Anda di halaman 1dari 11

Nama Tokoh Frans Kaisiepo

Tanggal Lahir 10 Oktober 1921, Pulau Biak


Asal Daerah Papua
Alasan melakukan Frans Kaisiepo berjuang sejak masa-masa kemerdekaan RI
perlawanan dengan semangat kemerdekaan, ia sangat teguh
menyatakan gagasannya bahwa Papua merupakan bagian
dari Nusantara, menjadikan dirinya “dipinggirkan” oleh
pemerintah Belanda

Bentuk-bentuk perlawanan Frans telah membentuk berdirinya Partai Indonesia Merdeka


(PIM) di Biak. Frans juga terlibat sebagai anggota delegasi
Papua (Nederlands Nieuw Guinea), pada saat itu ia
membahas tentang pembentukan Negara Indonesia Timur
(NIT) dalam Republik Indonesia Serikat (RIS), dimana pada
saat itu Belanda memasukkan Papua dalam NIT. Di hadapan
konferensi, Frans Kaisiepo memperkenalkan nama “Irian”
sebagai pengganti nama “Nederlands Nieuw Guinea”, yang
secara historis dan politik merupakan bagian integral dari
Nusantara Indonesia (Hindia-Belanda).

Hasil Perlawanan Pada tanggal 4 Agustus 1969 melalui beberapa konfrontasi


yang pada akhirnya dilaksanakan Penentuan Pendapat
Rakyat (Pepera) , Frans sangat berperan dalam pelaksanaan
Pepera, karena pada masa itu Frans menjabat sebagai
Gubernur Papua. Dan hasil dari Pepera adalah masyarakat
Papua dengan suara bulat tetap bergabung dengan
Indonesia.
Nama Tokoh Pangeran Antasari
Tanggal Lahir Pada Tahun 1809 di Kayu Tangi, Banjar, Kabupaten
Banjar, Kalimantan Selatan.
Asal Daerah Kalimantan
Alasan Perlawanan Adanya hak monopoli dagang Belanda dalam Kasultanan
Banjar.
2. Banyaknya dominasi dan intrik kekuasaan Belanda.
3. Adanya kebijakan Kerja Paksa yang ditanggung rakyat
Banjar.

Bentuk Perlawanan Pada tanggal 18 April 1859, pecah perang besar yang
dikenal dengan nama Perang Banjar. Pemberontakan
rakyat Banjar dipimpin oleh Pangeran Antasari yang
mendapat dukungan dari Pangeran Hidayat.

Hasil perlawanan Pangeran Antasari berhasil membakar semangat rakyat


Banjar untuk melawan Belanda. Pangeran Antasari
dibantu oleh Tumenggung Suropati, Kiai Langleng, dan
Kiai demang.
Nama Tokoh Pattimura
Tanggal Lahir 8 Juni 1783, Haria, Saparua, Maluku Tengah
Asal Daerah Maluku
Alasan Perlawanan Rakyat Maluku hidup menderita akibat penindasan Belanda.
Rakyat dipaksa kerja rodi. Kekayaan Maluku dikuras Belanda.

Bentuk Perlawanan Pattimura pemimpin perlawanan rakyat Maluku terhadap


Belanda pada tahun 1817.
Hasil perlawanan Di bawah pimpinan Pattimura, rakyat Maluku berhasil merebut
Benteng Duursteede dan membunuh hampir semua
penghuninya termasuk Residen Van den Berg. Pertempuran
demi pertempuran terus berkobar dan kemenangan terus diraih
pasukan Pattimura. Ternyata, perjuangan para pahlawan untuk
mengusir para penjajah dari tanah air tidak pernah surut. Hal itu
menunjukkan semangan nasionalisme yang tinggi terhadap
bangsanya..
Nama Tokoh Tuanku Imam Bonjol
Tanggal Lahir 1772, Bonjol, Sumatera Barat, Indonesia
Asal Daerah Sumatera Barat
Alasan Perlawanan Tuanku Imam Bonjol adalah salah satu pemimpin dan pejuang yang
berjuang melawan Belanda dalam peperangan yang dikenal dengan
nama Perang Padri. Perang ini merupakan peperangan yang terjadi
akibat pertentangan dalam masalah agama sebelum berubah
menjadi peperangan melawan penjajahan.

Bentuk Perlawanan Pertentangan kaum Adat dengan kaum Paderi atau kaum agama
turut melibatkan Tuanku Imam Bonjol. Kaum paderi berusaha
membersihkan ajaran agama islam yang telah banyak
diselewengkan agar dikembalikan kepada ajaran agama islam yang
murni. Pada tahun 1833 perang berubah menjadi perang antara
kaum Adat dan kaum Paderi melawan Belanda, kedua pihak bahu-
membahu melawan Belanda, Pihak-pihak yang semula
bertentangan akhirnya bersatu melawan Belanda. Diujung
penyesalan muncul kesadaran, mengundang Belanda dalam konflik
justru menyengsarakan masyarakat Minangkabau itu sendiri.
Penyerangan dan pengepungan benteng kaum Padri di Bonjol oleh
Belanda dari segala jurusan selama sekitar enam bulan (16 Maret-
17 Agustus 1837) yang dipimpin oleh jenderal dan para perwira
Belanda, tetapi dengan tentara yang sebagian besar adalah bangsa
pribumi yang terdiri dari berbagai suku, seperti Jawa, Madura, Bugis,
dan Ambon.

Hasil perlawanan 3 kali Belanda mengganti komandan perangnya untuk merebut


Bonjol, yaitu sebuah negeri kecil dengan benteng dari tanah liat
yang di sekitarnya dikelilingi oleh parit-parit. Barulah pada tanggal
16 Agustus 1837, Benteng Bonjol dapat dikuasai setelah sekian
lama dikepung.
Nama Tokoh Sultan Hasanuddin
Tanggal Lahir 12 Januari 1631 Gowa, Sulawesi Selatan
Asal Daerah Sulawesi Selatan
Alasan Perlawanan Pada tahun 1666, di bawah pimpinan Cornelis Speelman|Laksamana
Cornelis Speelman, Kompeni berusaha menundukkan kerajaan-
kerajaan kecil, tetapi belum berhasil menundukkan Kerajaan
Gowa|Gowa. Di lain pihak, setelah Sultan Hasanuddin naik takhta, ia
berusaha menggabungkan kekuatan kerajaan-kerajaan kecil di
Indonesia bagian timur untuk melawan Kompeni.
Bentuk Perlawanan Pertempuran terus berlangsung, Kompeni menambah kekuatan
pasukannya hingga pada akhirnya Kerajaan Gowa|Gowa terdesak
dan semakin lemah sehingga pada tanggal 18 November 1667
bersedia mengadakan Perdamaian
Bungaya di Bungaya. Gowa merasa dirugikan, karena itu Sultan
Hasanuddin mengadakan perlawanan lagi. Akhirnya pihak Kompeni
minta bantuan tentara ke. Batavia. Pertempuran kembali pecah di
berbagai tempat. Sultan Hasanuddin memberikan perlawanan sengit.
Bantuan tentara dari luar menambah kekuatan pasukan Kompeni
Hasil perlawanan Hingga akhirnya Kompeni berhasil
menerobos benteng terkuat Gowa yaitu Benteng Sombaopu pada
tanggal 12 Juni 1669. Sultan Hasanuddin kemudian mengundurkan
diri dari takhta kerajaan dan wafat pada tanggal 12 Juni 1670.
Nama Tokoh Pangeran Diponegoro
Tanggal Lahir 11 November 1785 Yogyakarta
Asal Daerah Yogyakarta
Alasan Perlawanan Perang Diponegoro berawal ketika pihak Belanda memasang patok di
tanah milik Diponegoro di desa Tegalrejo. Saat itu, ia memang sudah
muak dengan kelakuan Belanda yang tidak menghargai adat istiadat
setempat dan sangat mengeksploitasi rakyat dengan pembebanan
pajak.
Bentuk Perlawanan Perang Diponegoro merupakan perang terbuka dengan pengerahan
pasukan-pasukan infanteri, kavaleri, dan artileri—yang sejak
perang Napoleon menjadi senjata andalan dalam pertempuran
frontal—di kedua belah pihak berlangsung dengan sengit. Front
pertempuran terjadi di puluhan kota dan desa di seluruh Jawa.
Pertempuran berlangsung sedemikian sengitnya sehingga bila suatu
wilayah dapat dikuasai pasukan Belanda pada siang hari, maka
malam harinya wilayah itu sudah direbut kembali oleh pasukan
pribumi; begitu pula sebaliknya. Jalur-jalur logistik dibangun dari satu
wilayah ke wilayah lain untuk menyokong keperluan perang. Berpuluh
kilang mesiu dibangun di hutan-hutan dan dasar jurang. Produksi
mesiu dan peluru berlangsung terus sementara peperangan
berkencamuk. Para telik sandi dan kurir bekerja keras mencari dan
menyampaikan informasi yang diperlukan untuk menyusun stategi
perang. Informasi mengenai kekuatan musuh, jarak tempuh dan
waktu, kondisi medan, curah hujan menjadi berita utama; karena
taktik dan strategi yang jitu hanya dapat dibangun melalui
penguasaan informasi.
Serangan-serangan besar rakyat pribumi selalu dilaksanakan pada
bulan-bulan penghujan; para senopati menyadari sekali untuk bekerja
sama dengan alam sebagai “senjata” tak terkalahkan. Bila musim
penghujan tiba, gubernur Belanda akan melakukan berbagai usaha
untuk gencatan senjata dan berunding, karena hujan tropis yang
deras membuat gerakan pasukan mereka terhambat.
Penyakit malaria, disentri, dan sebagainya merupakan “musuh yang
tak tampak” melemahkan moral dan kondisi fisik bahkan merenggut
nyawa pasukan mereka. Ketika gencatan senjata terjadi, Belanda
akan mengkonsolidasikan pasukan dan menyebarkan mata-mata dan
provokator mereka bergerak di desa dan kota; menghasut, memecah
belah dan bahkan menekan anggota keluarga para pengeran dan
pemimpin perjuangan rakyat yang berjuang di bawah komando
pangeran Diponegoro. Namun pejuang pribumi tersebut tidak gentar
dan tetap berjuang melawan Belanda.
Pada puncak peperangan, Belanda mengerahkan lebih dari 23.000
orang serdadu; suatu hal yang belum pernah terjadi ketika itu, ketika
suatu wilayah yang tidak terlalu luas seperti Jawa Tengah dan
sebagian Jawa timur dijaga oleh puluhan ribu serdadu. Dari sudut
kemiliteran, ini adalah perang pertama yang melibatkan semua
metode yang dikenal dalam sebuah perang modern. Baik metode
perang terbuka (open warfare), maupun metode
perang gerilya (guerilla warfare) yang dilaksanakan melalui taktik hit
and run dan penghadangan. Ini bukan sebuah perang suku,
melainkan suatu perang modern yang memanfaatkan berbagai siasat
yang saat itu belum pernah dipraktikkan. Perang ini juga dilengkapi
dengan taktik perang urat saraf (psy-war) melalui insinuasi dan
tekanan-tekanan serta provokasi oleh pihak Belanda terhadap
mereka yang terlibat langsung dalam pertempuran; dan kegiatan telik
sandi (spionase) dengan kedua belah pihak saling memata-matai dan
mencari informasi mengenai kekuatan dan kelemahan lawannya.

Hasil perlawanan Pada tahun 1827, Belanda melakukan penyerangan terhadap


Diponegoro dengan menggunakan sistem benteng sehingga Pasukan
Diponegoro terjepit. Pada tahun 1829, Kyai Maja, pemimpin spiritual
pemberontakan, ditangkap. Menyusul kemudian Pangeran
Mangkubumi dan panglima utamanya Sentot Alibasya menyerah
kepada Belanda. Akhirnya pada tanggal 28 Maret 1830, Jenderal De
Kock berhasil menjepit pasukan Diponegoro di Magelang. Di sana,
Pangeran Diponegoro menyatakan bersedia menyerahkan diri
dengan syarat sisa anggota laskarnya dilepaskan. Maka, Pangeran
Diponegoro ditangkap dan diasingkan ke Manado, kemudian
dipindahkan ke Makassar hingga wafatnya di Benteng
Rotterdam tanggal 8 Januari 1855.
Perang melawan penjajah lalu dilanjutkan oleh para putra Pangeran
Diponegoro: Ki Sodewa atau Bagus Singlon, Dipaningrat, Dipanegara
Anom, Pangeran Joned yang terus-menerus melakukan perlawanan
walaupun harus berakhir tragis. Empat putra Pangeran Diponegoro
dibuang ke Ambon, sementara Pangeran Joned terbunuh dalam
peperangan, begitu juga Ki Sodewa.
Berakhirnya Perang Jawa yang merupakan akhir perlawanan
bangsawan Jawa. Perang Jawa ini banyak memakan korban di pihak
pemerintah Hindia sebanyak 8.000 serdadu berkebangsaan Eropa,
7.000 pribumi, dan 200.000 orang Jawa. Sehingga setelah perang ini
jumlah penduduk Ngayogyakarta menyusut separuhnya. Mengingat
bagi sebagian kalangan dalam Kraton Ngayogyakarta, Pangeran
Diponegoro dianggap pemberontak, sehingga konon anak cucunya
tidak diperbolehkan lagi masuk ke Kraton, sampai kemudian Sri
Sultan Hamengkubuwana IX memberi amnesti bagi keturunan
Diponegoro, dengan mempertimbangkan semangat kebangsaan
yang dipunyai Diponegoro kala itu. Kini anak cucu Diponegoro dapat
bebas masuk Kraton, terutama untuk mengurus silsilah bagi mereka,
tanpa rasa takut akan diusir.
Nama Tokoh I Gusti Ngurah Ray
Tanggal Lahir 30 Januari 1917 Desa Carangsari, Petang, Kabupaten Badung,
Bali.
Asal Daerah Bali
Alasan Perlawanan I Gusti Ngurah Rai, adalah pahlawan nasional dari daerah
Bali. Terkenal dengan gagasan perangnya yakni Puputan
Margarana yang berarti perang secara habis-habisan di daerah
Margarana (Kecamatan di pelosok Kabupaten Tabanan, Bali).
Bentuk Perlawanan Biografi I Gusti Ngurah Rai berlanjut pada masa perjuangan
melawan penjajah colonial. Setelah pemerintahan Indonesia
merdeka, I Gusti Ngurah Rai membentuk Tentara Keamanan
Rakyat (TKR) Sunda Kecil dan di Bali dan memiliki pasukan
bernama Ciung Wanara. Pasukan ini dibentuk untuk membela
tanah air guna melawan penjajah di daerah Bali. Sebagai
seorang Komandan TKR di Sunda Kecil dan, ia merasa perlu
untuk melakukan konsolidasi ke Yogyakarta yang menjadi
markas TKR pusat. Sampai di Yogyakarta I GUsti Ngurah Rai
dilantik menjadi komandan Resimen Sunda Kecil berpangkat
Letnan Kolonel. Sekembalinya dari Yogyakarta dengan
persenjataan, I Gusti Ngurai Rai mendapati Bali telah dikuasai
oleh Belanda dengan mempengaruhi raja-raja Bali.

Biografi I Gusti Ngurah Rai berlanjut dengan meletusnya


perang di Bali. Setelah kepulangannya dari Yogyakarta Ia
mendapati pasukan Belanda dengan 2000 pasukan dan
persenjataan lengkap dan pesawat terbang siap untuk
menyerang I Gusti Ngurah Rai dengan pasukan kecilnya.
Bersama dengan pasukan Ciung Wanaranya, I Ngurah Rai
berhasil memukul mundur pasukan Belanda pada saat itu pada
tanggal 18 November 1946.
Namun hal ini justru membuat pihak Belanda menyiapkan bala
tentara yang lebih banyak dari Pulau Jawa, Madura dan
Lombok untuk membalas kekalahannya. Pertahanan I Gusti
Ngurah Rai berhasil dipukul mundur dan hingga akhirnya
tersisa pertahanan Ciung Wanara terakhir di desa Margarana.
Kekuatan terakhir ini pun dipukul mundur lantaran seluruhnya
pasukannya jatuh ke dasar jurang. Hal ini pulalah yang
diabadikan dengan istilah puputan Margarana (perang habis-
habisan di daerah Margarana) pada tanggal 20 November
1946.
Hasil perlawanan Berkat usaha yang gigih memperjuangkan Bali untuk masuk
menjadi kekuasaan Indonesia (sesuai kesepakatan Linggarjati
hanya Sumatra, Jawa, dan Madura yang masuk kekuasaan
Indonesia) Ngurah Rai mendapat gelar Bintang Mahaputra
dan dan kenaikan pangkat menjadi Brigjen TNI (Anumerta). Ia
meninggal pada usia 29 tahun dan memperoleh gelar pahlawan
nasional berdasarkan SK Presiden RI No. 63/TK/1975 tanggal
9 Agustus 1975. Namanya pun diabadikan menjadi nama
Bandara di kota Bali.
TUGAS

TEMA 7 PERISTIWA DALAM KEHIDUPAN

SEJARAH PERJUANGAN PARA TOKOH MELAWAN PENJAJAH

NAMA : RAHMAT HIDAYAT

KELAS : V B

SD N 6 BONTOKAMASE

KABUPATEN GOWA

Anda mungkin juga menyukai