Anda di halaman 1dari 10

Lontar

A. Pengertian
Artikel ini mengenai lontar sebagai bahan penulisan. Untuk penggunaan lain, silakan
melihat: Lontar (disambiguasi)

Lontar (dari bahasa Jawa: ron tal, "daun tal") adalah daun siwalan atau tal (Borassus
flabellifer atau palmyra) yang dikeringkan dan dipakai sebagai bahan naskah dan
kerajinan. Artikel ini terutama membahas lontar sebagai bahan naskah manuskrip .

Contoh gambar lontar dari Bali. Ukuran aslinya kurang lebih 3,5 x 30 cm.

Contoh lontar Tamil berisi doa-doa Kristen dari India Selatan.

Lontar sebagai bahan naskah[

Contoh gambar lontar dari Nepal.


Dua lembar lontar kakawin Ramayana yang tertua dan sekarang disimpan di Perpustakaan
Nasional R.I. Lontar ini berasal dari pegunungan Merapi-Merbabu, Jawa Tengah dari abad
ke-16 M.Ukuran aslinya kurang lebih 3,5 x 65 cm.

Contoh gambar lontar bersungging (bergambar) dari Bali dan disebut sebagai prasi.

B . Sejarah Lontar
Lontar sebagai bahan naskah dipakai di Asia Selatan dan Asia Tenggara.
Di Nusantara banyak ditemukan naskah lontar dari Sunda (Jawa
Barat), Jawa, Bali, Madura, Lombok, dan Sulawesi Selatan.
Proses pembuatan lontar
Di pulau Bali, daun-daun lontar sebagai alat tulis masih dibuat sampai sekarang. Pertama-
tama daun-daun pohon siwalan dipetik dari pohon. Pemetikan biasa dilakukan pada
bulan Maret/April atau September/Oktober karena daun-daun pada masa ini sudah tua.
Kemudian daun-daun dipotong secara kasar dan dijemur menggunakan panas matahari.
Proses ini membuat warna daun yang semula hijau menjadi kekuningan.
Lalu daun-daun direndam di dalam air yang mengalir selama beberapa hari dan kemudian
digosok bersih dengan serbet atau serabut kelapa.
Setelah daun-daun dijemur kembali, tapi sekarang kadang-kala daun-daun sudah dipotong
dan diikat. Lalu lidinya juga dipotong dan dibuang.
Setelah kering daun-daun lalu direbus dalam sebuah kuali besar dicampur dengan beberapa
ramuan. Tujuannya ialah membersihkan daun-daun dari sisa kotoran dan melestarikan
struktur daun supaya tetap bagus.
Setelah direbus selama kurang lebih 8 jam, daun-daun diangkat dan dijemur kembali di atas
tanah. Lalu pada sore hari daun-daun diambil dan tanah di bawah dedaunan dibasahi dengan
air kemudian daun-daun ditaruh kembali supaya lembap dan menjadi lurus. Lalu keesokan
harinya diambil dan dibersihkan dengan sebuah lap.
Lalu daun-daun ditumpuk dan dipres pada sebuah alat yang di Bali disebut
sebagai pamlagbagan. Alat ini merupakan penjepit kayu yang berukuran sangat besar. Daun-
daun ini dipres selama kurang lebih enam bulan. Namun setiap dua minggu diangkat dan
dibersihkan.
Setelah itu daun-daun dipotong lagi sesuai ukuran yang diminta dan diberi tiga lubang: di
ujung kiri, tengah, dan ujung kanan. Jarak dari lubang tengah ke ujung kiri harus lebih
pendek daripada ke ujung kanan. Hal ini dimaksudkan sebagai penanda pada saat penulisan
nanti.
Tepi-tepi lontar juga dicat, biasanya dengan cat warna merah. Lontar sekarang siap ditulisi
dan disebut dengan istilahpepesan dalam bahasa Bali dan sebuah lembar lontar disebut
sebagai lempir.
Proses penulisan lontar

Lembaran lontar yang masih kosong.


Setiap lempir lontar yang akan ditulisi, biasanya diberi garis dahulu supaya nanti kalau
menulis tidak mencong-mencong. Hal ini dilakukan dengan menggunakan sebuah alat yang
disebut panyipatan. Tali-tali kecil direntangkan pada dua paku bambu. Lalu dibawahnya
ditaruh lempir-lempir lontar. Tali-tali ini lalu diberi tinta dan ditarik. Rentangan tali yang
ditarik tadi lalu mental dan mencipratkan tinta ke lempiran lontar sehingga terbentuk garis-
garis.

Pisau untuk menulisi lontar.


Lalu lontar yang sudah siap ditulisi ditulisi menggunakan pisau tulis yang di Bali
disebut pengropak atau pengutik. Di Jawa Barat dalam bahasa Sunda disebut dengan
istilah péso pangot. Sang penulis sebenarnya mengukir aksara pada lempir-lempir lontar ini.
Setelah selesai ditulis sebuah lempir, biasanya pada kedua sisi, maka lempir harus
dihitamkan. Cara menghitamkan dilakukan dengan menggunakan kemiri yang dibakar
sampai mengeluarkan minyak. Lalu kemiri-kemiri ini diusapkan pada lempir dan ukiran
aksara-aksara tadi jadi terlihat tajam karena jelaga kemiri. Minyak kemiri sekaligus juga
menghilangkan tinta-tinta garisan. Lalu setiap lempir dibersihkan dengan lap dan kadangkala
diolesi dengan minyak serehsupaya bersih dan tidak dimakan serangga.
Lalu tumpukan lempir-lempir ini disatukan dengan sebuah tali melalui lubang tengah dan
diapit dengan sepasang pengapit yang di Bali disebut sebagai takepan. Namun kadangkala
lempir-lempir disimpan dalam sebuah peti kecil yang disebut dengan nama kropak di Bali (di
Jawa kropak artinya adalah naskah lontar).

Lontara Sulawesi

Lontara Sulawesi
Di Sulawesi Selatan lontar dikenal juga dan disebut sebagai lontara. Bentuk lontara agak
berbeda dengan lontar dari Jawa dan Bali. Sebab di Sulawesi Selatan lontar disambung-
sambung sampai panjang dan digulung sehingga bentuknya mirip dengan sebuah kaset (video
ataupun musik).
Konon lontara dari Sulawesi ini sudah sangat langka, di dunia lontara Sulawesi tinggal tiga
buah naskah saja.

Tempat penyimpanan koleksi lonta


Beberapa perpustakaan dan instansi umum lainnya di seluruh dunia menyimpan koleksi
lontar dan menyadiakannya bagi para peneliti untuk dibaca. Di bawah ini diberikan daftar.
Indonesia

 Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Jakarta


 Perpustakaan Fakultas Ilmu Budaya (d/h Fakultas Sastra) Universitas
Indonesia di Depok

 Museum Sri Baduga, Bandung

 Museum Sonobudoyo Yogyakarta

 Museum Mpu Tantular, Surabaya

 Gedong Kirtya, Singaraja

 Pusat Dokumentasi Budaya Bali, Denpasar

 Museum Negeri NTB, Mataram

C . Langkah – langkah Masuk Keperpustakaan ( Lontar ) UI

1. Pertama kita masuk ke www.google.com dulu ,

2. Ketik Lontar UI , lalu Enter ,


3. Kemudian klik Login – Perpustakaan Universitas Indonesia ,
4. Kemudian muncul lah Lontar UI, Lalu Klik Beranda

5. Maka akan mucul tampilan di bawah ini ,


6. Klik Karya Ilmiah Jek Amidos Pradede , di kolom di bawah ini ,

7. Maka , akan mucul tampilan Karya Ilmiah Jek Amidos Pradede , seperti karya di
bawah ini
8. Lalu klik hasil Karya Ilmiah Jek Amidos Pradede , maka akan muncul tampilan
tsb , seperti di bawah ini

a.

b.
Referensi

 (Inggris) I Ketut Ginarsa, 1975, 'The lontar (palmyra) palm.' di Review of Indonesian
and Malaysian Affairs. 9:90-103
 (Inggris) H.I.R. Hinzler, 1993, 'Balinese palm-leaf manuscripts' di BKI 149:438-474.

 (Inggris) Raechelle Rubinstein, 1996, 'Lontar Production' di Illumination. The


Writing Traditions of Indonesia (halaman 136-137). Jakarta: The Lontar Foundation.

Anda mungkin juga menyukai