Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH ANALISIS-KUALITATIF

LARUTAN AIR ZAT-ZAT ANORGANIK

Disusun Oleh :
Kelompok 2
Andreas Agung Wicaksono F.16.044
I Ketut Gunawan Kusuma F.16.055
Nadimah Firza F.16.065
Salhah F.16.075

PROGRAM STUDI FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SARI MULIA
BANJARMASIN
2016/2017

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................... i
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ........................................................................................ 3
1.2. Tujuan ..................................................................................................... 4
1.3. Rumusan Masalah ................................................................................... 4
BAB II. ISI
2.1. Elektrolit Kuat Dan Elektrolit Lemah..................................................... 5
2.2. Elektrolisis, Sifat Hantaran Ion Dan Ion-Ion .......................................... 5
2.3. Sifat Larutan Elektrolit ........................................................................... 7
2.4. Teori Disosiasi Elektrolit ........................................................................ 8
2.5. Derajat Disosiasi Elektrolit Kuat Dan Lemah ...................................... 10
2.6. Migrasi Ion , Perhitungan Konduktivitas Dari Mobilitas Ion ............... 16
2.7. Teori Modern Tentang Elektrolit Kuat ................................................. 18
2.8. Kesetimbangan Kimia, Hukum Kegiatan Massa .................................. 21
2.9. Keaktifan dan Koefisien Keaktifan ...................................................... 26
BAB III. PENUTUP
3.1. Kesimpulan ........................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Air telah lama dikenal sebagai pelarut universal. Pengakuan ini disebabkan
oleh keberadaan air yang berlimpah di muka bumi dengan sifat dan
karakteristiknya. Tidak ada pelarut lain yang memiliki fungsi serbaguna sebagai
pelarut dan ketersediaannya yang jumlahnya sama dengan air. Tidak ada juga
penjelasan secara rinci tentang pelarut lain yang membahas berbagai karakteristik
sifat fisika dan kimia selain pelarut air. Hal ini menyebabkan banyaknya alasan
untuk memposisikan air sebagai pelarut yang luar biasa diantara pelarut lain.
Pelarut adalah media untuk proses ionisasi yang memiliki sifat dan itu adalah sifat
dasar dari setiap jenis pelarut. Pelarut berdasarkan jenisnya terbagi menjadi 3
macam yakni pelarut air, pelarut organik, dan pelarut anorganik.
Dari ketiga pelarut tersebut memiliki karakteristik masing-masing. Pelarut
air merupakan pelarut umum yang sering digunakan dalam melarutkan unsur dan
senyawa. Semua senyawa organik merupakan turunan dari golongan senyawa
yang dikenal sebagai hidrokarbon sebab senyawa tersebut terbuat hanya dari
hidrogen dan karbon, pelarut organik umumnya bersifat nonpolar. Bila
dibandingkan dengan senyawa anorganik, karakteristik senyawa anorganik
diantaranya stabil pada stabilitas terhadap panas, titik cair dan titik didihnya relatif
tinggi, mudah larut dalam pelarut polar seperti air, dan kereaktifannya cenderung
cepat (Syukri, 1999).
Sebagian reaksi kimia dan banyak pengukuran sifat zat dikerjakan dalam
suatu pelarut. Pelarut memiliki sifat dan karakteristik tertentu dimana sifat dan
karakteristik pelarut tersebut sangat menentukan keberhasilan ataupun kegagalan
suatu studi. Dalam konsep larutan, pelarut atau zat pelarut merupaka zat yang
jumlahnya lebih banyak dalam suatu larutan. Bagi ahli kimia anorganik, air
merupakan pelarut yang paling penting, namun banyak pelarut lain yang telah
dicoba dan ternyata berguna. Misalnya asetonitril, ammonia, dimetilformamida,
dan lain lain (Wilkinson, 1989)

3
1.2. TUJUAN
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
a. Untuk mengetahui elektrolit kuat dan elektrolit lemah
b. Untuk mengetahui apa itu elektrolisis, sifat hantaran ion
dan ion-ion
c. Untuk mengetahui sifat larutan elektrolit
d. Untuk mengetahui teori disosiasi elektrolit
e. Untuk mengetahui Derajat Disosiasi Elektrolit Kuat Dan
Lemah
f. Untuk mengetahui migrasi ion tak bergantungan,
perhitungan konduktivitas dari mobilitas ion
g. Untuk mengetahui teori modern tentang elektrolit kuat
h. Untuk mengetahui kesetimbangan kimia, hukum kegiatan
massa (hukum aksi massa)
1.3. RUMUSAN MASALAH
a. Apa yang dimaksud dengan elektrolit kuat dan elektrolit
lemah ?
b. Apa itu elektrolisis, bagaimana sifat hantaran ion dan apa itu
ion-ion dan Derajat Disosiasi Elektrolit Kuat Dan Lemah ?
c. Bagaimana sifat dari larutan elektrolit, teori disosiasi
elektrolit dan migrasi ion tak bergantungan, perhitungan
konduktivitas dari mobilitas ion ?
d. Bagaimana teori modern tentang elektrolit kuat, dan
kesetimbangan kimia, hukum kegiatan massa (hukum aksi
massa) ?

4
BAB 2
ISI

2.1. Elektrolit Dan Non-Elektrolit


Analisis anorganik kuantitatif umumnya didasarkan atas pengamatan
reaksi-reaksi kimia yang dilakukan dalam larutan air. Pelarut lain jarang dipakai
kecuali dalam uji-uji atau pengerjaan-pengerjaan khusus. Karena itu amat penting
untuk mengetahui secara umum ciri-ciri khas larutan air zat-zat anorganik.
Suatu larutan adalah hasil yang homogen yang diperoleh bila suatu zat (zat
terlarut) dilarutkan dalam pelarut (air). Zat-zat dapat diklasifikasikan dalam dua
golonganpenting menurut perlakuannya bila arus listrik dialirkan melalui
larutannya. Dalam golongan pertama, adalah zat-zat yang menghantarkan arus
listrik ; larutan sementara itu mengalami perubahan-perubahan kimia. Golongan
kedua terdiri dari atas bahan-bahan yang bila dilarutkan dalam air tak
menghantarkan listrik dan tetap tak berubah. Zat-zat yang pertama dinamakan
elektrolit, dan ini meliputi dengan beberapa kekecualian, semua zat-zat anorganik
(seperti asam, basa dan garam) ; yang kedua, disebut non elektrolit, dan
contohnya adalah bahan-bahan organik seperti gula tebu, manosa, glukosa,
gliserin, etanol, dan urea. Perlu diperhatikan, bahwa suatu zat yang berperilaku
sebagai elektrolit dalam air, misalnya : natrium klorida, mungkin tak
menghasilkan larutan yang menghantarkan listrik dalam pelarut lain seperti eter,
atau heksana. Dalam keadaan lebur, kebanyakan elektrolit akan menghantarkan
listrik (Svehla, 1979).
2.2. Elektrolisis, Sifat Hantaran, Ion-Ion.
Air yang murni kimia, praktis tak menghantarkan listrik, tapi jika seperti
telah disebutkan tadi, asam,basa, atau garam dilarutkan didalamnya, larutan yang
dihasilkan bukan saja menghantarkan arus listrik, melainkan juga ,engalami
perubahan-perubahan kimia. Seluruh proses ini disebut elektrolisis. Gejala yang
terjadi selama elektrolisis, dapat dipelajari dalam sel elektrolisis yang
diperlihatkan dalam Gambar 1.1. Larutan elektrolit ditaruh dalam sebuah bejana,
kedalam mana dua buah penghantar (konduktor) zat penghantar, padat (misalnya
logam), yang disebut elektrode, dicelupkan. Dengan bantuan aki (atau sumber

5
arus listrik searah lainnya), diberi perbedaan potensial antara kedua elektrode itu.
Elektrode dengan muatan negatif dalam sel elektrolisis disebut katode, sedang
yang bermuatan positif dinamakan anode.

Gambar 1.1
Perubahan kimia yang terjadi selama elektrolisis dapat dilihat pada atau
dekat sekitar elektode. Perubahan ini kebanyakan hanyalah berupa penguraian
sederhana. Jika misalnya suatu larutan encer asam klorida dielektrolisis (antara
elektrode-elektrode platinum), gas hidrogen dilepaskan pada katode, dan gas klor
pada anode; konsentrasi asam klorida dalam larutan berkurang.
Mudah diperlihatkan , bahwa elektrolisis selalu disertai dengan
perpindahan bahan dalam suatu sel elektrolisis. Misalnya suatu larutan tembaga
sulfat yang biru dan larutan kalium dikromat yang jingga dicampur dalam
konsentrasi yang ekuimolar, kita memperoleh larutan yang kecoklat-coklatan.
Larutan ini dapat ditruh dalam sel elektrolisis yang berbentuk U dan diatasnya
dituangi lapisan asam sulfat encer yang tak berwarna pada setiap sisi (Gambar
1.2). Jika larutan ini kemudian dielektrolisis, larutan yang tadinya tak berwarna
didekat katode perlahan-lahan menjadi biru, sedang larutan didekat anode menjadi
jingga. Karena warna biru berkaitan dengan tembaga dan warna jingga dengan
dikromat, dapat kita katakan bahwa tembaga bergerak ke arah katode dan
dikromat ke arah anode selama elektrolisis.

6
Gambar 1.2

Karena gerakan semacam ini hanya dapat dicapai semata-mata dengan


elektrolisis, jelaslah bahwa partikel-partikel itu yang bergerak ke arah salah satu
elektrode, haruslah bermuatan, dan muatan ini harus berlawanan dengan muatan
elektrode ke arah mana mereka bergerak. Migrasi (perpindahan) partikel-partikel
demikian adlaah akibat gaya tarik elektrostatik, yang terbit ketik arus dijalankan.
Jadi, partikel-partikel hidrogen atau tembaga, yang bergerak ke arah katode, harus
bermuatan positif, sedang partikel-partikel klor atau dikromat harus bermuatan
negatif. Faraday menamakan partikel- partikel yang bermuatan dalam elektrolit
itu, ion-ion yang bermuatan positif dan negatif masing-masing disebut kation dan
anion. Secara umum dapat dikatakan, bahwa larutan elektrolit tak mengandung
molekul-molekul netral terdispers diantara molekul-molekul pelarut seperti yang
terjadi pada larutan non-elektrolit, tetapi terdiri dari ion-ion. Kation-kation dan
anion-anion terdapat dalam jumlah yang ekuivalen, dan terdispers dengan merata
dalam larutan diantara molekul-molekul pelarut; karena itu bagian-bagian
makroskopik larutan dalam semua kasus bersifat elektrostatis netral.
2.3. Beberapa Sifat Larutan
Secara eksperimen telah ditemukan, bahwa non-elektrolit dalam jumlah-
jumlah yang ekuimolekuler yang dilarutkan dalam pelarut yang sama beratnya,
akan mempunyai tekanan osmosis yang identik, dan mempunyai efek yang sama
terhadap penurunan tekanan uap, penurunan titik beku, dan kenaikan titik didih.
Dapat kita katakan bahwa jumlah partikel-partikel yang sama, yang terdapat
dalam larutan yang sama jumlahnya, akan menunjukkan tekanan osmosis,
penurunan tekanan-uap, penurunan titik beku, atau kenaikan titik didih yang

7
identik. Jadi, dengan mengukur besar-besaran diatas, banyaknya partikel yang
berada dalam larutan dapat ditentukan (Svehla, 1979).
Bila pengukuran-pengukuran demikian dilakukan terhadap elektrolit, akan
diperoleh hasil-hasil yang abnormal. Bila zat-zat seperti natrium klorida atau
magnesium sulfat diselidiki, penurunan titik beku atau kenaikan titik didih adalah
kira-kira dua kali lipat dari yang diperoleh bila dihitung dari massa molekul
relatif. Dengan kalsium klorida atau natrium sulfat hasil yang diperoleh adalah
tiga kali dari yang diharapkan. Mengingat hal yang telah disebut diatas, dapat kita
katakan bahwa jumlah partikel dalam larutan natrium klorida atau magnesium
sulfat adalah dua kali dari jumlah molekulnya; sedangkan dalam hal kalsium
klorida atau natrium sulfat, terdapat tiga partikel untuk setiap molekul.
2.4. Teori Disosiasi Elektrolit
Dalam bagian 2.2 dan 2.3 dua fakta eksperimen yang seakan-akan berdiri
sendiri-sendiri, telah diuraikan. Yaitu bahwa arus listrik dihantarkan oleh migrasi
partikel-partikel bermuatan dalam larutan elektrolit, dan bahwa dalam larutan zat-
zat elektrolit jumlah partikel adalah 2,3... dan sebagainya kali lipat lebih banyak
daripada jumlah molekul yang larut. Untuk menjelaskan fakta-fakta ini, Arrhenius
mengemukakan teorinya tentang disosiasi elektrolit (1887). Menurut teori ini,
molekul-molekul elektrolit, bila dilarutkan dalam air, berdisosiasi menjadi atom-
atom atau gugus-gugus atom yang bermuatan, yang sesungguhnya adalah ion-ion
yang menghantarkan suatu proses dapat balik (reversibel); derajat disosiasinya
berbeda-beda menurut derajat pengenceran. Pada larutan yang sangat encer,
disosiasi praktis sempurna untuk semua elektrolit.
Karena itu disosiasi elektrolit (ionisasi) senyawa-senyawa boleh
dinyatakan dengan persamaan reaksi :

NaCl Na+ + Cl-

MgSO4 Mg2+ + SO42-

CaCl2 Ca2+ + 2Cl-

8
Na2SO4 2Na+ + SO42-

Ion-ion membawa muatan positif atau negatif. Karena larutan adalah


elektris netral, jumlah total muatan-muatan negatif dalam suatu larutan. Jumlah
muatan yang dibawa oleh sebuah ion adalah sama dengan valensi atom atau
radikal itu.
Penjelasan tentang hasil-hasil normal yang diperoleh keyka mengukur
penurunan titik beku atau kenikan titik didih, sangatlah gamblang berdasarkan
teori disosiasi elektrolisis. Dalam hal natrium klorida dan magnesium sulfat, nilai
yang diukur adalah dua kali lebih besar daripada nilai yang dihitung dari massa
molekul relatif, karena kedua zat ini menghasilkan ua ion per molekul ketika
berdisosiasi. Begitu pula, penurunan titik beku atau kenaikan titik didih larutan
kalsium klorida atau natrium sulfat adalah tiga kali lipar lebih besar daripada nilai
yang diperoleh dari larutan non elektrolit ekuimolar, sebab zat-zat ini
menghasilkan tiga ion dari setiap molekul ketika berdisosiasi.
Fenomen elektrolitis juga dapat diterangkan dengan sederhana atas dasar
teori disosiasi elektrolitis. Konduktans (daya hantar) larutan-larutan elektrolit
disebabkan oleh adanya ion (partikel bermuatan) dalam larutan, yang bila arus
listrik dialirkan akan mulai bermigrasi ke arah elektrode yang muatannya
berlawanan, karena gaya-gaya elektrostatik. Dalam hal asam klorida, kta
mempunyai ion-ion hidrogen dan klorida dalam larutan :

HCL H+ + Cl-

Dan jelaslah, bahwa ion hidrogen akan bermigrasi ke arah katode, sedangkan ion-
ion klorida akan bergerak ke arah anode. Dalam larutan, seperti yang telah disebut
tadi, yang mengandung tembaga sulfat dan kalium dikromat terdapat ion-ion
tembaga (II) yang biru dan ion-ion dikromat yang jingg, disamping ion kalium
dan sulfat yang tak berwarna dan karena inilah, ion tembaga (bersama-sama ion
kalium) bergerak menuju katode yang bermuatan negatif, sedangkan ion dikromat
(maupun ion sulfat) bergerakn menuju anode yang bermuatan positif.

9
Ion hidrogen, ketika tiba pada katode, mula-mula mengambil satu elektron
untuk membentuk sebuah atom hidrogen yang netral :
H+ + e- H
Pasangan-pasangan atom hidrogen lalu membentuk molekul-molekul hidrogen,
yang dilepaskan dalam bentuk gas hidrogen :
2H H2 (g)
Diatas anode, ion klorida melepaskan elektron, dengan membentuk atom klor :
Cl- Cl + e-
Yang juga akan membentuk molekul klor :
2Cl Cl2 (g)
Dan dilepaskan dalam bentuk gas klor. Elektron tersebut diambil oleh anode, dan
mengalir melalui rangkaian listrik ke katode, dimana mereka lalu diambil oleh
ion-ion hidrogen. Fenomena elektrolisis tak selalu begitu sederhana seperti halnya
pada larutan klorida yang dibahas tadi, tetapi benarlah, bahwa senantiasa elektron-
elektron diambil oleh ion-ion pada katode, dan elektron-elektron dilepaskan oleh
ion-ion pada anode. Tidak perlu selalu kation atau anio dari zat terlarut, yang
bereaksi pada elektrode, meskipun ion-ion inilah yang membawa arus listrik
dengan jalan migrasi.
2.5. Derajat Disosiasi Elektrolit Kuat Dan Lemah
Ketika membahas teori disosiasi elektrolit, telah dikatakan bahwa proses
ini adalah suatu proses dapat balik (reversibel), dan ejauh mana disosiasi ini
terjadi, tergantung dari konsentrasi (dan juga dari lain-lain sifatt fisika, seperti
suhu). Derajat disosisasi (ɑ) adalah sama dengan fraksi molekul yang benar-benar
berdisosiasi.
Jumlah molekul-molekul yang berdisosiasi
ɑ =
Jumlah total molekul-molekul
Nilai ɑ berubah-ubah antara 0 dan 1. Jika ɑ = 0, berarti tak terjadi disosiasi,
sedangkan jika ɑ = 1, disosiasi adalah sempurna.
Derajat disosiasi dapat ditentukan dengan berbagai metode eksperimen,
beku, dan teknik-teknik krioskopik didasarkan atas pengukuran penurunan titik
beku, dan teknik-teknik ebulioskopik atas kenaikan titik didih. Seperti telah

10
disebut tadi, nilai-nilai ini yang diperoleh dari eksperimen, ternyata lebih tinggi
daripada nilai-nilai yang didapat secara teoritis. Rasio dari nilai-nilai ini
(pengamatan)
= i
(teoritis)
sangat erat hubungannya dengan banyaknya partikel yang ada dalam larutan. Nilai
i (disebut koefisien van’t Hoff) menyatakan jumlah rata-rata partikel-partikel yang
terbentuk dari satu molekul ; karena ini adalah jumlah rata-rata, i bukanlah
bilangan bulat. Ia selalu lebih besar dari satu. Bilangan ini dapat dengan mudah
dihubungkan dengan derajat disosiasi. Mari kita tinjau suatu elektrolit, yang bila
berdisosiasi menghasilkan n ion per molekul. Jika 1 mol elektrolit ini dilarutkan,
dan derajat disosiasiny adalah α, kita dapat hitung jumlah total partikel (ion
beserta molekul yang tak berdisosiasi) sebagai berikut : jumlah ion (per molekul)
adalah nα, sedangkan jumlah molekul yang tak berdisosiasi adalah 1- α. Jumlah
darri keduanya adalah sama dengan i, yaitu koefisien van’t Hoff:

i = n α + 1 – α = 1 + (n – 1) α

dari mana derajat disosiasi dapat dinyatakan sebagai :

𝑖−1
α = 𝑛−1

Suatu metode yang penting untuk menentukan derajat disosiasi,


didasarkan atas pengukuran kondukttivitas elektrolit tersebut (metode
konduktivitas). Metode ini berkaitan dengan fakta, bahwa arus listrik dibawa oleh
ion-ion yang terdapat dalam larutan; jumlah relatif ion-ion ini, yang sangat erat
kaitannya dengan derajat disosiasi, akan menentukan konduktivitas larutan itu,
konduktivitas sendiri adalah suatu besaran yang diturunkan, karena ia tak dapat
diukur langsung. Untuk menentukan konduktivitas, kita harus mengukur resistan
spesifik (resistivitas) dari larutan itu. Ini dapat dilakukan dengan memasukkan
larutan kedalam sebuah sel berbentuk kubus dengan sisi1cm, yang dua dari
bidangnya yang paralel terbuat dari zat penghantar (konduktor) (platinum). Sel ini
selalu dihubungkan sebagai resistensi yang tak diketahui dalam suatu rangkaian
Jembatan-Wheatstone, yang diberi aliran arus bolak-balik yang simetris sempurna
(sinusoid) pada tegangan rendah. Arus searah akan menimbulkan perubahan-

11
perubahan dalam konsentrasi larutan karena elektrolisis. Resistans spesifik
(tahanan spesifik), ρ dinyatakan dalam satuan Ω cm. Kebalikan dari resistensi
spesifik, dinamakan konduktans spesifik (daya hantar spesifik) atau konduktivitas,
k, dan dinyatakan dalam satuan Ω-1 cm-1 . untuk larutan elektrolit, biasanya kita
menyatakan besaran yang disebut kondukttivitas molar, Λ . ini adalah konduktans
larutan yang mengandung 1 mol zat terlarut antara dua elektrode yang besarnya
tak terhingga, dan berjarak 1cm satu sama lain.

𝑘
Λ = kV =
𝑐

Dimana V adalah volume larutan dalam cm3 (ml), yang mengandung 1 mol zat
terlarut, c adalah konsentrasi dalam mol cm-3 . konduktivitas molar dinyatakan
dalam satuan cm2 Ω-1mol-1.

Dalam abad yang lalu, Kohlrausch menemukan, bahwa konduktivitas molar


larutan elektrolit bertambah bila diencerkan, dan mencapai suatu nilai batas pada
larutan yang sangat encer. Kenaikan konduktivitas molar sesuai dengan teori
Arrhenius, diakibatkan oleh kenaikan derajat disosiasi; nilai batas itu sesuai
dengan disosiasi yang sempurna. Nilai batas konduktivitas molar dinyatakan
disini dengan Λ0 (notasi Λ∞ juga dipakai); sedangkan nilai konduktivitas pada
konsentrasi c dinyatakan dengan Λc . Derajat disosiasi dapat dinyatakan sebagai
rasio dari kedua konduktivitas molar ini;

Λc
α= Λ0

untuk konsentrasi elektrolit tersebut (c).

Perbedaan dalam kkonduktivitas molar dengan berubahnya konsentrasi


untuk sejumlah elektrolit nampak dalam Tabel I.1. karena konduktans larutan
berbeda-beda menurut suhu (pada suhu yang lebih tinggi, konduktans menjadi
lebih tinggi), suhu pada mana konduktans ini diukur harus dinyatakan. Nilai-nilai
yang tertera pada Tabel I.1 diukur pada 250C. Dari tabel ini dapat terlihat bahwa
sementara untuk kebanyakan elektrolit dalam tabel, perubahan konduktivitas

12
molar beberapa larutan pada perubahan konsentrasi adalah kecil, dalam hal asam
asetat terdapat ketergantungan yang kuat pada konsentrasi.

Tabel I.1 konduktivitas molar elektrolit pada 250C dalam satuan cm2Ω-1mol-1

Konsentrasi Elektrolit

Mol ℓ-1 KCl NaCl HCl NaOH KOH CH3COONa CH3COOH

→0(=Λ0) 150,1 126,2 423,7 260,9 283,9 91,3 388,6

0,0001 149,2 125,3 − − − − −

0,0002 − − − − − − 104,0

0,0005 148,3 124,3 422,2 246,5 270,1 89,4 64,5

0,001 147,5 123,5 421,1 244,7 268,2 88,7 48,7

0,002 146,5 122,2 419,2 242,5 266,2 87,7 35,2

0,005 144,2 119,8 414,9 238,8 262,1 85,7 22,8

0,01 141,6 117,8 410,5 234,5 258,9 83,7 16,2

Golongan pertama yang terdiri dari asam-asam kuat, basa-basa kuat dan garam-
garam (termasuk garam-garam dari asam lemah dan basa lemah), dinamakan
elektrolit kuat, (zat-zat ini berdisosiasi hampir sempurna, bahkan pada derajat
pengenceran yang relatif rendah seperti dalam larutan-larutan 0,01M), dan hanya
ada sedikit perbedaan dalam derajat disosiasi pada pengenceran lebih lanjut.
Elektrolit lemah (asam lemah dan basa lemah) mulai berdisosiasi hanya pada
konsentrasi yang sangat rendah dan perbedaan-perbedaan dalam derajat disosiasi
sangatlah besar pada daerah konsentrasi yang lebih rendah ini.

Kedua metode ini, teknik krioskopik dan ebulioskopik disatu pihak dan
metode konduktivitas dilain pihak, menghasilkan nilai-nilai derajat disosiasi yang
menyolok sekali miripnya, meskipun prinsip-prinsip yang dipakai dalam kedua
jenis pengukuran itu berbeda banyak. Beberapa hasil yang representatif
diperlihatkan dalam Tabel I.2. dapat dilihat bahwa, kedua hasil, terutama cocok
sekali pada larutan encer dari elektrolit-elektrolit biner (KCl). Makin pekat

13
larutan, makin besar perbedaannya. Tabel I.3 menunjukkan derajat disosiasi
sejumlah elektrolit dalam konsentrasi 0,1M. Dari nilai-nilai ini kita dapat dengan
mudah menetapkan apakah suatu zat tertentu adalah elektrolit kuat atau lemah.

Tabel I.2 Derajat disosiasi elektrolit, dihitung dari pengukuran-pengukuran


titik beku dan konduktivitas

Zat Konsentrasi α dari titik- α dari Jumlah ion


mol ℓ-1 beku konduktivitas untuk satu
molekul, n

KCl 0,01 0,946 0,943 2

0,02 0,915 0,924

0,05 0,890 0,891

0,10 0,862 0,864

BaCl2 0,001 0,949 0,959 3

0,01 0,903 0,886

0,10 0,798 0,754

K2SO4 0,001 0,939 0,957 3

0,01 0,887 0,873

0,10 0,748 0,716

K3[Fe(CN)6] 0,001 0,946 0,930 4

0,01 0,865 0,822

0,10 0,715 −

Tabel I.3 Derajat disosiasi dari elektrolit dalam larutan 0,1M

Asam

Klorida (H+, Cl-) 0,92

Nitrat (H+, NO-3) 0,92

Sulfat (H+, HSO4-) 0,61

14
Fosfat (H+, H2PO4-) 0,28

Fluorida (H+, F-) 0,085

Asetat (H+, CH3COO-) 0,013

Sulfida (H+, HS-) 0,0007

Sianida (H+, CN-) 0,0001

Borat (H+, H2BO3-) 0,0001

Garam

Kalium klorida (K+, Cl-) 0,86

Natrium klorida (Na+, Cl-) 0,86

Kalium nitrat (K+, NO3-) 0,82

Perak nitrat (Ag+, NO3-) 0,82

Natrium asetat (Na+, CH3COO-) 0,80

Barium klorida (Ba2+, 2Cl-) 0,75

Kalium sulfat (2K+, SO42-) 0,73

Natrium karbonat (2Na+, CO32-) 0,70

Zink sulfat (Zn2+, SO42-) 0,40

Tembaga sulfat (Cu2+, SO42-) 0,39

Merkurium klorida (Hg2+, 2Cl-) <0,01

Merkurium sianida (Hg2+, 2CN-) Sangat kecil

Basa

Natrium hidroksida (Na+, OH-) 0,91

Kalium hidroksida (K+, OH-) 0,91

Barium hidroksida (Ba2+, 2OH-) 0,81

Amonia (NH4+, OH-) 0,013

15
2.6. Migrasi Ion Tak Bergantungan, Perhitungan Konduktivitas Dari
Mobilitas Ion.

Untuk elektrolit kuat, nilai batas dari konduktivitas molar, Λ0, dapat
ditentukan dengan meneruskan pengukuran-pengukuran sampai konsentrasi-
konsentrasi rendah dan lalu meng-ekstrapolasi grafik antara konduktivitas
terhadap konsentrasi, sampai ke konsentrasi nol. Untuk elektrolit lemah, seperti
asam asetat dan amonia, metode ini tak dapat digunakan, karena disosiasinya
adalah jauh dari sempurna pada konsentrasi terendah yang dapat diukur dengan
baik (~10-14 M). Namun, konduktans batas ini bisa juga dihitung atas dasar hukum
migrasi tak bergantungan (independen) dari ion.
Sebagai hasil penelitian yang lama dan seksama atas konduktans larutan-
larutan garam sampai pada konsentrasi-konsentrasi yang rendah, Kohlrausch
menemukan bahwa perbedaan dalam konduktivitas molar pasangan-pasangan
garam, yang mengandung anion-anion yang serupa, dan kedua macam kationnya
selalu sama, adalah konstan dan tak bergantung pada sifat anionnya. Ia
menemukan misalnya, bahwa perbedaan-perbedaan dari konduktivitas molar batas
(diukur pada 180C dalam satuan cm2Ω-1 mol-1) yang berikut
Λ0 (KCl) - Λ0 (NaCl) = 130,1 – 109,0 = 21,1
Λ0 (KNO3) - Λ0 (NaNO3) =126,3 – 105,3 =21,0
Hampir selalu sama. Dari hasil-hasil ini dan hasil-hasil yangserupa, Kohlrausch
menarik kesimpulan bahwa konduktivitas molar suatu elektrolit merupakan
jumlah dari konduktivitas masing-masing ion komponennya. Secara matematis ini
dapat dinyatakan sebagai
Λ0 = 𝜆 0 + + 𝜆 0-
+ -
Dimana 𝜆 0 dan 𝜆 0 adalah konduktivitas molar batas atau mobilitas batas dari
masing-masing kation dan anion. Mobilitas ion dihitung dari nilai Λ0 dengan
bantuan bilangan-bilangan transfer. Bilangan-bilangan ini menunjukkan arus yang
dibawa oleh masing-masing kation dan anion, dan dapat ditentukan dengan
eksperimen dari perbedaan konsentrasi elektrolit-elektrolit antara bagian larutan
terbesar (bulk) dan bagian-bagian larutan yang berdekatan dengan katode dan
anode. Jadi, sebagai contoh, bilangan trannsfer klorida dalam larutan kalium
klorida ditemukan adalah 0,503, sedang untuk kaliumadlah 0,497 (jumlah

16
biilangan-bilangan transferuntuk satu elektrolit tertentu, menurut definisi, adalah
sama dengan satu). Nilai batas konduktivitas molar dari larutan kalium klorida
(pada 180C) adalah 130,1 cm2 Ω-1 mol-1. Maka mobilitas ion adalah
𝜆 0+ (K+) =0,497 x 130,1 = 64,6 cm2 Ω-1 mol-1
dan mobilitas ion klorida adalah
𝜆 0- (Cl-) = 0,503 x 130,1 =65,5 cm2 Ω-1 mol-1
Tabel I.4 Mobilitas ion batas pada 180C dan 250C dalam satuan cm2 Ω-1 mol-1
180C 250C
H+ 317,0 OH- 174,0 H+ 348,0 OH- 210,8
Na+ 43,5 Cl- 65,5 Na+ 49,8 Cl- 76,4
K+ 64,6 NO3- 61,8 K+ 73,4 IO- 42,0
Ag+ 54,4 Br- 67,7 Ag+ 61,9 CH3COO- 40,6
½ Ca2+ 52,2 I- 66,1
½ Sr2+ 51,7 F- 46,8
½ Ba2+ 55,0 ClO3- 55,0
½ Pb2+ 61,6 IO3- 34,0
½ Cd2+ 46,5 CH3COO- 32,5
½ Zn2+ 46,0 ½ SO42- 68,3
½ Cu2+ 45,9 ½ (COO)22- 61,1

Sejumlah mobilitas ion pilihan pada 180C dan 250C dipaparkan dalam tabel I.4.
tabel ini boleh digunakan untuk menghitung batas konduktivitas molarsetiap
elektrolit yang terdiri dari ion-ion yang terdapat dalam daftar. Jadi, untuk asam
asetat pada 250C

Λ0 (CH3COOH) = 𝜆 0+ (H+) + 𝜆 0- (CH3COO-)


= 348,0 + 40,6
= 388,6 cm2 Ω-1 mol-1

Derajat disosiasidapat dihitung dari hubungan

Λc
α= Λ0

17
dengan Λc adalah konduktivitas molar pada konsentrasi c; ini bisa diukur secara
eksperimen.

2.7. Teori Modern Tentang Elektrolit Kuat


Teori ini disosiasi elektrolit dapat dipakai untuk menerangkan banyak
fenomena yang penting dalam analisis kualitatif anorganik. Teori ini,
sebagaimana dikemukakan oleh Arrhenius, dapat diterapkan tanpa banyak
perubahan, sejauh menyangkut Elektrolit-elektrolit lemah. Tetapi, dengan
munculnya bukti bukti lebih lanjut-terutama tentang struktur bahan dalam wujud
padat teori ini makin lama makin kurang memadai untuk elektrolit kuat. Telah
menjadi jelas, bahwa zat-zat yang diklasifikasikan sebagai elektrolit kuat, terdiri
dari ion ion, bahkan dalam bentuk padatnya (bentuk Kristal). Misalnya dalam
sebuah keristal natrium klorida, tak terdapat sama sekali molekul natrium klrida,
(molekul demikian berada hanya dalam uap natrium klorida). Kristal itu dibangun
dari ion-ion natrium dan klorida, yang tersusun dalam suatu kisi terbentuk kubus,
dimana satu ion natrium selalu dikelilingi oleh enam ion klorida, dan sebaliknya
(Lihat gambar,1,4a). karena ion ion sudah ada disana didealam wujud padatnya,
maka tidaklah tepat untuk menganggap bahwa ketika melarut, ‘melekul-molekul’
berdisosiasi menjadi ion ion. Melarutnya suatu Kristal ionic dalam air adalah
suatu proses fisika (Svehla, 1979).
Telah dibuktuikan bahwa dalam molekul air, keduia atom hydrogen dan
atom oksigen tersusun dalam sebuah segitiga dengan jarak 0,0958 nm antara
pusat-pusat atom hydrogen dan oksigen, dan dengan sudut 106º antara arah kedua
atom hydrogen itu (lihat gambar, I.4b). karena susunan ini, sisi molekul air yang
mengandung atom-atopm hydrogen, menjadi elektrostatik positif, sedangkan
ujung yang berseberangan, dimana atom oksigen berada, menjadi negative. Maka,
molekul air mempunyai sifat dipol atau dwikutub. Bila suatu Kristal ionic
ditaruh dalam air, dipol-dipol ini akan mengarahkan diri sekitar ion-ion yang
berada dilapisan luar dari kisi. Gaya elektrostatik cendrung untuk menarik ion-ion
ini keluar dari Kristal ( lihat gamb. I.4c). bila sebuah ion sudah tertarik keluar dari
kisi, suatu selubung bulat simetris yang terdiri dari molekul-molekul air akan
mengarahkan diri disekitarnya, dan seluruh ion yang terhidrasi bersama bulatan
selubung molekul-molekul airnya yang simetris akan tertarik pergi dari Kristal

18
oleh gerakan termal. Jadi, sebuah ion akan baru terbuka terhadap aksi dari
molekul-molekul air, lambat laun seluruh Kristal akan melarut. Karena itu, dapat
dikatakan bahwa dalam larutan suatu elektrolit kuat, hanya ada ion-ion
(terhidrasi); dengan perkataan lain, ‘disosiasi’ adalah sempurna.
Bila kita menerima model ini untuk melarutnya elektrolit kuat, masalah masalah
lebih lanjut harus kita hadapi. Sebagaimana telah dikatakan dalam bagian-
bagianhj terdahulu, teori eleoktrolit disosiasi sangat cocok dengan fakta bahwa
konduktivitas molar dari elektrolit-elektrolit kuat sangat bergantunmg pada
konsentrasi, pada konsentrasi-konsentrasi yang tinggi (lihat gamb. 1.3). fakta ini
tampaknya tak cocok dengan teori yang diuraikan diatas. Karena jumlah ion
adalah konstan jika sejumlah tertentu elektrolit dilarutkan, tak peduli
konsentrasinya, kita akan mengharapokan bahwa konduktivitas molar dari
larutan-larutan semacam itu akan konstan. Barulah pada tahun 1923, Debye and
Huckel, (diikuti oleh osager dalkam tahun 1925) mencoba untuk menafsirkan
fenomena ini dengan teori tarik-menarik antar ion. Teori ini telahg diperdalam
secara kuantitatif dan mendorong timbulnya penemuan-penemuan penting dalam
ilmu kiumia larutan.
Teori Debye- Huckel-Onsager menerima fakta, bahwa dalkam larutan
elektrolit kuat, ionisasasi adalah sempurna. Dalam keadaan diam, yaitu bila
electrode-elektrode tak diberi perbedaan potensi listrik, setiap ion dikelilingi oleh
‘atmosfer’ simetris dari ion-ion yang muatannya berlawanan dengannya.,
Bila diberi beda potensial, ion-ion mulai bermigrasi ke arah elektrode yang
bermuatan berlawanan, karena gaya elektrostatik. Namun, migrasi sebuah ion
sendiri-sendiri, adalah jauh dari bebas hambatan. Menurut teori ini, ada dua
penyebab yang jelas berbeda, yang mengakibatkan hambatan ion-ion ini. Yang
pertama adalah efek elektroforesis, yang berasal dari fakta, bahwa ion yang
bersangkut harus bergerak melawan arus dari ion-ion yang muatannya berlawanan
dengannya, yang sedang bergerak menuju ke arah electrode lainnya. seperti telah
disebutkan, ion-ion ini membawa serta lainnya. sejumlah besar molekul air (atau
pelarut) yang meliputinya, dan gesekan antara ion-ion yang terhidrasi
(tersolvatasi) ini, menghambat migrasi mereka. makin tinggi konsentrasi, makin
dekat ion-ion ini satu sama lain, dan makin kentara efek ini. Yang kedua, efek

19
asimetrl (relaksasi), adalah akibat dari rusaknya atmosfer simetris yang terdiri dari
ion-ion yang muatannya berlawanan, sekeliling ion yang bersangkutan. Segera
setelah ion ini bergerak ke arah elektrode yang sesuai, ia meninggalkan pusat
(dari) bulatan atmosfer-ion-nya, dengan meninggalkan di belakangnya lebih
banyak ion yang berasal dari selubung bulat yang semula. Untuk sesaat
sedikitnya, terbitla suatu distribusi, ion yang tak simetri, sehingga ion yang
‘’tertinggal dibelakang” akan menarik ion yang bersangkutan dengan gaya
elektrostatik. Karena gaya ini arahnya tepat berlawanan dengan pergerakan ion,
migrasi ion itu diperlambat. Makin pekat konsentrasi larutan, efek ini akan makin
kentara. Jika rangkaianj listrik ini diputuskan, akan memakan sedikit waktu untuk
susunan ion menjadi simetris lagi (dengan kata lain, untuknya rampungnya
relaksasi) dan waktu ini, yang disebut waktu waktu relaksasi, dapat dinyatakan
secara matematik sebagai fungsi dari parameter-parameter terukur dari larutan.
Waktu relaksasi berbanding terbalik dengan konsentrasi.
Karena itu poerubahan konduktivitas dengan pengenceran bukanlah
diakibatkan oleh perubahan dalam derajad disosiasi, seperti yang dikemukakan
oleh arhenius, tetapi noleh perubahan-perubahan gaya-gaya antar ion yang
diuraikan diatas. Konduktivitas molar, pada konsentrasi c, dapat dinyatakan
dengan persamaan 9yang disederhanakan):
Ac = A0 – (A + BA0) Vc
Dengan A0 adalah nilai batas dari konduktivitas pada konsentreasi nol. A dan B
adalah bilangan konstan (untuk ion tertentu dalam pelarut tertentu pada suhu
tertentu) dan masing masing berhubungan dengan efek asimetris dan
elektroforetik. Faedah-faedah yang besar dari teori Debye-Huckel-Onsager
dengan parameter parameter larutan yang terukur, dan dengan beberapa
konstanmta alam, dan bahwa konduktivitas yang dihitung dari persamaan ini,
sangat cocok dengan nilai-nilai darieksperimen, terutama bila konsentrasi tidak
terlalu tinggi.
Rasio Ac / A0 dalam teori modern tentang elektrolit kuat, yang didasarkan
atas ioniosasi sempurna, tak lagi memberi derajat disosiasi α untuk suatu eletrolit
kuat ( yang mana α seharusnya sama dengan satu) maka lebih tepat untuk
menyebutnya koefisien konduktivitas atau rasio konduktans. Memang rasio ini

20
memberi pendekatan derajat disosiasi untuk elektrolit lemah, tertapiu bahkan
disinipun ada gaya-gaya antar ion yang mengurangi konduktivitas, dan ini boleh
dikoreksi dengan bantuan teori Debye-Huckel-Onsager.

2.8.. Kesetimbangan Kimia; Hukum Kegiatan Massa (Hukum Aksi Massa)


Salah satu fakta yang paling penting tentang reaksi kimia adalah semua
reaksi kimia adalah reveersibel (dapat balik). Bilamana suatu kimia dimulai, hasil-
hasil reaksi kimia mulai menimbun, dan seterusnya akan bereaksi satu sama lain
memulai suatu reaksi yang kebalikannya. Setelah beberapa lama, tercapailah
kesetimbangan dunamis; yakni jumlah molekul (atau ion) dari stiap zat yang
teruarai, sama banyaknya dengan jumlah yang terbentuk dalam satu satuan waktu.
Dalam beberapa hal, kesetimbangan ini terletak hampir sama sekali berada
dipihak pembentukan suatu atau beberapa zat, maka reaksi itu Nampak seakan-
akan berlangsung sampai selesai. Dalam hal-hal lainnya, mungkin pembuat
eksperimen-lah yang harus berusaha untuk menciptakan kondisi-kondisi pada
reaksi yang seyogyanya akan mencapai kesetimbangan, dapat menjadi selesai.
Inilah yang sering terjadi dalam analisis kualitatif.
Kondisi-kondisi kesetimbangan kimia dapat paling mudah diturunkan dari
hokum kegiatan massa * (hokum aksi massa). Hokum ini mula-mula dinyatakan
oleh Gulberg dan Waage pada tahun 1867 dalam bentuk berikut : kecepatan suatui
reaksi kimia pada suhu konstan adalah sebanding dengan hasil kali konsentrasi
zat-zat yang bereaksi. Berikut tinjauan suatui reaksi reversible yang sederhana
pada suhu tetap:
A+B↔C+D
Kecepatan yang mana A dan B bereaksi, adalah sebanding dengan konsentrasi
mereka, atau
V1 = k1 x [A] X [B]
Dimana k1 adalah tetapan yang disebut, tetapan laju, dan kurung siku menunjukan
konsentrasi molar zat yang ada didalam kurung. Sama halnya, kecepatan dengan
mana proses kebalikannya berlangsung dinyatakan oleh
V2 = k2 x [C] x [D]

21
Pada keadaaan setimbang, kecepatan reaksi yang balik dan yang maju, adalah
sama (kesetimbangan ini adalah kesetimbangan dinamis, dan bukan
kesetimbangan statis), dank arena itu
v1 = v2 atau k1 x [A] x [B] = k2 x [C] x [D]
Dengan mengubah-ubah persamaan, diperoleh
Perlu ditekankan disini, bahwa kondisi kesetimbangan kimia dapat
diturunkan dan dijelaskan dengan sangat tepat berdasarkan gtermodinbamika,
yaitu tanpa melibatkan laju reaksi sama sekali. Buku-buku teks kimia fisika sudah
akan memuat penafsiran secara termodinamika (physical chemistry, ed. Ke-4;
longman 1966, hal. 167 dst.).
[𝐶] 𝑥 [𝐷] 𝑘1
= =𝐾
[𝐷]𝑥 [𝐵] 𝑘2
K adalah tetapan kesetimbangan dari reaksi. Nilainya tak bergantung pada
konsentrasi-konsentrasi zat yang terlibat, tetapi berubah sedikit dengan suhu dan
tekanan.
Rumus ini dapat dibuat lebih umum, untuk reaksio-reaksi yang lebih
kompleks. Untuk suatu reaksi yang dinyatakan oleh persamaan
vAA + vBB + VcC + … ↔ VLL + VmM + VNN
dimana VA VB dan sebagainya adalah bilangan-bilangan stoikiometri dari reaksi
itu, konstanta kesetimbangan dapat dinyartakan sebagai :

Dengan kata-kata dapat dinyatakan : bila kesetimbangan tercapai dalam suatu


reaksi reversible pada suhu dan tekanan konstan, hasil kali konsentrasi molekuler
dari hasi-hasil reaksi (zat-zat pada ruas kanan persamaan), dibagi dengan hjasil
kali konsentrasi-konsentrasi molekuler dari pereaksi (reaktan,; zat-zat pada ruas
kiri persamaan), dengan setiap konsentrasi dipangkatykan dengan jumlah spasi-
spasi zat yang mengambil bagian dalam reaksi itu, aadalah konstan.

22
Perumusan untuk tetapan kesetimbangan yang diberikan diatas, memberi
kita petunjuk tentang masalah yang sering kita jumpai dalam analisis kualitatif;
apa yang harus dilakukan untuk membuat suatu reaksi berjalan selesai, dengan
kata lain, untuk menggeser kesetimbangan kimia kea rah yang dikehendaki. Untuk
meneliti masalah ini, mari kita tinjau reaksi ion arsenat dengan iodidida. Jika
larutan-larutan natrium arsenat, kalium iodide dan asam klorida dicampur larutan
akan berubah menjadi warna kuning Atau coklat, karena terbentuknya iod. Reaksi
berlangsung antara berbagai ion yang terdapat, dengan terbentuyk ion arsenit dan
air bersamaan, dan dapat dinyatakan dengan persamaaan
AsO43- + 2I- + 2H+ ↔ AsO33- + I2 + H2O
Ion natrium, kalium dan klorida, yang ditambahkan bersama-sama pereaksi, tak
ikut ambil bagian dalam reaksi, tak dimasukan dalam persamaan. Reaklsi ini
reversible dan menuju suatu kesetimbangan. Dengan menerapkan hokum kegiatan
massa, dapat kita nyatakan tetapan kesetimbangan reaksi, sebagai bertikut;

Misalkan kita ingin mereduksi semua arsenat menjadi arsenit, yaitu kita
ingin menggeser kesetrimbangan kea rah sisi kanan reaksi. Kita dapat lakukan ini
melalui beberapa cara. Jika misalnya kita tambahkan lebih banyak asam klorida
pada larutan, dapat kita lihat bahwa warna coklat kuning menjadi semakin tua,
berarti lebih banyak iod yang terbentuk. Penjelasan tentang ini mudah terlihat dari
rumus untuk tetapan kesetimbangan. Ketika menambahkan asam klorida, kita
memperbear konsentrasi ion hydrogen dari larutan; Jadi memperbesar penyebut
dalam rumus untuk tetapan kesetimbangan. Tetapan kesetimbangaan harus tetap
konstan, dan karen itu pembilang pada sebuah rumus harus bertambah besar pula.
Ini hanya bisa dicapai, dengan memperbesar masing-masing konsentrasi dalam
pembilang, yang berarti lebih banyak arsenit iod dan air mesti dibentuk.

23
seterusnya ini berarti bahwa kesetimbangan telah bergeser ke arah sisi kanan.
Yang sama akan terjadi jika kita tambahkan lebih banyak kalium icdida kepada
larutan, tetapi ada cara-cara lain untuk mencapai tujuan yang sama misalnya kita
bisa mengeluarkan iod yang terbentuk selama reaksi dengan penguapan atau
dengan ekstraksi dalam pelarut yang tak bercampur dengan air. Dalam hal ini
pembilang dari rumus berkurang dan untuk menjaga agar K konsta penyebab juga
harus berkurang. Ini lagi-lagi berarti lebih banyak peraksi pereaksi habis (dan
banyak produk terbentuk). Umumnya dapat dikatakan bahwa kesetimbangan
kimia pada suhu dan tekanan konstan dapat digeser ke arah pembentukan hasil
reaksi entah dengan menambahkan lebih banyak pereaksi atau dengan
mengeluarkan salah satu hasil reaksi dari sistem kesetimbangan yang homogen.
Dalam kaitan reaksi reaksi yang dipakai dalam analisis kualitatif ini berarti
menambahkan perekasi perekasi dengan berlebihan atau mengeluarkan hasil hasil
reaksi dari fase larutan dengan beberapa cara seperti pengendapan, penguapan,
dan ekstraksi.
Dari argumentasi di atas, berarti pula, bahwa tindakan-tindakan yang
berlawanan, akan menggeser reaksi ke arah yang sebaliknya. Jadi, misalnya
dengan menambahkan lebih Iod pada sistem yang setimbang atau menghilangkan
sebagian ion hidrogen dengan suatu bafer atau melenguarkan ion ion iodida
dengan mengendapkannya dengan timbel nitrat sebagai timbel iodida, akan
menggeser kesetimbangan ke arah pembentukan arsenat.
Suatu cara yang berbeda untuk menggeser kesetimbangan ke salah satu
arah adalah berdasarkan fakta bahwa tetapan kesetimbangan tergantung pada
suhu, dan sedikitnya dalam beberapa hal, pada tekanan. Pemanasan sering
dilakukan saat mengerjakan analisis kualitatif, meskipun terutama lebih untuk
mempercepat reaksi yaitu untuk mempengaruhi kinetic keseimbangan untuk
mempengaruhi kondisi kondisi kesetimbangan. Dalam beberapa hal,
mendinginkan sampai suhu-suhu rendah dapat mencapai tujuan yang sama.
Sebagai contoh, tetapan kesetimbangan reaksi

24
berubah dengan suhu sedemikian sehingga pada suhu yang lebih rendah
membentuk timbel iodida lebih diuntungkan. Jadi, jika kita ingin mengendapkan
iodida secara kuantitatif dengan timbal, selain menambahkan perekasi ini dengan
berlebihan kita harus mengerjakan reaksi dalam keadaan dingin. Kesetimbangan
reaksi dalam larutan, di mana salah satu pereaksi atau hasil reaksi berupa gas,
dapat dipengaruhi dengan mengubah ubah tekanan di atas larutan. Endapan
kalsium karbonat, misalnya, bisa dilarutkan dengan memasukkan gas karbon
dioksida ke dalam bejana yang tertutup sampai tekanan dalam bejana naik
menjadi beberapa atmosfer, pada mana kesetimbangan

bergeser kearah pembentukan kalsium hidrogen karbonat. Untuk alasan yang


sama gas hydrogen sulfida akan lebih efektif jika di tambahkan pada tekanan yang
sedikit dinaikan dari pada dialirkan dengan bergelembung gelembung melalui
larutan dalam suatu bejana terbuka. Sebaliknya bila hasil reaksi adalah suatu gas
kesetimbangan dapat mudah digeser kearah pembentukan hasil reaksi dengan
mengeluarkan gas itu pada tekanan yang direndahkan.

25
2.9. KEAKTIFAN DAN KOEFISIEN KEAKTIFAN
Dalam mendeduksi hukum kegiatan massa, kita menggunaan konsentrasi
spesi sebagai variabel, dan mendeduksi bahwa nilai tetapan kesetimbangan tak
bergantung pada konsentrasi itu sendiri. Namun, penyelidikan-penyelidikan yang
lebih seksama menunjukkan bahwa pernyataan ini hanyalah mendekati kebenaran
untuk larutan-larutan yang encer (makin encer larutan, makin tepat pendekatan
ini), dan dalam larutan-larutan yang lebih pekat, ini sama sekali tidak tepat.
Penyimpangan-penyimpangan yang serupa juga timbul bila kita berurusan dengan
besaran-besaran termodinamika lainnya, misalnya tegangan elektrode atau energi
bebas kimia. Untuk mengatasi kesulitan-kesulitan ini, dan tetap mempertahankan
rumus-rumus sederhana yang diturunkan untuk besaran-besaran tersebut, G.N.
Lewis memperkenalkan suatu besaran termodinamika baru dinamakan keaktifan
yang bila dipakai sebagai ganti konsentrasi dalam fungsi-fungsi termodinamika
ini, akan cocok sekali dengan hasil-hasil eksperimen. Besaran ini mempunyai
dimensi yang sama seperti konsentrasi.

26
BAB 3
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Kesimpulan yang diperoleh dari pembahasan makalah ini adalah sebagai
berikut.
1. Larutan adalah campuran homogeny yang terdiri dari zat terlarut/ solut
(jumlahnya sedikit) dan zat pelarut/ solvent (jumlahnya banyak).
2. Berdasarkan daya hantar listrik, ditandai dengan lampu nyala, redup dan tidak
menyala dan didapatkan gelembung gas pada elektroda disebut larutan
elektrolit. Sedangkan larutan non elektrolit akan didapatkan lampu tidak
menyala dan tidak ada gelembung gas.
3. Larutan elektrolit dapat menghantarkan listrik karena terjadi proses ionisasi
sedangkan larutan non elektrolit tidak terjadi proses ionisasi (proses ionisasi
atau reaksi kimia: proses terbentuknya ion positif dan negatif dari suatu zat
yang dilarutkan ke dalam air). Larutan non-elektrolit memiliki sifat
karakteristik antara lain tidak menghasilkan ion, semua dalam bentuk molekul
netral dalam larutannya, tidak terionisasi, jika dilakukan uji daya hantar listrik:
tidak menghasilkan gelembung dan lampu tidak menyala, derajat ionisasinya
sama dengan nol, contohnya adalah larutan gula, larutan alkohol, bensin,
larutan urea.
4. Sifat koligatif larutan adalah sifat larutan yang tidak tergantung pada
macamnya zat terlarut tetapi semata-mata hanya ditentukan oleh banyaknya
zat terlarut (konsentrasi zat terlarut) sehingga sifat koligatif larutan non-
elektrolit lebih rendah dari pada sifat koligatif larutan elektrolit.
5. Ada 4 sifat dasar koligatif larutan yaitu: a) Penurunan tekanan uap relatif
terhadap tekanan uap pelarut murni, b) Peningkatan titik didih, c) Penurunan
titik beku, d) Gejala tekanan osmotik.

27
DAFTAR PUSTAKA

Cotton dan Wilkinson. 1989. Kimia Anorganik Dasar. Jakarta: UI-Press.


Syukri. 1999. Kimia Dasar 2. Bandung: ITB.
Svehla. 1979, Buku Ajar Vogel Analisis Anorganikkuantitatif Makro Dan
Semimikro. Jakarta: Kalenam Media Pustaka.

28

Anda mungkin juga menyukai