Anda di halaman 1dari 78

BAB 1

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Dalam kemajuan teknologi sekarang ini banyak di buat peralatan-peralatan
inovatif dan tepat guna, salah satu contoh dalam bidang teknik mesin
terutamnya dalam bidang instrumentasi dan kontrol. Diantaranya adalah
pemanfaatan peralatan elektronik untuk membantu, memudahkan kinerja dan
tugas manusia. Pada eras sekarang ini banyak kegitan manusia yang mulai di
cover oleh sebuah sistem teknologi yang biasa kitas sebut dengan istilah robot.
Robot merupakan sebuah kumpulan dari berbagi macam alat kerja yang
dijadikan satu dan bekerja secara otomatis sesuai dengan perintah kerja yang
dibuat guna untuk mempermudah kinerja manusia. Dengan adanya robot sangat
mempermudah dan mengurangi biaya karyawan secara banyak. Selain dari pada
itu dengan bantuan kerja robotic proses produksi khususnya diperusahaan
manufacture menjadi lebih cepat dan tingkat keakuratannya menjadi lebih lebih
baik. Teknologi robotic sangat membantu perusahaan-perusahaan dengan
tingkat akangka kecelakaan kerja tinggi, dalam hal ini tentunya akan menjadi
solusi akan meminimalisir tingginya akangka kecelakaan kerja akibat resiko
kerja tinggi.
Instrumensi merupakan salah satu ilmu teknik yang makin terasa
keperluannya dalam kehidupan sehari-hari untuk mendapatkan nilai yang
akurat. Keberhasilan teknologi saat ini sangat tergantung pada kemampuan
memilih dan keberhasilan memanfaatkan secara optimal sistem-sistem
instrumensi.

2. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan sensor dan transduser?
b. Apa yang dimaksud dengan pengkondisian sinyal?
c. Apa yang dimaksud dengan definisi dalam instrumentasi?
d. Apa yang dimaksud dengan analisis statistik?
e. Apa yang dimaksud dengan kemungkinan kesalahan?
f. Apa yang dimaksud dengan karakteristik sistem instrumentasi?

3. Tujuan.
a. Mengetahui apa yang dimaksud dengan sensor dan transduser.
b. Mengetahui apa yang dimaksud dengan pengkondisian sinyal.
c. Mengetahui apa yang dimaksud dengan definisi dalam instrumentasi.
d. Mengetahui apa yang dimaksdu dengan analisis statistik.
e. Mengetahui apa yang dimaksud dengan kemungkinan kesalahan.
f. Mengetahui apa yang dimaksud dengan karakteristik sistem
instrumentasi.
BAB II

PEMBAHASAN

1. SENSOR DAN TRANSDUSER


Sensor dan transduser pada dasarnya dapat dipandang sebagai sebuah
perangkat atau device yang berfungsi mengubah suatu besaran fisik menjadi
besaran listrik, sehingga keluarannya dapat diolah dengan rangkaian listrik atau
sistem digital (lihat Gambar 3.1). Dewasa ini, hampir seluruh peralatan modern
memiliki sensor di dalamnya.

Gambar Blok Fungsional Sensor/ Tranduser

Gambar Sensor dan Transduser


A. SENSOR
Sensor adalah komponen yang digunakan untuk mendeteksi suatu
besaran fisik menjadi besaran listrik sehingga dapat dianalisa dengan
rangkaian listrik tertentu. Hampir seluruh peralatan elektronik yang ada
mempunyai sensor didalamnya. Pada saat ini, sensor tersebut telah dibuat
dengan ukuran sangat kecil. Ukuran yang sangat kecil tersebut sangat
memudahkan pemakaiaan dan penghematan energy. Sensor merupakan
bagian trasduser yang berfungsi untuk melakukan sensing atau “merasakan
dan menangkap” adanya perubahan energy eksternal yang akan masuk
kebagian input dari trasduser. Sehingga perubahan kapasitas energi
ditangkap segera dikirim kepada bagian konvertor dari trasduser untuk
merubah menjadi energy listrik. (Rusmandi Desy, 2001).
D Sharon, dkk (1982), mengatakan sensor adalah suatu peralatan yang
berfungsi untuk mendeteksi gejala-gejala atau sinyal-sinyal yang berasal
dari perubahan suatu energi seperti energi listrik, energi fisika, energi kimia,
energi biologi, energi mekanik dan sebagainya.
Sensor adalah jenis tranduser yang digunakan untuk mengubah
besaran mekanis, magnetis, panas, sinar, dan kimia menjadi tegangan dan
arus listrik. Sensor sering digunakan untuk pendeteksian pada saat
melakukan pengukuran atau pengendalian. Beberapa jenis sensor yang
banyak digunakan dalam rangkaian elektronik antara lain sensor cahaya,
sensor suhu, dan sensor tekanan.Contoh; Camera sebagai sensor
penglihatan, telinga sebagai sensor pendengaran, kulit sebagai sensor
peraba, LDR (light dependent resistance) sebagai sensor cahaya, dan
lainnya
Ada 6 tipe isyarat sensor, yaitu:
1. Mechanical, contoh: panjang, luas, mass flow, gaya, torque,
tekanan, kecepatan, percepatan, panjang gel acoustic, dll
2. Thermal, contoh: temperature, panas, entropy, heat flow
3. Electrical, contoh: tegangan, arus, muatan, resistance, frekuensi,
dll
4. Magnetic, contoh: intensitas medan, flux density, dll
5. Radiant, contoh: intensitas, panjang gelombang, polarisasi, dll
6. Chemical, contoh: komposisi, konsentrasi, pH, kecepatan reaksi, dl
Perkembangan sensor dan transduser sangat cepat sesuai kemajuan
teknologi otomasi, semakin komplek suatu sistem otomasi dibangun maka
semakin banyak jenis sensor yang digunakan. Robotik adalah
sebagai contoh penerapan sistem otomasi yang kompleks, disini sensor
yang digunakan dapat dikatagorikan menjadi dua jenis sensor yaitu: (D
Sharon, dkk, 1982)
a. Internal sensor
yaitu sensor yang dipasang di dalam bodi robot.Sensor internal
diperlukan untuk mengamati posisi, kecepatan, dan akselerasi berbagai
sambungan mekanik pada robot, dan merupakan bagian dari mekanisme
servo.
b. External sensor,
yaitu sensor yang dipasang diluar bodi robot. Sensor eksternal
diperlukan karena dua macam alasan yaitu:
1) Untuk keamanan dan
2) Untuk penuntu
Yang dimaksud untuk keamanan” adalah termasuk keamanan robot,
yaitu perlindungan terhadap robot dari kerusakan yang ditimbulkannya
sendiri, serta keamanan untuk peralatan, komponen, dan orang-orang
dilingkungan dimana robot tersebut digunakan. Berikut ini adalah dua
contoh sederhana untuk mengilustrasikan kasus diatas.
 Contoh pertama: andaikan sebuah robot bergerak keposisinya
yang baru dan ia menemui suatu halangan, yang dapat berupa
mesin lain misalnya. Apabila robot tidak memiliki sensor yang
mampu mendeteksi halangan tersebut, baik sebelum atau setelah
terjadi kontak, maka akibatnya akan terjadi kerusakan.
 Contoh kedua: sensor untuk keamanan diilustrasikan dengan
problem robot dalam mengambil sebuah telur. Apabila pada
robot dipasang pencengkram mekanik (gripper), maka sensor
harus dapat mengukur seberapa besar tenaga yang tepat untuk
mengambil telor tersebut. Tenaga yang terlalu besar akan
menyebabkan pecahnya telur, sedangkan apabila terlalu kecil
telur akan jatuh terlepas.
Kini bagaimana dengan sensor untuk penuntun atau pemandu?.
Katogori ini sangatlah luas, tetapi contoh berikut akan memberikan
pertimbangan.
 Contoh pertama: komponen yang terletak diatas ban berjalan tiba
di depan robot yang diprogram untuk menyemprotnya. Apa yang
akan terjadi bila sebuah komponen hilang atau dalam posisi yang
salah?. Robot tentunya harus memiliki sensor yang dapat
mendeteksi ada tidaknya komponen, karena bila tidak ia akan
menyemprot tempat yang kosong. Meskipun tidak terjadi
kerusakan, tetapi hal ini bukanlah sesuatu yang diharapkan terjadi
pada suatu pabrik.
 Contoh kedua: sensor untuk penuntun diharapkan cukup canggih
dalam pengelasan. Untuk melakukan operasi dengan baik, robot
haruslah menggerakkan tangkai las sepanjang garis las yang telah
ditentukan, dan juga bergerak dengan kecepatan yang tetap serta
mempertahankan suatu jarak tertentu dengan permukaannya.
Sesuai dengan fungsi sensor sebagai pendeteksi sinyal dan meng-
informasikan sinyal tersebut ke sistem berikutnya, maka peranan dan fungsi
sensor akan dilanjutkan oleh transduser. Karena keterkaitan antara sensor
dan transduser begitu erat maka pemilihan transduser yang tepat dan sesuai
juga perlu diperhatikan.
Sensor digunakan dalam kehidupan sehari-hari, dimana aplikasinya
mencakup berbagai bidang, yaitu seperti: automobile, mesin, kedokteran, indistri,
robot, maupun aerospace. Dalam lingkungan sistem kontrol dan robotika, sensor
memberi fungsi seperti layaknya mata, pendengaran, hidung, maupun lidah yang
kemudian akan diolah oleh controller sebagai otaknya. Berikut adalah beberapa
jenis sensor yang dapat dijumpai di lapangan:
1. Sensor proximity
Sensor proximity merupakan sensor atau saklar yang dapat mendeteksi
adanya target jenis logam dengan tanpa adanya kontak fisik. Biasanya
sensor ini tediri dari alat elektronis solid-state yang terbungkus rapat untuk
melindungi dari pengaruh getaran, cairan, kimiawi, dan korosif yang
berlebihan. Sensor proximity dapat diaplikasikan pada kondisi
penginderaan pada objek yang dianggap terlalu kecil atau lunak untuk
menggerakkan suatu mekanis saklar.

Gambar 3.7 Sensor proximity

Gambar 3.8 Prinsip Kerja Sensor proximity

2. Sensor Magnet
Sensor Magnet atau disebut juga relai buluh, adalah alat yang akan
terpengaruh medan magnet dan akan memberikan perubahan kondisi pada
keluaran. Seperti layaknya saklar dua kondisi (on/off) yang digerakkan oleh
adanya medan magnet di sekitarnya. Biasanya sensor ini dikemas dalam
bentuk kemasan yang hampa dan bebas dari debu, kelembapan, asap
ataupun uap.
Gambar 3.9 Sensor Magnet

Gambar : Prinsip Kerja Sensor Magnet

B. Persyaratan Umum Sensor


Sensor dalam teknik pengukuran dan pengaturan ini harus memenuhi
persyaratan-persyaratan kualitas yakni:
1. Linieritas
Konversi harus benar-benar proposional, jadi karakteristik konversi
harus linier. Ada banyak sensor yang menghasilkan sinyal keluaran yang
berubah secara kontinyu sebagai tanggapan terhadap masukan yang berubah
secara kontinyu. Sebagai contoh, sebuah sensor panas dapat menghasilkan
tegangan sesuai dengan panas yang dirasakan, dalam kasus seperti ini,
biasanya dapat diketahui secara tepat bagaimana perubahan keluaran
dibandingkan dengan masukannya berupa sebuah grafik. Gambar 3.3
memperlihatkan hubungan dari dua buah sensor panas yang berbeda. Garis
lurus pada gambar 3.3 (a) memperlihatkan tanggapan yang linier, sedangka
pada gambar 3.3 (b) adalah tanggapan non linier.

Gambar : Keluaran dari sensor panas (D Sharon dkk, 1982)

2. Tidak tergantung temperatur


Keluaran inverter tidak boleh tergantung pada temperatur
disekelilingnya, kecuali sensor suhu.

3. Sensitifitas atau Kepekaan


Kepekaan sensor harus dipilih sedemikian, sehingga pada
nilai-nilai masukan yang ada dapat diperoleh tegangan listrik
keluaran yang cukup besar. Sensitivitas akan menunjukan seberapa
jauh kepekaan sensor terhadap kuantitas yang diukur. Sensitigvitas
sering juga dinyatakan dengan bilangan yang menunjukan
“perubahan keluaran dibidang unit perubahan masukan”. Beberapa
sensor panas dapat memiliki kepekaan yang dinyatakan dengan
“satu volt per derajat”, yang berarti peubahan satu erajat pada
masukan akan menghasilkan perubahan satu volt pada keluarannya.
Sensor panas lainnya dapa saja memiliki kepekaan “dua volt per
derajar”, yang berarti memiliki kepekaan dua kali dari sensor yang
pertama. Linearitas sensor juga mempengaruhi sensitivitas sensor.
Apabila tanggapannya linier, maka sesnsitivitasnya juga akan sama
untuk jangkauan pengukuran keseluruhan. Sensor dengan tanggapan
pada gambar 3.3 akan lebih peka pada temperature yang tinggi dari
pada temperature yang rendah

4. Waktu tanggapan
Waktu tanggapan adalah waktu yang diperlukan keluaran
sensor untuk mencapai nilai akhirnya pada nilai masukan yang
berubah secara mendadak.Sensor harus dapat berubah cepat bila
nilai masukan pada sistem tempat sensortersebut berubah.
Tanggapan waktu pada sensor menunjukan seberapa cepat
tanggapanya terhadap perubahan masukan. Sebagai contoh,
instrument dengan tanggapan frekuensi yang jelek adalah sebuah
thermometer merkuti. Masukannya adalah temperature dan
keluarannya adalah posisi merkuri. Misalnya perubahan temperature
terjadi sedikit demi sedikit dan kontinyu terhadap waktu, seperti
tampak pada gambar 3.4 (a).

Gambar Temperatur berubah secara kontinyu (D. Sharon, dkk, 1982)

Secara umum berdasarkan fungsi dan penggunaannya sensor dapat


dikelompokan menjadi 3 bagian yaitu:
a) sensor thermal (panas) : adalah sensor yang digunakan untuk mendeteksi
gejala perubahan panas/temperature/suhu pada suatu dimensi benda atau
dimensi ruang tertentu.
 Contohnya; bimetal, termistor, termokopel, RTD, photo transistor,
photo dioda, photo multiplier, photovoltaik, infrared pyrometer,
hygrometer, dsb.
b) sensor mekanis: adalah sensor yang mendeteksi perubahan gerak mekanis,
seperti perpindahan atau pergeseran atau posisi, gerak lurus dan melingkar,
tekanan, aliran, level dsb.
 Contoh; strain gage, linear variable deferential
transformer (LVDT), proximity, potensiometer, load cell, bourdon
tube, dsb.
a) sensor optik (cahaya) adalah sensor yang mendeteksi perubahan cahaya
dari sumber cahaya, pantulan cahaya ataupun bias cahaya yang mengernai
benda atau ruangan.
 Contoh; photo cell, photo transistor, photo diode, photo voltaic,
photo multiplier, pyrometer optic,dsb.

C. Macam-macam Sensor
Beberapa jenis sensor yang banyak digunakan dalam rangkaian elektronik antara
lain sensor cahaya, sensor suhu, dan sensor tekanan.
Jenis sensor secara garis besar bisa dibagi menjadi 2 jenis yaitu :
1. Sensor Fisika
2. Sensor Kimia
Sensor fisika adalah sensor yang mendeteksi suatu besaran berdasarkan hokum-
hukum fisika. Yang termasuk kedalam jenis sensor fisika yaitu:
 Sensor cahaya
 Sensor suara
 Sensor suhu
 Sensor gaya
 Sensor percepatan
Sensor kimia adalah sensor yang mendeteksi jumlah suatu zat kimia dengan cara
mengubah besaran kimi menjadi besaran listrik. Biasanya ini melibatkan beberapa
reaksi kimia. Yang termasuk kedalam jenis sensor kimia yaitu :
 Sensor PH
 Sensor Gas
 Sensor oksigen
 Sensor Ledakan
untuk selanjutnya pembahsan kita akan lebih difokuskan pada jenis Sensor Fisika
dan implementasinya dalam rangkaian elektronika sederhana

D. SENSOR FISIKA
1. SENSOR CAHAYA
Sensor cahaya adalah komponen elektronika yang dapat memberikan
perubahan besaran elektrik pada saat terjadi perubahan intensitas cahaya yang
diterima oleh sensor cahaya tersebut.Sensor cahaya dalam kehidupan sehari-hari
dapat kita temui pada penerima remote televisi dan pada lampu penerangan jalan
otomatis.
enis-Jenis Sensor Cahaya
Dilihat dari perubahan output sensor cahaya maka sensor cahaya dapat dibedakan
kedalam 2 tipe yaitu :
 Sensor cahaya tipe fotovoltaik
 Sensor cahaya tipe fotokonduktif
Kemudian apabila dilihat dari cahaya yang diterima sensor cahaya tersebut, maka
sensor cahaya dapat dibagi dalam beberapa tipe sebagai berikut :
 Sensor cahaya infra merah
 Sensor cahaya ultraviolet

a. Sensor Cahaya Tipe Fotovoltaik


Sensor cahaya tipe fotovolataik adalah sensor cahaya yang dapat
memberikan perubahan tegangan pada output sensor cahaya tersebut apabila sensor
tersebut menerima intensitas cahaya. Salah satu contoh sensor cahaya tipe
fotovoltaik adalah solar cell atau sel surya.
Sensor cahaya tipe photovoltaic adalah alat sensor sinar yang mengubah
energi sinar langsung menjadi energi listrik.Sel solar silikon yang modern pada
dasarnya adalah sambungan PN dengan lapisan P yang transparan. Jika ada cahaya
pada lapisan transparan P akan menyebabkan gerakan elektron antara bagian P dan
N, jadi menghasilkan tegangan DC yang kecil sekitar 0,5 volt per sel pada sinar
matahari penuh. Berikut konstruksi dari sensor cahaya tipe fotovoltaik.
Fotovoltaik (PV) adalah sektor teknologi dan penelitian yang berhubungan
dengan aplikasi panel surya untuk energi dengan mengubah sinar Matahari
menjadi listrik. Karena permintaan yang terus meningkat terhadap sumber energi
bersih, pembuatan panelsurya dan kumpulan fotovoltaik telah meluas secara
dramatis dalam beberapa tahun belakangan ini.
Produksi fotovoltaik telah berlipat setiap dua tahun, meningkat rata-rata 48
persen tiap tahun sejak 2002, menjadikannya teknologi energi dengan pertumbuhan
tercepat di dunia.Pada akhir 2007, menurut data awal, produksi global mencapai
12.400 megawatt. Secara kasar, 90% dari kapasitas generator ini meliputi sistem
listrik terikat. Pemasangan seperti ini dilakukan di atas tanah (dan kadang-kadang
digabungkan dengan pertanian dan penggarapan) atau dibangun di atap atau
dinding bangunan, dikenal sebagai Building Integrated Photovoltaic atau BIPV.
Efek sel photovoltaik terjadi akibat lepasnya elektron yang disebabkan
adanya cahaya yang mengenai logam.Logam-logam yang tergolong golongan 1
pada sistem periodik unsur-unsur seperti Lithium, Natrium, Kalium, dan Cessium
sangat mudah melepaskan elektron valensinya.Selain karena reaksi redoks, elektron
valensilogam-logam tersebut juga mudah lepas olehadanya cahaya yang mengenai
permukaan logam tersebut.Diantara logam-logam diatas Cessium adalah logam
yang paling mudah melepaskan elektronnya.
Tegangan yang dihasilan oleh sensor fotovoltaik adalah sebanding dengan
frekuensi gelombang cahaya (sesuai konstanta Plank E = h.f). Semakin ke arah
warna cahaya biru, makin tinggi tegangan yang dihasilkan. Tingginya intensitas
listrik akan berpengaruh terhadap arus listrik. Bila fotovoltaik diberi beban maka
arus listrik dapat dihasilkan adalah tergantung dari intensitas cahaya yang mengenai
permukaan semikonduktor.
Gambar 3.12 Sensor Cahaya Tipe Fotovoltaic atau sel solar

Gambar 3.13 Konstruksi dari Sensor Cahaya Tipe Fotovoltaic

b. Sensor Cahaya Fotokonduktif


Sensor cahaya tipe fotokonduktif akan memberikan perubahan resistansi
pada terminal outputnya sesuai dengan perubahan intensitas cahaya yang
diterimanya.Berfungsi untuk mengubah intensitas cahaya menjadi perubahan
konduktivitas.Kebanyakan komponen ini erbuat dari bahan cadmium selenoide
atau cadmium sulfide.Sensor jenis foto konduktif bekerja atas dasar perubahan
nilai resistansi akibat intensitas cahaya matahari.Sel-sel fotokonduktif
(photoconductive cell), juga disebut tahanan cahaya (photo resistor) atau tahanan
yang bergantung cahaya yang bisa dikenal dgn LDR (light dependent resistor),
dipakai luas dalam industri dan penerapan pengontrloan di laboratorium. Energi
yang jatuh pada sel fotokonduktif akan menyebabkan perubahan tahanan sel.
Apabila intensitas cahaya yang mengenai permukaan alat ini kurang (gelap) maka
tahanan/nilai resistansi alat menjadi tinggi. Ketika permukaan terkena intensitas
tinggi (terang) maka nilai tahanan turun pada tingkat harga yang rendah.
Tipe-tipe FotoconductivSensor cahaya tipe ni ada beberapa jenis
diantaranya adalah :
 LDR (Light Depending Resistor)
 Photo Transistor
 Photo Dioda

c. LDR (Light Depending Resistor)


LDR (Light Dependent Resistor) adalah sensor cahaya yang memiliki 2
terminal output, dimana kedua terminal output tersebut memiliki resistansi yang
dapat berubah sesuai dengan intensitas cahaya yang diterimanya. Dimana nilai
resistansi kedua terminal output LDR akan semakin rendah apabila intensitas cahya
yang diterima oleh LDR semakin tinggi.LDR ialah jenis resistor yang berubah
hambatannya karena pengaruh cahaya.Bila cahaya gelap nilai tahanannya semakin
besar, sedangkan cahayanya terang nilainya menjadi semakin kecil.LDR (Light
Dependent Resistor) adalah jenis resistor yang biasa digunakan sebagai detector
cahaya atau pengukur besaran konversi cahaya.Light Dependent Resistor, terdiri
dari sebuah cakram semikonduktor yang mempunyai dua buah elekrtroda pada
permukaannya.
Resistansi LDR berubah seiring dengan perubahan intensitas cahaya yang
mengenainya. Dalam keadaan gelap resistansi LDR sekitar 10 M dan dalam
keadaan terang sebesar 1 k atau kurang. LDR terbuat dari bahan semikonduktor
seperti cadmium sulfide.Dengan bahan ini energy dari cahaya yang jatuh
menyebabkan lebih banyak muatan yang dilepas atau arus listrik meningkat.Artinya
resistansi bahan telah mengalami penurunan.
LDR digunakan untuk mengubah energy cahaya menjadi energy listrik.
Saklar cahaya otomatis dan alarm pencuri adalah beberapa contoh alat yang
menggunakan LDR. Akan tetapi karena responnya terhadap cahaya cukup lambat,
LDR tidak digunakan pada situasi di mana intensitas cahaya berubah secara drastis.
Sensor ini akan berubah nilai hambatannya apabila ada perubahan tingkat
kecerahan cahaya
Pada saat gelap atau cahaya redup, bahan dari cakram tersebut menghasilkan
elektron bebas dengan jumlah yang relative kecil.Sehingga hanya ada sedikit
elektron untuk mengangkut muatan elektrit.Artinya pada saat cahaya redup, LDR
menjadi konduktor yang buruk, atau bisa disebut juga LDR memiliki resistansi
yang besar pada saat gelap atau cahaya redup.Pada saat cahaya terang, ada lebih
banyak elektron yang lepas dari atom bahan semikonduktor tersebut. Sehingga akan
lebih banyak elektron untuk mengangkut muatan elektrit. Artinya pada saat cahaya
terang, LDR menjadi konduktor yang baik, atau bisa disebut juga LDR memiliki
resistansi kecil pada saat cahaya terang. Penerapan laindari sensor LDR ini ialah
alarm Pencuri.
Misalnya untuk rangkaian system alarm cahaya (menggunakan LDR) yang
aktif ketika terdapat cahaya. Ketika kita akan mengatur kepekaan LDR (Light
Dependent Resistor) dalam suatu rangkaian maka kita perlu menggunakan
potensiometer. Kita atur letaknya agar ketika mendapat cahaya maka buzzer atau
bell akan berbunyi dan ketika tidak mendapat cahaya maka buzzer atau bell tidak
akan berbunyi.
LDR (Light Dependent Resistor) adalah sensor cahaya yang memiliki 2
terminal output, dimana kedua terminal output tersebut memiliki resistansi yang
dapat berubah sesuai dengan intensitas cahaya yang diterimanya. Dimana nilai
resistansi kedua terminal output LDR akan semakin rendah apabila intensitas cahya
yang diterima oleh LDR semakin tinggi.LDR ialah jenis resistor yang berubah
hambatannya karena pengaruh cahaya.Bila cahaya gelap nilai tahanannya semakin
besar, sedangkan cahayanya terang nilainya menjadi semakin kecil.LDR (Light
Dependent Resistor) adalah jenis resistor yang biasa digunakan sebagai detector
cahaya atau pengukur besaran konversi cahaya.Light Dependent Resistor, terdiri
dari sebuah cakram semikonduktor yang mempunyai dua buah elekrtroda pada
permukaannya.
Resistansi LDR berubah seiring dengan perubahan intensitas cahaya yang
mengenainya. Dalam keadaan gelap resistansi LDR sekitar 10 M dan dalam
keadaan terang sebesar 1 k atau kurang. LDR terbuat dari bahan semikonduktor
seperti cadmium sulfide.Dengan bahan ini energy dari cahaya yang jatuh
menyebabkan lebih banyak muatan yang dilepas atau arus listrik meningkat.Artinya
resistansi bahan telah mengalami penurunan.
LDR digunakan untuk mengubah energy cahaya menjadi energy listrik.
Saklar cahaya otomatis dan alarm pencuri adalah beberapa contoh alat yang
menggunakan LDR. Akan tetapi karena responnya terhadap cahaya cukup lambat,
LDR tidak digunakan pada situasi di mana intensitas cahaya berubah secara drastis.
Sensor ini akan berubah nilai hambatannya apabila ada perubahan tingkat
kecerahan cahaya
Pada saat gelap atau cahaya redup, bahan dari cakram tersebut menghasilkan
elektron bebas dengan jumlah yang relative kecil.Sehingga hanya ada sedikit
elektron untuk mengangkut muatan elektrit.Artinya pada saat cahaya redup, LDR
menjadi konduktor yang buruk, atau bisa disebut juga LDR memiliki resistansi
yang besar pada saat gelap atau cahaya redup.Pada saat cahaya terang, ada lebih
banyak elektron yang lepas dari atom bahan semikonduktor tersebut. Sehingga akan
lebih banyak elektron untuk mengangkut muatan elektrit. Artinya pada saat cahaya
terang, LDR menjadi konduktor yang baik, atau bisa disebut juga LDR memiliki
resistansi kecil pada saat cahaya terang. Penerapan laindari sensor LDR ini ialah
alarm Pencuri.
Misalnya untuk rangkaian system alarm cahaya (menggunakan LDR) yang
aktif ketika terdapat cahaya. Ketika kita akan mengatur kepekaan LDR (Light
Dependent Resistor) dalam suatu rangkaian maka kita perlu menggunakan
potensiometer. Kita atur letaknya agar ketika mendapat cahaya maka buzzer atau
bell akan berbunyi dan ketika tidak mendapat cahaya maka buzzer atau bell tidak
akan berbunyi.

Gambar sensor LDR


Aplikasi rangkaian sensor cahaya ini bisa kita lihat pada Lampu taman,
ketika mulai malam maka lampu akan di hidupkan otomatis, namun ketika hari
terang, lampu padam. Rangkaian ini akan mempermudah kita dalam mengelola
taman. Jika kita lihat lampu jalan raya, dia juga menggunakan system rangkaian ini.
Dia menggunakan LDR kemudian trigger ke Transistor, transistor yang akan
mengaktifkan relay untuk drive Lampu AC nya, sehingga ketika malam tiba,
Lampu jalan akan menyala Otomatis dan ketika hari sudah mulai Terang, Lampu
akan Padam secara otomatis. Bayangkan jika jumlah lampu jalan yang ribuan itu di
hidupkan atau di matikan secara manual, maka dapat dibayangkan betapa sulit nya
mengontrol itu semua.

d. Photo Transistor
Photo transistor memiliki resistansi antara kaki kolektor dan emitor dapat
berubah sesuai intensitas cahaya yang diterimanya. Photo transistormemiliki 2
terminal output dengan nama emitor dan colektor, dimana nilai resistansi emeitor
dan kolektro tersebut akan semakin rendah apabila intensitas cahaya yang diterim
photo transistor semnakin tinggi.
Photo Transistor adalah Transistor yang dapat mengubah energi cahaya menjadi
listrik dan memiliki penguat (gain) Internal. Penguat Internal yang terintegrasi ini
menjadikan sensitivitas atau kepekaan Photo Transistor terhadap cahaya jauh lebih
baik dari komponen pendeteksi cahaya lainnya seperti Photo Diode ataupun Photo
Resistor. Cahaya yang diterima oleh Photo Transistor akan menimbulkan arus pada
daerah basis-nya dan menghasilkan penguatan arus hingga ratusan kali bahkan
beberapa ribu kali. Photo Transistor juga merupakan komponen elektronika yang
digolongkan sebagai Transduser.
Photo Transistor dirancang khusus untuk aplikasi pendeteksian cahaya
sehingga memiliki Wilayah Basis dan Kolektor yang lebih besar dibanding dengan
Transistor normal umumnya. Bahan Dasar Photo Transistor pada awalnya terbuat
dari bahan semikonduktor seperti Silikon dan Germanium yang membentuk
struktur Homo-junction.
Namun seiring dengan perkembangannya, Photo Transistor saat ini lebih
banyak menggunakan bahan semikonduktor seperti Galium Arsenide yang
tergolong dalam kelompok Semikonduktor III-V sehingga membentuk struktur
Hetero-junction yang memberikan efisiensi konversi lebih tinggi.Yang dimaksud
dengan Hetero-junction atau Heterostructure adalah Struktur yang menggunakan
bahan yang berbeda pada kedua sisi persimpangan PN.
Photo Transistor pada umumnya dikemas dalam bentuk transparan pada
area dimana Photo Transistor tersebut menerima cahaya.
Photo Transistor pada umumnya dikemas dalam bentuk transparan pada area
dimana Photo Transistor tersebut menerima cahaya. Berikut ini adalah bentuk dan
simbol Photo Transistor (Transistor Foto).
Cara kerja Photo Transistor atau Transistor Foto hampir sama dengan
Transistor normal pada umumnya, dimana arus pada Basis Transistor dikalikan
untuk memberikan arus pada Kolektor. Namun khusus untuk Photo Transistor, arus
Basis dikendalikan oleh jumlah cahaya atau inframerah yang diterimanya.Oleh
karena itu, pada umumnya secara fisik Photo Transistor hanya memiliki dua kaki
yaitu Kolektor dan Emitor sedangkan terminal Basisnya berbentuk lensa yang
berfungsi sebagai sensor pendeteksi cahaya.
Pada prinsipnya, apabila Terminal Basis pada Photo Transistor menerima intensitas
cahaya yang tinggi, maka arus yang mengalir dari Kolektor ke Emitor akan semakin
besar.

Gambar fototrasistor

e. Photo Dioda
Photodioda adalah suatu jenis dioda yang resistansinya berubah-ubah kalau
cahaya yang jatuh pada dioda berubahubah intensitasnya.Dalam gelap nilai
tahanannya sangat besar hingga praktis tidak ada arus yang mengalir.Semakin kuat
cahaya yang jatuh pada dioda maka makin kecil nilai tahanannya, sehingga arus
yang mengalir semakin besar. Jika photodiode p-n bertegangan balik disinari, maka
arus akan berubah secara linier dengan kenaikan fluks cahaya yang dikenakan pada
persambungan tersebut.
Photodioda terbuat dari bahan semikonduktor. Biasanya yang dipakai
adalah silicon (Si) atau gallium arsenide (GaAs), dan lain-lain termasuk indium
antimonide (InSb), indium arsenide (InAs), lead selenide (PbSe), dan timah sulfide
(PBS). Bahan-bahan ini menyerap cahaya melalui karakteristik jangkauan panjang
gelombang, misalnya: 250 nm ke 1100 untuk nm silicon, dan 800 nm ke 2,0 μm
untuk GaAs.
Dioda foto adalah jenis dioda yang berfungsi mendeteksi cahaya. Berbeda
dengan diode biasa, komponen elektronika ini akan mengubah cahaya menjadi arus
listrik. Cahaya yang dapat dideteksi oleh diode foto ini mulai dari cahaya infra
merah, cahaya tampak, ultra ungu sampai dengan sinar-X. Aplikasi diode foto
mulai dari penghitung kendaraan di jalan umum secara otomatis, pengukur cahaya
pada kamera serta beberapa peralatan di bidang medis.Alat yang mirip dengan
Dioda foto adalah Transistor foto (Phototransistor).Transistor foto ini pada
dasarnya adalah jenis transistor bipolar yang menggunakan kontak (junction) base-
collector untuk menerima cahaya.Komponen ini mempunyai sensitivitas yang lebih
baik jika dibandingkan dengan Dioda Foto.Hal ini disebabkan
karena elektron yang ditimbulkan oleh foton cahaya pada junction ini di-injeksikan
di bagian Base dan diperkuat di bagian Kolektornya. Namun demikian, waktu
respons dari Transistor-foto secara umum akan lebih lambat dari pada Dioda-Foto.
Photo dioda digunakan sebagai komponen pendeteksi ada tidaknya
cahaya maupun dapat digunakan untuk membentuk sebuah alat ukur akurat yang
dapat mendeteksi intensitas cahaya dibawah 1pW/cm2 sampai intensitas diatas
10mW/cm2. Photo dioda mempunyai resistansi yang rendah pada kondisi forward
bias, kita dapat memanfaatkan photo dioda ini pada kondisi reverse bias dimana
resistansi dari photo dioda akan turun seiring dengan intensitas cahaya yang masuk.
Komponen ini mempunyai sensitivitas yang lebih baik jika dibandingkan
dengan diode pekacahaya.Halini disebabkan karena electron yang ditimbulkan oleh
foton cahaya padajunction ini diinjeksikan di bagian Base dan diperkuat di bagian
kolektornya. Namun demikian,waktu respon dari transistor foto secara umum akan
lebih lambat dari pada dioda peka cahaya.Jika photo dioda tidak terkena cahaya,
maka tidak ada arus yang mengalir ke rangkaian pembanding, jika photodioda
terkena cahaya maka photodiode akan bersifat sebagai tegangan, sehingga Vcc dan
photo dioda tersusun seri, akibatnya terdapat arus yang mengalir ke rangkaian
pembanding.
photodioda terbuat dari bahan semikonduktor yaitu silicon (Si), atau Galium
Arsenida, dan yang lain adalah Insb, InAs, PbSe. Material-material ini meyerap
cahaya dengan karakteristik panjang gelombang mencangkup: 2500 Å – 11000 Å
untuk silicon, 8000 Å – 20,000 Å untuk GaAs. Ketika sebuah photon (satu satuan
energi dalam cahaya) dari sumber cahaya diserap, hal tersebut membangkitkan
suatu elektron dan menghasilkan sepasang pembawa muatan tunggal, sebuah
elektron dan sebuah hole, di mana suatu hole adalah bagian dari kisi-kisi
semikonduktor yang kehilangan elektron.
Photodioda dibuat dari semikonduktor dengan bahan yang populer adalah
silicon (Si) atau galium arsenida ( GaAs), dan yang lain meliputi InSb, InAs, PbSe.
Material ini menyerap cahaya dengan karakteristik panjang gelombang mencakup:
2500 Å – 11000 Å untuk silicon, 8000 Å – 20,000 Å untuk GaAs. Ketika sebuah
photon (satu satuan energi dalam cahaya) dari sumber cahaya diserap, hal tersebut
membangkitkan suatu elektron dan menghasilkan sepasang pembawa muatan
tunggal, sebuah elektron dan sebuah hole, di mana suatu hole adalah bagian dari
kisi-kisi semikonduktor yang kehilangan elektron. Arah Arus yang melalui sebuah
semikonduktor adalah kebalikan dengan gerak muatan pembawa.cara tersebut
didalam sebuah photodiode digunakan untuk mengumpulkan photon –
menyebabkan pembawa muatan (seperti arus atau tegangan) mengalir/terbentuk di
bagian-bagian elektroda.
Prinsip kerja photodioda :
 Cahaya yang diserap oleh photodiode
 Terjadinya pergeseran foton
 Menghasilkan pasangan electron-hole dikedua sisi
 Electron menuju [+] sumber & hole menuju [-] sumber
 Sehingga arus akan mengalir di dalam rangkaian
Saat photodiode terkena cahaya, maka akan bersifat sebagai sumber
tegangan dan nilai resistansinya akan menjadi kecil.Saat photodiode tidak terkena
cahaya, maka nilai resistansinya akan besar atau dapat diasumsikan tak
hingga.besarnya tegangan atau arus listrik yang dihasilkan oleh photodiode
tergantung besar kecilnya radiasi yang dipancarkan oleh infrared
Photodioda digunakan sebagai penangkap gelombang cahaya yang
dipancarkan oleh Infrared. Besarnya tegangan atau arus listrik yang dihasilkan oleh
photodioda tergantung besar kecilnya radiasi yang dipancarkan oleh infrared
Setiap warna bisa disusun dari warna dasar.Untuk cahaya, warna dasar
penyusunnya adalah warna Merah, Hijau dan Biru, atau lebih dikenal dengan istilah
RGB (Red-Green-Blue).Gambar2 memperlihatkan beberapa sampel warna dan
komposisi RGB-nya terskala 8 bit.

gambar poto dioda


f. Sensor Cahaya Infra Merah
Sensor cahaya infra merah adalah sensor cahaya yang hanya akan merespon
perubahan cahaya inframerah. Sensor cahaya infra merah pada umumnya berupa
photo ttransistor atau photo dioda. Dimana apabila sensor cahaya infra merah ini
menerima pancaran cahaya infra merah maka pada terminal outputnya akan
memberikan perubahan resistansi. Akan tetapi ada juga sensor cahaya yang telah
dibuat dalam bentuk chip IC penerima sensor infra merah seperti yang digunakan
pada penerima remote televisi. Dimana chip IC sensor infra merah ini akan
memberikan perubahan tegangan output apabila IC sensor infra merah ini
menerima pancaran cahaya infra merah. Berikut adalah bentuk dari IC sensor infra
merah tersebut.
Infra red (IR) detektor atau sensor infra merah adalah komponen elektronika
yang dapat mengidentifikasi cahaya infra merah (infra red, IR).Sensor infra merah
atau detektor infra merah saat ini ada yang dibuat khusus dalam satu modul dan
dinamakan sebagai IR Detector Photomodules. IR Detector Photomodules
merupakan sebuah chip detektor inframerah digital yang di dalamnya terdapat
fotodiode dan penguat (amplifier). Bentuk dan Konfigurasi Pin IR Detector
Photomodules TSOP
Konfigurasi pin infra red (IR) receiver atau penerima infra merah tipe TSOP
adalah output (Out), Vs (VCC +5 volt DC), dan Ground (GND). Sensor penerima
inframerah TSOP ( TEMIC Semiconductors Optoelectronics Photomodules )
memiliki fitur-fitur utama yaitu fotodiode dan penguat dalam satu chip, keluaran
aktif rendah, konsumsi daya rendah, dan mendukung logika TTL dan CMOS.
Detektor infra merah atau sensor inframerah jenis TSOP (TEMIC Semiconductors
Optoelectronics Photomodules) adalah penerima inframerah yang telah dilengkapi
filter frekuensi 30-56 kHz, sehingga penerima langsung mengubah frekuensi
tersebut menjadi logika 0 dan 1. Jika detektor inframerah (TSOP) menerima
frekuensi carrier tersebut, maka pin keluarannya akan berlogika 0. Sebaliknya, jika
tidak menerima frekuensi carrier tersebut, maka keluaran detektor inframerah
(TSOP) akan berlogika 1.
Sistem sensor infra merah pada dasarnya menggunakan infra merah sebagai
media untuk komunikasi data antara receiver dan transmitter. Sistem akan bekerja
jika sinar infra merah yang dipancarkan terhalang oleh suatu benda yang
mengakibatkan sinar infra merah tersebut tidak dapat terdeteksi oleh penerima.
Keuntungan atau manfaat dari sistem ini dalam penerapannya antara lain sebagai
pengendali jarak jauh, alarm keamanan, otomatisasi pada sistem. Pemancar pada
sistem ini tediri atas sebuah LED infra merah yang dilengkapi dengan rangkaian
yang mampu membangkitkan data untuk dikirimkan melalui sinar infra merah,
sedangkan pada bagian penerima biasanya terdapat foto transistor, fotodioda, atau
inframerah modul yang berfungsi untuk menerima sinar inframerah yang
dikirimkan oleh pemancar.
Pada rangkaian pemancar hanya pengaturan supaya led infra merah menyala
dan tidak kekurangan atau kelebihan daya, oleh karena itu gunakan resistor 680
ohm. Pada rangkaian penerima foto transistor berfungsi sebagai alat sensor yang
berguna merasakan adanya perubahan intensitas cahaya infra merah. Pada saat
cahaya infra merah belum mengenai foto transistor, maka foto transistor bersifat
sebagai saklar terbuka sehingga transistor berada pada posisi cut off (terbuka).
Karena kolektor dan emitor terbuka maka sesuai dengan hukum pembagi tegangan,
tegangan pada kolektor emitor sama dengan tegangan supply (berlogika tinggi).
Keluaran dari kolektor ini akan membuat rangkaian counter menghitung secara
tidak teratur dan jika kita tidak meredamnya, bouncing keluaran tersebut ke input
couinter. Untuk meredam bouncing serta memperjelas logika sinyal yang akan kita
input ke rangkaian counter, kita gunakan penyulut schmitt trigger. Penyulut Schmitt
trigger ini sangat berguna bagi anda yang berhubungan dengan rangkaian digital,
misal penggunaan pada peredaman bouncing dari saklar-saklar mekanik pada
bagian input rangkaian digital.
Rangkaian counter yang digunakan disini adalah menggunakan IC 4026
(Decade Counter) salah satu IC dari keluarga CMOS. IC counter ini akan mencacah
apabila mendapatkan input clock berubah dari logika rendah ke tinggi. IC ini juga
langsung bisa hubungkan ke seven segment karena keluarannya memang dirancang
untuk seven segment. Jadi tidak perlu menggunakan IC decoder sebagai pengubah
nilai biner menjadi nilai 7-segment.Untuk mengatur kepekaan sensor bisa memutar
potensio VR1 pada titik kritis, atau jika diperlukan bisa mengganti R2 dengan nilai
yang lebih sesuai.
Gambar sensor infra merah dan aplikasinya

g. Sensor Cahaya Ultraviolet


Sensor cahaya ultraviolet merupakan sensor cahaya yang hanya merespon
perubahan intensitas cahaya ultraviolet yang mengenainya. Seonsor cahaya
ultraviolet ini akan memberikan perubahan besaran listrik pada terminal outputnya
pada saat menerima perubahan intensitas pancaran cahaya ultraviolet. Sensor
cahaya yang populer salah satunya UVtron. Modul sensor cahaya UVtron akan
memberikan perubahan tegangan output pada saat sensor UVtron menerima
perubahan intensitas cahaya ultraviolet. Berikut adalah bentuk modul sensor cahaya
UVtron.
Sensor UVTron Flame Detector memberikan sinyal aktif apabila
mendeteksi adannya sinyal ultraviolet. UVTron dapat menemukan nyala api dalam
jarak 5 meter dari sumber dan alat ini beroprasi dalam jangkauan spektruml 185
sampai dengan 160 nm. Alat ini terdiri dari 2 paket yaitu:
1. Hamamatsu R2868 Flame (UV) Sensor
2. UVTron C3704 Rangkaian driver
UVTron adalah suatu device yang sangat sederhana. Ketika katoda
diarahkan pada sinar ultraviolet, photoelektron dipancarkan dari katode secara efek
photoelectric dan kemudian dipercepat ke arah anoda dengan medan
elektrik. Ketika tegangan yang diterapkan menjadi lebih tinggi dan medan elektrik
bertambah kuat, energi kinetik dari elektron menjadi cukup besar untuk
mengionisasikan molekul-molekul gas yang terdapat pada tabung dengan cara
dibenturkan.
Elektron-elektron yang dihasilkan dari ionisasi dipercepat, sehingga
memungkinkannya untuk mengionisasi molekul-molekul lain sebelum mencapai
anoda. Pada sisi lain, ion positive dipercepat ke arah katode dan menabrak sehingga
membangkitkan elektron-elektron kedua. Proses ini menyebabkan arus yang besar
antara elektroda-elektroda dan saat proses pelepasan berlangsung. Pelepasan yang
pertama terjadi, tabung terisi dengan electron-elektron dan ion-ion.Tegangan turun
atau jatuh antara katoda dan anoda dengan cepat. Status ini akan terjadi tanpa
menurunkan tegangan anode sampai di bawah titik jenuh.
Rangkaian pengarah menciptakan perbedaan tegangan yang diperlukan
pada tabung untuk mengijinkan proses peluruhan ketika terkena sinar ultraviolet.
Kemudian rangkaian mengamati arus keluaran dari tabung dan ketika proses
peluruhan terjadi, tegangan pada anode dikurangi oleh rangkaian untuk
mengijinkan bola lampu mengulang lagi atau mereset. Tiap waktu proses peluruhan
dan pelepasan terjadi, sinyal dibangkitkan dengan sirkuit atau rangkaian dengan
beberapa pengaruh untuk latar belakang. Gambar berikut menunjukkan jangkauan
sensor pada posisi tidur.
Posisi dari tabung Uvtron mempengaruhi jarak dari jangkauan pendeteksian
sinar.Dengan posisi berdiri jangkauan lebih jauh tetapi jangkauan luasan daerah
lebih sempit hal ini berkebalikan dengan posisi tidur sehingga posisi dari tabung
harus disesuaikan dengan kebutuhan.Gambar berikut menunjukkan jangkauan
sensor posisi berdiri.

Gambar 3.17 Sensor Cahaya Ultraviolet


2. Sensor suara
Sensor suara bekerja berdasarkan besar/kecilnya kekuatan
gelombang suara yang mengenai membran sensor yang menyebabkan
bergeraknya membran sensor yang juga terdapat sebuah kumparan kecil
dibalik membran tadi naik dan turun. Oleh karena kumparan tersebut
sebenarnya adalah ibarat sebuah pisau berlubang-lubang, maka pada saat ia
bergerak naik turun, ia juga telah membuat gelombang magnet yang
mengalir melewatiya terpotong-potong. Kecepatan gerak kumparan
menentukan kuat-lemahnya gelombang listrik yang dihasilkannya.
Komponen yang termasuk dalam Sensor suara yaitu:

a. Microphone
Micropone adalah komponen elektronika dimana cara kerjanya
yaitu membran yang digetarkn oleh gelobang suara akan menghasilkan
sinyal listrik dan lain-lain.

Gambar (mikrofon)

Sebuah sensor untuk mendeteksi suara, secara umum, yang disebut


mikrofon. Mikrofon dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis dasar
termasuk dinamis, elektrostatik, dan piezoelektrik menurut sistem konversi
mereka.
Mikrofon dinamis masih memiliki tuntutan besar terutama di dunia
musik, sementara mikrofon piezoelektrik secara luas digunakan terutama
untuk mikrofon untuk meter rendah tingkat frekuensi suara. Mikrofon
dinamis masih memiliki tuntutan besar terutama di dunia musik, sementara
mikrofon piezoelektrik Digunakan secara luas terutama untuk mikrofon
untuk meter rendah tingkat frekuensi suara. Untuk pengukuran, tipe
elektrostatik (kondensor) mikrofon yang paling populer karena mereka
dapat dirampingkan, memiliki respon frekuensi rata selama rentang
frekuensi yang luas, dan menyediakan nyata stabilitas yang tinggi
dibandingkan dengan jenis lain mikrofon.
Mikrofon kondensor tersedia dalam dua jenis: jenis dan kembali bias
tipe electret. Perbedaannya adalah apakah tegangan DC diterapkan dari luar
atau film polimer secara permanen terpolarisasi elektrik digunakan di
tempat penerapan tegangan Secara umum, jenis bias memberikan
sensitivitas yang lebih tinggi dan stabilitas

b. Kondensor Mikrofon
Sensor suara yang paling umum adalah mikrofon kondensor. Jenis sensor
ini disebut juga prepolarized (yang berarti bahwa sumber daya termasuk dalam
mikrofon) atau eksternal terpolarisasi. Eksternal mikrofon kondensor terpolarisasi
membutuhkan sumber daya tambahan, yang menambah biaya untuk proyek-
proyek. Mikrofon Prepolarized lebih disukai di lingkungan lembab di mana
komponen power supply bisa rusak, dan mikrofon kondensor eksternal terpolarisasi
lebih disukai di lingkungan suhu tinggi.

Gambar 2. 2. Prinsip kerja Kondensor Microphone


c) Piezoelectric Microphones
Robust Mikrofon piezoelektrik digunakan untuk aplikasi shock dan pengukuran
suara dengan tekanan ledakan. Jenis sensor mikrofon ini tahan lama dapat
mengukur tinggi-amplitudo (desibel) rentang tekanan. Kerugian jenis sensor ini
adalah tingkat kebisingan yang tinggi dapat diukur oleh system sensor ini.

Gambar Struktur Piezoelectric Microphone

d) Dinamis / Magnetic Mikrofon / Dynamic/Magnetic Microphones


Selain mikrofon piezoelektrik, dinamis atau mikrofon magnet fungsi dalam
lingkungan yang keras. Mereka mengandalkan gerakan magnetis menginduksi
muatan listrik dengan cara yang membuat mereka tahan terhadap air, tapi jelas
mikrofon ini tidak sangat berguna dalam lingkungan yang sangat magnetik.
Gambar Magnetic Microphones

Gambar Salah satu contoh dari Magnetic Microphone

Aplikasi jenis sensor ini banyak diaplikasikan untuk bidang music. Mikrofon
dinamis (mics) terdiri dari kumparan suara melekat pada diafragma ringan yang
tergantung di sebuah medan magnet. Ketika suara menyebabkan diafragma
bergetar, kumparan bergerak dalam medan magnet, dan akibatnya tegangan listrik
bolak kecil dihasilkan yang sebanding dengan suara diterima. Mica dinamis tidak
memerlukan daya eksternal, jenis ini kuat, dan juga digunakan secara ekstensif
dalam suara hidup untuk digunakan vokal dan instrumen, mereka sesuai dengan
suara instrumen tertentu seperti gitar listrik dan bass, dekat- drum mic'ed dan
beberapa instrumen kuningan.

Sensor ini menghasilkan suara punchy yang memotong melalui campuran


sibuk, tapi mereka kurang efektif dalam menangkap frekuensi tinggi (transient)
yang detail. Kebanyakan memiliki respon yang gulungan-off di sekitar 16kHz dan
tidak terlalu sensitif, ini berarti bahwa jenis sensor ini membutuhkan banyak
keuntungan preamplifier bila digunakan dengan sumber suara lebih tenang atau
lebih jauh. Sebagian besar mikrofon dinamis memiliki pola pikap tetap cardioid
atau hypercardioid, yang berarti bahwa mereka mengambil suara mayoritas saja.
e) Electret Mikrofon Mikrofon / Electret Microphones
Electret kecil dan efektif dalam mendeteksi suara frekuensi tinggi. Mereka
digunakan dalam jutaan komputer dan perangkat elektronik di seluruh dunia.
Mereka relatif murah, dan satunya kelemahan mereka adalah kurangnya bass yang
mereka berikan. Selain itu, mikrofon karbon, yang kurang umum hari ini, dapat
digunakan dalam aplikasi di mana kualitas suara tidak masalah.

Tabel 1.2. Jenis jenis sensor suara

f. Cara Kerja Sensor Suara


Sensor suara adalah sensor yang cara kerjanya yaitu merubah besaran
suara menjadi besaran listrik. Sinyal yang masuk akan di olah sehingga akan
menghasilkan satu kondisi yaitu kondisi 1 atau 0. Sensor suara banyak
digunakan dalam kehidupan sehari-hari, Contoh Pengaplikasian sensor ini
adalah yang bekerja pada system robot. Suara yang diterima oleh microfon
akan di transfer ke pre amp mic, fungsi pre amp mic ini adalah untuk
memperkuat sinyal suara yang masuk kedalam komponen.
Setelah sinyal suara diterima oleh preamp mic, kemudian di kirim lagi
ke rangkaian pengkonfersi yang mana rangkaian ini berfungsi untuk
merubah sinyal suara yang berbentuk sinyal digital menjadi sinya analog
agar bisa dibaca oleh mikrokontroler. Jika sinyal tersebut diterima oleh
mikro kontroler maka akan diolah sesuai dengan program yang dibuat,
apakah robot akan berjalan atau berhenti.
Suara yang masuk direkam oleh komponen kemudian akan disimpan
oleh memory. Sebagai contoh jika kita bertepuk tangan 1 kali maka akan
dikenali sebagai kondisi 1 atau on sehingga robot dapat berjalan. Jika
bertepuk tangan 2 kali maka robot akan mati atau mendapat sinyal kondisi
0. Penggunaan sinyal tergantung dari user bagaimana dia menggunakannya.
Kesensitifan sensor suara dapat diatur, semakin banyak condensator
yang digunakan pada pre amp maka akan semakin baik daya sensitive dari
sensor suara tersebut. Begitu juga pada saat penggunaan suara harus dalam
kondisi tertentu, karena jika terdapat suara lain yang masuk maka akan tidak
dikenali oleh sensor, begitu pula frekuensi yang digunakan harus sesuai
pada saat kita menginput suara awal dan input suara pada saat menjalankan
progr

3. Sensor suhu
Suhu merupakan keadaan tingkat panas atau dingin pada benda, baik
benda padat, cair ataupun benda gas. Tingkatan suhu pada suatu ruang dapat
diukur dengan menggunakan sensor suhu yang terpasang pada ruang tersebut.
Besaran suhu tidak bisa langsung diterima oleh komponen elektronik,
sehingga perlu perantara pengubah keadaan suhu menjadi besaran elektronik.

Gambar 3.19 Sensor Suhu


Ada 4 jenis utama sensor suhu yang biasa digunakan:
a) Thermocouple
Thermocouple pada pokoknya terdiri dari sepasang penghantar yang
berbeda disambung las dilebur bersama satu sisi membentuk “hot” atau
sambungan pengukuran yang ada ujung-ujung bebasnya untuk hubungan
dengan sambungan referensi. Perbedaan suhu antara sambungan
pengukuran dengan sambungan referensi harus muncul untuk alat ini
sehingga berfungsi sebagai thermocouple.

Gambar 3.20 Thermocouple


b) Detektor Suhu Tahanan
Konsep utama dari yang mendasari pengukuran suhu dengan detektor
suhu tahanan (resistant temperature detector = RTD) adalah tahanan listrik
dari logam yang bervariasi sebanding dengan suhu. Kesebandingan variasi
ini adalah presisi dan dapat diulang lagi sehingga memungkinkan
pengukuran suhu yang konsisten melalui pendeteksian tahanan. Bahan yang
sering digunakan RTD adalah platina karena kelinearan, stabilitas dan
reproduksibilitas.

Gambar Detektor Suhu Tahanan


Resistance Temperature Detector (RTD) atau dikenal dengan Detektor
Temperatur Tahanan adalah sebuah alat yang digunakan untuk menentukan
nilai atau besaran suatu temperatur/suhu dengan menggunakan elemen
sensitif dari kawat platina, tembaga, atau nikel murni, yang memberikan
nilai tahanan yang terbatas untuk masing-masing temperatur di dalam
kisaran suhunya. Semakin panas benda tersebut, semakin besar atau
semakin tinggi nilai tahanan listriknya, begitu juga sebaliknya. PT100
merupakan tipe RTD yang paling populer yang digunakan di industri.
Resistance Temperature Detector merupakan sensor pasif, karena sensor
ini membutuhkan energi dari luar. Elemen yang umum digunakan pada
tahanan resistansi adalah kawat nikel, tembaga, dan platina murni yang
dipasang dalam sebuah tabung guna untuk memproteksi terhadap kerusakan
mekanis. Resistance Temperature Detector (PT100) digunakan pada kisaran
suhu -200 0C sampai dengan 650 0C.
Prinsip dasar RTD adalah jika pada tahanan listrik dari logam yang
bervariasi sebanding dengan suhu. Kesebandingan variasi ini adalah
presisi dengan tingkat konsisten/kestabilan yang tinggi pada pendeteksian
tahanan. Platina adalah bahan yang sering digunakan karena memiliki
tahanan suhu, kelinearan, stabilitas dan reproduksibilitas.

c) Thermistor
Adalah resistor yang peka terhadap panas yang biasanya mempunyai
koefisien suhu negatif. Karena suhu meningkat, tahanan menurun dan
sebaliknya. Thermistor sangat peka (perubahan tahanan sebesar 5 % per °C)
oleh karena itu mampu mendeteksi perubahan kecil di dalam suhu.

Gambar 3.22 Thermistor


Thermistor adalah salah satu jenis sensor suhu yang mempunyai
koefisien temperatur yang sangat tinggi. Fungsi utama dari komponen ini
dalam suatu rangkaian elektronik adalah untuk mengubah nilai resistansi
karena adanya perubahan temperatur dalam rangkaian tersebut.
Karakteristik yang demikian ini memungkinkan kita untuk dapat mengatasi
beberapa masalah yang sederhana, seperti misalnya yang berkaitan dengan
sensor temperatur, kompensasi temperatur, atau masalah sistem pengaturan
yang lain.
Thermistor ini dibedakan dalam tiga jenis, yaitu thermistor yang
mempunyai koefisien temperatur negatifyang biasa disingkat NTC
(Negative Temperature Coefficient), thermistor yang mempunyai koefisien
temperatur positif yang biasa disingkat PTC (Positive Temperature
Coefficient), dan thermistor yang mempunyai tahanan temperature kritis
yang biasa disingkat CTR (Critical Temperature Resistance). Ketiga jenis
thermistor ini masing-masing mempunyai kegunaan yang berbeda, karena
karakteristik dari ketiga jenis termistor tersebut berbeda antara yang
satu dengan yang lain. Akan tetapi, pada umumnya, bila kita menyebut
kata termistor, maka termistor yang dimaksud adalah termistor NTC.

a. NTC (Negative Temperature Coefficient)

NTC adalah resistor yang mempunyai koefisien temperatur negatif


yang sangat tinggi. Thermistor jenis ini dibuat dari oksida logam yang
terdapat dalam golongan transisi. Oksida-oksida ini sebenarnya
mempunyai resistansi yang tinggi, tetapi dapat diubah menjadi bahan
semikonduktor yaitu dengan menambahkan beberapa ion lain (sebagai
doping) yang mempunyai valensi yang berbeda. Sedangkan perubahan
resistansinya karena pengaruh perubahan temperatur diberikan
dalam bentuk kurva resistansi sebagai fungsi temperatur.
b. PTC (Positive Temperature Coefficient)

PTC merupakan resistor dengan koefisien temperatur positif yang


sangat tinggi. Dalam beberapa hal, thermistor PTC berbeda dengan
termistor NTC antara lain seperti yang dijelaskan berikut ini:

1. Koefisien temperatur dari thermistor PTC benilai positif hanya


dalam interval temperatur tertentu, sehingga di luar interval
tersebul, koefisien temperaturnya bisa bernilai nol atau negatif.
2. Pada umumnya, harga mutlak dari koefisien temperalur dari
thermistor PTC jauh lebih besar dari pada thermistor NTC.

c. CTR (Critical Temperature Resistance)

Thermislor CTR dibuat dari V2O3 yang dipanaskan dengan serbuk


oksida Ba atau oksida Si dan sebagainya, yang hasilnya dalam bentuk
kaca. Thermistor jenis ini merupakan resistor yang mempunyai
koefisien temperatur negatif yang sangat tinggi. Penurunan resistansi
yang drastis karena adanya pengaruh suhu tersebut terjadi pada transisi
logam-semikonduktor dan berubah-ubah tergantung (sebagai fungsi)
dari konsentrasi dopant, yaitu oksida logam, seperti Ge, Ni, W, atau M.

d) Sensor Suhu Rangkaian Terpadu (IC)


Sensor suhu dengan IC ini menggunakan chip silikon untuk elemen yang
merasakan (sensor). Memiliki konfigurasi output tegangan dan arus.
Meskipun terbatas dalam rentang suhu (dibawah 200 °C), tetapi
menghasilkan output yang sangat linear di atas rentang kerja. Ada beberapa
jenis IC yang sering digunakan sebagai sensor suhu seperti LM135, LM235,
LM335. Ketiga jenis IC ini memilki karakter yang berbeda-beda dan
penggunaannya disesuaikan dengan kebutuhan kita.
Gambar 3.23 Perbandingan 4 jenis sensor suhu

4. Sensor gaya
Sensor gaya muatan Berfungsi untuk mengubah gaya, beban, torsi dan regangan
menjadi resistansi/hambatan. Sensor ini terbuat dari kawat tahanan tipis
berdiameter sekitar 1 mm. Kawat tahanan yang biasa digunakan adalah campuran
dari bahan konstantan (60 % Cu dan 40 % Ni). Kawat tahanan ini dilekatkan pada
papan penyangga membentuk strain gage dengan tipe-tipe:
a. Bonded strain gage

Susunan kawat tahanan di dalamnya berliku-liku sehingga memudahkan


pendeteksian terhadap gaya tekanan yang tegak lurus dengan arah panjang lipatan
kawat, karena tekanan akan menarik kabel sehingga meregang. Dengan
meregannya starin gage, maka terjadi perubahan resistansi kawat.

b. Unbonded strain gage


Jenis strain gage yang dibentuk dengan kawat tahanan yang terpasang lurus dan
simetris. Jika papan atau rangka mendapat tekanan dari luar, maka resistansinya
akan bertambah.
Konstruksi strain gage :

Strain gage dipasang/ditempelkan pada logam yang lentur yang dengan permukaan
yang rata agar saat logam meregang strain gage juga ikut meregang tetapi tidak
bergeser dar posisinya. Dengan melengkungnya besi/logam membuat strain gage
melengkung juga/meregang sehingga resistansinya berubah.
Gambar proses peregangan strain gage yang ditempelkan pada logam :
Karakteristik strain gage dihitung dengan rumus :

b. Pengertian Sensor berat


Sensor berat adalah suatu alat yangdapat mendeteksi berat dan
kemudiandiubah menjadi sinyal-sinyal listrik.Sensor berat ini termasuk bagian
darisensor mekanis. Prinsip kerja Sensor berat (STRAINGAUGE) Didasarkan pada
efek piezoresistive dari bahan semikonduktor, seperti silikon dan germanium.Strain
adalah jumlah deformasi dari suatu bagian dalamkaitannya dengan gaya. Secara
rinci strain (e)digambarkan
sebagai perubahan panjang, seperti yangterlihat pada gambar dibawah ini

Secara prinsip apabila strain gauge diberi tekanan maka tahanan listrik
straingauge akan berubah karena proses deformasi pada strain gauge. denganbesar
perubahan tahanan listrikberbanding lurus dengan besarnya perubahan tekanan
yang diterima straingauge.
c. Pengukuran strain gauge
Pengukuran ketegangan menggunakan strain gauge dilakukan dengan
menempatkan strain gauge pada rangkaian jembatan. Dalam prakteknya, orde
pengukuran strain tidak lebih dari milistrain (e x 10-3), oleh karena itu pengukuran
ketegangan memerlukan pengukuran yang sangat akurat dari perubahan yang
sangat kecil dari resistansinya. Nilai perubahan tahanan pada strain gauge yang
mengalami perubahan tekanan tidak signifikan, sehingga untuk dapat memberikan
perubahan nilai elektrik maka
perubahan tahanan pada strain gauge ini dimasukan ke dalam rangkaian jembatan
wheatstone seperti gambar berikut.

d. aplikasi Sensor gaya muatan dan berat


Salah satu contoh aplikasi adalah timbangan digital berbasis sensor
flexiforce. Sensor Flexiforce merupakan sebuah sensor gaya (force) atau beban
(load), sensor ini berbentuk printed circuit yang sangat tipis dan fleksibel. Sensor
flexiforce sangat mudah diimplementasikan untuk mengukur gaya tekan antara 2
permukaan dalam berbagai aplikasi. Sensor flexiforce bersifat resistif dan nilai
konduktansinya berbanding lurus dengan gaya/beban yang diterimanya. Semakin
besar beban yang diterima sensor
flexiforce maka nilai hambatan output-nya akan semakin menurun. Pada keadaan
tanpa beban, resistansi sensor ini sebesar kurang lebih 20M ohm. Ketika diberi
beban maksimum, resistansi sensor akan turun hingga kurang lebih 20K ohm.
Rating beban maksimum sensor flexiforce® bermacam-macam, yaitu 1 lb. (4,4 N),
25 lb. (110 N) dan 100 lb. (440 N). Aplikasi ini membutuhkan modul dan komponen
berikut:
- 1 DT-51™ Minimum System Ver 3.0 (atau versi yang lebih tinggi),
- 1 DT-I/O Graphic LCD GM24644,
- 1 DT-I/O I2C ADDA Ver 2.0 (atau versi yang lebih tinggi),
- 1 Sensor Flexiforce® A201-25 (0-25 lb.),
- 1 LM324,
- 2 Resistor variabel 10K,
- 1 Resistor variabel 100K,
- 2 Resistor 200K 0,25W 5%,
- 2 Resistor 100K 0,25W 5%,
- 1 Resistor 20K 0,25W 5%,
- 1 Kapasitor 1μF/16V.

5. Sensor percepatan

Kali ini saya akan menjelaskan tentang Sensor Kecepatan Proses


penginderaan sensor kecepatan merupakan proses kebalikan dari suatu motor,
dimana suatu poros/object yang berputar pada suatui generator akan menghasilkan
suatu tegangan yang sebanding dengan kecepatan putaran object. Kecepatan putar
sering pula diukur dengan menggunakan sensor yang mengindera pulsa magnetis
(induksi) yang timbul saat medan magnetis terjadi.
Sensor kecepatan atau velocity sensor merupakan suatu sensor yang
digunakan untuk mendeteksi kecepatan gerak benda untuk selanjutnya diubah
kedalam bentuk sinyal elektrik. Dalam prakteknya ada beberapa sensor yang
digunakan untuk berbagai keperluan ini, sensor-sensor tersebut diantaranya:
a. Tachometer dan Stroboscope
adalah sebuah alat untuk mengukur putaran mesin, khususnya jumlah putaran yang
dilakukan oleh sebuah poros dalam satu satuan waktu dan sering digunakan pada
peralatan kendaraan bermotor. Biasanya memilikilayar yang menunjukkan
kecepatan perputaran per menitnya
2. Kabel Piezoelectric
3. Muzzle velocity
4. Encoder Meter
b. Karakteristik Sensor Kecepatan :
Termasuk transduser pasif, tanpa catu daya.
1. Ukuran relatif besar, frekuensi alamiah rendah sekitar 8 - 10 Hz. Daerah
pengukuran dilakukan di atas frekuensi alamiahnya,umumnya adalah
antara 10 Hz < Frekuensi Pengukuran < 1000 Hz. Pemasangan sensor
kecepatan relatif tidak kritis dan pada ujung sensor dapat dipasang batang
pengukur atau pelekat magnetik.
2. Sensor kecepatan dapat dipakai tanpa conditioning amplifier
3. Konstruksi sensor kecepatan getaran merupakan sistemelektromekanik
sehingga bisa terjadi keausan.
c. Prinsip Kerja :
Suatu poros/object yang berputar pada suatui generator akan menghasilkan suatu
tegangan yang sebanding dengan kecepatan putaran object. Kecepatan putar sering
pula diukur dengan menggunakan sensor yang mengindera pulsa magnetis (induksi)
yang timbul saat medan magnetis terjadi.
d. Aplikasi Sensor Kecepatan :
1. Pengukur kecepatan pada motor
2. Pengukur kecepatan pada mobi
6. Sensor Tekanan
Sensor Tekanan diciptakan untuk mengukur tekanan suatu zat yang
memiliki tekanan sangat kecil sehingga sulit untuk diukur apabila
menggunakan alat pengukur biasa. Dalam pelajaran Science, kita mengenal
adanya alat pengukur untuk suatu benda. Seperti contoh thermometer sebagai
alat untuk mengukur suhu, anemometer untuk mengukur kecepatan angin dan
speedometer untuk mengukur kecepatan suatu benda. Tekanan yang
dilambangkan dalam huruf (p) adalah satuan fisika untuk menyatakan gaya,
yang dilamabangkan dengan (F) persatuan luas, yang dilambangkan dengan
(A). Satuan tekanan sering digunakan untuk mengukur kekuatan atau tekanan
dari unsur zat yaitu berupa cairan dan gas. Fungsi dari sensor tekanan
sebenarnya adalah untuk mengubah tekanan menjadi induktasi.

Gambar 3.24 Sensor Tekanan

Sensor tekanan mempunyai prinsip kerja yang sedikit rumit. Pertama,


perubahan tekanan pada kantung menyebabkan perubahan posisi inti
kumparan sehingga menyebabkan perubahan induksi magnetic pada
kumparan. Kumparan yang digunakan adalah kumparan CT (center tap).
Dengan demikian, apabla inti mengalami pergeseran, maka induktasi pada
salah satu kumparan bertambah, namun menyebabkan kumparan yang lain
berkurang. Untuk mengukur tekanan statis atau tinggi suatu cairan dapat
ditentukan dengan rumus (P = d.g.h). Untuk keterangannya, (p) adalah
tekanan statis (pascal) sementara (D) adalah kepadatan cairan (km/m3), lalu
(G) adalah konstanta gravitasi ( 9,81 m/s2) dan (H) adalah tinggi cairan (M).
Prinsip kerja dari sensor tekanan ini adalah mengubah tegangan mekanis
menjadi sinyal listrik. Ukuran ketegangan didasarkan pada prinsip bahwa
tahanan pengantar berubah dengan panjang dan luas penampang. Daya yang
diberikan pada kawat menyebabkan kawat bengkok sehingga menyebabkan
ukuran kawat berubah dan mengubah tahanannya. Aplikasi sensor tekanan
adalah sebagai pemantau cuaca yang sering berubah-ubah. Digunakan
dipesawat terbang untuk mengukur tekanan angina yang berada didalam band
pesawat terbang, lalu yang terakhir adalah pengukur tekanan udara pada
ruangan tertutup. Tiga fungsi ini adalah fungsi umum dari sendor tekanan
yang sering ditemui oleh masyarakat namun masyarakat belum mengetahui
cara kerja dari pengukur tekanan tersebut.
Jenis sensor tekanan yang secara langsung sebagai pembaca tingkat
tekanan. Sangat berguna pada instrumentasi prakiraan cuaca, pesawat
terbang, mobil, da pada semua mesin yang memiliki tekanan yang diterapkan
pada sistemnya.

Gambar 3.25 Contoh Skema Sensor Tekanan

7. Sensor Penyandi
Sensor Penyandi ( Encoder ) digunakan untuk mengubah gerakan
linear atau putaran menjadi sinyal digital, dimana sensor putaran memonitor
gerakan putar dari suatu alat. Sensor ini biasanya terdiri dari 2 lapis jenis
penyandi, yaitu; Pertama, Penyandi rotari tambahan ( yang mentransmisikan
jumlah tertentu dari pulsa untuk masing-masing putaran ) yang akan
membangkitkan gelombang kotak pada objek yang diputar. Kedua, Penyandi
absolut ( yang memperlengkapi kode binary tertentu untuk masing-masing
posisi sudut ) mempunyai cara kerja sang sama dengan perkecualian, lebih
banyak atau lebih rapat pulsa gelombang kotak yang dihasilkan sehingga
membentuk suatu pengkodean dalam susunan tertentu. Masih banyak
kekurangan dalam pengoperasian alat teknologi pada saat ini yaitu pada tingkat
accuration, safety dan juga kemudahan dalam pengaplikasiannya. Oleh karena
itu maka dibutuhkan Sensor. Sensor adalah suatu alat yang mempermudah kerja
user dengan tingkat kesalahan kecil dan mudah untuk dioperasikan.

Gambar 3.30 Sensor Penyandi (Encoder)

Dalam kesempatan kali ini kita akan mencoba membahas mengenai Sensor
Encoder atau Sensor Penyandi. Cara Kerja dari Sensor Encoder masih jarang
diketahui oleh kalangan umum atau masyarakat awam, hal ini dikarenakan
sistem kerja sensor ini memang sangat rumit dan komplek untuk tingkat pemula
ataupun yang sudah berpengalaman sekalipun. Shaft Encoder atau Rotary
Encoder adalah suatu device elektromekanikal yang digunakan untuk
mengubah posisi sudut dari roda ke dalam kode digital, menjadikannya
semacam tranduser. Device ini biasanya dipakai atau digunakan dalam bidang
robotika, seperti optomekanikal mouse & trackball, serta digunakan juga pada
kendali putaran radar, dll.
Sensor Encoder digunakan untuk mengubah gerakan linear atau putaran
menjadi sinyal digital, dimana sensor putaran memonitor gerakan putar dari
suatu alat. Sensor ini biasanya terdiri dari 2 lapis jenis penyandi :

1. Penyandi Rotari tambahan yang akan membangkitkan gelombang


kotak pada objek yang diputar.
2. perkecualian, lebih banyak atau lebih rapat pulsa gelombang kotak
yang dihasilkan

b. Prisip Kerja Sensor Encoder

Prinsip Kerja dari sensor ini adalah saat rangkaian sumber cahaya diberi
VCC 5 Volt dan menghasilkan cahaya, cahaya masuk pada photodioda tidak
terhalangi maka akan menghasilkan tegangan 5V dan begitu juga sebaliknya saat
terhalangi maka akan menghasilkan tegangan 0V. Dimana tegangan menjadi
inputan untuk mikrokontroler.

Berikut ini adalah gambar Rangkaian sensor yang digunakan :

Pada gambar diatas Led Inframerah kita gunakan untuk


menembakkan cahaya sedangkan disisi kanan light receive dapat kita
gunakan sensor cahaya seperti photodiode atau phototransistor.

Salah satu aplikasi rotary encoder sebagai sensor posisi digunakan


pada Mouse Analog (Mouse yang menggunakan Bola). Bisa anda buka dan
anda akan melihat kurang lebih Tiga buah Rangkaian Sensor Posisi
menggunakan Rotary Encoder.

Sensor ini adalah saat rangkaian sumber cahaya diberi VCC 5 Volt
dan menghasilkan cahaya, cahaya masuk pada photodioda tidak terhalangi
maka akan menghasilkan tegangan 5V dan begitu juga sebaliknya saat
terhalangi maka akan menghasilkan tegangan 0V. Dimana tegangan
menjadi inputan untuk mikrokontroler.

Contoh Aplikasi :

Salah satu aplikasi rotary encoder sebagai sensor posisi digunakan


pada Mouse Analog (Mouse yang menggunakan Bola). Kurang lebih Tiga
buah Rangkaian Sensor Posisi menggunakan Rotary Encoder.

SENSOR KIMIA
MACAM-MACAM SENSOR KIMIA.

1) Sensor pH (pH meter)

Kertas lakmus biasanya digunakan untuk mengidentifikasi kadar keasaam atau


kebasaan suatu zat. Cara ini terbilang merupakan cara yang cukup mudah
dilakukan, namun kurang efisien. Untuk itu seiring dengan perkembangan
teknologi, manusia mulai membuat alat yang lebih mudah dan efisien untuk
mengukur pH. Alat ini biasanya disebut pH meter.
Gambar 4.1 pH Meter
Sumber : artikel-teknologi.com

Prinsip pengukuran suatu pH didasarkan pada potensial elektro kimia yang


terjadi antara larutan yang terdapat didalam elektroda gelas (membrane gelas) yang
telah diketahui dengan larutan yang terdapat diluar elektroda gelas yang tidak
diketahui. Hal ini dikarenakan lapisan tipis dari gelembung kaca akan berinteraksi
dengan ion hidrogen yang ukurannya relatif kecil dan aktif. Elektroda gelas tersebut
akan mengukur potensial elektrokimia dari ion hidrogen atau diistilahkan
dengan potensial of hidrogen. Untuk melengkapi sirkuit elektrik dibutuhkan suatu
elektroda pembanding. Sebagai catatan, alat tersebut tidak mengukur arus tetapi
hanya mengukur tegangan (Purba, 1995).
Sensor yang biasa digunakan untuk pH adalah elektroda yang sensitif
terhadap ion atau disebut elektroda gelas. Elektroda ini tersusun dari batang
elektroda (terbuat dar gelas yag terisolasi dengan baik) dan membran gelas (yang
berdinding tipis dan sensitif terhadap ion H+). Elemen sesnor pengukur pH terdapat
di tengah-tengah, dilingkupi oleh larutan perak-perak klorida (Ag-AgCl). Bagian
bawah dari elemen sensor ini berhubungan dengan membran gelas dan berisi
larutan perak-perak klorida. Kontak ionik dari larutan perak-perak klorida terhadap
sampel terjadi melali penghubung keramik. Penghubung ini bertindak sebagai suatu
membran selektif yang hanya meloloskan arus-arus ionik tertentu. Secara alami,
impedansi keluaran elektroda gelas sangat besar (karena proses kimia yang terjadi
pada permukaan elektroda), besarnya antara 50-500 MΩsehingga pada alat
pengukur diperlukan impedansi masukan yang sangat besar (Coughlin, 1994).

2) Sensor Oksigen (Zirconia Oxygen Sensors)


Sensor oksigen adalah suatu alat yang berfungsi untuk mengukur kadar atau
jumlah oksigen dalam suatu gas atau cairan. Biasanya sensor oksigen ini terbuat
dari bahan keramik zirconia. Sensor oksigen zirkonia gerbuat dari keramik yang
biasa disebut dioksida zirconium (ZrO2).

Gambar 4.2 Aplikasi sensor oksigen pada motor


Sumber : www.motorplus-online.com

Zirconia Gas Sensor atau disebut juga lambda pertama kali dikembangkan oleh
perusahaan Bosch GbmH Robert selama akhir 1960-an dibawah pengawasan Dr
Gunter Bauman. Contoh penggunaan sensor oksigen adalah pada teknologi motor
injeksi, dimana kadar racun gas buang akan diukur oleh sensor oksigen kemudian
apabila kadar racunnya masih tinggi, maka sensor oksigen akan memberikan umpan
balik ke ECU untuk mengatur kembali semprotan bensinnya. Sensor oksigen pada
teknologi motor injeksi ini bertujuan untuk menjaga campuran gas pembakaran
(udara dan bensin) agar tetap ideal.

3) MQ-135 Air Quality Sensor


MQ-135 Air Quality Sensor adalah sensor yang berfungsi untuk memonitor
kualitas udara untuk mendeteksi gas amonia (NH3), natrium-(di)oksida
(NOx), alkohol / ethanol (C2H5OH), benzena (C6H6), karbondioksida (CO2), gas
belerang / sulfur-hidroksida (H2S) dan asap / gas-gas lainnya di udara.

Gambar 4.3 Sensor Udara MQ-135


Sumber : http://www.vcc2gnd.com/2014/01/MQ-135-AirQualitySensor.html#

Sensor ini melaporkan hasil deteksi kualitas udara berupa perubahan nilai
resistansi analog di pin keluarannya. Pin keluaran ini bisa disambungkan dengan
pin ADC (analog-to-digital converter) di mikrokontroler
atau pin analog input dengan menambahkan satu buah resistor saja (berfungsi
sebagai pembagi tegangan / voltage divider).

4) TDS ( Total Dissolve Solid) Meter


TDS (Total Dissolve Solid) yaitu ukuran zat terlarut (baik itu zat organic
maupun anorganic, Contoh : garam, dll) yang terdapat pada sebuah larutan. TDS
meter menggambarkan jumlah zat terlarut dalam Part Per Million (PPM) atau sama
dengan milligram per liter (mg/L). TDS Meter adalah alat untuk mengukur partikel
padatan terlarut di air yang tidak tampak oleh mata.
Ada 2 cara yang dapat digunakan untuk mengukur kualitas suatu larutan. Yaitu
gravimetry dan electrical conductivity. Electrical Conductivity adalah ukuran
kemampuan suatu bahan untuk menghantarkan arus listrik. Konduktansi (G)
merupakan kebalikan (invers) dari resistansi (R). Sehingga persamaan
matematisnya adalah : G = 1/R
Konduktansi suatu larutan akan sebanding dengan konsentrasi ion-ion dalam
larutan tersebut. TDS meter ini menggunakan dua buah plat logam yang jika
dimasukkan dalam suatu larutan dapat menghantarkan arus listrik

7.1 Pengertian Tranduser


Tranduser berasal dari kata “traducere” dalam bahasa Latin yang berarti
mengubah. Sehingga tranduser dapat didefinisikan sebagai suatu peranti yang dapat
mengubah suatu energi ke bentuk energi yang lain. Bagian masukan dari tranduser
disebut sensor, karena bagian ini dapat mengindera suatu kuantitas fisik tertentu
dan mengubahnya menjadi bentuk energi yang lain.
Tranduser adalah alat yang dapat diberi input dari suatu besaran fisika
dirubah menjadi besaran fisika lainnya dan setelah perubahan besaran ini akan
diteruskan keintrumen lainnya dapat berupa pengukuran ataupun sistem kontrol.
Tranduser adalah sebuah alat yang bila digerakan oleh suatu energy di dalam sebuah
sistem transmisi, akan menyalurkan energy tersebut dalam bentuk yang sama atau
dalam bentuk yang berlainan kesistem transmisi berikutnya”. Transmisi energy ini
bisa berupa listrik, mekanik, kimia, optic (radiasi) atau thermal (panas). Kita
mengenal ada enam macam energi, yaitu: radiasi, mekanik, panas, listrik, dan
kimia.

Gambar 3.31 Bagan sensor dan Tranduser

Dari sisi pola aktivasinya, tranduser dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Tranduser pasif, yaitu tranduser yang dapat bekerja bila mendapat energi
tambahan dari luar.

Gambar 3.32 Tranduser Pasif


Contoh:
Thermistor. Untuk mengubah energi panas menjadi energi listrik yaitu
tegangan listrik, maka thermistor harus dialiri arus listrik. Ketika
hambatan thermistor berubah karena pengaruh panas, maka tegangan
listrik dari thermistor juga berubah.
2. Tranduser aktif, yaitu tranduser yang bekerja tanpa tambahan energy dari
luar, tetapi menggunakan energi yang akan diubah itu sendiri.
Gambar 3.33 Tranduser aktif
Contoh:
Termokopel. Ketika menerima panas, termokopel langsung meng-hasilkan
tegangan listrik tanpa membutuhkan energi dari luar.

Tranduser listrik merobah besaran fisika, mekanik atau optik


ditransformasikan langsung menjadi besaran listrik yang berupa tegangan atau arus
sebanding dengan besaran yang diukur. Keuntungan tranduser listrik adalah sebagai
berikut:
1. Output listrik dapat diperkuat menurut keperluan.
2. Output dapat dilihat dan direkam secara jarak jauh kecuali dapat
dibaca/dilihat juga beberapa transduser dapat diproses bersama-sama.
3. Output dapat diubah tergantung keperluan pemeragaan atau mengontrol
alatlain. Besarnya sinyal dapat dinyatakan dengan tegangan atau arus.
Informasi sinyal analog dapat diubah menjadi informasi frequensi atau
pulsa. Output yang sama dapat diubah menjadi format digital pemeragaan,
pencetakan (print-out) atau penghitungan dalam proses (on-line
computation). Karena output dapat dimodifikasi, dimodifikasi atau
diperkuat maka sinyal output tersebut dapat direkan pada osilograp perekam
multi channel misalnya, yaitu yang beasal dari banyak tranduser listrik
secara bersamaan.
4. Sinyal dapat dikondisikan atau dicampur untuk mendapatkan kombinasi
output dan tranduser sejenis, seperti contohnya pada computer data udara,
atau pada sistem kontrol adaptif. Contoh khusus seperti pada pengukuran
angka Mach memakai dua besaran yang diukur.
5. Ukuran dan bentuk transduser dapat disesuaikan dengan rancangan alat
untuk mendapatkan berat serta volume optimum
6. Dimensi dan bentuk desain dapat dipilih agar tidak mengganggu sifat yang
diukur seperti misalnya pada pengukuran turbulensi arus, ukuran tranduser
dapat dibuat kecilsekali, ini akan menaikkan frekuensi natural dan menjadi
lebih baik. Contohnya pada tranduser piezo elektrik miniatur. Yang
digunakan untuk mengukur getaran. Walaupun adanya keuntungan-
keuntungan tersebut diatas, terdapat pula kerugian yang didapat pada
sensor/perabalistrik, yaitu menimbulkan soal pada pengukuran presisi.
Umumnya alat kurang andal disbanding dengan jenis mekanik karena umur
dan drift komponen aktif yang digunakan dapat mempengaruhi besaran
listrik. Elemen sensor dan pengkondisi sinyal-sinyal relatif mahal, beberapa
hal ketelitian dan resolusi tidak setinggi alat mekanik yang dapat
mempunyai ketelitian hingga 0,01 %. Tetapi sekarang dengan peningkatan
teknologi dan rangkaian maka ketelitian dan stabilitasnya naik pula.

Klasifikasi Tranduser
1. Self generating tranduser (tranduser pembangkit sendiri)
Self generating transduser adalah tranduser yang hanya memerlukan satu
Sumber energi. Contoh: piezoelectric, termocouple, photovoltatic, termistor,
dsb. Ciri tranduser ini adalah dihasilkannya suatu energy listrik dari tranduser
secara langsung. Dalam hal ini tranduser berperan sebagai sumber tegangan.

2. External power transduser (tranduser daya dari luar)


External power tranduser adalah tranduser yang memerlukan sejumlah
energy dari luar untuk menghasilkan suatu keluaran. Contoh: RTD (resistance
thermal detector), Strain gauge, LVDT (linier variable differential
transformer), Potensiometer, NTC, dsb.
Gambar 3.34 Contoh tranduser pembangkit sendiri

Gambar 3.35 External power tranduser

Tabel 3.1 Kelompok Tranduser


a. Pemilihan Transduser

Pemilihan suatu tranduser sangat tergantung kepada kebutuhan pemakai


dan lingkungan di sekitar pemakaian. Untuk itu dalam memilih tranduser perlu
diperhatikan beberapa hal di bawah ini:
a. Kekuatan, maksudnya ketahanan atau proteksi terhadap beban lebih.
b. Linieritas, yaitu kemampuan untuk menghasilkan karakteristik masukan-
keluaran yang linier.
c. Stabilitas tinggi, yaitu kesalahan pengukuran yang kecil dan tidak begitu
banyak terpengaruh oleh faktor-faktor lingkungan.
d. Tanggapan dinamik yang baik, yaitu keluaran segera mengikuti masukan
dengan bentuk dan besar yang sama.
e. Repeatability: yaitu kemampuan untuk menghasilkan kembali keluaran
yang sama ketika digunakan untuk mengukur besaran yang sama, dalam
kondisi lingkungan yang sama.
f. Harga: Meskipun faktor ini tidak terkait dengan karakteristik tranduser
sebelumnya, tetapi dalam penerapan secara nyata seringkali menjadi
kendala serius, sehingga perlu juga dipertimbangkan.

Linieritas adalah suatu sifat yang penting dalam suatu tranduser. Bila suatu
tranduser adalah linier, maka bila masukan menjadi dua kali lipat, maka keluaran
misalnya menjadi dua kali lipat juga. Hal ini tentu akan mempermudah dalam
memahami dan memanfaatkan tranduser tersebut.
Ketidaklinieran setidaknya dapat dibagi menjadi dua, yaitu ketidak-linieran
yang diketahui dan yang tidak diketahui. Ketidaklinieran yang tidak diketahui
tentu sangat menyulitkan, karena hubungan masukan – keluaran tidak diketahui.
Seandainya tranduser semacam ini dipakai sebagai alat ukur, ketika masukan
menjadi dua kali lipat, maka keluarannya menjadi dua kali lipat atau tiga kali
lipat, atau yang lain, tidak diketahui. Sehingga untuk tranduser semacam ini,
perlu dilakukan penelitian tersendiri untuk mendapatkan hubungan masukan
keluaran, sebelum memanfaatkannya.
Adapun untuk ketidaklinieran yang diketahui, maka tranduser yang
memiliki watak semacam ini masih dapat dimanfaatkan dengan menghindari
ketidaklinierannya atau dengan melakukan beberapa transformasi pada rumus-
rumus yang menghubungkan masukan dengan keluaran. Contoh ketidaklinieran
yang diketahui misalnya: daerah mati (dead zone), saturasi (saturation),
logaritmis, kuadratis dan sebagainya. Perinciannya adalah sebagai berikut:
1. Daerah mati (dead zone) artinya adalah ketika telah diberikan masukan,
keluaran belum ada. Baru setelah melewati nilai ambang tertentu, ada
keluaran yang proporsional terhadap masukan.
Gambar 3.36 Daerah Mati (Dead Zone)

2. Saturasi maksudnya adalah, ketika masukan dibesarkan sampai nilai


tertentu, keluaran tidak bertambah besar, tetapi hanya menunjukkan nilai
yang tetap.

Gambar 3.37 Saturasi (saturation)

3. Logaritmis, maksudnya adalah sesuai dengan namanya bila masukan


bertambah besar secara linier, keluarannya bertambah besar secara
logaritmis.
Masukan Keluaran
10 1
100 2
1000 3

4. Kudratis, maksudnya adalah sesuai dengan namanya bila masukan


bertambah besar secara linier, keluarannya bertambah besar secara
kuadratis.
Masukan Keluaran
1 1
2 4
3 9
Pada kondisi riil, transduser yang linier dalam jangkau yang luas sangat
jarang ditemui. Bahkan banyak transduser yang memiliki sifat tidak linier
yang merupakan gabungan dari beberapa sifat tidak linier. Oleh karena itu,
perlu kiat-kiat yang tepat untuk memanfaatkan fenomena tersebut.

4. PENGKONDISIAN SINYAL
Seringkali, pilihan mengenai karakteristik suatu sensor terhadap variabel
masukan sangatlah terbatas, sehingga diperlukan adanya suatu pengkondisian
sinyal. Pengkondisian sinyal ini berkaitan dengan operasi-operasi yang
dikenakan pada sinyal guna mengkonversi sinyal tersebut ke bentuk yang sesuai
dengan yang diperlukan untuk interface dengan elemen-elemen lain dalam
sistem instrumentasi. Efek pengkondisian sinyal pada sinyal masukan sering
dinyatakan dalam bentuk fungsi alih. Pengkondisi sinyal dapat dikelompokkan
dalam beberapa jenis, seperti yang akan diuraikan berikut.

a. Pengubahan Level Sinyal


Suatu cara yang paling sederhana untuk pengkondisian sinyal adalah
dengan mengubah level sinyal, yaitu dengan melakukan penguatan ataupun
peredaman. Salah satu faktor yang penting dalam pemilihan penguat adalah
impedansi masukan yang ditawarkan kepada sensor (atau elemen lain yang
berfungsi sebagai masukan). Dalam beberapa kasus, (misalnya akselerometer
dan detektor optik), tanggapan frekuensi penguat juga merupakan suatu hal
yang sangat penting.

b. Linierisasi
Hubungan antara keluaran dengan masukan sensor seringkali tidak
linier. Oleh karena itu diperlukan suatu rangkaian untuk linierisasi sinyal
tersebut, seperti yang diperlihatkan dalam Gambar 3.38. Tujuan linierisasi
adalah untuk mendapatkan keluaran yang berubah secara linier terhadap
variabel masukan meskipun keluaran sensornya tidak linier. Rangkaian
linierisasi ini sulit dirancang, dan biasanya bekerja hanya dalam batas yang
sempit. Cara linierisasi yang lebih modern adalah seara perangkat lunak,
yaitu dengan membolehkan sinyal tak linier sebagai masukan ke komputer
dan selanjutnya melakukan linierisasi dengan menggunakan perangkat
lunak.

Gambar 3.38 Linierisasi

c. Konversi
Pengkondisian sinyal dalam hal ini digunakan untuk mengkonversi
suatu jenis perubahan listrik ke jenis perubahan listrik yang lain. Konversi
ini diperlukan misalnya dalam transmisi sinyal dan interface dengan sistem
digital.
Transmisi Sinyal Untuk transmisi sinyal seringkali digunakan
transmisi arus karena tidak dipengaruhi oleh perubahan beban. Standard
level arus yang digunakan adalah 4 sampai 20 mA.
Interface Digital Penggunaan komputer dalam sistem instrumentasi
akan memerlukan suatu konversi dari data analog ke data digital, yaitu yang
dilakukan oleh ADC. Konversi ini biasanya memerlukan pengaturan level
sinyal analog agar sesuai dengan masukan yang diperlukan oleh ADC.
d. Pem-filteran dan Penyesuaian Impedansi
Dalam banyak kejadian, sinyal yang diperlukan sering bercampur
dengan sinyal yang tidak diinginkan (noise). Untuk menyingkirkan sinyal
yang tidak diinginkan tersebut dapat digunakan filter yang sesuai, yaitu low-
pass filter (LPF), high-pass filter (HPF), notch filter, atau gabungan dari
filter-filter tersebut.
Penyesuaian impedansi kadang diperlukan, yaitu apabila impedansi
internal transduser atau impedansi saluran dapat menyebabkan terjadinya
suatu kesalahan dalam pengukuran suatu variabel.

e. Konsep Pembebanan
Salah satu hal yang sangat penting dalam pengkondisian sinyal analog
adalah adanya pengaruh pembebanan pada suatu rangkaian oleh rangkaian lain,
yang dapat menyebabkan terjadinya ketidakpastian dalam amplituda tegangan.
Gambar 3.39 memperlihatkan efek pembebanan pada sensor, yang dalam hal
ini dinyatakan dalam rangkaian setara Thevenin.

Rx

Vx Vy RL
x

Gambar 3.39 Rangkaian ekivalen Thevenin sensor untuk memperlihatkan


efek pembebanan pada sensor
Tegangan beban dalam Gambar 3.39 diberikan oleh Persamaan 2.1:
 Rx 
V y  Vx 1   .....................(2.1)
 RL  R x 

dengan : Vy = tegangan beban


Vx = tegangan sensor dalam keadaan rangkaian terbuka
Rx = impedansi internal sensor
RL = impedansi beban
Contoh 2.1
Sebuah penguat mengeluarkan tegangan sepuluh kali tegangan terminal
masukannya, dan mnempunyai resistansi masukan sebesar 10 kΩ. Sebuah
sensor mengeluarkan tegangan yang sebanding suhu dengan fungsi alih 20
mV/oC. Sensor tersebut mempunyai resistansi keluaran sebesar 5 kΩ. Apaila
suhu yang diukur sebesar 50 oC, berapakah tegangan keluaran penguat
tersebut?

Penyelesaian:
Suatu contoh penyelesaian yang naif diperlihatkan dalam Gambar 3.39a.
Tegangan sensor dalam keadaan tanpa beban diperoleh dari fungsi alih:
  
VT  20mV / o C 50 o C  1,0V
Tegangan keluaran penguat:
Vo  10Vi  10 1,0V   10V (Salah!)
Penyelesaian yang benar diperlihatkan dalam Gambar 3.39b.
Tegangan yang sebenarnya muncul pada terminal masukan penguat adalah:
 5 k 
Vi  VT 1    0,67 V
 10k  5k 
dengan VT = 1,0 V
Dengan demikian besarnya tegangan keluaran penguat adalah :
Vo  10 0,67V   6,7V

T
20 mV/oC VT Vin Gain = 10

Vo

(a) Tegangan sensor dalam keadaan tanpa beban


5k
T
VT 10 k

Vo

Gain = 10

(b) Tegangan yang sebenarnya muncul pada terminal masukan penguat

Gambar 3.39 (a) Pengabaian efek pembebenan dapat mengakibatkan kesalahan


yang serius (b) Penyelesaian dengan memperhitungkan efek

5. DEFINISI DALAM INSTRUMENTASI


Berkaitan dengan pengukuran maka beberapa istilah/definisi perlu Anda
ketahui agar dapat memahami konsep pengukuran. Pengukuran / Instrumentasi
Adalah proses untuk mendapatkan informasi besaran fisis tertentu, seperti
tekanan (p), suhu (T), tegangan (V), arus listrik (I). Informasi yang diperoleh
dapat berupa nilai dalam bentuk angka (kuantitatif) maupun berupa pernyataan
yang merupakan sebauh simpulan (kualitatif). Untuk mendapatkan informasi
tersebut maka diperlukan alat ukur, misalnya untuk mengetahui tegangan
V menggunakan alat multimeter.
Adanya keterbatasan kemampuan manusia adalah faktor utama
diperlukannya instrumentasi sebagai contoh silahkan perhatikan gambar
dibawah ini:

Gambar 3.40 Pengaturan katup tangki dengan sistem manual


Dalam contoh diatas ada sebuah proses pengendalian isi tangki air ( Level
tangki) dimana ketinggian dijaga agar tetap berada pada ketinggian 50%, bila
isinya melewati ketinggian 50% maka operator harus membuka valve dan
sebaliknya bila isinya kurang dari 50% operator harus menutup valve, apabila
tuntutan pemakaian stabil atau tidak sering berubah-ubah maka operator tidak
harus terlalu banyak bekerja tetapi jika pemakaian air dari tangki tersebut
banyak berubah-ubah maka opearator akan mengalami kelelahan karena jadi
harus lebih banyak bekerja membuka dan menutup valve, inilah yang disebut
proses pengendalian manual jadi kelemahannya akan sangat menyulitkan
operator, berbeda keadaannya jika fungsi operator digantikan oleh alat
instrumentasi yang disebut controler, lalu valve manualnya diganti dengan
control valve serta proses pengukuran levelnya dilakukan oleh alat
instrumentasi yang disebut level transmitter, maka sisitim pengendalian
menjadi pengendalian otomatis, seperti tampak pada gambar dibawah ini;

Gambar 3.41 Pengaturan katup tangki secara otomatis dengan sistem


instrumentasi

Contoh kasus diatas adalah contoh kekurangan manusia bila difungsikan


sebagai alat pengaturan, contoh lain keterbatasan manusia jika difungsikan
sebagai alat pengukuran, pada sebuah proses peleburan besi misalnya
dibutuhkan panas yang sangat tinggi hingga ratusan derajat Celsius, dalam
kondisi seperti ini tentu saja alat perasa manusia tidak mungkin bisa merasakan
dan memberikan informasi suhu yang akurat bahkan untuk menyentuhnya
sekalipun sudah tidak mungkin, itulah sekilas penjelasan mengapa ilmu
instrumentasi diperlukan.
Sebagaimana definisi ilmu instrumentasi yaitu ilmu yang mempelajari
sistim pengukuran dan pengaturan, maka akan dijelaskan dulu disini pengenalan
alat-alat yang termasuk dalam dua kategori tersebut lalu akan dilanjutkan dengan
pembahasan teori-teori sistim pengendalian sederhana.

6. ANALISIS STATISTIK
Analisis statistic terdapat data pengukuran adalah pekerjaan yang biasa
sebab memungkinkan penentuan ketidak pastian hasil pengujian akhir secara
analitis. Hasil dari suatu pengukuran dengan metode tertentu dapat diramalkan
berdasarkan data contoh tanpa memiliki informasi yang lengkap mengena
semua faktor-faktor gangguan.
a. Nilai rata-rata (arithametic mean)
Nilai rata-rata diberikan oleh persamaan berikut:
𝑥1 + 𝑥2 +𝑥3 +𝑥4 +⋯+𝑥𝑛 ∑𝑥
X= =
𝑛 𝑛

x = nilai rata-rata
𝑥1 + 𝑥2 + 𝑥3 = pembacaan yang dilakukan
𝑛 = jumlah pembaca
b. Penyimpanan terhdap nilai rata-rata
Penyimpangan (deviasi) adalah selisih antara suatu pembacaan terhadap
nilai rata-rata dalam sekelompok pembaca. Jika penyimpangan
pembacaan pertama 𝑥1 adalah d1 , penyimpangan pembacaan kedua x2
adalah d2, dan seterusnya, maka penyimpangan-penyimpangan
terhadap nilai rata-rata adalah

c. Penyimpangan rata-rata (evarage deviation)


Deviasi rata-rata adalah suatu indikasi ketepatan instrument-instrumen
yang digunakan untuk pengukur. Menurut definisi, devinisi rata-rata
adalah penjumlahan nilai-nilai mutlak dari penyimpangan-
penyimpangan dibagi dengan jumlah pembacaan.
Deviasi rata-rata dapat dinyatakan sebagai :

d. Deviasi standar
Deviasi standar merupakan cara yang sangat ampuh untuk menganalisa
kesalahan-kesalahan acak secara statistik. Deviasi standar dari
jumlahdata terbatas sidefinisikan sebagai akar daru penjumlahan semua
penyimpangan (devisiasi) setelan dikuadratkan dibagi dengan banyak
pembacaan. Secara sistematis dituliskan:

Tentunya dalam praktek, jumlahpengamatan yang mungkin adalah


terbatas. Deviasi standar untuk sejumlah data terbatas adalah:

Kemungkinan kesalahan-kesalahan (Probability of Errors)


1. Distribusi kesalahan normal
Adapun kemungkinan-kemungkinan bentuk kurva distribusi
kesalahan adalah sebagai berikut:
 Kemungkinan kesalahan-kesalahan yang kecil lebih besar
dari kemungkinan kesalahan-kesalahan besar:
 Kesalahan-kesalahan besar adalah sangat mustahil
 Terdapat kemungkinan yang sama bagi kesalahan-
kesalahan positif dan negatif sehingga kemungkinan suatu
kesalahan yang diberikan akan simetris terhadap harga nol.
2. Kesalahan yang mungkin (probable error)
Nilai-nilai yang sehubungan dengan penyimpangan-penyimpangan
lainnya dinyatakan dalam 𝜎 diberikan pada tabel 2 berikut:
Tabel 2. Luasan dibawah kurva kemungkinan
Deviasi (+) Bagian luasan total yang tercakup
(𝝈)
0.6745 0.5000
1.0 0.6828
2.0 0.9546
3.0 0.9972

Pada tabel 2 juga ditunjukkan bahwa separuh dari kusus tersebut


berada dalam batas-batas penyimpangan ± 0,674 𝜎. Besaran r
disebut kesalahan yang mungkin (probable error) yang definisikan
sebagai:
Kesalahan yang mungkin r = ± 0,6745 𝜎
Nilai ini adalah mungkin dalam arti bahwa terdapat suatu
kesempatan yang sama dimana setiap pengamatan akan memiliki
suatu kesalahan acak yang tidak melebihi ± r.

7. KEMUNGKINAN KESALAHAN DALAM PENGUKURAN


Kesalahan pada sistern pengukuran atau disebut juga eror dapat dibagi
menjacli dua, yaitu eror yang muncul selama proses pengukuran dan eror
yang muncul kemudian akibat sinyal pengukuran dipengaruhi gangguan atau
noise selama pengiriman sinyal dan titik pengukuran ke beberapa tempat lain.
Reduksi eror serninimurn mungkin dan menyatakan eror rnaksirnum
yang masih terjadi pada pembacaan output instnimen adalah kegiatan yang
sangat penting dilakukan. Pada beberapa kasus, output akhir sistem
pengukuran dihitung dengan menggabungkan dua atau lebih pengukuran
variabel fisik, sehingga perhitungan eror pada setiap pengukuran harus
digabungkan untuk memberikan ifilai perkiraan terbaik eror dan besaran
yang dihitung.
Langkah awal dalam rangka mereduksi terjadinya eror yang muncul
selama proses pengukuran adalah dengan melakukan analisis detil selunth
sumber eror pada sistem. Setiap sumber eror kemudian ditinjau untuk
mencari cara bagaimana mengelirninasi atau setidaknya mereduksi
besarnya eror. Eror yang muncul selama proses pengukuran dapat dibagi ke
dalam dua kelompok, dikenal sebagai eror sistematik dan eror acak.
Eror sistematik mendeskripsikan eror pada pembacaan output sistem
pengukuran yang secara konsisten ada pada satu sisi pembacaan yang benar,
yaitu seluruh eror adalah positif (lebih besar dan nilai benar pembacaan)
atan seluruh eror adalah negatif (lebih kecil dari nilai benar pembacaan).
Dua sumber utama eror sisternatik adalah gangguan sistem selama
pengukuran dan efek perubahan lingkungan seperti yang dijelaskan pada
bagian Karakteristik Statik. Sumber eror sistematik yang lain termasuk
pembengkokan jarum alat ukur, penggunaan instrumen yang tidak
dikalibrasi, penyimpangan pada karakteristik instrumen dan pengkabelan
yang jelek. Meskipun eror sistematik akibat faktor-faktor tersebut di atas
telah direduksi atau dieliminasi, eror masih tetap muncul yang merupakan
bawaan dan pembuatan instrumen. Eror ini dikuantifikasi sebagai akurasi
yang dikutip pada spesifikasi instrumen (data sheet instrumen).
Eror acak adalah penyimpangan pengukuran di kedua sisi nilai benar
yang disebabkan oleh efek acak dan tak dapat diprediksi, sedemikian hingga
eror positif dan eror negatif terjadi dalam jiimlah yang hampir sama untuk
sederetan pengukuran satu besaran yang sama. Penyirnpangan tersebut
ilmumnya kecil, namun penyimpangan besar terjadi dan waktu ke waktu
tanpa dapat diprediksi. Eror acak sering kali muncul ketika pengukuran
dilakukan oleh pengamatan manusia pada alat ukur analog, terutama saat
melibatkan interpolasi antan titik skala pembacaan. Noise listrik dapat juga
merupakan sumber eror acak. Untuk tingkat yang besar, eror acak dapat
diatasi dengan mengambil pengukuran beberapa kali dan mengekstrak nilai
dengan teknik statistik. Namun demikian, kuantifikasi nilai pengukuran dan
pernyataan rentang eror tetap merupakan besaran statistik. Karena sifat
alami eror acak dan fakta bahwa penyimpangan yang besar pada besaran
terukur tenjadi dan waktu ke waktu, cara terbaik yang dapat dilakukan
adalah menyatakan pengukuran dalam istilah statistik: misalkan
menyatakakan 95% atau 99% tingkat kepercayaai bahwa pengukuran
berada pada nilai tertentu di dalam rentang eror, katakanlah, ± 1%. Sumber
eror pada sistem pengukuran harus ditinjau secara hati-hati untuk
menentukan jenis kesalahan apa yang muncul, sistematik atau acak, dan
selanjutnya menerapkan perlakukan yang tepat. Pada kasus pengukuran
data secara manual, seorang pengamat dapat melakukan beberapa kali
pengamatan pada setiap pengukuran, namun sering kali masuk akal untuk
mengasumsikan bahwa eror acak dan bahwa mean pembacaan nampak
dekat dengan nilai benar. Namun, hal ini hanya berlaku sepanjang pengamat
tidak melakukan eror sistematik yang dipengaruhi paralaks sebagai akibat
pembacaan yang awas akan posisi jarum terhadap skala alat ukur analog
dilakukan dan satu sisi, bukan dan langsung di atas alat. Pada kasus tersebut,
koreksi seharusnya dibuat untuk eror sistematika ini (bias) belum teknik
statistic diterapkan untuk mereduksi efek eror acak.

d. Kesalahan Sistematik
1. Sumber Eror Sistematik
Eror sistematik pada output beberapa instrnrnen adalah akibat
faktor bawaan pada pembuatan instrumen yang e1uar dan toleransi
komponen instrumen. Eror sistematik juga dapat disebabkan karena
pengausan komponen instrumen. Pada kasus lain, eror sisternatik
disebabkan oleh efek gangguan lingkungan maupun gangguan
pengukuran yang muncul akibat aksi pengukuran. Sumber eror
sistematik yang beragarn tersebut, dan cara bagaimana magnitudo
eror dapat direduksi, didiskusikan berikut.
Gangguan sistem pengukuran akibat aksi pengukuran adalah
sumber eror sistematik yang umum. Prinsip yang berlaku di smi
adalah bahwa di hampir seluruh situasi pengukuran, proses
pengukuran mengganggu sistem dan mengubah nilai besaran yang
diukur. Sebagai contoh adalah pada pengukuran temperatur dengan
termometer merkuri.

2. Eror akibat input lingkungan


Input lingkungan didefinisikan sebagal masukan untuk sistem
pengukuran yang disebabkan oleh perubahan kondisi lingkungan
disekitar sistem pengukuran. Fakta bahwa karakteristik statik dan
dinamik ditentukan hanya berlaku untuk kondisi lingkungan tertentu
telah dijelaskan pada bagian sebelumnya. Kondisi tertentu ini harus
diciptakan ulang semirip mungkin selama pengujian kalibrasi
karena penyimpangan dan kondisi kalibrasi yang ditentukan, akan
menyebabkan perubahan karakteristik instrument dan pada
gilirannya menyebabkan eror pengukuran. Besarnya variasi
lingkungan dikuantifikasi dengan dan konstanta yang dikenal
sebagai penyimpangan sensitivitas (atau modifying input) dan
penyimpangan zero (atau interferying input). Keduanya umumnya
dikutip pada spesifikasi alat. Besarnya perubahan input lingkungan
harus diukur sebelum nilai besaran yang diukur (input sebenarnya)
ditentukan dan pembacaan instrurnen.
Pada sembarang situasi pengukuran yang umum, sangat sulit
rnenghindari input lingkungan, karena la tidak berguna ataupun
tidak mungkin mengontrol kondisi lingkungan. Perancang sistem
pengukuran digaji dengan tugas mereduksi kelemahan instrumen
terhadap input lingkungan, atau mengkuantifikasi efek dan input
lingkungan dan mengoreksinya pada pembacaan output instrumen.

3. Keausan komponen instrument


Eror sistematik seringkali dapat muncul sepanjang periode
waktu tertentu akibat keausan pada komponen instrumen
pengukuran. Kalibrasi ulang dapat mengatasi permasalahan ini.

4. Kabel penghubung
Saat menghubungkan bersama komponen dan suatu sistem
pengukuran, sumber kesalahan yang umum adalah kegagalan untuk
memperhitungkan dengan tepat resistansi kabel penghubung (atau
pipa dalam kasus sistem pengukuran pneumatik atau hidrolik).
Misalnya, dalam aplikasi termometer hambatan, umum ditemukan
bahwa termorneter dipisahkan dan bagian lain sistem pengukuran
dengan jarak, misalkan, 100m. Hambatan dan kabel tembaga dengan
panjang 20m adalah 7 Q, dan lebih lanjut merupakan problem saat
kawat tersebut memiliki koefisien suhu 1m / 0C.
Oleh karena itu, perlu pertimbangan yang matang dalam
memilih kawat penghubung. Tidak hanya mereka hams berluas
penampang yang memadai sehingga resistansinya minimum,
mereka juga hams dijaga dan medan listrik atau medan magnet yang
dapat menyebabkan noise induksi.

e. Data Pengukuran
Informasi yang diperoleh dalam suatu pengukuran disebut data. Sesuai
dengan sifat pengukuran maka data dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu
sebagai berikut:
1. Data kualitatif
Dengan data ini maka informasi yang diperoleh berupa sebuah pernyataan
simpulan, misalnya “nilai kuantitas suhu dari sensor LM35 dapat dirubah
menjadi sinyal digital menggunakan ADC”.
2. Data Kuantitatif
Bila informasi yang diperoleh dalam pengukuran berupa nilai/angka maka
data itu disebut data kuantitatif, misalnya sebuah pengukuran tegangan
diperoleh ( 10  1) volt. Digolongkan menjadi dua jenis, yaitu:
a. Data empiris
Data ini diperoleh langsung saat dilakukan pengukuran (apa yang
terbaca pada alat ukur). Data empiris sering disebut juga data mentah
karena belum diproses lebih lanjut. Tegangan yang terbaca pada voltmeter,
misalnya adalah termasuk data empiris.

b. Data Terproses (processed data)


Data ini diperoleh setelah dilakukan pengolahan tertentu, misalnya
melalui sebuah perhitungan. Sebagai contoh jika diukur tegangan V dan
arus I maka hambatan R = V/I setelah dihitung hasilnya disebut data
terproses Data tipe ini biasanya diperoleh dari proses reduksi data.
c. Reduksi Data
Berkaitan dengan data di atas maka setelah data terkumpul dari hasil suatu
pengukuran selanjutnya dilakukan proses perhitungan-perhitungan matematik
atau dilakukan penyusunan ulang data-data. Proses/prosedur ini disebut reduksi
data atau pengolahan data.

d. Alat Ukur Listrik


Piranti yang digunakan dalam pengukuran untuk memperoleh data disebut
alat ukur. Istilah lain berkaitan dengan alat ukur adalah instrumentasi, yang
menggambarkan satu kesatuan alat ukur tersebut, menyangkut alat serta
mekanisme pengukurannya secara keseluruhan. Alat ukur listrik adalah slat
ukur yang digunakan untuk mengukur besaranbesaran listrik beserta turunan-
turunannya, seperti tegangan, arus, daya, frekuensi, hambatan. Contoh dari alat
ukur listrik adalah voltmeter untuk mengukur tegangan. Alat ukur listrik
memiliki beberapa keunggulan, di antaranya mudah digunakan; cepat
menampilkan hash pengukuran, sensitivitas, kemampuan menyimpan
informasi, akurasi, presisi, dan lain-lain. ralat dan; ketidakpastian.
Secara konsep pengukuran, baik karena keterbatasan alat ukur maupun
karena kondisi lingkungan maka dipercaya bahwa setiap pengukuran akan
selalu menghasilkan hasil ukur yang tidak semestinya (sebenarnya). Dalam hal
ini diasumsikan hasil benar tersebut tidak diketahui. Simpangan atau selisih
(difference) antara hasil ukur (hasil pengamatan) dan hasil yang sebenarnya
tersebut dinyatakan disebut sebagai ralat (error). Perlu dicermati di sini bahwa
pengertian ralat bukan berarti kita salah mengukur, tapi lebih menggambarkan
deviasi hasil baca alat ukur terhadap nilai "benar" besaran fisis yang diukur,
akibat kita tidak mengetahui nilai benar dari apa yang ingin kita ukur. Meskipun
demikian pada beberapa buku ada yang menyebutkan ralat dengan istilah
kesalahan karena mengambil dari istilah error, untuk itu diharapkan Anda tidak
perlu bingung.
8. KARAKTERISTIK SISTEM INSTRUMENTASI
Karakteristik instrumen dibagi menjadi dua sub kategori, yaitu karakteristik
statik (static characteristic) dan karakteristik dinamik (dynamic characteristic).
Karakteristik statik suatu instrumen didapatkan dari suatu proses kalibrasi
statik dengan semua masukan yang mungkin untuk tetap dipertahankan nilainya,
kecuali satu masukan saja yang diubah. Masukan yang diubah tersebut kemudian
menjadi suatu perhatian untuk diubah dalam beberapa rentang nilai konstan yang
tentunya akan mengubah nilai keluaran. Instrumen atau alat ukur yang
digunakan untuk melakukan proses kalibrasi minimal mempunyai tingkat
keakuratan sepuluh kali jika dibandingkan dengan instrumen yang ingin
dikalibrasi. Beberapa karakteristik statik yang terdapat pada instrumen antara
lain adalah:

sumber: sophia.org

a. Akurasi (accuracy): suatu nilai numerik yang menunjukkan seberapa dekat


nilai hasil pengukuran terhadap nilai yang sebenarnya. Atau menunjukkan
ketepatan suatu alat ukur dalam menunjukkan nilai yang sebenarnya, yang
berarti semakin akurat maka semakin kecil nilai kesalahannya.
b. Presisi (precission): derajat kebebasan suatu instrumen dari suatu kesalahan
acak, jika sejumlah data yang banyak diambil pada kuantitas yang sama,
kemudian persebaran datanya kecil, maka instrumen tersebut semakin
presisi. Suatu instrumen kemungkinan memiliki presisi tinggi dan akurasi
rendah atau sebaliknya.
c. Linearitas (linearity): suatu instrumen umumnya diinginkan memiliki sifat
yang linear, keluaran instrumen proporsional dengan nilai besaran yang
diukur. Linearitas menunjukkan besaran simpangan maksimum tiap titik
kalibrasi terhadap garis lurus kurva kalibrasi.
d. Ambang (treshold): nilai masukan terkecil yang dapat menyebabkan
perubahan pada keluaran instrumen.
e. Resolusi (resolution): perubahan nilai masukan terkecil yang meyebabkan
perubahan pada nilai keluaran.
f. Histeresis (hysteresis): ketidakberimpitan yang muncul pada kurva
pembebanan dan kurva pengurangan beban.
g. Dead space: rentang nilai masukan untuk rentang nilai keluaran tertentu.
h. Sensitivitas statik (static sensitivity): secara sederhana diartikan sebagai
kemiringan kurva kalibrasi (gradien).

Karakteristik dinamik suatu instrumen menjelaskan perilaku antara


perubahan besaran terhadap perubahan waktu yang diperlukan instrumen hingga
mencapai kondisi tunaknya. Karakteristik ini diperlukan untuk memahami
pemodelan matematis dari sistem atau sering disebut dengan dinamika sistem
(system dynamic). Pemodelan matematis yang diterap kan pada suatu instrumen
dapat menentukan apakah suatu instrumen tersebut tergolong sistem orde nol,
satu, dua atau tiga.
BAB III
PENUTUP

1. KESIMPULAN
Mikrokontroller merupakan sebuah sistem komputer di mana seluruh
atau sebagian besar elemennya dikemas dalam satu chip IC (Integrated
Circuit), sehingga sering disebut single chip microcomputer. Mikrokontroller
ini juga merupakan sebuah sistem komputer yang memiliki satu atau beberapa
tugas yang spesifik, berbeda dengan PC yang memiliki beragam fungsi.
Perbedaan yang lain adalah perbandingan RAM dan ROM yang sangat besar
antara mikrokontroller dengan komputer. Dalam mikrokontroller ROM jauh
lebih besar dibanding RAM, sedangkan dalam komputer atau PC RAM jauh
lebih besar dibanding ROM.

Mikrokontroller memiliki kemampuan untuk mengolah serta memproses


data sekaligus juga dapat digunakan sebagai unit kendali, maka dengan
sekeping chip yaitu mikrokontroller kita dapat mengendalikan suatu alat.

Jenis-jenis mikrokontroller terbagi menjadi 4 yaitu: Mikrokontroler


AVR, Mikrokontroler MCS-51, mikrokontroler PIC, dan mikrokontroller
ARM. Hal-hal yang harus disiapkan dalam belajar mikrokontroler adalah
software dan hardware. Software juga dibagi menjadi dua bagian yaitu
integrated development environment (IDE) dan downloader interface.
Sedangkan hardware dibagi menjadi 6 bagian yaitu: computer, minimum
systems AVR MEGA, modul belajar, USB programmer (USBasp), USB cabel
(printer) dan portable adaptor.
DAFTAR RUJUKAN

Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan. 2003. Sensor dan Trasduser.


Direktorat Jendaral Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen
Pendidikan Nasional.

Gaber, A.N.A.E, Sohair F. Rezeka, H.A.El Gamal. Design and position control
arm manipulator; exeprimently and in MATLAB SimMechanics.
International Journal of Engineering Research. vol. 5 no.8, pp: 352-359,
2016.

http://basics-instrumentation.blogspot.com/2013/01/dasar-dasar-
instrumentasi.html (diakses pada tanggal 25 Januari 2018 pkl. 14.53)

https://fathonezic.wordpress.com/2007/12/21/saat-aku-belajar-instrumentasi-
dan-kontrol/ (diakses pada tanggal 25 Januari 2018 pkl. 15.20)

http://www.tf.itb.ac.id/program-magister-instrumentasi-dan-kontrol/ (diakses
pada tanggal 25 Januari 2018 pkl. 15.48)

Kustija, Jaja. 2014. Sistem Instrumentasi. Bandung. Jurusan Teknik Elektro.


Universitas Pendidikan Indosnesia.

Patarinski, S.P and R. Botev. Robot force control: A review. Mechatronics, 3: 377-
398, 1993.

Ribbens, Willian B. 2017. Understanding Automotive Electronics (Eighth


Edition) Microcomputer Instrumentation and Control.

Samadikun, Samaun, dkk. 1989. Sistem Instrumentasi Elektronika.Bandung:


Institut. Teknologi Bandung.

Samadikun, Samaun, dkk. 1989. Sistem Instrumentasi Elektronika (Elektronic


Instrumentation Systems). Bahan Pengajaran. Bandung: Institut.
Teknologi Bandung.

Setiawan, Iwan. 2009. Sensor dan Trasduser. Buku Ajar. Program Studi Sistem
Komputer. Fakultas Teknik. Universitas Diponegoro.
Tim Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Teknik Dasar Instrumentasi.
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

Zou, Bowen. Dkk. 2017. Reliability Analysis of Digital Instrumentation and


Control Software System. Progrees in Nuclear Energy.

2007. Dasar Instrumentasi dan Proses Kontrol. Balongan. Bimbingan Profesi


Sarjana Teknik (BPST) Direktorat Pengolahan.

Anda mungkin juga menyukai