Anda di halaman 1dari 18

TANGGUNG JAWAB INSTITUSIONAL DALAM PENGENDALIAN

BIOHAZARD DAN KONTAMINASI UNTUK HEWAN PENELITIAN,

PENANGAN HEWAN DAN KESEHATAN KERJA

MAKALAH PRAKTIKUM

MANAJEMEN KESEHATAN DAN KESEJAHTERAAN TERNAK


Oleh
Kelas : A
Kelompok : 2
Daniarti Safrida Mukti 200110160004
Rizky Dwi Putra 200110160015
Nolla Lolita 200110160047
Aine Nurfirdausya 200110160175
Ade Hermawan 200110160195
Fauzan Lutfi Rahman 200110160204
Hikmat Maulana Agnan 200110160274

LABORATORIUM PRODUKSI TERNAK PERAH

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN

SUMEDANG

2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat

serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah Praktikum

Manajemen Kesehatan dan Kesejahteraan Ternak. Makalah ini disusun dalam

rangka memenuhi tugas praktikum manajemen kesehatan dan kesejahteraan ternak

Program Studi Peternakan Universitas Padjadjaran.

Makalah ini disusun dengan berbagai sumber khususnya mata kuliah

Manajemen Kesehatan dan Kesejahteraan Ternak, buku-buku yang dianggap

relevan, serta pengetahuan dari penyusun sehingga makalah ini dapat terselesaikan

dengan baik sesuai yang diharapkan pada kesempatan ini penyusun menyampaikan

terima kasih kepada Ibu Drh. Rini Widyastuti, M.Si. selaku dosen mata kuliah

Manajemen Kesehatan dan Kesejahteraan Ternak dan Asisten Laboratorium yang

telah membimbing penyusun hingga hasil makalah ini dapat penyusun selesaikan.

Oleh karena itu, penyusun mengharapkan saran dan masukan yang membangun dari

berbagai pihak untuk menyempurnakan makalah ini.

Sumedang, Maret 2018

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Bab Halaman
KATA PENGANTAR ...................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................... iii

I PENDAHULUAN ............................................................................. 1

1.1 Latar Belakang .......................................................................... 1


1.2 Identifikasi Masalah .................................................................. 2
1.3 Maksud dan Tujuan .................................................................. 2

II. TINJAUAN KEPUSTAKAAN ....................................................... 3


2.1 Pengertian Biohazard ................................................................ 3
2.2 Landasan Hukum Penanganan Biohazard
2.3 Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan
Kerja Terkait Biohazard ........................................................... 4

III. PEMBAHASAN............................................................................... 7

3.1 Manajemen Institusi Penanganan Hewan


Terkait Biohazard ..................................................................... 7
3.2 Faktor Penting dalam Risiko Penilaian
dan Risiko Manajemen ............................................................. 9

IV. KESIMPULAN ............................................................................... 13


DAFTAR PUSTAKA............................................................................... 14

LAMPIRAN ............................................................................................. 15

iii
1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Biohazard merupakan zat yang berasal dari organisme yang menimbulkan


ancaman bagi kesehatan manusia ini dapat mencakup sampel virus, bakteri, limbah
mikroorganisme atau racun dari sumber biologis yang dapat berdampak pada
kesehatan manusia ataupun hewan. Ancaman dapat berupa kontaminasi dari
mikroorganisme, terutama kontaminasi pada hewan penelitian.
Mekanisme untuk mengendalikan kontaminasi mikroba pada hewan
penelitian serupa dengan mekanisme untuk mencegah paparan antara penanganan
hewan dengan patogen yang terjadi secara alami, penelitian terkait biohazard, atau
alergen hewan. Konservasi penelitian dan sumber daya merupakan tujuan utama
setiap pendekatan, dan penilaian risiko yang tepat adalah fondasinya.
Identifikasi potensi risiko memungkinkan penerapan manajemen risiko atau
tindakan pengendalian yang relevan. Makalah ini merangkum komponen program
kesehatan dan keselamatan kerja untuk penanganan hewan, termasuk skrining,
pelatihan, praktik kerja, penggunaan kontrol teknik, seleksi dan penggunaan
peralatan provisi medis yang efektif, dan protokol tanggap darurat.
2

1.2 Identifikasi Masalah

(1) Apa pengertian biohazard.


(2) Bagaimana landasan hukum penangan biohzard.
(3) Bagaimana sistem kesehatan dan keselamatan kerja terkait biohazard.
(4) Bagaimana manajemen institusi penanganan hewan terkait biohazard.
(5) Bagaimana faktor risiko penilaian dan risiko menajemen.

1.3 Maksud dan Tujuan

(1) Mengetahui pengertian biohazard


(2) Mengetahui landasan hukum penangan biohzard
(3) Mengetahui sistem kesehatan dan keselamatan kerja terkait biohazard
(4) Mengetahui manajemen institusi penanganan hewan terkait biohazard
(5) Mengetahui faktor risiko penilaian dan risiko menajemen
3

II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Pengertian Biohazard

Biohazard (Biological hazards), mengacu pada bahan biologis yang


menimbulkan ancaman bagi kesehatan organisme hidup, terutama yang dari
manusia. Hal ini dapat mencakup limbah medis atau sampel virus, mikroorganisme
atau racun (dari sumber biologis) yang dapat mempengaruhi kesehatan manusia.
Hal ini juga dapat mencakup zat berbahaya bagi hewan. Istilah dan simbol yang
terkait umumnya digunakan sebagai peringatan, sehingga mereka yang berpotensi
terkena zat-zat akan tahu untuk mengambil tindakan pencegahan. Simbol
Biohazard dikembangkan oleh Dow Chemical Company pada tahun 1966 untuk
produk penahanan mereka. (Markkanen, 2004)

2.2 Landasan Hukum Penanganan Biohazard

Pelaksanaan upaya K3RS dilandasi oleh perangkat hukum sebagai berikut:


(Husni, 2003)
1. UU No. 14 Tahun 1969, tentang ketentuan Pokok Tenaga Kerja, yang
menyatakan bahwa, tiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas
keselamatan, kesehatan, kesusilaan, pemeliharaan moril kerja serta perlakuan
yang sesuai dengan martabat manusia dan moral agama.
2. UU No. 1 Tahun 1970, tentang Keselamatan Kerja, yang menyatakan bahwa
keselamatan kerja dilaksanakan dalam segala tempat kerja, baik di darat, di
dalam tanah, di permukaan air maupun di udara yang berada di dalam wilayah
kekuasaan Republik Indonesia.
3 UU No. 23 Tahun 1992 pasal 23, menyatakan bahwa Kesehatan Kerja
diselenggarakan untuk mewujudkan produktivitas kerja yang optimal.
Kesehatan kerja meliputi pelayanan kesehatan, pencegahan penyakit akibat
4

kerja dan syarat kesehatan kerja. Setiap tempat kerja wajib menyelenggarakan
kesehatan kerja.
3. UU No. 25 Tahun 1997, tentang Ketenaga Kerjaan, pasal 108 yang
menegaskan kembali bahwa, setiap pekerja mempunyai hak untuk memperoleh
perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan dan
pelakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta agama.
4. Rekomendasi ILO/WHO Konvensi No. 155/1981, ILO menetapkan kewajiban
setiap negara untuk merumuskan, melaksanakan dan mengevaluasi kebijakan
nasionalnya di bidang kesehatan dan keselamatan kerja serta lingkungan kerja.
Pengelolaan K3RS menjadi percontohan pengembangan sistim pengelolaan
K3 di seluruh sarana kesehatan di tanah air, mengingat rumah sakit adalah
sarana kesehatan yang memiliki banyak kerawanan terjadinya kecelakaan kerja
dan penyakit akibat kerja bagi tenaga kerjanya

2.3 Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja Terkait

Biohazard

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) seperti yang


didefinisikan dalam peraturan menteri tenaga kerja 05/MEN/1996 adalah bagian
dari Sistem Manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi,
perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan prosedur, proses dan sumber daya yang
dibutuhkan bagi perkembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan
pemeliharaan kebijakan kesehatan dan keselamatan kerja dalam rangka
pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat
kerja yang aman, efisien dan produktif. Untuk lebih jelasnya kami akan uraikan
sebagai berikut: (Markkanen, 2004)
1. Struktur Organisasi Program K3 yang dimaksudkan untuk mencapai sasaran
melalui penyeragaman unsur-unsur program dengan memanfaatkan berbagai
sumber yang ada ke dalam satu strategi K3 antara lain:
a. Mendorong komitmen pimpinan puncak untuk menetapkan kebijakan K3.
5

b. Membina dan melaksanakan sasaran K3 baik untuk fasilitas produksi.


c. Inspeksi kesehatan dan keselamatan kerja guna pengenalan bahaya-bahaya
potensial dalam produksi, dll.
2. Perencanaan Perusahaan harus membuat perencanaan yang efektif guna
mencapai keberhasilan penerapan dan kegiatan Sistem Manajemen Kesehatan
dan Keselamatan Kerja dengan sasaran yang jelas. Langkah-langkah
perencanaan yang perlu diperhatikan: Perencanaan yang efektif dimulai
dengan perincian tujuan sasaran K3 secara lengkap dan jelas dengan
berdasarkan pada tujuan dan sasaran sebagai mana yang di maksud dalam UU,
No/1./1970. Setelah tujuan dan sasaran K3 ditetapkan langkah berikutnya
menentukan program-program kegiatan yang didasari pada kebijakan
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).
3. Tanggung jawab Pembagian tanggung jawab antara fungsi dan kaitannya
dengan masalah K3 juga di lakukan pembagian tanggung jawab menurut
jenjang jabatan dalam organisasi. Oleh karena itu dalam pelaksanaan rencana
dan program K3 pimpinan/manajer harus mempunyai kemampuan untuk
menggerakkan, membangkitkan antusias dan membimbing seluruh tenaga
kerja karyawan ke arah tujuan, sasaran atau target yang hendak di capai
4. Pelaksanaan Prosedur Dalam pelaksanaan program kegiatan Kesehatan dan
Keselamatan Kerja sebagaimana dituangkan dalam rencana dan program
Kesehatan dan Keselamatan Kerja, maka sangat lah mendasar fungsi organik
manajemen yaitu menggerakkan setiap tenaga kerja yang ada di perusahaan
untuk melakukan aktivitas-aktivitas dalam pencapaian tujuan dan sasaran yang
telah ditetapkan.
5. Proses Serangkaian langkah sistematis, atau tahapan yang jelas dan dapat
ditempuh berulang kali, untuk mencapai hasil yang diinginkan. Jika ditempuh,
setiap tahapan itu secara konsisten mengarah pada hasil yang diinginkan.
6. Sumber Daya Suatu prosedur yang berkelanjutan yang bertujuan untuk
memasok suatu perusahaan dengan orang-orang yang tepat untuk ditempatkan
pada posisi dan jabatan yang tepat pada saat perusahaan memerlukannya dan
6

untuk dapat menunjang aktivitas perusahaan demi mencapai tujuan yang telah
ditentukan. Peraturan menteri tenaga kerja tentang Sistem Manajemen
Kesehatan dan Keselamatan Kerja yaitu setiap tempat kerja yang memiliki
tenaga kerja 100 orang atau lebih dan atau memiliki resiko tinggi di tempat
kerjanya harus menerapkan Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan
Kerja.
7

III

PEMBAHASAN

3.1 Manajemen Institusi Penanganan Hewan Terkait Biohazard

Menurut Fontes (2008) institusi yang menangani hewan diharuskan untuk


menyediakan suatu ruangan khusus untuk menangani dan mengidentifikasi jenis
penyakit berbahaya yang menjangkiti hewan. Sehingga dapat mengetahui langkah
yang harus dilakukan untuk mengendalikan mikroba penyebab penyakit tersebut.
Berikut faktor – faktor untuk mengidentifikasi risiko yang akan terjadi:
• Patogenisitas
• Virulensi
• Penularan melalui (anus-mulut, selaput lendir, inhalasi, prekutaneous)
• Transmisi (antara hewan, dari hewan ke pawang, dan dari pawang ke hewan)
• Dosis infeksi
• Ketersediaan profilaksis pra dan posteksposisi
• Stabilitas lingkungan
• Bahaya yang terkait dengan spesies hewan

Anggota staff dan kelompok yang harus ikut berpartisipasi dalam penilaian
risiko, diantaranya yaitu: (Fontes, 2008)
• Peneliti utama perlu bertanggung jawab atas kejadian yang akan terjadi dalam
penelitian, hal ini melibatkan protokol biohazard
• Staf perawatan hewan
• Staf sumber daya hewan
• Petugas keamanan hayati
• Dokter kesehatan kerja
• Komite perawatan dan perawatan hewan institusional
• Komite keamanan hayati kelembagaan
8

Fontes (2008) menambahkan dalam melakukan penelitian ini diperlukan


program kesehatan kerja diantaranya seperti pemberian imunisasi yang sesuai
dengan titer antibodi. Secara umum imunisasi terhadap tetanus harus diberikan
setiap 10 tahun, dan vaksinasi rabies direkomendasikan bagi mereka yang mungkin
menangani tangkapan liar atau hewan lain yang status kesehatannya tidak diketahui
dan digunakan dalam penelitian. Fasilitas dan peralatan harus tersedia:
• Pelatihan yang memadai untuk memastikan efektivitas kerja dan, sebelum
bekerja di perusahaan hewan dan kontak dengan hewan
• Izin medis untuk program penelitian yang di usulkan
Fontes (2008) menyatakan tidak ada yang dapat melakukan penelitian
terhadap hewan tanpa izin medis. Pelatihan kerja yang diberikan kepada anggota
sebelum melakukan penelitian diantaranya seperti, melakukan pengarahan secara
berkelanjutan terhadap semua anggota yang akan menangani hewan. Merancang
peraturan yang menjamin perlindungan terhadap anggota dan menyediakan
teknologi terbaru dalam perkandangan hewan.
Fontes (2008) menambahkan pelatihan awal perlu didokumentasikan, hal
ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana tingkat pemahaman anggota terhadap
peraturan yang telah ditentukan, penggunaan peralatan yang akan digunakan,
perlakuan dalam merawat hewan, dan juga mengikuti tanggap darurat yang telah
ditentukan dalam prosedur. Supervisor pun harus mengevaluasi secara kritis
terhadap setiap anggota, agar dapat menentukan tingkat kemampuan anggota pada
pelatihan selanjutnya. Setelah itu kemampuan setiap anggota akan diverifikasi
dalam suatu dokumen. Hal ini dilakukan untuk mengklarifikasi kesiapan dari
kemampuan setiap anggota untuk berpartisipasi dalam penelitian. Karena jika
anggota yang akan bergabung dalam penelitian tersebut tidak memiliki dokumen
yang memverifikasi kemampuannya dalam melakukan penelitian, maka anggota
tersebut dilarang untuk ikut serta dalam penelitian.
9

3.2 Faktor Penting dalam Risiko Penilaian dan Risiko Manajemen

Lima faktor penting yang berpengaruh terhadap risiko penilaian dan risiko
manajemen kelompok yaitu: (Fontes, 2008)
a. Patogen
Langkah pertama yang efektif dalam penilaian dan penanggulangan
risiko adalah dengan mengidentifikasi faktor risiko yang terkait dengan agen
patogenik yang terlibat dalam penelitian atau dengan spesies hewan. Bendera
merah untuk mendiskusikan agen tersebut:
• Sebelumnya Infeksi telah ditangani di laboratorium
• Memiliki rute transmisi udara
• Memiliki dosis infeksi yang rendah
• Menampilkan risiko yang signifikan yang akan terjadi pada individu atau
hewan lainnya
• Memiliki persyaratan pengawasan medis
• Memiliki kemampuan untuk menghadapi tantangan dekontaminasi
Penting untuk memastikan agar setiap anggota yang terlibat dalam
proyek ini mengetahui serta memahami adanya zoonosis yang terjadi secara
alami.
b. Prosedur
Praktik biosafety :
• Jangan makan, minum, merokok, atau simpan makanan di laboratorium.
Jauhkan tangan dari wajah Anda (jangan sentuh tangan Anda mata,
hidung, atau mulut dengan tangan bersarung).
• Hindari masuknya cairan kimia ke dalam mulut.
• Gunakan pakaian pelindung di laboratorium (jas lab, sarung tangan, dan
pelindung wajah).
• Behati - hati dengan benda tajam.
• Bekerjalah dengan hati-hati untuk meminimalkan potensi pembentukan
aerosol.
10

• Batasi aerosol sedekat mungkin dengan sumbernya (melalui penggunaan


kabinet keamanan hayati).
• Disinfeksi peralatan kerja setelah digunakan.
• Cuci tangan setelah melepaskan pakaian pelindung, setelah kontak
dengan bahan yang terkontaminasi, dan sebelum meninggalkan
laboratorium.
c. Pelindungan
Tiga syarat disinfeksi yang dapat digunakan :
• Pilih bahan kimia yang dapat menonaktifkan mikroorganisme atau agen
yang menjadi perhatian (baik yang sedang digunakan dan yang mungkin
hadir).
• Konsentrasi. Ikuti panduan penggunaan untuk pengenceran dan
penggunaan, atau gunakan konsentrasi yang tercantum di salah satu
ringkasan grafik dari NIH atau WHO. Tidak semua desinfektan
meningkatkan efektivitas dengan peningkatan konsentrasi, misalnya
alkohol (yang membutuhkan adanya air untuk denaturasi protein) dan
yodium (yang membutuhkan air untuk melepaskan ikatan yodium)
bekerja lebih baik pada konsentrasi encer daripada dalam bentuk
terkonsentrasi.
• Waktu kontak. Biarkan desinfektan bersentuhan dengan mikroorganisme
dengan durasi yang cukup untuk memastikan dekontaminasi; gunakan
referensi untuk menentukan waktu kontak yang dibutuhkan agen yang
bersangkutan. Untuk EPA menggunakan waktu kontak minimum 10
menit untuk menguji desinfektan terhadap spektrum mikroorganisme,
dan dengan menggunakan waktu kontak merupakan cara yang efisien
guna memastikan dekontaminasi sebagian besar agen. Namun, selalu
periksa dengan biosafety Anda melalui petugas untuk mengkonfirmasi
prosedur dekontaminasi guna memverifikasi protokol Anda.
11

3 Peralatan
Selain praktik kerja dan prosedur untuk melindungi hewan dan anggota,
pemilihan dan penggunaan pelindungan peralatan yang efektif penting
dalam manajemen risiko. Yang harus disediakan yaitu :
• Pakaian lab yang dapat melindungi diri dari kecelakaan dan infeksi
yang mungkin akan terjadi pada saat bekerja
• Sarung tangan dan lengan tahan gores yang harus digunakan sekali
pakai
• Perlindungan wajah dan juga pernafasan mungkin diperlukan
tergantung potensi pembentukan splash, droplet, atau aerosol
• Penutup rambut bisa diindikasikan untuk perlindungan lebih lanjut
dari infeksi oleh binatang.
• Kecamata penangan, ataupun masker perisai wajah
d. Personil
Penting untuk memverifikasi bahwa individu telah berhasil
menyelesaikan semua program pelatihan awal yang dipersyaratkan. Setiap
anggota harus memiliki ketangkasan alam menangani dan menjalankan setiap
prosedur penanganan hewan dalam laboratorium. Selain itu para anggota pun
harus memahami dan patuh terhadap peraturan yang telah dibuat.
e. Tempat
Lokasi penelitian yang diusulkan harus disesuaikan guna melindungi
spesies hewan yang digunakan dalam penelitian. Dan perlu diketahui juga
bahwa lokasi yang digunakan jauh dari tekanan atau faktor – faktor negatif
yang dapat mempengaruhi kondisi hewan. Selain itu juga lokasi tempat harus
disesuaikan agar tidak terjadi penyebaran infeksi ke lingkungan luar dalam
skala besar.
Hal terpenting yang harus dilakukan oleh penanganan hewan yang
menggunakan kabinet biosafety yaitu sebagai berikut :
• Pastikan kabinet biosafety telah teruji dan bersertifikat sebelum digunakan
12

• Jangan sembarangan dalam memindahkan kabinet biosafety . Lokasinya


ditentukan oleh tim kesehatan dan keselamatan.
• Jangan menyimpan barang di atas lemari biosafety, karena mereka bisa
mengganggu aliran udara
• Disinfeksi permukaan interior dan peralatan biosafety sebelum dan
sesudah digunakan.
• Sediakan terlebih dahulu semua bahan yang akan dibutuhkan selama
percobaan, hal ini dilakukan untuk meminimalkan gerakan tangan masuk
dan keluar dari kabinet saat pekerjaan berlangsung.
• Bagian depan dan belakang kabinet biosafety harus tetap bersih dari
penyumbatan, yang bisa mengganggu efektivitasnya operasi.
• Disinfeksi bagian luar alat – alat kabinet biosafety sebelum dibuang .
Dasarnya keberhasilan suatu program yang mengontrol suatu
kontaminasi yaitu tergantung pada tingkat kepahaman dan keteraturan para
staff saat bertugas dan juga kerutinan dalam memberikan pelatihan kepada
setiap anggota. Dengan diberikannya pelatihan maka anggota akan dapat
terus memahami inti dari program yang mereka kerjakan. Membentuk pelatih
yang kompeten merupakan suatu tantangan tersendiri, karena pelatih – pelatih
inilah yang nantinya akan menangani pelatih – pelatih baru di masa depan,
yang bertujuan untuk menangani program seperti ini atau mungkin lebih
berbahaya dari ini.
13

IV

KESIMPULAN

1. Biohazard adalah bahan biologis yang menimbulkan ancaman bagi kesehatan

organisme hidup, terutama yang dari manusia

2. Penanganan biohazard telah dilandasi oleh perangkat hukum seperti UU No. 1

Tahun 1970, tentang Keselamatan Kerja.

3. Sistem manajemen terkait K3 dalam biohazard yaitu organisasi, perencanaan,

tanggung jawab dan pelaksanaan prosedur.

4. Penanganan hewan terkait biohazard diharuskan menyediakan suatu ruangan

khusus untuk menangani dan mengidentifikasi jenis penyakit berbahaya yang

menjangkit hewan

5. Faktor penting yang berpengaruh terhadap risiko penilaian dan risiko

manajemen seperti patogen , prosedur , perlindungan , personil dan tempat.


14

DAFTAR PUSTAKA

Fontes, Benjamin. 2008. Institutional Responsibilities in Contamination Control


for Research Animals and In Occupational Health and Safety for Animal
Handlers.ILAR Journal. Vol: 49(3): 326-377.

Husni, Lalu. 2003. Hukum Ketatanegaraan Indonesia. PT Raja Grafindo Persada:


Jakarta.

Markkanen, Pia. 2004. Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Indonesia.


Internasional Labour Organisation Sub Regional South-East Asia and The
Pacific Manila Philipines: Jakarta.
15

LAMPIRAN

DAFTAR PEMBAGIAN KERJA

No. Nama NPM Keterangan


- Translate jurnal
1 Daniarti Safrida Mukti 200110160004
- Pembahasan
2 Rizky Dwi Putra 200110160015 - Kesimpulan
- Bab1 Pendahuluan
3 Nolla Lolita 200110160047
- Print
4 Aine Nurfirdausya 200110160175 - PPT
- Pembahasan
5 Ade Hermawan 200110160195
- Editor Makalah 1
6 Fauzan Lutfi Rahman 200110160204 - Tinjauan Pustaka
7 Hikmat Maulana Agnan 200110160274 - Tinjauan Pustaka

Anda mungkin juga menyukai