Anda di halaman 1dari 10

Membedakan Syok Hipovolemik vs Syok

Kardiogenik
25 June 2016 on Internal Medicine

Syok adalah suatu sindroma klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik dan metabolik
yang ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan perfusi yang adekuat ke
organ-organ vital tubuh. Secara garis besar syok dapat dibedakan menjadi stok hipovolemik,
syok kardiogenik, syok distributif (syok sepsis), syok neurogenik dan syok anafilaktik.

Masalah yang sering terjadi dalam praktek sehari-hari adalah kesulitan membedakan syok
hipovolemik dan syok kardiogenik. Padahal kesalahan dalam membedakan dua kondisi gawat
darutat ini dapat berakibat fatal.

Seperti kamu ketahui, terapi utama syok hipovolemik adalah terapi cairan. Padahal untuk pasien
syok kardiogenik, terapi cairan justru dapat berakibat perburukan klinis yang bisa berakhir fatal.

Tidak jarang pasien datang dengan keluhan penurunan kesadaran, tekanan darah < 90 mmHg
dengan takikardi yang meningkat signifikan. Setelah diasses sebagai syok hipovolemik, terapi
cairan pun diberikan. Ternyata hemodinamik tidak tetap tidak membaik, bahkan cenderung
memburuk.

Ternyata setelah dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, pasien didiagnosis sebagai syok
kardiogenik.

Membedakan Syok Hipovolemik vs Syok


Kardiogenik
Syok hipovolemik dan kardiogenik memang kadang sulit dibedakan dalam kondisi-kondisi
tertentu, terutama tanpa tanda perdarahan yang nyata. Namun, dua kondisi klinis ini tetap harus
dibedakan karena pendekatan tatalaksana yang dipilih berbeda. Salah diagnosis, bisa berakibat
pada kematian pasien.

Syok Hipovolemik
Syok hipovolemik adalah kondisi sistem sirkulasi yang teganggu akibat volume darah
intravaskuler yang berkurang. Hal ini dapat terjadi karena perdarahan yang masif atau
kehilangan plasma darah.

Perdarahan akan menurunkan tekanan pengisian pembuluh darah rata-rata, yang selanjutnya
menurunkan aliran darah balik ke jantung. Curah jantung yang rendah pada akhirnya akan
mengganggu supply sirkulasi organ.
Gejala Klinis Syok Hipovolemik

Gejala dan tanda klinis syok hipovolemik perdarahan dan non-perdarahan relatif sama, meskipun
progresifitas penyakitnya dapat berbeda. Respon fisiologis saat terjadi syok hipovolemik adalah
mempertahankan perfusi darah ke otak dan jantung.

Pada proses ini akan terjadi

1. Peningkatan Efek Simpatis


2. Hiperventilasi
3. Pembuluh darah vena kolaps
4. Pelepasana Hormon Stres
5. Penurunan Produksi Urin

Derajat hipovolemia akan sangat menentukan gejala klinis yang tampak. Pada pasien dengan
hipovolemia ringan (< 20% kehilangan volume darah) hanya akan menimbulkan takikardi ringan
dengan sedikit gejala klinis yang dapat diamati.

Sedangkan, pada hipovolemia sedang (20-40% kehilangan volume darah) perasaan cemas dapat
timbul, takikardia semakin jelas. Tekanan darah dapat terukur normal pada posisi berbaring,
namun akan didapatkan perbedaan jelas saat pasien dalam posisi berdiri. Hipotensi orthostatik
dan takikardia akan dapat terlihat jelas.

Pada syok hipovolemik berat, hampir semua gejala klasik syok akan dapat dilihat: tekanan darah
menurun drastis dan tidak stabil meskipun dalam posisi berbaring, takikardia hebat, oligouria dan
agitasi akan muncul. Perfusi ke otak akan dijaga sampai batas tertentu, dimana penurunan
kesadaran akan mulai muncul.

Penurunan kesadaran pada pasien dengan syok hipovolemik berat memiliki implikasi klinis yang
signifikan, tanda perfusi ke otak mulai terganggu.

Proses transisi syok hipovolemik dari derajat ringan ke berat dapat terjadi gradual maupun sangat
cepat. Pasien usia lanjut komorbiditas sebelumnya memiliki resiko kematian yang lebih tinggi
dan mengalami perubahan derajat dengan lebih cepat.

Diagnosis Syok Hipovolemik

Diagnosis klinis syok hipovolemik dapat dengan mudah ditegakkan bila terjadi ketidakstabilan
hemodinamik dan ditemukan adanya sumber perdarahan. Namun, diagnosis klinis menjadi sulit
ditegakkan jika ketidakstabilan hemodinamik terjadi tanpa diikuti ditemukannya sumber
perdarahan yang nyata. Sumber perdarahan yang tersamar bisa saja terjadi karena lokasi
perdarahan di traktus gastrointestinalis.

Dalam kondisi seperti itu, penting untuk dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin dan
hematokrit untuk menilai apakah terjadi hemokonsentrasi setelah terapi cairan diberikan. Namun
yang perlu diingat, hemokonsentrasi tidak akan terjadi pada awal perjalan syok, sampai terjadi
gangguan kompensasi atau terjadi penggantian cairan dari luar. Keberhasilan menemukan bukti
hemokonsentrasi akan sangat bermanfaat dalam proses penegakan diagnosis klinis syok
hipovolemik.

Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik adalah gangguan sirkulasi yang disebabkan oleh penurunan curah jantung pada
volume intravaskular yang cukup. Syok kardiogenik sering terjadi karena disfungsi ventrikel kiri
yang berat, meskipun dapat pula terjadi dengan fungsi ventrikel kiri yang masih baik.

Gejala Klinis Syok Kardiogenik

Syok kardiogenik sering berkaitan dengan penyakit jantung yang menyertai. Contohnya pasien
infark miokard akut yang datang dengan keluhan nyeri dada tipikal. Manifestasi syok biasanya
terjadi dalam beberapa hari sampai seminggu. Biasanya pasien mengeluh nyeri dada diikuti
gejala edema paru akut yang berlangsung tiba-tiba, bahkan dapat terjadi henti jantung mendadak.
Pasien syok kardiogenik dengan aritmia akan mengeluhkan gejala palpitasi, pre-sinkop dan
sinkop atau merasakan irama jantung yang berhenti sejenak. Pada akhirnya pasien akan
mengeluh lemah badan bahkan bisa sampai terjadi penurunan kesadaran karena berkurangnya
perfusi ke sistem saraf pusat.
Pemeriksaan fisik merupakan modalitas penting untuk membedakan syok hipovolemik vs syok
kardiogenik. Sering dokter akan mendapatkan insight yang bagus dalam membedakan dua
kondisi klinis di atas jika berhasil menemukan tanda-tanda tipikal syok kardiogenik.

Pada pemeriksaan tekanan darah, dapat ditemukan nilai < 90 mmHg. Pada tatalaksana yang tidak
adekuat, tekanan darah bisa turun hingga < 80 mmHg, bahkan bisa berakhir dengan kematian.
Denyut jantung cenderung meningkat (efek simpatis) dan frekuensi napas juga cenderung
meningkat (bila terjadi kongesti paru).

Pemeriksaan auskultasi dada akan menunjukkan adanya ronki di kedua lapang paru. Kongesti
paru dapat menjadi tanda klinis yang penting dalam mendukung diagnosis kegegalan ventrikel
kiri. Menurut hasil penelitian, kongesti paru sangat jarang ditemukan pada kondisi infark
ventrikel kanan dan syok hipovolemik.
Pada pemeriksaan sistem kardiovaskuler, periksalah apakah didapatkan distensi vena-vena leher.
Distensi vena leher akan menjadi tanda penting untuk mendukung diagnosis gagal jantung. Pada
pemeriksaan palpasi jantung, dapat terjadi pergeseran ictus cordis pada pasien yang mengalami
kardiomiopati dilatatif (karena hipertensi kronik yang tidak diterapi dengan adekuat).

Auskultasi jantung juga dapat memberikan petunjuk klinis yang berharga. Bila sejawat dapat
menemukan tanda suara Gallop, itu artinya telah terjadi disfungsi ventrikel kiri yang berat.
Sedangkan bunyi bising murmur yang ditemukan dapat memberikan petunjuk lokasi defek pada
regurgitasi mitral atau defek septal ventrikel.

Salah satu modalitas yang penting dalam mendukung kecurigaan syok kardiogenik adalah
pemeriksaan EKG.

Gambaran EKG yang khas, misalnya ST Elevasi dengan klinis miokard infark yang jelas akan
sangat membantu menegakkan diagnosis etiologi syok kardiogenik.

Pada pasien dengan gagal jantung kanan yang signifikan, beberapa tanda klinis yang dapat
ditemukan adalah

1. Hepatomegali
2. Regurgitasi Trikuspid
3. Asites

Pulsasi arteri di ekstrimitas perifer akan menurun pada gagal jantung kanan, edema ekstrimitas
perifer pun dapat muncul. Pada pemeriksaan akral, temuan klinis akral teraba dingin dan sianotik
dapat menjadi tanda bahwa telah terjadi penurunan perfusi perifer.

Diagnosis Syok Kardiogenik


Dasar diagnosis syok kardiogenik adalah hipotensi sistemik. Tekanan darah yang dijadikan nilai
cut-off syok kardiogenik adalah < 90 mmHg. Syok kardiogenik didefinisikan sebagai

1. Tekanan Darah Sistolik < 90 mmHg selama > 1 jam, yang diikuti
2. Tidak respon dengan terapi cairan (saja)
3. Manifestasi sekunder disfungsi jantung, atau
4. Indeks kardiak < 2,2 L/menit/m2
5. Tekanan hidrostatik kapiler paru > 18 mmHg

Dalam kondsi tertentu, syok kardiogenik dapat ditegakkan meskipun

1. Pasien dengan tekanan darah sistolik meningkat > 90 mmHg dalam 1 jam setelah
pemberian obat inotropik
2. Pasien yang meninggal dalam 1 jam hipotensi, tetapi memenuhi kroteria lain syok
kardiogenik
Tips Membedakan Syok Hipovolemik vs
Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik terkadang sulit dibedakan dengan syok hipovolemik, namun harus dibedakan
karena penatalaksanaannya berbeda. Berdasarkan gejala dan krieria diagnosis masing-masing di
atas, ada beberapa tips yang dapat kita aplikasikan untuk membedakan syok hipovolemik dengan
syok kardiogenik.

1. Cari Tanda Perdarahan. Tanda perdarahan akan memberikan petunjuk penting untuk
mengarahkan diagnosis syok hipovolemik.
2. Periksa Distensi Vena Jugularis. Pemeriksaan distensi vena jugularis merupakan
modalitas penting yang dapat dilakukan bahkan di fasilitas kesehatan dengan sumber
daya terbatas. Distensi vena jugularis akan memberikan petunjuk penting kemungkinan
kelainan jantung yang dapat menyebabkan syok kardiogenik
3. Cari Bukti Disfungsi Jantung. Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti untuk
menegakkan diagnosis gagal jantung kiri dan kanan akan sangat membantu mencari bukti
yang mendukung terjadinya syok kardiogenik.
4. Cari Bukti Kongesti Paru. Kongesti paru akan menjadi temuan klinis yang penting
mengingat spesifisitasnya pada gagal ventrikel kiri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kongesti paru jarang ditemukan pada gagal jantung kanan maupun syok hipovolemik
5. Cari Kelainan EKG. Gambaran EKG tertentu akan sangat penting dalam mendukung
kecurigaan syok kardiogenik, terutama dalam kondisi akut. Contohnya syok kardiogenik
akibat Gagal Ventrikel Kiri Akut dapat ditemukan gambaran ST Elevasi.

Semoga bermanfaat^^

---
Sponsored Content

Anda mungkin juga menyukai