
P : nyeri timbul sudah 1,5 tahun tulang,cidera jarin gan lunak
yang lalu
Q : klien mengeluh nyeri seperti Tekanan kapiler otot naik
tertekan
R : nyeri hanya disekitar area Histamin menstimulasi otot
yang membengkak
S : skala nyeri 5 (0-10) Nyeri
T : klien mengeluh nyeri sejak 1,5
tahun yang lalu
2 DS : klien mengungkapkan sulit Pergeseran tulang Gangguan
untuk bergerak bebas mobilitas
Deformitas Fisik
DO : pergerakan terbatas ,klien
menggunakan alat bantu gerak Ekstremitas tidak dapat
(kursi roda) berfungsi dengan baik

Gangguan mobilitas
3 DS : Klien mengungkapkan Kurang pengetahuan tentang Ansietas

26
cemas setiap kali dirinya terlibat penyakit yang diderita

tindakan medis
Cemas dan gelisa

DO : wajah tampak tegang,TD : Ansietas
120/90 N: 78 x /m, R : 20 x/m, S:
36,5 C

C. Diagnosa Keperawatan
d. Nyeri berhubungan dengan kerusakan fragmen tulang,cidera jaringan
lunak
e. Gangguan mobilitas berhubungan dengan nyeri pada daerah fragmen yang
berubah
f. Ansietas berhubungan dengan status kesehatan

D. Intervensi
1. Nyeri b.d kerusakan fragmen tulang ,cidera jaringan lunak.
Tujuan : Dalam waktu 1x24 jam pasien tidak merasa nyeri
Kriteria Hasil :
a. RR 12x/ menit
b. Skala nyeri : 0
c. Klien nampak tenang
d. Klien tidak meringis
Intervensi :
1. Kaji Tingkat nyeri (perhatikan lokasi, karakteristik nyeri
dan kaji tingkat nyeri dengan standar PQRST)
Rasional : Memberikan informasi tentang efetivitas intervensi
2. Pertahankan mobilisasi bagian tirah baring
Rasional : Menghilangkan nyeri dan mencegah kesalahan posisi tulang.
3. Dorong pasien untuk mendiskusikan masalah sehubungan dengan
cidera
Rasional :Membantu untuk menghilangkan ansietas pasien dapat
merasakan kebutuhan untuk menghilangkan pengalaman kecelakaan.
4. Dorong menggunakan tekhnik manajemen
Rasional : Memfokuskan kembali perhatian ,meningkatkan rasa
kontrol,dan dapat meningkatkan kemampuan koping dalam manajemen
nyeri
5. Kolaborasi program terapi sesuai indikasi
Rasional : Diberikan untuk menurunkan nyeri dan atau spasme otot.

27
2. Gangguan mobilitas berhubungan dengan nyeri pada daerah fragmen yang
berubah.
Tujuan : Dalam waktu 2x24 jam pasien bisa melakukan mobilitas secara
fisik
Kriteria hasil:
a. Mempertahankan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin.
b. Mempertahankan posisi fungsional
Intervensi:
1. Kaji derajat imobilitas yang dihasilkan oleh cedera dan
perhatikan persepsi pasien terhadap imobilisasi.
Rasional : Pasien mungkin dibatasi oleh pandangan diri/persepsi diri
tentang keterbatasan fisik aktual,memerlukan informasi/intervensi
untuk meningkatkan kemajuan kesehatan.
2. Instruksikan pasien untuk/bantu dalam rentang gerak pasien
/aktif pada ekstremitas yang sakit dan yang tak sakit.
Rasional : Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk
meningkatkan tonus otot ,mempertahankan gerak sendi.

3. Ansietas b.d status kesehatan


Tujuan : dalam waktu 1 x 24 jam tingkat kecemasan pasien berkurang atau
hilang
Kriteria hasil :
a. Pasien menyatakan kecemasan berkurang
b. Pasien mengenal perasaannya
c. Pasien dapat mengidentifikasi penyebab atau factor yang
memengaruhinya
d. Pasien kooperatif terhadap tindakan
e. Wajah pasien tampak rileks
Intervensi :
1. Bantu pasien mengekspresikan perasaan marah,
kehilangan, dan takut
Rasional : Cemas berkelanjutan memberikan dampak pada perburukan
gejala
2. Hindari konfrontasi

28
Rasional : Konfrontasi dapat meningkatkan rasa marah, menurunkan
kerja sama, dan mungkin memperlambat penyembuhan
3. Beri lingkungan yang tenang dan suasana penuh
istirahat
Rasional : Mengurangi rangsangan eksternal yang tidak perlu
4. Beri kesempatan kepada pasien untuk
mengungkapkan ansietasnya
5. Rasional : Dapat menghilangkan ketegangan
terhadap kekhawatiran yang tidak diekspresikan
6. Berikan privasi untuk pasien dan orang terdekat.
Rasional : Memberi waktu untuk mengekspresikan perasaan,
menghilangkan cemas, dan perilaku adaptasi. Adanya teman dan
keluarga dapat menurunkan perasaan terisolasi.
7. Kolaborasi : Berikan obat anticemas sesuai indikasi
Rasional : Meningkatkan relaksasi dan menurunkan kecemasan.

3.6 Evaluasi
1. Setelah dilakukan intervensi keperawatan semua risiko yang mungkin
terjadi dapat dihindari.
2. Setelah dilakukan intervensi keperawatan semua masalah dapat tertangani
secara penuh.
3. Setelah dilakukan intervensi keperawatan masalah dapat tertangani sebagian
dan akan dilanjutkan hingga masalah dapat tertangani secara penuh.
4. Setelah dilakukan intervensi keperawatan pasien dapat merasakan
perubahan dalam keadaan yang lebih nyaman.

BAB 4

29
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Cedera pergelangan kaki (cedera ankle) terjadi ketika ligamen, yang
mendukung tulang-tulang pergelangan kaki teregang atau robek. Sprain atau
keseleo merupakan keadaan ruptur total atau parsial pada ligamen penyangga
yang mengelilingi sebuah sendi. Biasanya kondisi ini terjadi sesudah gerakan
memuntuir yang tajam. Manifestasi klinis yang umum antara lain nyeri,
pembengkakan, dan gangguan mobilitas akibat rasa nyeri.
Ankle Sprain bisa dipastikan dengan pemeriksaan diagnostik X-ray,
pemeriksaan rontgen, radiologi, dan pemeriksaan lainnya bila diperlukan.
Perawatan pada 48-72 jam pertama pada ankle sprain berdasar pada prinsip
RICE sedangkan hal-hal yang harus dihindari pada saat 48-72 jam pertama
adalah HARM. Diagnosa untuk kasus ini antara lain nyeri, hambatan mobilitas
fisik, dan ansietas.

1.2 Saran
Melalui makalah ini diharapkan mahasiswa keperawatan dapat
memberikan asuhan keperawatan yang tepat dan baik karena telah
mengetahui penyebabnya serta cara penatalaksanaan maupun pengobatan
terhadap klien dengan Ankle Sprain.

Daftar Pustaka

Busconi D. Brian, et all. 2009. Sport Medicine Consult: a problem based


approach to sport medicine for the primary Physician. China : Elsevier.
Frontera R. Walter, et all. 2014. Essentials of physical Medicine and
Rehabilitation 3rd Edition. Canada : Elsevier.

30
Frontera R. Walter, et all. 2008. Essentials of physical Medicine and
Rehabilitation: Musculoskeletal Disorder, Pain and Rehabilitation.
Canada : Elsevier.
Kowalak. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta : EGC
Nyska, Meir & Gideon, Mann. 2002. The Unstable Ankle. Australia: Human
Kinetics.
Sabiston. DC; alih bahasa: Andrianto.P; Editor Ronardy DH. Buku Ajar Bedah.
Jakarta: Penerbit EGC.
Schwartz.SI; Shires.GT; Spencer.FC; alih bahasa: Laniyati; Kartini.A; Wijaya.C;
Komala.S; Ronardy.DH; Editor Chandranata.L; Kumala.P. 2000. Intisari
Prinsip Prinsip Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.
Sumartingingsih, Sri. Volume 2, Edisi 1, Juli 2012. Cedera Keseleo pada
Pergelangan Kaki (Ankle Sprains). Hal 54-58.
Anonymous. 2008. Ankle Sprain. http://www.health.vic.gov.au/edfactsheets/ankle-
sprains.pdf (Diakses tanggal 25 Maret 2015 pukul 21.00 WIB)
Dunkin, M.A., “Sports Injuries” 2004 diakses tanggal 24 Maret 2015; available at
http://www.niams.nih.gov/hi/topics/sports_injuries/sportsinjuries/htm/
Kurniawan, Andi., Ankle Sprain, 2013 diakses tanggal 24 Maret 2015; available at
http://www.ismc.co.id/artikel/2012-09-13-04-05-03/ankle-sprain

31

Anda mungkin juga menyukai